Uploaded by User51054

kabi

advertisement
Sifat fisik semen
Sifat fisik dari semen adalah bahan berbutir halus yang lolos ayakan 2 µm dan
mempunyai berat jenis antara 3 sampai 3,15 gr/cm3.
Sifat Fisika dan Sifat Kimia Semen
2.3.1 Sifat Fisika Semen
a. Kehalusan Butir (Fineness / Blaine)
Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Semakin
halus butiran semen maka luas permukaan butir untuk suatu jumlah berat
semen tertentu menjadi lebih besar sehingga jumlah air yang dibutuhkan
juga banyak. Semakin halus butiran semen maka proses hidrasinya
semakin cepat sehingga semen mempunyai kekuatan awal tinggi. Selain
itu butiran semen yang halus akan mengurangi bleeding, tetapi semen
cenderung terjadi penyusutan yang besar dan mempermudah terjadinya
retak susut pada beton. Tingkat kehalusan semen diuji dengan alat
Blaine.
b. Berat jenis dan berat isi
Berat jenis semen berkisar antara 3,10 – 3,30 gram/cm3 dengan berat
jenis rata-rata sebesar 3,15 gram/cm3
. BJ semen penting untuk diketahui
karena dengan mengetahui BJ semen akan dapat dilihat kualitas semen
itu. Semen yang mempunyai BJ < 3,0 biasanya pembakarannya kurang
sempurna atau tercampur dengan bahan lain atau sebagian semen telah
mengeras, ini berarti kualitas semen turun. Berat isi gembur semen
kurang lebih 1,1 kg/liter, sedang berat isi padat semen sebesar 1,5
kg/liter. Di dalam praktek biasanya digunakan berat isi rata-rata sebesar
1,25 kg/liter.
c. Waktu pengikatan
Waktu ikat adalah waktu yang dibutuhkan semen untuk mengeras mulai
semen bereaksi dengan air sampai pasta semen mengeras dan cukup kaku
untuk menahan tekanan. Waktu ikat semen ada dua, yaitu waktu ikat
awal (initial setting time), adalah waktu dari pencampuran semen dengan
air sampai pasta semen hilang sifat keplastisannya, dan waktu ikat akhir
(final setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen sampai
beton mengeras. Waktu ikat awal semen berkisar antara 1-2 jam tetapi
tidak boleh kurang dari 1 jam atau lebih dari 8 jam. Waktu ikat awal
semen sangat penting diketahui untuk mengontrol pekerjaan beton.
Untuk tujuan-tujuan tertentu kadang-kadang dibutuhkan waktu initial
setting time lebih dari 2 jam. Biasanya waktu yang lebih lama ini
digunakan untuk pengangkutan beton (transportasi), penuangan,
pemadatan dan finishing. Waktu ikatan semen akan lebih pendek apabila
temperaturnya lebih dari 30°C. Waktu ikat ini sangat dipengaruhi oleh
jumlah air dan lingkungan sekitarnya.
d. Kekekalan bentuk
Kekekalan bentuk adalah sifat dari pasta semen yang telah mengeras,
dimana bila pasta tersebut dibuat bentuk tertentu bentuk itu tidak
berubah. Ketidakkekalan semen disebabkan oleh jumlah kapur bebas
yang berlebihan dan magnesia yang terdapat pada semen. Kapur bebas
yang terdapat di dalam adukan akan mengikat air dan menimbulkan gaya
yang bersifat ekpansif. Alat yang digunakan untuk menguji sifat
kekekalan semen adalah “Autoclave Expansion of Portland Cement”
(ASTM C-151).
e. Kekuatan semen
Kuat tekan semen sangat penting karena akan sangat berpengaruh
terhadap kekuatan beton. Kuat tekan semen ini merupakan gambaran
kemampuan semen dalam melakukan pengikatan (daya rekatnya) sebagai
bahan pengikat. Kuat tekan semen diuji dengan cara membuat benda uji
terdiri dari semen dan pasir standar ottawa dengan perbandingan tertentu
dan dibuat kubus 5 x 5 x 5 cm. Benda uji tersebut kemudian dilakukan
perawatan (curing) dengan cara direndam dalam air. Setelah berumur 3,
7, dan 28 hari benda uji diuji kuat tekannya.
f. Pengikatan awal palsu
Yaitu pengikatan awal semen yang terjadi kurang dari 60 menit, dimana
setelah semen dicampur dengan air segera nampak adonan menjadi
kaku. Setelah pengikatan awal palsu ini berakhir, adonan dapat diaduk
kembali. Pengikatan ini sifatnya hanya mengacau saja dan tidak
mempengaruhi sifat semen yang lain. Pengikatan awal palsu terjadi
karena pengaruh gips yang terdapat pada semen tidak bekerja
sebagaimana mestinya. Seharusnya fungsi gips pada semen adalah
memperlambat pengikatan, tetapi karena gips yang terdapat dalam semen
terurai maka gips ini justru mempercepat pengikatan awalnya.
2.3.2 Sifat Kimia Semen
Semen portland dibuat dari serbuk mineral kristalin yang komposisi
utamanya disebut mayor oksida, terdiri dari : kalsium atau batu kapur
(CaCO3), aluminium oksida (Al2O3), pasir silikat (SiO2), dan bijih besi
(Fe2O3) serta senyawa-senyawa lain yang jumlahnya hanya beberapa persen
dari jumlah semen yaitu minor oksida yang terdiri dari : MgO, SO3, K2O,
Na2O.
Empat unsur yang paling penting dalam semen adalah:
1. Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO3
Berpengaruh besar terhadap pengerasan awal semen terutama
sebelum mencapai 15 hari
2. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2
Berpengaruh besar terhadap pengerasan semen setelah mencapai
umur sekitar 14 -28 hari. Unsur C2S ini juga membuat semen tahan
terhadap serangan kimia (chemical attack) dan juga mengurangi
besar susutan pengeringan.
3. Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3
Berpengaruh besar terhadap pengerasan semen sesudah 24 jam.
4. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3
Kurang begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan semen atau
beton.
Sifat kimia semen
Semen mengandung C3S dan C2S sebesar 70% sampai dengan 80%. Unsur- unsur ini
merupakan unsur paling dominan dalam memberikan sifat semen. C3S segera mulai
berhidrasi bila semen terkena air secara eksotermis. Berpengaruh besar terhadap
pengerasan semen terutama sebelum mencapai umur 14 hari. Membutuhkan air 24 % dari
beratnya. C2S bereaksi dengan air lebih lambat dan hanya berpengaruh terhadap pengerasan
semen setelah 7 hari dan memberikan kekuatan akhir. Unsur ini membuat semen tahan
terhadap serangan kimia dan mengurangi penyusutan karena pengeringan. Membutuhkan air
21% dari beratnya. C3A berhidrasi secara eksotermis, bereaksi secara cepat dan memberikan
kekuatan sesudah 24 jam. Membutuhkan air 40% dari beratnya. Semen yang mengandung
unsur ini lebih dari 10% kurang tahan terhadap serangan sulfat. C4AF kurang begitu besar
pengaruhnya terhadap pengerasan beton.
hanya 8 (delapan) parameter yang WAJIB Penerapannya, yakni : Dimensi dan Mutu Permukaan, Kuat
Patah dan Modulus Lentur, Penyerapan Air, Deep Abrasi, Surface Abrasi, Ketahanan Retak
Glasir, Ketahanan terhadap Bahan Kimia, Ketahanan terhadap Noda.
DIVERGEN M.O.R
Adapun beberapa sifat fisik batuan yang penting di dalam keteknikan, yaitu:
Salah satu klasifikasi derajat kelapukan yang mudah diterapkan adalah klasifikasi
menurut Pangular dan Nugroho, 1980 (Tabel 3.1).
Tabel 3.1 Derajat pelapukan batuan (Pangular dan Nugroho, 1980)
3.6.
Tinjauan Umum Pengujian Kuat Tekan
Uji kuat tekan sebagai salah satu sifat teknis, penting dilakukan untuk
mengetahui titik hancur batuan terhadap pemberian tekanan maksimum. Oleh
karena itu sebelum dilakukan uji tersebut, perlu diperhatiakan faktor-faktor
yang akan mempengaruhi hasil pengujian kuat tekan batuan. Menurut Brotodiharjo
(1979), faktor-faktor yang berpengaruh adalah sebagai berikut:
1.
Faktor dalam (intern), meliputi mineralogi ukuran butiran dan porosit
as.
Pengaruh faktor dalam pada dasarnya tergantung macam batuan yang diuji
sehingga akan jelas tampak perbedaan kuat tekan batuan beku dengan
sedimen dan metamorf.
2.
Faktor luar (ekstern), meliputi gaya gesekan antara bidang plat penekan
dengan ujung-ujung contoh batuan.
Menurut Zhanski, 1954 dan vide Brotodiharjo, 1979 bahwa dengan adanya
gaya gesekan (fraction) yang terjadi antara bidang plat penekan dengan ujungujung contoh batuan, maka harga kuat tekan yang ditentukan dapat bertambah bes
ar dari pada uji tanpa gesekan. Menurut Stagg dan Zienkiewics, 1975, kuat tekan
batuan akan berkurang apabila ukuran panjangnya semakin bertambah
dibandingkan luas penampangnya. Tetapi untuk mengantisipasi adanya pengaruh
tersebut, Departemen Pekerjaan Umum telah menetapkan standar ukuran 5x5x5c
m3 pada contoh batuan yang akan diuji dalam bentuk kubus. Berdasarkan Standar
Bina Marga (1976), batuan yang yang digunakan untuk bahan konstruksi adalah :
1. Sebagai beton bangunan rumah minimal kuat tekannya 200kg/cm2.
2. Sebagai beton konstruksi jalan minimal kuat tekannya 350kg/cm2.
3. Sebagai beton tiang pancang minimal kuat tekannya 500kg/cm2.
4. Sebagai bahan landasan pacu pesawat terbang minimal kuat tekannya
1000kg/cm2.
Tabel 3.2 Klasifikasi material beban berdasarkan kekuatan
tekannya Stapledon (1986, vide Brotodiharjo,
1979).
Untuk
menentukan
kualitas
suatu
batuan
sebagai
bahan
pondasi bangunan berdasarkan Standar Industri Indonesia, (1980), (Tabel 3.3)
dilakukan penelitian laboratorium yang meliputi pengujian analisis kuat tekan.
Tabel 3.3. Syarat mutu batuan bahan bangunan menurut Standar Industri
Indonesia (SSI.0378 – 80) (dalam Sukartono, 1999).
Tentang pengaruh bentuk contoh batuan terhadap kuat tekan, ada yang
mengatakan
bahwa
contoh
berbentuk
silinder
selalu
lebih
besar
kekuatan tekanannya dari pada contoh batuan yang berbentuk kubus, tetapi ada
juga yang menyatakan sebaliknya. Grovener dan Price (1963) dalam Brotodiharjo,
(1979) mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan kuat tekan yang terjadi pada
kedua macam bentuk contoh batuan tersebut dan kalaupun ada perbedaan sangat
kecil sehingga dapat diabaikan.
Download