Uploaded by User45664

1310 201 706 - Maslim Rajab Syafrizal(1)

advertisement
TESIS SS09 2304
PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE
LEAST SQUARES UNTUK MENGESTIMASI MODEL
SPATIAL AUTOREGRESSIVE WITH AUTOREGRESSIVE
DISTURBANCES
Studi Kasus Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi di
Provinsi Jawa Timur
MASLIM RAJAB SYAFRIZAL
NRP. 1310 201 706
DOSEN PEMBIMBING
Dr. Ir. Setiawan, M.Si
Dr. Sutikno, M.Si
PROGRAM MAGISTER
JURUSAN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2012
THESIS SS09 2304
A GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST
SQUARES PROCEDURE FOR ESTIMATING A SPATIAL
AUTOREGRESSIVE MODEL WITH AUTOREGRESSIVE
DISTURBANCES
Case Study Economic Growth Modeling in
East Java Province
MASLIM RAJAB SYAFRIZAL
NRP. 1310 201 706
SUPERVISOR
Dr. Ir. Setiawan, M.Si
Dr. Sutikno, M.Si
PROGRAM OF MAGISTER
DEPARTMENT OF STATISTICS
FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES
INSTITUT OF TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2012
PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE
LEAST SQUARES UNTUK MENGESTIMASI MODEL
SPATIAL AUTOREGRESSIVE WITH
AUTOREGRESSIVE DISTURBANCES
Studi Kasus Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi
Jawa Timur
Nama mahasiswa : Maslim Rajab Syafrizal
NRP
: 1310201706
Pembimbing
: Dr. Ir. Setiawan, M.Si
Co Pembimbing : Dr. Sutikno, M.Si
ABSTRAK
Pada model spatial autoregressive with autoregressive disturbances
variabel respon yang mengandung spasial lag saling berhubungan dengan
residualnya. Hal ini berakibat OLS menghasilkan penduga yang tidak
konsisten. Prosedur generalized spatial two stage least squares (GS2SLS)
dapat digunakan untuk menduga parameter model spatial autoregressive
with autoregressive disturbances. Penelitian ini bertujuan untuk
membangun model spasial pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur
dan menerapkan prosedur GS2SLS untuk menduga parameter model.
Matriks penimbang spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah rook
contiguity, queen contiguity dan customized yang didasarkan pada
kabupaten/kota yang dijadikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Rook
dan queen contiguity menghasilkan matriks yang sama. Hasil uji Lagrange
Multiplier menunjukkan bahwa model spasial autoregressive (SAR) adalah
model yang sesuai untuk memodelkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur.
Model SAR dengan penimbang customized memodelkan pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur dengan koefisien determinasi sebesar 91,82% dengan
variabel yang signifikan meliputi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Dana Alokasi Umum
(DAU). Sedangkan model SAR dengan penimbang rook/queen contiguity
menghasilkan R2 sebesar 76,17% dengan variabel yang signifikan meliputi
Dana Alokasi Umum (DAU) dan belanja modal pemerintah.
Kata kunci : GS2SLS, pertumbuhan ekonomi, rook contiguity, SAR
A GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST
SQUARES PROCEDURE FOR ESTIMATING A SPATIAL
AUTOREGRESSIVE MODEL WITH AUTOREGRESSIVE
DISTURBANCES
Case Study Economic Growth Modeling
in East Java Province
By
Student Identity Number
Supervisor
Co Supervisor
:
:
:
:
Maslim Rajab Syafrizal
1310201706
Dr. Ir. Setiawan, M.Si
Dr. Sutikno, M.Si
ABSTRACT
In spatial autoregressive model with autoregressive disturbances,
the spatially lagged dependent variable is typically correlated with the
disturbances term. The ordinary least squares estimator is not consistent in
such situations. Generalized spatial two stage least squares procedure can
be used to estimate spatial autoregressive model with autoregressive
disturbances. The purpose of this research is to create a spatial model of
economic growth in East Java and implement GS2SLS for estimating the
parameters. Spatial weights matrix used is rook contiguity, queen contiguity
and customized based on country as a center of economic growth. Rook and
queen contiguity produces the same matrix. Lagrange Multiplier test results
show that spatially autoregressive model (SAR) is an appropriate model for
modeling the economic growth of East Java. SAR model with customized
weight produces R2=91.82% with significant variables are labor force
participation (TPAK), unemployment rate (TPT) and the general fund
(DAU). While the SAR model with rook/queen contiguity produces
R2=76.17% with significant variables are general allocation fund (DAU)
and capital government expenditure.
Keywords: economic growth, GS2SLS, rook contiguity, SAR
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb sekalian alam,
berkat limpahan rahmat, hidayah, dan pertolongan-Nya yang tidak terukur
besarnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat dan
salam tak lupa dihaturkan kepada junjungan Rasulullah SAW sebagai satusatunya panutan dalam kehidupan ini.
Syukur Alhamdulillah, dengan izin dan kuasa serta ridha-Nya maka
tesis ini dengan judul “PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO
STAGE LEAST SQUARES UNTUK MENGESTIMASI MODEL
SPATIAL
AUTOREGRESSIVE
WITH
AUTOREGRESSIVE
DISTURBANCES (Studi Kasus Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi di
Provinsi Jawa Timur)” dapat diselesaikan dengan baik. Dalam
penyusunan tesis ini, penulis telah melewati cukup banyak cobaan dan
kesulitan, doa yang dipanjatkan dan dukungan dari ibunda tercinta membuat
tugas ini dapat terselesaikan. Terima kasih tak terhingga penulis haturkan
kepada Bapak Dr. Ir. Setiawan, M.Si dan Dr. Sutikno, M.Si selaku
pembimbing yang dengan sabar dan ikhlas telah meluangkan waktunya
untuk memberikan arahan dan petunjuknya atas penelitian penulis, semoga
Allah SWT membalasnya sebagai amal jariyah. Disamping itu, tidak lupa
pula penulis haturkan terima kasih kepada:
1.
Pusdiklat Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah memberikan
beasiswa kepada penulis selama mengikuti studi di program studi
Magister/ Pascasarjana Jurusan Statistika, FMIPA, ITS Surabaya.
2.
Kepala BPS Provinsi Papua, Bapak Ir. J.A Djarot Soetanto, MM yang
telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh studi S2 di
ITS.
3.
Ketua Jurusan Statistika ITS, Bapak Dr. Muhammad Mashuri, M.T,
dan Ketua Program Studi Pascasarjana Statistika ITS, Bapak Prof. Dr.
Drs. I Nyoman Budiantara, M.S. yang telah memberikan arahan, dan
fasilitas selama proses perkuliahan.
4.
Para Dosen pengajar serta seluruh Staf Administrasi Akademik,
Perpustakaan dan Laboratorium Komputasi Jurusan Statistika yang
telah berkenan memberikan bantuannya.
5.
Bapak Dr. Suhartono, M.Sc, Dr. Sony Sunaryo, M.Si dan Dr.
Mohammad Dokhi, S.Si., M.Sc selaku penguji atas masukan, kritikan
dan sarannya untuk perbaikan tesis ini.
6.
Rekan-rekan seperjuangan di Blok U (Farid, Mas Ju dan Aa), rekanrekan di Gang Makam (Agung, Adi, Andi, Aang, Ucik, Dewi, Yuni)
“Pak Lurah” pemegang jabatan abadi yang sangat peduli kepada Batch
5 ITS, anggota “badminton mania” (Ari, Adit, Pak Rudy, mas Agus),
Eno, Sam, mbak Nur dan mbak Yenita, yang selalu bersama dalam
segala hal dan setia menemani dalam suka maupun duka.
7.
Temen-temen di Atlas Sports Club dan semua personil Helionz Fight
Club Surabaya yang telah menemani penulis selama menempuh
pendidikan di Surabaya untuk tetap hidup sehat.
8.
Semua pihak yang telah memberikan semangat dan bantuannya yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga kritik dan saran membangun akan sangat diharapkan. Akhirnya,
semoga tesis ini dapat memberikan manfaat yang maksimal dan berguna
kepada segenap pihak.
Surabaya, Januari 2012
Penulis.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................. iii
ABSTRACT ............................................................................................ v
KATA PENGANTAR .......................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 4
1.5 Batasan Masalah .................................................................. 4
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1 Model Regresi Linier ........................................................... 5
2.2 Model Regresi Spasial ......................................................... 5
2.3 Uji Lagrange Multiplier ....................................................... 6
2.4 Estimasi Parameter dengan Generalized Spatial Two
Stage Least Squares ........................................................... 12
2.5 Matriks Penimbang Spasial ................................................ 16
2.6 Keterkaitan antar variabel .............................................. 18
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data ...................................................................... 21
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ..................... 21
3.2.1 Variabel Penelitian .................................................... 21
3.2.2 Definisi Operasional.................................................. 22
3.2.3 Peta Jawa Timur ........................................................ 23
3.3 Konstruksi Model ............................................................... 24
3.4 Metode Analisis ...................................................................25
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Algoritma Pemrograman dan Desain Tampilan
Antarmuka Pengguna ......................................................... 29
4.1.1 Algoritma Statistik Uji Lagrange Multiplier dan
Estimasi Parameter dengan GS2SLS ........................ 29
4.1.2 Desain Tampilan Antarmuka Pengguna .................... 33
4.2 Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur ................. 33
4.2.1 Deskripsi Pertumbuhan ekonomi dan
Variabel yang mempengaruhi ................................. 33
4.2.2 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan variabel
yang mempengaruhi ................................................35
4.2.3 Matriks Penimbang Spasial .....................................43
4.2.4 Identifikasi Efek Spasial ..........................................44
4.2.5 Model Regresi Spasial .............................................46
4.2.6 Interpretasi Model .................................................. 49
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................ 51
5.2 Saran.................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 53
LAMPIRAN ......................................................................................... 57
BIODATA PENULIS ........................................................................... 85
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif PDRB dan Variabel yang Mempengaruhi ...34
Tabel 4.2 Koefisien Korelasi dan P-value antar Variabel Penelitian .......... 42
Tabel 4.3 Hasil uji Lagrange Multiplier untuk model SAR rook/queen
contiguity dan SAR customized ………………………………..45
Tabel 4.4 Estimasi Parameter model SAR yang signifikan ( = 0,05)
berdasarkan matrik penimbang rook/queen contiguity
dan customized ......................................................................... .46
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ilustrasi contiguity ............................................................... 17
Gambar 3.1 Peta Jawa Timur .................................................................. 24
Gambar 4.1 Desain tampilan antar muka pengguna (graphical user
interface) program aplikasi estimasi parameter model
regresi spasial dengan prosedur GS2SLS ............................. 33
Gambar 4.2 Diagram pencar antara PDRB dan kepadatan penduduk ...... 36
Gambar 4.3 Diagram pencar antara PDRB dan TPAK............................ 37
Gambar 4.4 Diagram pencar antara PDRB dan TPT ............................... 38
Gambar 4.5 Diagram pencar antara PDRB dan ABH ............................. 39
Gambar 4.6 Diagram pencar antara PDRB dan PAD .............................. 40
Gambar 4.7 Diagram pencar antara PDRB dan DAU ............................. 41
Gambar 4.8 Diagram pencar antara PDRB dan belanja modal ............... 42
Gambar 4.9 Peta Kabupaten Jawa Timur................................................ 43
Gambar 4.10 Peta Kabupaten/Kota dengan matriks penimbang
customized .......................................................................... 44
Rencana proposal
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
yang
terdiri
atas
provinsi,
kabupaten/kota, serta bagian-bagian daerah yang lebih kecil pembangunannya tidak
dapat dipisahkan antara pembangunan nasional dengan pembangunan daerah.
Pembangunan daerah merupakan penjabaran dari pembangunan nasional dalam
upaya mencapai sasaran pembangunan sesuai dengan potensi, aspirasi, serta
permasalahan pembangunan di daerah. Pembangunan daerah mencakup seluruh
kegiatan pembangunan sektoral yang berlangsung di daerah yang dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat (Nugroho & Dahuri, 2004).
Pada umumnya, pembangunan nasional maupun daerah lebih ditekankan
pada pembangunan di bidang ekonomi yang pada pada hakekatnya dilaksanakan
untuk meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat.
Pemahaman yang spesifik mengenai karakteristik dan potensi daerah menjadi sangat
penting dalam mengimplementasikan pembangunan ekonomi baik pada tingkat
nasional maupun daerah. Karakteristik dan potensi yang berbeda-beda antar daerah
menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan
ekonomi. Setiap daerah dituntut harus mampu mengidentifikasi karakteristik dan
potensi yang ada secara cermat agar tujuan pembangunan ekonomi dapat tercapai
dan tepat sasaran.
Jawa Timur merupakan salah satu barometer pembangunan nasional setelah
DKI Jakarta dan Jawa Barat. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan IV
tahun 2009 dibandingkan dengan triwulan III (2009) mengalami kontraksi sebesar
0,89%, dan apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya
(2008) mengalami pertumbuhan sebesar 5,16%. Secara kumulatif sampai dengan
triwulan IV atau selama Januari – Desember 2009, ekonomi Jawa Timur tumbuh
sebesar 5,01%. Sumber pertumbuhan tertinggi diberikan oleh sektor perdagangan,
hotel dan restoran 1,79%, diikuti sektor pengangkutan dan komunikasi 0,72%, sektor
industri pengolahan 0,68%, sektor pertanian 0,65% dan sektor jasa-jasa 0,54%.
1
Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur diikuti dengan
keberhasilan pemerintah dalam menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan.
Pada tahun 2008 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Timur sebesar 6,4%
turun menjadi 5,08% pada tahun 2009. Sementara itu Pada tahun 2007 persentase
penduduk miskin Jawa Timur sebesar 19,98%, tahun 2008 menjadi sebesar 18,51%
dan tahun 2009 menjadi 17,68%. (BPS,2010).
Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi, pertumbuhan yang tinggi
merupakan sasaran utama bagi setiap daerah. Salah satu tolok ukur keberhasilan
pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan
ketimpangan pendapatan antar penduduk.
Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi telah dilakukan oleh beberapa
peneliti diantaranya oleh Sitompul (2007), Rustiono (2008), dan Yunan (2009).
Sitompul menggunakan analisis regresi OLS untuk melihat pengaruh investasi,
jumlah tenaga kerja dan kondisi perekonomian Indonesia sebelum dan sesudah krisis
ekonomi terhadap PDRB Sumatera Utara. Rustiono menganalisa pengaruh angkatan
kerja, investasi, realisasi PMDN dan belanja pemerintah terhadap PDRB Provinsi
Jawa Tengah 1985 – 2006 dengan menggunakan analisis regresi linier. Dengan
metode analisis yang sama, Yunan meneliti kaitan antara pertumbuhan ekonomi
dengan pengeluaran pemerintah dan jumlah tenaga kerja di Indonesia periode 1988 –
2007. Sementara itu, Ranis dan Stewart (2001) melakukan analisis pertumbuhan
ekonomi pada 76 negara berkembang di Amerika Latin periode 1960 - 1992 dengan
menggunakan unsur-unsur pembentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
distribusi pendapatan dan tingkat investasi domestik.
Model yang melibatkan beberapa persamaan yang saling terkait dapat
dibangun dengan ekonometrika. Model ini bertujuan untuk menguji kebenaran
teorema-teorema
ekonomi berupa
hubungan
antarvariabel ekonomi secara
kuantitatif. Penelitian ekonometrika terdahulu seringkali tidak menyertakan pengaruh
kewilayahan dalam modelnya. Padahal keterkaitan antar wilayah dalam fenomena
ekonomi merupakan hal yang sudah lazim terjadi. Model ekonometrika yang
melibatkan pengaruh keterkaitan wilayah dinamakan ekonometrika spasial.
Menurut Anselin (1988), ekonometrika spasial digunakan untuk menganalisis
keberadaan spatial effect yang meliputi spatial dependence dan spatial heterogeneity
yang sebenarnya merupakan fenomena yang terjadi pada data spasial. Fenomena ini
2
tidak dapat digambarkan oleh metode ekonometrika lainnya. Interaksi variabelvariabel penjelas dan variabel respon di suatu daerah dan variabel-variabel penjelas
dan variabel respon di daerah lain akan diuji pada analisis spasial. Spatial
dependence terjadi akibat adanya dependensi dalam data cross-section. Sedangkan
spatial heterogeneity terjadi akibat adanya perbedaan antara satu region dengan
region lainnya (efek region random). Menguji keberadaan efek region random dalam
model regresi sangat penting karena mengabaikan kedua hal tersebut akan
menyebabkan estimasi menjadi tidak efisien dan kesimpulan yang diperoleh menjadi
tidak tepat.
Salah satu ciri khas yang terdapat pada model regresi spasial adalah adanya
saling ketergantungan antar wilayah yang menyebabkan estimasi model menjadi
lebih kompleks. Jika unit observasi pada variabel respon saling berhubungan antar
lokasi maka dikatakan terdapat spasial lag pada model. Suatu model regresi spasial
yang mengandung spatial lag biasa disebut juga dengan model spasial autoregressive
(SAR) atau model spasial lag. Jika error antar lokasi saling berhubungan satu sama
lain, maka model regresi spasial yang terbentuk disebut model spasial error (SEM).
Pada model regresi spasial gabungan (model campuran antara SAR dan SEM) Atau
model spatial autoregressive with autoregressive disturbance, variabel respon yang
mengandung spatial lag saling berhubungan dengan error-nya. Kondisi ini
mengakibatkan estimasi parameter menggunakan ordinary least squares (OLS)
menghasilkan penduga
yang tidak konsisten.
Estimasi parameter
dengan
menggunakan prosedur generalized spatial two stage least squares (GS2SLS) dapat
digunakan untuk menduga model regresi spasial yang mengandung spasial lag
sekaligus spasial error. Estimasi dengan prosedur ini akan menghasilkan estimator
yang konsisten (Kelejian & Prucha, 1998).
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang dirumuskan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana menyusun program aplikasi untuk mengestimasi parameter model
campuran atau model spatial autoregressive with autoregressive disturbances
menggunakan prosedur generalized spatial two stage least squares (GS2SLS)?
3
2.
Bagaimana membuat model pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur
dengan pendekatan model regresi spasial?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.
Menyusun program aplikasi untuk menduga parameter model spatial
autoregressive with autoregressive disturbances menggunakan prosedur
generalized spatial two stage least squares (GS2SLS).
2.
Membuat model regresi spasial pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1.
Mengembangkan wawasan keilmuan dan pengetahuan mengenai estimasi
model spasial dengan menggunakan metode generalized spatial two stage least
squares (GS2SLS).
2.
Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
di Provinsi Jawa Timur.
1.5
Batasan Permasalahan
Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada pengkajian mengenai estimasi
model spasial autoregressive with autoregressive disturbances menggunakan
prosedur GS2SLS. Penentuan bobot spasial (W) ditetapkan dengan pendekatan
contiguity (ketetanggaan), yaitu dengan menggunakan queen contiguity, rook
contiguity dan customized. Pertumbuhan ekonomi diukur dengan PDRB atas dasar
harga konstan tahun dasar 2000. Ruang lingkup penelitian adalah kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Timur periode 2009.
4
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1
Model Regresi Linier
Analisis regresi merupakan analisis untuk mendapatkan hubungan dan model
matematis antara variabel respon (y) dan satu atau lebih variabel penjelas (X). Secara
umum hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut (Draper & Smith, 1998):
=
+
dimana
,
,…,
asumsi
~ (0,
+⋯+
+
i = 1, 2, 3,…, n
merupakan parameter regresi, dan
(2.1)
adalah error regresi dengan
). Persamaan (2.1) dapat disajikan dalam notasi matriks sebagai
berikut :
=
+
(2.2)
dimana y adalah vektor berukuran
vektor berukuran ( + 1) × 1, dan
ditaksir dengan
=(
)
× 1, X matriks berukuran
vektor berukuran
× ( + 1) ,
× 1. Nilai parameter regresi
. Ada beberapa asumsi pada model regresi yang
harus dipenuhi, yaitu :
1.
(ε ) = 0
2.
(ε ) =
3.
ε ,ε
2.2
= 0, untuk ≠
Model Regresi Spasial
Istilah Ekonometrika Spasial pertama kali diperkenalkan oleh Jean Paelinck
dan Klassen melalui bukunya Spatial Econometrics sekitar tahun 1970-an yang
membahas mengenai estimasi dan pengujian yang dihadapi dalam pelaksanaan
model ekonomi multiregional. Sejak istilah ini dikeluarkan, ekonometrika spasial
telah diterima secara luas sebagai suatu model dan metode analisis (Anselin, 1988).
Anselin (1988) mengembangkan model spasial dengan menggunakan data
cross section. Spesifikasi model regresi spasial umum yang dikembangkan oleh
Anselin adalah sebagai berikut :
=
dimana
+
+
=
+
(2.3)
5
dengan
~ ( ,
)
Pada model ini,
dan
merupakan vektor variabel respon yang berukuran
adalah matriks variabel penjelas yang berukuran
matriks parameter yang berukuran ( + 1) × 1,
autoregressive,
× ( + 1),
adalah koefisien
merupakan koefisien spasial error. Sedangkan
matriks penimbang berukuran
×
dan
×1
adalah
spasial
adalah
yang menunjukkan keterkaitan variabel
respon dan error antar wilayah. Beberapa model yang dapat dibentuk dari model
regresi spasial umum (2.3) adalah :
1.
jika
= 0 dan
=
= 0, maka persamaan (2.3) menjadi :
+ ,
yang merupakan model regresi linier klasik tanpa ada pengaruh spasial.
2.
jika
≠ 0 dan
=
+
= 0, maka persamaan (2.3) menjadi :
+ ,
yang biasa disebut juga dengan model spasial error (SEM)
3.
jika
= 0 dan
=
+
≠ 0, maka persamaan (2.3) menjadi :
+
yang disebut juga dengan model spasial autoregressive (SAR) atau biasa disebut
juga dengan Spatial Lag Model (SLM).
4.
jika
≠ 0 dan
=
+
≠ 0, maka persamaan (2.3) menjadi :
+
+
yang disebut dengan model gabungan antara SAR dan SEM atau biasa juga
disebut dengan model Spatial autoregressive moving average (SARMA) atau
model Spatial autoregressive with autoregressive disturbances.
2.3 Uji Lagrange Multiplier
Keterkaitan antar wilayah merupakan pembeda antara model regresi umum dan
model regresi spasial. Jika unit observasi pada variabel respon saling berhubungan,
atau error antar lokasi saling berhubungan, maka model regresi spasial dapat
dibentuk. (Kelejian & Prucha, 1998)
Menguji keberadaan efek region random untuk membangun model regresi
spasial sangat penting. Jika diabaikan maka akan mengakibatkan penduga parameter
yang diperoleh menjadi tidak efisien sehingga kesimpulan yang dihasilkan menjadi
tidak tepat (Anselin, 2005).
6
Uji Lagrange Multiplier (LM) merupakan uji berdasarkan estimasi di bawah
hipotesis nol. Suatu distribusi dengan
= ( ,…,
parameter yang tidak diketahui, yaitu
) mempunyai fungsi likelihood ( ) dan fungsi ln likelihood-ln ( ).
Misalkan suatu uji hipotesis akan dilakukan untuk
: ℎ ( ) = 0,
parameter dimana
< , yaitu:
= 1,2, … ,
maka akan diperoleh suatu fungsi lagrangian sebagai berikut:
= ( )−∑
ℎ( )
Turunan pertama dari fungsi lagrangian tersebut terhadap parameter
dan
adalah:
=
−
=ℎ
dimana
=0
=0
merupakan vektor berukuran
× 1 yang elemen-elemen ke- -nya
merupakan turunan pertama dari fungsi ln ( ) terhadap
=
|
|
( = 1,2, … , ,), yaitu
merupakan turunan pertama dari fungsi ℎ ( ) terhadap
.
. Dan
merupakan vektor lagrange multiplier yang berukuran
, yaitu
× 1.
Statistik LM test didefinisikan (Breusch dan Pagan, 1980) sebagai berikut:
=
ѱ
(2.4)
dimana ѱ merupakan matriks informasi berukuran
×
yang elemen-elemennya
berisi turunan kedua terhadap masing-masing parameter yang diestimasi.
ѱ=
( )
−
|
(2.5)
Statistik uji LM di atas akan mengikuti distribusi
( ).
Model regresi umum dari persamaan (2.3) dapat ditulis ulang sebagai berikut:
=( −
( −
)
) =
=( −
+( −
)
+
(2.6)
)
(2.7)
Substitusikan persamaan (2.7) ke persamaan (2.6), sehingga diperoleh:
( −
) =
( −
)
+( −
=( −
)
) −
Kemudian kalikan semua ruas dengan ( −
=( −
)[( −
) −
]
) , maka akan diperoleh:
(2.8)
7
Jacobian untuk persamaan (2.8) adalah:
=| −
=
|| −
|
(2.9)
dengan fungsi Gaussian diperoleh fungsi likelihood untuk residual adalah:
/
, ) = ( )| |
L(
dimana
−
(2.10)
merupakan matriks variance-covariance dari
| |=
| |, sedangkan
L(
=
, ) = ( )(
Fungsi likelihood
. Nilai
. Sehingga akan diperoleh:
/
)
=
,
−
(2.11)
dapat diperoleh dengan mensubstitusikan
pada persamaan
(2.8) ke persamaan (2.11) dan mengalikan dengan Jacobian-nya, sehingga diperoleh
fungsi likelihood:
, , ) = ( )(
L( , ,
−
) | −
1
{( −
2
|| −
)[( −
) −
|+
]} {( −
)[( −
) −
]}
(2.12)
Sedangkan fungsi ln likelihood-nya adalah:
ℒ( , ,
−
, , )= ( )−
1
2
{( −
(
2
)[( −
)+
) −
| −
]} {( −
|+
| −
)[( −
|+
) −
]}
(2.13)
i)
Uji LM untuk Spasial Autoregressive
Model spasial autoregressive (SAR) pada persamaan (2.3) dapat disajikan
dalam bentuk sebagai berikut:
=( −
)
dimana ~ ( ,
=( −
+( −
)
) merupakan residual dari model spasial autoregressive dengan:
) −
Jacobian untuk persamaan residual di atas adalah:
=
=| −
|
sehingga diperoleh fungsi likelihood:
L( ,
, , )= (
) | −
−
{[( −
|
) −
8
] [( −
) −
]}
(2.14)
Sedangkan fungsi ln likelihood-nya adalah:
, , )= −
ℒ( ,
(
2
)+
{[( −
−
| −
|+
) −
] [( −
) −
]}
(2.15)
Hipotesis yang akan diuji adalah:
:
= 0 lawannya
:
≠0
Fungsi Lagrangian yang akan terbentuk adalah:
, , ) − ℎ( )
= ℒ( ,
Turunan pertama dari fungsi lagrangian tersebut dengan konstrain ℎ( ) = , adalah:
=
=
ℒ( ,
, , )
ℒ( ,
, , )
ℒ( ,
=
−
−
ℎ( )
=0
=0
, , )
= −ℎ ( ) = − = 0
Sehingga diperoleh lagrange multiplier:
=
ℒ( ,
=
=
, , )
=− ( −
)
+
[( −
) −
]
(2.16)
Menurut Anselin (1988) matriks informasi ѱ untuk uji LM SAR adalah:
ѱ=( + )
dimana
=
(
=
) (
{
+
= − (
dan
=
)
′ }
)
Adalah matriks penimbang spasial. Apabila
=
{(
+
sama, maka
) }.
Uji hipotesis dilakukan di bawah
, dimana
= 0, maka akan diperoleh nilai
sebagai berikut:
=
dan
( −0 )
+
[( − 0
) −
9
]
=
1
( )+
[ −
]
Karena matriks penimbang
memiliki diagonal utama sama dengan nol, maka
( ) = 0, sedangkan ( −
) merupakan nilai vektor residual dari model regresi
OLS, sehingga diperoleh:
′
=
Dengan demikian diperoleh nilai statistik uji LM untuk model SAR sebagai berikut:
=
ѱ
1
=
′
=
Statistik uji
1
( + )
′
′
( + )
mengikuti distribusi
(2.17)
( ).
akan ditolak jika LM >
( ),
yang
berarti terdapat efek spasial autoregressive.
ii)
Uji LM untuk Spasial Error
Model spasial error (SEM) pada persamaan (2.3) dapat disajikan dalam bentuk
sebagai berikut:
=
+
=( −
)
maka:
=
+( −
=( −
~ ( ,
dimana
)
)( −
)
(2.18)
) . Dari persamaan (2.18) dapat diperoleh jacobian sebagai
berikut:
=
=| −
|
sehingga diperoleh fungsi likelihood:
L( ,
, , )= (
) | −
|
L( ,
, , )= (
) | −
|
−
[( −
−
)( −
Sedangkan fungsi ln likelihood-nya adalah:
10
)] [( −
)( −
)]
(2.19)
ℒ( ,
, , )= −
(
2
)+
{[( −
−
| −
|+
)] [( −
)( −
)( −
)]}
(2.20)
Hipotesis yang akan diuji adalah:
:
= 0 lawannya
:
≠0
Fungsi Lagrangian yang akan terbentuk adalah:
= ℒ( ,
, , ) − ℎ( )
Turunan pertama dari fungsi lagrangian tersebut dengan konstrain ℎ( ) = , adalah:
=
=
ℒ( ,
, , )
ℒ( ,
, , )
ℒ( ,
=
ℎ( )
−
−
=0
=0
, , )
= −ℎ ( ) = − = 0
Sehingga diperoleh lagrange multiplier:
=
=
=
ℒ( ,
, , )
=− ( −
)
+
( −
)′ ( −
)′( −
)
(2.21)
Menurut Anselin (1988) matriks informasi ѱ untuk uji LM SEM adalah:
ѱ=
dimana
=
dan
=
{
+
′ }
Adalah matriks penimbang spasial. apabila
=
{(
+
dan
sama, maka
) }.
Uji hipotesis dilakukan di bawah
, dimana
= 0, maka akan diperoleh nilai
sebagai berikut:
= − ( − 0.
=
( )+
1
)
( −
+
)
( −
)′( − 0.
( −
)
11
)′ ( −
)
Karena matriks penimbang
memiliki diagonal utama sama dengan nol, maka
( ) = 0, sedangkan ( −
) merupakan nilai vektor residual dari model regresi
OLS, sehingga diperoleh:
=
1
Dengan demikian diperoleh nilai statistik uji LM untuk model SEM sebagai berikut:
=
=
ѱ
1
=
1
′
′
′
Statistik uji
(2.22)
mengikuti distribusi
( ).
akan ditolak jika LM >
( ),
yang
berarti terdapat efek spasial error.
Kedua uji LM ini, perlu dilakukan untuk menentukan model regresi spasial apa
yang akan terbentuk. Apabila Kedua uji spasial di atas ternyata menolak
, berarti
model regresi spasial yang terbentuk adalah model regresi spasial autoregressive
with autoregressive disturbance atau model regresi spasial campuran.
2.4
Estimasi Parameter dengan Generalized Spatial Two-Stage Least Squares
Ada 3 tahapan dalam melakukan estimasi parameter dengan generalized spatial
two stage least squares (GS2SLS). Pada tahap awal, model spasial umum persamaan
(2.3) diduga dengan menggunakan metode two-stage least squares (2SLS).
Kemudian pada tahap kedua parameter spasial error ( ) diduga dengan generalized
moment method (GMM). Pada tahap ketiga, Model regresi yang diperoleh pada tahap
pertama diduga ulang dengan menggunakan 2SLS setelah model tersebut
ditransformasi Cochran Orcutt untuk menghitung penduga parameter spasial
autoregressive (λ) pada model akhir (Kalejian & Prucha, 1998).
Persamaan model regresi spasial umum (2.3) dapat disederhanakan menjadi
persamaan sebagai berikut :
=
+
dimana
dengan
( ,
=
+
(2.23)
merupakan matriks gabungan antara
) dan
dengan
atau bisa ditulis juga
= ( , ) yang merupakan vektor yang berisi penduga parameter
12
dan
. Dengan menerapkan transformasi Cochrane-Orcutt maka model pada
persamaan (2.7) dapat disajikan sebagai berikut :
∗
∗
=
∗
dimana
+
=
(2.24)
−
dan
∗
=
−
.
Prosedur estimasi parameter dengan menggunakan GS2SLS adalah :
i)
Tahap 1 : Estimasi parameter model spasial autoregressive
Pada model regresi spasial umum, elemen spasial autoregressive yaitu vektor
saling berhubungan dengan error ( ) (bukti pada lampiran 8). Hal ini berakibat
tidak dapat diduga secara konsisten dengan OLS karena [(
) ] ≠ 0. Sehingga
diduga dengan metode 2SLS.
=( ′ )
′
(2.25)
dimana
=
=
,
,
=
=
( ′ )
′
Pendugaan dengan menggunakan metode 2SLS membutuhkan variabel
instrumen
. Pada tahap ini variabel instrumen yang digunakan berupa gabungan
antara matriks
dan
= ( ,
atau
taksiran spasial autoregressive :
=
+
). Pada tahap ini dihasilkan model
. Dari model ini, dapat dihitung nilai
residual tiap pengamatan yang hasilnya akan digunakan untuk memperoleh penduga
parameter spasial error pada tahap kedua.
ii)
Tahap 2 : Estimasi Parameter
Parameter
akan diduga dengan menggunakan GMM. Dari model yang
diperoleh pada tahap 1, akan diperoleh nilai
. Selisih antara
dihasilkan nilai residual yang dinotasikan dengan
dengan
akan
. Nilai residual yang diperoleh
pada tahap pertama akan digunakan sebagai vektor pengamatan untuk variabel
random u pada model spasial error.
Dari persamaan (2.3) diperoleh :
=
−
=
misalkan
=
maka :
−
(2.26)
Jika kedua ruas pada persamaan (2.26) dikalikan dengan M
13
=
=
=
dengan
−
−
(2.27)
dan
=
.
Dengan melakukan manipulasi persamaan (2.26) dan (2.27) yaitu dengan
mengkuadratkan persamaan (2.26) dan persamaan (2.27), kemudian mengalikan
persamaan (2.26) dengan (2.27) dan membagi setiap persamaan dengan n, maka
diperoleh tiga persamaan hasil manipulasi sebagai berikut :
2
′ −
′ +
′ =
′
2
′ −
′ +
′ =
′
( ′ + ′ )−
′ +
′ =
′
(2.28)
Persamaan (2.28) dapat dibentuk menjadi persamaan momen sebagai berikut:
2
( ′ )−
(
)+
(
)−
(
2
E( ′ ) −
(
)+
(
)−
( ′ )= 0
( ′ + ′ )−
(
)+
(
)−
)=
(
)=
(2.29)
dimana,
(
)=
̅=
=
(
′
)= [
=
(
′
)]
[ (
′
)]
=
(
( ′ )
)=0
Sehingga persamaan (2.13) menjadi :
2
( ′ )−
(
)+
2
E( ′ ) −
(
)+
(
(
)+0−
( ′ + ′ )−
(
−
)=
)−
( ′ )=
(
)=
(2.30)
Persamaan (2.30) dapat disajikan dalam bentuk matrikss sebagai berikut:
2
2
( ′ )
E( ′ )
( ′ + ′ )
−
−
−
(
(
(
)
)
)
1
(
)
0
14
−
(
)
( ′ ) =
(
)
(2.31)
Menurut Kalejian dan Prucha (1995) ada dua penaksir yang akan diduga yaitu
dan
. Penduga ini dapat diperoleh dari nilai
dan . Dari matriks (2.31), maka
diperoleh bahwa :
2
2
=
( ′ )
E( ′ )
( ′ + ′ )
(
(
(
−
−
−
)
)
)
1
(
)
0
=
(
)
( ′ )
(
)
=
=
Misalkan
−
(2.32)
=
,
=
dan
diperoleh dari tahap pertama. Maka penaksir
′
′
′ + ′
=
=
−
−
−
,
dan
merupakan parameter yang
adalah G dan g yaitu:
1
(
)
0
′
(2.33)
Sehingga diperoleh persamaan empiris untuk kondisi momen, yaitu:
=
−
(2.34)
dimana v merupakan vektor residual. Hasil penaksiran dengan Generalized Moment
Method didefinisikan sebagai hasil meminimumkan jumlah kuadrat residual atau
,dengan langkah-langkah sebagai berikut:
=[ −
=
][ −
−
Hasil dari
]
−
+ ′ ′
berupa skalar maka
=(
) =(
)
(2.35)
simetris. Sehingga
= ′
(2.36)
Nilai taksiran α dapat diperoleh dengan meminimumkan nilai kuadrat residual, yaitu:
′
= −2
+2
=0
= ′
15
Sehingga nilai taksiran
=[
iii)
]
adalah:
′
(2.37)
Tahap 3 : Estimasi Model Akhir
Tahapan terakhir pada prosedur GS2SLS adalah tahapan pendugaan model
akhir. Penduga parameter spasial error ( ) yang diperoleh pada tahap kedua
digunakan untuk menduga parameter
tahap ketiga. Prosedur yang dilakukan sama
dengan yang dilakukan pada tahap 3, yaitu dengan menggunakan metode 2SLS.
Hanya saja pada tahap ini, variabel awal di transformasi dengan menggunakan
transformasi Cochran Orcutt (Kelejian &Prucha, 1998).
disebut juga dengan
penduga generalized spatial two stage least square atau penduga GS2SLS. yang
diperoleh melalui formula :
=[
∗
∗
]
∗
∗
(2.38)
dimana,
∗
∗
=
=
( ′ )
′
merupakan variabel instrument yaitu (
∗
=
=
∗
=
(
)∗
∗
−
−
−
=
∗,
∗)
atau (
∗,
∗)
−
Setelah penduga
diperoleh, maka model spatial autoregressive with
autoregressive disturbances dapat dibentuk dengan mengembalikan variabel
transformasi ke bentuk semula.
2.5
Matriks Penimbang Spasial
Matriks penimbang spasial (W) biasanya ditentukan berdasarkan informasi atau
kedekatan antara satu wilayah dengan wilayah lain (neighborhood). Menurut LeSage
(1999) ada beberapa metode untuk mengukur kedekatan dengan menggunakan asas
persinggungan (contiguity) wilayah, diantaranya adalah:
1.
Linear contiguity (persinggungan tepi); mendefinisikan
= 1 untuk wilayah
yang berada di tepi (edge) kiri maupun kanan region yang menjadi perhatian,
= 0 untuk wilayah lainnya.
16
2.
Rook contiguity (persinggungan sisi); mendefinisikan
= 1 untuk wilayah
yang bersisian (common side) dengan wilayah yang menjadi perhatian,
=0
untuk wilayah lainnya.
3.
Bishop contiguity (Persinggungan sudut); mendefinisikan
= 1 untuk
wilayah yang titik sudutnya (common vertex) bertemu dengan wilayah yang
menjadi perhatian,
4.
= 0 untuk wilayah lainnya.
Double linear Contiguity (Persinggungan dua tepi); mendefinisikan
=1
untuk dua entitas yang berada di sisi (edge) kiri dan kanan wilayah yang
menjadi perhatian,
5.
= 0 untuk wilayah lainnya.
Double rook Contiguity (Persinggungan dua sisi); mendefinisikan
=1
untuk dua entitas di kiri, kanan, utara dan selatan wilayah yang menjadi
perhatian,
6.
= 0 untuk wilayah lainnya.
Queen contiguity (Persinggungan sisi sudut); mendefinisikan
= 1 untuk
dua entitas yang bersisian (common side) atau titik sudutnya (common vertex)
bertemu dengan wilayah yang menjadi perhatian,
= 0 untuk wilayah
lainnya.
Matriks penimbang spasial merupakan matriks dengan diagonal utama bernilai
nol. Proses standarisasi perlu dilakukan terhadap matriks penimbang spasial agar
diperoleh jumlah baris yang unity, yaitu jumlah barisnya sama dengan satu.
Sebagai contoh, disajikan Gambar 2.1 yang merupakan ilustrasi dari lima
region yang tampak pada suatu peta.
(4)
(3)
(5)
(2)
(1)
Gambar 2.1 Ilustrasi contiguity (persinggungan)
Apabila digunakan metode rook contiguity maka diperoleh susunan matrikss
berukuran 5 × 5 sebagai berikut :
17
1 2 3
1 0
2 ⎡1
⎢
3 ⎢0
4 ⎢0
5 ⎣0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
4
5
0
0
1
0
1
0
0⎤
⎥
1⎥
1⎥
0⎦
baris dan kolom menyatakan wilayah yang ada pada peta. Matriks penimbang spasial
merupakan matriks simetris dengan diagonal utamanya selalu sama dengan nol.
Matriks penimbang biasanya ditransformasi sedemikian rupa sehingga penjumlahan
setiap unit pada baris sama dengan satu. Setelah ditransformasi, maka matrikss
penimbang di atas menjadi :
⎡
⎢
=⎢
⎢
⎣
2.6
0 1
1 0
0 0
0 0
0 0
0
0
0
0
0 ⎤
0
⎥
0,5 0,5⎥
0
0,5 0 0,5⎥
0,5 0,5 0 ⎦
Keterkaitan antar Variabel
Gambaran kondisi perekonomian suatu wilayah dapat diperoleh dengan
mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi yang sering dikenal dengan konsep Produk
Domestik Bruto (PDRB) sebagai salah satu indikator ekonomi regional. Laju
pertumbuhan PDRB akan memperlihatkan proses kenaikan output perkapita dalam
jangka panjang. Penekanan pada “proses”, karena itu mengandung unsur dinamis,
perubahan atau perkembangan. Oleh karena itu pemahaman indikator pertumbuhan
ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya tahunan. Aspek
tersebut relevan untuk dianalisa (Rustiono, 2008).
Pertumbuhan ekonomi diartikan
sebagai
kenaikan Produk Domestik
Bruto/Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih
besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan
struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999).
Menurut teori pertumbuhan ekonomi klasik, pertumbuhan ekonomi bergantung
pada faktor-faktor produksi yang meliputi tingkat pertambahan barang modal, tingkat
pertambahan tenaga kerja dan tingkat pertambahan teknologi (Sukirno, 2000).
Sementara itu, menurut teori pertumbuhan Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan
ekonomi selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan
18
kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan
penyempurnaan teknologi (Todaro, 2000).
Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory) menurut Romer (1994)
memberikan penekanan pada pertumbuhan yang bersifat endogen. Pertumbuhan
ekonomi merupakan hasil dari dalam sistem ekonomi. Teori ini menganggap bahwa
pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan oleh sistem produksi, bukan berasal dari luar
sistem (lihat Rustiono, 2008).
Menurut Todaro (2000) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan
kerja (AK) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu
pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah
tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran
pasar domestiknya lebih besar. Pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan
penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam
menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut.
Omposunggu (2010) dalam penelitiannya mengenai pengaruh realisasi
pendapatan dan belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara
memperoleh temuan bahwa realisasi pendapatan asli daerah, realisasi pendapatan
transfer, realisasi lain-lain pendapatan yang sah dan realisasi belanja daerah
berpengaruh signifikan terhadap variabel respon pertumbuhan ekonomi daerah, baik
secara simultan maupun secara parsial.
Studi yang dilakukan oleh ekonom Arthur Okun mengindikasikan hubungan
negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran, semakin tinggi tingkat
pengangguran, semakin rendah tingkat pertumbuhan ekonomi (Bank Indonesia,
2006).
Ranis dan Stewart (2001) melalui penelitiannya mengenai pertumbuhan
ekonomi di 76 negara berkembang di Amerika Latin pada periode 1960 - 1992
menunjukkan bahwa kemampuan baca tulis, angka harapan hidup, investasi dan
distribusi pendapatan berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sodik (2006) melakukan studi mengenai pertumbuhan ekonomi di Indonesia
dengan menggunakan data panel pada periode 1993 - 2003. Hasil studi tersebut
menunjukkan bahwa investasi swasta tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi regional, sedangkan pengeluaran pemerintah (pengeluaran pembangunan
dan pengeluaran rutin) berpengaruh dengan tanda negatif terhadap pertumbuhan
19
ekonomi regional. Variabel angkatan kerja berpengaruh signifikan dengan tanda
negatif untuk tahun 1993 – 2003. Sementara itu, Wibisono (2001) menemukan bukti
bahwa propinsi-propinsi yang memiliki modal dasar yang tinggi akan tumbuh lebih
cepat. Selain itu, penelitiannya juga menunjukkan bahwa faktor letak geografis
wilayah mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.
Penelitian yang dilakukan Suryanto (2011) menunjukkan bahwa angkatan kerja
dan belanja pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa
Tengah. Hasil serupa juga diperoleh melalui penelitian yang dilakukan oleh Rustiono
(2008) di Jawa Timur periode 2008.
Berdasarkan studi literatur di atas, maka penulis akan melakukan penelitian
mengenai pengaruh kepadatan penduduk, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Angka Buta Huruf (ABH),
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan belanja modal
Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur.
20
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Sumber data
Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari beberapa sumber, yaitu
publikasi Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, situs resmi Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (DJPK), dan situs resmi Bappenas. Kepadatan penduduk,
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat pengangguran Terbuka (TPT),
dan Angka Buta Huruf (ABH) diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik provinsi
Jawa Timur. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan belanja modal pemerintah diperoleh
dari situs resmi DJPK. Sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) diperoleh melalui
situs resmi Bappenas. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
pada tingkat kabupaten/kota tahun 2009, yang selengkapnya disajikan pada
Lampiran 1.
3.2
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka variabel penelitian yang digunakan
meliputi:
Variabel respon:
y
:
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan,
Variabel penjelas:
: Kepadatan penduduk
: Tingkat Partispasi Angkatan Kerja (TPAK)
: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
: Angka Buta Huruf (ABH)
: Pendapatan Asli Daerah (PAD)
: Dana Alokasi Umum (DAU)
: Belanja modal pemerintah
21
3.2.2 Definisi Operasional
Dalam penelitian ini konsep dan definisi operasional yang digunakan untuk
setiap variabel penelitian adalah sebagai berikut:
1)
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah
bruto yang timbul karena kegiatan proses produksi dari seluruh sektor ekonomi
di suatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun. Sedangkan PDRB atas dasar
harga konstan merupakan nilai PDRB yang riil karena kuantum barang dan
jasa dinilai berdasarkan harga berlaku pada tahun dasar 2000 (tidak termasuk
perkembangan harga). Laju pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan laju
perubahan PDRB riil berdasarkan harga konstan 2000. Pengukuran
pertumbuhan ekonomi hanya didasarkan pada ada/tidaknya penambahan output
produksi sektoral dalam satu periode tertentu.. Dalam penelitian ini
pertumbuhan ekonomi diwakili oleh nilai PDRB atas dasar harga konstan tahun
dasar 2000, dengan satuan dalam juta rupiah.
2)
Kepadatan Penduduk merupakan rasio antara jumlah penduduk suatu wilayah
dengan luas wilayah tersebut. Kepadatan penduduk dinyatakan dalam
jiwa/km2.
3)
Tingkat Partispasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah rasio antara angkatan kerja
dengan jumlah penduduk. Dengan kata lain yaitu besarnya jumlah penduduk
yang masuk dalam pasar kerja. Badan Pusat Statistik mendefinisikan angkatan
kerja sebagai penduduk usia kerja (berusia 15 tahun ke atas), dengan satuan
persen.
4)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk mengukur angka pengangguran. TPT menunjukkan jumlah
penduduk yang tidak bekerja (pengangguran) terhadap jumlah angkatan kerja.
Satuan yang digunakan adalah persen.
5)
Angka Buta Huruf (ABH) merupakan proporsi penduduk usia tertentu yang
tidak dapat membaca dan atau menulis huruf latin atau huruf lainnya terhadap
penduduk usia tertentu. ABH merupakan salah satu indikator umum untuk
melihat tingkat pendidikan di suatu wilayah dan diukur dalam persen.
6)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan asli yang berasal dari daerah
itu sendiri berupa penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
22
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. PAD mencerminkan
tingkat kemandirian daerah.
7)
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. DAU merupakan komponen terbesar pembentuk anggaran
pemerintah daerah.
8)
Belanja modal pemerintah merupakan salah satu jenis pengeluaran pemerintah
selain belanja operasional. Belanja modal adalah belanja yang memberi
manfaat lebih dari 1 tahun dan nilainya material. Contoh dari belanja modal
daerah adalah belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja
modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan, belanja modal irigasi, dan
lainnya.
3.2.3 Peta Jawa Timur
Peta digital Jawa Timur digunakan sebagai panduan menentukan matriks
penimbang spasial. Penelitian ini menggunakan matriks penimbang dengan
pendekatan contiguity (ketetanggaan). Metode yang digunakan adalah rook
contiguity, queen contiguity dan customized.
Matriks penimbang customized yang digunakan merupakan matriks penimbang
dengan kabupaten/kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur.
Kabupaten/kota
yang
bertetangga
langsung
dengan
kabupaten/kota
pusat
pertumbuhan ekonomi akan diberi kode 1. Sedangkan kabupaten/kota yang tidak
bertetangga langsung akan diberi kode 0. Penentuan kabupaten/kota sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur didasarkan pada hasil penelitian Arifin (2008)
yang telah mengidentifikasi kawasan andalan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
pada empat koridor yang meliputi :

Koridor utara selatan
: Kota Surabaya dan Kota Malang

Koridor barat daya
: Kota Kediri dan Kota Madiun

Koridor timur
: Kota Probolinggo dan Kabupaten Jember

Koridor utara
: Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Sumenep
Gambar 3.1 merupakan peta Jawa Timur yang dijadikan sebagai dasar
pembentukan matriks penimbang spasial.
23
Gambar 3.1 Peta Provinsi Jawa Timur
Keterangan kode wilayah:
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
3.3
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek
Tulungagung
Blitar
Kediri
Malang
Lumajang
Jember
Banyuwangi
Bondowoso
Situbondo
Probolinggo
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Pasuruan
Sidoarjo
Mojokerto
Jombang
Nganjuk
Madiun
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Gresik
Bangkalan
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
Sampang
Pamekasan
Sumenep
Kota Kediri
Kota Blitar
Kota Malang
Kota Pobolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Kota Surabaya
Kota Batu
Konstruksi Model
Persamaan Spatial autoregressive with autoregressive disturbances secara
umum adalah sebagai berikut:
=β +λ
dimana
−λ
+
+
merupakan variabel respon pada kabupaten/kota ke-i,
(3.1)
merupakan
variabel penjelas ke-k pada kabupaten/kota ke-i. Koefisien spasial autoregressive
24
dilambangkan dengan λ sedangkan
merupakan koefisien spasial error dan
merupakan matriks penimbang spasial antara kabupaten/kota ke-i dengan
kabupaten/kota tetangganya (ke-j). Model pertumbuhan ekonomi yang akan dibentuk
pada penelitian ini sebagai berikut:
=β +λ
=+
−λ
+
=+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
=+
3.4
+
+
(3.2)
Metode Analisis
Metode dan tahapan yang dilakukan untuk mencapai tujuan dalam penelitian
ini adalah :
1)
Menyusun algoritma statistik uji Lagrange Multiplier untuk model SAR dan
SEM serta estimasi parameter model regresi spasial dengan prosedur GS2SLS.
a.
Melakukan input data untuk variabel respon (y), variabel penjelas ( ) dan
matriks pembobot (W).
b.
mencari nilai residual e dari model regresi OLS.
c.
Mendapatkan nilai statistik uji LM spasial autoregressive sebagai berikut:
LM =
(A + T)
σ
dimana, T = tr{(
= − (
A=σ (
σ =
1
)
+
}
)
) (
)
′
25
d.
Mendapatkan nilai statistik uji LM spasial error sebagai berikut:
LM =
(T)
σ
dimana, T = tr{(
σ =
e.
1
) }
+
′
Membuat program aplikasi estimasi model regresi spasial dengan prosedur
GS2SLS
berbasis
desain
tampilan
antarmuka
(graphical
user
interface/GUI) dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB.
2)
Melakukan pemodelan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur
a.
Membuat deskripsi PDRB dan variabel yang mempengaruhinya.
b.
Membuat diagram pencar untuk melihat hubungan antara variabel respon
dengan variabel penjelas dan koefisien korelasi antar variabel penelitian.
c.
Menetapkan matriks penimbang spasial. Matriks Pada penelitian ini
digunakan
matriks
penimbang
(ketetanggaan). Matrik penimbang
dengan
dan
pendekatan
contiguity
dalam penelitian ini adalah
sama. Metode contiguity yang digunakan adalah rook contiguity
dan
queen contiguity. Selain itu juga akan dibentuk pula matriks penimbang
customized berdasarkan konteks penelitian.
d.
Identifikasi awal adanya efek spasial dengan menggunakan uji Lagrange
Multiplier. Hipotesis yang digunakan adalah:
i)
H : λ = 0 lawannya H : λ ≠ 0 (model SAR)
ii) H : ρ = 0 lawannya H : ρ ≠ 0 (model SEM
Langkah-langkah untuk melakukan uji LM adalah:
i)
Input data , , dan
ii)
Set
nilai residual regresi OLS
iii) Set σ =
′
iv) Set nilai S = − (
v)
Set T = tr{(
vi) Set A = σ (
+
)
′
) }
) (
)
vii) Set output statistik LM

Spasial autoregressive
26
LM =

σ
(A + T)
Spasial error
LM =
σ
(T)
viii) Pengambilan keputusan : tolak H jika LM >
( )
Jika kedua hipotesis (i) dan (ii) gagal menolak H maka diperoleh model
spatial autoregressive with autoregressive disturbances (gabungan antara
model SAR dan SEM).
e.
Melakukan pemodelan pertumbuhan ekonomi dengan model regresi
spasial sesuai dengan kesimpulan yang diperoleh dari uji LM.
i) Jika hasil uji LM menunjukkan ada efek spasial autoregressive saja,
maka model yang akan dibangun adalah SAR. Pendugaan parameter
dilakukan dengan metode two stage least square yang merupakan
bagian tahap pertama dari prosedur GS2SLS.
ii) Jika hasil uji LM menunjukkan ada efek spasial error saja, maka model
yang akan dibangun adalah SEM. Penduga parameter dilakukan dengan
metode general moment procedure yang merupakan bagian tahapan
kedua dari prosedur GS2SLS
iii) Jika hasil uji LM menunjukkan ada kedua efek spasial, yaitu
autoregressive dan error, maka model yang akan dibangun adalah
model spatial autoregressive with autoregressive disturbances.
Penduga parameter dilakukan dengan prosedur GS2SLS.
f.
Membuat model spatial autoregressive with autoregressive disturbances
untuk memodelkan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur.
g.
Interpretasi model regresi spasial secara umum dan membandingkan
model regresi spasial yang menggunakan penimbang rook contiguity,
queen contiguity dan customized.
27
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
28
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini dibahas pembentukan model pertumbuhan ekonomi Jawa
Timur dengan menggunakan regresi spasial. Tahap awal akan disusun algoritma
pemrograman uji Lagrange Multiplier dan algoritma prosedur GS2SLS untuk
mengestimasi parameter model regresi spasial berikut juga dengan matlab code nya.
Tahap selanjutnya, akan dibangun model regresi spasial yang sebelumnya didahului
dengan uji Uji Lagrange Multiplier untuk melihat model regresi spasial yang paling
sesuai untuk memodelkan kasus pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur.
4.1
Algoritma Pemrograman dan Desain Tampilan Antarmuka Pengguna
4.1.1 Algoritma Statistik Uji Lagrange Multiplier dan Estimasi Parameter
dengan GS2SLS
Algoritma di dalam bidang pemrograman merupakan suatu solusi dari suatu
masalah yang harus dipecahkan dengan menggunakan komputer. Algoritma harus
dibuat secara runut agar dapat dieksekusi. Algoritma juga harus dipikirkan sesuai
dengan logika agar dapat lebih mudah dipetakan menjadi bahasa pemrograman untuk
dieksekusi oleh komputer. Algoritma untuk statistik uji Lagrange Multiplier (LM)
dan prosedur GS2SLS disajikan sebagai berikut :
Algoritma Statistik Uji Spasial Autoregressive
INPUT
: X, y dan W
OUTPUT : Solusi untuk statistik uji LM Autoregressive
Step 1
Set
=
dimana
−
=(
= − (
Step 2
Set
Step 3
Set T = tr{(
Step 4
Set D = σ (
dimana σ =
Step 5
)
′
)
+
′
) }
) (
)
′
Set Output
29
LM =
Jika LM >
Step 6
(D + T)
σ
( )
maka tolak H
Stop
Algoritma Statistik Uji LM Model Spasial Error (SEM)
INPUT
: X, y dan W
OUTPUT : Solusi untuk statistik uji LM error
Step 1
=
Set
−
=(
dimana
Step 2
Set T = tr{(
Step 3
Set σ =
Step 4
Set Output
)
) }
+
′
LM =
Jika LM >
Step 5
′
(T)
σ
( )
maka tolak H
Stop
Algoritma
Estimasi
Model
Spatial
Autoregressive
with
Autoregressive
Disturbances menggunakan prosedur GS2SLS
Input
: X,y dan W
Output
: Estimasi parameter model spasial autoregressive dengan autoregressive
disturbance
Step 1
Set variabel instrumen
Step 2
Set
=( , )
Set
=( ′ )
dimana
=( ,
′
=
,
=
= ( ′ )
Step 3
Set
=
′
−
30
)
′
′
Step 4
Set G =
−
−
′ + ′
dimana
=
1
Tr(
−
)
0
−
=
=
Step 5
Set g =
Step 6
′
Set estimasi parameter spasial error ρ
Set
=[
]
′
Dimana ρ =
Step 7
Set
∗
∗
dimana
Step 8
∗
=(
(1)
∗
,
=
)
−ρ
mengestimasi
parameter
model
spatial
autoregressive
with
autoregressive disturbances
Set
∗
∗
=[
∗
dimana
∗
∗
]
∗
=
,
∗
=
(
)∗ =
(
y∗
∗
y∗ =
∗
∗
∗
∗
′
∗
∗
)
′
−ρ
Stop
Algoritma Estimasi Model Spasial Autoregressive menggunakan prosedur
GS2SLS
Input
: X,y dan W
Output
: Estimasi parameter model spasial autoregressive
Step 1
Set variabel instrumen H = ( ,
Step 2
Set
=( , )
Set
=( ′ )
dimana
′
=
,
=
31
)
= ( ′ )
′
Stop
Algoritma Estimasi Model Spasial Error menggunakan prosedur GS2SLS
Input
: X,y dan W
Output
: Estimasi parameter model spasial error
Step 1
Set
=
Dimana
−
=( ′ )
′
′
Step 2
Set G =
′ + ′
dimana
′
−
−
−
1
Tr(
)
0
=
=
Step 3
Set g =
Step 4
′
Mendapatkan estimasi parameter spasial error ρ
Set
ρ=
=[
]
′
(1)
Stop
Algoritma tersebut disajikan dalam diagram alir yang selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 3a dan 3b.
4.1.2 Desain Tampilan Antarmuka Pengguna
Desain tampilan antar muka atau lebih dikenal dengan GUI (Graphical User
interface) merupakan media tampilan grafis sebagai pengganti perintah teks bagi
para pengguna (user). Perintah-perintah teks tersebut diganti dengan tombol-tombol.
Program aplikasi yang dibuat dengan GUI menjadi lebih menarik, efektif dan atraktif
(Away, 2010). Program aplikasi pada penulisan ini dibangun dengan menggunakan
perangkat lunak MATLAB 7.8.0 (R2009a). MATLAB menyediakan sebuah GUI
designer yang terdapat dalam sebuah fungsi GUIDE yang memudahkan pengguna
mendesain program aplikasinya.
32
Frame GUI program aplikasi estimasi parameter regresi spasial dengan
prosedur GS2SLS terlihat seperti pada Gambar 4.1. Program aplikasi GS2SLS terdiri
dari 3 bagian, yaitu input data, Proses, dan tampilan tabel data.
Gambar 4.1 Desain tampilan antar muka pengguna (graphical user interface/GUI)
program aplikasi estimasi parameter model regresi spasial dengan
prosedur GS2SLS
Bagian input data digunakan untuk melakukan input variabel penjelas dan
variabel respon penelitian serta matriks penimbang spasial. Untuk input data, file
yang digunakan harus berformat microsoft office excel. Bagian Proses, berisi Uji LM
baik untuk LM spasial autoregressive maupun LM spasial error. Sedangkan Proses
estimasi parameter bisa dipilih satu dari tiga model regresi spasial yang ada, yaitu
model SAR, SEM
atau model spatial autoregressive with autoregressive
disturbances. Model regresi spasial yang sesuai dipilih berdasarkan hasil uji LM.
4.2
Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur
4.2.1 Deskripsi Pertumbuhan Ekonomi dan Variabel yang Mempengaruhinya
Berikut ini merupakan deskripsi PDRB dan variabel yang mempengaruhinya
seperti tersaji pada Tabel 4.1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa rata-rata PDRB
kabupaten/kota di Jawa Timur sebesar Rp. 8.427 (dalam miliar). Surabaya menjadi
wilayah penghasil PDRB terbesar dengan besaran mencapai Rp. 83.807 (dalam
33
miliar). Sedangkan Kota Blitar merupakan wilayah penghasil PDRB terkecil, hanya
mencapai Rp. 767 (dalam miliar rupiah). Variasi PDRB antar kabupaten/kota cukup
tinggi. Untuk keperluan analisis data berikutnya, data PDRB akan ditransformasi ke
dalam bentuk logaritma natural (ln)
Kepadatan penduduk (
) cukup bervariasi antar wilayah. Kepadatan
penduduk tertinggi pada umumnya berada di wilayah perkotaan. Surabaya sebagai
ibukota provinsi yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendidikan dan hiburan
yang cukup lengkap serta lapangan pekerjaan yang bervariasi telah mengakibatkan
kota ini memiliki daya tarik bagi penduduk kabupaten/kota lainnya untuk berpindah
dan mengadu nasib di sini. Hal ini mengakibatkan Surabaya menjadi
wilayah
terpadat dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 8.063 jiwa/km2, Sedangkan
Banyuwangi memiliki tingkat kepadatan terendah (266 jiwa/km2).
TPAK
(
)
merupakan
salah
satu
indikator
ekonomi
di
bidang
ketenagakerjaan. Indikator ini mempunyai variasi yang cukup rendah yaitu sebesar
4,579%. TPAK tertinggi terdapat di Pacitan, sedangkan terendah berada di Kota
Madiun. Jumlah lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan jumlah pencari
kerja akan berakibat pada meningkatnya jumlah pengangguran. Variasi TPT (
)
antar wilayah sebesar 2,627%. Jumlah pengangguran di Kabupaten Pacitan
merupakan yang terendah di Jawa Timur (1,32%), sedangkan Kota Madiun dengan
TPT 11,27% merupakan yang tertinggi.
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif PDRB dan Variabel-Variabel yang mempengaruhinya
Variabel
PDRB ( )
Kepadatan Penduduk (
TPAK (
TPT (
)
)
)
Mean
St Dev
Minimum
Maximum
8.427
138.789
767
83.807
1.885
2.141
266
8.063
69,47
4,58
59,36
82,97
5,33
2,63
1,32
11,27
ABH (
)
10,60
6,85
2,03
28,44
PAD (
)
77,7
137,6
19,2
864,1
DAU (
)
519,4
174,6
218,1
959,1
202
254
73,7
1684
Belanja Modal (
)
34
Angka Buta Huruf (ABH) merupakan salah satu indikator untuk melihat
keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan. Angka ini cukup bervariasi antar
wilayah. ABH terendah terdapat di Kota Batu (2,03%) sedangkan yang tertinggi di
Kabupaten Sampang (28,44%).
Variasi nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan
Belanja modal pemerintah antar kabupaten/kota di Jawa Timur masih cukup tinggi.
Jombang merupakan kabupaten penghasil PAD terendah, sedangkan PAD terbesar
dihasilkan oleh Surabaya, yang diikuti dengan besarnya pula belanja modal
pemerintah (
) di kota ini yakni mencapai. Penerima DAU (
) terbesar adalah
Kabupaten Malang, yaitu sebesar Rp. 959,1 (dalam miliar rupiah), sedangkan Kota
Batu yang bertetangga langsung dengan kabupaten ini memiliki share dana dari
pemerintah pusat hanya sebesar Rp. 73,7 (dalam miliar rupiah).
4.2.2 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Variabel yang Mempengaruhinya
Pada tahap awal, untuk melihat pola hubungan antara variabel penjelas ( )
dan variabel respon ( ) digunakan diagram pencar dan koefisien korelasi. Gambar
4.2 – 4.8 menyajikan diagram pencar antara PDRB dan masing-masing variabel
penjelas, yaitu: kepadatan penduduk (
(
), DAU (
), dan belanja modal (
), TPAK (
), TPT (
), ABH (
), PAD
). Berikut penjelasan hubungan masing-
masing variabel penjelas dan variabel respon:
Pembangunan diharapkan dapat menjadikan manusia sebagai fokus utama dan
subyek dari pembangunan itu sendiri. Hal ini dapat terealisasi jika kemampuan
sumber daya manusia (SDM) yang tersedia dapat diberdayakan secara maksimal.
Peningkatan jumlah penduduk suatu wilayah yang salah satunya ditandai dengan
kepadatan penduduk yang tinggi, merupakan hal yang menggembirakan bila mampu
diarahkan menjadi SDM yang potensial sehingga dapat berperan aktif dalam proses
pembangunan.
35
90000
37
80000
70000
PDRB
60000
50000
40000
15
30000
30
20000
7 25
9
22
46 1417
23
813
16
5
29
24
18
12
227
262028
21
19
11
3
1
32
10
10000
38
33
31
34
36
35
0
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Kepadatan penduduk
7000
8000
9000
Gambar 4.2 Diagram Pencar antara PDRB dan Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk yang tidak merata menyebabkan pembangunan hanya
berpusat pada daerah-daerah tertentu yang padat penduduknya saja. Hal ini
berdampak pada hasil pembangunan yang tidak dapat dinikmati secara merata
sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara daerah yang padat penduduknya
dan jarang penduduknya. Hubungan antara PDRB dan kepadatan penduduk tampak
tidak berpola (acak) seperti terlihat pada Gambar 4.2. Tampak dari diagram pencar
tersebut, Wilayah perkotaan merupakan amatan outlier yang memiliki kepadatan
penduduk cukup tinggi.
TPAK merupakan besarnya jumlah penduduk yang masuk dalam pasar kerja.
Dengan kata lain TPAK merupakan perbandingan antara angkatan kerja dan
penduduk usia kerja (menurut definisi BPS usia kerja adalah 15 tahun ke atas).
Semakin besar jumlah penduduk usia kerja maka semakin besar pula jumlah
angkatan kerja. Hubungan antara TPAK dan PDRB umumnya positif, dimana
semakin besar TPAK maka diharapkan semakin besar pula PDRB yang akan
dihasilkan oleh suatu wilayah. Gambar 4.3 merupakan diagram pencar antara PDRB
dan TPAK. Pola hubungan antara PDRB dan TPAK tidak berpola (acak). Tampak
Kota Surabaya dan Pacitan merupakan amatan yang outlier. TPAK di Pacitan
36
merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 82,97%. Sedangkan TPAK di Surabaya
62,92%.
90000
37
80000
70000
PDRB
60000
50000
40000
15
30000
30
20000
32
10000
25
7
9
10
226
4
235 1614
13
24 17
29
18
21 12 227
19 2638
11
33 3135
34
8
36
20
3 28
1
0
60
65
70
75
80
85
TPAK
Gambar 4.3 Diagram Pencar antara PDRB dan TPAK
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan salah satu indikator ekonomi
untuk mengukur angka pengangguran. TPT menunjukkan rasio antara jumlah
pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Pertumbuhan ekonomi dengan tingkat
pengangguran memiliki hubungan yang erat karena penduduk yang bekerja akan
berkontribusi dalam menghasilkan barang dan jasa sedangkan pengangguran tidak
memberikan kontribusi. Dengan kata lain, TPT dan PDRB umumnya memiliki
hubungan negatif. Semakin tinggi TPT maka semakin kecil PDRB yang dihasilkan.
Sebaliknya, semakin kecil TPT maka PDRB yang dihasilkan semakin besar. Pada
Gambar 4.4 terlihat pola hubungan yang tidak jelas antar TPT dan PDRB. Kota
Surabaya (kode 37) terlihat sebagai amatan outlier pada hubungan ini.
37
90000
37
80000
70000
PDRB
60000
50000
40000
30000
15
30
20000
10000
8 13 5
29
12 11
1 27 28
7
10 9
22
4
6
23
14
24 16 17
18
2 203 21 26
19
25
38
32
33
31
34
35
36
0
0
2
4
6
TPT
8
10
12
Gambar 4.4 Diagram Pencar antara PDRB dan TPT
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Melalui
pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Pendidikan
dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Hal ini disebabkan karena
pendidikan akan mempengaruhi produktivitas seseorang. Pendidikan dapat membuat
manusia menjadi lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan dalam
pembangunan. Rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu masalah yang
sering dihadapi oleh negara berkembang. Hal ini akan berakibat pada rendahnya
kualitas SDM yang akan masuk dalam pasar kerja. Salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk melihat kualitas SDM adalah Angka Buta Huruf (ABH) ABH
merupakan proporsi penduduk usia tertentu yang tidak dapat membaca dan atau
menulis huruf latin atau huruf lainnya terhadap penduduk usia tertentu.
Pada umumnya, kualitas pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di suatu
wilayah membentuk pola hubungan yang positif. Gambar 4.5 menunjukkan
hubungan antara PDRB dan ABH yang terlihat tidak berpola linier
38
90000
37
80000
70000
PDRB
60000
50000
40000
15
30
30000
20000
32
25
7
10
4 617
14
16 5
18
19
333 120
10000
3835 34
36
31
9
23 22
24
2
8
21 28
13
29
1211 26
27
0
0
5
10
15
ABH
20
25
30
Gambar 4.5 Diagram Pencar antara PDRB dan ABH
Pendapatan asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan ini dikelola dan diusahakan
oleh pemerintah daerah sehingga mampu memberikan hasil yang maksimal terhadap
pembangunan di daerah tersebut. Kegiatan ekonomi yang bervariasi. mendorong
setiap daerah untuk mengembangkan potensi ekonominya. Semakin besar PAD yang
diterima maka menunujukkan daerah itu mampu mengurangi ketergantungannya
kepada pemerintah pusat. Hubungan antara PAD dan PDRB umumnya berpola linier
positif. Semakin besar PAD suatu daerah maka semakin besar pula PDRB yang
dihasilkan. Gambar 4.6 menunjukkan hubungan antara PDRB dan PAD yang tidak
berpola linier. Kabupaten/kota cenderung mengelompok pada bagian bawah kecuali
Kota Surabaya (kode 37) yang terlihat sebagai amatan outlier yang memiliki PAD
yang besar dan PDRB yang besar pula.
39
90000
37
80000
70000
PDRB
60000
50000
40000
15
30
30000
20000
25
32
7
910
22
4
1723
16 8 14 6
51329
18
12
26
21 220
27
19
28
33
38
35
1 31131
34
36
10000
24
0
0
100
200
300
400
500
PAD
600
700
800
900
Gambar 4.6 Diagram Pencar antara PDRB dan PAD
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan sebuah instrumen dalam sistem
hubungan keuangan pusat daerah yang berfungsi sebagai alat untuk memberikan
kepada pemerintah daerah sebagian dari penerimaan pajak nasional. Hal ini
dilakukan dengan cara transfer dari anggaran pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Dengan demikian DAU menjadi bagian dari mekanisme redistribusi yang karenanya
prinsip keadilan harus merupakan komponen terpenting dalam tujuan alokasi. Peran
daerah menjadi sangat dominan dalam penentuan arah alokasi dan pemanfaatan
DAU (Panggabean, 1999).
Gambar 4.7 menunjukkan diagram pencar antara PDRB dan DAU yang
memperlihatkan hubungan linier. Semakin besar DAU yang diterima kabupaten/kota,
maka semakin besar pula PDRB yang akan dihasilkan. Kota Surabaya, Kabupaten
Malang, dan Kabupaten Jember terlihat sebagai amatan outlier yang memiliki DAU
relatif besar apabila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya.
40
90000
37
80000
70000
PDRB
60000
50000
40000
15
30000
30
20000
32
25
7
10
22
14 4
17
162313
8 2924
18 5
12 11
2620
2
21
27
19
3
28
1
10000
38
35 3336
34
31
9
6
0
200
300
400
500
600
DAU
700
800
900
1000
Gambar 4.7 Diagram Pencar antara PDRB dan DAU
Pengeluaran pemerintah merupakan bagian dari kebijakan fiskal yaitu suatu
tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara
menentukan besarnya penerimaan untuk nasional dan APBD untuk daerah/regional
(Sukirno, 2000). Peranan pemerintah untuk melakukan pembangunan ekonomi
sangat besar pengaruhnya dalam rangka tercapainya masyarakat yang lebih makmur
dan sejahtera, Oleh karena itu peranan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan
harus benar-benar aktif dan positif. Dalam proses pelaksanaan pembangunan tersebut
diperlukan anggaran yang tercermin dalam belanja pemerintah.
Pada Gambar 4.8 terlihat kecenderungan hubungan positif antara PDRB dan
belanja modal. Semakin besar belanja modal pemerintah maka semakin besar pula
PDRB yang dihasilkan. Belanja modal pemerintah terbesar terdapat di Kota
Surabaya yang terlihat memisah dari kelompok kabupaten/kota lainnya. Sedangkan
kabupaten/kota lainnya cenderung mengelompok.
41
90000
37
80000
70000
PDRB
60000
50000
40000
15
30000
30
20000
25
32
7
9 10
413 1714
6 22
23
16
8 29
24518
12
20
2627
19
11
33221
28
38
35
1
36
4
3133
10000
0
0
200
400
600
800
1000
Belanja modal
1200
1400
1600
1800
Gambar 4.8 Diagram Pencar antara PDRB dan Belanja Modal Pemerintah
Pola hubungan antar PDRB dan variabel penjelas yang mempengaruhinya bisa
juga dilihat dari nilai koefisien korelasi seperti terlihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Koefisien korelasi dan p-value antar variabel penelitian
PDRB
Kpdtan
pddk
TPAK
TPT
ABH
PAD
Kepadatan
Penduduk
0,471*
0,003*
TPAK
-0,356*
0,028*
-0,625*
0,000*
TPT
0,328*
0,045*
0,813*
0,000*
-0,798*
0,000*
ABH
-0,294*
0,073*
-0,607*
0,000*
0,452*
0,004*
-0,741*
0,000*
PAD
0,862*
0,000*
0,403*
0,012*
-0,229*
0,168*
0,173*
0,299*
-0,181*
0,277*
DAU
0,415*
0,010*
-0,343*
0,035*
0,060*
0,721*
-0,249*
0,132*
0,170*
0,307*
0,309*
0,059*
Belanja modal
0,927*
0,000*
0,410*
0,011*
-0,245*
0,139*
0,183*
0,272*
-0,166*
0,320*
0,933*
0,000*
Ket : *) signifikan pada tingkat kepercayaan
= 0,05
42
DAU
0,389*
0,016*
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa hubungan antara PDRB ( ) dengan kepadatan
penduduk (
), TPAK (
belanja modal (
), TPT (
), ABH (
), PAD (
), DAU (
), dan
) signifikan pada tingkat kepercayaan 5%. Belanja modal dan
PAD merupakan variabel penjelas yang mempunyai hubungan terbesar dengan
PDRB. Nilai koefisien korelasi masing-masing variabel penjelas tersebut sebesar
0,927 dan 0,862.
Hubungan antara kepadatan penduduk, TPT, PAD, DAU dan belanja modal
dengan PDRB merupakan hubungan dengan arah yang positif. Sementara itu,
hubungan antara TPAK dan PDRB adalah negatif.
4.2.3 Matriks Penimbang Spasial
Pemodelan regresi spasial untuk memodelkan pertumbuhan ekonomi Jawa
Timur menggunakan matriks penimbang spasial rook contiguity dan queen
contiguity. Matriks penimbang rook contiguity dan queen contiguity menghasilkan
matriks penimbang yang sama. Pemilihan rook contiguity dan queen contiguity
berdasarkan bentuk wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur yang tidak simetris
seperti terlihat pada Gambar 4.9
Gambar 4.9 Peta Kabupaten Jawa Timur
Sebagai perbandingan, akan digunakan pula matriks penimbang customized
yang merupakan modifikasi dari matriks penimbang rook contiguity. Matriks
penimbang ini didasarkan pada kabupaten/kota yang dijadikan sebagai pusat
43
pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Kabupaten/kota yang bertetangga langsung
dengan pusat pertumbuhan ekonomi akan diberi nilai 1, sedangkan yang tidak
bertetangga langsung akan diberi nilai 0. Kabupaten/kota yang dijadikan pusat
pertumbuhan ekonomi meliputi, Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Kediri, Kota
Madiun, Kota Probolinggo, Kabupaten Jember, Kabupaten Bojonegoro, dan
Kabupaten Sumenep. Gambar 4.10 merupakan peta kabupaten/kota dengan matriks
penimbang customized
Gambar 4.10 Peta kabupaten/kota dengan matriks penimbang customized
Pada Gambar 4.10, daerah yang berwarna hijau merupakan kabupaten/kota
yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi. Sedangkan wilayah yang berwarna biru
merupakan kabupaten/kota yang bertetangga langsung dengan kabupaten/kota pusat
pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, wilayah yang berwarna putih merupakan
kabupaten/kota yang tidak bertetangga langsung dengan kabupaten/kota pusat
pertumbuhan ekonomi. Matriks penimbang yang digunakan dapat dilihat pada
Lampiran 5.
4.2.4 Identifikasi Efek Spasial
Identifikasi awal untuk melihat adanya efek spasial pada model regresi
dilakukan dengan menggunakan uji Lagrange Multiplier. Hasil uji ini juga bisa
mengidentifikasi jenis model regresi spasial yang akan terbentuk, apakah model
spasial autoregressive (SAR), spasial error (SEM), atau model spatial autoregressive
with autoregressive disturbances.
44
a.
Identifikasi efek spasial autoregressive
Identifikasi ini dilakukan untuk melihat keterkaitan antar wilayah atau
pengaruh efek spasial autoregressive.
Hipotesis yang diajukan adalah :
H : λ = 0 (tidak ada efek spasial autoregressive dalam model)
H : λ ≠ 0 (ada efek spasial autoregressive dalam model)
Hasil pengolahan dengan program aplikasi GS2SLS seperti terlihat pada Tabel
4.3. Nilai statistik uji LM autoregessive untuk penimbang rook/queen
contiguity dan penimbang customized masing-masing sebesar 24,4559 dan
12,5177 dengan nilai p-value untuk kedua model sebesar 0,0000 dan 0,0004.
Karena nilai p-value lebih kecil dari α yang telah ditetapkan (5%), maka
keputusannya adalah menolak H
yang berarti terdapat keterkaitan antara
pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah dengan pertumbuhan ekonomi di
wilayah lain. Dengan kata lain terdapat efek spasial autoregressive.
Tabel 4.3 Hasil uji Lagrange Multiplier untuk model SAR rook contiguity/queen
contiguity dan SAR customized
Matriks Penimbang
Rook/ Queen
Jenis Statistik Uji
Nilai
P-value
24,4557
0,0000
0,1304
0,7180
LM autoregressive
12,5177
0,0004
LM error
0,3544
0,5516
LM autoregressive
LM error
Customized
b.
Identifikasi efek spasial error
Identifikasi ini bertujuan untuk melihat apakah ada keterkaitan error antar
wilayah atau apakah terdapat efek spasial error.
Hipotesis yang diajukan adalah :
H : ρ = 0 (tidak ada efek spasial error dalam model)
H : ρ ≠ 0 (ada efek spasial error dalam model)
45
Hasil pengolahan dengan program aplikasi GS2SLS diperoleh nilai statistik uji
LM error untuk penimbang rook contiguity/queen contiguity sebesar 0,1304
dan penimbang customized sebesar 0,3544 dengan nilai p-value masing-masing
sebesar 0,718 dan 0,5516. Karena nilai p-value labih besar dari α yang telah
ditetapkan (5%) maka keputusannya adalah tolak H yang berarti tidak ada
keterkaitan error antar wilayah atau dengan kata lain tidak ada efek spasial
error pada model.
Berdasarkan hasil uji Lagrange Multiplier maka model regresi spasial yang
sesuai untuk memodelkan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur adalah model
spasial autoregressive (SAR).
4.2.5 Model Regresi Spasial
Model regresi spasial yang dapat diterapkan untuk pemodelan pertumbuhan
ekonomi di Jawa Timur adalah model spasial autoregressive (SAR). Pengolahan
untuk mendapatkan model regresi spasial dilakukan dengan menggunakan program
aplikasi GS2SLS. Tabel 4.4 merupakan estimasi parameter model regresi spasial
SAR dengan matriks penimbang rook/queen dan customized.
Tabel 4.4 Estimasi parameter model SAR berdasarkan matriks penimbang rook
contiguity/queen contiguity dan customized
Rook contiguity
Customized contiguity
Variabel Penjelas
Koefisien
Konstanta
Kepadatan Pddk (
TPAK (
)
)
P-value
Koefisien
P-value
0,0009
0,4999
0,0123
0,4987
0,0000
0,5836
0,0001
0,3197
-0,0169
0,6746
0,1508
0,0013*
TPT (
)
0,0800
0,2289
0,3116
0,0120*
ABH (
)
-0,0017
0,5311
0,0240
0,1925
PAD (
)
-0,0012
0,7293
-0,0011
0,6833
DAU (
)
0,0043
0,0000*
0,0043
0,0000*
0,0019
0,0475*
0,0015
0,1374
0,8601
0,0087
0,0354
0,0350
Belanja Modal (
Lambda
)
Keterangan: *) signifikan pada α = 0,05
46
Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa dengan tingkat kepercayaan (α = 0,05), variabel
penjelas DAU (X ) dan belanja modal (X ) signifikan pada model SAR penimbang
rook/queen. Sedangkan pada model SAR penimbang customized variabel yang
signifikan meliputi TPAK (X ), TPT (X ), DAU (X ).
Model SAR yang terbentuk berdasarkan matriks penimbang dapat disajikan
sebagai berikut:
Model SAR penimbang rook/queen:
y = 0,0009 + 0,8601
y − 0,0043X + 0,0019X
(4.2)
;
i = 1, 2, … ,38
R = 76,17%
Model SAR penimbang Customized:
y = 0,0123 + 0,0354
y + 0,1508X + 0,3116X + 0,0043X
(4.3)
;
i = 1, 2, … ,38
R
= 91,82%
Model spatial autoregressive with autoregressive disturbance customized
Berdasarkan hasil uji LM, diketahui bahwa model SAR merupakan model yang
sesuai untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Model
spatial autoregressive with autoregressive disturbances tidak sesuai untuk
memodelkan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Tetapi, untuk menerapkan dan
menunjukkan proses pembentukan model ini dengan menggunakan program aplikasi
GS2SLS dalam mengestimasi model spasial autoregressive with autoregressive
disturbances, maka berikut ini akan dibentuk model tersebut. Model diperoleh
melalui tiga tahapan sebagai berikut:
Tahap 1. Estimasi parameter spasial autoregressive
Pada pahap ini parameter model SAR diduga dengan metode 2SLS. Pendugaan
parameter dengan Metode 2SLS memerlukan suatu variabel instrument, yaitu
=( ,
). Model SAR yang terbentuk pada tahap ini adalah:
47
y = 0,0123 + 0,0354 ∑
y + 0,0001X + 0,1508X + 0,3116X
y + 0,0240X − 0,0011X + 0,0043X + 0,0015X
i
(4.4)
= 1, 2, … ,38
Dari model persamaan (4.4) dapat dicari nilai residual model ( ). Nilai residual ini
akan dijadikan sebagai variabel pengamatan pada tahap 2 untuk menghitung penduga
parameter spasial error ( ).
Tahap 2: Estimasi parameter spasial error
Pada tahap ini diperoleh penduga parameter spasial error ( ) sebesar 0,1422. Nilai
penduga parameter spasial error ( ) ini akan digunakan untuk melakukan
transformasi Cochran Orcutt pada tahap ketiga. Transformasi dilakukan untuk
memperoleh
∗
,
∗
dan ∑
∗
;
yang untuk estimasi model akhir. Adapun
transformasi Cochran Orcutt yang digunakan adalah sebagai berikut:
∗
=
− ∑
∗
=
− ∑
∗
∑
;
= ∑
;
;
− ∑
;
;
Tahap 3: Estimasi model akhir
Tahapan ini merupakan estimasi model akhir. Setelah ditransformasi, maka pada
tahapan ini terbentuk model sebagai berikut:
∗
∗
= 0,0110 + 0,0382 ∑
+ 0,2963
∗
+ 0,0292
(
∗
)∗ + 0,0001
− 0,0013
∗
∗
+ 0,1513
+ 0,0042
∗
∗
+
+ 0,0014
(4.4)
∗
i = 1, 2, … ,38
Model pada persamaan (4.4) merupakan model yang masih dalam bentuk
transformasi, dimana
,
, dan
ditransformasi ke dalam bentuk:
Model akhir dapat dibentuk dengan mengembalikan bentuk transfomasi ke
bentuk semula. Jika persamaan (4.4) dikembalikan ke bentuk semula maka diperoleh
model akhir sebagai berikut:
48
=
0,0110 + 0,0382 ∑
+0,1513
− 0,0054 ∑
;
+ 0,2963
+ 0,0292
+ 0,0001
;
− 0,0013
+ 0,0042
+
+ 0,0014
+
−0,0002 ∑
;
− 0,0215 ∑
;
− 0,0421 ∑
;
+
−0,0042 ∑
;
+ 0,0002 ∑
;
− 0,0006 ∑
;
+
−0,0002 ∑
;
i
= 1, 2, … ,38
R
= 86,86%
(4.5)
Keterangan variabel-variabel pada model:
: merupakan variabel penjelas ke-k di kabupaten/kota ke-i.
∑
: merupakan penjumlahan PDRB terboboti dari kabupaten/kota ke- j
yang terletak di sekitar kabupaten/kota ke-i.
∑
: merupakan
penjumlahan
variabel
penjelas
ke-k
terboboti
kabupaten/kota ke- j yang terletak di sekitar kabupaten/kota ke- i.
∑
: merupakan penjumlahan PDRB terboboti 2 kali dari kabupaten/kota
ke- j yang terletak di sekitar kabupaten/kota ke-i.
Model spatial autoregressive with autoregressive disturbances merupakan
model gabungan antara model SAR dan SEM. Model ini terbentuk apabila variabel
respon antar wilayah dan error antar wilayah terjadi secara bersama. Hasil
pengolahan menunjukkan model ini menghasilkan nilai koefisien deteminasi sebesar
86,86%. Output selengkapnya bisa dilihat pada lampiran 8.
4.2.6 Interpretasi Model
Model SAR dengan matriks penimbang rook/queen menghasilkan nilai
koefisien determinasi sebesar 76,17% dengan variabel penjelas yang signifikan
meliputi DAU (
) dan belanja modal (
). Kedua variabel ini berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunan (2009) bahwa
pengeluaran pemerintah dalam hal ini belanja modal pemerintah mempunyai
pengaruh yang cukup signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini
berarti pertumbuhan ekonomi akan meningkat seiring dengan meningkatnya DAU
49
dan belanja modal pemerintah. Belanja modal pemerintah merupakan suatu investasi
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Investasi ini tidak berpengaruh
secara langsung terhadap peningkatan perekonomian masyarakat, tetapi memberikan
sarana dan prasarana bagi kelancaran investasi oleh pihak swasta. Investasi pihak
swasta inilah yang akan berpengaruh secara langsung terhadap perekonomian
masyarakat.
DAU merupakan dana yang dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah yang bermanfaat untuk mengurangi ketimpangan keuangan antar
daerah karena sumberdaya yang tidak merata antar daerah. DAU diharapkan dapat
digunakan secara efektif dan efisien untuk meningkatan pelayanan kepada
masyarakat sehingga dapat mempercepat pembangunan dan pemerataan hasil
pembangunan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DAU (
) merupakan
variabel penjelas yang signifikan dan berpengaruh positif pada pertumbuhan
ekonomi baik pada model SAR dengan matriks penimbang rook/queen maupun
customized. Pada kedua model SAR, koefisien regresi DAU yang dihasilkan adalah
sebesar 0,0043. hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan DAU sebesar 1 miliar
rupiah maka PDRB akan meningkat sebesar exp(0,0043) yaitu 1,0043 miliar rupiah.
Model SAR dengan matriks penimbang customized menghasilkan koefisien
determinasi sebesar 91,82% dengan variabel-variabel penjelas yang signifikan,
meliputi TPAK (
), TPT (
), dan DAU (
). Ketiga variabel ini mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Jawa timur secara positif. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sitompul (2007) bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi karena tenaga kerja merupakan faktor produksi yang
menggerakkan perekonomian. Selain itu tenaga kerja juga berkontribusi terhadap
penerimaan daerah baik dari sektor pajak atau perannya sebagai konsumen. Teori
ekonomi menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pengangguran maka semakin
tinggi pertumbuhan ekonomi. Hal ini berkaitan dengan kontribusi penduduk yang
bekerja dalam menghasilkan barang dan jasa sementara pengangguran tidak
berkontribusi. hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori pertumbuhan ekonomi
yang ada. Terlihat bahwa terjadi perubahan arah hubungan antara korelasi TPAK –
PDRB (Tabel4.2) dengan koefisien regresi spasial model SAR penimbang
customized untuk variabel TPAK. Hal ini diduga karena ada pengaruh
multikolinieritas pada data.
50
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Program aplikasi berbasis GUI untuk mengidentifikasi efek spasial dan
estimasi parameter dengan menggunakan prosedur generalized spatial two
stage least squares (GS2SLS) dapat mempermudah pengolahan data untuk
membangun model regresi spasial.
2.
Hasil pengujian dependensi spasial dengan menggunakan uji Lagrange
Multiplier menunjukkan bahwa model yang sesuai untuk menggambarkan
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur adalah model spasial autoregressive (SAR).
Pada model SAR rook/queen contiguity, Dana Alokasi Umum (DAU), dan
belanja modal merupakan variabel yang signifikan dan berpengaruh secara
positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Sementara itu, pada
model SAR dengan penimbang customized, variabel yang signifikan adalah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Ketiga variabel ini berpengaruh
secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Model SAR
dengan penimbang rook/queen contiguity menghasilkan R2 sebesar 76,17%.
Sedangkan model SAR dengan penimbang customized menghasilkan koefisien
determinasi (R2) sebesar 91,82%.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka ada beberapa hal yang
disarankan untuk penelitian selanjutnya, diantaranya:
1.
Diduga terjadi kasus multikolinieritas pada model yang mengakibatkan adanya
perubahan arah hubungan antara korelasi TPAK – PDRB dengan koefisien
regresi TPAK pada model SAR penimbang customized. Sehingga apabila ingin
dilakukan penelitian dengan menggunakan data yang sama maka perlu
dilakukan tindakan lebih lanjut untuk mengatasi kasus multikolinieritas.
51
2.
Penelitian ini menghasilkan model spasial autoregressive tanpa adanya
autoregressive disturbances. Untuk menerapkan program aplikasi estimasi
parameter model spasial autoregressive with autoregressive disturbances maka
perlu dilakukan penelitian lainnya dengan menggunakan kasus yang
mengandung spasial autoregressive sekaligus spasial error.
52
DAFTAR PUSTAKA
Away, A. (2010). Matlab Programming. Bandung: Informatika Bandung.
Anselin, L. (1988). Spatial Econometrics: Method and Model. Kluwer Academic
Publisher.
Anselin, L., A.K.Bera, R.Florax &M.J.Yoon (1995). Simple DiagnosticTests For
Spatial Dependence. Regional Science & Urban Economics 26, 77-104.
Anselin, L. (2005). Chapter 29 Spatial Econometrics. http://www.palgrave.com/
econometrics/pdfs1/ch29_anselin.pdf. diunduh tanggal 14 Oktober 2011.
Arifin, Z. (2008). Penetapan Kawasan Andalan dan Leading Sector sebagai Pusat
Pertumbuhan pada Empat Koridor di Propinsi Jawa Timur. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.
Arsyad, L. (1999). Ekonomi Pembangunan. Yogya: STIE YKPN.
Bank Indonesia, (2006). Laporan Perkembangan Ekonomi dan Perbankan Kep.
Bangka Belitung Triwulan II 2006. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/
1DBECA27-4631-4596-B25C-98D419D8353A/10085/Boks1.diunduh
tanggal 14 Oktober 2011.
Bappenas, (2011). Data Dana Alokasi Umum Provinsi Jawa
http://www.tkp2e-dak.org/. diunduh tanggal 21 Agustus 2011.
timur.
BPS Jawa Timur, (2010). Indikator Makro Jawa Timur 2010. Surabaya: Badan Pusat
Statistik Provinsi Jawa Timur.
Breusch, T.S. & A.R. Pagan. (1980), The LM Test and Its Application to Model
Specification in Econometrics, Review of Economic Studies 47, 239-254.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (2011). Data Keuangan Daerah Provinsi
Jawa Timur. http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk/72/. Diunduh tanggal 21
Agustus 2011.
Draper, N., & Smith, H. (1998). Applied Regression Analysis. New york: John Wiley
& Son Inc.
Fingleton, Bernard.(2006). A Generalized Method of Moments Estimator for a
spatial panel model with an endogenous spatial lag and spatial moving
average. Paper prepared for the 13th International Conference on Panel
Data. University of Cambridge.
53
Harviani, E,. (2008). Estimasi Model Spasial Dependen dengan Metode Generalized
Spatial Two Stage Least Squares. http://www.lontar.ui.ac.id/login.
jsp?requester=file?file=digital/126501-MAT.020-08-Estimasi%20modelHA.pdf. diunduh tanggal 15 Oktober 2011.
Jamzani, S. (2006). Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Analisis
Konvergensi antar Propinsi di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol
11 No. 1, 21-32.
Kelejian, H. H., & Prucha, I. R. (1995). A Generalized Moments Estimator for the
Autoregressive Parameter in a Spatial Model. International Economic
Review. Department of Economics, University of Maryland, College Park.
Kelejian, H. H., & Prucha, I. R. (1998). A Generalized Spatial Two Stage Least
Squares Procedure for Estimating a Spatial Autoregressive Model with
Autoregressive Disturbance. Journal of Real Estate Finance and Economics,
Vol. 17:1, 99-121.
Kelejian, H. H., & Prucha, I. R. (2002). 2SLS and OLS in a Spatial Autoregressive
Model With Equal Spatial Weights. Regional Science & Urban Economics,
32, 691-707
LeSage, J. P. (1999). The Theory and Practice of Spatial Econometrics.
http://www.econ.utoledo.edu. Diunduh tanggal 06 Agustus 2011.
Nugroho, I., & Dahuri, R. (2004). Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial
dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES.
Ompusunggu, Z. (2010). Analisis Pengaruh Realisasi Pendapatan dan Belanja
Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi Pada 8 kabupaten
dan Kota di Sumatera Utara). Tesis: Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara.
Panggabean, A., dkk. (1999), Distribusi Dana Alokasi Umum (DAU): Konsep dan
Formulasi Alokasi, http://web.mac.com/adrianpanggabean/Loose_Notes_on_
Indonesia/Decentralization_and_Local_Finance_files/konsep%20dan%20alo
kasi%20DAU.pdf . Diunduh tanggal 12 September 2011.
Ranis,G., & Steward. (2000). Economic Growth and human Development. World
Development Vol 28 No.2, 197-219.
Rustiono, D. (2008). Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Pengeluaran
Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Tesis:
Universitas Negeri Semarang.
Sitompul, N. (2007). Analisis Pengaruh Investasi dan tenaga Kerja Terhadap PDRB
Sumatera Utara. Tesis: Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
54
Sodik, J., (2006).Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Analisis Konvergensi
Antar Propinsi di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia,
Vol 11, No.1.Hal: 21 - 32.
Suharto, E., (2011). Robust Lagrange Multiplier Pada Pemodelan Regresi Spasial
Dependensi (Studi Kasus: Penyusunan Model Angka Kematian Bayi di
Provinsi Jawa Timur. Tesis: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Sukirno, S. (2000). Makroekonomi modern: Perkembangan Pemikiran dari Klasik
hingga Keynesian Baru. Raja Grafindo Pustaka.
Todaro, M. P. (2000). Pembangunan Ekonomi di dunia ketiga. Jakarta: Erlangga.
Wibisono, Y. (2001). Determinan Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Empiris
Antar Propinsi Di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia,
\Vol.1, No.2.
Yunan. (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia. Tesis: Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
55
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
56
Lampiran 1. Data Variabel yang Digunakan Dalam Penelitian
Kab/Kota
y
(juta Rupiah)
X1
(jiwa/km2)
X2
(%)
X3
(%)
X4
(%)
X5
(Rp
miliar)
X6
(Rp
miliar)
X7
(Rp miliar)
1
2
Pacitan
Ponorogo
1.470.968,90
3.349.296,62
416
655
82,97
73,97
1,32
3,45
8,39
13,17
32,24
63,01
429,143
550,754
119,89505
143,90865
3
4
Trenggalek
Tulungagung
2.240.351,28
7.760.314,64
560
948
75,93
73,95
3,91
4,54
6,79
6,04
51,04
59,08
465,955
625,049
123,62152
114,44883
5
6
7
8
Blitar
Kediri
Malang
Lumajang
5.684.455,04
6.927.287,47
14.553.261,13
6.246.694,63
674
1,047
814
574
69,76
67,39
67,81
65,83
3
5,1
6,35
2,24
7,36
6,93
9,32
16,19
30,36
135,7
108,8
79,56
629,891
701,513
959,115
534,218
180,9819
232,11539
259,88483
102,72355
9
10
Jember
Banyuwangi
11.016.901,71
11.156.379,46
940
266
68,41
70,27
4,42
4,05
15,34
12,16
50,68
66,16
940,413
766,844
263,08781
306,87196
11
12
13
Bondowoso
Situbondo
Probolinggo
2.266.449,13
3.557.210,62
6.774.251,95
454
381
653
71,33
72,73
74,08
2,88
2,28
2,6
20,91
20,38
20,92
58,08
32,75
38,25
455,458
433,451
537,651
89,055131
125,27987
126,83426
14
15
Pasuruan
Sidoarjo
6.811.203,13
27.199.839,24
1,263
2,842
70,78
66,06
5,03
10,19
9,34
2,94
103,4
50,33
606,174
666,166
216,20582
265,50922
16
17
Mojokerto
Jombang
6.259.408,93
6.330.500,77
1,465
1,439
70,41
69,11
5,54
6,19
6,59
7,28
61,38
19,23
502,185
601,46
103,4247
181,3633
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Nganjuk
Madiun
Mageta
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Gresik
Bangkalan
4.935.563,53
2.693.816,32
3.182.833,14
3.034.878,86
7.665.816,05
6.686.128,28
5.063.747,60
16.001.479,62
3.359.418,96
819
636
909
645
551
587
712
1,020
773
69,27
67,05
76,09
71,94
67,14
69,55
68,17
65,02
68,11
3,98
6,04
3,82
4,49
4,52
4,22
4,92
7,01
5,01
10,13
10,68
8,77
16,7
14,34
13,13
12,75
5,17
22,43
26,22
33,43
72,3
41,58
36,11
30,46
252,6
32,02
38,33
590,844
463,561
489,562
555,634
596,44
520,028
581,728
511,333
478,777
201,86395
106,63185
125,83376
160,33115
275,38809
222,85628
167,90253
139,93483
191,0718
27
28
Sampang
Pamekasan
2.633.154,37
2.033.422,94
746
1,075
74,23
76,68
1,7
2,18
28,44
17,61
34,25
75,55
428,955
458,248
227,03024
115,16169
29
30
Sumenep
Kota Kediri
5.166.190,56
23.216.098,54
509
4,300
73,36
64,22
2,27
8,32
21,83
2,64
55,66
32,8
565,861
408,256
150,05426
146,28895
31
32
33
34
35
36
37
38
Kota Blitar
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Kota Surabaya
Kota Batu
766.553,18
13.494.787,89
2.014.169,66
1.099.806,53
1.259.461,78
1.131.837,53
83.807.075,74
1.359.532,05
4,096
7,458
4,067
4,936
6,885
5,398
8,063
2,043
66,15
62,51
65,26
66,78
66,78
59,36
62,92
68,49
8,47
10,44
8,53
7,57
9,3
11,27
8,63
6,88
3,67
3,63
7,08
3,46
2,62
3,55
2,1
2,03
73,45
23,41
86,5
21,08
25,62
36,09
864,1
22,58
225,704
471,748
259,539
230,77
238,05
272,311
765,895
218,141
79,231212
139,63282
105,76217
153,35729
130,62669
73,713989
1683,9539
124,51127
57
Lampiran 2a. Matlab Code untuk Uji Lagrange Multiplier
Matlab code untuk uji LM error
function Hasil=lm_error(y,x,w)
[n k] = size(x);
alpha=0.05;
z=x'*x; % Menghitung Invers Matrik x'*x
xin=inv(z);
b=xin*x'*y;%menghitung beta
e=y-x*b;
sigma=e'*e/n;
M=eye(n)-x*xin*x';
T=trace((w+w')*w);
D=sigma*((w*x*b)'*M*w*x*b);
R=(e'*w*e)/sigma;
lmerr=(R*R)*(1/T)
prob = 1-chi2cdf(lmerr,1); % Nilai probabilitas LM error
chi2_tabel=chi2inv(1-alpha,1);
Hasil=[lmerr chi2_tabel prob]
Matlab code untuk uji LM Autoregressive
function Hasil=lm_lag(y,x,w)
[n k] = size(x);
alpha=0.05;
z=x'*x; % Menghitung Invers Matrik x'*x
xin=inv(z);
b=xin*x'*y;%menghitung beta
M=eye(n)-x*xin*x';
e=M*y;
sigma=(e'*e)/n;
T=trace((w+w')*w);
D=sigma*((w*x*b)'*M*w*x*b);
R=(e'*w*y)/sigma;
lmlag=(R*R)/(D+T);
prob = 1-chi2cdf(lmlag,1); % Nilai probabilitas LM lag
chi2_tabel=chi2inv(1-alpha,1);
Hasil=[lmlag chi2_tabel prob]
58
Lampiran 2.b. Matlab Code untuk Estimasi Parameter Model Spatial Autoregressive
with Autoregressive Disturbances dengan GS2SLS
function Hasil=gssls(x,y,w)
[n k]=size(x);
%tahap pertama
wy=w*y;
wx=w*x;
z=[x wy];
H=[x wx];
Hinv=inv(H'*H);
PH=H*Hinv*H'
wyhat=PH*wy;
zhat=[x wyhat];
deltahat=inv(zhat'*zhat)*zhat'*y;%parameter spasial lag
deltahat=deltahat';
yhat=deltahat*z';
yhat=yhat';
mean_obs1=[mean(x) mean(wy)];
b01=mean(y)-(deltahat*mean_obs1');
par1=[b01;deltahat'];
obs1=[ones(38,1) x wy]
yhat=par1'*obs1';
yhat=yhat';
uhat=y-yhat%residual
%tahap kedua
uhat1=w*uhat;
uhat2=w*uhat1;
T=trace(w'*w);
a=[(2*uhat'*uhat1) -(uhat1'*uhat1) 1;2*(uhat1'*uhat2) (uhat2'*uhat2) T;((uhat'*uhat2)+(uhat1'*uhat1)) (uhat1'*uhat2) 0];
G=(1/n)*a;
g=(1/n)*[uhat'*uhat;uhat1'*uhat1;uhat'*uhat1];
alf=inv(G'*G)*G'*g;
rho=alf(1);
%tahap ketiga
xstar=x-(rho*w*x);
ystar=y-(rho*w*y);
wystar=wy-(rho*w*w*y);
wxstar=wx-(rho*w*w*x);
59
Hstar=[xstar wxstar];
Hinvstar=inv(Hstar'*Hstar);
PHstar=Hstar*Hinvstar*Hstar';
wyhatstar=PHstar*wystar;
zhatstar=[xstar wyhatstar];
deltastarhat=inv(zhatstar'*zhatstar)*zhatstar'*ystar;
ystarhat=deltastarhat'*zhatstar';
ystarhat=ystarhat';
ustarhat=y-ystarhat;
%menghitung b0
wu=w*uhat;
ym=mean(y);
yw=mean(wy);
uw=mean(wu);
par=[deltastarhat;rho];
mean_obs=[mean(x) mean(yw) mean(uw)];
parmean=par'*mean_obs';
bo=ym-parmean;
par_all=[bo;par];
obs=[ones(38,1) x wystar wu];
ystar2=par_all'*obs';
ystar2=ystar2';
%menghitung R-square
r1=ystar2-ym;
r1=r1'*r1;
r2=y-ym;
r2=r2'*r2;
rsqr=r1/r2;
Parameter_tahap1=[par1]
parameter_tahap2=[alf]
parameter_tahap2=[par_all]
rsqr=[rsqr]
60
Lampiran 2c. Matlab Code Estimasi Parameter Model SAR dengan Two Stage Least
Squares (2SLS)
function results=sar(y,x,w)
[n nvar]=size(x);
results.y=y;
results.nobs=n;
results.nvar=nvar;
%tahap pertama
wy=w*y;
wx=w*x;
z=[x wy];
H=[x wx];
Hinv=inv(H'*H);
PH=H*Hinv*H';
wyhat=PH*wy;
zhat=[x wyhat];
zhat1=inv(zhat'*zhat);
deltahat=zhat1*zhat'*y;%parameter spasial lag witohut b0
deltahat=deltahat';
yhat=deltahat*z';
yhat=yhat';
mean_obs1=[mean(x) mean(wy)];
%menghitung b0
b01=mean(y)-(deltahat*mean_obs1');
obs1=[x wy ones(38,1)];
par1=[deltahat';b01];%parameter tahap pertama
(x1,..xnvar,lambda,b0)
results.par1=par1;
yhat=par1'*obs1';
yhat=yhat';
uhat=y-yhat;%residual
uhat_=uhat'*uhat;
var1=uhat_/n;
%menentukan varian bi
obs2=obs1'*obs1;%X'*X
obs2=inv(obs2);
cii=diag(obs2);%elemen diagonal X'*X
var_bi=var1*cii;
se_bi=sqrt(var_bi);
t1=par1./se_bi;
pval1=1-tcdf(t1,n-1);
%menghitung R-square
yp=obs1*par1;%menghitung y cap
r1=yhat-mean(y);
r1=r1'*r1;
r2=y-mean(y);
r2=r2'*r2;
61
rsqr=r1/r2*100;
t1=t1;
par1=par1;
pval1=pval1;
fprintf('******************\n')
fprintf('Estimasi Model SAR\n')
fprintf('******************\n')
results.par1=par1;
results.t1=t1;
results.pval1=pval1;
results.rsqr=rsqr;
results.meth='SAR'
results.resid=uhat;
results.yp=yhat;
Hasil_akhir=[par1 t1 pval1]
%membuat plot antara nilai aktual dengan prediksi
nobs=results.nobs;
tt=1:nobs;
clf;
subplot(2,1,1),plot(tt,results.y,'-',tt,results.yp,'--')
title([upper(results.meth),' Actual vs Predicted']);
legend('Actual','Predicted');
62
Lampiran 3a. Diagram Alir Uji LM
Uji LM spasial autoregressive
Uji LM spasial error
START
START
,
,
=(
)
=
−
σ =
)
+
1
D=σ (
)
T = tr(
′
)
)
LM =
(
1
σ
′
(T)
σ
)
(D + T)
Tidak
( )
Ya
Gagal Tolak
LM >
Tidak
( )
STOP
Ya
Gagal Tolak
′
)
+
σ =
′
)
LM >
LM =
′
= − (
= − (
T = tr(
=(
′
Tolak
STOP
63
Tolak
Lampiran 3b. Diagram Alir Estimasi parameter
Model Spasial Autoregressive
Model Spasial Error
START
START
,
,
=( ,
=
)
=( ′ )
( ′ )
′
=
=
=
′
−
=
=
,
=( ′ )
STOP
Tr(
′
1
G=
n
)
′
′
−
−
′ + ′
−
1
64
1
Tr(w w)
0
Lampiran 3b. Diagram alir Estimasi parameter
1
g=
1
n
=[
′
]
ρ=
′
(1)
STOP
65
Lampiran 3b. Diagram alir Estimasi parameter
Model Spasial Campuran
Spatial autoregressive with autoregressive disturbances
2
START
,
,
=( ,
=
=( ′ )
)
( ′ )
=
′
−
=
=
=
=
,
Tr(
=( ′ )
=
′
)
′
1
G=
n
−
2
′
′
−
−
′ + ′
−
3
66
1
Tr(w w)
0
Lampiran 3b. Diagram alir dan Estimasi parameter
3
4
1
g=
n
y∗ =
′
∗
=[
]
∗
= ( ∗ , y ∗)
′
∗
ρ=
∗
=[
∗
∗
]
(1)
STOP
∗
∗
=
−ρ
∗
=(
∗
=
∗
(
∗
,
∗
′
∗
)
)
∗
′
4
67
∗
∗
Lampiran 4. Pengujian Asumsi Regresi SAR
Pengujian Asumsi Regresi SAR penimbang customized
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah residual mengikuti
distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji
Kolmogorov Smirnov. Adapun hipotesis yang diajukan adalah:
: residual berdistribusi normal
: residual tidak berdistribusi normal
ditolak jika statistik KS > KS1-α pada sejumlah pengamatan tertentu atau nilai dari
p-value < α. Berdasarkan output pengolahan untuk model SAR penimbang
icustomized diperoleh nilai KS = 0,121 dengan nilai p-value >0,150. sehingga
diterima yang berarti residual berdistribusi normal. Gambar a memperlihatkan
sebaran nilai residual model SAR penimbang customized.
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
-1.46082E-18
0.6854
38
0.121
>0.150
80
Percent
70
60
50
40
30
20
10
5
1
-2
-1
0
C1
1
2
Gambar a. Plot residual model SAR Penimbang customized
Uji heteroskedastis bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan
varians residual dari pengamatan satu dengan pengamatan lainnya pada suatu model
regresi linier. Jika varians tetap maka disebut homoskedastis dan jika berbeda maka
disebut heteroskedastis. Model regresi yang baik adalah model regresi dengan
68
varians tetap. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastis.
Diantaranya adalah dengan melihat diagram pencar antara nilai prediksi variabel
respon (Zpred) dengan residual (Sresid). Jika diagram pencar tidak menunjukkan
suatu pola tertentu, maka asumsi homoskedastis dapat diterima.
Model regresi linier mengasumsikan bahwa autokorelasi tidak terjadi artinya
tidak terjadi saling ketergantungan antar residual pengamatan satu dengan
pengamatan lainnya. Autokorelasi dideteksi dengan menggunakan uji Durbin
Watson. Adapun hipotesis yang diajukan adalah:
: tidak terjadi autokorelasi residual
: terjadi autokorelasi residual
Statistik uji yang digunakan:
=
∑
( −
∑
)
merupakan residual pada pengamatan ke-t. Nilai d hitung yang diperoleh
dibandingkan dengan nilai d teoritis yang terdiri dari batas bawah ( ) dan batas atas
(

). aturan pengambilan keputusan:
Jika ( <
) dan ( > 4 −
) maka
ditolak artinya terdapat autokorelasi
pada residual.

Jika berada pada (
<
<
) atau di (4 −
<
<4−
) maka uji
Durbin Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

Jika d terletak antara (
<
<4−
) maka
diterima artinya tidak ada
autokorelasi.
Dari hasil pengolahan diperoleh nilai statistik Durbin Watson yaitu d = 2,3217.
Jika dibandingkan dengan statistik uji Durbin Watson untuk α = 0,05 dan n = 38
dengan variabel prediktor sebanyak 3 (dl = 1,318 dan du = 1,656) maka nilai statistik
uji d terletak antara
dan (4 −
) sehingga
diterima artinya tidak terjadi
autokorelasi residual.
Pengujian Asumsi Regresi SAR penimbang rook/queen
Berdasarkan output pengolahan untuk model SAR penimbang rook/queen
diperoleh nilai KS = 0,424 dengan nilai p-value = 0,302. Karena p-value > α
69
sehingga
diterima yang berarti residual mengikuti distribusi normal. Gambar b
memperlihatkan sebaran nilai residual model SAR penimbang customized.
Probability Plot of C1
Normal
99
Mean
StDev
N
AD
P-Value
95
90
-0.000005263
0.5574
38
0.424
0.302
Percent
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
C1
Gambar Plot residual model SAR Penimbang rook/queen
Dari hasil pengolahan diperoleh nilai statistik Durbin Watson yaitu d = 2,2327.
Jika dibandingkan dengan statistik uji Durbin Watson untuk α = 0,05 dan n = 38
dengan variabel prediktor sebanyak 3 (dl = 1,318 dan du = 1,656) maka nilai statistik
uji d terletak antara
dan (4 −
) sehingga
autokorelasi residual.
70
diterima artinya tidak terjadi
LAMPIRAN 5a. Matrik Penimbang Customized
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
1
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
2
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
3
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
4
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
5
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
6
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
71
7
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.500
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
8
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.250
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
9
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
0.500
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
10
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.250
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
11
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.250
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
12
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
13
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.250
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
LAMPIRAN 5a. Matrik Penimbang Customized (lanjutan)
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
1
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
2
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
3
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
4
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
5
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
6
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
7
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
8
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
9
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
10
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
11
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
12
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
13
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
14
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
15
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
16
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
17
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
18
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
19
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.500
0.000
0.000
0.000
20
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
21
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.500
0.000
0.000
0.000
22
0.000
0.000
0.000
0.167
0.167
0.167
0.000
0.167
0.000
0.167
0.167
0.000
23
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
24
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
25
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
26
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
27
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
28
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
29
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
30
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
31
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
32
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
33
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
34
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
35
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
36
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.333
0.333
0.333
0.000
0.000
0.000
0.000
37
0.000
0.333
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.333
38
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
72
LAMPIRAN 5a. Matrik Penimbang Customized (lanjutan)
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
1
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
2
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
3
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
4
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
5
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
6
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
7
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
8
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
9
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
10
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
11
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
12
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
13
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.500
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
14
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
15
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
16
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
17
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
18
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
19
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.500
0.000
0.000
20
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
0.000
21
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.500
0.000
0.000
22
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
23
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
24
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
25
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
26
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
27
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
28
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
29
0.000
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
30
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
31
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
32
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.500
33
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
34
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
35
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
36
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
37
0.333
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
38
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
73
Lampiran 5b. Matrik Penimbang Rook Contiguity/Queen Contiguity (lanjutan)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1
0.000
0.333
0.333
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
2
0.100
0.000
0.100
0.100
0.000
0.100
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
3
0.250
0.250
0.000
0.250
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
4
0.000
0.091
0.091
0.000
0.091
0.091
0.091
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
5
0.000
0.000
0.000
0.143
0.000
0.143
0.143
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
6
0.000
0.077
0.000
0.077
0.077
0.000
0.077
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
7
0.000
0.000
0.000
0.059
0.059
0.059
0.000
0.059
0.000
0.000
0.000
0.000
0.059
8
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.100
0.000
0.100
0.100
0.000
0.000
0.100
9
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.111
0.000
0.111
0.111
0.111
0.111
10
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.200
0.200
0.000
0.200
0.200
0.000
11
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.200
0.200
0.000
0.200
0.200
12
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.200
0.200
0.200
0.000
0.200
13
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.111
0.111
0.111
0.000
0.111
0.111
0.000
14
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.091
0.091
0.091
0.000
0.000
0.000
0.091
15
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.100
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
16
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.100
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
17
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.083
0.083
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
18
0.000
0.111
0.000
0.111
0.000
0.111
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
19
0.000
0.111
0.000
0.111
0.000
0.111
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
20
0.000
0.200
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
21
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
22
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
23
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
24
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
25
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
26
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
27
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
28
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
29
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
30
0.000
0.125
0.000
0.125
0.125
0.125
0.125
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
31
0.000
0.000
0.000
0.125
0.125
0.125
0.125
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
32
0.000
0.000
0.000
0.091
0.091
0.091
0.091
0.091
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
33
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.143
0.143
0.143
0.000
0.000
0.000
0.143
34
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.111
0.111
0.111
0.000
0.000
0.000
0.111
35
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.200
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
36
0.000
0.125
0.000
0.000
0.000
0.125
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
37
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
38
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.111
0.111
0.111
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
74
Lampiran 5b. Matrik penimbang Rook Contiguity/Queen Contiguity (lanjutan)
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
2
0.000
0.000
0.000
0.000
0.100
0.100
0.100
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
3
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
4
0.000
0.000
0.000
0.000
0.091
0.091
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
5
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
6
0.000
0.000
0.000
0.077
0.077
0.077
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
7
0.059
0.059
0.059
0.059
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
8
0.100
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
9
0.111
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
10
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
11
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
12
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
13
0.111
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
14
0.000
0.091
0.091
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
15
0.100
0.000
0.100
0.100
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.100
0.000
16
0.100
0.100
0.000
0.100
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.100
0.100
0.000
17
0.000
0.083
0.083
0.000
0.083
0.000
0.000
0.000
0.083
0.000
0.083
0.083
0.000
18
0.000
0.000
0.000
0.111
0.000
0.111
0.000
0.000
0.111
0.000
0.111
0.000
0.000
19
0.000
0.000
0.000
0.000
0.111
0.000
0.111
0.111
0.111
0.000
0.000
0.000
0.000
20
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.200
0.000
0.200
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
21
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.200
0.200
0.000
0.200
0.000
0.000
0.000
0.000
22
0.000
0.000
0.000
0.125
0.125
0.125
0.000
0.125
0.000
0.125
0.125
0.000
0.000
23
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.250
0.000
0.250
0.250
0.000
24
0.000
0.000
0.143
0.143
0.143
0.000
0.000
0.000
0.143
0.143
0.000
0.143
0.000
25
0.000
0.167
0.167
0.167
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.167
0.167
0.000
0.000
26
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
27
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.250
28
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.250
29
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
30
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
31
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
32
0.091
0.091
0.000
0.091
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
33
0.143
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
34
0.111
0.111
0.111
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
35
0.000
0.200
0.200
0.200
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
36
0.000
0.000
0.000
0.000
0.125
0.125
0.125
0.125
0.125
0.000
0.000
0.000
0.000
37
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
38
0.111
0.111
0.111
0.111
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
75
Lampiran 5b. Matrik Penimbang Rook Contiguity/Queen Contiguity (lanjutan)
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
1
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.333
0.000
2
0.000
0.000
0.000
0.100
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.100
0.100
0.000
3
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.250
0.000
4
0.000
0.000
0.000
0.091
0.091
0.091
0.000
0.000
0.000
0.000
0.091
0.000
5
0.000
0.000
0.000
0.143
0.143
0.143
0.000
0.000
0.000
0.000
0.143
0.000
6
0.000
0.000
0.000
0.077
0.077
0.077
0.000
0.000
0.000
0.077
0.077
0.077
7
0.000
0.000
0.000
0.059
0.059
0.059
0.059
0.059
0.059
0.000
0.059
0.059
8
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.100
0.100
0.100
0.000
0.000
0.100
0.100
9
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.111
0.111
0.000
0.000
0.111
0.000
10
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.200
0.000
11
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.200
0.000
12
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.200
0.000
13
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.111
0.111
0.000
0.000
0.111
0.000
14
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.091
0.091
0.091
0.000
0.000
0.091
0.091
15
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.100
0.000
0.100
0.100
0.000
0.100
0.100
16
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.100
0.100
0.000
0.100
0.100
17
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.083
0.000
0.000
0.083
0.000
0.083
0.083
18
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.111
0.111
0.000
19
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.111
0.111
0.000
20
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.200
0.200
0.000
21
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.200
0.200
0.000
22
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.125
0.125
0.000
23
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.250
0.000
24
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.143
0.000
25
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.167
0.000
26
0.333
0.333
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.333
0.000
27
0.000
0.250
0.250
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.250
0.000
28
0.250
0.000
0.250
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.250
0.000
29
0.333
0.333
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.333
0.000
30
0.000
0.000
0.000
0.000
0.125
0.125
0.000
0.000
0.000
0.000
0.125
0.000
31
0.000
0.000
0.000
0.125
0.000
0.125
0.000
0.000
0.000
0.000
0.125
0.125
32
0.000
0.000
0.000
0.091
0.091
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.091
0.000
33
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.143
0.000
0.000
0.143
0.000
34
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.111
0.000
0.000
0.000
0.111
0.000
35
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.200
0.000
36
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.125
0.000
37
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.027
0.000
0.027
38
0.000
0.000
0.000
0.000
0.111
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.111
0.000
76
Lampiran 6. Output Uji Lagrange Multiplier
Uji LM matrik penimbang customized
***************************************
Statistik Uji LM untuk spasial error
***************************************
LM_error
chi2
p_value
: 0.3544
: 5.0239
: 0.5516
HIPOTESIS
H_0: rho sama dengan nol
H_1: rho tidak sama dengan nol
Keputusan : Terima H_0 : Bukan model SEM
**************************************************
Statistik Uji LM untuk spasial Autoregressive
*************************************************
LM_lag : 12.5177
chi2 : 3.8415
p_value : 4.0311e-004
HIPOTESIS
H_0: lambda sama dengan nol
H_1: lambda tidak sama dengan nol
Keputusan :
Tolak H_0, Lambda tidak sama dengan nol maka MODEL SAR
Uji
LM
matrik
contiguity
penimbang
rook
***************************************
Statistik Uji LM untuk spasial error
***************************************
LM_error : 0.1304
chi2 : 5.0239
p_value: 0.7180
HIPOTESIS
H_0: rho sama dengan nol
H_1: rho tidak sama dengan nol
Keputusan :
Terima H_0 : Bukan model SEM
77
contiguity/queen
**************************************************
Statistik Uji LM untuk spasial Autoregressive
*************************************************
results =
LM_lag : 24.4557
chi2 : 3.8415
p_value : 7.6038e-007
HIPOTESIS
H_0: lambda sama dengan nol
H_1: lambda tidak sama dengan nol
Keputusan :
Tolak H_0, Lambda tidak sama dengan nol maka MODEL SAR
78
Lampiran 7. Output Estimasi Parameter Model
***************************************
SAR with Autoregressive Disturbances
***************************************
y : [38x1 double]
nobs : 38
nvar : 7
: [9x1 double]
parameter_tahap1 : [38x1double]
residual_tahap1 : 0.1422
rho : 0.0382
lambda : [9x1 double]
parameter_tahap3 : [9x1 double]
t_hit_3 : [9x1 double]
R_square_model : 86.86
Estimasi parameter:
Konstanta
Koef
0.0001
0.1513
0.2963
0.0292
-0.0013
0.0042
0.0014
0.0382
0.0110
T hit
0.0000
0.0257
0.2190
0.0174
-0.0003
0.0002
0.0001
0.0149
0.0161
P value
0.5000
0.4898
0.4139
0.4931
0.5001
0.4999
0.4999
0.4941
0.4936
MODEL SAR MATRIKS PENIMBANG ROOK/QUEEN
******************
Estimasi Model SAR
******************
y : [38x1 double]
nobs : 38
nvar : 7
par1 : [9x1 double]
t1 : [9x1double]
pval1 : [9x1double]
rsqr :
91.8211
79
Estimasi
Parameter
Koefisien
Konstanta
Plot antara
0.0001
0.1508
0.3116
0.0240
-0.0011
0.0043
0.0015
0.0354
0.0123
T hitung
0.4723
3.2257
2.3522
0.8792
-0.4810
4.6699
1.1086
1.8659
0.0020
dengan
p-value
0.3197
0.0013
0.0120
0.1925
0.6833
0.0000
0.1374
0.0350
0.4987
model SAR penimbang customized
SAR Actual vs Predicted
20
18
16
14
12
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Actual
Predicted
80
Lampiran 7. Output Estimasi Parameter Model (Lanjutan)
MODEL SAR MATRIKS PENIMBANG ROOK/QUEEN
******************
Estimasi Model SAR
******************
y
nobs
nvar
par1
t1
pval1
rsqr
:
:
:
:
:
:
:
[38x1 double]
38
7
[9x1 double]
[9x1double]
[9x1double]
76.1767
Estimasi Parameter
Koefisien
T HItung
p-value
-0.0000
-0.0169
0.0800
-0.0017
-0.0012
0.0043
0.0019
0.8601
0.0009
-0.2125
-0.4564
0.7502
-0.0787
-0.6163
5.5660
1.7132
2.4905
0.0001
0.5836
0.6746
0.2289
0.5311
0.7293
0.0000
0.0475
0.0087
0.4999
Konstanta
81
Lampiran 7. Output Estimasi Parameter Model (Lanjutan)
Plot antara
dengan
model SAR penimbang rook/queen
SAR Actual vs Predicted
20
18
16
14
12
0
5
10
15
20
25
30
35
Actual
Predicted
82
40
Lampiran 8. Pembuktian
saling berhubungan dengan error ( )
[(
saling berhubungan dengan error ( ) maka
[(
), ] = [(
),
] − [(
)] [ ′]
Asumsi: ( ) = 0 dan ( ) = 0 dan ( ) =
[(
), ] = [(
),
), ] ≠ 0
(a.1)
sehingga:
]
(a.2)
Model regresi spasial umum dapat ditulis dalam bentuk:
=( −
)
=( −
)
+ −
)
(a.3)
Kemudian substitusikan (a.3) ke persamaan (a.2)
[(
), ] =
{[( −
[(
), ] =
{( −
[(
), ] =
( −
[(
), ] =
)
+( −
)
′+( −
)
( −
)
] ′}
)
)
′}
′] + [( −
)
( )] + ( −
)
]
(
)
Karena ( ) = 0 sehingga:
[(
), ] = ( −
(
) = {[( −
(
)=( −
)
(
)
)
][( −
)
[
)
′][( −
]}
) ]}
= [ ]
bersifat independen sehingga
Sehingga:
⎡
⎢
⎢ ⋮
⎣
[
]=
[
[
⎡
] = ⎢⎢ [
⎢ ⋮
⎣ [
⋮
[
]
]
]
0
[
]= 0
⋮
0
⋯
⋯
⋱
⋯
⋮
0
]
[ ]
⋮
[
⋯
⋯
⋱
⋯
]
⎤
⎥
⋮ ⎥
⎦
⋯
⋯
⋱
⋯
[
[
]
⎤
]⎥
⋮ ⎥⎥
[ ] ⎦
0
0
⋮
83
(a.4)
= 0 karena ( ) = 0
[
]=
1 0
0 1
⋮ ⋮
0 0
⋯
⋯
⋱
⋯
0
0 =
⋮
1
Sehingga persamaan (a.4) menjadi:
(
)=
( −
) [( −
) ]
dengan demikian diperoleh hasil:
[(
), ] = ( −
)
( −
) [( −
Karena masing-masingsuku tidak bernilai nol maka
84
) ]
[(
), ] ≠
BIODATA PENULIS
Dilahirkan di Jakarta pada 05 Mei 1981, putra bungsu dari
pasangan Syafrizal (alm) dan Dahniar, diberi nama
MASLIM
RAJAB
SYAFRIZAL.
Menyelesaikan
pendidikan SD sampai Perguruan Tinggi di Jakarta. Selepas
menyelesaikan pendidikan kedinasan di Sekolah Tinggi
Ilmu Statistik, Desember 2003, penulis ditugaskan di Badan
Pusat Statistik Kabupaten Jayawijaya Propinsi Papua. Di
Kabupaten Jayawijaya inilah penulis memulai karir menjadi
seorang statistisi dan mulai mencintai tanah Papua terlebih
Wamena sebagai ibukota Kabupaten Jayawijaya. Pada
tahun 2007, penulis dimutasi ke BPS Kabupaten Tolikara,
sebuah kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten
Jayawijaya, dan menduduki jabatan sebagai Kepala Seksi Statistik Sosial dan
Kependudukan. Jabatan ini tidak cukup lama diduduki, hingga akhirnya pada Januari
2010 penulis dimutasi ke Badan Pusat Statistik Provinsi Papua dan menduduki
jabatan sebagai Kepala Sub Bagian Bina Program. Tidak lama berselang, Juli 2010
penulis melanjutkan studi di Institut Teknologi Surabaya (ITS).
Dengan latar belakang pendidikan statistika sosial dan kependudukan, penulis
memberanikan diri untuk menempuh pendidikan pasca sarjana jurusan statistika
peminatan komputasi statistik. Karena penulis yakin dengan bekal usaha, harapan dan
do’a tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Segala sesuatu akan memberikan
hasil yang memuaskan apabila dikerjakan dengan kesungguhan dan keikhlasan.
“Demi Masa, Jangan pernah engkau melalaikan waktu kawan, just believe it.
“Yogotak Hubuluk Matok Hanorogo” sebuah ungkapan bahasa Suku Dani Wamena
yang artinya “Hari esok harus lebih baik dari ini” tampaknya menjadi motto hidup
penulis. Mudah-mudahan penulis dapat mengamalkan ilmu yang telah didapat ini dan
dapat mengimplementasikannya kelak dalam dalam dunia kerja sehari-hari.
[email protected]
[email protected]
85
Download