MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas MK Keperawatan Gerontik ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN MASALAH IATROGENESIS & KURANG GIZI Dosen Pengampu: Eka Mishbahatul M. Has, S. Kep. Ns., M. Kep. Disusun oleh: Kelompok 5 Dwi Adven Erina Putri (131711133025) Dwi Arta Anjani (131711133027) Rahmalia Hidayanti (131711133083) Rizqon Hasanan Soamole (131711133084) Nita Arum Sari (131711133120) Fabiola Tri Ruli Oktaviana (131711133138) Farah Dwita Angelina (131711133141) Faisol Akbar (131711133158) PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2020 KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif dengan baik dan lancar. Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik. Makalah ini membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah Iatrogenesis & Kurang Gizi”. Semoga dengan makalah yang kami susun ini kita sebagai pembaca sehingga dapat menambah dan memperluas pengetahuan kita. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa kami masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah yang kami susun dapat memberikan manfaat dan memberikan inspirasi bagi kita semua. ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 5 1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 5 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 6 1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 8 2.1 Iatrogenesis ............................................................................................................... 8 2.1.1 Definsi............................................................................................................................ 8 2.1.2 Etiologi .......................................................................................................................... 8 2.1.3 Manifestasi Klinis ...................................................................................................... 9 2.1.4 Penatalaksanaan .....................................................................................................10 2.1.5 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................12 2.2 Kurang Gizi ..............................................................................................................12 2.2.1 Definsi..........................................................................................................................12 2.2.2 Etiologi ........................................................................................................................12 2.2.3 Manifestasi Klinis ....................................................................................................13 2.2.4 Penatalaksanaan .....................................................................................................14 2.2.5 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................15 Pemeriksaan Biokimia .....................................................................................................15 BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................18 3.1 Kasus ..........................................................................................................................18 3.2 Asuhan Keperawatan...........................................................................................18 BAB IV PENUTUP ....................................................................................................................19 4.1 Kesimpulan ...................................................................................................................19 4.2 Saran ................................................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................19 iii iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iatrogenesis terdiri dari dua kata Yunani, "iatros," yang berarti dokter dan "genesis," yang berarti asal. Efek samping dan risiko yang terkait dengan intervensimedis disebut iatrogenesis. Efek samping ini juga disebut reaksi obat yang merugikan (ADR). Oleh karena itu, penyakit iatrogenik adalah penyakit di mana dokter, obat-obatan, diagnosa, rumah sakit, dan institusi medis lainnya bertindak sebagai “patogen” atau “agen yang merugikan” (Farooq & Nadeem. 2018). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Iatrogenesis adalah penyakit berbahaya yang tidak diinginkan dan efek yang tidak dikehendaki dari obat, yang terjadi pada dosis yang digunakan pada manusia untuk profilaksis, diagnosis, atau terapi. Komisi Gabungan Akreditasi Organisasi Kesehatan mendefinisikan ADR sebagai efek yang tidak diinginkan dari obat yang meningkatkan toksisitas, menurunkan efek terapeutik yang diinginkan, atau keduanya (Farooq & Nadeem, 2018). Selain itu, penyakit iatrogenik telah didefinisikan sebagai penyakit yang di sebabkan oleh obat yang di resepkan dokter, setelah prosedurmedis atau operasi (tidak termasuk overdosis yang disengaja, intervensi non-medis) resep yang tidak sah, dan kejadian lingkungan misalnya, jatuh dan peralatan yangrusak (Permpongkosol, 2011). Kurang gizi pada lansia yakni kekurangan gizi dikarenakan menurunnya nafsu makan akibat penyakit yang dideritanya, kesulitan menelan karena berkurangnya air liur, cara makan yang lambat karena penyakit pada gigi, gigi yang berkurang, dan mual karena masalah depresi. Masalah lain yang dapat dialami lansia bukan hanya kekurangan gizi, namun juga masalah obesitas (kegemukan) dapat sering dialami oleh kelompok lanjut usia akibat aktivitas fisik yang telah berkurang sementara asupan makanan yang tidak dikurangi atau bahkan berlebihan. Masalah gizi pada lansia muncul karena perilaku makanan yang salah, yaitu ketidak seimbangan antara konsumsi gizi yang dianjurkan. Makanan yang dimaksut 5 tidak hanya berkaitan dengan jumlah dan jenis makanan, tetapi kebiasaan dan perasaan yang membentuk sehubungan dengan tindakan makanan (Isnani, 2019). Perilaku makan ini meliputi pengetahuan sikap dan praktek terhadap makana serta unsur-unsur yang terkandung dalam zat gizi. Lansia yang hidup sendiri atau ditinggal oleh orang yang dicintai tanpa ada dukungan teman atau keluarga berdampak pada perubahan status gizinya, oleh karena itu guna memenuhi kebutuhannya dibutuhkan dukungan dari keluarga. Keluarga dengan lansia berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia mulai dari merawat, menjaga kesehatan dan mensejahterakan lansia. Merawat lansia salah satunya adalah menyediakan dan memebrikan makanan pada lansia. Kandungan makanan yang diberikan tidak hanya memberikan rasa kenyang namun juga dipertimbangkan kandungan gizinya. Kandungan gizi makan yang dikonsumsi oleh lansia akan berpengaruh pada kesehatannya (Camelia, 2018) 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang digunakan dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apa yang di maksud Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada lansia 2. Bagaimana etiologi Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada lansia 3. Apa saja manifestasi dari Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada lansia 4. Bagaimana penatalaksanaannya dari Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada lansia 5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada lansia 1.3 Tujuan 1. Tujuan Umum 6 a. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik. b. Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada lansia 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui definisi dari Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada lansia b. Untuk mengetahui etiologi dari Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada lansia c. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada lansia d. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada lansia e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Iatrogenesis pada lansia dan Kurang gizi pada lansia 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iatrogenesis 2.1.1 Definsi Kata "iatrogeny" berasal dari bahasa Yunani dan mengacu pada perubahan patologis apa pun yang disebabkan oleh pasien oleh praktik profesional kesehatan yang tidak tepat, yang mengakibatkan konsekuensi berbahaya bagi kesehatan pasien. (Chronopoulos A, 2010) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, penyakit iatrogenik dapat didefinisikan sebagai reaksi obat yang merugikan atau komplikasi yang disebabkan oleh intervensi medis nondrug. Selain itu, penyakit iatrogenik telah didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh obat yang diresepkan setelah prosedur medis atau bedah (tidak termasuk overdosis yang disengaja, intervensi nonmedis) resep yang tidak sah, dan peristiwa lingkungan (misalnya, jatuh, peralatan yang rusak). (Darchy et al, 1998). Iatrogenesis dalam bahasa awam dapat dikatakan sebagai suatu tindakan pemberian obat yang dimaksudkan untuk menyembuhkan namun bagi penderita lansia justru menimbulkan efek samping obat berupa penyakit lainnya. (Tuty, 2005) 2.1.2 Etiologi Pasien usia lanjut memiliki lebih banyak penyakit penyerta dari pada pasien yang lebih muda. Peningkatan kejadian efek samping obat pada pasien usia lanjut dapat dijelaskan dengan meningkatnya jumlah patologi atau keadaan penyakit pada lansia, dan jumlah obat yang diminum dalam jangka panjang, yang mengakibatkan perubahan pada proses ekskresi dan eliminasi dan perubahan kadar protein plasma (misalnya, hipoalbuminemia). Peningkatan paparan intervensi medis ini meningkatkan risiko konsekuensi perawatan yang merugikan. Untuk mengidentifikasi pasien berisiko tinggi adalah langkah pertama dalam pencegahan dan sebagian besar penyakit iatrogenik dapat dihindari. (Peyriere H, 2003). 8 Berikut penyebab dari iatrogenesis: a. Kesalahan medis (penulisan resep obat yang tidak terbaca) b. Penulisan resep sangat penting dalam proses pengobatan sehingga diharapkan tidak ada kesalahpahaman antara pemberi resep dan penerima resep c. Ketidakhadiran tenaga kesehatan d. Hal ini meningkatkan resiko dari iatrogenesis dikarenakan minimnya pengawasan dari tenaga medis. e. Prosedur, teknik, informasi, dan metode yang tidak tepat f. Sesuai dengan SOP yang telah ditentukan dan sesuai dengan prinsip pemberian obat yang berlaku. g. Interaksi obat akibat kesalahan peresepan dan polifarmasi h. Efek samping obat i. Setiap obat memiliki efek samping, baik itu efek samping yang ringan sampai berat, maka dari itu tenaga medis harus dapat memastikan seminimal mungkin efek samping yang akan berdampak pada pasien. j. Penggunaan obat yang berlebihan dan ketidakpatuhan sehingga menyebabkan Resistensi obat banyak sekali terjadi pada pasien TB dan pasien pengguna antibiotik, diperlukan perhatian khusus pada setiap lansia agar mau patuh dalam mengkonsumsi obat secara rutin dengan edukasi sehingga pasien paham terkait hal ini. k. Infeksi nosokomial l. Transfusi darah m. Distress emosi yang membahayakan 2.1.3 Manifestasi Klinis a. Overzealous Labeling b. Demensia c. Inkontinensia d. Underdiagnosis e. Istirahat di tempat tidur terus menerus f. Polifarmasi g. Ketergantungan yang dipaksa 9 h. Gangguan lingkungan i. Trauma transfer (House-Hospital) 2.1.4 Penatalaksanaan Kondisi multipatologi mengakibatkan seorang usia lanjut mendapatkan berbagai jenis obat dalam jumlah banyak. Terapi nonfarmakologi dapat menjadi pilihan utama untuk mengatasi masalah pada pasien lansia, sehingga mengurangi polifarmasi (banyak obat yang dikonsusmsi). Prinsip penggunaan obat yang benar dan tepat pada usia lanjut harus menjadi kajian multi/interdisiplin yang mengedepankan pendekatan secara holistik (Setiati, Siti 2013). Menurut (Wahdini, 2014), akupuntur sebagai modalitas non-farmakologi dapat menjadi pilihan terapi untuk membantu penatalaksanaan pasien lansia. Pada akupuntur untuk mengurangi rasa nyeri dengan alat Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS) yaitu alat dengan bentuk elektroakupuntur yang menggunakan prinsip neuroanatomi dan neurofisiologi yang terbukti efektif secara cara cepat mengurangi nyeri. PENS memiliki efek samping minimal jika dibandingkan obat. Akupuntur untuk inkontinensia urine dilakukan pada titik BL31, BL32, BL33, BL23, BL28, SP6, ST36, KI3. 10 Akupuntur untuk menangani gangguan tidur bekerja melalui mekanisme peningkatan pelepasan melatonin yang berfungsi sebagai regulator siklus tidur-bangun. Penusukan dilakukan di titik Baihui GV20 dan Yintang EX-HN3, dapat menimbulkan perasaan rileks dan rasa tenang. Akupuntur ini dapat meningkatkan sekresi nokturnal melatonin dan mengurangi stres atau kecemasan dan juga dapat diberikan untuk gangguan tidur pada pasien pasca stroke dan sindrom pasca menopause. 11 2.1.5 Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium: Darah, urin, fases, gula darah, lipid, fungsi hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid (T3, T4, TSH), dan Kadar serum B6, B12 b. Foto toraks, EKG c. Test neuropsikologik d. Tes activity of daily living dan instrument activity of daily living e. CT scan/MRI f. EEG 2.2 Kurang Gizi 2.2.1 Definsi Malnutrisi didefinisikan sebagai suatu keadaan kekurangan, kelebihan, atau kedakseimbangan dari energi, protein, dan nutrisi lain yang berdampak buruk pada bentuk tubuh, fungsi tubuh, dan klinik. Pada usia lanjut masalah yang sering terjadi adalah keadaan gizi kurang, khususnya malnutrisi protein-energi. Keadaan malnutrisi akibat asupan yang dak memenuhi kebutuhan akan berakibat pada kelainan metabolik, perubahan fisiologis, penurunan fungsi organ atau jaringan dan hilangnya massa tubuh (Wulan, 2019). Malnutrisi adalah suatu kondisi yang dihasilkan dari kekurangan gizi atau konsumsi berlebihan. Kekurangan gizi meliputi tidak mendapat cukup protein, kalori atau mrikronutrien. Ini mengarah ke berat badan menurun, stunting, kelebihan berat badan (WHO, 2016). 2.2.2 Etiologi Malnutrisi adalah masalah diseluruh dunia yang dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan, ekonomi, dan medis. WHO (2016) penyebab umum malnutrisi meliputi: Kerawanan pangan atau kurangnya akses ke makanan yang cukup dan terjangkau: Studi menghubungkan kerawanan pangan di negara berkembang dan negara maju dengan kekurangan gizi. 12 Masalah pencernaan dan masalah dengan penyerapan nutrisi: kondisi yang menyebabkan malabsorpsi, seperti penyakit Crohn, penyakit celiac, dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus, dapat menyebabkan kekurangan gizi. Konsumsi alkohol yang berlebihan: penggunaan alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan asupan protein, kalori, dan nutrisi mikro yang tidak mencukupi. Gangguan kesehatan mental: depresi dan kondisi kesehatan mental lainnya dapat meningkatkan resiko kekurangan gizi. Satu studi menemukan bahwa prevalensi kekurangan gizi adalah 4% lebih tinggi pada orang dengan depresi dibandingkan dengan orang sehat. Ketidakmampuan untuk mendapatkan dan menyiapkan makanan: Studi telah mengidentifikasi lemah, memiliki mobilitas yang buruk, dan kurang kekuatan otot sebagai faktor resiko kekurangan gizi. Masalah – masalah ini merusak keterampilan persiapan makanan. 2.2.3 Manifestasi Klinis Proses penuaan pada seseorang telah dimulai sejak orang tersebut dilahirkan. Dan seiring dengan pertambahan usia, secara umum, kondisi lansia yang renta (frail) akan mengalami penurunan fungsi organ dan fisiologis tubuh seperti adanya perlambatan proses metabolisme dan perubahan komposisi tubuh. Kondisi tersebut seringkali menyebabkan masalah gizi pada lansia bahkan risiko malnutrisi pada lansia bisa meningkat. Beberapa kondisi tanda dan gejala kurang gizi yang ditemui pada lansia di antaranya adalah: a) Perubahan komposisi tubuh, di mana massa otot akan berkurang dan massa lemak bertambah. b) Penurunan fungsi organ tubuh seperti penurunan indera penglihatan, penciuman, pengecapan dan pendengaran yang seringkali menjadi awal masalah gizi pada lansia. Dengan banyaknya gigi yang sudah tanggal mengakibatkan gangguan pada fungsi mengunyah yang dapat berdampak pada malnutrisi pada lansia. 13 c) Menurunnya mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan seperti perut kembung, nyeri, serta susah BAB yang dapat menyebabkan wasir. d) Kemampuan motorik menurun, selain menyebabkan lamban, kurang aktif, dan kesulitan mengunyah makanan, juga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. - Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan penurunan daya ingat atau kognitif. e) Incontinentia urine (IU) adalah pengeluaran urin di luar kesadaran, merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada usia lanjut. Mengurangi minum karena hal ini dapat mengakibatkan masalah gizi pada lansia dan berisiko terkena dehidrasi. f) Penyakit kronis yang lazim dialami oleh lansia seperti penyakit infeksi, jantung, diabetes, saluran pernafasan, neurologi, dan lain-lain, menyebabkan nafsu makan menurun sehingga asupan makan menjadi berkurang dan pada akhirnya mengakibatkan malnutrisi. Status malnutrisi pada lansia menjadi penting dan harus segera diatasi karena dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Dengan bertambahnya usia harapan hidup di semua negara termasuk di Indonesia, maka tantangan yang dihadapi saat ini adalah memastikan mereka yang berusia lanjut tetap memiliki kualitas hidup yang baik, dimana salah satunya adalah memastikan lansia hidup sehat dan terbebas dari penyebab malnutrisi. 2.2.4 Penatalaksanaan Berikut beberapa penatalaksanaan medis yang dilakukan pada lansia kurang gizi: a. Memperhatikan kebutuhan gizi pada lansia. Kecukupan energi sehari yang dianjurkan untuk pria berusia lebih tua atau sama dengan 60 tahun dengan berat badan sekitar 62 kg adalah 2200 kkal sedangkan untuk perempuan adalah 1850 kkal. b. Memperhatikan bentuk dan variasi makanan yang menarik agar tidak membosankan (bentuk cair, bubur saring, bubur, nasi tim, nasi biasa) 14 c. Menambah makanan cair lain / susu bila lansia tidak bias menghabiskan makanannya d. Bila terdapat penyakit metabolic seperti DM, gula sederhana dihindari, bila terdapat penyakit gagal ginjal sebaliknya dipilih asam amino yang esensial. Perubahan sederhana untuk memperbaiki diet bagi manula yaitu: a. Minum satu gelas sari buah yang murni (jangan dicampuri air ataupun gula) b. Sarapan dengan biji-bijian utuh (misalnya havermout, beras merah) dan telur setiap pagi c. Mengusahakan makan daging atau ikan paling tidak sekali dalam sehari d. Minum segelas susu pada waktu akan tidur e. Paling sedikit makan satu porsi sayuran setiap hari. 2.2.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Biokimia Dalam pengkajian nutrisi umumnya digunakan nilai-nilai biokimia seperti kadar total limposit, serum albumin, zat besi, serum transferin, kreatinin, hemoglobin, dan hematokrit. Nilai-nilai ini, bersama dengan hasil pemeriksaan antropometrik akan membantu memberi gambaran tentang status nutrisi dan respon imunologi seseorang (Arisman,2004). Pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan resiko status nutrisi kurang bila hasilnya menunjukkan penuruna hemoglobin dan hematokrit, penurunan nilai limposit, serum albumin kurang dari3,5 gram/dl dan peningkatan atau penurunan kadar kolesterol (Nurachmah,2001). a) Hemoglobin dan Hematokrit Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan (Evelyn, 2009). Pengukuran Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) 15 adalah pengukuran yang mengindikasikan defisiensi berbagai bahan nutrisi. Pada malnutrisi berat, kadar hemoglobin dapat mencerminkan status protein. Pengukuran hemoglobin menggunakan satuan gram/desiliter dan hematokrit menggunakan satuan persen. Adapun kadar normal hemoglobin berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin menurut WHO dalam Arisman (2004) terdapat pada tabel dibawah ini: Kadar Normal Hemoglobin Kadar Normal (gr/dl) Kelompok Umur Anak 6 bulan-6 tahun 11,0 Anak 6 tahun-14 tahun 12,0 Pria dewasa 13,0 – 17,0 Ibu Hamil 11,0 Wanita dewasa 12,0-15,0 a) Transferrin Nilai serum transferin adalah parameter lain yang digunakan dalam mengkaji status protein viseral. Serum transferin dihitung menggunakan kapasitas total ikatan zat besi atau total iron binding capacity (TIBC), dengan menggunakan rumus dibawah ini (Nurachmah,2001) . Transferrin Serum = (8 X TIBC)-43 Satuan yang digunakan dalam rumus diatas adalah miligram/desiliter. Nilai normal transferin serum adalah 170-250 mg/dl. b) Serum Albumin Nilai serum albumin adalah indikator penting statusnutrisi dan sintesa protein. Kadar albumin rendah sering terjadi pada keadaan infeksi, injuri, atau penyakit yang mempengaruhi kerja hepar, ginjal, dansaluran pencernaan. c) Keseimbangan nitrogen Pemeriksaan keseimbangan nitrogen digunakan untuk menentukan kadar pemecahan protein di dalam tubuh. Dalam keadaan normal tubuh 16 memperoleh nitrogen melalui makanan dan mengeluarkannya melalui urine dalam jumlah yang relatif sama setiap hari. Ketika katabolisme protein melebihi pemasukan protein melalui makanan yang dikonsumsi setiap hari maka keseimbangan nitrogen menjadi negatif. Bila nilai keseimbangan nitrogen yang negatif berlangsung secara terus menerus maka pasien beresiko mengalami malnutrisi protein (Nurachmah,2001). 17 BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Kasus 3.2 Asuhan Keperawatan A. Diagnosa Keperawatan 18 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas. DAFTAR PUSTAKA Isnani, Nurhayati, Tri, Yuniarti, Anggie, P. Putri. 2019. Tingkat Pengetahuan Keluarga Dalam Pemberian Gizi Pada Lansia Cepogo, Boyolali. Surakarta. Jurnal Riset Gizi Camelia Nurjannah, M. Zen Rahfiludin, Apoina, Kartini. 2018. Hubungan Asupan Makronutrien, Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Aktivitas Fisik Dengan Kesegaran Jasmani Pada Lansia. Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. https://www.scribd.com/document/401353314/Iatrogenesis Wahdini, Sri. 2014. Peran Akupuntur dalam Penatalaksanaan Pasien Geriatri. Vol. 2, No. 2, pp 133-138. 19 Farooq & Nadeem. 2018. Iatrogenesis: Tinjauan Tentang Sifat, Luas, Dan Distribusi Bahaya Kesehatan. J Family Med Prim Care. 7 (2): 309-314 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6060929/ diakses pada 24 Februari 2020 Pukul 14:56 Wulan & Septiani. 2019. Malnutrisi di Kota Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas (Journal of Community Health). 5(1). https://www.who.int/features/qa/malnutrition/en/ diakses 24 Februari 2020 Pukul 14:28 https://www.nestlehealthscience.co.id/artikel/cegah-malnutrisi-pada-lansia (diakses tgl 23 Februari 2020 pukul 20.00 WIB) Darmojo, B. (2010). Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-4. Balai Penerbit FK UI: Jakarta. https://www.academia.edu/35454349/MASALAH_GIZI_PADA_LANSIA (diakses tgl 23 Februari 2020 pukul 20.56 WIB) Septy. 2012. PTM Iatrogenesis pada Lansia. https://id.scribd.com/doc/117815428/PTM-Iastrogenesis-PadaLansia diakses pada 24 Februari 2020. Division of Urology, Department of Surgery, Faculty of Medicine, Ramathibodi Hospital, Mahidol University. 2011. Iatrogenic Disease in the Elderly: Risk Factors, Consequences, and prevention. Bangkok, Thailand. Clinical Interventions in Aging open access to scientific and medical research. 20