Diare merupakan penyakit sistem pencernaan yang ditandai dengan buang air besar cair lebih dari tiga kali dalam satu hari (WHO, 2009). Diare merupakan salah satu penyakit dengan insidensi tinggi di dunia dan dilaporkan terdapat hampir 1,7 milyar kasus setiap tahunnya. Penyakit ini sering menyebabkan kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita). Dalam satu tahun sekitar 760.000 anak usia balita meninggal karena penyakit ini (World Health Organization (WHO), 2013b). Didapatkan 99% dari seluruh kematian pada anak balita terjadi di negara berkembang. Sekitar ¾ dari kematian anak terjadi di dua wilayah WHO, yaitu Afrika dan Asia Tenggara. Kematian balita lebih sering terjadi di daerah pedesaan, kelompok ekonomi dan pendidikan rendah. Sebanyak ¾ kematian anak umumnya disebabkan penyakit yang dapat dicegah, seperti kondisi neonatal, pneumonia, diare, malaria, dan measles (WHO, 2013b). Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia karena memiliki insidensi dan mortalitas yang tinggi. Diperkirakan 20-50 kejadian diare per 100 penduduk setiap tahunnya. Kematian terutama disebabkan karena penderita mengalami dehidrasi berat. 70-80% penderita adalah mereka yang berusia balita. Menurut data Departemen Kesehatan, diare merupakan penyakit kedua di Indonesia yang dapat menyebabkan kematian anak usia balita setelah radang paru atau pneumonia (Paramitha, Soprima, & Haryanto, 2010). Dari penemuan kasus diare di fasilitas masyarakat pada tahun 2011 terdapat 35,5% kasus diare yang ditangani di Indonesia. Pada penelitian yang ada di Jawa Tengah ditemukan kasus diare sebanyak 1.337.427, dan yang ditangani 225.332 kasus atau sekitar 16,8% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Penelitian lainnya di kota Surakarta pada tahun 2007 cukup tinggi yaitu sebanyak 7,06% dari total jumlah penduduk (Departemen Kesehatan RI, 2009). Penularan diare dapat dengan cara fekal-oral, yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, kontak tangan langsung dengan penderita, barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau secara tidak langsung melalui lalat. Cara penularan ini dikenal dengan istilah 4F, yaitu finger, flies, fluid, field (Subagyo & Santoso, 2012). Penanganan yang tepat pada diare, akan menurunkan derajat keparahan penyakit. Diare dapat diatasi dengan menjaga kebersihan dan mengolah makanan yang sehat dan bersih dan anjuran pada ibu untuk mencegah dan menangani diare secara cepat dan tepat agar angka morbiditas dan mortalitas diare menurun (Soebagyo & Santoso, 2010). Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan ibu tentang diare pada anak merupakan salah satu komponen faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku dalam melaksanakan penanganan diare pada anak (Notoatmodjo, 2010). Ibu merupakan orang yang paling dekat dengan anak dan mempunyai peran penting dalam menjaga dan memelihara kesehatan anak. Kemampuan ibu sangat menentukan keselamatan anak yang mengalami diare mulai dari 3 mengenali apa itu diare, tanda gejala diare, penyebab, dampak / komplikasi yang muncul akibat diare, serta upaya melakukan pertolongan pertama untuk mencegah terjadinya dehidrasi serta perawatan sebelum mendapat pengobatan lanjutan dari tenaga kesehatan. Kemampuan ibu dinilai pada aspek pengetahuan dan perilaku ibu dalam penanganan terhadap penyakit diare. Diare penyebab nomor satu kematian anak usia balita di dunia. Dalam satu tahun sekitar 760.000 anak usia balita meninggal karena penyakit ini (World Health Organization (WHO), 2013b). Didapatkan 99% dari seluruh kematian pada anak balita terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, angka kejadian diare akut diperkirakan masih sekitar 60 juta setiap tahunnya dan angka kesakitan pada balita sekitar 200-400 kejadian dari 1000 penduduk setiap tahunnya dan 1-5% berkembang menjadi diare kronik (Soebagyo, 2008). Dari hasil survey morbiditas yang dilakukan oleh subdit diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2012 – 2015 memperlihatkan kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2012 angka kesakitan diare pada balita 900 per 1.000 balita, tahun 2013 insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%). Tahun 2015 terjadi 18 kali KLB diare dengan jumlah penderita 1.213 orang dan kematian 30 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) = 2,47% (DEPKES RI, 2015). Diare dapat diatasi dengan menjaga kebersihan dan mengolah makanan yang sehat dan bersih dan anjuran pada ibu untuk mencegah dan menangani diare secara cepat dan tepat agar angka morbiditas dan mortalitas diare menurun (Soebagyo & Santoso, 2010). Pengetahuan ibu tentang diare pada anak merupakan salah satu komponen faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku dalam melaksanakan penanganan diare pada anak (Notoatmodjo, 2010). Oleh sebab itu, penyuluhan bertujuan untuk memberi edukasi khususnya kepada ibu dengan balita seputar diare, sehingga diharapkan dapat membantu mencegah penyakit diare dan melakukan tatalaksana awal yang tepat pada kasus diare dengan demikian menekan angka kesakitan hingga kematian akibat diare pada anak. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, dalam upaya menekan angka kejadian dan kematian anak balita akibat diare serta meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan ibu dalam tatalaksana kasus diare, maka dilakukan intervensi berupa penyuluhan seputar diare dengan sasaran utama kepada ibu yang memiliki balita pada kegiatan Posyandu di wilayah Sudimara Barat. Kerjasama dilakukan dengan ibu-ibu kader Posyandu Anggrek Sudimara Barat dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Penyampaian materi dilakukan secara lisan. Materi yang disampaikan antara lain seputar apa itu diare, tanda gejala diare, penyebab, dampak / komplikasi yang muncul akibat diare, serta upaya melakukan pertolongan pertama untuk mencegah terjadinya dehidrasi serta perawatan sebelum mendapat pengobatan lanjutan dari tenaga kesehatan. Kegiatan penyuluhan diikuti dengan sesi diskusi tanya jawab, baik oleh presentator (untuk menilai pemahaman peserta penyuluhan setelah dilaksanakan penyuluhan) maupun oleh para peserta penyuluhan (untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas seputar materi yang telah disampaikan). Penyuluhan mengenai diare pada anak balita dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2019 pukul 09.30 WIB di Posyandu Anggrek Sudimara Barat. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilakukan kepada ibu-ibu dengan anak balita di wilayah cakupan Posyandu Anggrek Sudimara Barat. Kegiatan penyuluhan dihadiri oleh 9 orang ibu yang memiliki anak balita, dan kader-kader Posyandu Anggrek Sudimara Barat. Penyampaian materi penyuluhan dilakukan oleh dokter internship dan bidan KIA Puskesmas Ciledug. Pelaksanaan kegiatan meliputi tanya jawab sebelum pemaparan materi penyuluhan, pemaparan materi penyuluhan, dan sesi diskusi tanya jawab seputar materi penyuluhan. Kegiatan penyuluhan berjalan dengan lancar dan tampak antusiasme dari peserta penyuluhan. Peserta penyuluhan tampak antusias mendengarkan penjelasan maupun aktif dalam sesi tanya jawab. Melalui sesi tanya jawab singkat yang dilakukan sebelum pemaparan materi penyuluhan, diketahui sebagian besar ibu sudah mengetahui apa itu diare, namun demikian sebagan besar tidak mengetahui sebab, dampak komplikasi serta tatalaksana awal pada kasus diare. Melalui penyuluhan dan edukasi yang telah diberikan, peserta kembali diingatkan mengenai penyebab diare, gejala diare, penatalaksanaan awal jika anak mengalami diare, bahaya dan komplikasi diare serta dapat menjelaskan kembali mengenai materi yang telah disampaikan. Dengan demikian diharapkan peserta dapat menggalakkan pencegahan diare terutama pada anak balita, maupun di lingkungan sekitar sehingga dapat menurunkan angka kesakitkan dan perawatan akibat diare khusunya pada pada anak hingga menekan angka mortalitas akibat komplikasi diare. Banyaknya manfaat serta edukasi yang dapat diberikan kepada peserta yang adalah masyarakat awam dapat menjadi pertimbangan bagi tenaga kesehatan dan kader-kader posyandu untuk lebih sering melakukan kegiatan penyuluhan dan lebih menjangkau dan mendorong masyarakat untuk mengikuti kegiatan penyuluhan. Waktu penuluhan yang relatif singkat, suasana yang kurang kondusif oleh karena balita yang berlarian, serta media penyampaian materi penyuluhan yang masih terbatas secara lisan saat penyuluhan berlangsung dapat menjadi pertimbangan dalam perbaikan untuk kegiatan penyuluhan selanjutnya sehingga kegiatan penyuluhan dapat berjalan lebih baik.