Uploaded by User46132

3. ISI LAPORAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Dalam
20 tahunWorld Health Organitation (WHO) dengan negara-negara yang
tergabung
didalamnya
mengupayakan
untuk
mengurangi
TB
Paru.
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
infeksi menular oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan
yaitu pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya.
Penyakit ini apabila tidak segera diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2015)
Menurut WHO tuberculosis merupakan penyakit yang menjadi
perhatian global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden
dan kematian akibat tuberculosis telah menurun, namun tuberculosis
diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta
kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China merupakan negara
dengan penderita tuberculosis terbanyak yaitu berturut-turut 23 %, 10 %, dan
10 % dari seluruh penderita di dunia (WHO, 2015) .
Pada tahun 2015 di Indonesia terdapat peningkatan kasus tuberculosis
dibandingkan dengan tahun 2014. Pada tahun 2015 terjadi 330.910 kasus
tuberculosis lebih banyak dibandingkan tahun 2014 yang hanya 324.539 kasus.
Jumlah kasus tertinggi terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar
yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah (Kemenkes RI, 2016).
Jumlah penderita tuberkulosis paru dari tahun ke tahun di Indonesia
terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru tuberkulosis
paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru tuberkulosis paru yang
menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat
tuberkulosis di Indonesia. Kenyataan mengenai penyakit tuberkulosis di
Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga harus waspada sejak dini dan
mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit tuberkulosis.
1
Peningkatan tuberkulosis paru ditanggulangi dengan beberapa strategi
dari Kementerian Kesehatan, salah satunya yaitu meningkatkan perluasan
pelayanan DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). DOTS adalah
salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai
tuberculosis paru melalui penyuluhan sesuai dengan budaya setempat,
mengenai tuberkulosis paru pada masyarakat miskin, memberdayakan
masyarakat dan pasien tuberkulosis paru, serta menyediakan akses dan standar
pelayanan yang diperlukan bagi seluruh pasien tuberculosis paru.
Penyakit tuberculosis dapat disembuhkan, namun akibat dari kurangnya
informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan tuberculosis, kematian
akibat penyakit ini memiliki prevalensi yang besar. Indonesia berada dalam
peringkat kedua terburuk di dunia untuk jumlah penderita tuberculosis. Setiap
tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal.
B. Perumusan masalah
Bagaimana
pengetahuan
masyarakat
tentang
Pencegahan
Penularan
Tuberculosis ?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi kronis pada jaringan paru,
yang disebabkan oleh basil tuberkel (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit
ini terjadi di seluruh dunia terutama di negara-negara tropis, tapi di Amerika
Serikat dan negara-negara Eropa kejadiannya sudah jarang karena
peningkatan hygiene dan sanitasi lingkungan (Frenkel. M, etc., 1985)
Misnandiarly (2006) menulis bahwa orang yang pertama kali dapat
membuktikan bahwa tuberculosis adalah suatu penyakit yang dapat ditularkan
adalah Villamin yang hidup pada tahun 1827-1894. Robert Kock pada 1882
secara meyakinkan telah dapat memberikan bukti bahwa tuberculosis
adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang bernama
Mycobacterium tuberculosis. Menurut Robbins (1957) tuberculosis adalah
penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosa, dan
biasa terdapat pada paru-paru, tetapi mungkin juga pada organ lain seperti
nodus lymphaticus .
Menurut Depkes RI (2005) tuberculosis adalah penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian
besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
B. Penyebab
Penyebab penyakit tuberculosis paru adalah kuman Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini termasuk basil gram positif berbentuk batang, dinding
selnya mengandung komplek lipidaglikolipida serta lilin (wax) yang sulit
ditembus zat kimia. Mempunyai sifat khusus yakni tahan asam pada
pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis,
sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis
cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman dapat
dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul bardasarkan
3
kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit
(Depkes RI, Ditjen Bina Farmasi dan Alkes: hal 4, 2005).
C. Cara penularan
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah
kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB
tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran
langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari paru. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
perneriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka pernderita
tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut (Depkes RI, 2005). Misnadiarty (2006) mengatakan cara penularan TB
adalah : sumber penularan adalah penderita yang dahaknya mengandung
kuman, menular melalui udara bila penderita batuk, bersin, dan berbicara,
penularan terjadi bila orang menghirup kuman TB, dapat menyerang siapa saja
(laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya) terutama yang tinggal di dalam
rumah yang gelap, lembab, dan ventilasi udara yang tidak baik.
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of TB paru Infection =
ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2%. Pada
daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk,
10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan
terjadi penderita TB paru, hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi
penderita TB paru.
Masa inkubasi adalah mulai saat masuknya bibit penyakit sampai
4
timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi tes tuberkulosis positif kira- kira
memakan waktu 2-10 minggu. Risiko menjadi TB paru dan TB
ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer biasanya terjadi pada tahun
pertama dan kedua. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup. Infeksi
HIV dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi dan memperpendek masa
inkubasi.
Tuberkulosis lebih mudah menular pada orang dengan kondisi tubuh
yang lemah, seperti kelelahan, kurang gizi, terserang penyakit atau terkena
pengaruh obat-obatan tertentu. Risiko tertular TB semakin tinggi pada
masyarakat golongan sosial ekonomi rendah yang tinggal di lingkungan
perumahan yang padat penduduk dan kurang cahaya dan ventilasi udara
(koalisi). Infeksi TB rentan terjadi pada kelompok- kelompok khusus seperti:
para Perempuan, anak, manula, dan orang-orang dengan risiko penularan
tinggi seperti para tahanan dan kaum pendatang.
Mereka yang paling berisiko terpajan Mycobacterium Tuberculosis ini
adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif,
seperti gelandangan yang tinggal di tempat penampungan yang terdapat
penderita tuberkulosis, dan pengguna fasilitas kesehatan dan pekerja
kesehatan yang merawat pasien tuberkulosis.
D. Riwayat terjadinya tuberkulosis
1) Infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TB. droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan
sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat
kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru, yang mengakibatkan peradangan didalam paru. Saluran limfe akan
membawa kuman TB ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut
sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi
5
dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif
menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman
yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman yang akan
menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang
daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita
TB. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai
menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2) Tuberkulosis pasca primer (post primary TB)
Teberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan
atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari
tuberculosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes RI, 2005).
E. Gejala
Gejala tuberkulosis paru menurut Depkes RI (2005) terbagi dalam :
1) Gejala utama
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
2) Gejala tambahan, yang sering dijumpai
a. Dahak bercampur darah
b. Batuk darah
c. Sesak nafas dan rasa nyeri dada
d. Badan lemah, rasa kurang enak badan (malaise)
e. Nafsu makan menurun, berat badan turun
f. Berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari
sebulan
F. Klasifikasi tuberculosis
Berdasarkan tempat/organ yang diserang oleh kuman, maka
6
tuberkulosis dibedakan menjadi (Depkes RI, Ditjen Bina Farmasi dan
Alkes, 2005 dan Misnadiarty, 2006):
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
parenchyma paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil
pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis paru BTA positif
- Sekurang-kurangnya 2 sampai 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan
foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB paru
BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran
foto
rontgen
dada
memperlihatkan
gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses faradvenced atau
millier), dan/atau keadaan umum penderita buruk.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ
lain selain paru, misalnya TB milier, sistem saraf pusat, empyema dan
bronkhopleural
fistula,
perikarditis,
skelet,
genitourinary,
gastrointestinal, peritoinitis, lymphadenitis, cutan, laryngitis, otitis. TB
ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu :
a. TB ekstra paru ringan
Misalnya : TB kelenjar limphe, pleuritis eksudativa unilateral, skelet
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra paru berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
7
eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan
alat kelamin.
G. Diagnosa
Penentuan diagnosis pada penderita TB menurut Depkes RI (2005) dapat
dikiasifikasi sebagai berikut :
1) Diagnosis tu berkulosis pada orang dewasa
Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen
SIPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu
diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan
dahak SPS diulang.
a. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis sebagai
penderita TB BTA positif.
b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak
SIPS diulangi.
Apabila fasilitas memungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan
lain, misalnya biakan. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif,
diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau
amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun
gejala minus tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SIPS.
a. Kalau hasil SIPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif
b. Kalau hasil SIPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada,
untuk mendukung diagnosis TB.
- Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB
BTA negatif rontgen positif.
- Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan
TB.
Di Indonesia pada saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai arti
dalam mendukung diagnosis TB pada orang dewasa, sebab sebagian besar
masyarakat sudah terinfeksi dengan mycobacterium tuberculosis karena
8
tingginya prevalensi TB. Suatu uji tuberculin positif hanya menunjukkan
bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan mycobacterium
tuberculosis. Dilain pihak, hasil uji tuberculin dapat negatif meskipun
orang
tersebut
menderita
tuberkulosis,
misalnya
pada
penderita
HIV/AIDS.
2) Diagnosis tuberkulosis pada anak
Riwayat alamiah dan ekspresi klinis dari infeksi Mycobacterium
tuberculosis dibedakan secara substansi antara anak dibandingkan dewasatua. Secara alami umur dan infeksi serta status imun dari individu/penjamu.
Anak-anak prioritas pada usia 4 tahun punya resiko angka yang tinggi dan
akan berkembang dalam klinis atau manifestasi radiologis atau keduanya.
Tuberkulosis termasuk salah satu mayoritas penyakit yang menyerang
anak di dunia. Akan tetapi jumlah kasus secara akurat dari anak yang
tuberkulosis belum diketahui. W H O memperkirakan ada 1 juta kasus
baru dan 400 kematian anak dengan TB per tahun (Misnadiarty, 2006).
Diagnosa paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman TB dari
bahan yang diambil dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung,
biopsy dan lain-lain. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat,
sehingga sebagian besar diagnosa TB anak didasarkan atas gambaran
klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin. Untuk itu penting
memikirkan adanya TB pada anak kalau terda p a t t anda-ta n d a ya n g
mencurigakan atau gejala-gejala seperti dibawah ini
a. Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis kalau :
(a). Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita
TB BTA positif
(b). Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG
(dalam 3-7 hari).
(c). Terdapat gejala umum TB
b. Gejala umum TB pada anak:
(a). Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang
jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan
9
penanganan gizi yang baik ( failure to thrive).
(b). Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan
berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.
(c). Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus,
malaria atau infeksi saluran nafas akut), dapat disertai
keringat malam.
(d). Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya
multifel, paling sering didaerah leher, ketiak dan lipatan paha
(inguinal).
(e). Gejala-gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lama lebih dari 30
hari (setelah disingkirkan sebab lain dark batuk), tanda cairan didada
dan nyeri dada.
(f). Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang
tidak sembuh dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di
abdomen, dan tanda-tanda cairan dalam abdomen.
c. Gejala spesifik
Gejala-gejala ini biasanya tergantung pada bagian tubuh mana
yang terserang, misafnya :
(a). TB kulit/skrofuloderma
(b). TB tulang dan sendi :
- Tulang punggung (spondilitis): gibbus
- Tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan dipinggul.
- Tulang lutut : pincang danatau bengkak
- Tulang kaki dan tangan
(c). TB otak dan saraf
Meningitis : dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntahmuntah dan
kesadaran menurun
(d) Gejala mata
- KQnjungtivitis fliktenularis
- Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)
10
d. Uji tuberkulin (mantoux)
Uji tuberculin dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan intra
kutan) dengan semprit tuberkulin 1 cc jarum no 26. Pembacaan dilakukan
48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter transveral dari indurasi
yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam millimeter. Uji tuberculin positif
bila indurasi >10 mm(pada gizi baik), atau >5 mm pada gizi buruk. Bila
uji tuberculin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan
ada TB aktif pada anak. Namun, uji tuberculin dapat negatif pada anak
TB berat dengan malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian
imunosupresif, dan lain-lain. Jika uji tuberculin meragukan dilakukan uji
ulang.
e. Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7
hari) berupa kemerahan dan indurasi >5 mm, maka anak tersebut dicurigai
telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
f. Foto rontgen dada
Gambaran rontgen TB paru pada anak tidak khas dan interpretasi
foto biasanya sulit, harus hati-hati, kemungkinan bisa overdiagnosis
atau underdiagnosis. Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan
pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal. Gejala lain dari foto
rontgen yang mencurigai TB adalah:
- Millier
- Atelektasis/kolaps konsolidasi
- Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
- Konsolidasi (lobus)
- Reaksi fleura dan atau efusi pleura (f) Kalsifikasi
- Bronkiektasis
- Kavitas
- Destroyed lung
Bila ada diskong ruensi antara gambaran klinis dan gambaran rontgen,
harus dicurigai TB, foto rontgen dada sebaiknya dilakukan PA
11
(Postero-Anterior) dan lateral.
g. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak
biasanya dilakukandari bilasan lambung karena dahak sulit didapat
pada anak. Pemeriksaan BTA secara biakan (kultur) memerlukan
waktu yang lama. Cara baru untuk mendeteksi kuman TB dengan
cara PCR (polymery chain reaction) atau Bactec masih belum dipakai
dalam klinis praktis. Demikian juga pemeriksaan serologis seperti
ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan penelitian
lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinik praktis.
h. Respon
terhadap
pengobatan
dengan
OAT
(Obat
Anti
Tuberkulosis)
Kalau dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat perbaikan
klinis, akan menunjang atau memperkuat diagnosis TB. bila dijumpai
3 atau lebih hal-hal yang mencurigakan atau gejala-gejala klinis
umum tersebut diatas, maka anak tersebut harus dianggap TB
dan diberikan pengobatan dengan OAT sambil diobservasi selama
2 bulan. Bila menunjukkan perbaikan, maka diagnosis TB dapat
dipastikan dan OAT diteruskan sampai penderita tersebut sembuh.
Bila dalam observasi dengan pemberian OAT selama 2 bulan
tersebut diatas, keadaan anak memburuk atau tetap, maka anak
tersebut bukan TB atau mungkin TB tetapi kekebalan obat ganda atau
multiple drug resistant (MDR).
H. Pengobatan Tuberkulosis Paru
1) Tujuan
a. Menyembuhkan penderita
b. Mencegah kematian
c. Mencegah kekambuhan
d. Menurunkan tingkat penularan
2) Jenis dan dosis OAT
a. lsoniasid (N)
12
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid dapat membunuh 90%
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini
sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu
kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5
mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali
seminggu, diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
b. rifiampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semidormant (persister)
yang tidak dapat dibunuh oieh isoniasid. Dosis 10 mg/kg 88 diberikan
sama untuk pengobatan harian maupun intermitten 3 kaii seminggu.
c. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intemiten 3 kali seminggu dengan dosis
35 mg/kg BB.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis
yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari,
sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
e. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg
BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
digunakan dosis 30 mg/kg 88.
3) Prinsip pengobatan
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua
kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif
dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada
saat perut kosong. Apabila panduan obat yang digunakan tidak
adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TB akan
13
berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin
kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang pengawas menelan obat (PMO). Tugas PMO adalah mengawasi
penderita Tb agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan, memberi dorongan pada penderita agar mau berobat
teratur, mengingatkan penderita untuk segera menemui petugas kesehatan
yang memberikan obat jika terjadi gejala efek samping atau kondisi
penyakit bertambah parah parah atau ada kelainan lain, mengingatkan
penderita tindakan untuk segera meneruskan meminum obat jika lupa
meminum obat, mengingatkan penderita untuk menyimpan obat pada
tempat yang kering dan tidak terkena cahaya matahari serta jauh dan
jangkauan anak-anak, mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak
pada waktu-waktu yang telah ditentukan, memberikan penyuluhan pada
anggota keluarga penderita TB yang mempunyai gejaia-gejala tersangka
TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu :
a. Tahap intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari
dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap
semua OAT, terutama refampisin. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan
intensif.
b. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
4) Pemantauan kemajuan hasil pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa
diiaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis, untuk
14
memantau hasil pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 2
kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila
kedua spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif, maka
hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif
I.
Pencegahan
Mencegah penularan TB adalah dengan menjalankan Pola Hidup Sehat,
yaitu :
1) Minum obat secara teratur sampai selesai
2) Tidak meludah di sembarang tempat
3) Meludah ditempat yang kena sinar matahari atau ditempat yang diisi
sabun atau karbol/lisol
4) Menggunakan
masker,
menutup
mulut
saat
bersin
atau
batuk
menggunakan tisu atau sapu tangan dan buang tisu pada tempat sampah
5) Ventilasi rumah yang baik agar udara dan sinar matahari masuk dalam
ruangan.
6) Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
7) Menghindari udara dingin
8) Tidur dan istirahat yang cukup.
9) Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari
10) Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain
11) Cuci tangan setelah kontak dengan pasien atau lingkungannya
12) Tidak merokok dan minum-minuman beralkohol, berolah raga secara
teratur.
15
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENGABDIAN MASYARAKAT
A. Tujuan Pengabdian Masyarakat
1. Meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan timbulnya penyakit
Tuberculosis di Kelurahan Galung Maloang
2. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan
sehat di Kelurahan Galung Maloang
3. Meningkatkan pengetahuan atau sikap masyarakat mengenai penyakit
tuberculosis di Kelurahan Galung Maloang
B. Manfaat Pengabdaian Masyarakat
1.
Sebagai upaya mensosialisaikan kepada masyarakat dalam melakukan
pencegahan penularan Tuberkulosis
2.
Sebagai
upaya
meningkatkan
dalam
mendukung
pemahaman
dan
program
pengetahuan
pemerintah
tentang
dalam
pentingnya
pencegahan penularan Tuberkulosis
3.
Sebagai masukan untuk pihak Kelurahan dalam penanganan pencegahan
penularan Tuberkulosis di Kelurahan Galung Maloang.
16
BAB IV
METODE PENGABDIAN
A. Metode
1.
Memberikan pre test kepada peserta dengan menggunakan lembar
kuissioner
2.
Memberikan edukasi dan penguatan penjelasan mengenai Tuberkulosis
serta penanganan pencegahan penularannya
3.
Melaksanakan pre test kepada peserta dengan menggunakan lembar
kuissioner
B. Khalayak Sasaran
Sasaran dalam kegiatan ini adalah pegawai kelurahan dan masyarakat
yang berjumlah 35 orang dan hadir pada saat pelaksanaan kegiatan.
C. Keterkaitan
Kegiatan Pengabdian Masyarakat ini merupakan bentuk kerjasama
dengan Pihak Kelurahan Galung Maloang. Kelurahan Galung Maloang
merupakan salah satu daerah Binaan Poltekkes Kemenkes Makassar Program
Studi Keperawatan parepare yang tercover dalam roadmap yang telah disusun
dalam rencana induk pengabdian Masyarakat Poltekkes Makassar.
Poltekkes Makassar Program Studi Keperawatan Parepare sebagai
institusi Pendidikan Kesehatan yang mendukung program pemerintah dalam
upaya meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat khususnya di wilayah
Kelurahan Galung Maloang sehingga dapat terwujud sebagai Kota Sehat.
Kelurahan Galung Maloang merupakan kelurahan yang terletak
diwilayah Binaan Poltekkes Kemenkes Makassar Program Studi Keperawatan
Parepare sebagai sasaran pengabdian bagi Poltekkes Makassar.
Kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang Tuberkulosis serta pencegahan penularannya yang akan
mengcover seluruh masyarakat agar terpapar dengan informasi dan
pengetahuan tentang Tuberkulosis sehingga seluruh masyarakat dapat
melakukan pencegahan dan penanganan dini tentang penularan Tuberkulosis.
17
D. Evaluasi
1.
Kegiatan ini akan dievaluasi langsung setelah dilakukan penguatan
pengetahuan dengan mengukur berapa banyak peserta yang mampu
menjawab pertanyaan yang diberikan.
2.
Evaluasi dilanjutkan dengan mengobservasi pengetahuan masyarakat
dalam mempraktekkan penerapan pencegahan penularan Tuberkulosis.
18
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Kegiatan pengabdian masyarakat dilaksanakan di Kelurahan Galung
Maloang Kecamatan Bacukiki Kota Parepare. Kegiatan pengabdian ini
dilaksanakan mulai bulan Mei 2019 yang dimulai dengan pendataan awal
lokasi sampai dengan penyusunan laporan akhir pada bulan Oktober 2019.
1. Skema Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat
Kegiatan pengabdian masyarakat dimulai dengan memberikan pre
test bagi peserta terkait Tuberkulosis dan penanganan pencegahan
penularannya, selanjutnya diberikan penguatan pengetahuan terkait dengan
tema yang sama kepada peserta. Kegiatan pendidikan kesehatan dilakukan
untuk menilai transfer pengetahuan dari pengabdi ke peserta yang dinilai
berdasarkan lembar observasi. Penilaian berlanjut kepada pemberian post
test untuk mengukur sejauh mana peningkatan pengetahuan peserta terkait
pencegahan penularan Tuberkulosis. Kegiatan pengabdian masyarakat dapat
tergambar pada skema kegiatan sebagai berikut:
Pre test
Tuberkulosis dan
Pencegahan penularannya
Penyuluhan
Penguatan Pengetahuan
tentang Pencegahan
Penularan Tuberculosis
Sasaran
Masyarakat yang
berjumlah 35 orang
Post test
Tuberkulosis dan
Pencegahan penularannya
Gambar 5.1. Skema pelaksanaan pengabdian masyarakat
19
2. Hasil Pre dan Post Test
Pengabdian masyarakat ini diawali dengan test awal dan diakhiri
dengan tes akhir tentang materi yang telah disampaikan dengan metode
ceramah dan tanya jawab tentang
Tuberkulosis dan Pencegahan
penularannya.
Hasil pre test dalam pengabdian masyarakat ini ditujukan untuk
mengetahui gambaran pengetahuan awal masyarakat, sedangkan hasil post
test ditujukan untuk mengetahui pengetahuan masyarakat mengenai
Tuberkulosis dan pencegahan penularannya setelah dilakukan penyuluhan.
Gambaran hasil pretest dan post test peserta dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.1 Distribusi hasil Pretest dan post test berdasarkan Penyuluhan
tentang Tuberkulosis dan pencegahan penularannya, 2019
Pengetahuan masyarakat tentang
Tuberkulosis dan pencegahan
Total
penularannya
Test
Baik
Kurang
n
%
n
%
n
%
Pre
9
25.7
26
74.3
35
100
Post
32
Sumber : Data Primer
91.4
3
8.6
35
100
Tabel 5.1 diatas menunjukkan hasil pre test dari 35 peserta hanya 25,7%
yang memiliki pengetahuan baik mengenai tuberculosis dan pencegahan
penularannya,
setelah
dilakukan
penyuluhan,
pengetahuan
peserta
meningkat menjadi 91,4%.
B. PEMBAHASAN
Pelaksanaan program pengabdian masyarakat berupa pemberian
penjelasan mengenai Tuberkulosis dan pencegahan penularannya diikuti
sebanyak 35 peserta yang terdiri warga dan pegawai kelurahan Galung
Maloang.
Kegiatan ini diawali dengan melaksanakan kontrak waktu yang dibuat
berdasarkan kesepakatan antara pihak kelurahan dengan fasilitator. Kepala
20
kelurahan Galung Maloang menjelaskan bahwa kelurahan Galung Maloang
terdiri dari 9 RW dan 19 RT dengan jumlah penduduk sebanyak 3837 orang.
Berdasarkan hasil diskusi kepala kelurahan dan tim pengabdi
pelaksanaan penyuluhan disepakati dilaksanakan pada minggu ke-4 bulan
September dimana pegawai kelurahan yang mengikuti kegiatan ini berjumlah 5
orang tanpa mengganggu proses pelayanan masyarakat di kelurahan. Untuk
kontrak waktu dengan warga masyarakat kelurahan Galung Maloang, kepala
kelurahan memberi informasi kepada ketua RW tentang waktu pelaksanaan
penyuluhan.
Pada saat fasilitator bertemu langsung dengan warga masyarakat
kelurahan Galung Maloang dan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan,
warga nampak bersemangat dan menyatakan akan ikut serta pada saat kegiatan
berlangsung sesuai waktu yang telah ditetapkan.
Saat kegiatan penyuluhan dilaksanakan, peserta yang hadir berjumlah
35 orang dimana terdiri dari 5 orang pegawai kelurahan dan 30 orang warga
masyarakat kelurahan Galung maloang dengan menggunakan metode ceramah.
Sebelum kegiatan penyuluhan dimulai, fasilitator membagikan kuesioner
berupa pertanyaan tentang materi Tuberkulosis dan pencegahan penularannya
kepada seluruh peserta untuk mengetahui tingkat pengetahuan peserta sebelum
penyuluhan dilaksanakan.
Kegiatan penyuluhan dilaksanakan oleh fasilitator dengan menjelaskan
pengertian tuberkulosis, penyebab, tanda dan gejala, cara penularan, riwayat
terjadinya tuberkulosis, klasifikasi tuberculosis, pengobatan, pencegahan.
Setelah penjelasan tersebut, fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk
tanya jawab yang berlangsung sekitar 20 menit dan nampak peserta antusias
menyimak serta bertanya sesuai topik dari materi yang telah dijelaskan.
Hasil kuesioner sebelum penyuluhan dimulai didapatkan 26 peserta
dalam kategori kurang sedangkan 9 peserta dalam kategori baik. Alasan yang
diberikan dari ke 9 peserta dengan kategori baik yaitu pernah mendapatkan
penjelasan materi tentang Tuberkulosis serta pengobatannya, sedangkan 26
21
peserta dengan kategori kurang belum pernah mendapatkan penjelasan tentang
materi tersebut.
Sebelum kegiatan berakhir, fasilitator kembali membagikan kuesioner
kepada seluruh peserta. Hasil yang didapatkan bahwa sebanyak 32 peserta
memiliki pengetahuan dalam kategori baik ditandai dengan mampu menjawab
seluruh pertanyaan isi kuisioner dengan benar.
Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa pendidikan mempengaruhi
pengetahuan, adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang antara lain usia, pendidikan, pengalaman, media massa dan budaya.
Pemahaman seseorang pada setiap aspek keselamatan dan kesehatan diri dapat
dibentuk oleh lingkungan sosial sekitarnya.
Pengetahuan tentang tuberculosis merupakan dasar tindakan pencegahan
dan pengobatan. Ketidaktahuan masyarakat menghalangi tindakan pencegahan
tuberkulosis. Dengan pengetahuan yang meningkat, masyarakat akan semakin
mengerti tentang tindakan pencegahan sehingga tingkat kejadian tuberkulosis
dapat diminimalisasikan.
Pengetahuan akan menimbulkan kesadaran seseorang dan akhirnya akan
menyebabkan orang tersebut berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya (Andi Ihram Muhammad, 2013).
Secara keseluruhan acara ini berlangsung dengan baik sesuai dengan
waktu yang telah tentukan dan mendapatkan atensi yang cukup baik dari
seluruh masyarakat maupun pihak aparat pemerintah kelurahan.
22
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Terdapat peningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Tuberkulosis dan
pencegahan penularannya di kelurahan Galung Maloang dari 25,7% menjadi
91,4%.
B. Saran
Diharapkan kepada masyarakat untuk tetap meningkatkan kesadaran dalam
menambah informasi
mengenai
penyakit
tuberkulosis
dalam upaya
pengendalian penyakit tuberkulosis serta mempraktikkan edukasi yang
diberikan dalam kehidupan sehari-hari.
23
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta; 2009.
Community TB Care ‘Aisyiyah. Berita Komunitas Peduli TB. Edisi XV. Jakarta;
Desember 2015.
Dahlan A. Faktor-faktor risiko lingkungan yang berhubungan dengan kejadian
penyakit TB Paru BTA (+): Studi Kasus Kontrol di Kota Jambi 20002001. Tesis, FKM UI. Depok; 2001.
Retnaningsih, E. Taviv, Y., dan Yahya. Model Prediksi Faktor Risiko Infeksi TB
Paru Kontak Serumah Untuk Perencanaan Program Di Kabupaten
Oku Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010. Jurnal Pembangunan
Manusia; 2010 4(12).
Martiana, T. Isfandiari, Sulistyowati, M. Nurmala, I. Analisis Risiko Penularan
Tuberculosis Paru Akibat Faktor Perilaku Dan Faktor Lingkungan
Pada Tenaga Kerja Di Industri. Berita Kedokteran Masyarakat; 2007
23(1).
Kementerian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2010.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta; 2010.
Kementerian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2013.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta; 2013.
Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta,
Jakarta; 2012.
Kurniasih, N. Dan Widianingsih, C. Hubungan antara Pengetahuan dengan
Perilaku Pencegahan Penularan TB pada Penderita TB Paru di Poli
Paru Rumah Sakit Prof. Dr.Sulianti Saroso.
24
Download