DIMENSI-DIMENSI ETIKA KOMUNIKASI Part 8 Tiga Dimensi Etika Komunikasi • Berbicara, mengeluarkan pendapat atau melakukan aktivitas komunikasi di ruang public merupakan hak yang paling dasar bagi manusia. • Hak ini dijamin oleh UUD 1945, Undang-undang pokok pers, Undang-undang penyiaran, dan Undang-undang keterbukaan informasi public. • Jaminan ini sekaligus berfungsi sebagai payung hukum untuk melindungi setiap warga negara yang akan mengeluarkan pendapat dimuka umum (termasuk di dalamnya batasanbatasannya). • Menurut Boris Libois ( 2002:19) hak berkomunikasi di ruang public tidak bisa dilepaskan dari otonomi demokrasi untuk berekspresi. Jadi, untuk menjamin otonomi demokrasi bisa berjalan, apabila hak untuk berkomunikasi di ruang publik dihormati. • Etika komunikasi merupakan bagian dari upaya menjamin otonomi demokrasi tersebut. • Etika komunikasi sekaligus memberikan gambaran bagaimana berkomunikasi di depan public yang sesuai dengan etika, sehingga masyarakat mengetahui batasan-batasannya. • Etika komunikasi tidak hanya berhenti pada masalah aktor komunikasi seperti wartawan, editor, agen iklan, dan pengelola rumah produksi. • Etika komunikasi berhubungan dengan praktek institusi, hukum, komunitas, struktur sosial, budaya, politik, dan ekonomi. • Sarana atau etika strategi dalam bentuk regulasi sangat perlu. • Etika bukan untuk membatasi praktek jurnalistik (dengan segala macam ideologi media yang ada), justru membantu agar media bisa tetap memiliki kredibilitas dan kepercayaan dari masyarakat sebagai pelayanan informasi publik. • Etika komunikasi diharapkan mampu memberikan batasan dan tanggung jawab moral kepada pelaku jurnalistik untuk memperhatikan ruang public, sehingga menghasilkan berita yang sesuai diharapkan masyarakat. • Pembahasan mengenai media massa dan etika komunikasi saat ini tidak bisa dilepaskan dari peranan media massa yang sangat penting sebagai media penyampai informasi kepada masyarakat. • Media massa sering meninggalkan etika dengan alasan mengejar kecepatan, mengejar berita, dan kepentingan-kepentingan yang lebih berpihak kepada media itu sendiri (konsep media massa online...kompas.com, republika online dll) • Kesadaran konsep “ruang public” harus disegarkan kembali, sehingga media dapat memahami kebutuhan informasi dan kredibilitas sebuah berita. • Jika saja kita mengambil contoh kehidupan berkomunikasi kita maka kita akan menemukan berbagai relevansi pentingnya membangun etika di dalamnya. • Dalam kasus fenomena hidup ‘media massa’ misalnya, kerap akan memberi gambaran bagaimana etika ini amat berfungsi besar. • Harapan komunikasi dalam ruang media massa tentu adalah bisa membangun idealisme untuk menjadi sarana komunikasi yang baik bagi semua manusia. • Dalam konteks kasus media semacam ini maka ‘etika komunikasi’ menjadi sarana dan instrumen penting untuk mengkritisi dan membongkar berbagai praktik dan perilaku bermedia dan terutama praktik berkomunikasi. • Etika komunikasi bisa membantu mencari berbagai dasar cara kerja untuk memotret berbagai kepentingan tersembunyi yang dihadirkan dalam setiap diskursus media massa. • Etika komunikasi selalu dihadapkan dengan berbagai masalah, yaitu antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab terhadap pelayanan publik itu. • Etika komunikasi memilik tiga dimensi yang terkait satu dengan yang lain, yaitu 1. Aksi komunikasi - Aksi komunikasi yaitu dimensi yang langsung terkait dengan perilaku aktor komunikasi. - Perilaku aktor komunikasi hanya menjadi salah satu dimensi etika komunikasi, yaitu bagian dari aksi komunikasi. - Secara garus besar semua aturan etis atau kode etik tersebut untuk mempertegas fungsi “tanggung jawab” yang harus dimiliki oleh para pelaku aksi komunikasi. - Misalnya banyak norma atau etika yang sering dilanggar oleh para politikus saat orasi atau debat, kadang-kadang saling ejek, bicara tanpa ada data, emosional dll 2. Dimensi Sarana • Dimensi sarana melengkapi dimensi perilaku komunikasi atau aksi komunikasi. • Dimensi ini mewujudkan etika strategi untuk mengatur pelaksanaan aksi komunikasi yang sering melewati batasbatas etika. • Wujudnya berupa peraturan, hukum, perundangan, dan sistem kebijakan yang mengatur soal praktik komunikasi. • Hal ini untuk memberikan jaminan kepada masyarakat agar pelaku aksi komunikasi lebih berhati-hati dalam • Dimensi ini lebih berbicara pada struktur sistem yang mengawal para pelaku komunikasi sehingga tidak mudah mengelak dari tanggungjawabnya. • Dimensi sarana ini memfokuskan pada sistem media dan prinsip dasar pengorganisasian dalam praktik penyelenggaraan informasi, termasuk yang mendasari hubungan produksi informasi (terutama dalam media massa). • Dimensi ini dapat menjamin keadilan dan keseimbangan informasi yang akan diterima oleh masyarakat. • Dimensi ini juga diharapkan menjadi pertimbangan moral bagi para pelaku aksi komunikasi. 3. Dimensi Tujuan • Dimensi tujuan lebih mengangkat persoalan ‘meta etika’ tentang bagaimana secara mendasar etika komunikasi harus dirumuskan. • Meta etika ini melampui persoalan etika normatif yang ada dalam berbagai profesi. • Dimensi tujuan ini menjangkau pendasaran pertimbangan yang lebih fundamental seperti prinsip-prinsip dasar berdemokrasi dan juga kebebasan pers. • Misalnya mencoba memahami secara lebih mendalam terkait dengan apa itu “demokrasi” dan “kebebasan pers” Demokrasi • Demokrasi adalah kekuasaan yang berada ditangan rakyat(pemerintahan rakyat). • Pemerintahan rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi dipenggang oleh rakyat. • Demokrasi adalah sebuah bentuk sistem pemerintahan dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat yang dijalankan oleh pemerintah. Kebebasan Pers • Kebebasan pers menjadi basis dari kerja-kerja pers seperti amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 2 UU ini menyatakan, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. • Kebebasan pers di mata publik dimaknai sebagai terbukanya ruang bagi pers untuk bekerja secara profesional, independen, dan membawa amanat kepentingan publik. • Kebebasan pers menjadi jalan bagi media massa menjalankan perannya sebagai jembatan kepentingan antara negara dan masyarakat. Kebebasan tersebut harus ditopang oleh independensi dan profesionalisme pers. Inilah modal sosial bagi pers dalam menghadapi tantangan yang setiap saat hadir menguji kebebasan pers itu sendiri. Deontologi Jurnalisme • Deontologi adalah suatu pandangan yang menekankan penilaian sikap berdasar hanya benar atau salah, boleh atau tidak. • Deontologi jurnalisme adalah keseluruhan aturan dan prinsip yang mengatur pelaksanaan profesi . • Jangkauannya terbatas pada masalah moral, meskipun disertai sanksi. Sanksi untuk menegakkan profesi. • Penguatan Deontologi Jurnalisme dan Batas–Batas Kebebasan Pers dapat dilakukan jika melibatkan semua pihak, tidak hanya wartawan tetapi semua unsur dalam masyarakat. • Jurnalis diharapkan secara professional melakukan profesinya dan siap menerima masukan dari elemen masyarakat, sehingga menghasilkan informasi yang bertanggung jawab. • Penguatan deontologi jurnalisme diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan informasi, tentunya harus mengikutsertakan public secara nyata. Misalnya beberapa elemen masyarakat masuk dalam kepengurusan dewan pers dll. • Dalam hal ini masyarakat dapat mengkritisi media, sehingga media tetap pada “rel” yang benar. • Regulasi terhadap pers diharapkan melibatkan beberapa elemen masyarakat, sehingga mampu memberikan aturan yang tegas dan komprehensif, sehingga batasan fungsi media menjadi lebih jelas. • Aspek politis, ekonomi, social, budaya, dan kekuasaan menjadi hal penting yang juga dapat mempengaruhi media dan wartawan.