Uploaded by User53341

(Ricko)(Fauzi) (30068)(30072)

advertisement
Laporan Praktikum Petrologi 2020
Batuan Sedimen Non Klastik
DESKRIPSI PETROGENESA MINERAL GIPSUM PADA BATU
GAMPING ASAL SULAWESI TENGAH
Ricko Utamaa, Fauzi Azzahrib
a, b
a
Universitas Diponegoro
[email protected], [email protected]
ABSTRAK
Batu gamping merupakan salah satu batuan yang menjadi unsur penyusun lapisan bumi, dimana batuan gamping
tersebut umumnya terbentuk di daerah lautan akibat proses pengendapan kimia dari material-material karbonat. Di
beberapa daerah Sulawesi Tengah banyak ditemukan jajaran batuan gamping. Oleh karena itu maka dilakukan
penelitian mengenai sintesis gipsum dari batu gamping di daerah Sulawesi Tengah tersebut. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui batu gamping yang dapat menghasilkan gypsum dengan kualitas tertinggi, serta membandingkan
daerah manakah di Sulawesi Tengah sebagai penghasil gamping terbaik untuk bahan baku pembuatan gypsum.
Penelitian ini melanjutkan penelitian sebelumnya yang melakukan uji sintesis terhadap batu gamping. Perlakuan
yang diterapkan variasi asal batu gamping pada 3 daerah, yaitu batu gamping asal Bangkep, batu gamping asal Buol,
dan batu gamping asal Donggala. Kemurnian CaSO4 dianalisa menggunakan AAS dan spektrofotometer uv-vis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio asam sulfat yang terbaik yaitu pada 110:25 dan daerah penghasil gamping
terbaik untuk bahan baku CaSO4 terdapat pada daerah Bangkep. Hasil tersebut dapat dilakukan deskripsi tentang
mineral gipsum, dimana mineral gipsum merupakan mineral sedimen non klastik yang terbentuk akibat proses
evaporasi air laut dan dapat juga terbentuk akibat proses kimia melalui penggabungan material batu gamping dengan
asam sulfat.
Kata Kunci: Gipsum, Batu gamping, Asam Sulfat, rendemen, derajat kemur
I. LATAR BELAKANG
Batu gamping merupakan salah satu batuan
evaporit yang banyak ditemukan di daerah
Sulawesi Tengah. Batuan gamping yang ada di
sini memiliki kandungan kalsium yang sangat
tinggi, dimana persebarannya terbagi menjadi
beberapa daerah yakni Kabupaten Banggai
Kepulauan terdapat 3 titik lokasi, Kabupaten
Buol terdapat 3 titik lokasi, dan Kabupaten
Donggala hanya terdapat 1 tiik lokasi persebaran
batu gamping (Mappiratu dan Efendi, 2013).
Dibalik banyak nya sumber mineral batu
gamping di Sulawesi Tengah, ternyata sampai
saat ini batu gamping belum dimanfaatkan secara
baik oleh masyarakat Sulawesi Tengah, padahal
batu gamping juga termasuk kedalam mineral
komoditi dimana hampir semua produk atau
barang menggunakan batuan ini. Contoh
pemanfaatan batu gamping antara lain yaitu:
1. Sebagai bahan baku untuk produksi batu
kapur maupun sebagai bahan baku untuk
pabrik semen dan pabrik gypsum.
Laporan Praktikum Petrologi 2020
Batuan Sedimen Non Klastik
2. Gypsum dalam dunia kedokteran
digunakan sebagai bahan penambal gigi
dan tulang buatan.
3. Dalam dunia mineral digunakan untuk
menghaluskan permukaan logam nikel.
4. Dalam bidang konstruksi dapat
digunakan untuk melapisi dinding atas
alat pertambangan, dan bagian bawah
dari jembatan, hal ini karena sifat nya
gamping itu sendiri yang kedap air
sehingga dapat melindungi lapisan yang
ada di dalam nya.
5. Dalam dunia pertanian digunakan untuk
mengurangi kadar garam dalam tanah
serta menyediakan belerang dan
kalsium.
6. Dalam dunia industri gypsum digunakan
sebagai pengering dalam industri cat,
serta bahan baku untuk pembuatan tinta.
Dari banyak nya manfaat yang tekandung dalam
batuan gamping, sudah sepatutnya pemanfaatan
dan pengelolaan batu gamping di Sulawesi
Tengah lebih ditingkatkan lagi. Kemudian batuan
gamping juga dapat digunakan untuk membuat
gypsum, dimana gypsum itu sendiri merupakan
salah mineral yang termasuk kedalam batuan
sedimen non klastik kelompok evaporit.
Kemudian dalam proses pembuatan gypsum, pada
dasarnya terdiri dari tiga macam yaitu; pembuatan
gipsum dari gypsum rock, pembuatan gipsum dari
batu kapur, dan juga pembuatan gipsum dari
CaCl2 yang direaksikan dengan H2SO4 (Triyono,
2007). Hingga saat ini potensi mineral batu
gamping belum ada yang diolah menjadi gipsum,
padahal batu gamping itu sangat berpeluang untuk
diolah menjadi gipsum. Oleh karena itu, perlu
dilakukan kajian produksi gipsum dari batu
gamping yang ada di Sulawesi Tengah.
Harapannya untuk mendapatkan rasio yang
terbaik dan daerah penghasil gamping terbaik
untuk bahan baku gipsum (CaSO4). Dan menurut
Sani (2006) rendemen gypsum yang diproduksi
dari limbah padat pabrik gas asetilen dan limbah
cair pabrik soda dipengaruhi oleh waktu reaksi dan
konsentrasi asam sulfat yang digunakan, Selain itu
terdapat praduga, rendemen gipsum juga
dipengaruhi oleh rasio sumber kalsium terhadap
asam sulfat.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini melanjutkan dari penelitian
sebelumnya yang melakukan sintesis asam sulfat
pada batu gamping, dari penelitian tersebut
terdapat informasi berupa hasil akhir komposisi
mineral gipsum yang terdapat pada batu gamping.
Selanjutnya setelah komposisi deketahui
dilakukan deskripsi batuan dan mineralnya. Data
batuan didapat dengan menggunakan data
sekunder yang telah dikumpulkan melalui
berbagai sumber, kemudian dengan data-data
tersebut dilakukan interpretasi lebih lanjut.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Bangkep termasuk salah satu
kabupaten di Sulawesi Tengah yang mempunyai
sumber daya alam batu gamping yang potensial.
Batu gamping tersebut ditemukan dibeberapa
daerah antara lain di pulau Peleng, pulau
Bangkurung dan dikota Salakan. Untuk
mengetahui rasio asam sulfat terhadap batu
gamping asal Bangkep yang baik digunakan
dalam produksi gipsum,
Batu gamping adalah batuan sedimen yang
utamanya tersusun oleh kalsium karbonat
(CaCO3) dalam bentuk mineral kalsit. Di
Indonesia, batu gamping sering disebut juga
dengan istilah batu kapur, sedangkan istilah
luarnya biasa disebut "limestone". Batu gamping
paling sering terbentuk di perairan laut dangkal.
Pada prinsipnya, batu gamping mengacu pada
batuan yang mengandung setidaknya 50% berat
kalsium karbonat dalam bentuk mineral kalsit.
Sisanya, batu gamping dapat mengandung mineral
evaporit seperti gipsum.
Gipsum merupakan mineral evaporite yang paling
sering ditemukan dalam deposit sedimen. Gipsum
(CaSO4.2H2O) sangat mirip dengan mineral
Laporan Praktikum Petrologi 2020
Batuan Sedimen Non Klastik
anhidrit (CaSO4). Perbedaan kimianya adalah
bahwa gypsum berisi dua ikatan hidrogen dioksida
(air) dan sedangkan anhidrit adalah tanpa air.
Gipsum adalah mineral sulfat yang paling umum
dijumpai.
Gipsum yang terdapat pada Sulawesi Tengah ini
merupakan mineral hidrous kalium sulfat (CaSO4
2H2O) yang terjadi di alam, berbentuk endapan
sedimen dan memiliki sebaran yang luas. Gipsum
yang berada di Sulawesi Tengah berasosiasi
dengan batu kapur.
Sebagian besar endapan gipsum terbentuk dari air
laut dan hanya sedikit yang berasal dari endapan
danau yang mengandung garam. Gipsum juga
dapat terjadi dari hasil kegiatan vulkanik, gas H2S
dari fumarol bereaksi dengan kapur dan hasil
pelapukan batuan.
Gipsum ini mempunyai sifat fisik berwarna putih,
kuning, abu-abu, merah jingga, hitam bila tak
murni. Spesifik gravity 2,3. Kekerasan 2,0 (skala
Mohs). Bentuk mineral kristalin, serabut dan masif
dan mempunyai bermacam-macam kilap.
Secara umum batu gamping ini mengandung SO3
46,5%, CaO 32,6%, dan H2O 20,9%. Kelarutan
gipsum dalam air yaitu 2,1 gr/liter air pada suhu 40
Derajad celcius, 1,8 gr/liter air pada suhu 0
Derajad celcius, dan 1,9 gr/liter air pada suhu 7090 Derajad celcius. Kelarutan gipsum akan
bertambah seiring dengan penambahan HCl dan
HNO3.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh
Mappiratu dan Effendi (2013) menunjukkan batu
gamping asal Batu Suya, kecamatan sindue,
mengandung kalsium oksida relative lebih tinggi
dibandingkan dengan lokasi lainnya, yakni 73,95
%. Berdasarkan hal itu, penelitian ini
menggunakan batu gamping asal batu suya. Untuk
mendapatkan keterangan tentang pengaruh rasio
asam sulfat/batu gamping terhadap rendemen
gipsum yang dihasilkan, digunakan lima tingkatan
rasio. Hasil yang diperoleh (Gambar 1)
menunjukan pola perubahan rendemen gipsum
terhadap rasio asam sulfat terhadap batu gamping
yang sama dengan batu gamping asal Bokat bagian
selatan, yakni rendemen gipsum meningkat
dengan meningkatnya penggunaan asam sulfat.
Pada penggunaan rasio asam sulfat terhadap batu
gamping 70: 25 menghasilkan gipsum dengan
rendemen 60,94%, sedangkan pada penggunaan
rasio asam sulfat terhadap batu gamping 110: 25
menghasilkan gipsum dengan rendemen 61,54%.
Dengan kadar karbonat yang tinggi hal ini
membuktikan bahwa lingkungan pengendapan di
sulawesi tengah ini dahulu merupakan lingkungan
laut yang kemudian terangkat. Kebanyakan
batugamping terbentuk di laut dangkal, tenang,
dan pada perairan yang hangat. Lingkungan ini
merupakan lingkungan ideal di mana organisme
mampu membentuk cangkang kalsium karbonat
dan skeleton sebagai sumber bahan pembentuk
batugamping. Ketika organisme tersebut mati,
cangkang dan skeleton mereka akan menumpuk
membentuk sedimen yang selanjutnya akan
terlitifikasi menjadi batu gamping.
Produk sisa organisme tersebut juga dapat
berkontribusi untuk pembentukan sebuah massa
sedimen. Batugamping yang terbentuk dari
sedimen sisa organisme dikelompokan sebagai
batuan sedimen biologis. Asal biologis mereka
sering terlihat oleh kehadiran fosil.
Beberapa batu gamping dapat terbentuk oleh
pengendapan langsung kalsium karbonat dari air
laut. Batugamping yang terbentuk dengan cara ini
dikelompokan sebagai batuan sedimen kimia.
IV. KESIMPULAN
Batu gamping yang terdapat pada wilayah
sulawesi selatan dapat diproduksi menjadi
gipsum dengan kualitas yang baik karena
mengandung kadar yang tinggi. Batuan ini
mengandung karbonat yang tinggi dan bisa
dipastikan pembentukannya berasal dari
lingkungan pengendapan yang ada di laut
yang kemudian tersingkap ke atas.
Laporan Praktikum Petrologi 2020
Batuan Sedimen Non Klastik
Daftar Pustaka
Mappiratu dan Efendi Rustam, 2013. Survey
Kandungan Kalsium dan Fosfat Batu
Gamping Asal Daerah Sulawesi
Tengah. Laporan Penelitian. Sulawesi
Tengah.
Sukandarrumidi. 2003. Bahan Galian Industri,
Yogyakarta: FATEK. UGM Press.
Sani. 2006. Pemanfaatan Limbah Padat Gas
Acetilen Dan Limbah Cair Pabrik
Soda Untuk Pembuatan CaSO4.
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 1
(1): 58-65.
Vogel, 1985. Analisa Kuantitatif Macro dan
Semi Macro Inorganik. London:
Logman Group Limited.
Triyono. 2007. Penentuan Setting Level
Optimal Bending Strength Gypsum
Interior Berpengaruh Serat Cantula
Menggunakan Desain Eksperimen
Taguchi. [Skripsi]. Surakarta: Program
Studi Teknik Industri Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret.
Download