Uploaded by User48096

Kerajaan Mataram Islam

advertisement
Kerajaan Mataram Islam
Disusun oleh :
Kelompok 2
Aulia Garnish M. (7)
Daniela Widya P. (8)
M. Rizki Nugroho (24)
Rafi Yusuf A. (32)
Revata Tri A. (33)
Thoriq Abdansyakuro (35)
X MIPA 6
Letak Geografis Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini letaknya di erletak di
Jawa Tengah bagian Selatan dengan pusatnya di Kota Gede yaitu di sekitar Kota
Yogyakarta sekarang.
Menurut berita-berita kuno mengenai Mataram, letak geografis Kerajaan Mataram
Islam berada di daerah aliran Sungai Opak dan Progo yang bermuara di Laut Selatan.
Wilayahnya membentang antara Tugu sebagai batas utara dan Panggung Krapyak di
batas selatan, antara Sungai Code di timur dan Sungai Winongo sebelah barat.
Antara Gunung Merapi dan Laut Selatan, Kraton dalam pikiran masyarakat Jawa,
diartikan sebagai pusat dunia yang digambarkan sebagai pusat jagad raya.
Latar Belakang
Pada mulanya, Mataram adalah wilayah yang dihadiahkan oleh Sultan
Adiwijaya kepada Ki Gede Pemanahan. Sultan Adiwijaya menghadiahkannya karena
Ki Gede Pemanahan telah berhasil membantu Sultan Adiwijaya dalam membunuh
Arya Penangsang di Jipang Panolan. Ki Pamenahan, disinyalir sebagai penguasa
Mataram yang patuh kepada sultan Pajang. Ia mulai naik tahta di Istananya di
Kotagede pada tahun 1577 M. Di tangan Ki Gede Pemanahan, Mataram mulai
menunjukkan kemajuan. Pada tahun 1584 Ki Gede Pemanahan meninggal, maka
usaha memajukan Mataram dilanjutkan oleh anaknya yaitu Sutawijaya.
Sutawijaya atau dikenal dengan nama Panembahan Senapati. Sepeninggal
ayahnya, ia dilantik sebagai penguasa penting di Mataram menggantikan Ayahnya. Ia
seorang yang gagah berani, mahir dalam hal berperang. Sehingga sejak ia masih
sebagai pemimpin pasukan pengawal raja Pajang ia telah diberi galar oleh Sultan
Adiwijaya, Senapati ing Alaga (panglima perang).
Senapati memiliki cita-cita hendak mengangkat kerajaan Mataram sebagai
penguasa tertinggi di Jawa menggantikan Pajang. Untuk mewujudkan cita-citanya itu,
Senapati mengambil dua langkah penting, pertama memerdekakan diri dari pajang
dan kedua untuk memperluas wilayah kerajaan Mataram keseluruh jawa. Konflik
antara raja Pajang dengan Sutawijaya menghasilkan kemenangan dipihak
Sutawijaya. Setelahnya, keturunan Adiwijaya, yaitu pangeran Benawa yang
seharusnya menjadi ahli waris kesultanan pajang, menyerahkan tahta kekuasaan
kerajaan Pajang kepada Senapati. Sejak saat itu Senapati mengambil gelar
Panembahan tahun 1586. Sutawijaya berhasil membangun Mataram pada tahun
1586. Wilayah yang dikuasai Kesultanan Mataram adalah Mataram, Kedu, dan
Banyumas. Sutawijaya meninggal pada tahun 1601 dan ia menguasai wilayah Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Di sebelah timur hanya Blambangan, Panarukan, dan Bali
yang masih tetap merdeka. Lainnya tunduk pada kekuasaan Senapati Sedangkan di
pantai laut Jawa Rembang, Pati, Demak, Pekalongan mengakui kekuasaan Mataram.
Setelah Sutawijaya meninggal, posisinya sebagai Sultan digantikan oleh putranya
yaitu Raden Mas Jolang. Ia diberi gelar Sultan Hanyakrawati. Ia memerintah pada
tahun 1601-1613. Pada masa pemerintahannya, sering terjadi perlawanan dari
wilayah pesisir, yang merupakan salah satu penyebab mengapa RM Jolang tidak
mampu memperluas wilayah Kesultanan Mataram. Dalam menjalankan roda
pemerintahan, ia cenderung mengadakan pembangunan dibanding ekspansi.
Menjelang wafatnya, RM Jolang menunjuk Raden Mas Rangsang sebagai
penggantinya. Setelah dilantik, RM Rangsang diberi gelar Sultan Agung
Hanyakrakusuma Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrahaman. Ia memerintah dari tahun
1613-1645. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Mataram mengalami kejayaan.
Raja-Raja Kerajaan Mataram Islam
Ki Ageng Pamanahan
Ki Ageng Pamanahan merupakan pendiri desa Mataram tahun 1556, desa
inilah yang kemudian hari berkembang menjadi Kesultanan Mataram yang
dipimpin oleh anaknya. Tanah Mataram sendiri merupakan hadiah yang
diberikan oleh Hadiwijaya karena Ki Pamanahan berhasil membunuh Arya
Penangsang.
Awalnya tanah hadiah ini merupakan hutan lebat yang oleh masyarakat
sekitar diberi nama Alas Mentaok, kemudian oleh Ki Ageng Pamanahan
dijadikan desa Mataram. Ki Ageng Pamanahan menikah dengan Nyai
Sabinah (putri Ki Ageng Saba), dari pernikahan ini beliau memiliki putra-putri
26 orang.
Salah satu putra Ki Ageng Pamanahan yang menjadi perintis Kesultanan
Mataram. Pada tahun 1584 Ki Ageng Pamanahan wafat dan dimakamkan di
kota Gede.
Panembahan Senapati
Setelah Ki Ageng Pamanahan meninggal
kekuasaan Mataram berikan Sutawijaya, beliau ini
adalah menantu dari Raja Pajang. Atas anjuran
Sultan Pajang Senapati Sutawijaya menjadi Raja
Kerajaan Mataram. Pada saat Sutawijaya berkuasa
bisa dibilang ini adalah masa awal kebangkitan
Kerajaan Mataram Islam di Jawa.
Di bawah kepemimpinan Panembahan
Senapati, Kerajaan Mataram memperluas
kekuasaannya mulai dari Pajang, Demak serta
menguasai daerah-daerah penting lainnya seperti
Tuban, Madiun, Pasuruan dan sebagian besar
wilayah Surabaya. Panembahan Senapati
meninggal pada tahun 1523 atau 1610 M yang kemudian posisinya digantikan
oleh Raden Mas Jolang.
Raden Mas Jolang
Raden Mas Jolang atau Panembahan Anyakrawati merupakan pewaris kedua
Kerajaan Mataram Islam. Beliau memerintah sebagai raja sekitar 12 tahun
(1606-1613). Pada masa pemerintahan banyak daerah-daerah yang
memberontak sehingga banyak terjadi peperangan. Selain perang untuk
mempertahankan kekuasaan juga perang menambah daerah kekuasaan.
Tidak banyak sumber sejarah yang mencatat tentang Raden Mas Jolang ini
sampai beliau wafat pada tahun 1613 di desa Krapyak. Raja ini terkenal
dengan gelarnya Panembahan Sedo Ing Karapyak dan dimakamkan di
makam Pasar Gede, di bawah makam ayahnya.
Raden Mas Rangsang (Sultan Agung)
Setelah Raden Mas Jolang wafat kekuasaan
Kesultanan Mataram digantikan oleh anaknya yaitu
Raden Mas Rangsang. Bisa dibilang bahwa Raden
Mas Rangsang merupakan raja ketiga Kerajaan
Mataram Islam. Di masa pemerintahan beliau menjadi
puncak dari kejayaan Kerajaan Mataram Islam.
Raden Mas Rangsang mendapatkan gelar Sultan
Agung Senapati Ingalaga Ngabdurchman. Masa
pemerintahannya sekitar 1613-1645. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung bisa menguasai hampir seluruh Tanah Jawa
seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian daerah di Jawa Barat.
Selain berperang dengan raja di Jawa, Sultan Agung juga melakukan
peperangan melawan VOC yang ingin merebut Jawa dan Batavia. Dibawah
pemerintahan Sultan Agung ini juga Kerajaan Mataram Islam berkembang
menjadi negara Agraris. Sultan Ageng wafat pada tahun 1645 dan di
makamkan di Imogiri. Hanya Sultan Agung yang dimakamkan di Imogiri.
Amangkurat I
Setalah Sultan Agung meninggal, kekuasaan
Mataram digantikan oleh anaknya yang
bernama Amangkurat. Pada masa kekuasaanya
Amangkurat I memindahkan pusat Kerajinan
dari Kota Gedhe ke Kraton Plered. Pemindahan
tersebut dilakukan pada tahun 1569 tahun Jawa
atau 1647.
Amangkurat I berkuasa sekitar tahun 1638
sampai 1677. Sifat Amangkurat I sangat bertolak
belakang dengan ayahnya, dimana dia menjadi teman VOC. Sifat inilah yang
menimbulkan perpecahan pada Kerajaan Mataram Islam.
Amangkurat I meninggal pada tanggal 10 Juli 1677 dan dimakamkan di
daerah tegal Tepatnya di Telagawangi. Dan sempat mengangkat Sunan
Mataram atau Amangkurat II sebagai Penggantinya.
Raden Mas Rahmat
Raden Mas Rahmat atau Amangkurat II merupakan
pendiri sekaligus raja pertama Kasunanan Kartasura
sebagai lanjutan dari Kerajaan Mataram Islam. Raja
ini memerintah tahun 1677 sampai 1703. Beliau
adalah raja Jawa pertama yang menggunakan
pakaian dinas ala Eropa, sehingga rakyat
memberikan julukan Sunan Amral, yaitu ejaan Jawa
untuk Admiral.
A. Kehidupan Politik
Sutowijoyo mengangkat dirinya sebagai raja Mataram dengan gelar
Panembahan Senopati (1586-1601) dengan ibukota kerajaan di Kota
Gede. Tindakan-tindakan penting yang dilakukan adalah meletakkan
dasar-dasar Kerajaan Mataram dan berhasil memperluas wilayah
kekuasaan ke timur, Surabaya, Madiun dan Ponorogo, dan ke barat
menundukkan Cirebon dan Galuh.
Pengganti Panembahan Senopati adalah Mas Jolang. Ia gugur di daerah
Krapyak dalam upaya memperluas wilayah, sehingga disebut
Panembahan Seda Krapyak. Raja terbesar Kerajaan Mataram ialah Mas
Rangsang dengan gelar Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645).
Sultan bercita-cita: (1) mempersatukan seluruh Jawa di bawah
kekuasaan Mataram dan (2) mengusir kompeni (VOC) dari Batavia. Masa
pemerintahan Sultan Agung selama 32 tahun dibedakan atas dua
periode, yaitu masa penyatuan negara dan masa pembangunan. Masa
penyatuan negara (1613-1629) merupakan masa peperangan untuk
mewujudkan cita-cita menyatukan seluruh Jawa. Sultan Agung
menundukkan Gresik, Surabaya, Kediri, Pasuruan dan Tuban,
selanjutnya Lasem, Pamekasan, dan Sumenep. Dengan demikian
seluruh Jawa telah tunduk di bawah Mataram, dan luar Jawa kekuasaan
meluas sampai Palembang, Sukadana (Kalimantan), dan Goa.
Setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Cirebon berhasil dikuasai, Sultan
Agung merencanakan untuk menyerang Batavia. Serangan pertama
dilancarkan pada bulan Agustus 1628 di bawah pimpinan Bupati
Baurekso dari Kendal dan Dipati Ukur dari Sumedang. Batavia dikepung
dari darat dan laut selama 2 bulan, namun tidak mau menyerah bahkan
sebaliknya akhirnya tentara Mataram terpukul mundur. Dipersiapkan
serangan yang kedua dan dipersiapkan lebih matang dengan membuat
pusat-pusat perbekalan makanan di Tegal, Cirebon dan Krawang serta
dipersiapkan angkatan laut. Serangan kedua dilancarkan bulan
September 1629 di bawah pimpinan Sura Agul-Agul, Mandurarejo, dan
Uposonto. Namun nampaknya VOC telah mengetahui lebih dahulu
rencana tersebut, sehingga VOC membakar dan memusnahkan gudanggudang perbekalan. Serangan ke Batavia mengalami kegagalan, karena
kurangnya perbekalan makanan, kalah persenjataan, jarak Mataram–
Jakarta sangat jauh, dan tentara Mataram terjangkit wabah penyakit
Setelah Sultan Agung meninggal, penetrasi politik VOC di Mataram makin
kuat. Akibat campur tangan VOC dan adanya perang saudara dalam
memperebutkan takhta pemerintahan menjadikan kerajaan Mataram
lemah dan akhirnya terpecah-pecah menjadi kerajaan kecil.
Perseturuan antara Paku Buwono II yang dibantu Kompeni dengan
Pangeran Mangkubumi dapat diakhiri dengan Perjanjian Giyanti tanggal
13 Februari 1755 yang isinya Mataram dipecah menjadi dua, yakni:
1. Mataram Barat yakni KesultananYogakarta, diberikan kepada
Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I.
2. Mataram Timur yakni Kasunanan Surakarta diberikan kepada Paku
Buwono III.
Selanjutnya untuk memadamkan perlawanan Raden Mas Said diadakan
Perjanjian Salatiga, tanggal 17 Maret 1757, yang isinya Surakarta dibagi
menjadi dua, yakni:
1. Surakarta Utara diberikan kepada Mas Said dengan gelar
Mangkunegoro I, kerajaannya dinamakan Mangkunegaran.
2. Surakarta Selatan diberikan kepada Paku Buwono III kerajaannya
dinamakan Kasunanan Surakarta.
Pada tahun 1813 sebagian daerah Kesultanan Yogyakarta diberikan
kepada Paku Alam selaku Adipati. Dengan demikian kerajaan Mataram
yang satu, kuat dan kokoh pada masa pemerintahan Sultan Agung
akhirnya terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil, yakni:
1. Kerajaan Yogyakarta
2. Kasunanan Surakarta
3. Pakualaman
4. Mangkunegaran
B. Kehidupan Ekonomi
Letak geografisnya yang berada di pedalaman didukung tanah yang
subur, menjadikan kerajaan Mataram sebagai daerah pertanian (agraris)
yang cukup berkembang, bahkan menjadi daerah pengekspor beras
terbesar pada masa itu. Rakyat Mataram juga banyak melakukan aktivitas
perdagangan laut. Hal ini dapat terlihat dari dikuasainya daerah-daerah
pelabuhan di sepanjang pantai Utara Jawa. Perpaduan dua unsur
ekonomi, yaitu agraris dan maritim mampu menjadikan kerajaan Mataram
kuat dalam percaturan politik di nusantara.
C. Kehidupan Sosial-budaya
Pada
masa
pertumbuhan
dan
berkaitan
dengan
masa
pembangunan,maka Sultan Agung melakukan usaha-usaha antara lain
untuk meningkatkan daerahdaerah persawahan dan memindahkan
banyak para petani ke daerah Krawang yang subur. Atas dasar kehidupan
agraris itulah disusun suatu masyarakat yang bersifat feodal. Para pejabat
pemerintahan memperoleh imbalan berupa tanah garapan (lungguh),
sehingga sistem kehidupan ini menjadi dasar munculnya tuan-tuan tanah
di Jawa.
Pada
masa
kebesaran
Mataram,
kebudayaan juga berkembang antara lain
seni tari, seni pahat, seni sastra dan
sebagainya. Di samping itu muncul
Kebudayaan Kejawen yang merupakan
akulturasi antara kebudayan asli, Hindu,
Buddha dengan Islam. Upacara Grebeg yang bersumber pada pemujaan
roh nenek moyang berupa kenduri gunungan yang merupakan tradisi
sejak zaman Majapahit dijatuhkan pada waktu perayaan hari besar Islam,
sehingga muncul Grebeg Syawal pada hari raya idul Fitri.; Grebeg Maulud
pada bulan Rabiulawal. Hitungan tahun yang sebelumnya merupakan
tarikh Hindu yang didasarkan pada peredaran matahari (tarikh Samsiah)
dan sejak tahun 1633 diubah menjadi tarikh Islam yang berdasarkan pada
peredaran bulan (tarikh Kamariah). Tahun Hindu 1555 diteruskan dengan
perhitungan baru dan dikenal dengan Tahun Jawa.
Adanya suasana yang aman, damai dan tenteram, maka berkembang
juga Kesusastraan Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang Kitab Sastra
Gending yang berupa kitab filsafat. Demikian juga muncul kitab Nitisruti,
Nitisastra, dan Astabrata yang berisi ajaran tabiat baik yang bersumber
pada kitab Ramayana.
Kejadian-Kejadian Penting
 Masa Awal
Setelah Sutawijaya merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya ia
kemudian naik tahta dengan gelar Panembahan Senopati. Pada masa itu
wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah, mewarisi wilayah Kerajaan
Pajang. Pusat pemerintahan Kesultanan Mataram berada di daerah
Mentaok, wilayah nya terletak kira-kira di selatan Bandar Udara
Adisucipto sekarang (timur Kota Yogyakarta). Lokasi keraton pada masa
awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke Kotagede. Sesudah
ia meninggal kekuasaan diteruskan oleh putranya, yaitu Mas Jolang yang
setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.
Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena dia
wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Setelah
itu tahta pindah ke putra keempat Mas Jolang yang bergelar Adipati
Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro memiliki penyakit syaraf
sehingga tahta nya beralih dengan cepat ke putra sulung Mas Jolang
yang bernama Mas Rangsang pada masa pemerintahan Mas Rangsang,
Kerajaan Mataram mengalami masa kejayaan.
 Terpecahnya Mataram
Pada tahun 1647 Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Plered,
tidak jauh dari Karta. Pada saat itu, ia tidak lagi memakai gelar sultan,
melainkan 'sunan' (berasal dari kata 'Susuhunan' atau 'Yang Dipertuan').
Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak yang tidak puas
dan pemberontakan. Pernah terjadi pemberontakan besar yang dipimpin
oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat untuk berkomplot dengan
VOC. Pada tahun 1677 Amangkurat I meninggal di Tegalarum ketika
mengungsi sehingga ia dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya,
Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat tunduk pada VOC sehingga
kalangan istana banyak yang tidak suka dan pemberontakan terus terjadi.
Pada tahun 1680 kraton dipindahkan lagi ke Kartasura. karena kraton
yang lama dianggap telah tercemar.
Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (tahun
1703-1708), Pakubuwana I (tahun 1704-1719), Amangkurat IV (tahun
1719-1726), Pakubuwana II (tahun 1726-1749). VOC tidak menyukai
Amangkurat III karena ia tidak patuh(tunduk) kepada VOC sehingga VOC
menobatkan Pakubuwana I sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki
dua orang raja dan hal tersebut menyebabkan perpecahan internal di
Kerajaan. Amangkurat III kemudian memberontak dan menjadi ia sebagai
"king in exile" hingga akhirnya tertangkap di Batavia dan dibuang ke
Ceylon.
Kekacauan politik ini baru terselesaikan pada masa Pakubuwana III
setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kasunanan
Surakarta dan Kesultanan Ngayogyakarta (Pada 13 Februari 1755).
Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti. Berakhirlah era
Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian
sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kasunanan Surakarta
dan Kesultanan Yogyakarta merupakan 'ahli waris' dari Mataram.
Peristiwa Penting

Tahun 1558: Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang
Adiwijaya atas jasanya yang telah mengalahkan Arya Penangsang.

Tahun 1577: Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.

Tahun 1584: Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya,
putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru (raja) di Mataram, yang sebelumnya sebagai
putra angkat Sultan Pajang bergelar "Mas Ngabehi Loring Pasar". Ia mendapat gelar "Senapati
in Ngalaga" (karena masih dianggap sebagai Senapati Utama Pajang).

Tahun 1587: Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda
diterjang badai letusan Gunung Merapi. namun Sutawijaya dan pasukannya selamat.

Tahun 1588: Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar
'Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama' yang artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur
Kehidupan Beragama.

Tahun 1601: Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang
bergelar Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing
Krapyak" karena wafat saat berburu di hutan Krapyak.

Tahun 1613: Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo
Martoputro. Karena Pangeran Aryo sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden
Mas Rangsang.

Tahun 1645: Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Susuhunan Amangkurat I.

Tahun 1645 - 1677: Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram,
yang dimanfaatkan oleh VOC.

Tahun 1677: Trunajaya merangsek menuju Ibukota Pleret. Susuhunan Amangkurat I
meninggal. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan.
Pangeran Puger yang diserahi tanggung jawab atas ibukota Pleret mulai memerintah dengan
gelar Susuhunan Ing Ngalaga.

Tahun 1680: Susuhunan Amangkurat II memindahkan pusat pemerintahan (ibu kota)
ke Kartasura.

Tahun 1681: Pangeran Puger diturunkan dari tahta Plered.

Tahun 1703: Susuhunan Amangkurat III wafat. Putra mahkota diangkat menjadi
Susuhunan Amangkurat III.

Tahun 1704: Atas pertolongan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan
Paku Buwono I. Awal Perang Tahta I (1704-1708). Susuhunan Amangkurat III kemudian
membentuk pemerintahan pengasingan.

Tahun 1708: Susuhunan Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Srilanka sampai
wafatnya pada 1734.

Tahun 1719: Susuhunan Paku Buwono I meninggal kemudian digantikan putra
mahkota dengan gelar Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang
Tahta Jawa Kedua (1719-1723).

Tahun 1726: Susuhunan Amangkurat IV meninggal kemudian digantikan Putra
Mahkota yang bergelar Susuhunan Paku Buwono II.

Tahun 1742: Ibukota Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II
berada dalam pengasingan.

Tahun 1743: Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil direbut dari tangan
pemberontak dengan keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian yang sangat berat
(menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC selama Mataran belum melunasi hutang
biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai imbalan atas
pertolongan yang diberikan VOC.

Tahun 1745: Susuhunan Paku Buwana II membangun ibukota baru di desa Sala di
tepian Bengawan Beton.

Tahun 1746: Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati ibukota baru yang
dinamai Surakarta. Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi,
meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta Jawa Ketiga yang berlangsung lebih dari 10 tahun
(1746-1757) dan mencabik Kerajaan Mataram menjadi dua Kerajaan besar dan satu kerajaan
kecil.

Tahun 1749: 11 Desember Paku Buwono II menandatangani penyerahan kedaulatan
Mataram kepada VOC. Namun secara de facto Mataram baru ditundukkan sepenuhnya pada
1830. 12 Desember Di Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai Susuhunan Paku
Buwono oleh para pengikutnya. pada 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra
Mahkota sebagai Susuhunan Paku Buwono III.

Tahun 1752: Mangkubumi berhasil menggerakkan pemberontakan di daerah Pesisiran
(daerah pantura) mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-Raden Mas
Said.

Tahun 1754: Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. Pada
tanggal 23 September, Nota Kesepahaman Hartingh-Mangkubumi. 4 November, Paku Buwana
III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya pilihan lain selain
meratifikasi nota yang sama.

Tahun 1755: 13 Februari menjadi Puncak perpecahan, hal ini ditandai dengan
Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta
dan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan
gelar 'Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga
Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah' atau dengan gelar Sri Sultan Hamengku
Buwono I.

Tahun 1757: Perpecahan kembali melanda Kerajaan Mataram. sehingga muncul
Perjanjian Salatiga, perjanjian yang lebih lanjut membagi wilayah Kesultanan Mataram yang
sudah terpecah, ditandatangani pada 17 Maret 1757 di Kota Salatiga antara Sultan Hamengku
Buwono I, Sunan Paku Buwono III, Raden Mas Said dan VOC. Raden Mas Said kemudian
diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari
Kesunanan Surakarta.

Tahun 1788: wafat nya Susuhunan Paku Buwono III.

Tahun 1792: wafat nya Sultan Hamengku Buwono I wafat.

Tahun 1795: wafat nya KGPAA Mangku Nagara I wafat.

Tahun 1799: dibubarkan nya VOC oleh benlanda

Tahun 1813: Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat sebagai
penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas dari Kesultanan
Yogyakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam".

Tahun 1830: Akhir perang Diponegoro. Semua daerah kekuasaan Surakarta
dan Yogyakarta dirampas Belanda. Pada 27 September, Perjanjian Klaten menentukan tapal
yang tetap antara Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara permanen Kerajaan Mataram
ditandatangani oleh Sasradiningrat, Pepatih Dalem Surakarta, dan Danurejo, Pepatih Dalem
Yogyakarta. Mataram secara resmi dikuasai Belanda.
Peta Mataram Baru yang telah dipecah menjadi empat kerajaan pada tahun 1830, setelah Perang Diponegoro.
Peninggalan kerajaan mataram Islam:
Pasar Kotagede
Tata kota kerajaan Jawa biasanya menempatkan kraton, alun-alun dan pasar dalam poros selatan
- utara. Kitab Nagarakertagama yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit (abad ke-14)
menyebutkan bahwa pola ini sudah digunakan pada masa itu. Pasar tradisional yang sudah ada
sejak jaman Panembahan Senopati masih aktif hingga kini. Setiap pagi legi dalam kalender Jawa,
penjual, pembeli, dan barang dagangan tumpah ruah di pasar ini.
Masjid Agung Negara
Masjid ini dibangun oleh PB III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768.
Masjid Agung Negara
Kompleks Makam Pendiri Kerajaan di Imogiri
Berjalan 100 meter ke arah selatan dari Pasar
Kotagede, kita dapat menemukan kompleks
makam para pendiri kerajaan Mataram Islam yang
dikelilingi tembok yang tinggi dan kokoh. Gapura
ke kompleks makam ini memiliki ciri arsitektur
Hindu. Setiap gapura memiliki pintu kayu yang
tebal dan dihiasi ukiran yang indah. Beberapa abdi
dalem berbusana adat Jawa menjaga kompleks ini
24 jam sehari.
Permakaman Imogiri pada tahun 1890
Penutup
Kesimpulan
Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota
Yogyakarta, yakni di Kotagede. Awal berdirinya yaitu setelah kerajaan Demak runtuh, kerajaan
Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa Tengah. Namun demikian raja Pajang masih
mempunyai musuh yang kuat yang berusaha menghancurkan kerajaannya, ialah seorang yang masih
keturunan keluarga kerajaan Demak yang bernama Arya Penangsang. Raja kemudian membuat
sebuah sayembara bahwa barang siapa mengalahkan Arya Penangsang atau dapat membunuhnya,
akan diberi hadiah tanah di Pati dan Mataram. Ki Pemanahan dan Ki Penjawi yang merupakan abdi
prajurit Pajang berniat untuk mengikuti sayembara tersebut. Di dalam peperangan akhirnya Danang
Sutwijaya berhasil mengalahkan dan membunuh Arya Penangsang.
Saran
Sebagai generasi Muda Bangsa Indonesia, Kita harus melestarika peninggalan - peninggalan
sejarah Kerajaan Mataram Islam, Sebab kalau bukan kita siapa lagi yang akan melestarikannya, dan
Kita terus memperdalam ilmu pengetahuan tentang sejarah, agar kita tau seperti apa kerajaan kerajaan yang ada di Indonesia pada masa itu.
Download