Uploaded by info

renunganmgrgombloh

advertisement
30 Maret 2020. SENIN. Hari Biasa Pekan V Prapaskah (U). Dan.
13:41-62;Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6; Yoh. 8:1-11
LECTIO
1 tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun. 2 Pagi-pagi benar Ia berada
lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan
mengajar mereka. 3 Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi
membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat
zinah. 4 Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu
berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia
sedang berbuat zinah. 5 Musa dalam hukum Taurat memerintahkan
kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah
pendapat-Mu tentang hal itu?" 6 Mereka mengatakan hal itu untuk
mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di
tanah. 7 Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun
bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara
kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu
kepada perempuan itu." 8 Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di
tanah. 9 Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah
mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.
10 Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan,
di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"
11 Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari
sekarang." Yoh. 8:1-11
MEDITATIO-EXEGESE
Yesus pergi ke bukit Zaitun. Bukit Zaitun terletak di sebelah
timur Yerusalem; Lembah Kidron (Yoh. 18:1) memisahkan bukit Zaitun
dengan bukit tempat Bait Allah berdiri. Sejak jaman dulu bukit ini
menjadi tempat berdoa. Daud pergi ke tempat ini untuk berdoa pada
Allah selama masa-masa sulit saat Absalom memberontak (2Sam.
15:32); di tempat ini pula Nabi Yehezkiel merenungkan kemuliaan
Yahwe saat Ia memasuki BaitNya yang kudus (Yeh. 43:1-4). Di kaki bukit
terdapat sebuah taman, yang disebut Getsemani, atau tempat pemerasan
minyak zaitun (Mat. 26:30). Yesus dan para murid menjadikan tempat
ini sebagai tempat istirahat; dan di babak akhir hidup-Nya menjadi
panggung klimaks drama pengkhianatan Yudas dan penangkapan-Nya
oleh serdadu suruhan imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua
(Mrk. 14:32-52).
Pada hari terakhir perayaan Hari Raya Pondok Daun (Yoh. 7:2),
semua orang pulang ke rumah masing-masing (Yoh. 7:53); sedangkan
Yesus, setelah mengajar di Bait Allah dan bersilang pendapat dengan
kaum Farisi, mengundurkan diri untuk berdoa ke bukit Zitun, tempat
yang sering kali dikunjungiNya (bdk. Yoh. 18:2; Luk. 22:39). Nampaknya tiada orang menaruh perhatian pada Yesus memberinya tumpangan
di kota suci, karena ketakutan pada para penguasa agama. Namun, di
tempat yang sunyi itu, Yesus dapat memanfaatkan waktu sepanjang
malam untuk berdoa (bdk. Yoh 18:1-2; Mat 26:36). Pasokan makanan
bagiNya barangkali dikirim secara diam-diam dari rumah Martha di
Betania, atau dibeli para murid di kota. Ia memilih tempat ini untuk
melewatkan malam dan, terlebih, untuk berdoa, enam bulan sebelum
kematianNya.
Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia. Yohanes
menggunakan kata πειραζοντες, peirazontes, dari kata kerja peirazo,
mencobai, menguji. Makna yang dimaksud Yohanes adalah mencobai,
seperti yang dilakukan setan di gurun ketika Yesus berpuasa selama 40
hari (Mat. 4:1-11; Luk 4:1-13). Kali ini kaum Farisilah menjadi pelaku
pencobaan terhadap Yesus. Pagi-pagi buta, di Bait Allah, orang Farisi
dan ahli Taurat membawa kepadaNya seorang perempuan yang tertangkap tertangkap tangan melakukan perzinahan. Santo Yohanes menggunakan ungkapan ἐπαυτοφώρῳ, epautophoro, tertangkap basah sedang
melakukan tindak kejahatan, yakni: zinah, dalam kasus ini.
Saat menangani kasus yang diserahkan kepada para pemuka
agama, mereka justru tidak menangani dengan semestinya. Kuasa telah
diselewngkan. Mereka sudah kehilangan belas kasih untuk menolong
perempuan malang dan menjauhkannya dari malapetaka yang menimpa
perempuan itu. Justru, mereka memperalat perempuan itu untuk menjebak Yesus.
Mereka bertanya (Yoh. 8:5), Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian.
Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?, In lege autem Moyses mandavit
nobis huiusmodi lapidare; tu ergo quid dicis?. Hukum Musa menetapkan hukuman mati dengan pelemparan batu bagi laki-laki dan perempuan yang tertangkap tangan melakukan perzinahan (Im. 20:20; Ul.
22:22.24). Hukum dan tradisi Yahudi memperpanjang daftar kejahatan
berat yang dapat dihukum mati, termasuk perzinahan. Rajam atau
melempari sampai mati dipraktekkan secara umum, seperti jelas dilukiskan Nabi Yehezkiel (Yeh 16:40). Yesus barangkali membayangkan
kisah Susana saat akan dihukum rajam atas tuduhan palsu perzinahan.
Susana menengadah ke langit. Tatapan matanya menembus
pintu sorga dan menggoncang perasaan Allah (Tamb. Dan. 13: 35).
Maka Tuhan mendengarkan suaranya ... maka Allah membangkitkan
roh suci dari seorang anak muda, Daniel namanya (Tamb. Dan. 13:4445). Ia kemudian berbicara atas nama Allah, Demikian bodohkah
kamu, hai orang Israel? Adakah kamu menghukum seorang puteri Israel
tanpa pemeriksaan dan tanpa bukti? Kembalilah ke tempat pengadilan,
sebab kedua orang itu memberikan kesaksian palsu terhadap orang ini!
(Tamb. Dan. 13:49-49). Sesuai dengan Taurat Musa kedua orang itu
dilempari batu hingga ajal (Tamb. Dan. 13:1-9,15-17,19-30,33-62).
Demikianlah pada hari itu diselamatkan darah yang tidak bersalah
(Tamb. Dan. 13:62).
Jika Yesus menjawab, Jangan hukum dia, mereka akan berkata,
Dia bukan guru yang benar, karena Dia tidak taat melaksanakan hukum.
Jika Yesus menjawab, Hukumlah dia, mereka pasti berkata, Kami tidak
mempercayaiNya! Bagaimana mungkin orang yang bersahabat dengan
pendosa, sekarang, justru menghukum pendosa? Berkerudung ketaatan
pada Allah, mereka memanipulasi hukum untuk menjebak Yesus.
Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang
pertama melemparkan batu kepada perempuan itu. Reaksi Yesus ternyata mengejutkan mereka. Ia tidak menjawab. Ia tidak mengeluarkan
sepatah kata pun. Yesus menulis sesuatu di tanah. Dalam Kitab Suci,
kata menulis selalu bermaka mencatat perkara/sesuatu terhadap seseorang, misalnya : “Engkau menulis hal-hal yang pahit terhadap aku dan
menghukum aku karena kesalahan pada masa mudaku” (Ayb. 13:26).
Mungkin Yesus mencatat daftar dosa yang diperbuat oleh para penuntutNya yang sedang berdiri di hadapanNya. Sekarang Yesus menantang
mereka.
Setelah didesak, Ia bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka
(Yoh 8:7), Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang
pertama melemparkan batu kepada perempuan itu, Qui sine peccato est
vestrum, primus in illam lapidem mittat. Para ahli Kitab dan kaum
Farisi pasti melakukan dosa yang lebih besar dari perempuan itu, saat
mereka menilik hati mereka sendiri. Seharusnya mereka tidak menjadikan perempuan malang itu sebagai alat untuk kepentingan mereka
sendiri demi menjebak Yesus dan berujung pada hukuman mati bagi-Nya; seharusnya mereka berbelas kasih pada perempuan itu dan
membantu bangkit dari keterpurukan. Maka, konsekuensi dari jawaban
Yesus adalah jika kamu menyalahkan perempuan itu, kamu harus
menyalahkan dirimu terlebih dahulu; jika kamu merajam perempuan
itu, kamu harus merajam dirimu sendiri lebih dahulu; dan jika kamu
membakarnya, kamu harus membakar dirimu sendiri lebih dahulu.
Yesus bertindak bijaksana. Ia tetap mempertahankan hukuman
mati sampai perempuan itu memang layak menerima hukuman itu;
namun, Ia menambahkan bahwa para penuntut harus tidak membabi
buta menerapkan hukum. Ia mengundang mereka untuk berbelas kasih,
karena dari luar mereka tampak suci, sebaliknya penampilan luar
mereka mencerminkan dosa. Mereka seharusnya mengakui dosa dan
memohon pengampunan di hadapan Allah dan sesama. Maka, Santo
Agustinus bertanya, Kamu telah mendengar, hukum harus dipenuhi;
perempuan ini harus dirajam. Tetapi, dalam menghukumnya, apakah
hukum harus dipenuhi oleh mereka yang lebih layak mendapatkan
hukuman itu?
Yesus memberi ruang dan waktu untuk merenung dan menyelidiki hati masing-masing. Dampaknya luar biasa : masing-masing pergi
meninggalkanNya dan perempuan itu. Dimulai dari yang tertua!
Akhirnya, yang dihadapkan pada peradilan Yesus hanya si
perempuan. Hukum selalu tajam pada yang lemah, termasuk kaum
perempuan.
Akupun tidak menghukum. Pergilah. Jangan berbuat dosa lagi
mulai dari sekarang. Ketika tinggal mereka berdua di tempat itu, Yesus
mengungkapkan belas kasihNya dan berpesan agar tidak berbuat dosa
lagi. Sabda Yesus (Yoh 8:11), “Akupun tidak menghukum engkau.
Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang, Nec ego te
condemno; vade et amplius iam noli peccare. Ia membiarkan perempuan itu kembali menilik hatinya untuk menimbang dan memilih :
kembali ke cara hidup yang lama atau menghayati hidup baru dalam
dalam kerajaanNya. Yesus mengampuninya dan mendorongnya memulai hidup baru. Maka, rahmatNya selalu memampukan kita untuk
mengalahkan dosa, yakni : berbalik dari ketidak setiaan kepada Allah,
barbalik kembali kepadaNya dengan hati penuh penyesalan dan syukur
atas pengampunan dan belas kasihNya.
KATEKESE /pengajaran : Ditolong oleh rahmat Kristus . Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430 :
“Tak seorang pun dari kita mampu melakukan perbuatan baik
jika tidak ditolong oleh rahmat Kristus. Jika kita melakukan apa yang
jahat, perbuatan itu selalu berasal dari diri kita sendiri; sebaliknya, jika
kita melakukan apa yang baik, kita melakukan kebaikan atas pertolongan Allah. Maka, mari kita bersyukur pada Allah yang memungkinkan
kita melakukan perbuatan baik. Dan jika kita melakukan kebaikan, kita
tidak menghina seorang pun, termasuk yang tidak melakukan hal yang
sama. Mari kita tidak memuji diri sendiri karena merasa unggul atas
orang lain” dikutip dari Commentary on Psalm 93,15)
ORATIO-MISSIO
a.
Allah Bapa kami, kami mengalami kesulitan untuk
menghadapmu, karena pengenalan kami padaMu tidak sempurna.
Dalam kebodohan kami, kami membayangkan bahwa Engkau selalu
memusuhi kami; pikiran kami keliru bahwa Engkau suka menghukum
dosa kami. Dan dengan cara yang bodoh kami meyakin bahwa Engkau
begitu kejam terhadap kami, manusia. Namun, sejak Yesus mendatangi
dan tinggal bersama kami, Ia menunjukkan betapa besar kasihMu,
betapa Engkau berada di pihak dan membela kami melawan mereka
yang mengancam hidup kami. Terlebih, apa yang kami duga terhadapMu ternyata keliru dan tanpa dasar. Maka, kami datang padaMu, memohon pengampunan atas kebodohan kami di masa lalu, dan hendak
mengenalmu lebih dalam. Kami juga hendak memohon belas kasihMu.
Dengan perantaraan Yesus Kristus, Tuhan kami (Doa Santo Agustinus).
b.
Apa yang harus kulakukan untuk membela mereka yang
lebih lemah dari padaku, yang lemah, miskin, sakit, difabel?
Dixit autem Iesus, Nec ego te condemno; vade et amplius iam
noli peccare - Ioannem 8:11
Salve. ac eko wahyono. canisii seminarium. 1982-1986. 081233052768.
[email protected]
Download