Kisah-kisah Inspiratif 1. Kisah Dua Semut yang Memiliki Semangat Tinggi Suatu hari, sekelompok semut tengah berjalan melewati hutan. Diantara jalan yang mereka lewati, rupanya terdapat genangan air yang cukup besar yang ternyata menenggelamkan dua diantara sekelompok semut tersebut. Mereka jatuh dan tidak tahu bagaimana cara berenang. Mereka hanya berteriak dan berusaha sekuat mungkin untuk bisa menyentuh daratan. Genangan air itu rupanya cukup besar, sehingga setiap kali dua semut nyaris berhasil, gelombang air seakan membuat mereka kembali menjauh dari daratan yang dituju. Melihat hal ini, sekelompok semut lainnya akhirnya berkata, “Hai, genangan air itu tidak akan bisa membuatmu kembali. Usahamu hanya akan sia-sia. Kamu akan mati disana.” Namun kedua semut itu mengabaikan komentar dari teman-teman sekelompoknya. Mereka tidak mendengar ocehan tersebut dan hanya berusaha sekuat mungkin untuk mencoba dan terus mencoba. Kemudian kelompok semut yang lainnya kembali berkata, “Sudah kukatakan, usahamu itu tidak akan pernah membuahkan hasil. Kamu hanya akan tenggelam dan mati disana.” Semakin banyak anggota semut yang meminta mereka menghentikan usahanya, akhirnya satu semut pun menyerah. Ia berpikir bahwa apa yang dikatakan kelompoknya adalah benar. Untuk bisa kembali menyentuh daratan, sepertinya hanyalah mimpi yang sia-sia. Usahanya yang sudah ia lakukan nyatanya tak membuahkan hasil juga. Ia menyerah dan akhirnya mati disana. Sedangkan semut yang lain masih berupaya sekuat tenaga. Kelompoknya terheran-heran, mengapa ia terus saja melakukan hal konyol seperti itu. “Hai, apa kau tidak dengar apa yang kita katakan? Berhentilah, percuma. Kau tidak akan pernah berhasil!” Namun tak lama kemudia, selembar daun gugur terjatuh tepat disampingnya. Tanpa berpikir panjang, semut pun segera naik dan akhirnya selamat sampai ke darat. Saat ia tiba, semut lain bertanya, “Apa kau tidak dengar apa yang kita katakan tadi?” Lalu semut itu pun menjelaskan bahwa sebenarnya ia tuli. Telinganya tidak cukup baik untuk mendengarkan suara dengan frekuensi yang tidak dekat jaraknya. Ia justru mengira bahwa kelompok menyemangatinya sepanjang waktu. Ada kekuatan dalam ucapan. Seorang yang berkata dengan segenap ketulusan hatinya akan membuat mereka yang mendengar menjadi mampu untuk melewati berbagai hal sulit didalam kehidupannya. Namun seorang yang berkata dengan segenap kebenciannya, sama dengan ia telah membunuh dirinya sendiri. Tanpa disadari, kebencian seringkali mendatangkan ketidakberuntungan kepada hati yang memilikinya. Rasa benci menjauhkan dia dari kenikmatan tersenyum, tertawa, gembira dan bersukacita. Bagaimana bisa dia memberikan semangat kepada orang lain, bila dia pun tidak pernah bisa menyemangati dirinya? Sebetulnya, dengan memberikan semangat dan motivasi kepada orang lain, sama halnya dengan kita turut memotivasi diri sendiri. Jangan selalu mendengar anggapan buruk dari orang lain terhadap apa yang kita lakukan. Anggapan buruk, hanya akan menjadi penghalang dalam perjalanan kita mencapai tujuan. 2. The Elephant Rope Ketika seorang pria berjalan melewati sekumpulan gajah, ia tiba-tiba berhenti. Ia bingung dengan fakta bahwa makhluk-makhluk besar itu sedang diikat hanya dengan sebuah tali kecil yang terikat pada kaki depan mereka. Tidak ada rantai, tidak ada kandang. Jelas sekali bahwa gajah bisa melepaskan diri dari ikatan mereka kapan saja. Tetapi entah untuk beberapa alasan, mereka tidak melakukannya. Dia melihat seorang pelatih di dekatnya dan bertanya kepada pelatih tersebut. “Mengapa hewan-hewan itu hanya berdiri di sana dan tidak berusaha untuk melarikan diri?” “Yah, ketika mereka masih sangat muda dan jauh lebih kecil, kami menggunakan ukuran tali yang sama untuk mengikat mereka. Dan, pada usia tersebut, tali itu sudah cukup untuk menahan mereka. Saat mereka tumbuh dewasa, mereka dikondisikan untuk percaya bahwa mereka tidak dapat melepaskan diri. Mereka percaya bahwa tali tersebut masih bisa menahan mereka, sehingga mereka tidak pernah mencoba untuk membebaskan diri. ” Begitu penjelasan dari pelatih gajah tersebut. Pria itu kagum. Hewan-hewan ini bisa saja setiap saat membebaskan diri dari ikatan tali mereka. Tetapi karena mereka percaya bahwa mereka tidak bisa, mereka terjebak tepat dimana mereka berada. Seperti gajah, berapa banyak dari kita yang menjalani hidup tergantung pada suatu keyakinan bahwa kita tidak bisa melakukan sesuatu, hanya karena kita gagal sekali sebelumnya? Kegagalan adalah bagian dari pembelajaran. Kita tidak boleh menyerah untuk berjuang di dalam hidup anda. 3. Kekuatan Impian Anak-anak Pelosok Negeri “Perjalanan ini terasa sangat menyakitkan// Sayang kau tak duduk disampingku kawan// Banyak cerita yang mestinya kau saksikan// di tanah kering bebatuan…. Lagu Ebiet G Ade ini sepertinya sangat sesuai dengan perjalanan dua orang siswi yang tinggal di kampung Temprigat, yaitu Margaretha (11 tahun) dan Mariana (10 tahun). Dua siswa ini duduk di kelas 6 & 5 di Sekolah Dasar Negeri 06 Simpang Dua, desa Semandang Kanan, kecamatan Simpang Dua, kabupaten Ketapang, provinsi Kalimantan Barat. Kampung Temprigat merupakan bagian dari Dusun Sungai Tontang Desa Semandang Kanan, letaknya kurang lebih 7 kilo meter dari dusun Sungai Tontang. Tidak seperti kampung-kampung lainnya, kampung Temprigat hanya dihuni oleh 12 Kepala Keluarga saja. Sama seperti dusun Sungai Tontang yang tidak memiliki penerangan listrik, kampung Temprigat pun demikian. Agar penerangan dapat dinikmati oleh anak-anak mereka, masyarakat di kampung ini harus bergantian membeli solar untuk mengisi mesin gengset kepunyaan salah satu warga di kampung itu, kemudian warga lainnya menyambungkan kabel masing-masing ke rumahnya agar bisa menikmati cahaya malam beberapa jam. Dari kampung ini hanya ada 3 siswa yang bersekolah di SDN 06 Simpang dua, namun salah satu dari mereka tinggal di dusun Sungai Tontang di rumah salah satu keluarganya, dan hanya ada 2 siswi saja yang tiap hari berangkat yaitu Margaretha dan Mariana. Margaretha adalah salah satu siswi kelas 6 yang sebentar lagi akan mengikuti Ujian Nasional. Tidak seperti kebanyakan siswa di Indonesia, umumnya siswa akan bangun jam 6 pagi untuk berangkat ke sekolah dan mereka akan diantar oleh orang tuanya ke sekolah, apalagi jika jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh. Namun berbeda dengan Margaretha dan Mariana, dua siswa ini harus bangun lebih awal pukul 5 pagi untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah. Untuk mencapai sekolah, keduanya mesti berjalan kaki sejauh 7 kilo meter menyusuri jalan tanah yang berdebu saat kering, dan berlumpur & licin saat hujan. Untungnya, di separuh perjalanan pada kilo meter keempat, mereka bisa bertemu dengan kawan-kawan sekolah lainnya yang tinggal di kampung Sungai Dua. Ada sekitar 10 siswa SDN 06 Simpang Dua yang tinggal di sana. Mereka berangkat bersama melalui kondisi jalan yang sama sekira 3 kilo meter lagi untuk tiba di sekolah. Menurut Kepala Dusun Sungai Tontang, pak Rakin diketahui bahwa siswa yang tiba paling awal ke sekolah adalah dari kampung Margaretha, sementara siswa yang tinggal di dusun lokasi sekolah baru bangun tidur saat anak-anak kampung jauh lewat di depan rumah mereka. Keriuhan dari canda tawa mereka yang suka bercerita sambil berjalan seperti alarm bagi siswa/i yang ada disekitar dusun ini, karena menjadi pengingat untuk segera bergegas ke sekolah. Salah satu wali kelas SDN 06 Simpang Dua, Pak Febrianus (26 tahun) mengakui bahwa anak-anak itu memang tampak kelelahan setiba di sekolah, namun tertutupi oleh rasa senang saat sudah bertemu dengan kawan-kawan mereka di sekolah. Pertemuan itu seperti kekuatan bagi mereka untuk tetap menjalani perjuangannya menempuh pendidikan untuk menemukan impian masa depannya. Cerita perjuangan kedua siswa itu untuk menempuh jalan sulit pergi dan pulang dari sekolah mengusik rasa penasaran Fasilitator Masyarakat dari KIAT Guru, Voula dan Rena yang kemudian mencoba medan yang dilalui oleh kedua siswa itu. Pada saat mereka mempersiapkan kegiatan di Desa tersebut, keduanya mencoba menjajal medan berlumpur dengan berboncengan. Beberapa kali ban motor mereka tenggelam dalam lumpur, dan bahkan terjatuh karena licinnya jalan. Bayang-bayang perjuangan anak-anak kampung itu menjadi penyemangat untuk meneruskan perjalanan. Sungguh Margaretha dan Mariana beserta teman-teman lainnya menjadi bukti dari masih banyaknya anak-anak di pelosok negeri ini yang berjuang untuk menuntut ilmu dan berharap dari perjuangan mereka akan ada sebuah impian masa depan yang cerah, masa depan yang akan mengubah hidup mereka nantinya. Bagi sebagian orang, impian mungkin hanya akan berhenti sebagai bunga tidur. Tapi bagi mereka yang menjadikan impian sebagai bangunan dasar untuk mewujudkan angan-angan, impian bisa selalu menjadi api semangat untuk meraih apa pun! Seorang Pelintas Negeri berkata bahwa “Menyalakan semangat anak Indonesia itu unik, tidak akan habis kita bahas tangisannya, solusi demi solusi dibungkus dengan janji namun masih terdengar jelas doa-doa lirih dari pelosok sepi.” Dan sangat wajar mereka di desa memilih meninggalkan sekolah lalu membantu orang tua di kebun/ladang karena sekolahpun tak mampu menghadirkan kenyamanan belajar…. kadang juga sepi guru, karena gurunya sendiri memilih berada di zona nyaman”. 4. Kisah Anak Bodoh di Sekolah yang Menjadi Dokter Favorit Amerika Di sekolah setiap anak punya bakat, minat dan kecerdasan yang berbeda. Anak yang cepat memahami sebuah pelajaran kerap disebut anak cerdas, dan anak yang agak lambat disebut anak "otak udang", begitulah gambaran kita saat masih sekolah dulu. Sering timbul perang batin pada anak saat ia menerima raport "kebakaran" karena kecenderungan yang sering terjadi, anak akan dimarahi oleh orang tuanya dan akhirnya "beban mental" anak bertambah. Sejak saat itulah cap "anak bodoh" akan terus melekat pada dirinya. Kata-kata buruk itu terus akan mengikuti dirinya. Apakah seburuk itu gambaran sebenarnya anak kita ? Ada seorang anak yang dibesarkan dalam serba keterbatasan dan kemiskinan. Ibunya bernama Sonya, yang dikeluarkan dari sekolahnya karena tidak mampu membayar di kelas tiga SD. Usia 13 tahun Sonya menikah dan melahirkan anak cemerlang, Benyamin Carson. Ben lahir di Detroit, Michigan 18 September 1951. Ben mengalami kesulitan belajar saat di sekolah. Nilai-nilainya di bawah standard. Cukup alasan buat sekolah untuk mengeluarkan Ben. Teman-teman Ben menjulukinya "anak bodoh", "idiot" dan julukan lainnya yang menyakitkan. Kebodohan Ben ternyata ada kisahnya tersendiri. Ben tidak bodoh. Dia harus membantu pekerjaan rumah yang ditinggalkan ibunya ketika bekerja hingga larut malam. Akibatnya Ben, sering mengantuk saat di kelas pagi hari dan sulit berkonsentrasi. Inilah peristiwa yang terjadi pada Ben. Semangat Ben pun timbul. Ia tidak ingin dijuluki anak bodoh terus-menerus. Dengan semangat membaja, dan atas bantuan ibunya, Ben setiap minggu diwajibkan membuat resume dari buku perpustakaan dan hasilnya dibacakan pada ibunya. Ternyata proses belajar seperti ini menghasilkan sebuah kemajuan buat Ben. Ben berhasil menjawab semua pertanyaan gurunya dan nilai-nilai Ben menjadi lebih baik. Rasa haus dan lapar akan ilmu pengetahuan terus menguasai Ben. Semua mata pelajaran dilahap Ben dengan rakus. Ben bercita-cita menjadi seorang dokter. Setelah lulus dari SMA, ia pun melanjutkan ke Universitas Yale dan meraih gelar psikolog di Yale. Minatnya pun berubah 360 derajat, tiba-tiba ia ingin menjadi ahli bedah syaraf terkenal. Ben segera mendaftar ke Fakultas Kedokteran di Universitas Michigan. Ben lulus menjadi dokter bedah syaraf dengan nilai cum laude. Siapa menyangka, dulu anak paling bodoh di sekolah kini adalah seorang dokter bedah syaraf terkenal di Amerika. Berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri diraih Ben. Bahkan Gedung Putih juga sempat menyematkan penghargaan "The Presidential Medal of Freedom. Ben sering tampil sebagai pembicara pada seminar-seminar kedokteran di seluruh dunia. Pendapatnya dijadikan sebagai rujukan utama dalam bidang bedah syaraf. Pada usia 32 tahun, Ben menjadi direktur Rumah Sakit Bedah Syaraf Pediatric. Sebuah pencapaian yang mengejutkan dari seorang dokter muda. Dari kisah ini, kita sebagai orang tua bisa memetik hikmah : 1. Anak Bodoh di Kelas bukan sebuah kesalahan. Anak seperti ini membutuhkan sebuah dorongan untuk sebuah pencapaian. Ia bagai tanah liat yang sedang diaduk-aduk oleh pengrajin agar tanah bisa dibentuk dengan bagus, dan tanah berbentuk masih harus dibakar demi kekuatan dan kestabilan sebuah wujud hasil karya. Inilah penggodokan mental dan ujian kesabaran buat orang tua. Anak yang kuat adalah anak yang sering dikecewakan oleh lingkungan dan mereka menjadikannya sebagai pembelajaran. 2. Peran Aktif Orang Tua Dalam Pembentukan Karakter Sangat Diperlukan Ibu Sonya yang aslinya juga tidak memiliki latar belakang pendidikan yang baik, ternyata memiliki impian dan semangat besar demi kemajuan anak-anaknya. Dengan mereview ringkasan Ben setiap minggunya, ibu Sonya menjadikan dirinya sebagai guru besar bagi anak. Anak sangat terkesan dengan ini. Di dalam benak alam pikiran Ben, akan tertanam cita-cita, melihat perjuangan ibunya yang keras, ia bertekad akan membahagiakan ibunya. Di sinilah energi positif dan cita-cita besar menumbuhkembangkan pembelajaran yang luar biasa pada diri Ben. 5. Kisah Made, Anak Penjual Tempe Juara Olimpiade Nasional Kemiskinan tak membuat Ahmad Darmansyah putus arang. Berkat tekad kuatnya anak penjual tempe yang akrab dipanggil Made itu sukses menjadi juara olimpiade sains nasional. Keberhasilan Made, anak penjual tempe asal Kabupaten Kebumen, Jawa tengah, tak lepas dari sentuhan Smart Ekselensia. Lewat lembaga ini Made merajut asa. Setelah lulus sekolah dasar, Made merantau jauh hingga ratusan kilometer dari kampung halamannya. Smart Ekselensia yang berada di Bogor, Jawa Barat menjadi destinasi baru atas harapan made melanjutkan pendidikan. Sekolah tersebut memberikannya kesempatan mengenyam pendidikan tingkat SMP hingga SMA secera gratis. Hal tersebut tidak Made sia-siakan. Prestasi demi prestasi Made ukir. Puncaknya, Made berhasil mendapat mendali emas Olimpiade Sains Nasional (OSN) cabang Biologi saat SMP. Hal tersebut menjadi kado indah bagi orang tuanya di Kebumen. Kini, Made anak penjual tempe, bertransformasi menjadi juara olimpiade sains. Kegigihan dan konsistensi Made dalam belajar adalah kunci keberhasilannya. Kesempatan mengenyam pendidikan gratis benar-benar dimanfaatkan olehnya. Tidak sulit bagi seorang Ade untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Dengan prestasinya yang memukau, banyak universitas yang membuka lebar pintu gerbangnya untuk seorang Made. Ketika lulus dari Smart Ekselensia, Made diterima di dua universitas favorit sekaligus. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN) sama-sama menerima Made. Pada akhirnya Made memilih melanjutkan di STAN. Hingga kini, Made sedang menyibukan diri mengabdi ke negara di Ditjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Kisah keberhasilan yang dialami Made menjadi inspirasi bagi adik-adik kelasnya. Kisah gigihnya menggerakan adik kelasnya untuk bisa mengukir kisah yang lebih sukses. Setiap tahun, siswa Smart Ekselensia selalu kembali terus mengukir prestasi. Lulusannya juga terus menjadi incaran universitas ternama di Indonesia. Kisah Made yang hanya anak penjual tempe, berhasil menaikkan derajat keluarganya bukanlah satu-satunya. Banyak bibit unggul penerus bangsa yang terus saja berusaha dicetak oleh sekolah hasil penberdayaan zakat, infaq, sodaqoh, dan wakaf tersebut. Sejak berdiri tahun 2004 silam, salah satu progam pendidikan Dompet Dhuafa, Smart Ekselesia telah melahirkan banyak generasi berkualitas. Berkonsep sekolah ramah dhuafa, sekolah ini memberikan harapan baru bagi banyak anak bangsa yang putus asa atas pendidikan hanya karena masalah finansial. Tidak jarang dari mereka mendapatkan prestasi yang mereka anggap dulunya mustahil, namun kesempatan atas pendidikan membuat prestasi tersebut menjadi mungkin terwujud, seperti Made, anak penjual tempe. 6. Hidup Mandiri & Kreatif, Kisah Anak Yatim Piatu Ini Inspiratif Hidup tanpa orang tua bukan halangan bagi seorang anak bernama Wahyu untuk terus tumbuh menjadi anak yang cerdas, kreatif dan inspiratif. Ketiadaan kedua orang tuanya tidak lantas menjadikannya anak yang lemah serta mudah putus asa. Sebaliknya, ini justru menjadi tumpuan semangatnya agar senantiasa memberikan yang terbaik untuk orang-orang di sekitarnya. Wahyu, seorang anak yang tinggal di panti asuhan di Desa Tolotio, Gorontalo adalah seorang anak yatim piatu yang kreatif. Ia juga merupakan seorang anak yang telaten dan memiliki semangat tinggi untuk terus hidup lebih baik ke depannya. Di tengah keterbatasan sumber daya dan biaya yang ia alami, tidak lantas membuatnya jadi anak yang bergantung pada orang lain. Sebaliknya, semaksimal mungkin Wahyu akan berjuang sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehari-hari, dikutip dari laman, Wahyu yang memiliki keahlian membuat miniatur mainan dari kaleng bekas ini menjadi sosok anak yatim piatu yang kisahnya viral di sosmed. Bagaimana tidak, meski ia adalah seorang anak dengan segala keterbatasannya, ia mampu menjadi anak yang pantang menyerah. Ia juga menjadi anak yang kreatif dan bisa mencari tambahan biaya untuk mencukupi kebutuhannya. Kisah Wahyu telah membuat banyak orang merasa simpati sekaligus bangga padanya. Selain membuat miniatur untuk dijual, anak ini juga mengajarkan keahliannya pada adik-adiknya di panti asuhan di mana ia tinggal. Memang, miniatur mainan yang dibuat Wahyu kualitasnya belum sebagus yang diharapkan. Tapi setidaknya, ketelatenannya telah membuat banyak orang bangga padanya. Semoga, kesuksesan senantiasa menghampiri Wahyu di masa depan ya. 7. Kisah Sebatang Pensil Si anak lelaki memandangi neneknya yang sedang menulis surat, lalu bertanya, “Apakah Nenek sedang menulis cerita tentang kegiatan kita? Apakah cerita ini tentang aku?”. Sang nenek berhenti menulis surat dan berkata kepada cucunya, “Nenek memang sedang menulis tentang dirimu, sebenarnya, tetapi ada yang lebih penting daripada kata – kata yang sedang Nenek tulis, yakni pensil yang Nenek gunakan. Mudah – mudahan kau menjadi seperti pensil ini, kalau kau sudah dewasa nanti.” Si anak lelaki merasa heran, diamatinya pensil itu, kelihatannya biasa saja. “Tapi pensil itu sama saja dengan pensil – pensil lain yang pernah kulihat!” .“Itu tergantung bagaimana kau memandang segala sesuatunya. Ada lima pokok yang penting, dan kalau kau berhasil menerapkannya, kau akan senantiasa merasa damai dalam menjalani hidupmu.” Pertama : Kau sanggup melakukan hal – hal yang besar, tetapi jangan pernah lupa bahwa ada tangan yang membimbing setiap langkahmu. Kita menyebutnya tangan Tuhan. Dia selalu membimbing kita sesuai dengan kehendak-Nya. Kedua : Sesekali Nenek mesti berhenti menulis dan meraut pensil ini. Pensil ini akan merasa sakit sedikit, tetapi sesudahnya dia menjadi jauh lebih tajam. Begitu pula denganmu, kau harus belajar menanggung beberapa penderitaan dan kesedihan, sebab penderitaan dan kesedihan akan menjadikanmu orang yang lebih baik. Ketiga : Pensil ini tidak keberatan kalau kita menggunakan penghapus untuk menghapus kesalahan – kesalahan yang kita buat. Ini berarti, tidak apa – apa kalau kita memperbaiki sesuatu yang pernah kita lakukan. Kita jadi tetap berada di jalan yang benar untuk menuju keadilan. Keempat : Yang paling penting pada sebatang pensil bukanlah bagian luarnya yang dari kayu, melainkan bahan grafit di dalamnya. Jadi, perhatikan selalu apa yang sedang berlangsung di dalam dirimu. Dan yang Kelima : Pensil ini selalu meninggalkan bekas. Begitu pula apa yang kau lakukan. Kau harus tahu bahwa segala sesuatu yang kau lakukan dalam hidupmu akan meninggalkan bekas, maka berusahalah untuk menyadari hal tersebut dalam setiap tindakanmu. 8. Kisah Semangkok Bakso Dikisahkan, biasanya di hari ulang tahun Putri, ibu pasti sibuk di dapur memasak dan menghidangkan makanan kesukaannya. Tepat saat yang ditunggu, betapa kecewa hati si Putri, meja makan kosong, tidak tampak sedikit pun bayangan makanan kesukaannya tersedia di sana. Putri kesal, marah, dan jengkel. “Huh, ibu sudah tidak sayang lagi padaku. Sudah tidak ingat hari ulang tahun anaknya sendiri, sungguh keterlaluan,” gerutunya dalam hati. “Ini semua pasti gara-gara adinda sakit semalam sehingga ibu lupa pada ulang tahun dan makanan kesukaanku. Dasar anak manja!”Ditunggu sampai siang, tampaknya orang serumah tidak peduli lagi kepadanya. Tidak ada yang memberi selamat, ciuman, atau mungkin memberi kado untuknya. Dengan perasaan marah dan sedih, Putri pergi meninggalkan rumah begitu saja. Perut kosong dan pikiran yang dipenuhi kejengkelan membuatnya berjalan sembarangan. Saat melewati sebuah gerobak penjual bakso dan mencium aroma nikmat, tiba-tiba Putri sadar, betapa lapar perutnya! Dia menatap nanar kepulan asap di atas semangkuk bakso. “Mau beli bakso, neng? Duduk saja di dalam,” sapa si tukang bakso. “Mau, bang. Tapi saya tidak punya uang,” jawabnya tersipu malu. “Bagaimana kalau hari ini abang traktir kamu? Duduklah, abang siapin mi bakso yang super enak.” Putri pun segera duduk di dalam. Tiba-tiba, dia tidak kuasa menahan air matanya, “Lho, kenapa menangis, neng?” tanya si abang. “Saya jadi ingat ibu saya, nang. Sebenarnya… hari ini ulang tahun saya. Malah abang, yang tidak saya kenal, yang memberi saya makan. Ibuku sendiri tidak ingat hari ulang tahunku apalagi memberi makanan kesukaanku. Saya sedih dan kecewa, bang.” “Neng cantik, abang yang baru sekali aja memberi makanan bisa bikin neng terharu sampai nangis. Lha, padahal ibu dan bapak neng, yang ngasih makan tiap hari, dari neng bayi sampai segede ini, apa neng pernah terharu begini? Jangan ngeremehin orangtua sendiri neng, ntar nyesel lho.” Putri seketika tersadar, “Kenapa aku tidak pernah berpikir seperti itu?” di rumah, ibunya menyambut dengan pelukan hangat, wajah cemas sekaligus lega, “Putri, dari mana kamu seharian ini, ibu tidak tahu harus mencari kamu ke mana. Putri, selamat ulang tahun ya. Ibu telah membuat semua makanan kesukaan Putri. Putri pasti lapar kan? Ayo nikmati semua itu.” “Ibu, maafkan Putri, Bu,” Putri pun menangis dan menyesal di pelukan ibunya. Dan yang membuat Putri semakin menyesal, ternyata di dalam rumah hadir pula sahabat-sahabat baik dan paman serta bibinya. Ternyata ibu Putri membuatkan pesta kejutan untuk putri kesayangannya. Saat kita mendapat pertolongan atau menerima pemberian sekecil apapun dari orang lain, sering kali kita begitu senang dan selalu berterima kasih. Sayangnya, kadang kasih dan kepedulian tanpa syarat yang diberikan oleh orangtua dan saudara tidak tampak di mata kita. Seolah menjadi kewajiban orangtua untuk selalu berada di posisi siap membantu, kapan pun. Bahkan, jika hal itu tidak terpenuhi, segera kita memvonis, yang tidak sayanglah, yang tidak mengerti anak sendirilah, atau dilanda perasaan sedih, marah, dan kecewa yang hanya merugikan diri sendiri. Maka untuk itu, kita butuh untuk belajar dan belajar mengendalikan diri, agar kita mampu hidup secara harmonis dengan keluarga, orangtua, saudara, dan dengan masyarakat lainnya. 9. Kentang, Telur, dan Biji Kopi Pada suatu hari, ada seorang anak perempuan yang mengeluh kepada ayahnya bahwa hidupnya sengsara dan bahwa dia tidak tahu bagaimana dia akan berhasil. Dia lelah berjuang dan berjuang sepanjang waktu.Tampaknya hanya salah satu dari masalahnya yang dapat ia selesaikan, kemudian masalah yang lainnya segera menyusul untuk dapat diselesaikan. Ayahnya yang juga seorang koki membawanya ke dapur. Ia mengisi tiga panci dengan air dan menaruhnya di atas api yang besar. Setelah tiga panci tersebut mulai mendidih, ia memasukkan beberapa kentang ke dalam sebuah panci, beberapa telur di panci kedua, dan beberapa biji kopi di panci ketiga. Kemudian ia duduk dan membiarkan ketiga panci tersebut di atas kompor agar mendidih, tanpa mengucapkan sepatah kata apapun kepada putrinya. Putrinya mengeluh dan tidak sabar menunggu, bertanya-tanya apa yang telah ayahnya lakukan. Setelah dua puluh menit, ia mematikan kompor tersebut. Ia mengambil kentang dari panci dan menempatkannya ke dalam mangkuk. Ia mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk. Kemudian ia menyendok kopi dan meletakkannya ke dalam cangkir. Lalu ia beralih menatap putrinya dan bertanya, “Nak, apa yang kamu lihat?” “Kentang, telur, dan kopi,” putrinya buru-buru menjawabnya. “Lihatlah lebih dekat, dan sentuh kentang ini”, kata sang ayah. Putrinya melakukan apa yang diminta oleh ayahnya dan mencatat di dalam otaknya bahwa kentang itu lembut. Kemudian sang ayah memintanya untuk mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapatkan sebuah telur rebus. Akhirnya, sang ayah memintanya untuk mencicipi kopi. Aroma kopi yang kaya membuatnya tersenyum. “Ayah, apa artinya semua ini?” Tanyanya. Kemudian sang ayah menjelaskan bahwa kentang, telur dan biji kopi masing-masing telah menghadapi kesulitan yang sama, yaitu air mendidih. Namun, masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Kentang itu kuat dan keras. Namun ketika dimasukkan ke dalam air mendidih, ketang tersebut menjadi lunak dan lemah. Telur yang rapuh, dengan kulit luar tipis melindungi bagian dalam telur yang cair sampai dimasukkan ke dalam air mendidih. Sampai akhirnya bagian dalam telur menjadi keras. Namun, biji kopi tanah yang paling unik. Setelah biji kopi terkena air mendidih, biji kopi mengubah air dan menciptakan sesuatu yang baru. “Kamu termasuk yang mana, nak?” tanya sang ayah kepada putrinya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana caramu dalam menghadapinya? Apakah kamu adalah sebuah kentang, telur, atau biji kopi?” Pesan Moral : Dalam hidup ini, Banyak sesuatu yang terjadi di sekitar kita. Banyak hal-hal yang terjadi pada kita. Tetapi satu-satunya hal yang benar-benar penting adalah apa yang terjadi di dalam diri kita. Jadi, manakah diri anda? Apakah anda adalah sebuah kentang, telur, atau biji kopi? 10. Cerita Motivasi Dari Seorang Tukang Kayu Alkisah, seorang Tukang Kayu yang merasa sudah tua dan berniat untuk pensiun dari profesinya sebagai Tukang Kayu yang sudah ia jalani selama puluhan tahun. Ia ingin menikmati masa tuanya bersama istri serta anak cucunya. Sebelum memutuskan untuk berhenti bekerja, ia sebelumnya menyadari bahwa ia akan kehilangan penghasilan rutin yang setiap bulan ia terima. Bagaimana pun itu, ia lebih merasakan dan mementingkan tubuhnya yang sudah termakan usia karena ia merasa tidak dapat lagi melakukan aktivitas seperti tahun-tahun sebelumnya. Suatu hari, kemudian ia mengatakan rencana ingin pensiun kepada mandornya. “Saya mohon maaf Pak, tubuh saya rasanya sudah tidak seperti dulu, saya sudah tidak kuat lagi untuk menopang beban-beban berat di pundak saya saat bekerja”. Setelah sang mandor mendengar niat Tukang Kayu tersebut, ia merasa sedih. Karena sang mandor akan kehilangan salah satu Tukang Kayu terbaiknya, ahli bangunan handal yang dimiliki dalam timnya. Namun apalah daya, mandor tidak dapat memaksa untuk mengurungkan niat si Tukang Kayu untuk berhenti bekerja. Terlintas dalam fikiran sang mandor, untuk meminta permintaan terakhir sebelum dirinya pensiun. Sang mandor memintanya untuk sekali lagi membangun sebuah rumah untuk yang terakhir kalinya. Untuk sebuah proyek dimana sebelum Tukang Kayu tersebut berhenti bekerja. Akhirnya, dengan berat hati Tukang Kayu menyanggupi permintaan mandornya meskipun ia merasa kesal karena jelas-jelas dirinya sudah bicarakan akan segera pensiun. Di balik pengerjaan proyek terakhirnya, ia berkata dalam hati bahwa dirinya tidak akan mengerjakannya dengan segenap hati. Sang mandor hanya tersenyum dan mengatakan pada Tukang Kayu pada hari pertama ketika proyeknya dikerjakan, “Seperti biasa, aku sangat percaya denganmu. Jadi, kerjakanlah dengan yang terbaik. Seperti saat-saat kemarin kau bekerja denganku. Bahkan, dalam proyek terakhir ini kamu bebas membangun dengan semua bahanbahan yang terbaik yang ada”. Tukang Kayu itupun akhirnya memulai pekerjaan terakhirnya dengan malas-malasan. Bahkan dengan asal-asalan ia membuat rangka bangunan. Ia malas mencari, maka ia menggunakan bahan-bahan bangunan berkualitas rendah. Sangat disayangkan, karena ia memilih cara yang buruk untuk mengakhiri karirnya. Hari demi hari berlalu, dan akhirnya, rumah itupun selesai. Ditemani Tukang Kayu tersebut, sang mandor datang memeriksa. Ketika sang mandor memegang gagang daun pintu depan hendak membuka pintu, ia lalu berbalik dan berkata, “Ini adalah rumahmu, hadiah dariku untukmu”. Betapa kagetnya si Tukang Kayu. Ia sangat menyesal. Kalau saja sejak awal ia tahu bahwa ia sedang membangun rumahnya, ia akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Akibatnya, sekarang ia harus tinggal di sebuah rumah yang ia bangun dengan asal-asalan. Pesan yang terkandung dalam cerita tersebut adalah hidup adalah proyek yang kau kerjakan sendiri. 11. Belajar Dari Sebuah Kepompong Seorang anak sedang bermain dan menemukan kepompong kupu-kupu di sebuah dahan yang rendah. Diambilnya kepompong tersebut dan tampak ada lubang kecil disana. Anak itu tertegun mengamati lubang kecil tersebut karena terlihat ada seekor kupu-kupu yang sedang berjuang untuk keluar membebaskan diri melalui lubang tersebut. Lalu tampaklah kupu-kupu itu berhenti mencoba, dia kelihatan sudah berusaha semampunya dan nampaknya siasia untuk keluar melalui lubang kecil di ujung kempompongnya. Melihat fenomena itu, si anak menjadi iba dan mengambil keputusan untuk membantu si kupu-kupu keluar dari kepompongnya. Dia pun mengambil gunting lalu mulai membuka badan kepompong dengan guntingnya agar kupu-kupu bisa keluar dan terbang dengan leluasa. Begitu kepompong terbuka, kupu-kupu pun keluar dengan mudahnya. Akan tetapi, ia masih memiliki tubuh gembung dan kecil. Sayap-sayapnya nampak masih berkerut. Anak itu pun mulai mengamatinya lagi dengan seksama sambil berharap agar sayap kupu-kupu tersebut berkembang sehingga bisa membawa si kupu-kupu mungil terbang menuju bunga-bunga yang ada di taman. Harapan tinggal harapan, apa yang ditunggu-tunggu si anak tidak kunjung tiba. Kupu-kupu tersebut terpaksa menghabiskan sisa hidupnya dengan merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap yang masih berkerut serta tidak berkembang dengan sempurna. Kupu-kupu itu akhirnya tidak mampu terbang seumur hidupnya. Si anak rupanya tidak mengerti bahwa kupu-kupu perlu berjuang dengan usahanya sendiri untuk membebaskan diri dari kepompongnya. Lubang kecil yang perlu dilalui akan memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu masuk ke dalam sayap-sayapnya sehingga dia akan siap terbang dan memperoleh kebebasan.