Uploaded by dharmawanhutomo1996

Dharmawan

advertisement
LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP
F.1 Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Disusun oleh :
dr. Malombassi Dharmawan H. Hutomo
Pendamping :
Dr. M. Wahib Hasyim
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE NOVEMBER 2019 – MARET 2020
UPTD PUSKESMAS GABUS I
KABUPATEN PATI
JAWA TENGAH
2020
LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP
F.1 Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
“Penyuluhan Penyakit Diabetes Mellitus pada Peserta Program
Pengelolaan Penyakit Kronis di Gabus”
Disusun oleh :
dr. Malombassi Dharmawan H. Hutomo
Pendamping :
Dr. M. Wahib Hasyim
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE NOVEMBER 2019 – MARET 2020
UPTD PUSKESMAS GABUS I
KABUPATEN PATI
JAWA TENGAH
2020
HALAMAN PENGESAHAN
F.1 Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Promosi Kesehatan dan Penyuluhan
“Penyuluhan Penyakit Diabetes Mellitus pada Peserta Program Pengelolaan
Penyakit Kronis di Masyarakat Gabus”
Kecamatan Gabus Kabupaten Pati
Jawa Tengah
Pati, 7 Januari 2020
Pembimbing
Dokter Internsip
dr. M. Wahib Hasyim
dr. M. Dharmawan H Hutomo
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Derajat kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam upaya
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bangsa Indonesia. Sementara itu,
derajat kesehatan tidak hanya ditentukan oleh pelayanan kesehatan, tetapi yang
lebih dominan justru adalah kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat. Upaya
untuk mengubah perilaku masyarakat agar mendukung peningkatan derajat
kesehatan dilakukan melalui program pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) yang dicanangkan sejak tahun 1996 (Kemenkes RI, 2011). Pengertian
PHBS sendiri ialah, sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau
masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (secara mandiri) di bidang kesehatan
dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat, termasuk di
dalamnya segala perilaku yang harus dipraktikkan dalam rangka mencapai derajat
kesehatan
masyarakat
penanggulangan
yang
penyakit
setinggi-tingginya
maupun
kesehatan
di
bidang
lingkungan.
pencegahan
Salah
satu
dan
yang
diharapkan dengan adanya program pembinaan PHBS ialah timbulnya kemandirian
penatalaksanaan penyakit tidak menular secara mandiri maupun berkelompok yang
pada saat ini dikembangkan dalam kegiatan Prolanis (Program Pengelolaan
Penyakit Kronis).
Diabetes
Mellitus
(DM)
adalah
suatu
kelainan
metabolik
dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. DM diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu DM tipe
1, DM tipe 2, DM tipe gestasional, dan DM tipe lain. Di antara tipe-tipe DM
tersebut, DM tipe-II memiliki prevalensi angka kejadian yang paling tinggi serta
merupakan DM yang dapat berkembang pada usia dewasa (Suyono et al., 2014).
DM tipe-II ialah DM yang timbul akibat adanya kerusakan pankreas secara parsial
dan mampu menimbulkan kurangnya sekresi insulin atau bahkan kondisi resistensi
insulin yang terjadi secara progresif dari waktu ke waktu (PERKENI, 2011). Untuk
prognosisnya,
seringkali
DM
dikaitkan
dengan
penatalaksanaannya
dalam
mengontrol kadar gula darah dimana salah satunya ialah melalui pelaksanaan Pola
Hidup Sehat pada Diabetes Mellitus.
Survei mengenai prevalensi kasus diabetes melitus (DM) di dunia yang
diungkapkan oleh International Diabetes Federation (IDF, 2014), pada tahun 2013
diperkirakan bahwa terdapat sekitar ±382 juta jiwa pengidap diabetes dan jumlah
ini akan terus meningkat hingga ±592 juta jiwa pada tahun 2035. Kasus DM di
Indonesia sendiri diperkirakan akan semakin berkembang setiap tahunnya. Menurut
WHO, pada tahun 1995, Indonesia pernah menduduki peringkat ke tujuh sebagai
negara yang memiliki jumlah populasi penderita DM terbanyak sedunia dengan
jumlah 4,5 juta jiwa. Indonesia diperkirakan akan menduduki peringkat ke lima
pada tahun 2025 dengan jumlah jiwa pengidap DM yang meningkat hingga 12,4
juta jiwa. Berdasarkan survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013,
terhitung sekitar 6,9% penduduk Indonesia dengan usia 15 tahun ke atas mengidap
DM atau dengan kata lain terdapat sekitar 12 juta jiwa pengidap DM dari 176,5 juta
penduduk (Kemenkes RI, 2013). Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan
kasus DM di Indonesia meningkat lebih cepat daripada perkiraan sebelumnya.
Pergeseran dan perkembangan jumlah kasus DM seringkali dikaitkan
dengan kurangnya aktivitas fisik dan pola hidup sehat. Hal tersebut timbul karena
kurangnya kesadaran penderita DM akan pentingnya pengaturan pola hidup sehat.
Selain itu, tingkat pengetahuan penderita DM mengenai penyakit yang dideritanya
masih dapat dinilai kurang dengan beredarnya mitos-mitos seputar DM yang masih
dipandang benar oleh sebagian kalangan masyarakat Indonesia serta perlu untuk
diluruskan. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya edukasi mengenai DM
khususnya pada penatalaksaan non-farmakologis terkait pola hidup sehat dan
edukasi terkait mitos-mitos mengenai DM yang beredar di masyarakat.
1.2. Permasalahan
Sebagian besar anggota peserta Prolanis ialah penderita DM dengan tingkat
pengetahuan
terkait
DM
yang
masih
dinilai
kurang,
khususnya
dalam
penatalaksanaan non-farmakologis yang dapat dilakukan secara mandiri sesuai
dengan harapan pengadaan program Prolanis. Selain itu, masih didapatkan adanya
isu-isu terkait DM yang beredar di masyarakat yang perlu diklarifikasi kembali
kebenarannya.
1.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup penderita DM khususnya di bidang penatalaksanaan dan pengelolaan nonfarmakologis yang dapat dilakukan secara mandiri.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit, gejala, dan faktor
risiko, serta komplikasi DM
b. Meningkatkan pengetahuan
masyarakat
tentang
penatalaksanaan
DM
khususnya dalam penatalaksanaan non-farmakologis DM yang dapat
dikelola secara mandiri
c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait mitos-mitos mengenai DM
dan kebenarannya
d. Memberikan edukasi pada masyarakat untuk senantiasa melaksanakan pola
hidup sehat dan memperbaiki kebiasaan untuk dapat meningkatkan
kesejahteraaan hidup untuk dapat terhindar dari berbagai macam komplikasi
DM.
1.4. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a.
Penyuluhan ini diharapkan dapat ikut mengembangkan ilmu kedokteran
khususnya mengenai penyakit DM dan penatalaksanaan serta pengelolaan
non-farmakologis
2. Manfaat Praktis
i.
Bagi Puskesmas
a. Membantu dalam pengembangan program promosi kesehatan dengan
sasaran promosi kesehatan yang terkhususkan pada masyarakat Gabus
ii.
Bagi Masyarakat
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit DM
b. Membantu masyarakat mengenali gejala, komplikasi, penatalaksanaannya
dan pengelolaannya khususnya pada pengelolaan non-farmakologis yang
dapat dilakukan secara praktis dan mandiri
c. Memberikan edukasi akan pentingnya pola hidup sehat pada penderita DM
yang sudah diimplementasikan dalam program Prolanis Puskesmas Gabus
I.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Mellitus
A. Epidemiologi
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu dari empat penyakit noncommunicable disease (NCD) penyebab kematian terbesar selain penyakit
kardiovaskular, kanker, dan penyakit respiratorik kronik. Menurut WHO (2016),
DM menyebabkan ±1,5 juta kematian di dunia pada tahun 2012. Prevalensi DM
sendiri terus-menerus meningkat pada beberapa dekade terakhir. Pengidap DM
pada tahun 1980 diperkirakan berjumlah sekitar 108 juta penduduk dengan angka
prevalensi 4,7%. Jumlah tersebut terbukti semakin meningkat dari tahun ke tahun,
dimana pada tahun 2014 terdapat sekitar 422 juta penduduk pengidap DM di dunia
dengan angka prevalensi 8,5% dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat ke
depannya mengikuti angka pertumbuhan penduduk.
Kejadian DM paling banyak didapatkan di negara berkembang, salah
satunya ialah Indonesia. Seperti yang ditampilkan pada Tabel 2, diperkirakan dari
176.689.336 penduduk dengan usia ≥15 tahun di indonesia pada tahun 2013,
terdapat sekitar 12.191.564 atau 6,9% penderita DM, 29,9% atau 52.830.111 kasus
toleransi glukosa terganggu (TGT), dan 36,6% atau 64.668.297 kasus glukosa darah
puasa terganggu (GDPT). Sekitar 90% kasus yang terdiagnosis DM tersebut
merupakan kasus DM tipe 2 (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
Indonesia, 2014).
Tabel 1. Proporsi dan Perkiraan Jumlah DM, TGT, GDPT pada
Penduduk Usia ≥15 tahun di Indonesia Tahun 2013 (Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan Indonesia, 2014)
Gangguan
Proporsi (%)
Perkiraan Jumlah
DM
6,9
12.191.564
TGT
29,9
52.830.111
GDPT
36,6
64.668.297
Keterangan : Estimasi jumlah penduduk Indonesia umur 15 tahun ke atas sejumlah
176.689.336 penduduk
B. Definisi dan Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2014), diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya
karakteristik hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 4 tipe DM, yaitu sebagai
berikut :
i.
Diabetes Melitus Tipe 1
Berdasarkan etiologinya, DM tipe 1 diklasifikasikan karena adanya
gangguan produksi dari insulin yang disebabkan oleh penyakit autoimun sehingga
terjadi kerusakan dari sel β-Pankreas. Ada sekitar 5-10% kasus DM tipe 1 dan
biasanya gejala hiperglikemia muncul pada usia muda, yaitu usia anak-anak hingga
remaja (Kumar et al., 2010).
ii.
Diabetes Melitus Tipe 2
Berdasarkan etiologinya, DM Tipe 2 merupakan DM yang timbul akibat
adanya kondisi resistensi insulin atau kekurangan sekresi insulin yang terjadi secara
progresif dari waktu ke waktu (Kaku, 2010). Diabetes melitus tipe 2 merupakan
tipe DM yang paling sering dijumpai dan memiliki prevalensi terbesar di antara
kejadian DM tipe lainnya. Terdapat lebih dari 90% kasus DM yang merupakan DM
tipe 2.
Gejala DM tipe 2 biasanya asimptomatik atau pun tidak spesifik hingga
timbul komplikasi pada penderita yang menyebabkan kasus DM tipe 2 seringkali
terlambat untuk didiagnosis (WHO, 2016). Menurut UKPDS (United Kingdom
Prospective Diabetes Studies), 50% kasus DM tipe 2 memiliki prognosis untuk
gagal terapi Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan harus beralih menggunakan
insulin 6 tahun setelah didiagnosis (Soewondo et al., 2010).
iii.
Diabetes Melitus Tipe Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional (DMG) merupakan suatu kondisi intoleransi
glukosa yang terjadi semasa kehamilan. Prevalensi penyakit ini ialah sekitar 7%
dari semua kehamilan yang ada. Pada kasus DMG, pendeteksian dini diperlukan
untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu semasa perinatal
(PERKENI, 2011).
iv.
Diabetes Melitus Tipe Lain
Diabetes melitus tipe lain dapat disebabkan oleh defek genetik fungsi sel β-
pankreas maupun kerja insulin, endokrinopati, infeksi, penyakit eksokrin pankreas,
obat-obatan, dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM (PERKENI,
2011).
C. Kriteria dan Diagnosis Diabetes Mellitus
Penilaian kadar gula darah merupakan acuan utama dan berperan sangat
penting
dalam penegakkan
diagnosis
Diabetes
melitus.
Berdasarkan
hasil
pemeriksaan kadar gula darah, didapatkan tiga klasifikasi utama, yaitu :
i.
Normoglikemia, yaitu kadar gula darah normal;
ii.
Prediabetes, yaitu hiperglikemia dengan Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT) atau Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT); dan
iii.
Diabetes, yaitu hiperglikemia dengan kriteria Diabetes melitus.
Keadaan prediabetes merupakan suatu keadaan dimana telah didapatkan
gejala hiperglikemia dengan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa dengan nilai
100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) pada GDPT atau hasil pemeriksaan Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan nilai 140-199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L) pada TGT.
Keadaan prediabetes merupakan salah satu faktor risiko tinggi untuk berkembang
menjadi diabetes (ADA, 2014).
Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila kriteria DM yang ada dapat
memenuhi minimal salah satu dari kriteria DM. Kriteria DM yang dimaksud ialah
sebagai berikut :
i.
Nilai HbA1c ≥ 6,5%, atau
ii.
Kadar Fasting Plasma Glucose (FPG) atau Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥
126 mg/dL atau 7,0 mmol/L (dengan catatan yaitu puasa diartikan dengan
tidak mendapatkan asupan kalori minimal selama 8 jam), atau
iii.
Kadar Gula Darah 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200
mg/dL atau 11,1 mmol/L (dengan catatan TTGO dilakukan sesuai prosedur
WHO menggunakan 75 gram glukosa yang dilarutkan), atau
iv.
Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia dan memiliki kadar Gula Darah
Sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dL atau 11,1 mmol/L.
Penegakkan diagnosis DM oleh tenaga medis di Indonesia umumnya
mengacu pada aturan PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) sebagai
standar penegakkan diagnosis. Konsensus yang dilakukan PERKENI (2011)
membagi alur diagnosis DM menjadi dua garis besar berdasarkan ada atau tidaknya
gejala khas pada DM. Apabila tidak didapatkan gejala, maka perlu dilakukan dua
kali pemeriksaan kadar gula darah dengan hasil abnormal untuk menegakkan
diagnosis DM. Pasien dengan gejala khas DM cukup menjalani satu kali
pemeriksaan kadar gula darah dengan hasil abnormal untuk dikatakan mengidap
DM. Apabila didapatkan hasil negatif, maka perlu dilakukan pemeriksaan Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk memastikan diagnosis. Secara skematis,
berikut ialah diagram algoritma penegakkan diagnosis DM :
Gambar 1. Diagram Algoritma Penegakkan Diagnosis Diabetes Melitus
(Suyono, 2014)
D. Faktor Risiko Diabetes Mellitus
Faktor-faktor resiko berhubungan dengan terjadinya diabetes mellitus dapat
dibagi dua yaitu : (Infodatin Kemenkes RI, 2014)
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah (non-modifiable)
a. Usia
Resistensi insulin lebih cenderung terjadi seiring pertambahan usia
b. Ras atau latar belakang etnis
Resiko diabetes mellitus tipe 2 lebih besar pada hispanik, kulit hitam,
penduduk asli Hawaii. Hal ini disebabkan oleh rata-rata tekanan darah yang
lebih tinggi, obesitas, dan pengaruh gaya hidup yang kurang sehat.
c. Riwayat penyakit diabetes mellitus dalam keluarga (Genetik)
Seseorang
dengan
ahli keluarga
yang
menderita
diabetes
mellitus
mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita penyakit yang sama ini
dikarenakan gen penyebab diabetes mellitus dapat diwariasi orang tua
kepada anaknya.
2. Faktor resiko yang dapat diubah (modifiable)
Faktor risiko yang dapat diubah ialah faktor risiko yang berkaitan dengan
status gizi, asupan nutrisi, penyakit komorbid yang didapat, serta kebiasaan. Hal
tersebut antara lain :
a. Overweight dan Obesitas
b. Gaya hidup dengan pola aktivitas fisik kurang aktif
c. Hipertensi
d. Dislipidemia
e. Diet tidak seimbang
f.
Kebiasaan merokok setiap hari
Tabel 2. Proporsi / Presentase Penduduk Indonesia dengan Faktor
Risiko DM
E. Tanda, Gejala, dan Komplikasi Diabetes Mellitus
Gejala klinis DM yang utama seringkali ditunjukkan pada skrinning awal
penyakit yang dikenal dengan istilah “Trias Diabetes Mellitus” atau “Gejala
Klasik DM”, yaitu meliputi :
1. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membran dalam sel
menyebabkan
hiperglikemia
sehingga
terjadi
peningkatan
osmolaritas
serum plasma yang dapat menyebabkan cairan intrasel berdifusi ke dalam
cairan
intravaskular,
mengalir
ke
dalam
filtrasi
ginjal
menyebabkan diuresis osmotik yang berujung pada gejala poliuria.
sehingga
2. Polidipsi
Akibat adaya peningkatan difusi cairan intrasel ke dalam vaskular, maka
terjadi penurunan volume intrasel yang dapat menyebabkan dehidrasi sel.
Akibat terjadinya dehidrasi sel, sehingga memicu rangsangan haus dan
terasa selalu ingin minum.
3. Polifagia
Akibat tidak dapat masuknya glukosa ke dalam sel yang diakibatkan oleh
defisiensi / insufisiensi insulin, maka produksi energi oleh sel menurun
dan akan terjadi stimulasi rasa lapar yang mengakibatkan seseorang
cenderung merasa lapar terus-menerus.
Selain tiga gejala utama pada Diabetes mellitus, dapat pula didapatkan tanda
dan gejala lain yang lebih tidak spesifik dan mungkin telah mengarah pada
komplikasi DM antara lain :

Perasaan cepat merasa lelah dan mengantuk;

Penurunan berat badan;

Timbulnya luka yang cenderung lama atau sulit untuk sembuh, diakibatkan
oleh penumpukan kadar gula darah yang dapat menjadi media pertumbuhan
mikroorganisme;

Rasa gatal berlebih dan kecenderungan infeksi pada daerah lipatan kulit
yang lembab;

Timbulnya rasa kesemutan pada saraf-saraf tepi, akibat adanya komplikasi
neuropati perifer pada DM yang berkelanjutan;

Timbulnya masalah pada pengelihatan, akibat adanya komplikasi berupa
gangguan mikroangiopati;

Penurunan gairah seksual yang dapat diikuti dengan disfungsi ereksi, akibat
adanya
kerusakan
pembuluh
darah
yang
merupakan
komplikasi
makroangiopati pada DM;

Kehamilan makrosomia yang ditandai dengan Berat lahir Bayi lebih dari 4
kg.
F. Pola Hidup Sehat dan Penatalaksanaan Non-Farmakologis Diabetes
Mellitus
Pola hidup sehat pada penderita DM secara garis besar tersusun atas
pengaturan aktivitas fisik dan pengaturan pola diet nutrisi.
1. Pengaturan pola Aktivitas pada Penderita DM
Anjuran aktivitas fisik yang diberikan pada penderita DM ialah
melakukan aktivitas fisik secara teratur dengan frekuensi 3-4 kali per
minggu dengan durasi 30 menit per sesi aktivitas fisik. Dengan anjuran
aktivitas fisik berupa kegiatan aerobik seperti misalnya : jalan kaki, sepeda
santai, jogging, dan berenang. Pola aktivitas fisik dilakukan dengan
beberapa petunjuk umum, antara lain :

Kontrol metabolik, sebelum latihan fisik perlu dilakukan kontrol gula
darah dengan pertimbangan sebagai berikut :
o Hindari aktivitas fisik apabila glukosa darah puasa >250 mg/dL
dengan tanda-tanda ketosis
o Aktivitas fisik perlu dilakukan secara hati-hati pada kadar
glukosa darah puasa >300 mg/dL tanpa tanda-tanda ketosis
o Perlu diberikannya asupan karbohidrat sebelum aktivitas fisik
apabila didapatkan kadar glukosa darah puasa <100 mg/dL

Monitoring glukosa
darah
sebelum dan
sesudah aktivitas
fisik
diperlukan untuk mempelajari respon glikemia dengan kondisi latihan
fisik yang berbeda untuk penyesuaian terapi farmakologis

Asupan makanan karbohidrat simpleks perlu disediakan selama
kegiatan aktivitas
fisik
berlangsung untuk
mencegah
terjadinnya
hipoglikemia
2. Pengaturan Asupan Nutrisi pada Penderita DM
Asupan
Nutrisi
pada
penderita
DM
sehari-hari
diberikan
berdasarkan penghitungan BBR (Berat Badan Relatif) dengan rumus
sebagai berikut :
𝐵𝐵𝑅 =
Dengan hasil :
𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
× 100%
𝑇𝐵 (𝑐𝑚) − 100

Gizi Buruk
: <90%
o Membutuhkan asupan kalori 40-60 Kal/kgBB/hari

Normal
: 90-110%
o Membutuhkan asupan kalori 30 Kal/kgBB/hari

Gizi Lebih
: 110-120%
o Membutuhkan asupan kalori 20 Kal/kgBB/hari

Obesitas
: >120%
o Membutuhkan asupan kalori 10-15 Kal/kgBB/hari
Pengaturan asupan kalori tersebut juga harus memenuhi kebutuhan
makronutrien yang diperlukan. Secara garis besar dengan ketentuan sebagai
berikut :

Mempunyai susunan
makronutrien
:
65%
karbohidrat
yang
merupakan karbohidrat kompleks; 15% protein yang tinggi akan
asam amino esensial; dan 20% lemak dengan kandungan kolesterol
<300 mg/hari

Kaya akan serat : 25-35 gram/hari

Diberikan dalam frekuensi 6 kali pemberian, yang terdiri dari 3 kali
pemberian makanan utama (20% Kalori pada Makan Pagi dan 25%
kalori pada makan Siang dan Malam) serta 3 kali pemberian
makanan antara (10% Kalori pada setiap kali pemberian)
Selain pengaturan pola hidup sehat secara umum tersebut, pada penderita
DM, didapatkan pula sepuluh petunjuk pola hidup sehat khusus yang dikenal
dengan singkatan GULOH-SISAR yaitu :
1. G (Gula) : artinya bagi para penderita DM sebaiknya pantang untuk
mengkonsumsi gula terutama dengan indeks glikemik tinggi
2. U (Urat) : Untuk mencegah atau mengatasi Hiperurisemia maka perlu
dilakukan pembatasan konsumsi JAS-BUKET (Jeroan, Alkohol, Sarden,
Burung dan Unggas, Kaldu, Kacang-kacangan, Emping, Tape)
3. L (Lemak) : Batasi TEK-KUK-CS2 (Telor, Keju-Kepiting, Udang, KerangCumi, Susu, Santan)
4. O (Obese) : Lakukan penurunan berat badan bila terjadi obesitas dengan target
lingkar pinggang <90 cm pada laki-laki dan <80cm pada perempuan
5. H (Hipertensi) : Perlu dilakukan pembatasan asupan garam pada pasien
hipertensi
6. S (Sigaret) : Hentikan kebiasaan merokok
7. I (Inaktivitas) : Hindari sedentary lifestyle. Lakukan aktivitas fisik yang dapat
mengeluarkan kalori kurang lebih 300 Kal/hari yang setara dengan jalan sejauh
3 Km atau sit up sebanyak 50-200x / hari
8. S (Stress) : Hilangkan stress dengan kebiasaan tidur sehari-hari minimal 6-7
jam per hari dengan kualitas tidur yang baik
9. A (Alkohol) : Stop konsumsi alkohol
10. R (Regular Check-up) : Lakukanlah kontrol secara teratur terutama pada
penderita DM usia >40 Tahun yang dianjurkan setiap 3 bulan sekali.
G. Mitos-Mitos dan Fakta terkait Diabetes Mellitus yang Beredar di
Masyarakat
Terdapat beberapa mitos dan fakta yang disebutkan oleh Kemenkes untuk
diklarifikasi, antara lain :
1. Mitos 1 : Diabetes bukan masalah besar
Faktanya : Jika dibiarkan tidak diperiksa, diabetes dapat menyebabkan
komplikasi serius dan menyebabkan kematian lebih cepat dari seharusnya.
Diabetes adalah salah satu dari 8 penyakit utama yang mengakibatkan
kematian
pada
orang
dewasa.
Menderita
diabetes
memperbesar
kemungkinan 2 kali lebih besar terkena serangan jantung. Diabetes adalah
penyebab utama kebutaan, gagal ginjal, amputasi tungkai bawah, dan
beberapa akibat jangka panjang yang membuat mutu hidup menjadi lebih
rendah
2. Mitos 2 : Orang dengan diabetes harus melakukan diet khusus
Faktanya : Diet makanan sehat bermanfaat bagi siapapun, termasuk orang
dengan diabetes. Pola makanan sehat harus mengandung biji-bijian, sayuran
dan buah, menghindari lemak trans, dan membatasi lemak larus dan
karbohidrat olahan, terutama gula.
3. Mitos 3 : Makanan ‘ramah diabetes’ dan ‘bebas gula’ baik bagi
penderita diabetes
Faktanya : Makanan bebas gula kerap mengandung sejumlah kalori dan
gula bahkan karbohidrat. Jadi mulailah membaca dengan teliti label
makanan. Ingat, kata-kata ‘natural’ atau ‘asli alami’ tidak selalu berate
aman.
4. Mitos 4 : Penyandang diabetes tidak dapat melakukan donor darah
Faktaya : Penyandang diabetes tetap dapat menyumbangkan darah (donor
darah) selama kadar gula darahnya terkendali.
5. Mitos 5 : Perempuan penyandang diabetes sebaiknya menghindari
kehamilan
Faktaya : Dengan control atau pengendalian gula darah yang baik,
perempuan penyandang diabetes tetap dapat mengandung dan melahirkan
bayi yang sehat.
6. Mitos 6 : Diabetes pada ibu hamil tidak perlu dianggap serius karena
akan menghilang begitu melahirkan
Faktanya : Pada 50-70% ibu hamil yang memiliki diabetes (diabetes
gestational) saat mengandung, dia berisiko menderita diabetes tipe 2 dalam
waktu 5-10 tahun setelah melahirkan. Jika diabetes dibiarkan tanpa
pengobatan, anak-anak yang lahir dari ibu yang menderita diabetes selama
hamil berisiko menderita diabetes tipe 2 di usia dewasa. Diabetes gestational
hraus mendapat perhatian serius dan pengobatan.
7. Mitos 7 : Penggunaan insulin saat hamil dapat memberi dampak buruk
bagi bayi
Faktanya : Insulin tidak memberi dampak buruk pada bayi, malah kadar
gula yang tinggi bisa memberi dampak buruk pada bayi. Hanya sedikit
sekali insulin yang memasuki plasenta (dbandingkan tablet oral) sehingga
aman digunakan untuk mengendalikan akdar glukosa dalam darah selama
kehamilan karena pola makan dan olahraga saja tidak cukup.
8. Mitos 8 : Penyandang diabetes dapat makan gandum tetapi tidak dapat
makan nasi
Faktanya : Tidak benar. Baik gandum maupun nasi mengandung kadar
karbohidrat (-70%) dan indeks glikemi yang sama. Keduanya meningkatkan
kadar gula secara sama. Dengan porsi terbatas, keduanya dapat dikonsumsi.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN DAN INTERVENSI
A. Tujuan
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30
menit, peserta penyuluhan
diharapkan mampu memahami tentang diabetes mellitus, gejala, komplikasi hingga
pengelolaan diabetes mellitus non-farmakologis secara mandiri.
B. Metode
Metode yang digunakan ialah melalui presentasi oral dan diskusi tanya
jawab
C. Media
Media yang digunakan ialah media presentasi / leaflet
D. Sasaran
Peserta program Pengelolaan Penyakit Kronis di daerah Gabus yang
menderita Diabetes Mellitus
E. Waktu
Penyuluhan tentang Diabetes Mellitus dilaksanakan pada :
1. Hari, tanggal : Rabu, 11 Desember 2019
2. Jam
: 10.00 – selesai
F. Tempat
Penyuluhan dilaksanakan di kediaman Bapak Baswadi yang bertempat di
Desa Gabus RT 06 RW 01, dengan setting tempat penyuluhan :
G. Kegiatan
Langkahlangkah
1. Pendahuluan
Waktu
5 menit
2. Penyajian
15 menit
3. Penutup
10 menit
Kegiatan
Penyuluhan
1. Menyampaikan
salam
2. Memperkenalkan
diri
3. Menjelaskan
tujuan
4. Menyampaikan
estimasi waktu
5. Menggali
persepsi
masyarakat
terkait DM
1. Menjelaskan
materi tentang :
a. Definisi DM
b. Diagnosis DM
c. Gejala DM
d. Komplikasi
DM
e. Pengelolaan
non-farmako
pada DM
f. Mitos dan fakta
seputar DM
1. Memberikan
kesempatan
untuk bertanya
2. Melakukan
evaluasi dengan
mengajukan
pertanyaan
terkait bahasan
sebelumnya
3. Menyampaikan
kesimpulan
1.
2.
3.
4.
Kegiatan
Masyarakat
Membalas
salam
Mendengarkan
dengan
seksama
Memberikan
respon
Berpartisipasi
aktif
1. Mendengarkan
dengan seksama
2. Memberikan
respon interaktif
1. Mengajukan
pertanyaan
2. Berperan aktif
3. Mendengarkan
dengan seksama
H. Evaluasi dan Hasil Penyuluhan
1. Evaluasi Proses
a. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang direncanakan
b. Peserta berperan aktif dan interaktif selama jalannya penyuluhan
2. Evaluasi Hasil
a. Bentuk : Tanya – Jawab
b. Jumlah : 4 pertanyaan
 Bagaimana kriteria gejala klasik pada Skrinning DM?
 Kapan seseorang dinyatakan mengidap DM?
 Bagaimana pola aktivitas yang dianjurkan pada penderita DM?
 Bagaimana pola diet nutrisi yang dianjurkan pada penderita
DM?
3. Hasil : Peserta mampu menjawab pertanyaan dengan cukup baik.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kasus DM meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, usia,
dan penurunan kualitas gaya hidup di masyarakat
2. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya pola hidup
sehat pada penderita DM dan pengelolaan DM terutama dalam pelaksanaan
pola hidup sehat dan kontrol rutin kadar gula darah yang didasari oleh
rendahnya kesadaran masyarakat untuk pengendalian penyakit secara
mandiri
3. Penerapan pola hidup sehat dan kegiatan Prolanis mampu memberikan
dukungan sebagai suatu bentuk upaya peningkatan kualitas hidup penderita
DM di daerah Gabus.
B. Saran
1. Diperlukannya peran aktif tenaga kesehatan maupun kader desa dalam
mengajak masyarakat sekitar yang memiliki faktor risiko tinggi disertai
dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran yang kurang untuk mengikuti
kegiatan Prolanis maupun skrinning DM ke fasilitas kesehatan terdekat.
2. Tenaga kesehatan dan kader desa secara kontinyu memberikan penyuluhan
tentang penerapan pola hidup sehat pada peserta Prolanis di daerah Gabus
3. Perlu
ditingkatkannya
kualitas
pelayanan
UKM
mencanangkan program Prolanis khususnya terkait DM
Puskesmas
dalam
Download