PENGARUH RENDAHNYA KUNJUNGAN ANTENATAL CARE TERHADAP ANGKA KEMATIAN IBU HAMIL MAKALAH Oleh: Devinda Syahada Alifiya NIM 192110101018 PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER 2019 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan adalah segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, atau swasta dalam menanggulangi timbulnya masalah kesehatan, memelihara, meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan masyarakat maupun perseorangan (Depkes RI, 2010). Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Terdapat berbagai pelayanan yang dilaksanakan pada pelayanan kesehatan dasar, yaitu pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayanan keluarga berencana, dan pelayanan imunisasi (Depkes RI, 2010). Pelayanan kesehatan ibu dan anak memiliki kebijakan tentang kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang secara khusus berhubungan dengan Antenatal Care (ANC). Antenatal care menurut World Health Organization (WHO) merupakan upaya peningkatan kualitas perawatan masa kehamilan untuk mengurangi risiko kelahiran mati dan komplikasi kehamilan serta memberi pengalaman kepada ibu hamil (WHO, 2019). Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya (Depkes RI, 2010). Masa kehamilan dan persalinan sejatinya merupakan suatu proses alamiah, yang dalam menjalaninya terkadang muncul risiko dan menjadi beban tersendiri bagi seorang wanita. Ibu dapat merasakan kesakitan fisik dan mental pada masa kehamilan yang ditimbulkan dari faktor internal atau eksternal seorang ibu hamil. Sebagian ibu akan merasa gembira apabila dalam masa kehamilan dan persalinan tidak mendapati komplikasi serius dan bayi lahir dengan sehat. Terdapat sebagian ibu hamil lain dengan risiko mengalami komplikasi pada persalinan yang khawatir akan mendapatkan masalah kesakitan serius, kecacatan, bahkan kematian bagi ibu maupun bayinya. Besar kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan tergantung pada perilaku kesehatan ibu selama masa kehamilan dalam menjaga dan merawat diri beserta bayinya. Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh HL. Bulm bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu faktor perilaku, pelayanan kesehatan, lingkungan, dan genetik (Notoatmodjo, 2011). Teori ini dapat menjadi acuan dalam penentu angka keselamatan ibu dan anak. Perilaku ibu hamil yang rutin melakukan antenatal care, serta pelayanan kesehatan dan lingkungan yang mendukung dalam pelaksanaan antenatal care, akan memperlihatkan status kesehatan yang baik bagi ibu dan bayinya karena dapat mendeteksi risiko komplikasi sedini mungkin agar dapat segera ditangani oleh tenaga kesehatan (Khadijah & Arneti, 2018). Semua ibu hamil tentu berharap dapat melalui proses persalinan dengan selamat dan anak yang dilahirkan dalam keadaan sehat. Pemerintah juga telah membentuk target capaian Angka Kematian Ibu Hamil pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yaitu sasaran pencapaian Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 306 per 100.000 kelahiran hidup yang harus dicapai pada tahun 2019 (Peraturan Presiden Republik Indonesia, 2014). Guna memenuhi target capaian tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya salah satunya adalah ANC. Semua ibu hamil diharapkan mendapat perawatan kehamilan oleh tenaga kesehatan. Deteksi dini faktor risiko merupakan salah satu hal yang akan didapatkan apabila ibu hamil melakukan kunjungan ANC. Pemeriksaan kehamilan paling sedikit dilakukan empat kali selama masa kehamilan, yaitu satu kali dalam trimester pertama (K1), satu kali dalam trimester kedua (K2), dan dua kali dalam trimester ketiga (K3 dan K4). Antenatal care memiliki tujuan agar kehamilan dan persalinan berakhir dengan ibu dalam kondisi selamat, bayi dilahirkan sehat, baik fisik maupun mental, ibu sanggup merawat dan memberi Air Susu Ibu (ASI) kepada bayinya, serta suami-istri telah ada kesepakatan dan kesanggupan untuk mengikuti keluarga berencana setelah kelahiran bayinya (Rochjati, 2003). Dalam penatalaksanaan, ANC memiliki standar minimal “10T” berkualitas, antara lain timbang berat badan, dan ukur tinggi badan, tekanan darah, tentukan lingkar lengan atas, ukur tinggi fundus uteri, ukur detak jantung janin, imunisasi tetanus toksoid, memberikan tablet besi minimal 90 tablet selama hamil, tes golongan darah, dan protein urin, mendapat tatalaksana kasus, dan mendapat konseling, termasuk Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4 K) dan Keluarga Berencana (KB) (Pritasari, 2019). Kunjungan ANC yang dapat dilakukan di puskesmas, rumah sakit bersalin, tempat praktik swasta, rumah sakit pemerintah atau swasta tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil sekadar berkunjung ke fasilitas kesehatan, namun juga memiliki makna bahwa tenaga kesehatan memberikan pelayanan antenatal yang terbaik sesuai dengan standar yang berlaku. Tenaga kesehatan sebagai pemberi layanan ANC mampu memberi dukungan terhadap ibu hamil beserta suami agar selalu rutin melakukan kunjungan ANC selama masa kehamilan. Faktanya, angka kematian ibu hamil di Indonesia masih menjadi catatan merah. Berdasarkan data terbaru pada tanggal 5 Juni 2018 dari Badan Pusat Statistik bahwa angka kematian ibu tahun 2015 adalah 305 per 100.000 kelahiran hidup (Badan Pusat Statistik, 2018). Pada tahun 2018, angka kematian ibu mengalami peningkatan mencapai 346 per 100.000 penduduk. Angka ini terlihat masih jauh dari target yang diharapkan (Depkes RI, 2018). Salah satu penyebab tingginya angka tersebut adalah rendahnya kesadaran dalam melakukan kunjungan antenatal care. Berdasarkan penelitian, jumlah kunjungan antetal care dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan seseorang mengenai ANC. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi cenderung akan melakukan kunjungan antenatal care secara teratur (Putri, Fitriangga, & Kahtan, 2016). Cakupan pelayanan K1 ibu hamil di Kabupaten Jember pada tahun 2016 dari jumlah ibu hamil yang ada sebesar 40.224 jiwa adalah sebanyak 40.088 (99,66%), dan yang melakukan pemeriksaan kehamilan hingga empat kali (K4) sebanyak 32.012 (79,58%). Kesenjangan yang terjadi antara cakupan K1 dan K4 cukup besar hingga mencapai 20,08%. Kesenjangan ini menunjukkan bahwa tidak semua ibu hamil melakukan kunjungan pertama antenatal care meneruskan hingga kunjungan K4 pada trimester ketiga, sehingga kehamilannya lepas dari pemantauan tenaga kesehatan (Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2017). Ibu hamil yang tidak rutin memeriksa setiap perkembangan dalam masa kehamilan, dapat membuat sang ibu tidak mengetahui berbagi komplikasi yang memengaruhi masa kehamilan atau proses persalinan sehingga tidak dapat segera diatasi. Deteksi dini pemerikasaan kehamilan sangat membantu dalam persiapan pengendalian risiko. Tidak menutup kemungkinan bahwa risiko yang belum dapat segera dikendalikan dapat menyebabkan kecacatan hingga kematian pada bayi. Data terbaru pada tanggal 4 Oktober 2019 Badan Pusat Statistik, Angka Kematian Neonatal (AKN) dan Angka Kematian Bayi tahun 2017 adalah 90 per 100.000 kelahiran (Badan Pusat Statistik, 2019). Berdasarkan kajian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam mengenai faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya kunjungan ANC pada ibu hamil. Kunjungan antenatal care yang dilakukan oleh setiap ibu hamil dapat menjadi salah satu upaya pencegahan awal dari faktor komplikasi kehamilan. Hal demikian ini diharapkan mampu menjadi kegiatan rutin ibu hamil guna memantau perkembangan masa kehamilannya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yang menjadi dasar pembuatan makalah ini adalah “Faktor apa yang memengaruhi rendahnya kunjungan antental care pada ibu hamil?” 1.3 Tujuan Untuk mengetahui “Faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya kunjungan antenatal care pada ibu hamil.” DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2018. Angka Kematian Ibu Menurut Pulau (per 100.000 kelahiran hidup), 2015. https://www.bps.go.id/dynamictable/2018/06/05/1439/angka-kematian-ibumenurut-pulau-per-100-000-kelahiran-hidup-2015.html. [Diakses pada 30 November 2019] Badan Pusat Statistik. 2019. Angka Kematian Neonatal (AKN) Dan Angka Kematian Bayi Per 1000 Kelahiran Menurut Umur Ibu saat Melahirkan, 2012 dan 2017. https://www.bps.go.id/dynamictable/2018/06/06/1468/angka-kematianneonatal-akn-dan-angka-kematian-bayi-per-1000-kelahiran-menurut-umuribu-saat-melahirkan-2012-dan-2017.html. [Diakses pada 30 November 2019] Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Depkes RI. 2018. 4 Target Kesehatan ini Harus Tercapai di 2019. https://www.depkes.go.id/article/view/18030700008/4-target-kesehatan-iniharus-tercapai-di-2019.html. [Diakses pada 2 Desember 2019] Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. 2017. Profil Kesehatan Kabupaten Jember Tahun 2016. Pemerintah Kabupaten Jember. Khadijah, S., dan Arneti. 2018. Upaya Deteksi Dini Resiko Tinggi Kehamilan Ditentukan Oleh Pengetahuan Dan Dukungan Tenaga Kesehatan. Jurnal Sehat Mandiri, 13(1), 27–34. Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. Peraturan Presiden Republik Indonesia. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2015-2019: Agenda Pembangunan Nasional. 1, 311. Pritasari, K. 2019. Strategi Akselerasi Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir. Tangerang. Putri, N. A., Fitriangga, A., dan Kahtan, M. I. 2016. Determinan Rendahnya Kunjungan Antenatal Care ( ANC ) di Desa Simpang Empat Kecamatan Tangaran Kabupaten Sambas. 3, 821–830. Rochjati, P. 2003. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil (I). Surabaya: Airlangga University Press. WHO. 2019. Antenatal Care. https://www.who.int/reproductivehealth/publications/maternal_perinatal_hea lth/ANC_infographics/en/. [Diakses tanggal 30 November 2019]