PROPOSAL DISERTASI PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM TAHFIDZ QUR’AN DI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN (Studi Multi Kasus di Sekolah Boarding School Tasikmalaya) Oleh OMAY KOMARUDIN, M.Pd.I Nomor Peserta: 2019030208 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menghafal al-Qur‟an ialah suatu amal ibadah, akan mengalami banyak hambatan dan rintangan, baik dari dalam maupun dari luar dirinya, apalagi di zaman sekarang di mana arus modernisasi dan globalisasi tidak dapat dihindarkan. Hal ini membawa dampak psikologis dan tantangan tersendiri bagi siapa saja yang menghafalkannya. Oleh karena itu diperlukan strategi menghafal Alquran yang sistematis untuk menunjang keberhasilan mereka dalam menghafal al-Qur‟an. Salah satu lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program tahfidz Al-Qur‟an adalah Sekolah Boarding School Tasikmalaya. Pengelolaan kepengurusannya dilakukan dengan kyai sebagai pengasuh utamanya. Dalam mengembangkan tahfizd qur‟an Sekolah Boarding School Tasikmalaya mengembangkan kurikulum. Kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran. Dapat kita bayangkan, bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran yang tidak memiliki kurikulum. Dengan berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa berlangsung. Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.10 Sebagai salah satu lembaga pendidikan, pondok pesantren pun harus mempunyai kurikulum untuk menjalankan roda pendidikan di dalamnya. Sekolah Boarding School Tasikmalaya ini menyelenggarakan pembelajaran dengan menggunakan dua kurikulum, yaitu kurikulum dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) seperti mata pelajaran yang ada di sekolah pada umumnya. Sedangkan kurikulum pesantren memuat segala bentuk pelajaran mengenai kepesantrenan seperti bahasa arab, aqidah, tarikh islam, mahfudzat, dan sebagainya. Setiap minggunya santri harus mengikuti sekolah formal dari pukul 07.00 hingga pukul 14.30 dengan mempelajari 24 mata pelajaran baik kurikulum dari Kemendikbud maupun kurikulum Pesantren. Perpaduan kurikulum di atas menjadi salah satu ciri khas Sekolah Boarding School Tasikmalaya yang didedikasikan untuk mencetak para santriwan/santriwati agar memiliki kompetensi baik di bidang pengetahuan umum maupun di bidang pengetahuan agama. Selain menggunakan dua kurikulum dalam pembelajarannya, Sekolah Boarding School Tasikmalaya juga memiliki program unggulan yaitu Tahfidz Al-Qur‟an. Harapan lembaga mengenai diadakannya program tahfidz Al-Qur‟an di Sekolah Boarding School Tasikmalaya ini adalah, agar seluruh santriwan santriwati termotivasi untuk dapat menghafal Al-Qur‟an. Karena fenomena saat ini, dengan diadakannya program acara tahfidz Al-Qur‟an di berbagai event baik media elektronik maupun secara langsung diadakan oleh pemerintah dalam kategori musabaqah hifdzil qur‟an. Paling tidak, lembaga tahfidz yang ada di bawah naungan Sekolah Boarding School Tasikmalaya dapat memenuhi keinginan, harapan, cita-cita, santriwan santriwati maupun orangtuanya. Untuk memenuhi itu semua, maka Sekolah Boarding School Tasikmalaya mengerahkan tenaga-tenaga tahfidz yang professional berdasarkan Standar Operating Produce (SOP) yang ada di lembaga ini. (Data ini diperoleh dari wawancara tidak terstruktur yang dilakukan peneliti terhadap kepala lembaga tahfidzul qur‟an). Dalam belajar hal yang menentukan adalah kemampuan ingatan dari peserta didik, karena sebagian besar pelajaran di sekolah maupun di pesantren adalah mengingat. Namun yang lebih penting dalam peranan proses belajar adalah kemampuan peserta didik untuk memproduksi kembali pengetahuan yang sudah diterimanya dan menginternalisasikan nilainilai positif kedalam dirinya. Dalam menghafal peserta didik mempelajari sesuatu dengan tujuan memproduksi kembali kelak dalam bentuk harfiah, sesuai dengan perumusan dan katakata yang terdapat dalam materi asli. Dengan demikian peserta didik dapat belajar bagaimana cara-cara menghafal yang baik sehingga materi cepat dihafal dan tersimpan rapi dalam memori otak yang pada suatu ketika siap untuk diproduksi secara harfiah pada saat dibutuhkan. PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM TAHFIDZ QUR’AN DI SEKOLAG BERBASIS PESANTREN (Studi Multi Kasus di Sekolah Boarding School Tasikmalaya) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana Tujuan dari pembelajaran Tahfidz Quran ? 2. Bagaimana Bahan/Isi dari pembelajaran Tahfidz Quran ? 3. Bagaimana Metode/Strategi pembelajaran Tahfidz Quran ? 4. Bagaimana Evaluasi dari pembelajaran Tahfidz Quran ? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengkaji Tujuan pembelajaran Tahfidz Quran di Sekolah Boarding School Tasikmalaya. 2. Untuk mengkaji Bahan/Isi dari pembelajaran Tahfidz Quran di Sekolah Boarding School Tasikmalaya. 3. Untuk mengkaji Metode/Strategi pembelajaran Tahfidz Quran oleh Pondok Tahfidz Terhadap Keberhasilan Menghafal Al-Quran di Sekolah Boarding School Tasikmalaya. 4. Untuk mengkaji Evaluasi pembelajaran Tahfidz Quran oleh Pondok Tahfidz Terhadap Keberhasilan Menghafal Al-Quran di Sekolah Boarding School Tasikmalaya. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian antara lain: 1. Secara Teoretis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan, bahan reflektif dan konstruktif dalam meningkatkan motivasi peserta didik dalam menghafal Al-Qur'an. 2. Secara praktis yaitu dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi para pelaku akademisi pada konsentrasi ilmu terkait dalam mengembangkan dan meneliti lebih lanjut terkait hasil dari penelitian serta apat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi instansi atau lembaga yang dijadikan sebagai tempat penelitian. E. Kajian Pustaka 1. Kurikulum Tahfidz Al-Qur‟an 1.a Pengertian kurikulum dan kompeonennya 1.b Pengertian Tahfidz Quran Pengertian Al-Qur‟an secara etimologi bentuknya isim masdar, diambil dari kata ( - - – ) yang merupakan sinonim dengan kata , sesuai dengan wazan ف نsebagaimana kata نdan kata ن mengandung arti yaitu bacaan atau kumpulan. Menurut Quraish Shihab secara terminologi Al-Qur‟an didefinisikan sebagai “firman-firman Allah SWT yang disampaikan oleh malaikat Jibril sesuai dengan redaksin-Nya kepada Nabi Muhammad”. Tahfidz berasal dari bahasa Arab ( – ) – ي ظyang mempunyai arti menghafalkan, sedangkan kata “menghafal” berasal dari kata 11 “hafal” yang memiliki dua arti : (1) telah masuk dalam ingatan (tentang pelajaran), dan (2) dapat mengucapkan di luar kepala (tanpa melihat buku atau catatan lain). Adapun arti “menghafal” adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat. Al-Qur‟an berasal dari kata qara`a artinya bacaan atau yang dibaca, sedangkan menurut istilah Al-Qur‟an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan (diwahyukan ) kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui perantara malaikat Jibril yang diturunkan secara mutawatir sebagai pedomat umat manusia didunia dan membacanya termasuk ibadah5. Tahfidzhul Al-Qur'an terdiri dari dua kata yaitu tahfidzh dan Al- Qur'an. Kata tahfidzh secara etimologi berasal dari kata Haffazah yang berarti menghafal, yang dalam bahasa Indonesia berarti kata hafalan yang berarti termasuk ingatan, dapat mengungkapkan di luar kepala, sehingga berarti berusaha meresap kedalam pikiran agar selalu ingat. Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf definisi menghafal adalah “proses mengulang sesuatu, baila dengan membaca atau mendengar”. Pekerjaan apapun jika sering diulang pasti menjadi hafal9. Jika arti bahasa tidak berbeda dengan arti 9 Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur;an Daiyah, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2004). Hal 49. istilah dari segi membaca diluar kepala, maka menghafal Al-Quran berbeda dengan penghafal hadist, syair, hikmah dan lain-lainya dalam 2 pokok: a. Hafal seluruh Al-Quran serta mencocokanya dengan sempurna Tidak bisa dikatakan al hafidz bagi orang yang hafalanya setengah atau sepertiganya secara rasional. Karena jika yang hafal setengah atau sepertiganya berpredikat al hafidz maka bias dikatakan bahwa seluruh umat islam berpredikat al hafidz, sebab semuanya mungkin telah hafal surat alfatihah, karena surat alfatihah merupakan salah satu rukun shalat dari kebanyakan madzhab. Maka istilah al hafidz (orang yang berpredikat hafal Al-Quran) adalah mutlak bagi orang yang hafal keseluruhan dengan mencocokan dan menyempurnakan hafalanya menurut aturanaturan bacaan serta dasar-dasar tajwid yang masyhur. b. Senantiasa terus menerus dan sungguh-sungguh dalam menjaga hafalan dari lupa. Seorang tahfidz harus hafal Al Quran seluruhnya. Maka apabila ada orang yang telah hafal kemudian lupa atau lupa sebagian atau keseluruhan karena lalai atau lengah tanpa alas an seperti ketuaan atau sakit, maka tidak dikatakan hafidz dan tidak berhak menyandang predikat “penghafal Al Quran” Menghafal Alquran, mengandung sikap meneladani Nabi Muhammad saw, karena beliau sendiri menghafal Alquran dan senantiasa membacanya. Karena keteguhannya dalam menghafal, Nabi Muhammad saw. senantiasa memperlihatkan hafalan tersebut kepada malaikat Jibril, sekali dalam setahun. Pada tahun ketika beliau akan meninggal, dilakukannya dua kali. Beliau juga mengajarkan dan menyampaikan hafalannya kepada para sahabat, dan begitu pula sebaliknya. Menghafal Alquran juga merupaku perbuatan yang meneladani perilaku ulama salaf, yang menguasai Alquran melalui hafalan, memahami tafsirnya dan seluruh ilmunya, karena Alquran merupakan fondasi dan induk bagi semua ilmu. Dalam hal ini, Imam Nawawi mengatakan dalam kitab al-Majmu’ sebagaimana dikutip oleh Salim Badwilan: “Ulama salaf tidaklah mengajarkan hadits dan fiqh kecuali kepada mereka yang menghafal al-Qur‟an. Orang yang mahir membaca Alquran, bersama malaikat yang mulia dan ta‟at. Dalam hadis riwayat Muslim dijelaskan: Seorang yang mahir membaca alquran akan bersama dengan para malaikat yang mulia dan taat. Dan yang membaca Alquran, sedang ia terbata-bata serta mengalami kesulitan dalam membacanya, maka ia mendapatkan dua pahala. Orang yang menghafal Alquran akan dimasukkan ke dalam syurga. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan Ibnu Majah menjelaskan: Siapa yang membaca Alquran dan menghafalnya, Allah akan memasukkannya ke dalam syurga dan dapat membantu sepuluh orang keluarganya yang seharusnya masuk neraka. Selain hadis-hadis yang sudah disebutkan di atas, masih banyak hadis-hadis yang menguraikan tentang keutamaan menghafal Alquran, yang oleh sebagaian ulama Alquran, mengambil beberapa kesimpulan daripadanya. Di antaranya adalah Abdul Ad-Daim Al-Kahil mengatakan: Ketika Anda menghafal Al-Qur‟an, Anda akan memiliki kekuatan sastra disebabkan tingginya sastra di dalam ayat Al-Qur‟an dan Anda akan semakin mampu untuk bergaul, berkorban, dan sabar dengan yang lainnya. Al-Qur‟an yang Anda hafal dan Anda jaga hari ini akan menjadi teman Anda di alam kematian. Kemudaian Al-Qur‟an menjadi penolong dan pemberi syafaat di hari ketika orang yang paling Anda cintai akan berlepas diri dari Anda. Selanjutnya tentang keutamaan orang yang menghafal Alquran, Raghib As-Sirjani mengatakan: “Allah „Azzawajalla sangat meninggikan derajat dan martabat mereka, serta melipat gandakan pahala mereka. Selain itu, Allah memerintahkan mukminin untuk memuliakan dan memprioritaskan mereka dibandingkan yang lain.” Kemudian Ahsin Wijaya mengemukakan beberapa faedah terpenting dari menghafal Alquran yaitu:” 1) Kebahagiaan di dunia dan di akhirat; 2) Sakinah (Tenteram jiwanya); 3) Tajam ingatan dan bersih intuisinya; 4) Bahtera ilmu; 5)Memiliki identitas yang baik dan berperilaku jujur; 6) Fasih dalam berbicara, dan 7) Memiliki doa yang mustajab. 3. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai pengaruh penerapan manajemen sekolah berbasis pesantren terhadap perilaku keagamaan peserta didik telah banyak dilakukan seperti yang dikemukakan beberapa peneliti berikut: a. Jurnal, yang diteliti oleh Heri Saptadi Ismanto, dengan judul “Faktor-Faktor Pendukung Kemampuan Menghafal Al-Qur'an dan Implikasinya dalam Bimbingan Konseling (studi kasus pada beberapa santri di pondok pesantren Raudlotul Quran di Semarang)” tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan faktor-faktor pendukung kemampuan santri dalam menghafal Al-Qur'an di Semarang. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif bersifat derkriptif induktif. Dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) motivasi menghafal Al-Qur'an berasal dari keluarga khususnya orang tua, 17 temen-temen sekolah atau sesame santri, guru, serta kyai pondok pesantren, 2) pengetahuan dan pemahaman arti dan makna Al-Qur'an oleh santri pada umumnya mereka merasa kurang, sebagai sikap rendah hati agar tidak disebut sombong, 3) cara belajar atau pengaturan dalam menghafal Al-Qur'an yaitu khattam dalam waktu 3 tahun, 4) fasilitas yang mendukung kemampuan menghafal Al-Qur'an antara lain asrama pondok, auala, ruang belajar untuk setoran hafalan, mushalla dan masjid agung Kauman Semarang, 5)aplikasi menghafal AlQur'an dalam bimbingan dan konseling yaitu pada kegiatan layanan bimbingan belajar. b. Penelitian yang dilakukan Sri Purwaningsih Romadhon dengan judul Implementsi Pembelajaran Tahfidz dengan Pendekatan Humanistik pada Anak Berkebutuhan Khusus di SD IT Hidayatullah Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan yang bersifat deskritif kualitatif yang menggunakan teknik purposeful sampling dalam menentukan subjek penelitiannya. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa guru bagi anak berkebutuhan khusus memebuat perencanaan yang matang dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pendekatan humanistik dari guru tampak dalam sikap guru dalam menghadapi siswa dengan melihat karakter siswa tiap harinnya. Keberhasilan dari implementasi pembelajaran tahfidz dengan pendekatan hmanistik berdapak pada akhlak dan prilaku siswa, siswa mampu mencapai target hafalan dengan baik seseuai dengan kemampuannya, sosialisasi antar teman semakin baik, kepercayaan diri siswa yang tinggi. 18 Keberhasilan tersebut didukung dengan visi-misi kepala sekolah yang sejalan dengan visimisi sekolah dan adanya tim khusus untuk menangani masalah tahfidz yang berkopeten dan humanis. Namun terdapat kendala yang menjadi penghambat yaitu sekolah belum memiliki konsep pendidikan humanistic secara tertulis dan fasilitas sekolah seperti media elektronik yang tidak ada. Dari uraian di atas, yang menjadi perbedaan dalam penelitian yang penelitian dilakukan adalah terdapat pada tempat penelitian, jika penelitian di atas melakukannya di sekolah dasar sedangkan yang menjadi tempat penelitian ini dilakukan di madrasah aliyah. Selain itu perbedaannya terdapat pada variable penelitian, jika dalam penelitian di atas menggunakan implementasi pembelajaran tafhidz sedangkan yang peneliti gunakan yaitu tenntang pendidikan tahfidz dan karakter peserta didik. c. Jurnal Savitaningrum, dengan judul “Gambaran Pembelajaran Al-Qur'an Siswa SMA (Studi Pada Siswa Sma Di Sumatra Selatan Dan Riau)” peneliti ini mengkaji tentang gambaran pembelajaran Al-Qur'an bagi siswa SMA yang berkaitan dengan tingkat kemampuan membaca Al-Qur'an dan kegiatan yang mendukung efektifitas pelaksanaan pelajaran Al-Qur'an pada siswa SMA. Hasil temuannya menyatakan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi kemampuan membaca Al-Qur'an ada dua, yaitu bersifat internal dan eksternal. Dalam kaitanya dengan penelitianya, faktor-faktor tersebut kemudian dijabarkan menjadi beberpa aspek, yaitu pendidikan sebelum SMA, usia belajar, waktu belajar, lama belajar, tempat belajar, guru yang mengajar, materi, motivasi, kendala dan metode belajar. Sedangkan metode penelitian 19 ditempuh dengan pendekatan kuantitatif, dimana teknik pengumpulan data melalui tes dan pretes, wawancara, kuesioner, dan observasi. Sedangkan teknik pengambilan sampel adalah dengan multi stage sampling. d. Penelitian yang dilakukan Yusuf Efendi pada program pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta program studi Pendidikan Islam konsentrasi pendidikan Qur‟an Hadis dengan judul Nilai Tanggungjawab dalam Pembelajaran Tahfiz Siswa MAK An-Nur di PP. An-Nur Ngrukem Bantul. Penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan naturalistik dan menggunakan metode wawancara, observasi dan studi dokumentasi dalam memperoleh data. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa siswa MA An-Nur tidak hanya mempunyai kewajiban belajar saja, namun mereka juga memiliki kesibukan lain yaitu menghafal al-Qur‟an. Dengan metode tahfiz yang digunakan di sekolah tersebut berusaha untuk merangsang dan menanamkan nilai pendidikan karakter khususnya nilai tanggungjawab agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata di lingkungan sekitarnya. Selain perbedaan yang terdapat pada tempat penelitiannya, namun juga terdapat pada variabel penelitiannya yaitu dengan mengkaji tebih khusus tentang nilai tanggungjawab yang terdapat dalam metode pembelajaran tahfiz, sedangkan variabel yang digunakan peneliti adalah mengkaji secara lebih umum terkait dengan pendidikan tahfiz qur‟an dan dampaknya terhadap karakter peserta didik. 20 F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, artinya berusaha mencari dan mengungkapkan keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan data-data yang bersifat kualitatif berupa kata-kata atau ungkapan, pendapat-pendapat dari subjek penelitian, baik secara lisan ataupun tulisan. Saifuddin Azwar mengemukan bahwa “Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta analisis terhadap dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah” 10. Menurut Sugiyono bahwa: Penelitian kualitatif sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi 11. Argumen yang sama dikemukakan oleh Nana Sudjana dan Ibrahim bahwa ada beberapa alasan yang sering diajukan mengapa penelitian kualitatif dilakukan adalah: a. Penelitian kualitatif yang menggunakan pengukuran enumirasi empiris sering merupakan indeks-indeks kasar, padahal justru inti yang sebenarnya berada dalam konsep-konsep yang timbul dari data. b. Penggunaan statistik seperti digunakan dalam penelitian kuantitatif, banyak informasi yang hilang sehingga inti sari konsep yang ada dalam data tidak diungkapkan. c. Adanya hipotesis yang telah disusun sebelumnya berdasarkan berpikir deduktif, cenderung menggali data empiris, dengan tujuan membuktikan kebenaran hipotesis. Metode statistik akhirnya diupayakan sedemikian rupa untuk mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif, semata-mata untuk menguji hipotesis. d. Variabel yang diungkap dalam penelitian kuantitatif dibatasi sesuai dengan masalah dan hipotesis yang telah disusun sebelumnya, padahal permasalahan dan variabel dalam ilmuilmu sosial tidak terlepas dari konteks lingkungannya secara keseluruhan12. Nasution secara rinci menjabarkan karakteristik pendekatan kualitatif sebagai berikut: a. Sumber datanya merupakan situasi yang wajar atau natural setting. b. Peneliti sebagai instrumen utama. c. Sangat deskriptif. d. Mementingkan proses maupun produk serta memperhatikan bagaimana perkembangan terjadinya sesuatu. e. Mencari makna di belakang kelakukan atau perbuatan, sehingga dapat memahami masalah atau situasi. f. Mengutamakan data langsung atau first hand. g. Triangulasi data atau informasi dari satu pihak harus di chek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain. h. Menonjolkan rincian konsteksional. i. Subjek yang diteliti dipandang kedudukannya sama dengan peneliti. j. Mengutamakan perspective emic, artinya dengan mementingkan pandangan responden, yaitu tentang bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia dari segi pendiriannya. k. Verifikasi, antara lain melalui kasus yang bertentangan atau negatif. l. Sampling yang pusposive. m. Menggunakan audit trial, yaitu mengikuti jejak atau melacak untuk mengetahui apakah laporan peneliti sesuai dengan data yang dikumpulkan. n. Partisipasi tanpa mengganggu. o. Mengadakan analisis sejak awal penelitian, dan p. Desain penelitian tampil dalam proses penelitian13. Berdasarkan ciri-ciri atau karakteristik tersebut di atas, peneliti dapat berkomunikasi secara langsung dengan subjek yang diteliti serta dapat mengamati mereka sejak awal sampai akhir proses penelitian. Fakta dan data itulah yang 12 Nana Sudjana dan Ibrahim, 2001, Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo, hal.196 13 Nasution, 1988, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, hal.9-12 22 nantinya diberi makna sesuai dengan teori-teori yang terkait dengan fokus masalah yang diteliti. Karena sifat penelitian naturalistik yang bertujuan mengamati fenomena yang ada secara "seadanya" bukan untuk melakukan pengukuran secara terkontrol. Penelitian dilakukan dengan menceburkan diri secara langsung di lapangan, berorientasi pada penemuan, eksplorasi (menjelajah), perluasan dan menggambarkan secara holistik (menyeluruh). Dengan demikian, penelitian ini berorientasi pada proses bukan pada keluaran. Di sini peneliti dituntut dekat dengan data sebagai insider tidak menjaga jarak yang berperan sebagai outsider. Peneliti kualitatif harus mendasarkan diri pada asumsi bahwa realitas merupakan dinamika. Tugas peneliti menjaring data secara luas, mendalami, kaya dan real sehingga dapat digeneralisasi sebagai suatu kesimpulan yang absah. Dalam kaitan ini, peneliti bukan bertugas menguji suatu teori yang ada, tetapi berupaya menemukan atau mengembangkan suatu teori. Sedang keterbukaan dituntut karena dalam penelitian kualitatif kemampuan pengungkapan subjek penelitian merupakan kunci keberhasilan penelitian. Semakin terbuka hubungan peneliti dan subjek (responden) semakin banyak dan kaya data/informasi yang terjaring yang memungkinkan mengarahkan terwujudnya keabsahan hasil penelitian. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode study kasus. Studi Kasus berasal dari terjemahan dalam bahasa Inggris “A Case Study” atau “Case Studies”. Kata “Kasus” diambil dari kata “Case” yang menurut Kamus Oxford Advanced Learner‟s Dictionary of Current English diartikan sebagai 1). 23 “instance or example of the occurance of sth., 2). “actual state of affairs; situation”, dan 3). “circumstances or special conditions relating to a person or thing”. Secara berurutan artinya ialah 1). contoh kejadian sesuatu, 2). kondisi aktual dari keadaan atau situasi, dan 3). lingkungan atau kondisi tertentu tentang orang atau sesuatu14. Dari penjabaran definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Studi Kasus ialah suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan, sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang peristiwa tersebut. Biasanya, peristiwa yang dipilih yang selanjutnya disebut kasus adalah hal yang aktual (real-life events), yang sedang berlangsung, bukan sesuatu yang sudah lewat. Secara lebih teknis, Stake menjelaskan kasus (case) yang dimaksudkan sebagai a“bounded system”, sebuah sistem yang tidak berdiri sendiri. Sebab, hakikatnya karena sulit memahami sebuah kasus tanpa memperhatikan kasus yang lain. Ada bagian-bagian lain yang bekerja untuk sistem tersebut secara integratif dan terpola. Karena tidak berdiri sendiri, maka sebuah kasus hanya bisa dipahami ketika peneliti juga memahami kasus lain. Jika ada beberapa kasus di suatu lembaga atau organisasi, peneliti Studi Kasus sebaiknya memilih satu kasus terpilih saja atas dasar prioritas. Tetapi jika ada lebih dari satu kasus yang sama-sama menariknya sehingga penelitiannya menjadi Studi Multi-Kasus, maka 14Mudjia Rahardjo, 2017, Studi Kasus Dalam Penelitian Kualitatif: Konsep Dan Prosedurnya, Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Program Pascasarjana, hal.2-3 24 peneliti harus menguasai kesemuanya dengan baik untuk selanjutnya membandingkannya satu dengan yang lain15. Penelitian studi kasus akan kurang kedalamannya bilamana hanya dipusatkan pada fase tertentu saja atau salah satu aspek tertentu sebelum memperoleh gambaran umum tentang kasus tersebut. Sebaliknya studi kasus akan kehilangan artinya kalau hanya ditujukan sekedar untuk memperoleh gambaran umum namun tanpa menemukan sesuatu atau beberapa aspek khusus yang perlu dipelajari secara intensif dan mendalam. Studi kasus yang baik harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari kasus yang diselidiki. Walaupun demikian, data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi, juga dapat diperoleh dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Dengan kata lain, data dalam studi kasus dapat diperoleh dari berbagai sumber namun terbatas dalam kasus yang akan diteliti. Studi kasus berfokus pada spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup individu, kelompok budaya, ataupun suatu potret kehidupan. Selama tiga dekade, studi kasus telah didefinisikan oleh lebih dari 25 ahli. Studi kasus merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Studi kasus adalah sebuah penyelidikan empiris yang menginvestigasi fenomena kontemporer dalam konteks kehidupan nyata, khususnya ketika batas antara fenomena dan konteks tidak begitu jelas. Tujuan penggunaan penelitian 15Mudjia Rahardjo, 2017, Studi Kasus Dalam Penelitian Kualitatif: Konsep Dan Prosedurnya, Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Program 25 studi kasus menurut Yin adalah untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut terjadi. Penelitian studi kasus bukan sekedar menjawab pertanyaan penelitian tentang „apa‟ (what) obyek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang „bagaimana‟ (how) dan „mengapa‟ (why). 2. Jenis dan Sumber Data Sumber data yang dimaksud disini adalah dari mana data penelitian diperoleh. Sumber data diidentifikasikan menjadi 3 yaitu person, place, dan paper. 1. Person yaitu sumber data berupa orang yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara. Dalam penelitian ini personnya adalah pengurus komite sekolah, kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang humas, kesiswaan, dan bidang kurikulum serta staff guru Sekolah Boarding School Tasikmalaya. 2. Place yaitu sumber data berupa tempat atau sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak, meliputi fasilitas gedung, kondisi lokasi, kegiatan belajarmengajar, kinerja, aktifitas dan sebagainya yang ada di Sekolah Boarding School Tasikmalaya. 3. Paper yaitu data berupa simbol atau sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar, simbol-simbol dan lain-lain. Dalam penelitian ini papernya adalah berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku arsip, catatan-catatan, dokumen yang ada di Sekolah Boarding School Tasikmalaya. 26 Menurut Suharsimi Arikunto, apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan kuesioner atau wawancara untuk mengumpulkan data, sehingga sumber data disebut responden16. Responden dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sumber informasi dan informan. Sumber informasi adalah orang yang menjadi kasus atau yang menceritakan tentang keadaan dirinya sendiri atau yang memberikan data utama tentang dirinya sendiri. Sedangkan informan adalah subjek yang memberikan data pelengkap tentang sumber informasi yang menyangkut data penelitian. 3. Responden Sehubungan dengan metode kualitatif yang digunakan, maka ditetapkan subjek penelitian yaitu orang-orang dan pihak-pihak yang diplih sebagai manusia sumber (human resources), serta informan. Menurut Suharsimi Arikunto, apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan kuesioner atau wawancara untuk mengumpulkan data, sehingga sumber data disebut responden17. 16 Suharsimi Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka. Cipta. Jakarta, hal.172 17 Suharsimi Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka. Cipta. Jakarta, hal.172 27 Responden dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sumber informasi dan informan. Sumber informasi adalah orang yang menjadi kasus atau yang menceritakan tentang keadaan dirinya sendiri atau yang memberikan data utama tentang dirinya sendiri. Sedangkan informan adalah subjek yang memberikan data pelengkap tentang sumber informasi yang menyangkut data penelitian. Responden yang digunakan pada penelitian ini adalah pengurus komite sekolah, kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang humas, kesiswaan, dan bidang kurikulum serta staff guru Sekolah Boarding School Tasikmalaya yang berjumlah 10 orang. 4. Teknik Analisis Data Data yang terkumpul dalam proses penelitian selanjutnya dianalisis kualitatif, yaitu analisis dan interpretasi dilakukan secara kritis.18 Analisis data menurut Patton sebagaimana dikutip Moleong adalah Proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Dengan menggunakan tehnik deskriptif analitis yang mendeskripsikan maupun mengklasifikasi data dan kemudian disusul interpretasi terhadap hasil pemikiran. Langkah selanjutnya adalah mengadakan eksplorasi, yaitu mengangkat makna dari hasil penelitian yang sudah dicapai. Adapun langkah-langkah yang diterapkan peneliti dalam menganalisa data yaitu mengikuti alur yang dinyatakan oleh Miles dan Huberman bahwa analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: 18 Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni Dalam Masyarakat Petani (Yogyakarta: Bentang, 2000), hlm.31 28 1) Reduksi data Reduksi data merupakan suatu kegiatan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah yang didapat dari catatancatatan tertulis di lapangan. Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, mengfokuskan pada hal-hal yang penting, membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. 2) Penyajian data Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan data kedalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraia singkat, bagan, grafik dan matrik. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selamaa penelitian berlangsung, maka pola tersebut menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan disajikan pada lporan akhir penelitian. 3) Penarikan kesimpulan Menurut Chasan Bisri dijelaskan bahwa menarik kesimpulan bahwa menarik kesimpulan penelitian selalu mendasarkan dari atas semua data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Hal ini data yang telah dikumpulkan, secepatnya peneliti berusaha mengambil kesimpulan mulai dari awal pengumpulan data, sehingga data yang sanagat banyak dan meragukan dapat diverivikasi. Untuk lebih jelasnya, setelah data dikumpulkan kemudian diolah dan disajikan dengan menggunakan pola sebagai berikut : 29 1) Informasi diskriptif Informasi diskriptif adalah penyajian data dengan memberikan keterangan semestinya sesuai data yang terkumpul. 2) Analisis diskriptif Analisis diskriptif yaitu penyajian data dengan menganalisa data yang diperoleh itu guna mencapai pada suatu maksud. Sehingga penelitian bisa berkembang. 5. Rancangan Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), informan, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta, wawancara mendalam dan dokumentasi.19 Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi: a. Observasi Dalam penelitian kualitatif, metode pengamatan (observasi) berperan sangat penting, karena memungkinkan peneliti mendapatkan informasi yang lengkap, dan sesuai dengan setting yang dikehendaki. Pengamatan atau observasi berperan serta dalam mengadakan pengamatan dan mendengarkan secermat mungkin sampai pada interaksi sosial, kedisiplinan, kinerja dan lainnya.20 Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik tentang fenomenafenomena yang deselidiki secara sistematis.21 Sehingga data dapat dihimpun dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Adapun yang menjadi objek yang akan diobservasi oleh peneliti adalah 19 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabet, 2007), hlm. 309. 20 Moleong, 21 Sutrisno Lexy J, Metode, hlm. 21 Hadi, Metodologi Research Jilid III, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 1987), hlm 30 mengenai: kinerja komite sekolah sesuai dengan peranannya dalam pelaksanaan manejemen peningkatan mutu berbasis sekolah di Sekolah Boarding School Tasikmalaya. b. Wawancara Metode ini merupakan teknik pengumpulan data melalui tanya jawab dengan informan/ nara sumber yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Dalam hal ini peneliti memilih wawancara terstruktutr dan wawancara tak berstruktur. Wawancara terstruktur, peneliti menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Teknik ini ditempuh karena sejumlah sampel yang representatif ditanyai dengan pertanyaan yang sama, sehingga diketahui informasi atau data yang penting. Sedangkan wawancara yang tidak terstruktur, peneliti tidak menetapkan sendiri masalah pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Tujuannya adalah untuk memperoleh keterangan informasi yang bukan baku (tunggal) sebagai bahan informasi untuk menyusun pertanyaan yang lebih rinci, yang akan dituangkan dalam menyusun wawancara berstruktur. 22 Penelitian melakukan wawancara dengan pengurus komite sekolah, kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang humas, kesiswaan, dan bidang kurikulum serta staff guru Sekolah Boarding School Tasikmalaya. c. Dokumentasi Sebagai bahan acuan dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dengan dokumentasi dianggap sangat membantu dalam memahami objek penelitian. Metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui profil sekolah, profil komite sekolah dan program-program sekolah serta data-data lainnya yang 136. 22 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabet, 2007), hlm. 309. 31 berkaitan dengan penelitian. Metode dokumentasi juga digunakan dalam pelacakan bendabenda tertulis seperti: buku, majalah, peraturan-peraturan, dokumentasi-dokumentasi yang ada di sekolah, notulen rapat, catatan harian, makalah-makalah dan journal yang dimuat media massa maupun tidak, dan laian sebagainya dimana semuanya berkaitan dengan masalah yang terkait dengan penelitian ini.23 Penelitian akan menggunakan dokumen berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku arsip, catatan-catatan, dokumen yang ada di Sekolah Boarding School Tasikmalaya untuk memperoleh data mengenai profil sekolah, profil komite sekolah dan program-program sekolah serta data-data lainnya yang berkaitan dengan penelitian. G. Sistematika Penulisan Penelitian ini diklasifikasikan dalam lima bab yang disusun secara sistematis dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yaitu sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan. Bab ini akan menguraikan tentang pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Pustaka. Bab ini akan menguraikan tentang Landasan Teoritik meliputi Motivasi mencakup: Pengertian motivasi, Macam-macam Motivasi, Fungsi Motivasi, Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi, Teori-Teori Motivasi Belajar, dan Motivasi Peserta didik dalam Al-Qur'an; Tahfidzul Qur‟an mencakup: Pengertian Al-Qur'an dan Tahfidzul AlQur'an, Keutamaan Al-Qur'an 23 Sutrisno Hadi, Metodologi, hlm. 72 32 dan Ahlul Qur'an, Metode Menghafal Al-Qur'an, Teknik Muraja‟ah (Mengulang); Kerangka Pemikiran, dan Hasil Penelitian yang Relevan Bab III : Metodologi Penelitian. Bab ini akan menguraikan tentang Tempat dan Waktu Penelitian, Pendekatan dan Metode Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini akan menguraikan tentang Gambaran Umum Lokasi Penelitian, Deskripsi Hasil Penelitian meliputi Motivasi Peserta didik Dalam Menghafal Quran, Strategi Dalam Meningkatkan Motivasi Menghafal Al-Qur'an, Dampak dari Strategi yang Dilakukan Terhadap Keberhasilan Peserta didik dalam Menghafal Quran, dan Pembahasan Hasil Penelitian. Bab V : Kesimpulan dan Saran. Bab terakhir ini akan menyajikan kesimpulan berupa jawaban-jawaban berdasarkan uraian dan temuan yang telah dipaparkan sebelumnya serta saran-saran untuk pengembangan penelitian lebih lanjut secara konstruktif. 33 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. Yatim, 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: Amzah, cet. ke-1. Abdul Fatah Az-Zamawi, Yahya, 2013, Metode Praktis Cepat Hafal Al-Qur’an, Terj.,Solo: Iltizam Albertus, Doni Koesoema, 2011, Pendidikan Karakter: Strategi Mandidik Anak di Zaman Global, Jakarta: Kompas Gramedia. Ali, M. Sayuthi, 2002, Metodologi Penelitian Agama; Pendekatan Teoritik dan Peraktek, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Arief, Armai, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, cet. ke-1. Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rieka Cipta. As-Sirjani, Raghib, dan Abdurrahman Abdul Khaliq, 2010, Cara Cerdas Hafal al- Qur’an, Solo: Serikat Penerbit Islam. Aziz Abdul Rauf, Abdul, 2004, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, Bandung: PT Syaamil Cipta Media, cet. ke-4. Azwar, Saifuddin. 1997. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departeman Agama RI. (2008). Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Gunawan, Heri, 2014, Pendidikan Islam: Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. ke-1. ________, 2012, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta. 34 Kemendiknas, 2011, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jakarta: Kemendiknas. M. Noor, Rohinah, 2012, The Hidden Curriculum (Membangun Karakter Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler), Yogyakarta: Insan Madani Mahmud, 2010, Psikologi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia. Majid, Abdul, dan Dian Andayani, 2011, Pendidikan Karakter Berspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, , cet. ke-1. Muslih, Masnur, 2011, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara. Ramayulis, 2002, Psikologi Agama, Jakarta: Radar Jaya Offset. Rauf, Abdul Aziz Abdul, 2004, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, Bandung: PT Syaamil Cipta Media, cet. ke-4. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. W. Al-Hafidz, Ahsin, 2005, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta: Bumi Aksara, Yusuf, Syamsu, 2004, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Rosda Karya 35