PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI TAMAN SINAU DI RW. 11, KELURAHAN TULUSREJO, KECAMATAN LOWOKWARU, KOTA MALANG Disusun oleh: Ibnu Arianto NIM: 185010109111016 / No. Absen: 55 Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah (Kelas F) ABSTRAK Keberadaan Ruang Terbuka Hijau sangat penting bagi kehidupan, disamping bermanfaat bagi pengendalian keseimbangan alam, menurut Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 Ruang Terbuka Hijau juga sebagai sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa, dan manula. Dari aspek struktur kota, Ruang Terbuka Hijau dapat berupa Ruang Terbuka Privat dan Ruang Terbuka Publik, sedangkan Ruang Terbuka Publik berupa Taman Lingkungan Tingkat Kecamatan; Taman Lingkungan Tingkat Kelurahan; Taman Lingkungan Tingkat RW, Taman Lingkungan Tingkat RT. RW. 11 Kelurahan Tulusrejo memiliki beberapa Ruang Terbuka yang menyebar dibeberapa RT, dengan berbagai bentuk, luasan dan karakteristik lahan. RW. 11 secara sosial budaya memiliki berbagai ragam kegiatan yang dilakukan secara rutin, mulai dari kegiatan pendidikan, olahraga, seni kegiatan kemasyarakatan lainnya. Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau sebagai Taman Sinau adalah upaya mempertemukan antara berbagai ragam kegiatan yang dilakukan oleh berbagai ragam usia dan wadah yang menampung kegiatan tersebut dengan memanfaatkan ruang-ruang terbuka tanpa meninggalkan aturan dan syarat yang berlaku, sehingga tercipta ruang-ruang publik sebagai wadah ekspresi, interaksi sehingga akan terjadi pula kegiatan pembelajaran. Dalam proses perencanaan dan perancangan Taman Sinau ini pendekatan yang dilakukan menitikberatkan pada peran masyarakat sebagai subyek, baik mulai dari identifikasi permasalahan dan usulan perencanaan. Dari proses tersebut di atas dihasilkan usulan rancangan yang berbasis masyarakat. Kata kunci: Ruang Terbuka Hijau, Taman Sinau, kegiatan masyarakat 1. LATAR BELAKANG Ruang terbuka hijau (RTH) dalam lingkungan pembangunan secara gobal saat ini diperlukan demi menjaga keseimbangan kualitas lingkungan hidup suatu daerahkhususnya di daerah perkotaan yang memiliki berbagai permasalahan berkaitan dengan masalah ruang yang sedemikian kompleks. Ruang terbuka hijau (RTH) khususnya di wilayah perkotaan memiliki fungsi yang penting diantaranya terkait aspek ekologi, sosial budaya, dan estetika. Berkaitan dengan fungsi secara ekologi misalnya, ruang terbuka hijau berfungsi sebagai pengendali iklim yakni sebagai produsen oksigen, peredam kebisingan, dan juga berfungsi sebagai visual control / kontrol pandangan yaitu dengan menahan silau matahari atau pantulan sinar yang ditimbulkan. Adapun dalam aspek sosial budaya, salah satu fungsi dari Ruang terbuka hijau (RTH) diantaranya adalah sebagai ruang komunikasi dan interaksi sosial bagi masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan melalui RTH yang bersifat publik. Selain sebagai ruang interaksi masyarakat, RTH publik baiknya juga memenuhi fungsi sebagai sarana rekreasi, olahraga, sarana pendidikan, bahkan sebagai pusat kuliner. Selain kedua aspek tersebut, RTH juga dapat berfungsi secara estetika diantaranya meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota, serta menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Agar suatu RTH publik dapat berfungsi secara optimal, tentunya perlu diperhatikan pula apakah sudah memenuhi kriteria penyediaan sebagai ruang publik yang ideal seperti lokasi yang mudah dijangkau, nyaman, dan memberikan rasa aman bagi penggunanya. RW. 11 Kelurahan Tulusrejo merupakan permukiman baru yang dikembangkan oleh pengembang, sehingga penghuninya berasal dari berbagai wilayah yang memiliki berbagai latar belakang sosial budaya. Dalam perkembangannya masyarakat RW. 11 mampu mengaktulisasikan diri dalam komunikasi sosial yang mengakibatkan adanya hubungan sosial yang harmonis, hal ini terbukti dengan adanya banyaknya kegiatan-kegiatan sosial budaya yang dilakukan oleh masyarakat atas kesepakatan bersama akibat dari komunikasi sosial yang telah dibangun. Kegiatan sosial budaya tersebut meliputi berbagai macam jenis sesuai dengan bakat dan minat serta dilakukan oleh berbagai tingkat usia. Mulai dari usia dini sampai lansia. Kegiatan sosial budaya tersebut meliputi kegiatan pendidikan usia dini berupa POS PAUD yang melakukan belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar 1 minggu 2 kali, kegiatan keagamaan, kegiatan pemberdayaan masyarakat, kegiatan olahraga dari anak-anak, remaja dan dewasa termasuk lansia, kegiatan bakat minat seni budaya yang dilakukan oleh Karang Taruna. Beberapa kegiatan tersebut belum memiliki wadah yang representatif, sehingga dimungkinkan dapat memperlambat tumbuh kembangnya potensi bakat dan minat masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja. Pada sisi lain sebagai permukiman yang dibangun oleh pengembang, wilayah RW. 11 Kelurahan Tulusrejo memiliki beberapa fasilitas umum berupa ruang terbuka yang tesebar di beberapa titik yang berbatasan dengan wilayah administrasi RT. Ruang terbuka tersebut ada yang berlokasi di tengah-tengah permukiman, di bantaran sungai serta berupa median jalan maupun pulau jalan. Namun hingga saat ini ruang tersebut belum termanfaatkan secara optimal. Dengan adanya perencanaan dan penataan ruang terbuka sesuai dengan kondisi dan potensi diharapkan dapat menjaga keseimbangan lingkungan serta pada satu sisi dapat dijadikan sebagai wadah kegiatan sosial budaya masyarakat sesuai dengan kebutuhannya. 1.1 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, makan penulis menentukan rumusan masalahnya dengan sebagai berikut 1. Apa pengertian dan fungsi Ruang Terbuka Hijau? 2. Apa pengertian dan peranan Ruang Publik? 3. Bagaimana peluang dan strategi dalam pembangunan Taman Sinau di RW. 11 Kelurahan Tulusrejo? 1.2 METODE PENULISAN Metode penulisan artikel ini menggunakan metode pendekatan Parsisipatif, yaitu dalam pelaksanaannya melibatkan masyarakat secara aktif agar dapat diketahui kebutuhannya, meliputi pengumpulan data, studi literatur, analisa dan usulan rancangan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi lapangan bersama masyarakat, meliputi: Data lokasi, kondisi eksisting termasuk luasan serta data kegiatan sosial budaya yang diperoleh dengan wawancara dan diskusi dalam FGD (Forum Discussion Group). Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur berupa buku teks, peraturan pemerintah, SNI dan jurnal. Sedangkan untuk kegiatan analisa serta pemecahan masalah dilakukan juga melalui FGD (Forum Discussion Group). Hasil yang diperoleh adalah kesepakatan jenis sarana yang dihadirkan sesuai dengan kebutuhan kegiatan masyarakat yang sudah ada maupun yang akan diadakan serta pemanfaatan lahan. Dari kesepakatan tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk usulan rancangan baik rancangan tapak maupun rancangan bangunan. Usulan rancangan ini dalam penentuannya juga di diskusikan melalui FGD (Forum Discussion Group). 2. Pembahasan 2.1 Pengertian dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, pengertian ruang terbuka hijau (RTH) adalah area memanjang/ jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan pengertian ruang terbuka hijau adalah, ruang terbuka hijau merupakan sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk, dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan.1 Adapun ditinjau berdasarkan fungsinya, ruang terbuka hijau memiliki dua fungsi yakni fungsi intrinsik dan ekstrinsik.2 Fungsi intrinsik terdiri atas fungsi ekologis, sedangkan fungsi ektrinsik meliputi fungsi sosial dan budaya, ekonomi, serta estetika. Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi, dan konservasi hayati. Dapat disimpulkan pada 1 Purnomohadi, S. 1995. “Peran Ruang Terbuka Hijau Dalam Pengendalian Kualitas Udara 2 di DKI Jakarta”. Disertasi, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. (Hlm. 62) Dirjentaru. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum. dasarnya ruang terbuka hijau memiliki tiga fungsi dasar antara lain berfungsi secara sosial yakni sebagai fasilitas untuk umum dengan fungsi rekreasi, pendidikan dan olahraga, serta menjalin komunikasi antar warga kota; berfungsi secara fisik yaitu sebagai paru-paru kota, melindungi sistem air, peredam bunyi, pemenuhan kebutuhan visual, menahan perkembangan lahan terbangun/ sebagai penyangga, dan melindungi warga kota dari polusi udara; serta berfungsi sebagai estetika yaitu pengikat antar elemen gedung dalam kota, pemberi ciri dalam membentuk wajah kota, dan unsur dalam penataan arsitektur perkotaan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki fungsi antara lain; Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air, dan udara; tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati; pengendali tata air; serta sarana estetika kota. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Tahun 2008 Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi. Sedangkan manfaatnya adalah sebagai: Sarana untuk mencerminkan identitas daerah; Sarana penelitian, pendidikan, dan penyuluhan; sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial; meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan; menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah; sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa, dan manula; sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat; memperbaiki iklim mikro; serta meningkatkan cadangan oksigen perkotaan. 2.2 Pengertian dan Fungsi Ruang Publik Ruang publik merupakan suatu sistem kompleks berkaitan dengan segala bagian bangunan dan lingkungan alam yang dapat diakses dengan gratis oleh publik yang meliputi jalan, square, lapangan, ruang terbuka hijau, atau ruang privat yang memiliki keterbukaan aksesibilitas untuk public.3 Ciri-ciri utama dari ruang publik antara lain adalah terbuka, mudah dicapai oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelompok, dan tidak selalu harus ada unsur hijau, bentuknya dapat berupa mall, plaza, ataupun taman bermain.4 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nasution dkk,5 faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan masyarakat terhadap ruang publik antara lain jarak dari rumah, aksesibilitas, luasan ruang publik, fasilitas, keberadaan sektor informal, vegetasi, keamanan, kebersihan, estetika, fungsi rekreasi, fungsi interaksi sosial, dan kegiatan yang dilakukan di sana. Pentingnya fungsi ruang publik dalam perencanaan kota yakni sebagai pusat interaksi, komunikasi masyarakat, baik formal maupun informal seperti upacara bendera, sholat Ied pada hari raya Idul Fitri, dan peringatan-peringatan yang lain; sebagai ruang terbuka yang menampung koridor-koridor, jalan yang menuju ke arah ruang terbuka publik tersebut dan ruang pengikat dilihat dari struktur kota, sekaligus sebagai pembagi ruang-ruang fungsi bangunan di sekitarnya serta ruang untuk transit bagi masyarakat yang akan pindah ke arah tujuan lain; sebagai tempat pedagang kaki lima yang menjajakan makanan dan minuman, dan sebagainya; dan sebagai paru-paru kota yang dapat menyegarkan kawasan tersebut, sekaligus sebagai ruang evakuasi untuk menyelamatkan masyarakat apabila terjadi bencana gempa atau yang lain.6 3 Carmona, Mattew, et al. 2010. Public Places Urban Spaces. UK: Architectural Press. (Hlm: 10) 4 Carr, Stephen, et al. 1992. Public Space. USA: Cambridge University Press. (Hlm: 109) 5 Nasution, Ahmad Delianur dan Wahyuni Zahrah. 2011. “Public Open Space’s Contribution to Quality of Life: Does Privatisation Matters?”.Asian Journal of EnvironmentBehaviour Studies. Vol. 3, No. 9, July 2012, (Hlm: 55 – 64) 6 Darmawan, Edy.2009. Ruang Publik dalam Arsitektur Kota. Semarang: Badan Penerbit: Universitas Dipenogoro, (Hlm. 77) 2.3 Strategi dan Peluang dalam Pembangunan Taman Sinau 2.3.1 Peluang Setiap warga yang mengunjungi taman tentu menginginkan lokasi taman yang menarik untuk dikunjungi. Sarana dan prasarana taman sangat berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah kunjungan warga ke taman. Jika warga merasa kebutuhannya tercukupi, maka akan menjadi kenangan tersendiri bagi pengujung dan ingin mengunjungi kembali taman tersebut. Oleh karena itu, di sekitar ataupun di kawasan taman perlu dibangun sarana dan prasarana pendukung kegiatan warga guna keberlanjutan interaksi warga di RW. 11 Kelurahan Tulusrejo, seperti membangun MCK, mushola, lahan parkir, wahana permainan untuk anak-anak, gazebo, dan sarana olahraga. Disamping membangun dan mengadakan sarana prasarana, hal yang terpenting adalah pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana tersebut. Pemeliharaan dilakukan untuk mempertahankan fungsi sarana prasarana. Latar belakang warga yang beragam dan keinginan masyarakat untuk bersosialisasi dengan warga lainnya, membuat adanya rasa perlunya taman di sekitarnya. Kebanyakan keluarga di RW. 11 adalah keluarga muda yang memiliki anak usia balita hingga remaja, sehingga taman yang paling cocok dengan karakter warganya dalah taman belajar sehingga anak-anak mereka dapat belajar, bermain, dan bersosialisasi dengan aman tanpa takut ancaman negatif dari dunia pergaulannya. 2.3.2 Strategi R T . R T . R T . R T . R T . R T . R T . Gambar 1. Lokasi Obyek7 Dasar strategi yang dilakukan dalam penentuan lokasi adalah : Kemudahan pencapaian Kecukupan daya tampung Mudah pengerjaan dan perawatan Kedekatan dengan sarana pendukung Luasan tapak Zona Bersama Zona Anak-Anak Gambar 2. Pembagian Zona8 7 8 Dokumentasi Karang Taruna RW. 11 Kelurahan Tulusrejo Dokumentasi Karang Taruna RW. 11 Kelurahan Tulusrejo Zona Remaja Dasar pertimbangan yang dilakukan adalah: Zona bersama di sisi depan dengan pertimbangan mudah dijangkau untuk segala lapisan umur maupun segala jenis kegiatan, meliputi sarana pendukung kegiatan olah raga, kesenian, rembug warga dan kegiatan social kemasyarakatan lainnya. Zona Anak-Anak di zona tengah dengan pertimbangan agar terlindungi (keamanan), meliputi sarana pendukung kegiatan belajar dan bermain di dalam dan di luar ruang Zona Remaja di zona belakang dengan pertimbangan karakter gerak remaja untuk dapat menjangkau dimanapun tempat, meliputi sarana pendukung kegiatan olahraga 3. Penutup 3.1 Kesimpulan Permukiman baru memiliki beberap ruang terbuka sebagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengembang. Sering kali ruang terbuka tersebut tidak termanfaatkan secara optimal sesuai dengan fungsi peruntukannya. Pada satu sisi masyarakat membutuhkan ruang-ruang komunal sebagai tempat untuk berkomunikasi horizontal baik berupa komunikasi dalam bentuk sehari-hari atau dalam bentuk komunikasi berupa mengadakan kegiatan sosial budaya yang rutin maupun isidentil. Dengan adanya wadah berupa ruang-ruang komunal akan mendukung komunikasi social yang pada akhirnya terjadi proses pembelajaran 3.2 Saran Disamping membangun dan mengadakan sarana prasarana, hal yang terpenting adalah pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana tersebut. Pemeliharaan dilakukan untuk mempertahankan fungsi sarana prasarana. Setiap program kegiatan di Taman Sinau sebaiknya terencana dan terjadwal sehingga terkesan teratur dan tidak dadakan Kedekatan masyarakat bisa ditingkatkan dengan adanya Taman Sinau ini, sehingga alangkah baiknya setiap bulannya ada kegiatan bulanan warga yang berkesinambungan. DAFTAR PUSTAKA Peraturan Hukum: Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010 - 2030 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Perkotaan. Sumber Buku: Carmona, Mattew, et al. 2010. Public Places Urban Spaces. UK: Architectural Press. (Hlm: 10) Carr, Stephen, et al. 1992. Public Space. USA: Cambridge University Press. (Hlm: 109) Darmawan, Edy.2009. Ruang Publik dalam Arsitektur Kota. Semarang: Badan Penerbit: Universitas Dipenogoro, (Hlm. 77) Dirjentaru. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum. Nasution, Ahmad Delianur dan Wahyuni Zahrah. 2011. “Public Open Space’s Contribution to Quality of Life: Does Privatisation Matters?”.Asian Journal of Environment-Behaviour Studies. Vol. 3, No. 9, July 2012, (Hlm: 55 – 64) Purnomohadi, S. 1995. “Peran Ruang Terbuka Hijau Dalam Pengendalian Kualitas Udara di DKI Jakarta”. Disertasi, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. (Hlm. 62) SNI Badan Standardisasi Nasional tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan