BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Dalam 20 tahunWorld Health Organitation (WHO) dengan negara-negara yang tergabung didalamnya mengupayakan untuk mengurangi TB Paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh infeksi menular oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan yaitu pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. Penyakit ini apabila tidak segera diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2015) Menurut WHO tuberculosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian akibat tuberculosis telah menurun, namun tuberculosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita tuberculosis terbanyak yaitu berturut-turut 23 %, 10 %, dan 10 % dari seluruh penderita di dunia (WHO, 2015) . Pada tahun 2015 di Indonesia terdapat peningkatan kasus tuberculosis dibandingkan dengan tahun 2014. Pada tahun 2015 terjadi 330.910 kasus tuberculosis lebih banyak dibandingkan tahun 2014 yang hanya 324.539 kasus. Jumlah kasus tertinggi terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah (Kemenkes RI, 2016). Jumlah penderita tuberkulosis paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru tuberkulosis paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru tuberkulosis paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat tuberkulosis di Indonesia. Kenyataan mengenai penyakit tuberkulosis di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga harus waspada sejak dini dan mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit tuberkulosis. 1 Peningkatan tuberkulosis paru ditanggulangi dengan beberapa strategi dari Kementerian Kesehatan, salah satunya yaitu meningkatkan perluasan pelayanan DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). DOTS adalah salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai tuberculosis paru melalui penyuluhan sesuai dengan budaya setempat, mengenai tuberkulosis paru pada masyarakat miskin, memberdayakan masyarakat dan pasien tuberkulosis paru, serta menyediakan akses dan standar pelayanan yang diperlukan bagi seluruh pasien tuberculosis paru. Penyakit tuberculosis dapat disembuhkan, namun akibat dari kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan tuberculosis, kematian akibat penyakit ini memiliki prevalensi yang besar. Indonesia berada dalam peringkat kedua terburuk di dunia untuk jumlah penderita tuberculosis. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal. B. Perumusan masalah Bagaimana pengetahuan masyarakat tentang Pencegahan Penularan Tuberculosis ? 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi kronis pada jaringan paru, yang disebabkan oleh basil tuberkel (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit ini terjadi di seluruh dunia terutama di negara-negara tropis, tapi di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa kejadiannya sudah jarang karena peningkatan hygiene dan sanitasi lingkungan (Frenkel. M, etc., 1985) Misnandiarly (2006) menulis bahwa orang yang pertama kali dapat membuktikan bahwa tuberculosis adalah suatu penyakit yang dapat ditularkan adalah Villamin yang hidup pada tahun 1827-1894. Robert Kock pada 1882 secara meyakinkan telah dapat memberikan bukti bahwa tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang bernama Mycobacterium tuberculosis. Menurut Robbins (1957) tuberculosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosa, dan biasa terdapat pada paru-paru, tetapi mungkin juga pada organ lain seperti nodus lymphaticus . Menurut Depkes RI (2005) tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. B. Penyebab Penyebab penyakit tuberculosis paru adalah kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini termasuk basil gram positif berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipidaglikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. Mempunyai sifat khusus yakni tahan asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis, sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul bardasarkan 3 kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit (Depkes RI, Ditjen Bina Farmasi dan Alkes: hal 4, 2005). C. Cara penularan Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil perneriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka pernderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2005). Misnadiarty (2006) mengatakan cara penularan TB adalah : sumber penularan adalah penderita yang dahaknya mengandung kuman, menular melalui udara bila penderita batuk, bersin, dan berbicara, penularan terjadi bila orang menghirup kuman TB, dapat menyerang siapa saja (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya) terutama yang tinggal di dalam rumah yang gelap, lembab, dan ventilasi udara yang tidak baik. Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of TB paru Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan terjadi penderita TB paru, hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB paru. Masa inkubasi adalah mulai saat masuknya bibit penyakit sampai 4 timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi tes tuberkulosis positif kira- kira memakan waktu 2-10 minggu. Risiko menjadi TB paru dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer biasanya terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup. Infeksi HIV dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi dan memperpendek masa inkubasi. Tuberkulosis lebih mudah menular pada orang dengan kondisi tubuh yang lemah, seperti kelelahan, kurang gizi, terserang penyakit atau terkena pengaruh obat-obatan tertentu. Risiko tertular TB semakin tinggi pada masyarakat golongan sosial ekonomi rendah yang tinggal di lingkungan perumahan yang padat penduduk dan kurang cahaya dan ventilasi udara (koalisi). Infeksi TB rentan terjadi pada kelompok- kelompok khusus seperti: para Perempuan, anak, manula, dan orang-orang dengan risiko penularan tinggi seperti para tahanan dan kaum pendatang. Mereka yang paling berisiko terpajan Mycobacterium Tuberculosis ini adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif, seperti gelandangan yang tinggal di tempat penampungan yang terdapat penderita tuberkulosis, dan pengguna fasilitas kesehatan dan pekerja kesehatan yang merawat pasien tuberkulosis. D. Riwayat terjadinya tuberkulosis 1) Infeksi primer Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan didalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi 5 dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman yang akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TB. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. 2) Tuberkulosis pasca primer (post primary TB) Teberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberculosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes RI, 2005). E. Gejala Gejala tuberkulosis paru menurut Depkes RI (2005) terbagi dalam : 1) Gejala utama Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. 2) Gejala tambahan, yang sering dijumpai a. Dahak bercampur darah b. Batuk darah c. Sesak nafas dan rasa nyeri dada d. Badan lemah, rasa kurang enak badan (malaise) e. Nafsu makan menurun, berat badan turun f. Berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan F. Klasifikasi tuberculosis Berdasarkan tempat/organ yang diserang oleh kuman, maka 6 tuberkulosis dibedakan menjadi (Depkes RI, Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005 dan Misnadiarty, 2006): 1) Tuberkulosis paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenchyma paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam : a. Tuberkulosis paru BTA positif - Sekurang-kurangnya 2 sampai 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. - 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. b. Tuberkulosis paru BTA negatif Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses faradvenced atau millier), dan/atau keadaan umum penderita buruk. 2) Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ lain selain paru, misalnya TB milier, sistem saraf pusat, empyema dan bronkhopleural fistula, perikarditis, skelet, genitourinary, gastrointestinal, peritoinitis, lymphadenitis, cutan, laryngitis, otitis. TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu : a. TB ekstra paru ringan Misalnya : TB kelenjar limphe, pleuritis eksudativa unilateral, skelet (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. b. TB ekstra paru berat Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis 7 eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin. G. Diagnosa Penentuan diagnosis pada penderita TB menurut Depkes RI (2005) dapat dikiasifikasi sebagai berikut : 1) Diagnosis tu berkulosis pada orang dewasa Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SIPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. a. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SIPS diulangi. Apabila fasilitas memungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala minus tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SIPS. a. Kalau hasil SIPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif b. Kalau hasil SIPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB. - Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif. - Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB. Di Indonesia pada saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam mendukung diagnosis TB pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan mycobacterium tuberculosis karena 8 tingginya prevalensi TB. Suatu uji tuberculin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan mycobacterium tuberculosis. Dilain pihak, hasil uji tuberculin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis, misalnya pada penderita HIV/AIDS. 2) Diagnosis tuberkulosis pada anak Riwayat alamiah dan ekspresi klinis dari infeksi Mycobacterium tuberculosis dibedakan secara substansi antara anak dibandingkan dewasatua. Secara alami umur dan infeksi serta status imun dari individu/penjamu. Anak-anak prioritas pada usia 4 tahun punya resiko angka yang tinggi dan akan berkembang dalam klinis atau manifestasi radiologis atau keduanya. Tuberkulosis termasuk salah satu mayoritas penyakit yang menyerang anak di dunia. Akan tetapi jumlah kasus secara akurat dari anak yang tuberkulosis belum diketahui. W H O memperkirakan ada 1 juta kasus baru dan 400 kematian anak dengan TB per tahun (Misnadiarty, 2006). Diagnosa paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman TB dari bahan yang diambil dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung, biopsy dan lain-lain. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosa TB anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin. Untuk itu penting memikirkan adanya TB pada anak kalau terda p a t t anda-ta n d a ya n g mencurigakan atau gejala-gejala seperti dibawah ini a. Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis kalau : (a). Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA positif (b). Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam 3-7 hari). (c). Terdapat gejala umum TB b. Gejala umum TB pada anak: (a). Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan 9 penanganan gizi yang baik ( failure to thrive). (b). Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat. (c). Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam. (d). Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multifel, paling sering didaerah leher, ketiak dan lipatan paha (inguinal). (e). Gejala-gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dark batuk), tanda cairan didada dan nyeri dada. (f). Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda cairan dalam abdomen. c. Gejala spesifik Gejala-gejala ini biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang, misafnya : (a). TB kulit/skrofuloderma (b). TB tulang dan sendi : - Tulang punggung (spondilitis): gibbus - Tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan dipinggul. - Tulang lutut : pincang danatau bengkak - Tulang kaki dan tangan (c). TB otak dan saraf Meningitis : dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntahmuntah dan kesadaran menurun (d) Gejala mata - KQnjungtivitis fliktenularis - Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi) 10 d. Uji tuberkulin (mantoux) Uji tuberculin dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan intra kutan) dengan semprit tuberkulin 1 cc jarum no 26. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter transveral dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam millimeter. Uji tuberculin positif bila indurasi >10 mm(pada gizi baik), atau >5 mm pada gizi buruk. Bila uji tuberculin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun, uji tuberculin dapat negatif pada anak TB berat dengan malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian imunosupresif, dan lain-lain. Jika uji tuberculin meragukan dilakukan uji ulang. e. Reaksi cepat BCG Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi >5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. f. Foto rontgen dada Gambaran rontgen TB paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto biasanya sulit, harus hati-hati, kemungkinan bisa overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal. Gejala lain dari foto rontgen yang mencurigai TB adalah: - Millier - Atelektasis/kolaps konsolidasi - Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal - Konsolidasi (lobus) - Reaksi fleura dan atau efusi pleura (f) Kalsifikasi - Bronkiektasis - Kavitas - Destroyed lung Bila ada diskong ruensi antara gambaran klinis dan gambaran rontgen, harus dicurigai TB, foto rontgen dada sebaiknya dilakukan PA 11 (Postero-Anterior) dan lateral. g. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya dilakukandari bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan BTA secara biakan (kultur) memerlukan waktu yang lama. Cara baru untuk mendeteksi kuman TB dengan cara PCR (polymery chain reaction) atau Bactec masih belum dipakai dalam klinis praktis. Demikian juga pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinik praktis. h. Respon terhadap pengobatan dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) Kalau dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat perbaikan klinis, akan menunjang atau memperkuat diagnosis TB. bila dijumpai 3 atau lebih hal-hal yang mencurigakan atau gejala-gejala klinis umum tersebut diatas, maka anak tersebut harus dianggap TB dan diberikan pengobatan dengan OAT sambil diobservasi selama 2 bulan. Bila menunjukkan perbaikan, maka diagnosis TB dapat dipastikan dan OAT diteruskan sampai penderita tersebut sembuh. Bila dalam observasi dengan pemberian OAT selama 2 bulan tersebut diatas, keadaan anak memburuk atau tetap, maka anak tersebut bukan TB atau mungkin TB tetapi kekebalan obat ganda atau multiple drug resistant (MDR). H. Pengobatan Tuberkulosis Paru 1) Tujuan a. Menyembuhkan penderita b. Mencegah kematian c. Mencegah kekambuhan d. Menurunkan tingkat penularan 2) Jenis dan dosis OAT a. lsoniasid (N) 12 Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu, diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB. b. rifiampisin (R) Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semidormant (persister) yang tidak dapat dibunuh oieh isoniasid. Dosis 10 mg/kg 88 diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermitten 3 kaii seminggu. c. Pirasinamid (Z) Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intemiten 3 kali seminggu dengan dosis 35 mg/kg BB. d. Streptomisin (S) Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari. e. Etambutol (E) Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg 88. 3) Prinsip pengobatan Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila panduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TB akan 13 berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas menelan obat (PMO). Tugas PMO adalah mengawasi penderita Tb agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan pada penderita agar mau berobat teratur, mengingatkan penderita untuk segera menemui petugas kesehatan yang memberikan obat jika terjadi gejala efek samping atau kondisi penyakit bertambah parah parah atau ada kelainan lain, mengingatkan penderita tindakan untuk segera meneruskan meminum obat jika lupa meminum obat, mengingatkan penderita untuk menyimpan obat pada tempat yang kering dan tidak terkena cahaya matahari serta jauh dan jangkauan anak-anak, mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu-waktu yang telah ditentukan, memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai gejaia-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu : a. Tahap intensif Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama refampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan intensif. b. Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. 4) Pemantauan kemajuan hasil pengobatan TB Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa diiaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis, untuk 14 memantau hasil pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 2 kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila kedua spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif, maka hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif I. Pencegahan Mencegah penularan TB adalah dengan menjalankan Pola Hidup Sehat, yaitu : 1) Minum obat secara teratur sampai selesai 2) Tidak meludah di sembarang tempat 3) Meludah ditempat yang kena sinar matahari atau ditempat yang diisi sabun atau karbol/lisol 4) Menggunakan masker, menutup mulut saat bersin atau batuk menggunakan tisu atau sapu tangan dan buang tisu pada tempat sampah 5) Ventilasi rumah yang baik agar udara dan sinar matahari masuk dalam ruangan. 6) Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan 7) Menghindari udara dingin 8) Tidur dan istirahat yang cukup. 9) Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari 10) Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain 11) Cuci tangan setelah kontak dengan pasien atau lingkungannya 12) Tidak merokok dan minum-minuman beralkohol, berolah raga secara teratur. 15 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENGABDIAN MASYARAKAT A. Tujuan Pengabdian Masyarakat 1. Meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan timbulnya penyakit Tuberculosis di Kelurahan Galung Maloang 2. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat di Kelurahan Galung Maloang 3. Meningkatkan pengetahuan atau sikap masyarakat mengenai penyakit tuberculosis di Kelurahan Galung Maloang B. Manfaat Pengabdaian Masyarakat 1. Sebagai upaya mensosialisaikan kepada masyarakat dalam melakukan pencegahan penularan Tuberkulosis 2. Sebagai upaya meningkatkan dalam mendukung pemahaman dan program pengetahuan pemerintah tentang dalam pentingnya pencegahan penularan Tuberkulosis 3. Sebagai masukan untuk pihak Kelurahan dalam penanganan pencegahan penularan Tuberkulosis di Kelurahan Galung Maloang. 16 BAB IV METODE PENGABDIAN A. Metode 1. Memberikan pre test kepada peserta dengan menggunakan lembar kuissioner 2. Memberikan edukasi dan penguatan penjelasan mengenai Tuberkulosis serta penanganan pencegahan penularannya 3. Melaksanakan pre test kepada peserta dengan menggunakan lembar kuissioner B. Khalayak Sasaran Sasaran dalam kegiatan ini adalah pegawai kelurahan dan masyarakat yang berjumlah 35 orang dan hadir pada saat pelaksanaan kegiatan. C. Keterkaitan Kegiatan Pengabdian Masyarakat ini merupakan bentuk kerjasama dengan Pihak Kelurahan Galung Maloang. Kelurahan Galung Maloang merupakan salah satu daerah Binaan Poltekkes Kemenkes Makassar Program Studi Keperawatan parepare yang tercover dalam roadmap yang telah disusun dalam rencana induk pengabdian Masyarakat Poltekkes Makassar. Poltekkes Makassar Program Studi Keperawatan Parepare sebagai institusi Pendidikan Kesehatan yang mendukung program pemerintah dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat khususnya di wilayah Kelurahan Galung Maloang sehingga dapat terwujud sebagai Kota Sehat. Kelurahan Galung Maloang merupakan kelurahan yang terletak diwilayah Binaan Poltekkes Kemenkes Makassar Program Studi Keperawatan Parepare sebagai sasaran pengabdian bagi Poltekkes Makassar. Kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Tuberkulosis serta pencegahan penularannya yang akan mengcover seluruh masyarakat agar terpapar dengan informasi dan pengetahuan tentang Tuberkulosis sehingga seluruh masyarakat dapat melakukan pencegahan dan penanganan dini tentang penularan Tuberkulosis. 17 D. Evaluasi 1. Kegiatan ini akan dievaluasi langsung setelah dilakukan penguatan pengetahuan dengan mengukur berapa banyak peserta yang mampu menjawab pertanyaan yang diberikan. 2. Evaluasi dilanjutkan dengan mengobservasi pengetahuan masyarakat dalam mempraktekkan penerapan pencegahan penularan Tuberkulosis. 18 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Kegiatan pengabdian masyarakat dilaksanakan di Kelurahan Galung Maloang Kecamatan Bacukiki Kota Parepare. Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2019 yang dimulai dengan pendataan awal lokasi sampai dengan penyusunan laporan akhir pada bulan Oktober 2019. 1. Skema Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat Kegiatan pengabdian masyarakat dimulai dengan memberikan pre test bagi peserta terkait Tuberkulosis dan penanganan pencegahan penularannya, selanjutnya diberikan penguatan pengetahuan terkait dengan tema yang sama kepada peserta. Kegiatan pendidikan kesehatan dilakukan untuk menilai transfer pengetahuan dari pengabdi ke peserta yang dinilai berdasarkan lembar observasi. Penilaian berlanjut kepada pemberian post test untuk mengukur sejauh mana peningkatan pengetahuan peserta terkait pencegahan penularan Tuberkulosis. Kegiatan pengabdian masyarakat dapat tergambar pada skema kegiatan sebagai berikut: Pre test Tuberkulosis dan Pencegahan penularannya Penyuluhan Penguatan Pengetahuan tentang Pencegahan Penularan Tuberculosis Sasaran Masyarakat yang berjumlah 35 orang Post test Tuberkulosis dan Pencegahan penularannya Gambar 5.1. Skema pelaksanaan pengabdian masyarakat 19 2. Hasil Pre dan Post Test Pengabdian masyarakat ini diawali dengan test awal dan diakhiri dengan tes akhir tentang materi yang telah disampaikan dengan metode ceramah dan tanya jawab tentang Tuberkulosis dan Pencegahan penularannya. Hasil pre test dalam pengabdian masyarakat ini ditujukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan awal masyarakat, sedangkan hasil post test ditujukan untuk mengetahui pengetahuan masyarakat mengenai Tuberkulosis dan pencegahan penularannya setelah dilakukan penyuluhan. Gambaran hasil pretest dan post test peserta dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.1 Distribusi hasil Pretest dan post test berdasarkan Penyuluhan tentang Tuberkulosis dan pencegahan penularannya, 2019 Pengetahuan masyarakat tentang Tuberkulosis dan pencegahan Total penularannya Test Baik Kurang n % n % n % Pre 9 25.7 26 74.3 35 100 Post 32 Sumber : Data Primer 91.4 3 8.6 35 100 Tabel 5.1 diatas menunjukkan hasil pre test dari 35 peserta hanya 25,7% yang memiliki pengetahuan baik mengenai tuberculosis dan pencegahan penularannya, setelah dilakukan penyuluhan, pengetahuan peserta meningkat menjadi 91,4%. B. PEMBAHASAN Pelaksanaan program pengabdian masyarakat berupa pemberian penjelasan mengenai Tuberkulosis dan pencegahan penularannya diikuti sebanyak 35 peserta yang terdiri warga dan pegawai kelurahan Galung Maloang. Kegiatan ini diawali dengan melaksanakan kontrak waktu yang dibuat berdasarkan kesepakatan antara pihak kelurahan dengan fasilitator. Kepala 20 kelurahan Galung Maloang menjelaskan bahwa kelurahan Galung Maloang terdiri dari 9 RW dan 19 RT dengan jumlah penduduk sebanyak 3837 orang. Berdasarkan hasil diskusi kepala kelurahan dan tim pengabdi pelaksanaan penyuluhan disepakati dilaksanakan pada minggu ke-4 bulan September dimana pegawai kelurahan yang mengikuti kegiatan ini berjumlah 5 orang tanpa mengganggu proses pelayanan masyarakat di kelurahan. Untuk kontrak waktu dengan warga masyarakat kelurahan Galung Maloang, kepala kelurahan memberi informasi kepada ketua RW tentang waktu pelaksanaan penyuluhan. Pada saat fasilitator bertemu langsung dengan warga masyarakat kelurahan Galung Maloang dan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, warga nampak bersemangat dan menyatakan akan ikut serta pada saat kegiatan berlangsung sesuai waktu yang telah ditetapkan. Saat kegiatan penyuluhan dilaksanakan, peserta yang hadir berjumlah 35 orang dimana terdiri dari 5 orang pegawai kelurahan dan 30 orang warga masyarakat kelurahan Galung maloang dengan menggunakan metode ceramah. Sebelum kegiatan penyuluhan dimulai, fasilitator membagikan kuesioner berupa pertanyaan tentang materi Tuberkulosis dan pencegahan penularannya kepada seluruh peserta untuk mengetahui tingkat pengetahuan peserta sebelum penyuluhan dilaksanakan. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan oleh fasilitator dengan menjelaskan pengertian tuberkulosis, penyebab, tanda dan gejala, cara penularan, riwayat terjadinya tuberkulosis, klasifikasi tuberculosis, pengobatan, pencegahan. Setelah penjelasan tersebut, fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk tanya jawab yang berlangsung sekitar 20 menit dan nampak peserta antusias menyimak serta bertanya sesuai topik dari materi yang telah dijelaskan. Hasil kuesioner sebelum penyuluhan dimulai didapatkan 26 peserta dalam kategori kurang sedangkan 9 peserta dalam kategori baik. Alasan yang diberikan dari ke 9 peserta dengan kategori baik yaitu pernah mendapatkan penjelasan materi tentang Tuberkulosis serta pengobatannya, sedangkan 26 21 peserta dengan kategori kurang belum pernah mendapatkan penjelasan tentang materi tersebut. Sebelum kegiatan berakhir, fasilitator kembali membagikan kuesioner kepada seluruh peserta. Hasil yang didapatkan bahwa sebanyak 32 peserta memiliki pengetahuan dalam kategori baik ditandai dengan mampu menjawab seluruh pertanyaan isi kuisioner dengan benar. Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa pendidikan mempengaruhi pengetahuan, adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain usia, pendidikan, pengalaman, media massa dan budaya. Pemahaman seseorang pada setiap aspek keselamatan dan kesehatan diri dapat dibentuk oleh lingkungan sosial sekitarnya. Pengetahuan tentang tuberculosis merupakan dasar tindakan pencegahan dan pengobatan. Ketidaktahuan masyarakat menghalangi tindakan pencegahan tuberkulosis. Dengan pengetahuan yang meningkat, masyarakat akan semakin mengerti tentang tindakan pencegahan sehingga tingkat kejadian tuberkulosis dapat diminimalisasikan. Pengetahuan akan menimbulkan kesadaran seseorang dan akhirnya akan menyebabkan orang tersebut berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya (Andi Ihram Muhammad, 2013). Secara keseluruhan acara ini berlangsung dengan baik sesuai dengan waktu yang telah tentukan dan mendapatkan atensi yang cukup baik dari seluruh masyarakat maupun pihak aparat pemerintah kelurahan. 22 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Terdapat peningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Tuberkulosis dan pencegahan penularannya di kelurahan Galung Maloang dari 25,7% menjadi 91,4%. B. Saran Diharapkan kepada masyarakat untuk tetap meningkatkan kesadaran dalam menambah informasi mengenai penyakit tuberkulosis dalam upaya pengendalian penyakit tuberkulosis serta mempraktikkan edukasi yang diberikan dalam kehidupan sehari-hari. 23 DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta; 2009. Community TB Care ‘Aisyiyah. Berita Komunitas Peduli TB. Edisi XV. Jakarta; Desember 2015. Dahlan A. Faktor-faktor risiko lingkungan yang berhubungan dengan kejadian penyakit TB Paru BTA (+): Studi Kasus Kontrol di Kota Jambi 20002001. Tesis, FKM UI. Depok; 2001. Retnaningsih, E. Taviv, Y., dan Yahya. Model Prediksi Faktor Risiko Infeksi TB Paru Kontak Serumah Untuk Perencanaan Program Di Kabupaten Oku Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010. Jurnal Pembangunan Manusia; 2010 4(12). Martiana, T. Isfandiari, Sulistyowati, M. Nurmala, I. Analisis Risiko Penularan Tuberculosis Paru Akibat Faktor Perilaku Dan Faktor Lingkungan Pada Tenaga Kerja Di Industri. Berita Kedokteran Masyarakat; 2007 23(1). Kementerian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta; 2010. Kementerian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta; 2013. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta; 2012. Kurniasih, N. Dan Widianingsih, C. Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan Penularan TB pada Penderita TB Paru di Poli Paru Rumah Sakit Prof. Dr.Sulianti Saroso. 24