Uploaded by imam3sbi

SISTEM DRAINASE KHUSUS

advertisement
MAKALAH
SISTEM DRAINASE KHUSUS
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI D IV TEKNIK BANGUNAN RAWA
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, ssehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai memenuhi salah satu
tugas dari mata kuliah Drainase Rawa Pasang Surut dengan judul “Sistem
Drainase Khusus”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Banjarmasin, 08 April 2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................
5
1.1
Latar Belakang ...........................................................................
5
1.2
Tujuan .........................................................................................
5
PEMBAHASAN .........................................................................
6
Reklamasi Rawa .........................................................................
6
2.1.1 Sistem Timbunan ............................................................
6
2.1.2 Sistem Polder ..................................................................
6
BAB III
PENUTUP ...................................................................................
19
3.1
Kesimpulan .................................................................................
19
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
20
BAB II
2.1
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Sistem timbunan ....................................................................
6
Gambar 2.2
Sistem polder .........................................................................
7
Gambar 2.3
Detail sistem polder ...............................................................
8
Gambar 2.4
Komponen-komponen sistem polder ....................................
9
Gambar 2.5
Ilustrasi daerah polder ...........................................................
9
Gambar 2.6
Komponen utama dan komponen pelengkap ........................
10
Gambar 2.7
Konsep pembagian watun .....................................................
12
Gambar 2.8
Pembagian watun daerah kalimantan ....................................
13
Gambar 2.9
Polder Alabio, HSU, Kalsel ..................................................
17
Gambar 2.10
Polder di Alabio dan intake di Nagara ..................................
17
Gambar 2.11
Saluran primer, bangunan bagi, penanaman padi di
Gambar 2.12
watun 1, genangan air di watun 2 ..........................................
18
Sketsa polder di Belanda .......................................................
18
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Suatu lahan biasanya perlu dilakukan drainase khusus, yaitu tempat yang
praktis selalu tergenang air. Dengan demikian tanah mempunyai sifat kurang
matang (tidak subur), ada kendala-kendala tertentu seperti kemungkinan
terdapatnya pirit di bawah permukaan tanah yang biasa menjelma menjadi tanah
sulfat masam kalau ada drainase yang berlebihan. Daya dukung tanah kecil hingga
sebagai perletakan pondasi kurang menguntungkan.
1.2
Tujuan
Mengetahui sistem drainase polder dalam suatu perencanaaan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Reklamasi Rawa
Reklamasi rawa adalah upaya meningkatnya fungsi dan pemanfaatan rawa
untuk kepentingan masyarakat luas. Dalam reklamasi atau pemanfaatan daerah
rendah dilakukan dua cara, yaitu :
2.1.1
Sistem Timbunan (Land Filing)
Sistem timbunan merupakan cara pemanfaatan dataran rendah dengan cara
menimbun lahan dengan material tanah sehingga mencapai elevasi aman, di
atas muka air laut pasang dan gelombang laut atau muka air sungai tertinggi,
daerah menjadi aman dari pengaruh pasang surut dan banjir, sekaligus dapat
dikembangkan sistem drainase air hujan maupun air limbah secara gravitasi.
Gambar 2.1 Sistem timbunan
2.1.2
Sistem Polder
Elevasi dibiarkan pada keinggian aslinya, sedangkan airnya diturunkan
atau dikeringkan dengan sistem pengontrolan dengan tanggul dan pompa atau
manajemen lainnya. Artinya bidang tanah tersebut harus diisolasi dari
pengaruh pemberatan air dari sekitarnya, yaitu dengan membuat tanggul
keliling. Satu-satunya jalan untuk mengeringkan lahan tersebut dengan
demikian harus dipompa. Namun sebaliknya tidak boleh terjadi drainase
berlebihan kaena ini pun akan menyebabkan kerusakan tanah.
6
Gambar 2.2 Sistem polder
Faktor yang menjadi pertimbangan, adalah :
a. Penggunaan lahan baru yang direklamasi
b. Faktor keamanan yang disyaratkan
c. Ketersediaan material
d. Biaya
Perencanaan sistem polder, antara lain yaitu :
a. Polder merupakan daerah yang dibatasi dengan baik, dimana air yang
berasal dari luar kawasan tidak boleh masuk, hanya air hujan (dan
kadang-kadang air rembesan) pada kawasan itu sendiri yang
dikumpulkan.
b. Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah
tangkapan air alamiah, tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali
pada
pembuangannya
(dengan
penguras
atau
pompa)
untuk
mengendalikan aliran ke luar.
c. Muka air di dalam polder (air permukaan maupun air bawah
permukaan) tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya
dan dinilai berdasarkan elevasi lahan, sifat-sifat tanah, iklim, dan
tanaman.
7
Pada awalnya polder dibuat untuk kepentingan pertanian. Tetapi beberapa
dekade belakangan ini sistem polder juga diterapkan untuk kepentingan
pengembangan industri, permukiman, fasilitas umum serta untuk kepentingan
lainnya dengan alasan keamanan.
Fungsi utama polder adalah sebagai pengendali muka air di dalam sistem
polder tersebut. Untuk kepentingan permukiman, muka air di dalam sistem
dikendalikan supaya tidak terjadi banjir atau genangan. Air di dalam sistem
dikendalikan sedemikian rupa sehingga jika terdapat kelebihan air yang dapat
menyebabkan banjir, maka kelebihan air itu dipompa keluar sistem polder.
Gambar 2.3 Detail sistem polder
Komponen- komponen sistem polder antara lain, yaitu :
a. Tanggul keliling dan atau pertahanan laut (sea defense) atau konstruksi
isolasi lainnya
b. Sistem drainase lapangan (field drainage system)
c. Sistem pembawa (conveyance system)
d. Kolam penampung dan stasiun pompa (outfall system)
e. Badan air penerima (recipient waters)
8
Gambar 2.4 Komponen-komponen sistem polder
Gambar 2.5 Ilustrasi daerah polder
Pada daerah polder (gambar 2.5), air buangan (air kotor dan air hujan)
dikumpulkan disuatu badan air, seperti sungai. Kemudian, lalu dipompakan ke
badan air lain pada polder yang lebih tinggi posisinya, hingga pada akhirnya air
dipompakan ke sungai atau kanal yang langsung bermuara ke laut.
9
Di dalam drainase sistem polder di kenal 2 komponen, yaitu :
a. Komponen Utama
Yaitu komponen yang harus ada di dalam drainase sistem polder, meliputi :
pintu air, tanggul pengaman, dan jaringan saluran drainase.
b. Komponen Pelengkap
Yaitu komponen yang penggunaannya dapat disesuaikan dengan kondisi di
lapangan, meliputi : stasiun pompa, kolam retensi, dan saluran kolekor.
Gambar 2.6 Komponen utama dan komponen pelengkap
Tipe-tipe polder dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain yaitu :
a. Polder yang diperoleh dengan cara reklamasi suatu daerah rawa, daerah air
payau, dan tanah-tanah basah.
b. Polder yang dilindungi tanggul memanjang searah sungai.
c. Polder akibat pembendungan atau penanggulan di daerah muara sungai.
d. Polder yang diperoleh dengan cara reklamasi yaitu mengendapkan sedimen,
misalnya pada suatu daerah pantai.
e. Polder yang terbentuk akibat proses ‘subsidence’ perlahan-lahan dari muka
tanah semula menjadi tanah rendah di bawah muka air laut rata-rata.
10
Keadaan tanah berupa, yaitu :
a. Tanah jelek (berawa)
b. Tanah mentah
c. Pada kedalaman 2 meter terdapat pirit (‘cat clay)
Aspek teknis sistem polder memiliki beberapa bagian, yaitu :
a. Pembangunan tanggul laut

Tanggul laut dalam sistem polder merupakan pembatas hidrologi yang
melindungi daerah di dalam sistem polder dari pengaruh air laut
(pasang surut dan gelombang).

Pembuatan tanggul laut harus memperhatikan kondisi tanah setempat.
Banyak tanggul laut harus dibuat pada lokasi yang kondisi tanahnya
sangat lunak, sehingga resiko kegagalan lereng (slope failure) sering
terjadi.
b. Penurunan tanah
Banyak sistem polder yang dikembangkan di daerah endapan alluvial,
dengan kondisi tanah lunak yang cukup tebal, sehingga penurunanjangka
panjang akibat proses konsolidasi sangat berpengaruh terhadap elevasi
akhir, dan dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan-bangunan.
c. Konservasi pantai

Kawasan pantai merupakan daerah yang sangat potensial untuk
dikembangkan.

Keanekaragaman pemanfaatan kawasan pantai yang melibatkan
berbagai pihak dapat menimbulkan konflik dan permasalahan bagi
pengguna maupun pengambilan keputusan.

Perencanaan setiap prasarana harus dilakukan secara terpadu atau
integral.
d. Manajemen polder

Sistem polder merupakan bangunan yang beresiko tinggi, sehingga
perlu manajemen yang memadai.
11

Manajemen polder yang menyangkut operasi dan pemeliharaan,
ditujukan untuk mencegah penurunan fungsi dari semua elemen yang
ada di dalam sistem polder, yang meliputi tanggul, jaringan drainase,
kolam tandon, stasiun pompa, dan receiving waters.
Kondisi hidrotopografi dalam keperluan pertanian, yaitu :
a. Watun 1
Tanam pertengahan atau akhir Mei, panen pertengahan atau akhir Agustus.
b. Watun 2
Tanam pertengahan atau akhir juni, panen pertengahan atau akhir
September.
c. Watun 3 & 4
Tanam pertengahan Juli atau pertengahan Agustus, panen pertengahan
Oktober atau pertengahan November. Banjir ummnya terjadi pada bulan
Oktober sampai dengan Januari, sehingga watun 3 dan 4 mempunyai resiko
tinggi gagal panen karena banjir.
Gambar 2.7 Konsep pembagian watun
12
Gambar 2.8 Pembagian watun daerah kalimantan
Desain polder pengaruh lapisan pirit :

Polder hasil dari reklamasi rawa.

Rawa merupakan suatu lahan dengan kemiringan relatif datar disertai
adanya genangan air yang terbentuk secara alamiah yang terjadi terus
menerus atau semusim akibat drainase alamiah yang terhambat.
 Ciri fisik
Bentuk permukaan lahan yang cekung, kadang-kadang bergambut.
Tanah gambut terbentuk dari kumpulan bahan organik (sisa-sisa akar,
batang, dan cabang pohon) penguraiannya menjadi tanah berlangsung
sangat lambat.
 Ciri kimiawi
Derajat keasaman airnya (pH) terendah (sangat asam).

Rawa tergenang akibat terkena pengaruh pasang surut.

Keberadaan lapisan pirit di bawah lapisan gambut.
 Pirit merupakan mineral tanah yang mengandung unsur besi dan
belerang atau sulfidik (FeS2). Pirit biasanya terdapat pada tanah hasil
endapan pantai yang terbentuk dalam kondisi payau atau asin.
13

Kedalaman lapisan pirit di tanah dibedakan menjadi 4 macam : dangkal
(<50 cm), sedang (51-100 cm), dalam (101-150 cm), dan sangat dalam
(>150 cm).

Tanda-tanda suatu lahan terdapat lapisan pirit :
 Lahan dipenuhi oleh tumbuhan purun tikus.
 Di tanggul saluran terdapat bongkah-bongkah tanah berwarna kuning
jerami. Pada bagian yang terkena air terdapat garis-garis berwarna
kuning jerami.
 Bongkahan tanah berbau belerang.
 Di saluran drainase terdapat air yang mengandung karat besi berwarna
kuning kemerahan.

Lapisan pirit jangan sampai teroksidasi (yang dapat terjadi karena lapisan
pirit terangkat ke permukaan ketika pengolahan lahan atau karena drainase
air melalui parit dilakukan secara berlebihan sehingga air tanah turun dan
lapisan pirit terbuka). Bila lapisan pirit terbuka, proses oksidasi akan terjadi
saat lapisan ini terkena air (pasang surut atau air hujan).

Pirit yang sudah teroksidasi akan merugikan bagi pertumbuhan tanaman,
dan dibutuhkan biaya mahal untuk pemulihannya.
Perhitungan polder :

Tinjauan beban maksimum hujan
-
Debit maksimum di hitung dengan
Qmaks = A x α x β x qt=T
 Dimana (debit air di selokan maka lama hujan t = lama pengaliran T,
curah hujan diukur dengan ARR)
Intensitas hujan qt menggunakan Grafik Lengkung hujan di
daerah
setempat. Jika tidak ada maka dapat digunakan Grafik Lengkung hujan
daerah yang sudah mempunyai situasi dan kondisi yang hampir sama.
14
Menentukan dimensi saluran induk :

Saluran induk harus mampu menampung debit banjir rencana (dari hujan)
yang dibebankan pada suatu area polder  beban maksimum hujan.

Kedalaman saluran induk maupun saluran cabang disesuaikan dengan
keberadaan lapisan pirit dalam tanah (dihindari tereksposnya lapisan pirit
akibat galian saluran).

Dari data Q maksimum (banjir) dimasukan kerumus perhitungan saluran (Q
= V.A); kecepatan aliran V dihitung dengan rumus Manning atau Chezy, A
= B.h  h biasa diambil kedalam lapisan pirit; sehingga B atau lebar
saluran bisa dicari.

Metode Haspers
15
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan polder pada sistem polder di
Indonesia :

Pemanfaatan lahan disekitar tanggul harus dikontrol seketat mungkin, paling
tidak sepanjang bantaran sungai dan tanggul kanal harus bebas dari
bangunan dan permukaan liar. Daerah ini memiliki resiko tertinggi bila
terjadi banjir. Alternatif pemanfaatannya bisa berupa taman ataupun jalan.
Berkait dengan tata ruang secara umum, penegakan ketentuan tata ruang
seperti guna lahan (land use) dan koefisien dasar bangunan (KDB) juga rus
benar-benar
dilaksanakan,
tidak
sekedar
menjadi
proyek
untuk
menghabiskan anggaran pemerintah.

Ketika semua air buangan dialirkan ke laut, ancaman banjir dari laut juga
perlu diperhatikan. Bukan tidak mungkin gelombang pasang akan
membanjiri kota melalui kanal banjir yang ada. Mungkin saja diperlukan
pintu atau gerbang kanal yang bisa dibuka-tutup sewaktu-waktu.

Sistem polder amatlah bergantung pada lancarnya saluran air, kanal, sungai,
serta kinerja mesin-mesin yang memompa air keluar dari daerah polder.
Aspek perawatan (sumber daya manusiadan peralatan) perlu mendapat
perhatian dalam bentuk program kerja dan anggaran. Yang terjadi selama ini
kita lebih pandai mengadakan sarana dan prasarana publik ketimbang
merawatnya.

Resapan air hujan perlu lebih baik dimaksimalkan melalui daerah resapan
mikro seperti taman, kolam, perkerasan yang permeabel, dan sumur resapan.
Prinsipnya adalah mengurangi buangan air hujan ke sungai dan
memperbanyak resapannya ke dalam tanah. Disini peran arsitek, kontraktor,
dan pemilik properti amatlah penting untuk mengalokasikan sebagian
lahannya untuk fungsi resapan seperti taman rumput (bertanah) dan sumur
resapan. Daerah resapan yang tidak terlalu luas namun jika banyak
jumlahnya dan tersebar diseluruh pejuru kota tentu akan memberikan
kontribusi yang signifikan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah.

Sistem polder merupakan upaya struktural penanggulangan banjir yang
konsekuensinya jelas adalah biaya yang amatlah besar dan waktu yang
16
lama, baik untuk pembebasan tanah, pembangunan fisik, maupun untuk
pengadaan dan perawatan mesin-mesin dan peralatan.

Upaya non-struktural yang berkaitan dengan pendidikan publik. Upaya
membangun kesadaran seperti tidak membuang sampah di saluran air,
memperbanyak penanaman pohon, menggunakan perkerasan grass-block
dan paving-block yang permeabel, atau bahkan bagaimana bersikap ketika
banjir datang akan jauh lebih berguna untuk mencegah banjir dan
meminimalisir kerugian akibat banjir yang bisa datang setiap tahun.
Gambar 2.9 Polder Alabio, HSU, Kalsel
Gambar 2.10 Polder di Alabio dan intake di Nagara
17
Gambar 2.11 Saluran primer, bangunan bagi, penanaman padi di watun 1,
genangan air di watun 2
Gambar 2.12 sketsa polder di Belanda
18
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Reklamasi rawa merupakan upaya meningkatkan fungsi dan manfaat rawa
melalui teknologi hidrolik untuk kepentingan massyarakat luas. Reklamasi daerah
rawa juga merupakan salah satu bentuk ektensifikasi pemanfaatan daerah lahan
rendah, seperti lahan pada pertanian yang dilakukan dengan membuka,
memanfaatkan serta melestarikan rawa sebagai sumber daya alam bagi
kesejahteraan kehidupan manusia.
19
DAFTAR PUSTAKA
Novitasari.
2012.
Sistem
Drainase
Khusus.
https://n0vitasari.files.wordpress.com/2012/04/draiper-babvi-poldernovitasari-st-mt.pdf [diunduh 07 April].
Febriyanto,
R.
2015.
Sistem
Drainase
Khusus
Drainase
Polder.
https://pdfslide.netdocuments/sistem-drainase-khusus-drainasepolder.html [diunduh 07 April].
20
Download