Dapat diakses melalui Website : dinkes.sulutprov.go.id Saran dapat dikirim ke email : [email protected] KUMPULAN LAPORAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) SEKSI SURVEILANS DAN IMUNISASI BIDANG P2P DINAS KESEHATAN DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2018 KATA PENGANTAR Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan penanggulangan KLB sangat bergantung dari kemampuan dan kemauan para pelaksana program surveilans maupun pelaksana program terkait yaitu Tim Gerak Cepat. Salah satu tantangan dan sekaligus keunggulan seorang ahli epidemiologi adalah pada kemampuan melaksanakan penyelidikan suatu KLB. KLB seringkali diikuti dengan kejadian yang sangat cepat, banyak orang yang terserang dan mencakup luas wilayah yang besar serta dapat menimbulkan kepanikan berbagai pihak. Pada situasi seperti ini diperlukan ahli epidemiologi, yang dituntut selalu bertindak tenang, profesional, berpegang pada dasar-dasar ilmiah, pendekatan sistematis dan berorientasi pada upaya penyelamatan dan pencegahan pada populasi yang mengalami KLB. Gambaran hasil PE KLB oleh Tim Gerak Cepat yang memuat rekomendasi pencegahan dan penanggulangan KLB, HARUS dituangkan dalam laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB, disamping sebagai laporan ke pimpinan juga menjadi referensi untuk pencegahan KLB diwaktu yang akan datang. Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena Anugerah dan Petunjuk-Nya, sehingga kumpulan beberapa laporan Penyelidikan Epidemiologi (PE) Kejadian Luar Biasa penyakit menular dapat dibuat dalam satu buku. Susunan laporan PE KLB dalam buku ini, mengacu pada Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan dari Subdit Surveilans Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan Ditjen P2P Kemenkes RI (edisi revisi tahun 2017). Dengan terbuka kami menerima saran, ide dan tanggapan korektif dari pengguna/pembaca guna perbaikan buku ini di masa mendatang. Akhirnya disampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Seksi Surveilans dan Imunisasi Bidang P2P Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara yang telah memfasilitasi penerbitan buku tersebut.. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 1 DAFTAR ISI A. Kata Pengantar .................................................................................. 1 B. Daftar Isi ......................................................................................... 2 C. Laporan Penyelidikan Epidemiologi Kematian DBD di Wilayah ................ Puskesmas Girian Weru Kecamatan Girian Kota Bitung bulan Januari 2017; 3 D. Laporan Penyelidikan Epidemiologi untuk Verifikasi Penyakit .................. 11 Potensial KLB yaitu adanya Dugaan Penyakit Antraks di Desa Biniha Kecamatan Helumo Kabupaten Bolmong Selatan bulan Maret 2017; E. Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Suspek Difteri ...................... 17 di Wilayah Puskemas Likupang Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara bulan September 2017; F. Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Campak di .............................. 25 Wilayah Puskesmas Molibagu Kecamatan Bolang Uki Kabupaten Bolmong Selatan bulan Agustus 2016; G. Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Keracunan Makanan di Amurang Kabupaten Minahasa Selatan bulan Agustus 2012; ........................... 34 Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 2 Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular LAPORAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) KEMATIAN KARENA DBD DI WILAYAH PUSKESMAS GIRIAN WERU KECAMATAN GIRIAN KOTA BITUNG JANUARI 2017 DINAS KESEHATAN DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2017 3 A. PENDAHULUAN Sehubungan dengan informasi yang diterima/dibaca oleh TGC Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara di media cetak lokal tanggal 18 Januari 2017, bahwa ada 1 (satu) kematian DBD di Girian I Kecamatan Girian Kota Bitung. Informasi tersebut segera dikonfirmasi oleh TGC Dinkes Daerah Prov.Sulut kepada TGC Kota Bitung melalui telepon dan benar ada satu kematian DBD di wilayah tersebut. Setelah melakukan koordinasi dan konfirmasi, Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinkes Daerah Prov.Sulut melapor kepada Kabid P2P Dinkes Daerah Prov.Sulut dan TGC Dinkes Daerah Prov.Sulut memutuskan untuk melakukan PE ke lokasi KLB DBD di Kota Bitung. Anggota TGC yang melakukan PE terdiri dari Kepala Bidang P2P, tim surveilans dan tim P2PM. Persiapan logistik dilakukan oleh tim P2PM seperti Abate, NS B. TUJUAN • Mengetahui gambaran epidemiologi KLB DBD • Mengetahui sumber dan cara penularan • Mengidentifikasi faktor risiko penyebab KLB DBD • Melakukan respon cepat terhadap KLB DBD dan populasi yang berisiko • Merumuskan rekomendasi pengendalian KLB DBD C. DEFENISI OPERASIONAL: a. DBD atau DGF (Dengue Hemorrhagic fever) atau adalah penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue. Virus ini ditularkan dari manusia ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Gejala klinis penyakit DBD dimulai dengan demam tinggi yang mendadak terus-menerus berlangsung 2 - 7 hari, kemudian turun secara cepat. Demam secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia, lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala. b. KLB DBD adalah jika suatu daerah desa atau kelurahan sebaiknya segera ditetapkan telah berjangkit KLB DBD apabila memenuhi satu kriteria sebagai berikut *): 1. Terdapat satu penderita DBD atau demam dengue (DD) meninggal. 2. Terdapat satu kasus DBD atau lebih selama 3 bulan terakhir di daerah Kabupaten/Kota bersangkutan tidak ditemukan penderita DBD tetapi HI jentik Aedes aegypti desa atau kelurahan tersebut lebih dari 5%. 3. Terdapat peningkatan bermakna jumlah kasus DBD dibandingkan keadaan sebelumnya, Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 4 4. Terdapat peningkatan bermakna dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama *). Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2004. D. HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) KLB DBD : I. PE dilakukan Tim P2P Dinkes Daerah Provinsi Sulawesi Utara bersama TGC Dinkes Kota Bitung pada tanggal 20 Januari 2017. II. Analisa Jumlah Kasus DBD tahun 2016 dan 2017 di Kota Bitung : 1. Jumlah kasus DBD tahun 2016 = 121 kasus, kematian = 1. 2. Januari 2017 s/d tanggal 30 Januari 2017 di Kota Bitung = 14 kasus dan 2 (dua) kematian karena DBD dengan CFR = 14,3%, melampaui CFR yang ditargetkan Kemenkes RI yaitu CFR harus <1%. a. Distribusi kasus DBD berdasarkan Time: Distribusi kasus DBD di Kota Bitung dapat dilihat pada time lines berikut: Grafik 1. Distribusi kasus DBD berdasarkan bulan di Kota Bitung tahun 2016 25 20 20 15 15 14 13 13 10 10 9 7 8 6 5 3 3 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Sumber : Laporan Surveilans DBD Kota Bitung, 2016 Grafik 1 menunjukkan bahwa kasus DBD di Kota Bitung tahun 2016 cukup fluktuatif setiap bulan, pick kasus DBD terjadi pada bulan April 2016. b. Distribusi kasus DBD berdasarkan Person: Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 5 Grafik 2. Distribusi kasus DBD berdasarkan kelompok umur Di Kota Bitung tahun 2016 Total Des Nov Okt Sept Agust Jul Jun Mei Apr Mar Feb Jan 36 0 20 0-5 th P 40 6-17 th P 60 80 6-17 th M 24 1 56 100 120 ≥ 18 th P Sumber : Laporan Surveilans DBD Kota Bitung, 2016 *) P=Penderita ; M=Meninggal Grafik 2 memberi gambaran bahwa kasus DBD banyak diderita pada kelompok umur 6-17 thn atau usia anak sekolah yaitu sebesar 56 kasus, kemudian disusul pada kelompok umur 0-5 thn (balita). Hal ini dapat dianalisa bahwa penularan terjadi di lingkungan rumah dan sekolah, karena anak balita (0-5 tahun) masih beraktifitas lebih banyak di rumah dan umur 6-17 tahun merupakan anak usia sekolah. Gambaran tersebut memberi rekomendasi untuk melakukan intervensi pencegahan DBD dari segi Public Health (kesehatan masyarakat) di lingkungan rumah dan sekolah misalnya penyuluhan, pembagian leaflet, spanduk, baliho, pelatihan jumantik cilik dan lain-lain yang memuat informasi tentang cara-cara pencegahan dan penanggulangan DBD yang efektif termasuk informasi siklus hidup nyamuk Aedes Agepty dan penanganan kasus DBD yang cepat dan tepat. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 6 c. Distribusi kasus campak berdasarkan Place: Gambar 1. Distribusi kasus DBD berdasarkan wilayah Puskesmas di Kota Bitung tahun 2016 Sumber : Laporan Surveilans DBD Kota Bitung, 2016 Gambar 1 diatas menunjukkan bahwa distribusi kasus DBD hampir diseluruh wilayah kecamatan di Kota Bitung, tertinggi di Kec. Girian wilayah Puskesmas Girian Weru sebesar 25 kasus. Sedangkan kejadian kematian DBD pada Januari 2017 ini, terjadi di Kec. Girian Puskesmas Girian Weru. Mencermati kondisi tahun 2016 bahwa kasus tertinggi di Kec.Girian, sejatinya sudah harus menjadi perhatian prioritas oleh Dinas Kesehatan Kota Bitung dan Puskesmas Girian Weru untuk meningkatkan kewaspadaan dini dan respon terhadap penyakit DBD. d. Incidence Rate (IR) per 100.000 penduduk dan CFR. Incidence Rate (IR) kasus DBD di Kota Bitung tahun 2016 adalah 63.7 per 100.000 penduduk , kondisi tersebut malampaui target nasional tahun 2016 yang ditetapkan dalam RPJMN 2015 - 2019 Kemenkes RI (49 per 100.000 penduduk) dan CFR tahun 2016 =0.8%. Sedangkan CFR Januari 2017 Kota Bitung = 14,3%. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 7 E. IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO ; Berdasarkan penyelidikan epidemiologi KLB DBD di wilayah Puskesmas Girian Weru Kec. Girian Kota Bitung dapat diperoleh data tentang faktor risiko penyebab KLB DBD antara lain: I. Faktor risiko dari unsur SDM: 1. Surveilans Aktif RS (SARS) belum berjalan dengan maksimal 2. Surveilans Pasif RS (SPRS) pun belum berjalan sesuai harapan. 3. Data DBD belum dianalisa oleh pengelola surveilans/tim surveilans. 4. Kualitas Penyuluhan tentang Pencegahan dan Pengendalian penyakit DBD belum tercapai. II. Faktor Risiko dari unsur masyarakat dan lingkungan: 1. Perilaku masyarakat tentang PHBS masih rendah 2. Breading place nyamuk masih banyak F. RUMUSAN MASALAH 1. Surveilans Aktif RS (SARS) belum berjalan dengan maksimal karena rangkap tugas dari pengelola surveilans baik di tingkat puskesmas maupun dinas kesehatan; 2. Surveilans Pasif RS (SPRS) pun belum berjalan sesuai harapan karena tingkat sensitifitas pengelola surveilans RS masih kurang pengelola surveilans RS juga rangkap tugas; 3. Manajemen kasus di RS agak kurang jelas, karena hasil PE menunjukan pasien DBD langsung masuk pada fase kritis atau shok. 4. Kualitas Penyuluhan tentang Pencegahan dan Pengendalian penyakit DBD belum tercapai, karena dari hasil wawancara dengan masyarakat diperoleh informasi bahwa masyarakat belum sepenuhnya memahami pentingnya mencegah DBD melalui PSN atau memerangi jentik, masyarakat masih memahami bahwa DBD dapat dicegah dengan foging. 5. Data DBD belum dianalisa secara maksimal oleh pengelola surveilans/tim surveilans tingkat puskesmas dan kabupaten/kota karena petugas sering berganti, pengetahuan pengelola surveilans tentang pengolahan dan analisa data DBD belum memadai. 6. Breading place nyamuk masih banyak karena tingkat kepedulian sebagian masyarakat terhadap lingkungan masih rendah, hal ini terkait pula dengan perilaku seseorang untuk melakukan PHBS. G. RESPON YANG TELAH DILAKUKAN Respon yang telah dilakukan terhadap kejadian kematian DBD di Puskesmas Girian Kecamatan Girian Kota Bitung yaitu: Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 8 1. Penyelidikan Epidemiologi oleh Tim Dinkes Daerah Prov.Sulut dan TGC Dinkes Kota Bitung serta TGC Puskesmas Girian; 2. Penyuluhan kepada masyarakat oleh TGC Puksemas Girian; 3. Fogging fokus oleh TGC Dinas Kesehatan Kota Bitung bersama Puksemas Girian (baru satu siklus) saat tim provinsi turun melakukan PE dan Asistensi Teknis Respon KLB. 4. Koordinasi lintas sektor (Kecamatan Girian) untuk melakukan pecegahan dan pengendalian penyakit DBD bersama masyarakat, dimana Camat Girian telah membentuk satuan tugas pemburuh jentik (satgas petik). 5. Suport logistik dari Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara ke Dinas Kesehatan Kota Bitung antara lain; a. Abate = 50 kg b. Jumantik Kit = 25 set c. Mesin Fogging = 1 buah d. Malathion e. IgGM f. NS 1 = 20 liter = 25 set = 25 set H. REKOMENDASI Beberapa usulan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk permasalah yang ditemukan dilapangan antara lain: 1. Menjadikan kegiatan SARS sebagai tupoksi prioritas bagi pengelola surveilans yang dituangkan dalam SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dan dibuat diawal tahun anggaran baik di tingkat puskesmas maupun dinas kesehatan kabupaten/kota; 2. Meningkatkan sensitifitas pengelola surveilans RS untuk secara aktif melaporkan penyakit menular potensial KLB seperti DBD melalui sosialisasi penyakit menular potensial KLB dan Asistensi teknis secara berkala (triwulan/semester) oleh dinas Kesehatan kabupaten/kota dan provinsi; 3. Dinas Kesehatan Kota Bitung agar berkoordinasi dengan RS terkait untuk evaluasi manajemen kasus dan jika diperlukan dapat meminta bantuan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 4. Bagian promosi kesehatan agar mengemas secara riil dan sederhana materi penyuluhan tentang pencegahan DBD seperti memelihara ikan cupang pemakan centik, menanam tanaman hias yang aromanya dapat mengusir nyamuk (bunga lavender, Zodia, Geranium, Serei Wangi, dll), memberi informasi tentang tanda dan gejala khas DBD serta langkah-langkah penanganan segera yang harus dilakukan masyarakat seperti memberi cairan berelektrolit untuk mengindari dehidrasi, segera ke fasilitas pelayanan Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 9 kesehatan jika penderita panas dalam 2-3 hari dan pengendalian penyakit DBD dengan menyampaikan informasi tentang tujuan dan bahaya foging melalui media komunikasi seperti brosur, leaflet, baliho, iklan media elektronik secara berkala serta melakukan surveilans berbasis masyarakat atau community based surveillance (CBS) dimana masyarakat/kader dilatih dan diberdayakan untuk melaporkan gejala dan tanda penyakit menular yang terjadi di wilayahnya terutama jika penderita tidak datang ke fasyankes; 5. Melakukan refreshing bagi pengelola surveilans tentang cara pengolahan dan analisis data DBD melalui workshop analisis data surveilans epidemiologi dengan dukungan dana ABPD Kota Bitung. 6. Kerjasama dengan lintas sektor untuk melakukan lomba kelurahan/ lingkungan bebas jentik pada bulan sebelum musim penghujan tiba/sebelum masa penularan (SMP) dengan mengukur dan memeriksa ABJ oleh Tim Puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota serta menindak lanjuti kegiatan Satgas Petik yang dicanangkan pihak Kecamatan Girian. Tim yang Melakukan PE: 1. TGC Dinkes Daerah Prov. Sulut (Tim Bidang P2P): a. dr. Steaven P. Dandel, MPH b. Mery B. Pasorong, SKM,M.Kes c. dr. Arthur R. Tooy d. Djani Hermanus e. Fitria C, Sukari, SKM 2. TGC Dinkes Kota Bitung(Bidang P2P) 3. TGC Puskesmas Girian dibawa pimpinan Ka.PKM Girian Manado, Januari 2017 Mengetahui, Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 10 LAPORAN SEMENTARA VERIFIKASI PENYAKIT BERPOTENSI KLB (DUGAAN PENYAKIT ANTRAKS) KAB. BOLMONG SELATAN 17 – 19 Maret 2017 DINAS KESEHATAN DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2017 Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 11 I. Latar belakang Verifikasi: 1. Informasi adanya kematian hewan (sapi) secara mendadak dari Dinas Peternakan Prov. Sulut (TGC lintas Sektor) di Desa Biniha Kec. Helumo (pemekaran dari Kec. Bolaang Uki) Kab. Bolmong Selatan pada tanggal 16 Maret 2017 malam. 2. Sesaat setelah menerima informasi pada point 1, TGC Dinkes Daerah Prov.Sulut segera mempersiapkan tim untuk turun melakukan verifikasi ke Bolmong Selatan bersama Tim dari Distanak Prov. Sulut II. Tujuan. Tujuan dilakukan verifikasi terhadap penyakit berpotensi KLB yaitu penyakit Antraks adalah: a. Untuk melakukan Kewaspadaan Dini terhadap transmisi penularan penyakit Antraks dari hewan ke manusia. b. Untuk melaksanakan Surveilans aktif penemuan dini kasus sesuai DO penyakit Antraks. III. Defenisi Operasional (DO) Tersangka Penyakit Antraks pada manusia DO tersangka antraks pada manusia adalah (menurut Buku Pedoman SKDR Revisi 2012 Kemenkes RI): (1). Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax); Papel pada inokulasi, rasa gatal tanpa disertai rasa sakit, 2-3 hari vesikel berisi cairan kemerahan, haemoragik menjadi jaringan nekrotik, ulsera ditutupi kerak hitam, kering, Eschar (patognomonik), demam, sakit kepala dan pembengkakan kelenjar limfe regional; (2). Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal Anthrax); Rasa sakit perut hebat, mual, muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi, gastroenteritis akut kadang disertai darah, hematemesis, pembesaran kelenjar limfe daerah inguinal, perut membesar dan keras, asites dan oedem scrotum, melena. (3). Antraks Paru-paru (Pulmonary Anthrax); Gejala klinis antraks paruparu sesuai dengan tanda-tanda bronchitis. Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin berkembang dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispnue, stridor, keringat berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah dan cepat. Kematian biasanya terjadi 2-3 hari setelah gejala klinis timbul. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 12 IV. Hasil Verifikasi di lapangan. 1. TGC Dinkes Daerah Prov. Sulut bersama TGC Distanak Prov.Sulut, melakukan verifikasi dan kunjungan lapangan di Desa Biniha Kec. Helumo Kab. Bolsel serta melakukan wawancara kepada beberapa KK disekitar lokasi kematian sapi. Desa Biniha Kec. Helumo 2. Time lines kematian sapi di di Desa Biniha Kec. Helumo Kab. Bolsel sbb: Tgl 5 2017 Maret ada 1 ekor sapi mati di Desa Biniha Tgl 8 2017 Maret ada 1 ekor sapi mati di Desa Biniha Tgl 14 2017 Maret ada 1 ekor sapi mati di Desa Biniha Tgl 15 2017 Maret Sapi yang mati tgl 14 Maret dikubur masyarakat (SOP APD u/ perlindungan masyarakat yg mengubur masih ???) Informasi lain yang diperoleh TGC Dinkes Daerah Provinsi Sulawesi Utara dilapangan adalah: a. Sapi yang mati di Desa Biniha Kec. Helumo Kab. Bolsel tidak ada yang dipotong untuk dikonsumsi warga diwilayah tersebut. b. Sedangkan sapi yang mati tanggal 5 Maret dan 8 Maret 2017, dipotong dan di bawa ke Desa Mogoyungung Kec. Dumoga Timur Kab. Bolmong. Informasi lanjut bahwa dagi sapi tersebut dijual di Pasar Ibolian – Imandi Dumoga Timur Kab. Bolmong pada tanggal 9 Maret 2017 (jadwal pasar) dan telah terjual habis. V. Upaya yang dilakukan dibidang Kesehatan oleh TGC Dinkes Daerah Prov.Sulut dan Dinkes Kab. Bolmong Selatan dan Dinkes Kab. Bolmong; 1. Mengirim surat edaran SKD Penyakit Antraks pada manusia ke Dinas Kesehatan kab/kota se-Provinsi Sulawesi Utara tanggal 17 Maret 2017. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 13 2. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyebab penyakit antraks, cara-cara pencegahan penyakit antraks, gejala klinis penyakit antraks dan cara penularan dari hewan kepada manusia serta langkahlangkah yang harus dilakukan masyarakat jika ada yang mengalami gejala klinis penyakit antraks. (Di Bolmong induk di lakukan langsung oleh Ibu Plt. Kadinkes Bolmong kepada WKI GMIBM pada tanggal 18 Maret 2017 dalam wadah Pertemuan WKI). 3. Melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) di semua puskesmas Bolmong Selatan dan Bolmong dengan melakukan Surveilans pada manusia. 4. Melaksanakan Surveilans aktif harian untuk manusia di wilayah Puskesmas Imandi Kec. Dumoga Timur Kab. Bolmong (lokasi daging sapi terjual habis) dan di wilayah puskesmas Duminanga Kab. Bolmong Selatan (lokasi sapi mati) mulai tanggal 17 Maret 2017 s/d waktu yang belum ditentukan (s/d waktu dimana Distanak menetapkan bahwa situasi dugaan penularan antraks pada hewan dinyatakan tidak ada lagi). VI.Permasalahan. Beberapa permasalahan yang ditemukan dilapangan antara lain: 1. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit antraks baik pada hewan maupun cara penularan kepada manusia masih rendah. 2. Peluang transmisi penyakit antraks dari hewan ke manusia dalam kondisi tersebut diatas adalah melalui: a. Di Kab. Bolmong Selatan transmisi dapat terjadi melalui spora yang ada di lingkungan dengan cara spora terhirup melalui pernapasan (inhalasi), karena 1 ekor sapi yang mati diduga oleh Distanak Prov. Sulut pengidap penyakit antraks pada hewan. b. Di Kab. Bolmong, transmisi dapat terjadi melalui makanan yang tercemar dengan kuman antraks seperti daging sapi yang terinfeksi dan tidak dimasak dengan sempurna (matang). Karena sapi yang mati di Bolsel tanggal 5 dan 8 Maret 2017 dipotong-potong dan dibawa ke Dumoga Timur Kab. Bolmong untuk dijual dan sudah terjual habis pada tanggal 9 Maret 2017. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 14 VII. Rekomedasi. Rekomendasi yang dapat diberikan kepada Lintas Program Kesehatan dan Lintas Sektor antara lain: 1. Lintas Program Kesehatan : a. Mengintesifkan penyuluhan kepada masyarakat maupun jajaran kesehatan sendiri tentang penyebab penyakit antraks, cara-cara pencegahan penyakit antraks, gejala klinis penyakit antraks dan cara penularan dari hewan kepada manusia serta langkah-langkah yang harus dilakukan masyarakat jika ada yang mengalami gejala klinis penyakit antraks, melalui media massa baik cetak maupun elektronik, di Organisasi Keagamaan dan PKK b. Meningkatkan SKD penyakit antraks disemua wilayah kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Utara. c. Melaksanakan Surveilans aktif harian pada manusia di wilayah yang terjadi kematian hewan (sapi) dan wilayah yang telah membeli dan mengkonsumsi daging sapi yang diduga terinfeksi penyakit antraks. d. Melakukan penanganan penyakit antraks pada manusia jika ada dilaporkan tersangka antraks sesuai SOP penanganan penyakit antraks. 2. Untuk lintas sektor (Dinas Peternakan): a. Agar dapat melaksanakan pembinaan kepada peternak sapi, kambing baik kelompok maupun perorangan tentang penyakit antraks pada hewan. b. Melakukan desinfektan terhadap spora Bacillus anthracis yang ada di lingkungan di wilayah yang telah terjadi kematian sapi mendadak (mengikuti SOP di tupoksi Distanak). 3. Meningkatkan koordinasi lintas program dan sektor terkait (peternakan, toga, toma, pemerintah kelurahan/desa/kecamatan) untuk kecepatan menshare informasi tentang dugaan penyakit antraks baik pada hewan maupun pada manusia jika ada (wadah Tim Gerak Cepat/TGC). Tim yang melaksanakan Penyelidikan Epidemiologi : A. TGC yang melakukan Verifikasi dilapangan: 1. Frangkie N. Karinda, SST (Tim Surveilans Bidang P2P)) 2. Eva Kaat, SKM (Tim P2PM Bidang P2P) 3. TGC Dinas Kesehatan Kab. Bolmong Selatan 4. Tim dari Dinas Peternakan Prov. Sulut Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 15 B. TGC yang mengkoordinir Tim P2P: 1. dr. Steaven P. Dandel 2. dr. Arthur Tooy 3. Mery B. Pasorong, SKM,M.Kes Manado, 20 Maret 2017 Mengetahui, Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 16 LAPORAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) KLB SUSPEK DIFTERI DI WILAYAH PUSKESMAS LIKUPANG KEC. LIKUPANG TIMUR KAB. MINAHASA UTARA (SEPTEMBER 2017) DINAS KESEHATAN DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2017 Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 17 I. PENDAHULUAN Sehubungan dengan laporan dari Tim Gerak Cepat (TGC) RSUP Prof.Dr. R.D Kandou yang diterima oleh anggota Tim Surveilans Dinas Kesehatan Kota Manado pada tanggal 4 September 2017 pukul 13.00 wita bahwa ada Suspek Difteri baru masuk ke IGD RSUP Prof.Kandou yang selanjutnya dipindahkan untuk dirawat di ruang Isolasi Irina E. Alamat dari Suspek Difteri tersebut adalah Desa Pulisan Kec. Likupang Timur Kab. Minahasa Utara dengan inisial pasien R.A. umur 7 tahun. Berdasarkan laporan tersebut diatas yang diterima oleh Tim Surveilans Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara dari Tim Surveilans Dinas Kesehatan Kota Manado melalui WA group TGC Sulut pada tanggal 4 Sepetember 2017 pukul 13.18, maka Tim Surveilans Provinsi segera memberi informasi melalui telepon ke TGC Kab. Minahasa Utara dan melakukan koordinasi langsung ke TGC Provinsi lainnya (bagian laboratorium/Balai Penunjang Pelayanan Kesehatan/BPPK) pada pukul 13.45 wita untuk persiapan PE ke RSUP Prof.Kandou untuk pengambilan specimen oleh petugas laboratorium. Setelah melakukan koordinasi, Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinkesda Prov. Sulut memutuskan bahwa Tim Surveilans Dinkesda Prov. Sulut bersama Tim BPPK harus segera melakukan PE ke RSUP Prof. Dr. R.D Kandou dan ke alamat penderita Suspek Difteri di Desa Pulisan Kec. Likupang Timur Kab. Minahasa Utara. Anggota TGC dari program lain seperti Program Promkes dan Program Kesehatan Anak belum bergabung untuk melakukan PE. Persiapan logistik seperti APD (masker) dan obat-obatan seperti Erytromicin dipersiapkan melalui permintaan ke Intalasi Farmasi Dinkesda Prov. Sulut serta Anti Difteri Serum (ADS), sedangkan bahan laboratorium seperti media amis, dll dipersiapakan oleh BPPK. A. TUJUAN • • • • • Untuk memastikan adanya KLB Difteri Mengetahui gambaran epidemiologi KLB Difteri Mengetahui sumber dan cara penularan Mengidentifikasi faktor risiko penyebab KLB Difteri Merumuskan rekomendasi penanggulangan B. METODE PENYELIDIKAN KLB Cara yang digunakan untuk mencapai tujuan penyelidikan KLB Difteri adalah sebagai berikut : Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 18 1. Invetigasi dilapangan 2. Wawancara dengan orang tua penderita, pelaksana program imunisasi dan, pelaksana program surveilans tingkat puskesmas, kontak di sekolah, medis dan paramedis yang merawat di RS. 3. Dukungan laboratorium melalui pengambilan dan pemeriksaan specimen swap hidung dan tenggorokan pada penderita dan swap hidung kontak. C. DEFINISI OPERASIONAL: a. Kasus probable (klinis) adalah kasus yang menunjukkan gejala-gejala demam, sakit menelan, pseudomembran putih keabu-abuan yang tidak mudah lepas dan mudah berdarah. b. Kasus konfirmasi laboratorium adalah kasus probable disertai hasil laboratorium yang positif. c. Kasus konfirmasi hubungan epidemiologi adalah kasus probable yang ada hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi laboratorium. d. Carrier adalah kontak kasus yang tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan laboratoriium positif Corynebacterium diphteriae. e. KLB Difteri adalah ditemukannya minimal 1 (satu) kasus Difteri klinis *). *). Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Penyakit Menular dan Keracunan Pangan, Edisi Revisi tahun 2017. Subdit Surveilans, Direktorat SKK, Ditjen P2P-Kemenkes RI. D. HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) KLB Difteri : I. PE dilakukan oleh TGC Dinkesda Prov. Sulut ke RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou pada tanggal 4 September 2017 pukul 15.30 s/d selesai. Dilakukan pengambilan specimen apusan hidung dan tenggorokan pada penderita dan apusan hidung pada kontak serumah (orang tua). Pemberian ADS kepada penderita (suspek Difteri) Gambaran klinis penderita dapat dilihat pada time lines berikut: ! ! 28/8/2017 29/8/2017 Panas, Ke Pkm Batuk Likupang Panas, Batuk ! 2/09/2017 Ke Dr.Swasta Sakit menelan ! 2/09/2017 Ke RSU Pancaran Kasih Manado Sakit menelan ! ! 4/09/2017 rujuk ke RSUP Prof. Kandou 4/09/2017 TGC PE ke Kandou, ambil swap tenggorokan dan hidung, pemberian ADS TGC Provinsi menerima info Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular ! 5/09/2017 membran mulai menipis ! 9/09/2017 Kel.minta Rwt.Jalan KU BAIK 19 Hasil anamnese pasien di RSUP Prof. Kandou: Demam sejak 1 minggu lalu (28 Agustus 2017); Batuk (+); sesak (); suara parau (-); beringus (-); mual (-); muntah (-); BAB dan BAK biasa. KU cukup; Nadi 140x/menit, suhu 380C Auskultasi thorax : Rh -/- ; Wh -/- ; Tonsil T3 Hyperemis, membrane putih menutupi tonsil (photo terlampir) dan akral hangat. II. Tanggal 5 September 2017 PE dilanjutkan oleh TGC Provinsi dan TGC Dinkes Kab. Minahasa Utara dan Puskesmas Likupang ke alamat penderita. Data Epidemiologi : - Jumlah kontak serumah berjumlah 3 orang (Ayah, Ibu dan Kakek). - Jumlah kontak teman sekolah berjumlah 8 orang terdiri dari 7 orang teman kelas dan 1 orang wali kelas murid. - Jumlah kontak yang diambil spesimen apusan hidung oleh tim laboratorium (BPPK Dinkesda Prov. Sulut) adalah 11 orang. - Status Imunisasi DPT penderita, menurut jawaban Ibu pasien adalah lengkap, tidak dibuktikan dengan KMS. - Riwayat berkunjung penderita ke daerah tertular Difteri (-), tetapi sebelum sakit penderita bersama orang tua pernah bepergian ke Desa Bukit Tinggi Kec. Kakas Kab. Minahasa Provinsi Sulawesi Utara untuk menghadiri suatu pesta. - Pada 2 (dua) minggu terakhir sebelum penderita sakit, tidak ada tamu atau keluarga yang datang berkunjung ke rumah mereka. Data Kontak Kasus: No Nama Alamat Ds.Pulisan Umur (th) 7 Hub.dg kasus Tmn Sklh Status Imunisasi DPT lengkap 1 Seraf E. Martin 2 Resita Bintang Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh Erytromicin 3 Leonel Kurama Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT Tdk Lengkap DPT lengkap 4 Ds.Pulisan 6 Tmn Sklh DPT lengkap Erytromicin 5 Vilyo Lasawengan Adolf M. Woli Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT lengkap Erytromicin 6 Prayse Hari Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh Erytromicin 7 Kenly Langodi Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh 8 Lelly Rooroh Ds.Pulisan 41 9 Nelson T Ds.Pulisan 49 Wali Kelas Kakek DPT Tdk Lengkap DPT Tdk Lengkap DPT Tdk Lengkap DPT Tdk Lengkap Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular Hsl Lab Proilaksis Erytromicin Erytromicin Erytromicin Erytromicin Erytromicin 20 Cakupan Imunisasi DPT dan DT di Desa Pulisan Kec. Likupang Timur Kab. Minahasa Utara kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir: No. Jenis Imunisasi 2014 2015 2016 1 DPT-HB-Hib 2 DT 3 Td 70% 75% 70% Sumber: Puskesmas Likupang, Dinas Kesehatan Kab. Minahasa Utara, 2017 Kondisi cold chain, ketenagaan dan data cakupan imunisasi di Puskesmas Likupang: 1. Cold chain di Puskesmas Likupang tidak memiliki kartu control suhu sebagai alat untuk mengontrol suhu penyimpanan yang dicatat pagi dan sore. 2. Adanya pergantian petugas Program Imunisasi Puskesmas Likupang (tahun 2017), sehingga pengetahuan dan keterampilan petugas yang baru belum memadai. 3. Data cakupan imunisasi di Puskesmas Likupang tidak terarsip dengan baik selang 5 (lima) tahun terakhir III. ANALISA HASIL PE ; Berdasarkan penyelidikan epidemiologi KLB Difteri di Desa Pulisan wilayah Puskesmas Likupang Kec. Likupang Timur Kab. Minahasa Utara dapat diperoleh data tentang faktor risiko kemungkinan penyebab KLB Difteri antara lain: 1. Cakupan imunisasi DPT dan DT di Desa Pulisan pada kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir adalah masih rendah yaitu <80%. 2. Tidak ada kartu kontrol/matriks untuk mencatat suhu penyimpanan vaksin (cold chain) setiap hari di Puskesmas Likupang. 3. Data Cakupan Imunisasi di Puskesmas Likupang tidak terarsip dengan baik dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir karena adanya pergantian pengelola program Imunisasi. E. UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN YANG TELAH DILAKUKAN. Adapun upaya Pencegahan dan Penanggulangan yang telah dilakukan oleh TGC Provinsi dan Kab. Minahasa Utara serta Puskesmas Likupang secara terintegrasi antara lain: 1. PE dilakukan di RSUP Prof. Kandou, rumah penderita dan di sekolah. 2. Pemberian ADS pada penderita dan kepada kontak diberikan Erytromicin sesuai dosis. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 21 3. Surveilans ketat selama KLB Difteri berlangsung oleh TGC Dinas Kesehatan Kab. Minahasa Utara dan Puskesmas Likupang. 4. Pengawasan dan pemantauan terhadap manajemen vaksin di setiap tingkatan. 5. Penyuluhan kepada masyarakat tentang manfaat dan pentingnya imunisasi serta menghimbau kepada masyarakat jika ada yang mengalami gejala penyakit Difteri agar segera berobat ke puskesmas. F. HASIL LABORATORIUM 1. Penderita an. R.A umur 7 tahun : spesiemen swab tenggorokan dan hidung, dengan hasil kultur Negatif Corynebacterium diphteriae. 2. Kontak serumah (orang tua) : an. J. A umur36 tahun (ayah), V.T umur 28 tahun (ibu) dan N.T umur 49 tahun (kakek): specimen yang diperiksa swab hidung dengan hasil kultur ketiganya Negatif Corynebacterium diphteriae. 3. Kontak teman sekolah seperti pada tabel berikut: Ds.Pulisan Umur (th) 7 Hub.dg kasus Tmn Sklh Status Imunisasi DPT lengkap Resita Bintang Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh 3 Leonel Kurama Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT Tdk Lengkap DPT lengkap 4 Ds.Pulisan 6 Tmn Sklh DPT lengkap 5 Vilyo Lasawengan Adolf M. Woli Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT lengkap 6 Prayse Hari Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh 7 Kenly Langodi Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh 8 Lelly Rooroh Ds.Pulisan 41 Wali Kelas DPT Tdk Lengkap DPT Tdk Lengkap DPT Tdk Lengkap No Nama Alamat 1 Seraf E. Martin 2 Hasil Lab. (kultur) Negatif C. diphteriae Negatif C. diphteriae Negatif C. diphteriae Negatif C. diphteriae Negatif C. diphteriae Negatif C. diphteriae Negatif C. diphteriae Negatif C. diphteriae G. KESIMPULAN : 1. Telah terjadi KLB Suspek Difteri di Desa Pulisan Kec. Likupang Timur Kab. Minahasa Utara, dengan dilaporkannya 1 (satu) kasus Difteri klinis (usia 7 tahun) dengan status imunisasi sesuai pengakuan orang tua adalah lengkap (tidak dibuktikan dengan KMS). 2. Kontak kasus terdiri dari kontak serumah yaitu 3 (tiga) orang dan kontak teman sekolah ada 8 orang (teman kelas 7 orang dan 1 orang wali kelas) dengan status imunisasi ada yang tidak lengkap. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 22 3. Cakupan imunisasi DPT-HB-Hib, DT dan Td di Desa Pulisan Kec. Likupang Timur dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir masih rendah (<80%). 4. Cold chain di Puskesmas Likupang tidak memiliki kartu kontrol suhu, sebagai salah satu bagian SOP dari manajemen rantai dingin vaksin. 5. Pelaksana program Imunisasi di Puskesmas Likupang masih baru (mulai tahun 2017). 6. Hasil laboratorium swap hidung dan tenggorokan pada penderita adalah Negatif Corynebacterium diphteriae. 7. Hasil laboratorium swap hidung pada kontak serumah (ayah, ibu dan kakek) semua Negatif Corynebacterium diphteriae, tetapi pada hasil laoratorium dari Ayah penderita ditemukan jenis bakteri lain yang satu family dengan Corynebacterium yaitu Corynebacterium pseudodiptheriticum, berbeda species dengan diptheriae. Kemungkinan bakteri spesies pseudodiptheriticum ini dapat menginfeksi penderita yang jika kekebalan tubuh rendah, kemungkinan dapat menimbulkan demam, kemungkinan muncul pseudomembran putih seperti gejala pada kasus difteri. 8. Hasil laboratorium swap hidung pada kontak teman sekolah dari penderita adalah semua Negatif Corynebacterium diphteriae H. REKOMENDASI Beberapa usulan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk permasalah yang ditemukan dilapangan diatas antara lain: 1. Meningkatkan cakupan imunisasi DPT-HB-Hib rutin <95% dan imunisasi DT dan Td anak sekolah (BIAS), hal ini dapat dilakukan pada bulan September dan November yang secara kebetulan bertepatan dengan BIAS tahun 2017. 2. Pengadaan alat pengukur suhu dan kartu kontrol suhu untuk Cold chain di Puskesmas Likupang. 3. Peningkatan kapasitas semua SDM pelaksana program imunisasi dan cold chain di tingkat Puskesmas Dinas Kesehatan Kab. Minahasa Utara termasuk peneingkatan kapasitas SDM (bukan hanya pelaksana surveilans) untuk melakukan PE KLB melalui Pelatihan PE Penyakit Menular Potensial KLB. 4. Meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini terhadap KLB Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) secara umum. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 23 5. Meningkatkan akurasi data cakupan imunisasi secara kumulatif maupun per desa di Puskesmas Likupang dengan melakukan validasi data secara triwulan. 6. Peningkatan peran kader dan masyarakat melalui KIE tentang Imunisasi dan koordinasi dengan lintas sektor yaitu Kepala Desa dan Camat. 7. Meningkatkan koordinasi dengan Toga dan Toma terkait pentingnya imunisasi bagi bayi / balita. I. PENUTUP. Demikian Laporan Hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE) KLB Difteri ini dibuat, kiranya bermanfaat bagi semua pihak. Tim yang Melakukan PE: A. TGC Provinsi terdiri dari: 1. Mery B.Pasorong, SKM,M.Kes (Seksi SIM Bidang P2P) 2. Nova E.Ratu, SKM,MSc (Seksi SIM Bidang P2P) 3. Salma Yunus, M.Kes (UPTD BPPK) 4. Mariana Randuk, S.Si (UPTD BPPK) 5. Stive Kesek (THL Dinkesda Prov.Sulut) B. TGC Kab. Minahasa Utara: 1. Izlamuddin Aksa, SKM (Dinkes Kab. Minahasa Utara) 2. Anthonius H. Kaurow (Dinkes Kab. Minahasa Utara) 3. Susi Terok, SST (Puskesmas Likupang) Manado, 20 September 2017 Mengetahui, Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 24 LAPORAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) KLB CAMPAK DI WILAYAH PUSKESMAS MOLIBAGU KEC. BOLANG UKI KAB. BOLAANG MONGONDOW SELATAN (BOLMONG SELATAN) (UPDATE TANGGAL 31 AGUSTUS 2016) DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2016 Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 25 I. PENDAHULUAN Sehubungan dengan spesimen suspek Campak yang dikirim ke BBLK Surabaya tanggal 15 Agustus 2016, dimana specimen suspek campak ini berasal dari 5 (lima) desa di wilayah Puskesmas Molibagu Kab. Bolaang Mongondow Selatan (Bolmong Selatan) yaitu: 1. Desa Tolondadu I 2. Desa Tolondadu II 3. Desa Salongo 4. Desa Popodu 5. Desa Toluaya Kondisi diatas menunjukkan terjadi KLB Suspek Campak di Wilayah Puskesmas Molibagu Kab. Bolmong Selatan. Pada kondisi tersebut monitoring terus dilakukan oleh Tim Surveilans Provinsi ke wilayah kasus melalui komunikasi telepon dengan Tim Surveilans Kab. Bolmong Selatan untuk mengetahui perkembangan tambahan suspek campak. Tanggal 22 Agustus 2016, PKP PD3I Dinkes Prov.Sulut menerima laporan dari BBLK Surabaya melalui WA bahwa hasil laboratorium terhadap 8 (delapan) specimen suspek KLB Campak dari Kab. Bolmong Selatan adalah semua POSITIF Campak. Berdasarkan informasi dari BBLK Surabaya tersebut Tim Surveilans Provinsi segera berkoordinasi dengan Tim Penanggulangan Penyakit Dinkes Prov. Sulut (program Imunisasi) serta member informasi kepada Tim Surveilans Kab. Bolmong Selatan. Setelah melakukan koordinasi, Kepala Seksi Surveilans dan Litbangkes Dinkes Prov. Sulut memutuskan bahwa Tim Surveilans Dinkes Prov. Sulut harus segera melakukan PE ke lokasi KLB Campak di Kab. Bolmong Selatan. Anggota TGC dari program lain seperti Program Imunisasi, Program Promkes dan program Gizi belum bergabung untuk turun PE karena banyaknya kegiatan. Persiapan logistik seperti Vitamin A, masker, disposable dan lain-lain dipersiapkan melalui permintaan ke bagian Farmasi Dinkes Prov. Sulut. II. TUJUAN • Mengetahui gambaran epidemiologi KLB Campak • Mengetahui sumber dan cara penularan • Mengidentifikasi faktor risiko penyebab KLB Campak Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 26 • • Melakukan respon cepat terhadap KLB Campak dan populasi yang berisiko Merumuskan rekomendasi penanggulangan III. DEFINISI OPERASIONAL: b. Kasus klinis Campak yaitu demam, bercak merah (rash) berbentuk mokulopapular, batuk/pilek atau mata merah (conjunctivitis) atau Dokter mendiagnosa sebagai kasus campak c. Suspek KLB Campak adalah adanya 5 (lima) atau lebih kasus klinis campak dalam kurun waktu 4 (empat) minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan mempunyai hubungan epidemiologis. d. KLB Campak pasti adalah apabila minimum 2 (dua) spesimen positif IgM campak/rubella dari hasil pemeriksaan kasus pada tersangka KLB campak. IV. HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) KLB CAMPAK : 1. PE dilakukan Tim Surveilans Provinsi bersama TGC Dinkes Kab. Bolmong Selatan pada tanggal 24 – 26 Agustus 2016. 2. Tanggal 28 -30 Agustus 2016 PE dilanjutkan lagi oleh Tim Surveilans Provinsi, TGC Pusat (Direktorat SKK) dan TGC Dinkes Ka. Bolmong Selatan dan Puskesmas Molibagu. 3. Jumlah kasus campak sampai dengan tanggal 31 Agustus 2016 = 201 orang. 4. Distribusi kasus campak berdasarkan Time: Distribusi kasus campak di Kec.Bolang Uki Kab.Bolmong Selatan dapat dilihat pada time lines berikut: Grafik 1. Distribusi kasus campak menurut minggu di Puskesmas Molibagu Kec.Bolang Uki Kab.Bolmong Selatan Prov.Sulut tahun 2016 90 78 80 70 60 50 40 39 31 30 15 20 10 2 2 3 7 27 28 8 12 0 25 26 29 30 31 32 33 34 35 36 Minggu Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 27 e. Distribusi kasus campak berdasarkan Person: Grafik 2. Distribusi kasus campak berdasarkan kelompok umur dan status imunisasi di Puskesmas Molibagu Kec.Bolang Uki Kab.Bolmong Selatan Prov.Sulut tahun 2016 42 45 40 35 30 27 30 24 25 18 20 15 10 15 13 10 5 3 5 7 2 2 1 2 0 0 - 5 Tahun 6 - 12 Tahun 13 - 15 Tahun Imunisasi 16 - 18 Tahun Tdk Imunisasi ≥ 19 Tahun Tdk Tahu Grafik 3. Distribusi kasus campak berdasarkan kelompok umur dan Jenis kelamin di Puskesmas Molibagu Kec. Bolang Uki Kab.Bolmong Selatan Prov. Sulut tahun 2016 44 45 40 35 35 31 30 30 23 25 19 20 15 10 6 3 5 4 6 0 L P 0-5 tahun L P 6 - 12 Tahun L P L P 13 - 15 Tahun 16 - 18 Tahun Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular L P ≥ 19 Tahun 28 Grafik 4. Distribusi kasus campak berdasarkan kelompok umur dan Desa di Puskesmas Molibagu Kec.Bolang Uki Kab.Bolmong Selatan Prov. Sulut tahun 2016 0-5 th 6-12 th 13-15 th 16-18 >19 th 30 25 20 15 10 5 0 f. Distribusi kasus campak berdasarkan Place: Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 29 g. Attack Rate KLB Campak menurut kelompok Umur Tabel 1. Attack Rate KLB Campak di Pkm Molibagu Kab.Bolsel Prov.Sulut tahun 2016 0-5 Jlh AR 6-12 Jlh AR 13DESA th Pddk (%) th Pddk (%) 15 th Jlh Pddk AR (%) Tolondadu 3 34 8.8 4 89 4.5 6 118 5.1 Tolondadu I 26 47 55.3 25 138 18.1 18 174 10.3 Tolondadu II 10 39 25.6 9 77 11.7 3 92 3.3 Tabilaa 0 38 0.0 0 108 0.0 4 165 2.4 Sondana 2 55 3.6 0 143 0.0 7 170 4.1 Salongo Salongo Barat Salongo Timur Molibagu 14 77 18.2 16 185 8.6 3 265 1.1 5 19 26.3 3 16 18.8 0 24 0.0 1 13 7.7 5 33 15.2 1 41 2.4 4 102 3.9 1 187 0.5 0 243 0.0 Popodu 10 91 11.0 2 178 1.1 0 215 0.0 JUMLAH 75 515 14.56 65 1154 5.63 42 1507 2.79 Berdasarkan Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa AR (%) tertinggi pada kelompok umur 0-5 tahun yaitu AR=14.56% dan terdistribusi di Desa Tolondadu I AR = 55.3%, Salongo Barat AR = 26.3% dan Tolondadu II AR =25,6%. Keadaan tersebut memberi gambaran bahwa bahwa KLB campak di Puskesmas Molibagu terjadi pada populasi yang sangat rentan yaitu usia balita, dimana kelompok umur tersebut banyak yang tidak imunisasi (lihat Grafik 2). V. IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO ; Berdasarkan penyelidikan epidemiologi KLB Campak di wilayah Puskesmas Molibagu Kab. Bolmong Selatan dapat diperoleh data tentang faktor risiko penyebab KLB Campak antara lain: 1. Listrik sering padam 2. Cakupan imunisasi di wilayah KLB Campak pada 3 (tiga) tahun terakhir yaitu tahun 2013 - 2015 yaitu (data dari program imunisasi). 3. Kondisi cold chain tidak memiliki thermometer dan tidak ada matriks untuk pencatatan suhu setiap hari. 4. Peran serta masyarakat terhadap pentingnya membawa bayi/balita ke posyandu masih rendah. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 30 30 5. Cakupan imunisasi tidak merata disetiap desa di wilayah Puskesmas Molibagu. VI. PERUMUSAN MASALAH 1. Listrik sering padam sehingga dapat mengganggu kondisi efikasi vaksin 2. Cakupan imunisasi untuk 3 tahun terakhir adalah rendah dan tidak merata 3. Cold chain tidak memiliki alat pengukur suhu dan tidak ada matriks untuk mencatat suhu setiap hari 4. Jumlah dan kualitas SDM di tingkat Puskesmas Molibagu dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bolmong Selatan masih rendah untuk melakukan PE KLB Campak. 5. Data cakupan imunisasi belum akurat 6. Jadwal posyandu sering tidak diketahui masyarakat 7. Orang tua (ibu) enggan untuk membawa anak ke Posyandu 8. Adanya budaya setempat yaitu anak yang belum dibuatkan acara turun rumah tidak boleh disuntik. VII. UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN YANG TELAH DILAKUKAN. Adapun upaya Pencegahan dan Penanggulangan yang telah dilakukan oleh TGC baik Pusat, Provinsi dan Kab. Bolmong Selatan serta Puskesmas Molobagu secara terintegrasi antara lain: 1. 2. 3. 4. Investigasi dilakukan house to house dan di sekolah. Pemberian Vitamin A dosis tinggi kepada penderita sesuai dosis umur. Pengobatan symtomatis, Surveilans ketat selama KLB Campak berlangsung. 5. Pengawasan dan pemantauan terhadap manajemen vaksin di setiap tingkatan. 6. Penyuluhan kepada masyarakat khususnya ibu-ibu tentang manfaat dan pentingnya imunisasi serta menghimbau kepada masyarakat jika ada yang mengalami gejala penyakit campak agar segera berobat ke puskesmas. 7. Advokasi kepada pemerintah (Kepala Desa) setempat terkait rekomendasi ORI (Outbreak Response Imunitation) yang akan dilakukan diwilayah yang tinggi kasus pada KLB Campak tersebut. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 31 31 VIII. REKOMENDASI Beberapa usulan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk permasalah yang ditemukan dilapangan diatas antara lain: 1. Pengadaan Gen Set oleh Puskesmas 2. Pemeriksaan efikasi vaksin oleh BPOM. 3. Meningkatkan cakupan imunisasi rutin anak usia 9 – 11 bulan dan imunisasi usia 24 – 36 bulan > 90% secara merata di setiap desa di wilayah kerja Puskesmas Molibagu Kec.Bolang Uki Kab. Bolmong Selatan. 4. Melakukan ORI (Outbreak Response Imunitation) di wilayah Tolondadu I karena AR tinggi pada setiap golongan umur dan cakupan imunisasi campak rendah; 5. Melakukan imunisasi selektif di Desa Tolondadu II pada kelompok umur 0-5 tahun dan Desa Salongo Barat serta kelompok umur 6 -14 tahun di Desa Solongo Barat. 6. Pengadaan thermometer untuk Cold chain di Puskesmas Molibagu dan mencatat suhu cold chain per hari pada matriks suhu di atas cold chain. 7. Peningkatan kapasitas semua SDM di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten (bukan hanya pengelola surveilans) untuk melakukan PE KLB Campak melalui Pelatihan PE Penyakit Menular Potensial KLB. 8. Meningkatkan akurasi data cakupan imunisasi secara kumulatif maupun per desa di Puskesmas Molibagu dengan melakukan validasi data secara bulanan dan triwulan. 9. Peningkatan peran kader dan masyarakat melalui KIE tentang Imunisasi dan koordinasi dengan lintas sektor yaitu Kepala Desa dan Camat. 10. Meningkatkan koordinasi dengan Toga dan Toma terkait pentingnya imunisasi bagi bayi / balita. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 32 32 Tim yang Melakukan PE: 1. Tim Surveilans Direktorat SKK Ditjen P2P Kemenkes RI 2. Tim Surveilans Dinkes Prov. Sulut : a. Mery B. Pasorong, SKM,M.Kes b. Nova E. Ratu, SKM,MSc c. Fitria C, Sukari, SKM d. Luky Pantow e. Pratama f. Steve K 3. TGC Dinkes Kab. Bolmong Selatan (Integrasi program) dibawa pimpinan Kepala Bidang P2 PL Dinkes Kab.Bolmong Selatan 4. TGC Puskesmas Molibagu (Integrasi program) dibawa pimpinan Ka.PKM Molibagu Manado, 31 Agustus 2016 Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 33 33 LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE)/ INVESTIGASI KLB KERACUNAN MAKANAN DI AMURANG KAB. MINAHASA SELATAN 18 AGUSTUS 2012 DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2012 Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 34 I. Kronologis Kejadian Pada hari Jumat pukul 22.00 Wita tanggal 17 Agustus 2012 Tim surveilans (TGC) Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara menerima informasi melalui telpon genggam dari tim surveilans (TGC) Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan tentang adanya kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan pada peserta paskibraka yang dilatih di Kabupaten tersebut. Menindaklanjuti informasi tersebut, maka pada pukul 22.00 Tim Surveilans Provinsi, menyampaikan informasi ini kepada lintas program terkait dengan KLB tersebut melalui sms. Kemudian hari Sabtu tanggal 18 Agustus 2012 pukul 06.30 Wita Tim Surveilans Provinsi melanjutkan koordinasi dengan tim lintas program melalui telpon genggam untuk turun melakukan PE termasuk mempersiapkan logistik yang diperlukan untuk dibawa ke lapanagan. Pukul 08.30 Wita tanggal 18 Agustus 2012 Anggota Tim Penanggulangan Masalah Kesehatan (PMK), anggota TimSurveilans UPTD Balai Data Surveilens dan SIK, Tim UPTD Balai Penunjang Pelayanan Kesehatan (BPPK) Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTK-PP) Kelas I Manado menuju ke Kab.Minahasa Selatan. Setibanya di Dinas Kesehatan langsung ke Rumah Sakit GMIM Kalooran untuk melakukan investigasi bagi para penderita yang dirawat maupun yang tidak dirawat. Berdasarkan hasil wawancara dengan para penderita kejadian tersebut terjadi pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 2012 setelah selesai upacara peringatan hari kemerdekaan RI ke 67 yang dilaksanakan di halaman Kantor Bupati Minahasa Selatan. Pada pukul 11.00 Wita peserta paskibraka laki – laki menuju ke kompi 712, sedangkan peserta paskibraka perempuan menunggu di Aula Waleta sambil makan kue yang disuguhkan panitia yaitu roti dan panekuk sekitar pukul 12.30 Wita. Kemudian pada pukul 14.00 Wita peserta pasibraka wanita dan laki – laki makan siang bersama yaitu makanan kotak yang terdiri dari nasi dan lauk pauk. Sekitar pukul 15.30 Wita terjadi keluhan awal sakit dari beberapa peserta, panitia dan undangan yang mengalami gejala-gejala. Jumlah kotak kue yang dibagikan sebanyak 250 dos untuk peserta paskibraka, pelatih paskibraka, panitia dan undangan. Penderita yang mengalami sakit langsung dibawa ke RSU GMIM Kalooran Amurang oleh Tim Medis Dinas Kesehatan setempat dengan total penderita 26 orang, dengan rincian sebagai berikut : rawat inap berjumlah 13 orang (10 orang paskibraka, 1 orang panitia, 1 orang anak panitia, dan 1 purna/senior paskibraka). Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 35 II. Distribusi penderita menurut Gejala klinis Definisi kasus keracunan makanan adalah semua penderita yang mengalami mual, muntah, diare, sakit perut, pusing dan sakit kepala setelah makan kue dan nasi kotak yang diperoleh setelah mengikuti upacara peringatan hari kemerdekaan RI yang ke 67. Tabel 1. Jenis kue dan nasi kotak yang dikonsumsi No Jenis Kue Jumlah Kasus % 1 Panekuk 26 100 2 Roti 22 84.6 3 Nasi 20 76.9 4 Ikan Sous 16 61.5 5 Ikan Woku 11 42.3 6 Sayur Campur 19 73.1 Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa seluruh jenis makanan yang dikonsumsi tertinggi adalah panekuk dengan jumlah kasus 26 orang (100%) dan terendah adalah yang mengkonsumsi ikan woku sebanyak 11 kasus (42,3%). Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat wawancara kue panekuk yang dikonsumsi sudah mulai berlendir dan berbau amis, dan ada penderita yang dirawat hanya makan kue panekuk dan tidak mengkonsumsi makanan lainnya, sehingga wawancara kami lebih mengarah pada penderita yang mengkonsumsi panekuk. Tabel 2. Distribusi Gejala dari kasus-kasus Keracunan Makanan No Gejala dan Tanda Jumlah Kasus % 1 Mual 17 65.4 2 Muntah 13 50 3 Sakit Perut 20 76.9 4 Sakit Kepala 12 46.2 5 Pusing 21 80.8 6 Diare 12 46.2 7 Sesak Nafas 0 0 Berdasarkan data diatas, gejala yang paling banyak dialami oleh penderita adalah pusing sebanyak 21 kasus (80,8%), diikuti gejala sakit perut sebanyak 20 kasus (76,9%) dan terendah gejala diare sebanyak 12 kasus (46,2%). III. Kurva Epidemi a. Kurva Epidemi KLB Keracunan Makanan Berdasarkan grafik dibawah ini ada beberapa puncak kasus, tertinggi pada jam 15.30 sebanyak 7 kasus dan 17.00 sebanyak 4 kasus. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 36 Grafik 1. Distribusi Keracunan Makanan Berdasarkan Waktu Timbulnya Gejala 7 4 3 2 2 1 2 1 1 1 1 1 13.00 13.30 14.00 15.00 15.30 16.00 16.30 17.00 18.00 19.00 19.30 21.30 b. Distribusi Masa Inkubasi Masa Inkubasi (Jam) Jumlah Kasus 1 4 2 8 3 5 4 4 5 1 6 3 7 1 Dilihat dari masa inkubasi: - Masa inkubasi terpendek yaitu 1 jam - Masa inkubasi terpanjang yaitu 7 jam % 15.38 30.77 19.23 15.38 3.85 11.54 3.85 IV. Surveilans Epidemiologi Keracunan Makanan a. Hasil surveilans atau investigasi di lapangan 1. Makanan yang dicurigai adalah panekuk (makanan khas yang terbuat dari tepung terigu yang diberi pewarna kue (hijau) kemudian dibuat seperti telur dadar kemudian diisi unti (campuran gula merah dan parutan kelapa muda yang sudah dimasak) kemudian digulung dan dimasukkan dalam dos kue sebanyak 250 kotak sesuai pesanan tim penggerak PKK Kabupaten Minahasa Selatan. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 37 Dari hasil pelacakan di tempat pembuatan kue tersebut tim investigasi mendapatkan informasi bahwa kue tersebut dikelola oleh seorang ibu yang bekerja pada salah satu perusahaan kue yang ada di Kota Manado, dan kue tersebut dibuat dirumah bukan di perusahaan tersebut. Berdasarkan wawancara dengan ibu pembuat kue bahwa panekuk mulai dibuat pada tanggal 17 agustus jam 02.00. dini hari sampai jam 08.00 Wita. Pada jam 10.00 kue tersebut diambil di perusahaan kue dan diangkut ke tempat pelaksanaan upacara detik-detik peringatan hari kemerdekaa RI ke 67 di Amurang. Waktu makan kue panekuk sangat bervariasi yaitu panitia, tamu undangan makan sekitar jam 08.00 – 12.00 tapi tidak menimbulkan gejala apapun, sedangkan yang makan kue panekuk sesudah jam 13.00 Wita adalah anggota Paskibraka dan para pelatih, dimana sekitar 1-2 jam kemudian beberapa dari anggota paskibraka tersebut mengalami gejala sakit kepala, pusing, mual dan sakit perut. 2. Dengan mempertimbangkan masa inkubasi dan gejala yang timbul serta jenis bahan baku makanan yang dikonsumsi maka etiologi penyebab keracunan makanan di Amurang, sebagai penegakan dugaan sementara adalah disebabkan oleh bakteri Staphylococcus Aureus. b. Hasil pemeriksaan sampel makanan di laboratorium a. Hasil laboratorium diketahui pada tanggal 23 Agustus 2012 pukul 14.30 wita. b. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel makanan yang ada, dimana sampel tersebut diperiksa di 2 (dua) laboratorium. Sampel makanan yang diperiksa di Laboratorium BTKL kelas I Manado menemukan adanya bakteri staphylococcus dan salmonella, walaupun tidak dirinci lebih jauh tentang jenis spesies salmonella. Sedangkan hasil pemeriksaan di laboratorium Balai Penunjang Pelayanan Kesehatan (BPPK) Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara menemukan citrobacter dan enterobacter pada kue panekuk. c. Perbedaan hasil pemeriksaan terhadap sampel makanan yang sama, dapat dipengaruhi beberapa faktor antara lain: Perbedaan waktu pemeriksaan, dimana penanaman sampel pada media biakan di Laboratorium BTKL kelas I Manado dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2012 pagi sekitar pukul 09.30 wita (sampel dibawa oleh petugas Kabupaten Minahasa Selatan ke BTKL), sedangkan penanaman sampel pada media biakan di laboratorium Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 38 BPPK dilakukan setelah investigasi di lapangan yaitu sekitar pukul 18.00 wita tanggal 18 Agustus 2012. Dengan adanya interval waktu tersebut, dimungkinkan pertumbuhan bakteri yang lebih banyak, dimana pertumbuhan bakteri dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu (temperatur), oksigen (O2), CO2, pH, nutrient dan cahaya (Swendra, dkk 1991). c. Jika ditelaah klasifikasi dari bakteri yang di temukan pada ke-2 (dua) laboratorium ini, sesungguhnya bakteri tersebut berada dalam satu garis klasifikasi yaitu genus salmonella termasuk dalam family enterobacteriaceae. Jenis genus lain dari family enterobacteriaceae yang dapat bertumbuh cepat pada suhu 37oC dan pH 6-8 seperti salmonella adalah genus citrobacter. d. Sedangakan bakteri staphylococcus merupakan bakteri yang mudah bertumbuh pada makanan yang bahan bakunya dari susu. Kondisi tersebut terjadi pada kue panekuk yang salah satu bahan bakunya adalah susu. Staphylococcus bertumbuh cepat pada suhu 20-350C. Kondisi suhu pada waktu membawa kue dos ke Amurang saat HUT RI ke-67 tahun cukup terik (panas), hal ini dapat berpengaruh terhadap kondisi tekstur kue sebagai media berkembang bakteri staphylococcus dengan masa inkubasi 2-4 jam. Hal ini sesuai dengan masa inkubasi penderita yang dirawat di RSU GMIM Kalooran Amurang, dimana mulai mengalami gejala-gejala sakit perut, mual, pusing sekitar 1-8 jam setelah makan kue panekuk. c. Attack Rate adalah 10.4 % d. Case Fatality Rate (CFR) keracunan makanan = 0 % V. Tindakan yang sudah dilaksanakan: 1. Tim yang melakukan penyelidikan epidemiologi dan penyuluhan t/d : - Tim dari Bidang PMK Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara - Tim Tim Tim Tim surveilans UPTD Balai Data dan Surveilans Propinsi Sulawesi Utara dari Balai Penunjang Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara dari BTKLPP Kelas I Manado Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan 2. Perawatan terhadap penderita dengan manajemen kasus mengacu pada pedoman penanggulangan KLB keracunan makanan dilakukan oleh RSU GMIM Kalooran. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 39 3. Pemeriksaan sampel sisa makanan diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi BTKLPP Kelas I Manado dan Balai Penunjang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara; 4. Mengadakan surveilans ketat dengan mengaktifkan pemantauan terhadap penyebaran dan penambahan kasus melalui penderita yang berobat ke pusat pelayanan dengan keluhan yang berhubungan dengan kejadian keracunan makanan yang bersangkutan. 5. Sampai dengan tanggal 23 Agustus 2012, dilaporkan oleh TGC Dinas Kesehatan Kab. Minahasa Selatan bahwa semua penderita yang dirawat di RSU Kalooran sudah sembuh dan keluar RS pada tanggal 19 Agutus 2012. VI. Kesimpulan : 1. Telah terjadi KLB keracunan makanan pada anggota paskibraka dan para pelatih pada HUT RI ke-67 tahun di Amurang Kab. Minahasa Selatan 2. Penyebab keracunan makanan adalah kue panekuk yang dipesan tim penggerak PKK Kab. Minahasa Selatan dari Manado. 3. Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel kue panekuk adalah ditemukan bakteri yang termasuk dalam family enterobacteriaceae; genus salmonella dan genus citrobacter. 4. Secara spesifik dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan juga bakteri jenis staphylococcus. 5. KLB keracunan makanan di Amurang tanggal 17 Agustus 2012, telah dinyatakan berakhir pada tanggal 19 Agustus 2012 setelah tidak ditemukan ketambahan kasus dari kasus terakhir ditemukan (2 x masa inkubasi tertinggi yaitu 7 jam tidak ditemukan kasus lagi). VII. Rekomendasi atau saran tindak lanjut A. Bidang Kesehatan: 1. Melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Tempat Pengolahan Makanan (TPM) termasuk pemeriksaan sampel makanan dan air secara berkala. 2. Melakukan penyuluhan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya tentang sanitasi dan hygiene pengolahan makanan bagi TPM dan masyarakat secara umum. 3. Meningkatkan koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk melakukan pemantauan penyakit atau masalah kesehatan yang potensial Kejadian Luar Biasa. Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 40 B. Lintas sektor: 1. Kelompok PKK dapat membina usaha kecil dan menengah tempat pengolahan makanan untuk memperhatikan sanitasi dan hygiene pengolahan dan penyajian makanan disamping nilai gizi dan rasa. 2. Penjamah/pengolah makanan di TPM dianjurkan agar secara berkala dapat memeriksakan kesehatan dan harus memiliki sertifikat serta buku kesehatan yang berlaku (memuat hasil-hasil pemeriksaan kesehatan) VIII. Penutup Demikian laporan lengkap hasil penyelidikan epidemiologi KLB keracunan makanan di Kabupaten Minahasa Selatan, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Tim Investigasi KLB Keracunan makanan : 1. Julius Malinggas, SKM, MPH UPTD Balai Data, Surveilans dan SIK Prop.Sulut 2. Niki T. Nurwahyuni, SKM Bidang PMK Dinkes Prop. Sulut Bidang PMK 3. Rusen Tombi, SKM BTKLPP Kelas I Manado 4. Fentje N. Lengkong, SKM BTKLPP Kelas I Manado 5. Evert Pangke UPTD Balai Penunjang Pelay.Kesehatan 6. Sfintje Lambanaung, SKM,M.Kes 7. Asmar Sampe Polan Prop. Sulut Dinas Kesehatan Minahasa Selatan Dinas Kesehatan Minahasa Selatan Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 41