Valuasi Ekonomi Pada Ekowisata Jalur Pendakian Gunung Talamau di Desa Pinaga Indonesia memiliki banyak kekayaan baik itu keindahan alam, keanekaragaman hayati, serta keanekaragaman budaya, dengan keunikannya masing-masing. Kekayaan tersebut apabila dikembangkan dan dikelola dengan baik sangat potensial bagi perkembangan industri pariwisata di Indonesia. Industri pariwisata merupakan salah satu sektor yang turut memberikan andil cukup besar dalam peningkatan ekonomi masyarakat serta dalam meningkatkan penerimaan devisa bagi negara. Disamping itu pengembangan industri pariwisata memiliki efek multiplier atau berimplikasi pada perkernbangan bidang usaha lainnya, seperti industri kerajinan, transportasi, perhotelan, jasa rekreasi, biro perjalanan, restoran, dan lain sebagainya, Sehingga secara otomatis akan menyediakan lapangan pekerjaan lebih banyak bagi masyarakat. Selain menghasilkan devisa bagi negara dan dapat rneningkatkan kesejahteraan masyarakat, industri pariwisata yang berbasis budaya dapat menjadi perekat bangsa. Sedangkan pariwisata berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dapat memulihkan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan. Namun demikian kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia, tidak terlepas dari perkembangan aspek-aspek penentu, baik di dalam maupun di luar negeri. Aspek-aspek penentu tersebut antara lain adalah pemasaran, produksi, aksesibilitas dan infrastruktur kepariwisataan, dan terutama adalah masalah keamanan serta stabilitas politik di tanah air (Aryanto, 2003) Pariwisata adalah salah satu potensi yang kini banyak digali dan dikembangkan di banyak negara. Ada peningkatan kecenderungan pasar pariwisata internasional untuk berwisata di kawasan yang masih alami. Kecenderungan ini memberi peluang bagi pengembangan pariwisata Indonesia karena Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang kaya akan keanekaragaman hayati, memiliki panjang garis pantai lebih dari 81.000 km dan 17.504 pulau, di mana 10.000 pulau di antaranya merupakan pulau-pulau kecil, bahkan sangat kecil, belum bernama dan tidak berpenghuni. Pulau-pulau kecil memiliki potensi dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata dalam bentuk wisata bahari (marine tourism) ataupun ekowisata (ecotourism). ekowisata merupakan perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (Garrod & Wilson, 2003). Dalam portofolio produk wisata Indonesia, wisata alam menempati posisi kedua setelah wisata budaya, di mana dalam wisata alam ini ada wisata bahari, ekowisata, dan wisata petualangan (Tabel 1). Pariwisata di Indonesia tumbuh dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dalam tiga tahun terakhir sumbangan pariwisata terhadap devisa negara terus meningkat dan bahkan melampaui yang ditargetkan pemerintah. Di tahun 2015, target devisa dari pariwisata adalah Rp.144 triliun dan tercapai Rp.175.71 triliun (capaian 122,02% dari target). Demikian juga di tahun 2016 dan 2017 capaian devisa dari pariwisata melebihi yang ditargetkan pemerintah. Pariwisata juga berkontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) nasional. Jika di tahun 2015 sumbangan pariwisata terhadap PDB nasional sebesar 4,25%, maka di tahun 2017 meningkat menjadi 5%. Selain itu, pariwisata juga memberi sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja, baik tenaga kerja langsung, tidak langsung, ataupun ikutan dari kegiatan pariwisata. Setiap tahun terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor pariwisata. Di tahun 2015 tenaga kerja yang terserap di sektor pariwisata mencapai 10,36 juta orang, tahun 2016 mencapai 12,28 juta orang dan tahun 2017 mencapai 12 juta orang. Gunung Talamau merupakan gunung tertinggi di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat dengan ketinggian 2.912 mdpl. Gunung Talamau terletak dengan posisi geografis: 05° 37,0’-08° 19,1 LU dan 99° 53’ 08,4”- 99° 57’ 22,8” BT. Posisi Kabupaten Pasaman Barat yang dilewati garis khatulistiwa menjadikan wilayah Gunung Talamau unik dan diduga banyak memberikan pengaruh pada pola penyebaran jenis-jenis tumbuhannya Keindahan lanskap wilayah pantai Batu Karas yang dimanfaatkan sebagai objek wisata merupakan salah satu jenis jasa lingkungan yang dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar. Nilai ekonomi ini diperoleh melalui skema pembayaran jasa lingkungan oleh siapa saja yang mendapatkan manfaat dari jasa lingkungan tersebut. Menurut Pagiola (2005), dasar teori ekonomi dari pembayaran jasa lingkungan secara konseptual sebenarnya sederhana yaitu beneficiary pays atau penerima manfaat yang membayar. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di Indonesia telah diatur dalam UU No. 32 tahun 2009 mengenai Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Pembayaran jasa lingkungan pada dasarnya merupakan skema yang bertujuan merestorasi dan melindungi ketersediaan barang dan jasa lingkungan yang berkelanjutan serta biaya yang lebih efisien dalam jangka waktu yang lama. Memahami mengenai nilai dari berbagai jasa lingkungan tersebut sangat penting dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya yang menguntungkan dari sisi ekonomi dan berkelanjutan dari sisi lingkungan. Namun demikian, nilai ekonomi sumber daya alam yang menawarkan keindahan alam atau lanskap, pada umumnya bersifat non-market atau tidak dapat diperdagangkan (Jala, 2015; Godari dan Ghiyasi, 2014; Jaafar dan Maideen, 2012). Untuk mengestimasi nilai ekonomi dari jasa lingkungan tersebut harus menggunakan teknik penilaian (valuation) tertentu. Menurut Jala (2015), salah satu teknik valuasi ekonomi yang dapat digunakan untuk menilai jasa lingkungan berupa keindahan alam yang dimanfaatkan sebagai objek wisata dapat dilakukan dengan metode biaya perjalanan atau Travel Cost Method (TCM). Premis dasar dari metode biaya perjalanan menyatakan bahwa waktu dan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu untuk mengunjungi suatu lokasi mewakili harga untuk mengakses tempat tersebut (Jala, 2015; Becker et al., 2005). Metode biaya perjalanan dapat menggunakan dua pendekatan yaitu biaya perjalanan berdasarkan zona wilayah (Zonal Travel Cost Method) dan biaya perjalanan individu (Individual Travel Cost Method). Dalam dua dekade terakhir, Individual Travel Cost Method (ITCM) lebih banyak digunakan mengingat kemajuan teknologi informasi dan kelebihannya karena mampu memotret karakteristik sosial ekonomi pengunjung seperti usia, pendapatan, dan pendidikan. Informasi ini sulit diperoleh jika menggunakan metode biaya perjalanan berbasis zona (Blackwell, 2007). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi potensi nilai ekonomi dari objek wisata Pantai Batu Karas menggunakan pendekatan Individual Travel Cost Method serta mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisatawan ke Pantai Batu Karas. (Kode 155533) IDENTIFIKASI MASALAH Sampai saat ini belum pernah dilakukannya pendugaan nilai jasa lingkungan di kawasan wisata alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, maka dari itu perlu dilakukannya pendugaan nilai jasa lingkungan di kawasan tersebut mengingat potensi wisata alam yang sangat besar di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dengan menggunakan metode analisis kesediaan membayar (Willingness to Pay) kepada para pengunjung domestik wisata Gunung Bromo. Metode tersebut digunakan bukan hanya untuk menentukan nilai jasa lingkungan saja melainkan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi dari pengunjung domestik kawasan wisata Gunung Bromo di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu kawasan konservasi yang memberikan berbagai manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar maupun yang tinggal jauh dari kawasan tersebut, baik berupa manfaat tangible maupun manfaat intagible. Taman nasional secara khusus dibina, dikelola, dan dipelihara untuk menjaga kedua manfaat tersebut. Akibat rendahnya pemahaman masyarakat terhadap manfaat intangible taman nasional yakni secara awam dianggap tidak menghasilkan uang, keuntungan, dan lapangan pekerjaan. Padahal taman nasional memiliki manfaat intangible berupa produk jasa lingkungan, seperti manfaat hidrologis, keseimbangan lingkungan, rekreasi, yang apabila manfaat tersebut rusak atau hilang akan berpengaruh buruk terhadap ekosistem. Oleh karena itu, valuasi ekonomi dibutuhkan untuk menilai seberapa besar sumberdaya dapat memberikan manfaat secara ekonomi terhadap masyarakat RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah persepsi pendaki di jalur pendakian Cibodas terhadap kondisi lingkungan di jalur pendakian Cibodas? 2. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata pendakian di jalur pendakian Cibodas? 3. Berapakah nilai ekonomi manfaat jasa wisata jalur pendakian Cibodas dengan metode biaya perjalanan? 1. Bagaimana penilaian masyarakat sekitar terhadap keberadaan ekosistem Sungai Walannae di Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone ? TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menentukan karakteristik pengunjung wisata alam Hutan Kota Bukit Pangonan terhadap biaya perjalanan. 2. Menghitung biaya perjalanan wisata alam Hutan Kota Bukit Pangonan. 3. Menganalisis nilai surplus konsumen wisata alam Hutan Kota Bukit Pangonan. 4. Menganalisis nilai ekonomi wisata alam Hutan Kota Bukit Pangonan berdasarkan metode TCM. 5. Mengidentifikasi pengaruh karakteristik pengunjung wisata alam Hutan Kota Bukit Pangonan terhadap biaya perjalanan. (Kode skripsi tanpa) 1. Mengetahui nilai kesedian membayar pengunjung wisata dan nilai jasa lingkungan dari kegiatan wisata alam di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Tinjauan pustaka 1 Penuslis: Firman Zulpikar¹ * , Dandy E. Prasetiyo², Titis Virgininda Shelvatis1 , Kinta Karissa Komara1 , Monica Pramudawardhani1 Judul: Valuasi Ekonomi Objek Wisata Berbasis Jasa Lingkungan Menggunakan Metode Biaya Perjalanan di Pantai Batu Karas Kabupaten Pangandaran Variabel: Variabel dependent: Y : Tingkat kunjungan Variabel independent: X1 : Biaya total perjalanan X2 : Jarak tempuh (km) X3 : Tingkat pendapatan X4 : Durasi kunjungan X5 : Tingkat pendidikan X6 : Usia X7 : Jumlah anggota Hasil studi: Potensi nilai ekonomi wisata Pantai Batu Karas mencapai Rp 86,571,960,874.00 per tahun dengan tingkat pemanfaatan aktual saat ini yaitu sebesar Rp 54,648,575,495.00 per tahun (63% dari total potensi ekonomi yang ada). Biaya perjalanan, jarak dan durasi kunjungan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kunjungan wisata ke Pantai Batu Karas, sedangkan usia pengunjung, pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah anggota kelompok tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kunjungan Cttn pembahasan: Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini antara lain: Pantai Batu Karas perlu dipromosikan secara optimal sebagai tujuan wisata karena memiliki potensi nilai ekonomi yang tinggi dan sampai saat ini baru termanfaatkan sekitar 63% dari total potensi ekonomi yang ada. Eksistensi sumber daya alam pantai yang terdapat di Batu Karas perlu mendapat perhatian, pemeliharaan dan pengelolaan yang baik. Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah wisatawan antara lain melalui peningkatan akses transportasi umum dan jalan raya menuju lokasi wisata agar biaya perjalanan turun serta membangun fasilitas pendukung lain seperti homestay agar durasi kunjungan wisatawan semakin lama. 2 Penuslis: Bernard Hasibuan Universitas Sahid Jakarta Judul: VALUASI EKONOMI LINGKUNGAN NILAI GUNAAN LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG KOMODITAS EKONOMI Variabel: TEV = Total Economic Value (Nilai Ekonomi Total) UV = Use Values (Nilai Penggunaan) NUV = Non Use Value (Nilai Intrinsik) DUV = Direct Use Value (Nilai Penggunaan Langsung) IUV = Indirect Use Value (Nilai Penggunaan Tidak Langsung) OV = Option Value (Nilai Pilihan) EV = Existence Value (Nilai Keberadaan) BV = Bequest Value (Nilai Warisan/Kebanggaan) Hasil studi:Pandangan masyarakat Lombok tentang gejala perubahan iklim cukup baik dimana sebagian besar (75 %) masyarakat mengetahui fenomena perubahan iklim. Respon masyarakat terhadap gejala ini sangat baik dimana keinginan memperbaiki keadaan sangat besar yaitu 76 % ingin memperbaiki atau sanggup membayar untuk perbaikan keadaan. Sikap masyarakat ini adalah masukan yang baik bagi pemerintah, dimana masyarakat masih mau berkontribusi dalam pemulihan keadaan walaupun pendapatan mereka yang sangat rendah yaitu 70 % dibawah upah minimum propinsi Rp 950.000,-. Preferensi masyarakat yang ingin memperbaiki keadaan ini adalah refleksi dari kebutuhan dan keinginan mereka untuk lepas dari permasalahan dampak perubahan iklim. Masyarakat cukup gelisah dan tidak sabar dengan penantian penyelesaian masalah dari pihak luar yang kurang pasti, oleh karena itu mereka sanggup menanggung beban dengan mekanisme pinjaman sekalipun. Nilai ekonomi kawasan pesisir yang dikaji meliputi nilai gunaan langsung dari penggunaan atau konsumsi ikan dan tangkapan laut yang mempunyai harga pasar dan jasa lingkungan dari beberapa entitas kawasan pesisir seperti ekosistem mangrove, estuary, terumbu karang, dan up-welling. Secara keseluruhan nilai ekonomi yang terkait dengan dampak perubahan iklim adalah Rp 51.612.166.235,- dimana nilai gunaan tidak langsung atau jasa lingkungan sebesar Rp 51.320.291.235,- dan nilai gunaan langsung atau konsumsi dari ikan dan produk laut sebesar Rp 291.875.000.000,-. Nilai EOP dari hasil tangkapan ikan beberapa waktu negative pada tahun 2000, 2002, 2005 dan 2007. Nilai ekonomi sumber daya air yang dikaji meliputi nilai gunaan tidak langsung dari air dengan berbagai fungsi yaitu air hujan, air permukaan, dan air tanah. Nilai ekonomi yang potensi hilang karena dampak perubahan iklim pada sumber daya air sebesar Rp 3.046.331.113.080. Cttn pembahasan: 3 Penuslis:Muhammad Izzuddin Furqony Judul:Valuasi Ekonomi dan Strategi Pengembangan Wisata Alam Pendakian dan Mawar Camp Area Variabel: variabel jumlah permintaan kunjungan sebagai variabel dependen dan variabel akses, pendapatan, motivasi dan biaya perjalanan sebagai variabel independen. Hasil studi: Hasil uji regresi linier berganda mengenai jumlah permintaan kunjungan Basecamp Mawar dapat diketahui bahwa ada beberapa variabel dependen dalam penelitian yang signifikan pengaruhnya terhadap jumlah permintaan kunjungan Basecamp Mawar yaitu variabel independen akses, travel motivation dan biaya perjalanan berpengaruh signifikan positif terhadap variabel dependen permintaan jumlah kunjungan Basecamp Mawar. Sedangkan variabel independen pendapatan berpengaruh signifikan negatif terhadap jumlah permintaan kunjungan Basecamp Mawa Cttn pembahasan: Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa strategi pengembangan yang dapat dilakukan untuk pengembangan Basecamp Mawar melalui strategi pertumbuhan agresif adalah dengan meningkatkan dan menata seluruh fasilitas dan pelayanan pengunjung demi menjaga image positif Basecamp Mawar sebagai wisata alam, menjaga dan melindungi kelestarian alam Basecamp Mawar, optimalisasi promosi dan kerjasama dengan berbagai pihak untuk perkembangan Basecamp mawar