Uploaded by common.user46191

SGD gerontik

advertisement
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas MK Keperawatan Gerontik
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN MASALAH
IATROGENESIS & KURANG GIZI
Dosen Pengampu:
Eka Mishbahatul M. Has, S. Kep. Ns., M. Kep.
Disusun oleh:
Kelompok 5
Dwi Adven Erina Putri
(131711133025)
Dwi Arta Anjani
(131711133027)
Rahmalia Hidayanti
(131711133083)
Rizqon Hasanan Soamole
(131711133084)
Nita Arum Sari
(131711133120)
Fabiola Tri Ruli Oktaviana
(131711133138)
Farah Dwita Angelina
(131711133141)
Faisol Akbar
(131711133158)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif dengan baik dan
lancar. Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas dari dosen mata kuliah
Keperawatan Gerontik. Makalah ini membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada
Lansia Dengan Masalah Iatrogenesis & Kurang Gizi”. Semoga dengan makalah
yang kami susun ini kita sebagai pembaca sehingga dapat menambah dan
memperluas pengetahuan kita.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa kami masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah yang kami susun dapat
memberikan manfaat dan memberikan inspirasi bagi kita semua.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 5
1.1
Latar Belakang.......................................................................................................... 5
1.2
Rumusan Masalah ................................................................................................... 6
1.3
Tujuan .......................................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 8
2.1
Iatrogenesis ............................................................................................................... 8
2.1.1 Definsi............................................................................................................................ 8
2.1.2 Etiologi .......................................................................................................................... 8
2.1.3 Manifestasi Klinis ...................................................................................................... 9
2.1.4 Penatalaksanaan .....................................................................................................10
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................12
2.2
Kurang Gizi ..............................................................................................................12
2.2.1 Definsi..........................................................................................................................12
2.2.2 Etiologi ........................................................................................................................12
2.2.3 Manifestasi Klinis ....................................................................................................13
2.2.4 Penatalaksanaan .....................................................................................................14
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................15
Pemeriksaan Biokimia .....................................................................................................15
BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................18
3.1
Kasus ..........................................................................................................................18
3.2
Asuhan Keperawatan...........................................................................................18
BAB IV PENUTUP ....................................................................................................................19
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................................19
4.2 Saran ................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................19
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Iatrogenesis terdiri dari dua kata Yunani, "iatros," yang berarti
dokter dan "genesis," yang berarti asal. Efek samping dan risiko yang terkait
dengan intervensimedis disebut iatrogenesis. Efek samping ini juga disebut
reaksi obat yang merugikan (ADR). Oleh karena itu, penyakit iatrogenik
adalah penyakit di mana dokter, obat-obatan, diagnosa, rumah sakit, dan
institusi medis lainnya bertindak sebagai “patogen” atau “agen yang
merugikan” (Farooq & Nadeem. 2018).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Iatrogenesis adalah
penyakit berbahaya yang tidak diinginkan dan efek yang tidak dikehendaki
dari obat, yang terjadi pada dosis yang digunakan pada manusia untuk
profilaksis, diagnosis, atau terapi. Komisi Gabungan Akreditasi Organisasi
Kesehatan mendefinisikan ADR sebagai efek yang tidak diinginkan dari
obat yang meningkatkan toksisitas, menurunkan efek terapeutik yang
diinginkan, atau keduanya (Farooq & Nadeem, 2018). Selain itu, penyakit
iatrogenik telah didefinisikan sebagai penyakit yang di sebabkan oleh obat
yang di resepkan dokter, setelah prosedurmedis atau operasi (tidak termasuk
overdosis yang disengaja, intervensi non-medis) resep yang tidak sah, dan
kejadian
lingkungan
misalnya,
jatuh
dan
peralatan
yangrusak
(Permpongkosol, 2011).
Kurang gizi pada lansia yakni kekurangan gizi dikarenakan
menurunnya nafsu makan akibat penyakit yang dideritanya, kesulitan
menelan karena berkurangnya air liur, cara makan yang lambat karena
penyakit pada gigi, gigi yang berkurang, dan mual karena masalah depresi.
Masalah lain yang dapat dialami lansia bukan hanya kekurangan gizi,
namun juga masalah obesitas (kegemukan) dapat sering dialami oleh
kelompok lanjut usia akibat aktivitas fisik yang telah berkurang sementara
asupan makanan yang tidak dikurangi atau bahkan berlebihan. Masalah gizi
pada lansia muncul karena perilaku makanan yang salah, yaitu ketidak
seimbangan antara konsumsi gizi yang dianjurkan. Makanan yang dimaksut
5
tidak hanya berkaitan dengan jumlah dan jenis makanan, tetapi kebiasaan
dan perasaan yang membentuk sehubungan dengan tindakan makanan
(Isnani, 2019).
Perilaku makan ini meliputi pengetahuan sikap dan praktek terhadap
makana serta unsur-unsur yang terkandung dalam zat gizi. Lansia yang
hidup sendiri atau ditinggal oleh orang yang dicintai tanpa ada dukungan
teman atau keluarga berdampak pada perubahan status gizinya, oleh karena
itu guna memenuhi kebutuhannya dibutuhkan dukungan dari keluarga.
Keluarga dengan lansia berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia mulai
dari merawat, menjaga kesehatan dan mensejahterakan lansia. Merawat
lansia salah satunya adalah menyediakan dan memebrikan makanan pada
lansia. Kandungan makanan yang diberikan tidak hanya memberikan rasa
kenyang namun juga dipertimbangkan kandungan gizinya. Kandungan gizi
makan yang dikonsumsi oleh lansia akan berpengaruh pada kesehatannya
(Camelia, 2018)
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang digunakan dalam pembahasan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa yang di maksud Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada
lansia
2. Bagaimana etiologi Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada
lansia
3. Apa saja manifestasi dari Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi
pada lansia
4. Bagaimana penatalaksanaannya dari Iatrogenesis pada lansia dan
Kurang gizi pada lansia
5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan Iatrogenesis
pada lansia dan Kurang gizi pada lansia
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
6
a. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah
Keperawatan Gerontik.
b. Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan
Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada lansia
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari Iatrogenesis pada lansia dan
Kurang gizi pada lansia
b. Untuk mengetahui etiologi dari Iatrogenesis pada lansia dan
Kurang gizi pada lansia
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Iatrogenesis pada lansia
dan Kurang gizi pada lansia
d. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Iatrogenesis pada lansia
dan Kurang gizi pada lansia
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Iatrogenesis pada
lansia dan Kurang gizi pada lansia
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Iatrogenesis
2.1.1 Definsi
Kata "iatrogeny" berasal dari bahasa Yunani dan mengacu pada
perubahan patologis apa pun yang disebabkan oleh pasien oleh praktik
profesional kesehatan yang tidak tepat, yang mengakibatkan konsekuensi
berbahaya bagi kesehatan pasien. (Chronopoulos A, 2010)
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, penyakit iatrogenik dapat
didefinisikan sebagai reaksi obat yang merugikan atau komplikasi yang
disebabkan oleh intervensi medis nondrug. Selain itu, penyakit iatrogenik
telah didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh obat yang
diresepkan setelah prosedur medis atau bedah (tidak termasuk overdosis
yang disengaja, intervensi nonmedis) resep yang tidak sah, dan peristiwa
lingkungan (misalnya, jatuh, peralatan yang rusak). (Darchy et al, 1998).
Iatrogenesis dalam bahasa awam dapat dikatakan sebagai suatu
tindakan pemberian obat yang dimaksudkan untuk menyembuhkan namun
bagi penderita lansia justru menimbulkan efek samping obat berupa
penyakit lainnya. (Tuty, 2005)
2.1.2 Etiologi
Pasien usia lanjut memiliki lebih banyak penyakit penyerta dari pada
pasien yang lebih muda. Peningkatan kejadian efek samping obat pada
pasien usia lanjut dapat dijelaskan dengan meningkatnya jumlah patologi
atau keadaan penyakit pada lansia, dan jumlah obat yang diminum dalam
jangka panjang, yang mengakibatkan perubahan pada proses ekskresi dan
eliminasi
dan
perubahan
kadar
protein
plasma
(misalnya,
hipoalbuminemia). Peningkatan paparan intervensi medis ini meningkatkan
risiko konsekuensi perawatan yang merugikan. Untuk mengidentifikasi
pasien berisiko tinggi adalah langkah pertama dalam pencegahan dan
sebagian besar penyakit iatrogenik dapat dihindari. (Peyriere H, 2003).
8
Berikut penyebab dari iatrogenesis:
a. Kesalahan medis (penulisan resep obat yang tidak terbaca)
b. Penulisan resep sangat penting dalam proses pengobatan sehingga
diharapkan tidak ada kesalahpahaman antara pemberi resep dan
penerima resep
c. Ketidakhadiran tenaga kesehatan
d. Hal ini meningkatkan resiko dari iatrogenesis dikarenakan minimnya
pengawasan dari tenaga medis.
e. Prosedur, teknik, informasi, dan metode yang tidak tepat
f. Sesuai dengan SOP yang telah ditentukan dan sesuai dengan prinsip
pemberian obat yang berlaku.
g. Interaksi obat akibat kesalahan peresepan dan polifarmasi
h. Efek samping obat
i. Setiap obat memiliki efek samping, baik itu efek samping yang ringan
sampai berat, maka dari itu tenaga medis harus dapat memastikan
seminimal mungkin efek samping yang akan berdampak pada pasien.
j. Penggunaan obat yang berlebihan dan ketidakpatuhan sehingga
menyebabkan Resistensi obat banyak sekali terjadi pada pasien TB
dan pasien pengguna antibiotik, diperlukan perhatian khusus pada
setiap lansia agar mau patuh dalam mengkonsumsi obat secara rutin
dengan edukasi sehingga pasien paham terkait hal ini.
k. Infeksi nosokomial
l. Transfusi darah
m. Distress emosi yang membahayakan
2.1.3 Manifestasi Klinis
a. Overzealous Labeling
b. Demensia
c. Inkontinensia
d. Underdiagnosis
e. Istirahat di tempat tidur terus menerus
f. Polifarmasi
g. Ketergantungan yang dipaksa
9
h. Gangguan lingkungan
i. Trauma transfer (House-Hospital)
2.1.4 Penatalaksanaan
Kondisi
multipatologi
mengakibatkan
seorang
usia
lanjut
mendapatkan berbagai jenis obat dalam jumlah banyak. Terapi nonfarmakologi dapat menjadi pilihan utama untuk mengatasi masalah pada
pasien lansia, sehingga mengurangi polifarmasi (banyak obat yang
dikonsusmsi). Prinsip penggunaan obat yang benar dan tepat pada usia
lanjut harus menjadi kajian multi/interdisiplin yang mengedepankan
pendekatan secara holistik (Setiati, Siti 2013).
Menurut (Wahdini, 2014), akupuntur sebagai modalitas non-farmakologi
dapat menjadi pilihan terapi untuk membantu penatalaksanaan pasien
lansia. Pada akupuntur untuk mengurangi rasa nyeri dengan alat
Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS) yaitu alat dengan
bentuk elektroakupuntur yang menggunakan prinsip neuroanatomi dan
neurofisiologi yang terbukti efektif secara cara cepat mengurangi nyeri.
PENS memiliki efek samping minimal jika dibandingkan obat. Akupuntur
untuk inkontinensia urine dilakukan pada titik BL31, BL32, BL33, BL23,
BL28, SP6, ST36, KI3.
10
Akupuntur untuk menangani gangguan tidur bekerja melalui
mekanisme peningkatan pelepasan melatonin yang berfungsi sebagai
regulator siklus tidur-bangun. Penusukan dilakukan di titik Baihui GV20
dan Yintang EX-HN3, dapat menimbulkan perasaan rileks dan rasa tenang.
Akupuntur ini dapat meningkatkan sekresi nokturnal melatonin dan
mengurangi stres atau kecemasan dan juga dapat diberikan untuk gangguan
tidur pada pasien pasca stroke dan sindrom pasca menopause.
11
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: Darah, urin, fases, gula darah, lipid, fungsi hati,
fungsi ginjal, fungsi tiroid (T3, T4, TSH), dan Kadar serum B6,
B12
b. Foto toraks, EKG
c. Test neuropsikologik
d. Tes activity of daily living dan instrument activity of daily living
e. CT scan/MRI
f. EEG
2.2 Kurang Gizi
2.2.1 Definsi
Malnutrisi didefinisikan sebagai suatu keadaan kekurangan,
kelebihan, atau kedakseimbangan dari energi, protein, dan nutrisi lain yang
berdampak buruk pada bentuk tubuh, fungsi tubuh, dan klinik. Pada usia
lanjut masalah yang sering terjadi adalah keadaan gizi kurang, khususnya
malnutrisi protein-energi. Keadaan malnutrisi akibat asupan yang dak
memenuhi kebutuhan akan berakibat pada kelainan metabolik, perubahan
fisiologis, penurunan fungsi organ atau jaringan dan hilangnya massa tubuh
(Wulan, 2019).
Malnutrisi adalah suatu kondisi yang dihasilkan dari kekurangan
gizi atau konsumsi berlebihan. Kekurangan gizi meliputi tidak mendapat
cukup protein, kalori atau mrikronutrien. Ini mengarah ke berat badan
menurun, stunting, kelebihan berat badan (WHO, 2016).
2.2.2 Etiologi
Malnutrisi adalah masalah diseluruh dunia yang dapat disebabkan
oleh kondisi lingkungan, ekonomi, dan medis. WHO (2016) penyebab
umum malnutrisi meliputi:
 Kerawanan pangan atau kurangnya akses ke makanan yang cukup
dan terjangkau: Studi menghubungkan kerawanan pangan di negara
berkembang dan negara maju dengan kekurangan gizi.
12
 Masalah pencernaan dan masalah dengan penyerapan nutrisi:
kondisi yang menyebabkan malabsorpsi, seperti penyakit Crohn,
penyakit celiac, dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus,
dapat menyebabkan kekurangan gizi.
 Konsumsi alkohol yang berlebihan: penggunaan alkohol yang
berlebihan dapat menyebabkan asupan protein, kalori, dan nutrisi
mikro yang tidak mencukupi.
 Gangguan kesehatan mental: depresi dan kondisi kesehatan mental
lainnya dapat meningkatkan resiko kekurangan gizi. Satu studi
menemukan bahwa prevalensi kekurangan gizi adalah 4% lebih
tinggi pada orang dengan depresi dibandingkan dengan orang sehat.
 Ketidakmampuan untuk mendapatkan dan menyiapkan makanan:
Studi telah mengidentifikasi lemah, memiliki mobilitas yang buruk,
dan kurang kekuatan otot sebagai faktor resiko kekurangan gizi.
Masalah – masalah ini merusak keterampilan persiapan makanan.
2.2.3 Manifestasi Klinis
Proses penuaan pada seseorang telah dimulai sejak orang tersebut
dilahirkan. Dan seiring dengan pertambahan usia, secara umum, kondisi
lansia yang renta (frail) akan mengalami penurunan fungsi organ dan
fisiologis tubuh seperti adanya perlambatan proses metabolisme dan
perubahan komposisi tubuh. Kondisi tersebut seringkali menyebabkan
masalah gizi pada lansia bahkan risiko malnutrisi pada lansia bisa
meningkat. Beberapa kondisi tanda dan gejala kurang gizi yang ditemui
pada lansia di antaranya adalah:
a) Perubahan komposisi tubuh, di mana massa otot akan berkurang dan
massa lemak bertambah.
b) Penurunan fungsi organ tubuh seperti penurunan indera penglihatan,
penciuman, pengecapan dan pendengaran yang seringkali menjadi
awal masalah gizi pada lansia. Dengan banyaknya gigi yang sudah
tanggal mengakibatkan gangguan pada fungsi mengunyah yang dapat
berdampak pada malnutrisi pada lansia.
13
c) Menurunnya mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran
pencernaan seperti perut kembung, nyeri, serta susah BAB yang dapat
menyebabkan wasir.
d) Kemampuan motorik menurun, selain menyebabkan lamban, kurang
aktif, dan kesulitan mengunyah makanan, juga dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari. - Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel
otak, yang menyebabkan penurunan daya ingat atau kognitif.
e) Incontinentia urine (IU) adalah pengeluaran urin di luar kesadaran,
merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada usia
lanjut. Mengurangi minum karena hal ini dapat mengakibatkan
masalah gizi pada lansia dan berisiko terkena dehidrasi.
f) Penyakit kronis yang lazim dialami oleh lansia seperti penyakit infeksi,
jantung, diabetes, saluran pernafasan, neurologi, dan lain-lain,
menyebabkan nafsu makan menurun sehingga asupan makan menjadi
berkurang dan pada akhirnya mengakibatkan malnutrisi.
Status malnutrisi pada lansia menjadi penting dan harus segera
diatasi karena dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Dengan
bertambahnya usia harapan hidup di semua negara termasuk di Indonesia,
maka tantangan yang dihadapi saat ini adalah memastikan mereka yang
berusia lanjut tetap memiliki kualitas hidup yang baik, dimana salah
satunya adalah memastikan lansia hidup sehat dan terbebas dari penyebab
malnutrisi.
2.2.4 Penatalaksanaan
Berikut beberapa penatalaksanaan medis yang dilakukan pada lansia
kurang gizi:
a. Memperhatikan kebutuhan gizi pada lansia. Kecukupan energi sehari
yang dianjurkan untuk pria berusia lebih tua atau sama dengan 60 tahun
dengan berat badan sekitar 62 kg adalah 2200 kkal sedangkan untuk
perempuan adalah 1850 kkal.
b. Memperhatikan bentuk dan variasi makanan yang menarik agar tidak
membosankan (bentuk cair, bubur saring, bubur, nasi tim, nasi biasa)
14
c. Menambah makanan cair lain / susu bila lansia tidak bias menghabiskan
makanannya
d. Bila terdapat penyakit metabolic seperti DM, gula sederhana dihindari,
bila terdapat penyakit gagal ginjal sebaliknya dipilih asam amino yang
esensial.
Perubahan sederhana untuk memperbaiki diet bagi manula yaitu:
a. Minum satu gelas sari buah yang murni (jangan dicampuri air ataupun
gula)
b. Sarapan dengan biji-bijian utuh (misalnya havermout, beras merah) dan
telur setiap pagi
c. Mengusahakan makan daging atau ikan paling tidak sekali dalam sehari
d. Minum segelas susu pada waktu akan tidur
e. Paling sedikit makan satu porsi sayuran setiap hari.
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Biokimia
Dalam pengkajian nutrisi umumnya digunakan nilai-nilai biokimia
seperti kadar total limposit, serum albumin, zat besi, serum transferin,
kreatinin, hemoglobin, dan hematokrit. Nilai-nilai ini, bersama dengan
hasil pemeriksaan antropometrik akan membantu memberi gambaran
tentang status nutrisi dan respon imunologi seseorang (Arisman,2004).
Pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan resiko status nutrisi kurang
bila hasilnya menunjukkan penuruna hemoglobin dan hematokrit,
penurunan nilai limposit, serum albumin kurang dari3,5 gram/dl dan
peningkatan atau penurunan kadar kolesterol (Nurachmah,2001).
a) Hemoglobin dan Hematokrit
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki
afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu
membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui
fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan
(Evelyn, 2009). Pengukuran Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht)
15
adalah pengukuran yang mengindikasikan defisiensi berbagai bahan
nutrisi. Pada malnutrisi berat, kadar hemoglobin dapat mencerminkan
status
protein.
Pengukuran
hemoglobin
menggunakan
satuan
gram/desiliter dan hematokrit menggunakan satuan persen. Adapun
kadar normal hemoglobin berdasarkan kelompok umur dan jenis
kelamin menurut WHO dalam Arisman (2004) terdapat pada tabel
dibawah ini:
Kadar Normal Hemoglobin
Kadar Normal (gr/dl)
Kelompok Umur
Anak 6 bulan-6 tahun
11,0
Anak 6 tahun-14 tahun
12,0
Pria dewasa
13,0 – 17,0
Ibu Hamil
11,0
Wanita dewasa
12,0-15,0
a) Transferrin
Nilai serum transferin adalah parameter lain yang digunakan dalam
mengkaji
status
protein
viseral.
Serum
transferin
dihitung
menggunakan kapasitas total ikatan zat besi atau total iron binding
capacity
(TIBC),
dengan
menggunakan
rumus
dibawah
ini
(Nurachmah,2001) .
Transferrin Serum = (8 X TIBC)-43
Satuan yang digunakan dalam rumus diatas adalah miligram/desiliter.
Nilai normal transferin serum adalah 170-250 mg/dl.
b) Serum Albumin
Nilai serum albumin adalah indikator penting statusnutrisi dan
sintesa protein. Kadar albumin rendah sering terjadi pada keadaan
infeksi, injuri, atau penyakit yang mempengaruhi kerja hepar, ginjal,
dansaluran pencernaan.
c) Keseimbangan nitrogen
Pemeriksaan keseimbangan nitrogen digunakan untuk menentukan
kadar pemecahan protein di dalam tubuh. Dalam keadaan normal tubuh
16
memperoleh nitrogen melalui makanan dan mengeluarkannya melalui
urine dalam jumlah yang relatif sama setiap hari. Ketika katabolisme
protein melebihi pemasukan protein melalui makanan yang dikonsumsi
setiap hari maka keseimbangan nitrogen menjadi negatif. Bila nilai
keseimbangan nitrogen yang negatif berlangsung secara terus menerus
maka pasien beresiko mengalami malnutrisi protein
(Nurachmah,2001).
17
BAB III
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
3.2 Asuhan Keperawatan
A. Diagnosa Keperawatan
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan
berpedoman
pada
banyak
sumber
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Isnani, Nurhayati, Tri, Yuniarti, Anggie, P. Putri. 2019. Tingkat Pengetahuan
Keluarga Dalam Pemberian Gizi Pada Lansia Cepogo, Boyolali. Surakarta.
Jurnal Riset Gizi
Camelia Nurjannah, M. Zen Rahfiludin, Apoina, Kartini. 2018. Hubungan Asupan
Makronutrien, Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Aktivitas Fisik Dengan
Kesegaran Jasmani Pada Lansia. Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
https://www.scribd.com/document/401353314/Iatrogenesis
Wahdini, Sri. 2014. Peran Akupuntur dalam Penatalaksanaan Pasien Geriatri.
Vol. 2, No. 2, pp 133-138.
19
Farooq & Nadeem. 2018. Iatrogenesis: Tinjauan Tentang Sifat, Luas, Dan
Distribusi Bahaya Kesehatan. J Family Med Prim Care. 7 (2): 309-314
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6060929/ diakses pada 24
Februari 2020 Pukul 14:56
Wulan & Septiani. 2019. Malnutrisi di Kota Pekanbaru. Jurnal Kesehatan
Komunitas (Journal of Community Health). 5(1).
https://www.who.int/features/qa/malnutrition/en/ diakses 24 Februari 2020 Pukul
14:28
https://www.nestlehealthscience.co.id/artikel/cegah-malnutrisi-pada-lansia
(diakses tgl 23 Februari 2020 pukul 20.00 WIB)
Darmojo, B. (2010). Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-4. Balai
Penerbit FK UI: Jakarta.
https://www.academia.edu/35454349/MASALAH_GIZI_PADA_LANSIA
(diakses tgl 23 Februari 2020 pukul 20.56 WIB)
Septy.
2012.
PTM
Iatrogenesis
pada
Lansia.
https://id.scribd.com/doc/117815428/PTM-Iastrogenesis-PadaLansia diakses pada 24 Februari 2020.
Division of Urology, Department of Surgery, Faculty of Medicine, Ramathibodi
Hospital, Mahidol University. 2011. Iatrogenic Disease in the Elderly:
Risk Factors, Consequences, and prevention. Bangkok, Thailand. Clinical
Interventions in Aging open access to scientific and medical research.
20
Download