Uploaded by Omay Komarudin

Rancangan Proposal Disertasi

advertisement
PROPOSAL DISERTASI
PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM TAHFIDZ QUR’AN DI SEKOLAH
BERBASIS PESANTREN
(Studi Multi Kasus di Sekolah Boarding School Tasikmalaya)
Oleh
OMAY KOMARUDIN, M.Pd.I
Nomor Peserta: 2019030208
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Menghafal al-Qur‟an ialah suatu amal ibadah, akan mengalami banyak hambatan dan
rintangan, baik dari dalam maupun dari luar dirinya, apalagi di zaman sekarang di mana arus
modernisasi dan globalisasi tidak dapat dihindarkan. Hal ini membawa dampak psikologis
dan tantangan tersendiri bagi siapa saja yang menghafalkannya. Oleh karena itu diperlukan
strategi menghafal Alquran yang sistematis untuk menunjang keberhasilan mereka dalam
menghafal al-Qur‟an.
Salah satu lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program tahfidz Al-Qur‟an
adalah Sekolah Boarding School Tasikmalaya. Pengelolaan kepengurusannya dilakukan
dengan kyai sebagai pengasuh utamanya. Dalam mengembangkan tahfizd qur‟an Sekolah
Boarding School Tasikmalaya mengembangkan kurikulum. Kurikulum merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran. Dapat kita bayangkan, bagaimana
bentuk pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran yang tidak memiliki kurikulum.
Dengan berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa
berlangsung.
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan.
Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan
pendidikan.10 Sebagai salah satu lembaga pendidikan, pondok pesantren pun harus
mempunyai kurikulum untuk menjalankan roda pendidikan di dalamnya.
Sekolah Boarding School Tasikmalaya ini menyelenggarakan pembelajaran dengan
menggunakan dua kurikulum, yaitu kurikulum dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) seperti mata pelajaran yang ada di sekolah pada umumnya. Sedangkan
kurikulum pesantren memuat segala bentuk pelajaran mengenai kepesantrenan seperti bahasa
arab, aqidah, tarikh islam, mahfudzat, dan sebagainya. Setiap minggunya santri harus
mengikuti sekolah formal dari pukul 07.00 hingga pukul 14.30 dengan mempelajari 24 mata
pelajaran baik kurikulum dari Kemendikbud maupun kurikulum Pesantren. Perpaduan
kurikulum di atas menjadi salah satu ciri khas Sekolah Boarding School Tasikmalaya yang
didedikasikan untuk mencetak para santriwan/santriwati agar memiliki kompetensi baik di
bidang pengetahuan umum maupun di bidang pengetahuan agama.
Selain menggunakan dua kurikulum dalam pembelajarannya, Sekolah Boarding School
Tasikmalaya juga memiliki program unggulan yaitu Tahfidz Al-Qur‟an. Harapan lembaga
mengenai diadakannya program tahfidz Al-Qur‟an di Sekolah Boarding School Tasikmalaya ini
adalah, agar seluruh santriwan santriwati termotivasi untuk dapat menghafal Al-Qur‟an. Karena
fenomena saat ini, dengan diadakannya program acara tahfidz Al-Qur‟an di berbagai event baik
media elektronik maupun secara langsung diadakan oleh pemerintah dalam kategori musabaqah
hifdzil qur‟an. Paling tidak, lembaga tahfidz yang ada di bawah naungan Sekolah Boarding
School Tasikmalaya dapat memenuhi keinginan, harapan, cita-cita, santriwan santriwati maupun
orangtuanya. Untuk memenuhi itu semua, maka Sekolah Boarding School Tasikmalaya
mengerahkan tenaga-tenaga tahfidz yang professional berdasarkan Standar Operating Produce
(SOP) yang ada di lembaga ini. (Data ini diperoleh dari wawancara tidak terstruktur yang
dilakukan peneliti terhadap kepala lembaga tahfidzul qur‟an).
Dalam belajar hal yang menentukan adalah kemampuan ingatan dari peserta didik, karena
sebagian besar pelajaran di sekolah maupun di pesantren adalah mengingat. Namun yang
lebih penting dalam peranan proses belajar adalah kemampuan peserta didik untuk
memproduksi kembali pengetahuan yang sudah diterimanya dan menginternalisasikan nilainilai positif kedalam dirinya. Dalam menghafal peserta didik mempelajari sesuatu dengan
tujuan memproduksi kembali kelak dalam bentuk harfiah, sesuai dengan perumusan dan katakata yang terdapat dalam materi asli. Dengan demikian peserta didik dapat belajar bagaimana
cara-cara menghafal yang baik sehingga materi cepat dihafal dan tersimpan rapi dalam
memori otak yang pada suatu ketika siap untuk diproduksi secara harfiah pada saat
dibutuhkan.
PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM TAHFIDZ QUR’AN DI SEKOLAG
BERBASIS PESANTREN (Studi Multi Kasus di Sekolah Boarding School Tasikmalaya)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Tujuan dari pembelajaran Tahfidz Quran ?
2. Bagaimana Bahan/Isi dari pembelajaran Tahfidz Quran ?
3. Bagaimana Metode/Strategi pembelajaran Tahfidz Quran ?
4. Bagaimana Evaluasi dari pembelajaran Tahfidz Quran ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengkaji Tujuan pembelajaran Tahfidz Quran di Sekolah Boarding School
Tasikmalaya.
2. Untuk mengkaji Bahan/Isi dari pembelajaran Tahfidz Quran di Sekolah Boarding School
Tasikmalaya.
3. Untuk mengkaji Metode/Strategi pembelajaran Tahfidz Quran oleh Pondok Tahfidz
Terhadap Keberhasilan Menghafal Al-Quran di Sekolah Boarding School Tasikmalaya.
4. Untuk mengkaji Evaluasi pembelajaran Tahfidz Quran oleh Pondok Tahfidz Terhadap
Keberhasilan Menghafal Al-Quran di Sekolah Boarding School Tasikmalaya.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian antara lain:
1. Secara Teoretis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan, bahan reflektif
dan konstruktif dalam meningkatkan motivasi peserta didik dalam menghafal Al-Qur'an.
2. Secara praktis yaitu dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi para pelaku akademisi
pada konsentrasi ilmu terkait dalam mengembangkan dan meneliti lebih lanjut terkait hasil
dari penelitian serta apat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi instansi atau lembaga yang
dijadikan sebagai tempat penelitian.
E. Kajian Pustaka
1. Kurikulum Tahfidz Al-Qur‟an
1.a Pengertian kurikulum dan kompeonennya
1.b Pengertian Tahfidz Quran
Pengertian Al-Qur‟an secara etimologi bentuknya isim masdar, diambil dari kata ( - - – )
yang merupakan sinonim dengan kata , sesuai dengan wazan ‫ ف ن‬sebagaimana kata ‫ ن‬dan
kata ‫ن‬
mengandung arti yaitu bacaan atau kumpulan. Menurut Quraish Shihab secara terminologi
Al-Qur‟an didefinisikan sebagai “firman-firman Allah SWT yang disampaikan oleh malaikat
Jibril sesuai dengan redaksin-Nya kepada Nabi Muhammad”.
Tahfidz berasal dari bahasa Arab ( – ‫ ) – ي ظ‬yang
mempunyai arti menghafalkan, sedangkan kata “menghafal” berasal dari kata
11
“hafal” yang memiliki dua arti : (1) telah masuk dalam ingatan (tentang pelajaran), dan (2)
dapat mengucapkan di luar kepala (tanpa melihat buku atau catatan lain). Adapun arti
“menghafal” adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat.
Al-Qur‟an berasal dari kata qara`a artinya bacaan atau yang dibaca, sedangkan menurut
istilah Al-Qur‟an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan (diwahyukan ) kepada
Nabi Muhammad SAW. Melalui perantara malaikat Jibril yang diturunkan secara mutawatir
sebagai pedomat umat manusia didunia dan membacanya termasuk ibadah5.
Tahfidzhul Al-Qur'an terdiri dari dua kata yaitu tahfidzh dan Al- Qur'an. Kata tahfidzh secara
etimologi berasal dari kata Haffazah yang berarti menghafal, yang dalam bahasa Indonesia
berarti kata hafalan yang berarti termasuk ingatan, dapat mengungkapkan di luar kepala,
sehingga berarti berusaha meresap kedalam pikiran agar selalu ingat.
Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf definisi menghafal adalah “proses mengulang
sesuatu, baila dengan membaca atau mendengar”. Pekerjaan apapun jika sering diulang pasti
menjadi hafal9. Jika arti bahasa tidak berbeda dengan arti
9 Abdul
Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur;an Daiyah, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2004).
Hal 49.
istilah dari segi membaca diluar kepala, maka menghafal Al-Quran berbeda dengan penghafal
hadist, syair, hikmah dan lain-lainya dalam 2 pokok:
a. Hafal seluruh Al-Quran serta mencocokanya dengan sempurna Tidak bisa dikatakan al
hafidz bagi orang yang hafalanya setengah atau sepertiganya secara rasional. Karena jika
yang hafal setengah atau sepertiganya berpredikat al hafidz maka bias dikatakan bahwa
seluruh umat islam berpredikat al hafidz, sebab semuanya mungkin telah hafal surat alfatihah, karena surat alfatihah merupakan salah satu rukun shalat dari kebanyakan madzhab.
Maka istilah al hafidz (orang yang berpredikat hafal Al-Quran) adalah mutlak bagi orang
yang hafal keseluruhan dengan mencocokan dan menyempurnakan hafalanya menurut
aturanaturan bacaan serta dasar-dasar tajwid yang masyhur.
b. Senantiasa terus menerus dan sungguh-sungguh dalam menjaga hafalan dari lupa. Seorang
tahfidz harus hafal Al Quran seluruhnya. Maka apabila ada orang yang telah hafal kemudian
lupa atau lupa sebagian atau keseluruhan karena lalai atau lengah tanpa alas an seperti
ketuaan atau sakit, maka tidak dikatakan hafidz dan tidak berhak menyandang predikat
“penghafal Al Quran”
Menghafal Alquran, mengandung sikap meneladani Nabi Muhammad saw, karena beliau
sendiri menghafal Alquran dan senantiasa membacanya. Karena keteguhannya dalam
menghafal, Nabi Muhammad saw. senantiasa memperlihatkan hafalan tersebut kepada
malaikat Jibril, sekali dalam setahun. Pada tahun ketika beliau akan meninggal, dilakukannya
dua kali. Beliau juga mengajarkan dan menyampaikan hafalannya kepada para sahabat, dan
begitu pula sebaliknya.
Menghafal Alquran juga merupaku perbuatan yang meneladani perilaku ulama salaf, yang
menguasai Alquran melalui hafalan, memahami tafsirnya dan seluruh ilmunya, karena
Alquran merupakan fondasi dan induk bagi semua ilmu. Dalam hal ini, Imam Nawawi
mengatakan dalam kitab al-Majmu’ sebagaimana dikutip oleh Salim Badwilan: “Ulama salaf
tidaklah mengajarkan hadits dan fiqh kecuali kepada mereka yang menghafal al-Qur‟an.
Orang yang mahir membaca Alquran, bersama malaikat yang mulia dan ta‟at. Dalam hadis
riwayat Muslim dijelaskan: Seorang yang mahir membaca alquran akan bersama dengan para
malaikat yang mulia dan taat. Dan yang membaca Alquran, sedang ia terbata-bata serta
mengalami kesulitan dalam membacanya, maka ia mendapatkan dua pahala.
Orang yang menghafal Alquran akan dimasukkan ke dalam syurga. Hadis Nabi saw. yang
diriwayatkan Ibnu Majah menjelaskan: Siapa yang membaca Alquran dan menghafalnya,
Allah akan memasukkannya ke dalam syurga dan dapat membantu sepuluh orang
keluarganya yang seharusnya masuk neraka.
Selain hadis-hadis yang sudah disebutkan di atas, masih banyak hadis-hadis yang
menguraikan tentang keutamaan menghafal Alquran, yang oleh sebagaian ulama Alquran,
mengambil beberapa kesimpulan daripadanya. Di antaranya adalah Abdul Ad-Daim Al-Kahil
mengatakan: Ketika Anda menghafal Al-Qur‟an, Anda akan memiliki kekuatan sastra
disebabkan tingginya sastra di dalam ayat Al-Qur‟an dan Anda akan semakin mampu untuk
bergaul, berkorban, dan sabar dengan yang lainnya. Al-Qur‟an yang Anda hafal dan Anda
jaga hari ini akan menjadi teman Anda di alam kematian. Kemudaian Al-Qur‟an menjadi
penolong dan pemberi syafaat di hari ketika orang yang paling Anda cintai akan berlepas diri
dari Anda.
Selanjutnya tentang keutamaan orang yang menghafal Alquran, Raghib As-Sirjani
mengatakan: “Allah „Azzawajalla sangat meninggikan derajat dan martabat mereka, serta
melipat gandakan pahala mereka. Selain itu, Allah memerintahkan mukminin untuk
memuliakan dan memprioritaskan mereka dibandingkan yang lain.” Kemudian Ahsin Wijaya
mengemukakan beberapa faedah terpenting dari menghafal Alquran yaitu:” 1) Kebahagiaan
di dunia dan di akhirat; 2) Sakinah (Tenteram jiwanya); 3) Tajam ingatan dan bersih
intuisinya; 4) Bahtera ilmu; 5)Memiliki identitas yang baik dan berperilaku jujur; 6) Fasih
dalam berbicara, dan 7) Memiliki doa yang mustajab.
3. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai pengaruh penerapan manajemen sekolah berbasis pesantren terhadap
perilaku keagamaan peserta didik telah banyak dilakukan seperti yang dikemukakan beberapa
peneliti berikut:
a. Jurnal, yang diteliti oleh Heri Saptadi Ismanto, dengan judul “Faktor-Faktor Pendukung
Kemampuan Menghafal Al-Qur'an dan Implikasinya dalam Bimbingan Konseling (studi
kasus pada beberapa santri di pondok pesantren Raudlotul Quran di Semarang)” tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan faktor-faktor pendukung kemampuan santri dalam
menghafal Al-Qur'an di Semarang. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah
kualitatif bersifat derkriptif induktif. Dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) motivasi
menghafal Al-Qur'an berasal dari keluarga khususnya orang tua,
17
temen-temen sekolah atau sesame santri, guru, serta kyai pondok pesantren, 2) pengetahuan
dan pemahaman arti dan makna Al-Qur'an oleh santri pada umumnya mereka merasa kurang,
sebagai sikap rendah hati agar tidak disebut sombong, 3) cara belajar atau pengaturan dalam
menghafal Al-Qur'an yaitu khattam dalam waktu 3 tahun, 4) fasilitas yang mendukung
kemampuan menghafal Al-Qur'an antara lain asrama pondok, auala, ruang belajar untuk
setoran hafalan, mushalla dan masjid agung Kauman Semarang, 5)aplikasi menghafal AlQur'an dalam bimbingan dan konseling yaitu pada kegiatan layanan bimbingan belajar.
b. Penelitian yang dilakukan Sri Purwaningsih Romadhon dengan judul Implementsi
Pembelajaran Tahfidz dengan Pendekatan Humanistik pada Anak Berkebutuhan Khusus di
SD IT Hidayatullah Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan
yang bersifat deskritif kualitatif yang menggunakan teknik purposeful sampling dalam
menentukan subjek penelitiannya. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa guru bagi anak
berkebutuhan khusus memebuat perencanaan yang matang dalam perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi. Pendekatan humanistik dari guru tampak dalam sikap guru dalam menghadapi
siswa dengan melihat karakter siswa tiap harinnya. Keberhasilan dari implementasi
pembelajaran tahfidz dengan pendekatan hmanistik berdapak pada akhlak dan prilaku siswa,
siswa mampu mencapai target hafalan dengan baik seseuai dengan kemampuannya,
sosialisasi antar teman semakin baik, kepercayaan diri siswa yang tinggi.
18
Keberhasilan tersebut didukung dengan visi-misi kepala sekolah yang sejalan dengan visimisi sekolah dan adanya tim khusus untuk menangani masalah tahfidz yang berkopeten dan
humanis. Namun terdapat kendala yang menjadi penghambat yaitu sekolah belum memiliki
konsep pendidikan humanistic secara tertulis dan fasilitas sekolah seperti media elektronik
yang tidak ada.
Dari uraian di atas, yang menjadi perbedaan dalam penelitian yang penelitian dilakukan
adalah terdapat pada tempat penelitian, jika penelitian di atas melakukannya di sekolah dasar
sedangkan yang menjadi tempat penelitian ini dilakukan di madrasah aliyah. Selain itu
perbedaannya terdapat pada variable penelitian, jika dalam penelitian di atas menggunakan
implementasi pembelajaran tafhidz sedangkan yang peneliti gunakan yaitu tenntang
pendidikan tahfidz dan karakter peserta didik.
c. Jurnal Savitaningrum, dengan judul “Gambaran Pembelajaran Al-Qur'an Siswa SMA
(Studi Pada Siswa Sma Di Sumatra Selatan Dan Riau)” peneliti ini mengkaji tentang
gambaran pembelajaran Al-Qur'an bagi siswa SMA yang berkaitan dengan tingkat
kemampuan membaca Al-Qur'an dan kegiatan yang mendukung efektifitas pelaksanaan
pelajaran Al-Qur'an pada siswa SMA. Hasil temuannya menyatakan bahwa aspek-aspek yang
mempengaruhi kemampuan membaca Al-Qur'an ada dua, yaitu bersifat internal dan
eksternal. Dalam kaitanya dengan penelitianya, faktor-faktor tersebut kemudian dijabarkan
menjadi beberpa aspek, yaitu pendidikan sebelum SMA, usia belajar, waktu belajar, lama
belajar, tempat belajar, guru yang mengajar, materi, motivasi, kendala dan metode belajar.
Sedangkan metode penelitian
19
ditempuh dengan pendekatan kuantitatif, dimana teknik pengumpulan data melalui tes dan
pretes, wawancara, kuesioner, dan observasi. Sedangkan teknik pengambilan sampel adalah
dengan multi stage sampling.
d. Penelitian yang dilakukan Yusuf Efendi pada program pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta program studi Pendidikan Islam konsentrasi pendidikan Qur‟an Hadis dengan
judul Nilai Tanggungjawab dalam Pembelajaran Tahfiz Siswa MAK An-Nur di PP. An-Nur
Ngrukem Bantul. Penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif analisis dengan
pendekatan naturalistik dan menggunakan metode wawancara, observasi dan studi
dokumentasi dalam memperoleh data. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa siswa MA
An-Nur tidak hanya mempunyai kewajiban belajar saja, namun mereka juga memiliki
kesibukan lain yaitu menghafal al-Qur‟an. Dengan metode tahfiz yang digunakan di sekolah
tersebut berusaha untuk merangsang dan menanamkan nilai pendidikan karakter khususnya
nilai tanggungjawab agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata di lingkungan
sekitarnya. Selain perbedaan yang terdapat pada tempat penelitiannya, namun juga terdapat
pada variabel penelitiannya yaitu dengan mengkaji tebih khusus tentang nilai tanggungjawab
yang terdapat dalam metode pembelajaran tahfiz, sedangkan variabel yang digunakan peneliti
adalah mengkaji secara lebih umum terkait dengan pendidikan tahfiz qur‟an dan dampaknya
terhadap karakter peserta didik.
20
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, artinya berusaha mencari dan mengungkapkan
keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan data-data yang bersifat kualitatif berupa
kata-kata atau ungkapan, pendapat-pendapat dari subjek penelitian, baik secara lisan ataupun
tulisan. Saifuddin Azwar mengemukan bahwa “Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih
menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta analisis
terhadap dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dengan menggunakan logika
ilmiah” 10. Menurut Sugiyono bahwa:
Penelitian
kualitatif
sebagai
metode
penelitian
yang
berlandaskan
pada
filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti
adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dengan triangulasi, analisis data
bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi 11.
Argumen yang sama dikemukakan oleh Nana Sudjana dan Ibrahim bahwa ada beberapa
alasan yang sering diajukan mengapa penelitian kualitatif dilakukan adalah:
a. Penelitian kualitatif yang menggunakan pengukuran enumirasi empiris sering merupakan
indeks-indeks kasar, padahal justru inti yang sebenarnya berada dalam konsep-konsep yang
timbul dari data.
b. Penggunaan statistik seperti digunakan dalam penelitian kuantitatif, banyak informasi yang
hilang sehingga inti sari konsep yang ada dalam data tidak diungkapkan.
c. Adanya hipotesis yang telah disusun sebelumnya berdasarkan berpikir deduktif, cenderung
menggali data empiris, dengan tujuan membuktikan kebenaran hipotesis. Metode statistik
akhirnya diupayakan sedemikian rupa untuk mengubah data kualitatif menjadi data
kuantitatif, semata-mata untuk menguji hipotesis.
d. Variabel yang diungkap dalam penelitian kuantitatif dibatasi sesuai dengan masalah dan
hipotesis yang telah disusun sebelumnya, padahal permasalahan dan variabel dalam ilmuilmu sosial tidak terlepas dari konteks lingkungannya secara keseluruhan12.
Nasution secara rinci menjabarkan karakteristik pendekatan kualitatif sebagai berikut:
a. Sumber datanya merupakan situasi yang wajar atau natural setting.
b. Peneliti sebagai instrumen utama.
c. Sangat deskriptif.
d. Mementingkan proses maupun produk serta memperhatikan bagaimana perkembangan
terjadinya sesuatu.
e. Mencari makna di belakang kelakukan atau perbuatan, sehingga dapat memahami masalah
atau situasi.
f. Mengutamakan data langsung atau first hand.
g. Triangulasi data atau informasi dari satu pihak harus di chek kebenarannya dengan cara
memperoleh data itu dari sumber lain.
h. Menonjolkan rincian konsteksional.
i. Subjek yang diteliti dipandang kedudukannya sama dengan peneliti.
j. Mengutamakan perspective emic, artinya dengan mementingkan pandangan responden,
yaitu tentang bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia dari segi pendiriannya.
k. Verifikasi, antara lain melalui kasus yang bertentangan atau negatif.
l. Sampling yang pusposive.
m. Menggunakan audit trial, yaitu mengikuti jejak atau melacak untuk mengetahui apakah
laporan peneliti sesuai dengan data yang dikumpulkan.
n. Partisipasi tanpa mengganggu.
o. Mengadakan analisis sejak awal penelitian, dan
p. Desain penelitian tampil dalam proses penelitian13.
Berdasarkan ciri-ciri atau karakteristik tersebut di atas, peneliti dapat berkomunikasi secara
langsung dengan subjek yang diteliti serta dapat mengamati mereka sejak awal sampai akhir
proses penelitian. Fakta dan data itulah yang
12 Nana
Sudjana dan Ibrahim, 2001, Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo,
hal.196
13 Nasution,
1988, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, hal.9-12
22
nantinya diberi makna sesuai dengan teori-teori yang terkait dengan fokus masalah yang
diteliti.
Karena sifat penelitian naturalistik yang bertujuan mengamati fenomena yang ada secara
"seadanya" bukan untuk melakukan pengukuran secara terkontrol. Penelitian dilakukan
dengan menceburkan diri secara langsung di lapangan, berorientasi pada penemuan,
eksplorasi (menjelajah), perluasan dan menggambarkan secara holistik (menyeluruh). Dengan
demikian, penelitian ini berorientasi pada proses bukan pada keluaran. Di sini peneliti
dituntut dekat dengan data sebagai insider tidak menjaga jarak yang berperan sebagai
outsider. Peneliti kualitatif harus mendasarkan diri pada asumsi bahwa realitas merupakan
dinamika. Tugas peneliti menjaring data secara luas, mendalami, kaya dan real sehingga
dapat digeneralisasi sebagai suatu kesimpulan yang absah.
Dalam kaitan ini, peneliti bukan bertugas menguji suatu teori yang ada, tetapi berupaya
menemukan atau mengembangkan suatu teori. Sedang keterbukaan dituntut karena dalam
penelitian kualitatif kemampuan pengungkapan subjek penelitian merupakan kunci
keberhasilan penelitian. Semakin terbuka hubungan peneliti dan subjek (responden) semakin
banyak dan kaya data/informasi yang terjaring yang memungkinkan mengarahkan
terwujudnya keabsahan hasil penelitian.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode study kasus. Studi Kasus
berasal dari terjemahan dalam bahasa Inggris “A Case Study” atau “Case Studies”. Kata
“Kasus” diambil dari kata “Case” yang menurut Kamus Oxford Advanced Learner‟s
Dictionary of Current English diartikan sebagai 1).
23
“instance or example of the occurance of sth., 2). “actual state of affairs; situation”, dan 3).
“circumstances or special conditions relating to a person or thing”. Secara berurutan artinya
ialah 1). contoh kejadian sesuatu, 2). kondisi aktual dari keadaan atau situasi, dan 3).
lingkungan atau kondisi tertentu tentang orang atau sesuatu14.
Dari penjabaran definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Studi Kasus ialah suatu
serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam tentang
suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan, sekelompok orang,
lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang peristiwa
tersebut. Biasanya, peristiwa yang dipilih yang selanjutnya disebut kasus adalah hal yang
aktual (real-life events), yang sedang berlangsung, bukan sesuatu yang sudah lewat.
Secara lebih teknis, Stake menjelaskan kasus (case) yang dimaksudkan sebagai a“bounded
system”, sebuah sistem yang tidak berdiri sendiri. Sebab, hakikatnya karena sulit memahami
sebuah kasus tanpa memperhatikan kasus yang lain. Ada bagian-bagian lain yang bekerja
untuk sistem tersebut secara integratif dan terpola. Karena tidak berdiri sendiri, maka sebuah
kasus hanya bisa dipahami ketika peneliti juga memahami kasus lain. Jika ada beberapa kasus
di suatu lembaga atau organisasi, peneliti Studi Kasus sebaiknya memilih satu kasus terpilih
saja atas dasar prioritas. Tetapi jika ada lebih dari satu kasus yang sama-sama menariknya
sehingga penelitiannya menjadi Studi Multi-Kasus, maka
14Mudjia
Rahardjo, 2017, Studi Kasus Dalam Penelitian Kualitatif: Konsep Dan Prosedurnya, Malang:
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Program Pascasarjana, hal.2-3
24
peneliti harus menguasai kesemuanya dengan baik untuk selanjutnya membandingkannya
satu dengan yang lain15.
Penelitian studi kasus akan kurang kedalamannya bilamana hanya dipusatkan pada fase
tertentu saja atau salah satu aspek tertentu sebelum memperoleh gambaran umum tentang
kasus tersebut. Sebaliknya studi kasus akan kehilangan artinya kalau hanya ditujukan sekedar
untuk memperoleh gambaran umum namun tanpa menemukan sesuatu atau beberapa aspek
khusus yang perlu dipelajari secara intensif dan mendalam. Studi kasus yang baik harus
dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari kasus yang diselidiki. Walaupun
demikian, data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi, juga
dapat diperoleh dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik.
Dengan kata lain, data dalam studi kasus dapat diperoleh dari berbagai sumber namun
terbatas dalam kasus yang akan diteliti.
Studi kasus berfokus pada spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup
individu, kelompok budaya, ataupun suatu potret kehidupan. Selama tiga dekade, studi kasus
telah didefinisikan oleh lebih dari 25 ahli. Studi kasus merupakan strategi penelitian di mana
di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses,
atau sekelompok individu. Studi kasus adalah sebuah penyelidikan empiris yang
menginvestigasi fenomena kontemporer dalam konteks kehidupan nyata, khususnya ketika
batas antara fenomena dan konteks tidak begitu jelas. Tujuan penggunaan penelitian
15Mudjia
Rahardjo, 2017, Studi Kasus Dalam Penelitian Kualitatif: Konsep Dan Prosedurnya, Malang:
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Program
25
studi kasus menurut Yin adalah untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa
kasus tersebut terjadi. Penelitian studi kasus bukan sekedar menjawab pertanyaan penelitian
tentang „apa‟ (what) obyek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi
adalah tentang „bagaimana‟ (how) dan „mengapa‟ (why).
2. Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang dimaksud disini adalah dari mana data penelitian diperoleh. Sumber data
diidentifikasikan menjadi 3 yaitu person, place, dan paper.
1. Person yaitu sumber data berupa orang yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan
melalui wawancara. Dalam penelitian ini personnya adalah pengurus komite sekolah, kepala
sekolah, wakil kepala sekolah bidang humas, kesiswaan, dan bidang kurikulum serta staff
guru Sekolah Boarding School Tasikmalaya.
2. Place yaitu sumber data berupa tempat atau sumber data yang menyajikan tampilan berupa
keadaan diam dan bergerak, meliputi fasilitas gedung, kondisi lokasi, kegiatan belajarmengajar, kinerja, aktifitas dan sebagainya yang ada di Sekolah Boarding School
Tasikmalaya.
3. Paper yaitu data berupa simbol atau sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa
huruf, angka, gambar, simbol-simbol dan lain-lain. Dalam penelitian ini papernya adalah
berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku arsip, catatan-catatan, dokumen yang ada di
Sekolah Boarding School Tasikmalaya.
26
Menurut Suharsimi Arikunto, apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam
pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Peneliti
dalam penelitian ini menggunakan kuesioner atau wawancara untuk mengumpulkan data,
sehingga sumber data disebut responden16.
Responden dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sumber informasi
dan informan. Sumber informasi adalah orang yang menjadi kasus atau yang menceritakan
tentang keadaan dirinya sendiri atau yang memberikan data utama tentang dirinya sendiri.
Sedangkan informan adalah subjek yang memberikan data pelengkap tentang sumber
informasi yang menyangkut data penelitian.
3. Responden
Sehubungan dengan metode kualitatif yang digunakan, maka ditetapkan subjek penelitian
yaitu orang-orang dan pihak-pihak yang diplih sebagai manusia sumber (human resources),
serta informan. Menurut Suharsimi Arikunto, apabila peneliti menggunakan kuesioner atau
wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang
yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, baik pertanyaan tertulis
maupun lisan. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan kuesioner atau wawancara untuk
mengumpulkan data, sehingga sumber data disebut responden17.
16 Suharsimi
Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka. Cipta. Jakarta,
hal.172
17 Suharsimi
Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka. Cipta. Jakarta,
hal.172
27
Responden dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sumber informasi
dan informan. Sumber informasi adalah orang yang menjadi kasus atau yang menceritakan
tentang keadaan dirinya sendiri atau yang memberikan data utama tentang dirinya sendiri.
Sedangkan informan adalah subjek yang memberikan data pelengkap tentang sumber
informasi yang menyangkut data penelitian.
Responden yang digunakan pada penelitian ini adalah pengurus komite sekolah, kepala
sekolah, wakil kepala sekolah bidang humas, kesiswaan, dan bidang kurikulum serta staff
guru Sekolah Boarding School Tasikmalaya yang berjumlah 10 orang.
4. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul dalam proses penelitian selanjutnya dianalisis kualitatif, yaitu analisis
dan interpretasi dilakukan secara kritis.18 Analisis data menurut Patton sebagaimana dikutip
Moleong adalah Proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,
kategori, dan satuan uraian dasar. Dengan menggunakan tehnik deskriptif analitis yang
mendeskripsikan maupun mengklasifikasi data dan kemudian disusul interpretasi terhadap
hasil pemikiran. Langkah selanjutnya adalah mengadakan eksplorasi, yaitu mengangkat
makna dari hasil penelitian yang sudah dicapai.
Adapun langkah-langkah yang diterapkan peneliti dalam menganalisa data yaitu mengikuti
alur yang dinyatakan oleh Miles dan Huberman bahwa analisis data terdiri dari tiga alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu:
18 Abdul
Munir Mulkhan, Islam Murni Dalam Masyarakat Petani (Yogyakarta: Bentang, 2000), hlm.31
28
1) Reduksi data
Reduksi data merupakan suatu kegiatan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah yang didapat dari catatancatatan tertulis di lapangan. Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, mengfokuskan pada hal-hal yang penting,
membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksikan memberikan gambaran
yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
2) Penyajian data
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan
data kedalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraia singkat, bagan, grafik dan matrik. Bila
pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selamaa penelitian berlangsung, maka
pola tersebut menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan disajikan pada lporan akhir
penelitian.
3) Penarikan kesimpulan
Menurut Chasan Bisri dijelaskan bahwa menarik kesimpulan bahwa menarik kesimpulan
penelitian selalu mendasarkan dari atas semua data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian.
Hal ini data yang telah dikumpulkan, secepatnya peneliti berusaha mengambil kesimpulan
mulai dari awal pengumpulan data, sehingga data yang sanagat banyak dan meragukan dapat
diverivikasi.
Untuk lebih jelasnya, setelah data dikumpulkan kemudian diolah dan disajikan dengan
menggunakan pola sebagai berikut :
29
1) Informasi diskriptif
Informasi diskriptif adalah penyajian data dengan memberikan keterangan semestinya sesuai
data yang terkumpul.
2) Analisis diskriptif
Analisis diskriptif yaitu penyajian data dengan menganalisa data yang diperoleh itu guna
mencapai pada suatu maksud. Sehingga penelitian bisa berkembang.
5. Rancangan Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang
alamiah), informan, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan
serta, wawancara mendalam dan dokumentasi.19 Metode pengumpulan data yang dilakukan
pada penelitian ini meliputi:
a. Observasi
Dalam penelitian kualitatif, metode pengamatan (observasi) berperan sangat penting, karena
memungkinkan peneliti mendapatkan informasi yang lengkap, dan sesuai dengan setting
yang dikehendaki. Pengamatan atau observasi berperan serta dalam mengadakan pengamatan
dan mendengarkan secermat mungkin sampai pada interaksi sosial, kedisiplinan, kinerja dan
lainnya.20 Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik tentang fenomenafenomena yang deselidiki secara sistematis.21 Sehingga data dapat dihimpun dan disesuaikan
dengan kebutuhan penelitian.
Adapun yang menjadi objek yang akan diobservasi oleh peneliti adalah
19 Sugiyono,
Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabet,
2007), hlm. 309.
20 Moleong,
21 Sutrisno
Lexy J, Metode, hlm. 21
Hadi, Metodologi Research Jilid III, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 1987), hlm
30
mengenai: kinerja komite sekolah sesuai dengan peranannya dalam pelaksanaan manejemen
peningkatan mutu berbasis sekolah di Sekolah Boarding School Tasikmalaya.
b. Wawancara
Metode ini merupakan teknik pengumpulan data melalui tanya jawab dengan informan/ nara
sumber yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Dalam hal
ini peneliti memilih wawancara terstruktutr dan wawancara tak berstruktur.
Wawancara terstruktur, peneliti menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang
akan diajukan. Teknik ini ditempuh karena sejumlah sampel yang representatif ditanyai
dengan pertanyaan yang sama, sehingga diketahui informasi atau data yang penting.
Sedangkan wawancara yang tidak terstruktur, peneliti tidak menetapkan sendiri masalah
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Tujuannya adalah untuk memperoleh keterangan
informasi yang bukan baku (tunggal) sebagai bahan informasi untuk menyusun pertanyaan
yang lebih rinci, yang akan dituangkan dalam menyusun wawancara berstruktur. 22
Penelitian melakukan wawancara dengan pengurus komite sekolah, kepala sekolah, wakil
kepala sekolah bidang humas, kesiswaan, dan bidang kurikulum serta staff guru Sekolah
Boarding School Tasikmalaya.
c. Dokumentasi
Sebagai bahan acuan dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dengan dokumentasi
dianggap sangat membantu dalam memahami objek penelitian. Metode dokumentasi
digunakan untuk mengetahui profil sekolah, profil komite sekolah dan program-program
sekolah serta data-data lainnya yang
136.
22 Sugiyono,
Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabet,
2007), hlm. 309.
31
berkaitan dengan penelitian. Metode dokumentasi juga digunakan dalam pelacakan bendabenda tertulis seperti: buku, majalah, peraturan-peraturan, dokumentasi-dokumentasi yang
ada di sekolah, notulen rapat, catatan harian, makalah-makalah dan journal yang dimuat
media massa maupun tidak, dan laian sebagainya dimana semuanya berkaitan dengan
masalah yang terkait dengan penelitian ini.23
Penelitian akan menggunakan dokumen berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku arsip,
catatan-catatan, dokumen yang ada di Sekolah Boarding School Tasikmalaya untuk
memperoleh data mengenai profil sekolah, profil komite sekolah dan program-program
sekolah serta data-data lainnya yang berkaitan dengan penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini diklasifikasikan dalam lima bab yang disusun secara sistematis dan merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan yaitu sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan. Bab ini akan menguraikan tentang pendahuluan yang meliputi Latar
Belakang Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, serta
sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka. Bab ini akan menguraikan tentang Landasan Teoritik meliputi
Motivasi mencakup: Pengertian motivasi, Macam-macam Motivasi, Fungsi Motivasi, Faktor
Yang Mempengaruhi Motivasi, Teori-Teori Motivasi Belajar, dan Motivasi Peserta didik
dalam Al-Qur'an; Tahfidzul Qur‟an mencakup: Pengertian Al-Qur'an dan Tahfidzul AlQur'an, Keutamaan Al-Qur'an
23 Sutrisno
Hadi, Metodologi, hlm. 72
32
dan Ahlul Qur'an, Metode Menghafal Al-Qur'an, Teknik Muraja‟ah (Mengulang); Kerangka
Pemikiran, dan Hasil Penelitian yang Relevan
Bab III : Metodologi Penelitian. Bab ini akan menguraikan tentang Tempat dan Waktu
Penelitian, Pendekatan dan Metode Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan
Data, dan Teknik Analisis Data
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini akan menguraikan tentang Gambaran
Umum Lokasi Penelitian, Deskripsi Hasil Penelitian meliputi Motivasi Peserta didik Dalam
Menghafal Quran, Strategi Dalam Meningkatkan Motivasi Menghafal Al-Qur'an, Dampak
dari Strategi yang Dilakukan Terhadap Keberhasilan Peserta didik dalam Menghafal Quran,
dan Pembahasan Hasil Penelitian.
Bab V : Kesimpulan dan Saran. Bab terakhir ini akan menyajikan kesimpulan berupa
jawaban-jawaban berdasarkan uraian dan temuan yang telah dipaparkan sebelumnya serta
saran-saran untuk pengembangan penelitian lebih lanjut secara konstruktif.
33
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatim, 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: Amzah, cet.
ke-1.
Abdul Fatah Az-Zamawi, Yahya, 2013, Metode Praktis Cepat Hafal Al-Qur’an, Terj.,Solo:
Iltizam
Albertus, Doni Koesoema, 2011, Pendidikan Karakter: Strategi Mandidik Anak di Zaman
Global, Jakarta: Kompas Gramedia.
Ali, M. Sayuthi, 2002, Metodologi Penelitian Agama; Pendekatan Teoritik dan Peraktek,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Arief, Armai, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers,
cet. ke-1.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rieka
Cipta.
As-Sirjani, Raghib, dan Abdurrahman Abdul Khaliq, 2010, Cara Cerdas Hafal al- Qur’an,
Solo: Serikat Penerbit Islam.
Aziz Abdul Rauf, Abdul, 2004, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, Bandung: PT
Syaamil Cipta Media, cet. ke-4.
Azwar, Saifuddin. 1997. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Departeman Agama RI. (2008). Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Balai Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Gunawan, Heri, 2014, Pendidikan Islam: Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, cet. ke-1.
________, 2012, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta.
34
Kemendiknas, 2011, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jakarta: Kemendiknas.
M. Noor, Rohinah, 2012, The Hidden Curriculum (Membangun Karakter Melalui Kegiatan
Ekstrakurikuler), Yogyakarta: Insan Madani
Mahmud, 2010, Psikologi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia.
Majid, Abdul, dan Dian Andayani, 2011, Pendidikan Karakter Berspektif Islam, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, , cet. ke-1.
Muslih, Masnur, 2011, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
Jakarta: Bumi Aksara.
Ramayulis, 2002, Psikologi Agama, Jakarta: Radar Jaya Offset.
Rauf, Abdul Aziz Abdul, 2004, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, Bandung: PT
Syaamil Cipta Media, cet. ke-4.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
W. Al-Hafidz, Ahsin, 2005, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta: Bumi Aksara,
Yusuf, Syamsu, 2004, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Rosda Karya
35
Download