Uploaded by richard.tanz

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

advertisement
TEKNIK PENYUSUNAN PERDA
•
KERANGKA PERATURAN DAERAH
Kerangka peraturan daerah terdiri atas :
•
•
Judul;
•
Pembukaan;
•
Batang tubuh
•
Penutup
•
Penjelasan (bila di perlukan)
•
Lampiran ( bila di perlukan)
Judul
•
Setiap peraturan daerah diberi judul.
•
Judul peraturan daerah memuat keterangan mengenai Jenis, Nomor,
Tahun Pengundangan atau penetapan dan nama Peraturan Daerah.
•
Nama Peraturan Daerah dibuat secara singkat dan mencerminkan isi
Peraturan Daerah.
•
Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang di letakkan di tengah
marjin tanpa diakhiri tanda baca.
B. Pembukaan
1. Pembukaan Peraturan Daerah terdiri dari :
a. Frase Dengan Mengharap Berkat Dan Rahmat Allah Subhanahu Wata’ala
Pada Pembukaan Peraturan Daerah sebelum nama jabatan pembentuk Peraturan
Daerah, dicantumkan frase DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT
ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan
diletakan di tengah marjin.
b. Jabatan Pembentuk Peraturan Daerah
Jabatan pembentuk Peraturan Daerah ditulis seluruhnya dengan huruf
Kapital yang diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan koma (,).
c. Konsiderans
1) Konsiderans diawali dengan kata Menimbang;
2) Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang
menjadi latar belakang dan alasan pembuatan Peraturan Daerah;
3) Pokok-pokok pikiran pada konsiderans Peraturan Daerah memuat unsur
filosofis, yuridis dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya;
4) Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Peraturan Daerah dianggap
perlu untuk dibuat adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan tentang latar
belakang dan alasan dibuatnya Peraturan Daerah tersebut;
5) Jika konsiderans memuat lebih dari 1 (satu) pokok pikiran, tiap-tiap pokok pikiran
dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian;
6) Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu
kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik koma
(;).
Contoh :
Menimbang : a. bahwa ... ;
b. bahwa ... ;
7) Jika konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir
pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut :
Contoh : Menimbang :
a. bahwa.....;
b. bahhwa...;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud
dalam huruf a dan b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang ...
d. Dasar Hukum
•
Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat;
•
Dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan Peraturan Daerah;
•
Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya
peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
•
Peraturan Perundang-undangan yang akan dicabut dengan peraturan
perundang-undangan yang akan dibentuk (atau ditetapkan) atau peraturan
perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi belum resmi berlaku,
tidak dicantumkan sebagai dasar hukum.
•
Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang dijadikan Dasar Hukum
lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan
peraturan perundang-undangan dan jika tingkatannya sama disusun secara
kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya;
•
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) tidak digunakan
sebagai dasar hukum, kecuali secara tegas telah memerintahkan
pembentukan peraturan perundang-undangan yang dimaksud;
•
Penulisan Undang-Undang, kedua huruf U ditulis dengan huruf kapital.
•
Jika dasar hukum memuat lebih dari satu peraturan perundang- undangan,
tiap dasar hukum diawali dengan angka arab 1, 2, 3 dan seterusnya dan
diakhiri dengan tanda baca titik koma (;).
e. Diktum;
1. Diktum terdiri dari :
•
a) kata Memutuskan;
•
b) kata Menetapkan;
c) nama Peraturan Daerah.
•
Kata Memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf Kapital tanpa spasi
diantara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) serta
diletakkan di tengah marjin.
C. BatangTubuh
•
Batang Tubuh Peraturan Daerah memuat semua substansi Peraturan Daerah
yang dirumuskan dalam pasal-pasal;
•
Pada umumnya Substansi dalam batang tubuh dikelompokkan ke dalam :
•
Ketentuan Umum;
•
Materi pokok yang diatur;
•
Ketentuan Pidana (jika diperlukan);
•
Ketentuan Peralihan (jika diperlukan);
•
Ketentuan Penutup.
•
Dalam pengelompokan Substansi sedapat mungkin dihindari adanya bentuk
KETENTUAN LAIN-LAIN atau sejenisnya. Materi yang bersangkutan
diupayakan untuk masuk ke dalam Bab-Bab yang ada atau dapat pula dimuat
dalam bab tersendiri dengan judul yang sesuai dengan materi yang diatur.
•
Substansi yang berupa sanksi administratif atau sanksi keperdataan
dirumuskan menjadi satu bagian (pasal) dengan norma yang memberikan
sanksi administratif atau sanksi keperdataan apabila terjadi pelanggaran atas
norma tersebut.
•
Jika norma yang memberikan sanksi administratif atau keperdataan terdapat
lebih dari satu pasal, sanksi administratif atau sanksi keperdataan dirumuskan
dalam pasal terakhir dari bagian (pasal) tersebut. Dengan demikian hindari
rumusan ketentuan sanksi yang sekaligus memuat sanksi pidana, sanksi
keperdataan dan sanksi Administratif dalam satu bab.
•
Sanksi administratif dapat berupa antara lain pencabutan ijin, pembubaran,
pengawasan, pemberhentian sementara, denda administratif atau daya paksa
polisional, sedangkan sanksi keperdataan dapat berupa ganti kerugian.
•
Pengelompokan materi Peraturan Daerah dapat disusun secara sistematis
dalam buku, bab, bagian, dan paragraf.
•
Jika Peraturan Daerah mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas
dan mempunyai banyak pasal, pasal-pasal tersebut dapat dikelompokan
menjadi buku (jika merupakan kodifikasi), Bab, bagian, dan paragraf.
•
Pengelompokan materi dalam buku, bab, bagian dan paragraf dilakukan atas
dasar kesamaan materi.
•
•
Urutan pengelompokan adalah sebagai berikut :
•
Bab dengan pasal-pasal tanpa bagian dan paragraf;
•
Bab dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf;
•
Bab dengan bagian dan paragraf yang berisi pasal-pasal.
Bab diberi Nomor urut dengan angka romawi dan judul bab yang seluruhnya
ditulis dengan huruf kapital.
C.2.a Ketentuan Umum
1. Ketentuan Umum diletakkan dalam Bab ke satu. Jika dalam Peraturan Daerah
tidak ada pengelompokkan Bab, ketentuan Umum diletakkan dalam pasal
pertama.
2. Ketentuan Umum dapat memuat lebih dari satu Pasal.
3. Ketentuan Umum berisi :
a. batasan pengertian atau definisi ;
b. singkatan atau akronim yang digunakan dalam peraturan ;
c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal berikutnya, antara lain
ketentuan yang mencerminkan azas, maksud, dan tujuan.
4. Frasa pembuka dalam ketentuan umum Peraturan Daerah berbunyi sebagai
berikut Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
5. Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan,
atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut
dengan angka arab dan diawali dengan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda
baca titik (.).
6. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau
istilah yang digunakan di dalam pasal-pasal selanjutnya.
7. Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata atau istilah
itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, bagian atau paragraf tertentu,
dianjurkan agar kata atau istilah itu diberi definisi.
8. Jika suatu batasan pengertian atau definisi perlu dikutip kembali di dalam
ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka rumusan batasan
pengertian atau definisi di dalam peraturan pelaksanaan harus sama dengan
rumusan batasan pengertian atau definisi yang terdapat dalam peraturan lebih
tinggi.
9. Karena batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim berfungsi
untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah maka batasan pengertian atau
definisi, singkatan, akronim tidak perlu diberi penjelasan dan karena itu harus
dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda.
10. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti
ketentuan sebagai berikut :
a. pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih dahulu
dari yang berlingkup khusus.
b. pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang diatur
ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu.
c. pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya di
letakkan berdekatan secara berurutan.
C.2.b Materi pokok yang Diatur
1. Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum,
dan jika tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur diletakkan
setelah pasal (pasal) ketentuan umum.
2. Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut
kriteria yang dijadikan dasar pembagian.
C.2.c Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
•
Ketentuan Pidana memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan Pidana
atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau
perintah.
•
Dalam merumuskan ketentuan pidana perlu diperhatikan asas-asas umum
ketentuan pidana yang terdapat dalam buku ke satu Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
•
Dalam menentukan lamanya sanksi pidana atau banyaknya denda perlu
dipertimbangkan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh sanksi pidana
dalam masyarakat serta unsur kesalahan pelaku.
•
Ketentuan Pidana ditempatkan dalam Bab tersendiri yaitu BAB KETENTUAN
PIDANA yang letaknya sesudah materi pokok yang diatur atau sebelum BAB
KETENTUAN PERALIHAN. Jika ketentuan peralihan tidak ada, letaknya
adalah sebelum BAB KETENTUAN PENUTUP.
•
Jika di dalam Peraturan Daerah tidak diadakan pengelompokan (Bab per
bab), ketentuan Pidana ditempatkan dalam pasal yang terletak langsung
sebelum pasal yang berisi ketentuan peralihan, ketentuan Pidana diletakkan
sebelum pasal penutup.
•
Ketentuan Pidana harus menyebutkan secara tegas nama larangan atau
perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal yang memuat norma
tersebut. Dengan demikian perlu dihindari :
a. pengacuan kepada ketentuan Pidana perundang-undangan lain;
b. pengacuan kepada kitab Undang-Undang Hukum Pidana, apabila norma yang
diacu tidak sama elemen atau unsur-unsurnya.
•
Jika ketentuan pidana berlaku pada siapapun, subyek dari ketentuan pidana
dirumuskan dengan frase setiap orang.
•
Sehubungan dengan adanya perbedaan antara tindak pidana kejahatan dan
tindak pidana pelanggaran di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
rumusan ketentuan pidana harus menyatakan secara tegas apakah
perbuatan yang diancam dengan pidana itu dikualifikasikan sebagai
pelanggaran.
C.2.e Ketentuan Penutup
•
Ketentuan penutup ditempatkan dalam bab terakhir jika tidak diadakan
pengelompokan bab ketentuan penutup ditempatkan dalam pasal terakhir.
•
Pada umumnya ketentuan penutup memuat ketentuan mengenai :
•
penunjukan organ atau alat perlengkapan yang melaksanakan
peraturan Daerah;
•
•
nama singkat;
•
status Peraturan Daerah yang sudah ada;
•
saat mulai berlaku Peraturan Daerah.
Ketentuan penutup Peraturan Daerah dapat memuat pelaksanaan peraturan
perundang-undangan yang bersifat :
•
menjalankan (eksekutif) misalnya penunjukan pejabat tertentu yang
diberi kewenangan untuk memberikan ijin mengangkat pegawai, dan
lain-lain.
•
mengatur (legislatif), misalnya memberikan kewenangan untuk
membuat peraturan pelaksanaan.
•
Bagi nama Peraturan Daerah yang panjang dapat dimuat ketentuan
mengenai nama singkat (judul kutipan). Dengan nama memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
•
nomor dan tahun pengeluaran Peraturan yang bersangkutan tidak
dicantumkan.
•
nama singkat bukan berupa singkatan atau akronim kecuali jika singkatan
atau akronim itu sudah sangat terkenal dan tidak menimbulkan salah
pengertian.
•
Nama singkat tidak memuat pengertian menyimpang dari isi dan nama
peraturan.
•
Hindari memberikan nama singkat bagi nama Peraturan Daerah yang
sebenarnya sudah singkat.
•
Hindari penggunaan sinonim sebagai nama singkat.
•
Jika materi dalam Peraturan Daerah baru menyebabkan perlunya
penggantian seluruh atau sebagian materi dalam Peraturan Daerah lama, di
dalam peraturan perundang-undangan harus secara tegas diatur mengenai
pencabutan seluruh atau sebagian Peraturan Daerah lama.
•
Rumusan pencabutan diawali dengan frase pada saat Peraturan Daerah ini
mulai berlaku, kecuali untuk pencabutan yang dilakukan dengan Peraturan
Daerah pencabutan tersendiri.
•
Demi kepastian hukum, pencabutan Peraturan Daerah hendaknya secara
umum tetapi menyebutkan dengan tegas Peraturan Daerah mana yang
dicabut.
11.Untuk mencabut Peraturan Daerah yang telah diundangkan dan mulai berlaku,
gunakan frase dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Contoh untuk nomor 9,10 dan 11 :
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Nomor ... Tahun ...
tentang ... (Lembaran Daerah Tahun ... Nomor ...) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
12.Jika jumlah Peraturan Daerah yang dicabut lebih dari 1 (satu), dapat
dipertimbangkan cara penulisan dengan rincian dalam bentuk tabulasi.
Contoh :
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku :
•
Peraturan Daerah Nomor ... Tahun ... tentang ...
•
Peraturan Daerah Nomor ... Tahun ... tentang ...
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
•
Pencabutan Peraturan Daerah harus disertai dengan keterangan mengenai
status hukum dari peraturan pelaksanaan, peraturan lebih rendah atau
keputusan yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Daerah yang
dicabut.
•
Untuk mencabut Peraturan Daerah yang telah diundangkan tetapi belum
mulai berlaku, gunakan frase ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku.
Contoh :
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Nomor ...
Tahun ... tentang ... (Lembaran Daerah Tahun ... Nomor ...) ditarik kembali
dan dinyatakan tidak berlaku.
•
Pada dasarnya setiap Peraturan Daerah mulai berlaku pada saat peraturan
yang bersangkutan diundangkan.
•
Jika ada penyimpangan terhadap saat mulai berlakunya Peraturan Daerah
yang bersangkutan pada saat diundangkan, hal ini hendaknya dinyatakan
secara tegas di dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan dengan :
•
menentukan tanggal tertentu saat Peraturan Daerah akan berlaku
•
Menyerahkan penetapan saat mulai berlakunya kepada Peraturan
Daerah lain yang tingkatannya sama, jika yang diberlakukannya itu
kodifikasi, atau oleh Peraturan Daerah lain yang lebih rendah.
•
Dengan menentukan lewatnya tenggang waktu tertentu sejak saat
pengundangan atau penetapan. Agar tidak menimbulkan kekeliruan
penafsiran gunakan frase setelah ... (tenggang waktu) sejak ...
•
Hindari frase ... mulai berlaku efektif pada tanggal ... atau sejenisnya, karena
frase ini menimbulkan ketidakpastian mengenai saat resmi berlakunya suatu
Peraturan Daerah saat pengundangan atau saat berlaku efektif.
•
Pada dasarnya saat mulai berlaku Peraturan Daerah adalah sama bagi
seluruh bagian Peraturan Daerah dan seluruh wilayah Daerah.
•
Pada dasarnya saat mulai berlakunya Peraturan Daerah tidak dapat
ditentukan lebih awal daripada saat pengundangannya.
•
Saat mulai berlakunya Peraturan Daerah pelaksanaanya tidak boleh
ditetapkan lebih awal daripada saat mulai berlaku Peraturan Daerah yang
mendasarinya.
•
Peraturan Daerah hanya dapat dicabut dengan Peraturan Daerah yang
tingkatannya sama atau lebih tinggi.
D. Penutup
•
Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Daerah dan memuat :
•
rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Daerah
dalam Lembaran Daerah;
•
•
penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan Daerah;
•
pengundangan Peraturan Daerah ;
•
akhir bagian penutup.
Rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Daerah dalam
Lembaran Daerah sebagai berikut :
contoh :
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah.
•
Penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan Daerah memuat :
•
tempat dan tanggal pengesahan dan penetapan;
•
nama jabatan;
•
tanda tangan pejabat; dan
•
nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan
pangkat.
•
Rumusan tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan diletakkan di
sebelah kanan.
•
Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital, pada akhir
nama
E. Penjelasan (Jika diperlukan)
(1) Peraturan Daerah dapat diberi penjelasan, jika diperlukan.
(2) Penjelasan berfungsi tafsiran resmi pembentukan Peraturan Daerah atas norma
tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian atau
jabaran lebih lanjut dari norma yang diatur dalam batang tubuh. Dengan demikian,
penjelasan hanya memuat uraian atau jabaran lebih lanjut dari norma yang diatur
dalam batang tubuh. Dengan demikian, penjelasan sebagai sarana untuk
memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya
ketidakjelasan dari norma yang dijelaskan.
(3) Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat
peraturan lebih lanjut. Oleh karena itu, hindari membuat rumusan norma di dalam
bagian penjelasan.
(4) Dalam penjelasan dihindari rumusan yang isinya memuat perubahan
terselubung terhadap ketentuan Peraturan Daerah.
(5) Naskah penjelasan disusun bersama-sama dengan penyusunan rancangan
peraturan daerah yang bersangkutan.
(6) Judul penjelasan Peraturan Daerah sama dengan judul Peraturan Daerah yang
bersangkutan.
F. Lampiran (Jika diperlukan)
Dalam hal Peraturan Daerah memerlukan lampiran, hal tersebut harus dinyatakan
dalam batang tubuh dan pernyataan bahwa lampiran tersebut merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah yang bersangkutan. Pada akhir
lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang menetapkan
Peraturan Daerah yang bersangkutan.
WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA
NOMOR 2 TAHUN 2019
TENTANG
KAWASAN TANPA ROKOK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA SURABAYA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Negara menjamin hak setiap orang untuk
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat;
a,Pemerintah Kota Surabaya telah menetapkan PeraturanDaerah Kota Surabaya
Nomor 5 Tahun 2008 tentangKawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas
Merokok;
b.bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan hidup yangbaik dan sehat,
sebagaimana dimaksud dalam huruf
c.bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 52 Peraturan Pemerintah
Nomor 109 Tahun 2012 tentangPengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif
BerupaProduk Tembakau Bagi Kesehatan, perlu menetapkanPeraturan Daerah
tentang Kawasan Tanpa Rokok;
d.bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 52 PeraturanPemerintah Nomor 109 Tahun
2012
tentang
PengamananBahan
yang
Mengandung
Zat
Adiktif
Berupa
ProdukTembakau Bagi Kesehatan dan Ketentuan Pasal 6 PeraturanBersama
Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam NegeriNomor 188/MENKES/PB/I/2011 dan
Nomor 7 Tahun 2011tentang Pedoman Kawasan Tanpa Rokok, ketentuanmengenai
Kawasan Tanpa Rokok ditetapkan denganPeraturan Daerah, sehingga Peraturan
Daerah KotaSurabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan TanpaRokok dan
Kawasan Terbatas Merokok, sebagaimanadimaksud dalam huruf b, perlu ditinjau
kembali;
e.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d, perlumenetapkan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa
Rokok.
Mengingat:
•
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
•
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang PembentukanDaerah Kota
Besar dalam Lingkungan Propinsi JawaTimur/Jawa Tengah/Jawa Barat dan
Daerah IstimewaYogyakarta sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965Nomor 19
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2730);
•
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3495);
•
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 144 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063);
•
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5234);
•
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5494);
•
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5587) sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5679);
•
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 74 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5175);
•
Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan
Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tambahan Terhadap
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 278 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5380);
•
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2017 Nomor 73 Tambahan Lembaran Negara Nomor 6041);
•
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
•
Peraturan Bersama Menteri Kesehatan Nomor 188/Menkes/PB/I/2011 dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kawasan Tanpa Rokok;
•
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015
tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah (Berita Negara Tahun
2015 Nomor 1982);
•
Peraturan
Menteri
Dalam
Negeri
Nomor
80
Tahun
2015
tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Tahun 2015 Nomor
2036) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 120 Tahun 2018 (Berita Negara Tahun 2018 Nomor 157);
•
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 18 Tahun 2014 tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2014 Nomor
18 Tambahan Lembaran Daerah Kota Surabaya Nomor 16).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURABAYA
dan
WALIKOTA SURABAYA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
•
Daerah adalah Kota Surabaya.
•
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Surabaya.
•
Walikota adalah Walikota Surabaya.
•
Setiap orang adalah orang perorangan atau badan, baik yang
berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum.
•
Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk
dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek,
rokok putih, cerutu, rokok elektrik, vape, sisha atau bentuk lainnya
yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan
spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin
dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.
•
Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan
dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,
mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.
•
Tempat
Khusus
Untuk
Merokok
adalah
ruangan/tempatyang
diperuntukkan khusus untuk kegiatan merokok yangberada di dalam
Kawasan Tanpa Rokok.
•
Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutupatau terbuka,
bergerak atau tetap dimana tenaga kerjabekerja, atau yang sering
dimasuki tenaga kerja untukkeperluan suatu usaha dan dimana
terdapat sumber atausumber – sumber bahaya.
•
Tempat proses belajar mengajar adalah tempat yangdimanfaatkan
untuk kegiatan belajar dan mengajardan/atau pendidikan dan/atau
pelatihan.
•
Sarana
kesehatan
untukmenyelenggarakan
adalah
upaya
tempat
yang
kesehatan
digunakan
baik
promotif,
preventif,kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan olehPemerintah,
Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.
•
Arena
kegiatan
anak–anak
adalah
tempat
atau
arena
yangdiperuntukkan untuk kegiatan anak–anak.
•
Tempat
ibadah
adalah
tempat
yang
digunakan
untukkegiatan
keagamaan.
•
Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakatyang dapat
berupa kendaraan darat, air, dan udara.
•
Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapatdiakses oleh
masyarakat umum dan/atau tempat yang dapatdimanfaatkan bersamasama untuk kegiatan masyarakat yangdikelola oleh pemerintah,
swasta, dan/atau masyarakat.
•
Tempat lainnya adalah tempat terbuka tertentu yangdimanfaatkan
bersama-sama untuk kegiatan masyarakat.
•
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkatPegawai
ASN adalah Pegawai ASN Pemerintah Kota Surabaya.
BAB II
TUJUAN PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK
Pasal 2
Penetapan Kawasan Tanpa Rokok antara lain bertujuan untuk:
A. menciptakan ruang dan lingkungan hidup yang bersih dansehat;
b.melindungi kesehatanperseorangan, keluarga dan masyarakat dari bahaya rokok;
c.melindungi kesehatan masyarakat dari asap rokok orang lain;
d.melindungi penduduk usia produktif, usia remaja danperempuan hamil dari
dorongan dan pengaruh iklan sertapromosi untuk inisiasi penggunaan dan
ketergantunganterhadap rokok;
e.meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakatakan bahaya rokok
BAB III
PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK
Pasal 3
•
Kawasan Tanpa Rokok di daerah meliputi:
•
sarana kesehatan;
•
tempat proses belajar mengajar;
•
arena kegiatan anak;
•
tempat ibadah
•
.angkutan umum;
•
tempat kerja
•
.tempat umum; dan
•
tempat lainnya.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Walikota.
BAB IV
LARANGAN
Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang merokok di dalam Kawasan Tanpa Rokok.
(2) Setiap orang yang berada dalam Kawasan Tanpa Rokok dilarang melakukan
kegiatan:
a.memproduksi atau membuat produk tembakau;
b.menjual produk tembakau;
c.menyelenggarakan iklan produk tembakau; dan/atau
d.mempromosikan produk tembakau.
Pasal 5
(1) Larangan kegiatan menjual, menyelenggarakan iklan dan/atau mempromosikan
produk tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, huruf c
dan huruf d tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan
Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
(2) Larangan kegiatan memproduksi atau membuat produk tembakau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a tidak berlaku bagi tempat yang digunakan
untuk kegiatan produksi Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
Pasal 6
(1) Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e dilarang menyediakan tempat khusus untuk
merokok dan menyelenggarakan Kawasan Tanpa Rokok yang bebas asap rokok
hingga batas terluar lahan.
(2) Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f,
huruf g dan huruf h menyediakan tempat khusus untuk merokok.
(3) Setiap orang dilarang merokok selain di tempat khusus untuk merokok pada
kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f, huruf g
dan huruf h.
(4) Tempat khusus untuk merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan:
a. merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara
luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik; dan
b. terpisah dari tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk
beraktivitas.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tempat Khusus Merokok sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Walikota.
Pasal 7
Setiap orang dilarang menjual rokok:
a. menggunakan mesin layanan mandiri;
b. kepada siswa atau anak di bawah usia 18 (delapan belas) tahun; dan/atau
c. kepada perempuan hamil.
BAB V
KEWAJIBAN PIMPINAN ATAU PENANGGUNG JAWAB
KAWASAN TANPA ROKOK
Pasal 8
(1) Pimpinan atau penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e wajib
untuk:
a. melakukan pengawasan internal pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi
tanggung jawabnya;
b. membuat dan memasang tanda/petunjuk/peringatan larangan merokok di pintu
masuk dan lokasi-lokasi yang berpencahayaan cukup serta mudah terlihat dan
terbaca;
c. memberikan teguran dan/atau peringatan kepada setiap orang yang melanggar
ketentuan Pasal 4.
(2) Pimpinan atau penanggung jawab Kawasan Tanpa Merokok sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f, huruf g dan huruf h wajib untuk:
a. melakukan pengawasan internal pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi
tanggung jawabnya;
b. menyediakan tempat khusus untuk merokok apabila pada kawasan tanpa rokok
dimaksud masih memperkenankan aktivitas merokok;
c. membuat dan memasang tanda/ petunjuk/peringatan larangan merokok di pintu
masuk dan lokasi-lokasi yang berpencahayaan cukup serta mudah terlihat dan
terbaca, dan tanda/ petunjuk ruangan boleh merokok pada tempat khusus merokok;
d. memberikan teguran dan peringatan kepada setiap orang yang melanggar
ketentuan Pasal 6 ayat (3).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanda/petunjuk/peringatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b diatur dalam Peraturan
Walikota.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 9
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok di
Daerah.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh
perorangan, kelompok, badan hukum atau badan usaha, dan lembaga atau
organisasi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
dengan cara:
a. memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbanganberkenaan dengan
penentuan kebijakan yang terkaitdengan Kawasan Tanpa Rokok;
b. melakukan pengadaan dan pemberian bantuan saranadan prasarana yang
diperlukan untuk mewujudkanKawasan Tanpa Rokok;
c. ikut serta dalam memberikan bimbingan dan penyuluhanserta penyebarluasan
informasi kepada masyarakat;
d. ikut serta menciptakan Kawasan Tanpa Rokok dilingkungan masing-masing;
e. mengingatkan setiap orang yang melanggar ketentuanPasal 4 atau Pasal 6 ayat
(3);
f. melaporkan setiap orang yang terbukti melanggarketentuan Pasal 4 atau Pasal 6
ayat (3) kepadapimpinan/penanggungjawab Kawasan Tanpa Rokok.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 10
(1) Walikota berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan sebagai upaya
mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok di Daerah.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.penyebarluasan informasi dapat berupa bimbingan,sosialisasi, penyuluhan,
edukasi dan pengembangankemampuan masyarakat berperilaku hidup sehat;
b.memotivasi dan membangun partisipasi masyarakatuntuk hidup sehat tanpa asap
rokok; dan/atau
c.melakukan monitoring dan evaluasi terhadap KawasanTanpa Rokok.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemantauan
atas ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku pada Kawasan Tanpa Rokok.
(4) Dalam rangka efektifitas pembinaan dan pengawasan maka Walikota
membentuk Satuan Tugas Penegak Kawasan Tanpa Rokok.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.
BAB VIII
PENGHARGAAN
Pasal 11
Setiap orang/Kelompok Masyarakat, Pimpinan atau penanggung jawab Kawasan
Tanpa Rokok yang berkontribusi terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah akan
diberikan penghargaan dari Pemerintah Daerah sesuai ketentuan yang berlaku.
BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 12
(1) Walikota berwenang memberikan sanksi administratif bagi setiap orang yang
melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1), Pasal 4 ayat (2), Pasal 6 ayat (1), Pasal 6
ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1) dan/atau Pasal 8 ayat (2).
(2) Sanksi administratif bagi setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1)
dan/atau Pasal 6 ayat (3) adalah denda sebesar Rp.250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah).
(3) Pegawai ASN yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan/atau Pasal 6 ayat
(3) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Sanksi administratif bagi setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat
(2), Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1) dan/atau Pasal 8 ayat (2) berupa:
a.teguran lisan;
b.peringatan tertulis;
c.penghentian sementara kegiatan;
d.denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh jutarupiah); dan/atau
e.pencabutan izin.
(5) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) harus disetorkan ke
Rekening Kas Umum Daerah.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB X
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 13
(1) Penyidikan terhadap tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan
oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah.
(2) Penyidik dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai wewenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak
pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
d. melakukan penyitaan benda atau surat ;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang ;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara ;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik
POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan
tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada
penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berwenang melakukan
penangkapan dan/atau penahanan.
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), membuat
berita acara setiap tindakan dalam hal:
a. pemeriksaan tersangka;
b. memasuki tempat tertutup;
c. penyitaan barang;
d.pemeriksaan saksi;
e.pemeriksaan di tempat kejadian;
f.pengambilan sidik jari dan pemotretan
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 14
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1), Pasal 4 ayat (2), Pasal
6 ayat (1), Pasal 6 ayat (3), Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9 ayat (1) dan/atau Pasal 9 ayat
(2) diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Nomor 5
Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok
(Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2008 Nomor 5), dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
(2) Peraturan Kepala Daerah sebagai peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah
ini ditetapkan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak berlakunya
Peraturan Daerah ini.
Pasal 16
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Surabaya.
Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 22 April 2019
WALIKOTA SURABAYA,
ttd.
TRI RISMAHARINI
Diundangkan di ……
Diundangkan di Surabaya
pada tanggal 22 April April 2019
SEKRETARIS DAERAH KOTA SURABAYA,
ttd.
HENDRO GUNAWAN
LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA TAHUN 2019 NOMOR 2
NOREG PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 71-2/2019
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGIAN HUKUM,
IRA TURSILOWATI, SH., M.H.
Pembina Tingkat I
NIP. 19691017 199303 2 006
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA
NOMOR 2 TAHUN 2019
TENTANG
KAWASAN TANPA ROKOK
I. UMUM
Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan
bahaya kesehatan bagi individu dan masyarakat, oleh karena dalam rokok terdapat
kurang lebih 4.000 (empat ribu) zat kimia antara lain nikotin yang bersifat adiktif dan
tar yang bersifat karsiogenik, yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit antara
lain kanker, penyakit jantung, impotensi, penyakit darah tinggi, enfisema, bronchitis
kronik dan gangguan kehamilan.
Pengamanan rokok bagi kesehatan perlu dilakukan dengan pemberian informasi
tentang kandungan kadar nikotin dan tar pada setiap batang rokok, pencantuman
peringatan pada label, pengaturan produksi dan penjualan rokok, periklanan dan
promosi rokok. Selain itu perlu ditetapkan Kawasan Tanpa Rokok pada sarana
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah,
angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum.
Dalam upaya penanggulangan bahaya akibat merokok dan agar implementasinya
lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan Peraturan Daerah tentang Kawasan
Tanpa Rokok, dengan tujuan:
a. melindungi kesehatan dari bahaya akibat merokok;
b. membudayakan hidup sehat;
c. menekan perokok pemula;
d. melindungi perokok pasif.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas 2
Pasal 8.
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2
.
Download