PERAN MAHASISWA PERGURUAN TINGGI DALAM MENCIPTAKAN PEMERINTAH YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Oleh Sigit Dwi Kusrahmadi Abstrak Masa Reformsi ditandai dengan lengsernya kekuasaan Orde Baru memberikan angin segar untuk pembaruan di segala bidang, namun demikian dalam kenyataannya belum seperti yang diharapkan. Pemerintahan Megawati Sukarnoputri sebagai penerus estafet kepememimpinan kurang memihak kepentingan masyarakat marginal, ditandai dengan maraknya koropsi kolusi dan nepotisem (KKN), pelanggaran HAM, birokrasi keranjang Sampah, tidak efektif dan tidak berkembang dalam mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa. Mahasiswa sebagai generasi penerus diharapkan mampu menjadi pembaru atau agen of change dalam memperbaiki kehidupan berbangsa. Peran mahasiswa sebagai intelektual muda, berkepribadian bangsa dan mempunyai idealisme tinggi di tuntut untuk mewujudkan negara yang lehih demokratis. Pemikirannya yang kritis, konstruktif dalam mengkritisi kebijakan pemerintah sangat efektif sebagai alat kontrol. Dalam perwujudan pemerintah yang bersih selain pemilihan presiden secara langsung, perlu mengganti kabinet presidensial dengan kabinet parlementer yang dapat mewakili aspirasi nyata dari masyarakat. Sudah saatnya pejabat-pejabat pemerintah menggunakan konsep pelayan bukan penguasa, dan harus melibatkan partsipasi masyarakat. Konsep “top down”, diganti dengan konsep “bottom up” pemerintah hanya sebagai “regulator” dan partisipasi masyarakat harus lebih dominan. Mahasiswa sebagai generasi penerus adalah calon pemimpin bangsa yang akan menerima astafet kepemimpinan. Oleh karena itu sudah seharusnya menempa diri dengan belajar sungguh-sungguh baik ekstra kurikuler dan intra kurikuler di lingkungan kampus agar semakin dewasa. Pembelajaran yang sinergis dan demokratis akan menghasilkan calon-calon pemimpin yang kuat, memiliki idealisme tinggi yang memegang teguh etika politik, menegakkan nilai-nilai keadilan untuk mewujudkan Indonesi Baru sehingga tercipta pemerintah yang bersih dan bewibawa sebagaimana harapan kita. Kata Kunci: Peran Mahasiswa dalam mewujudkan Pemerintah yang bersih 2 Pendahuluhan Reformasi yang berlangsung selama ini belum seperti yang diharapkan, korupsi terjadi dimana-mana, politik uang semakin menggila, dan kebijakan pemerintah Megawati Sukorno Putri tidak memihak kepada kepentingan masyarakat marginal. Reformasi telah gagal yang ditandai dengan maraknya KKN, pelanggaran HAM, premanisme politik, birokrasi kranjang sampah. Pemerintah Megawati tidak efektif, tidak berkembang untuk mewujudkan good government, kebijaksanaannya justru diluar harapan masyarakat, seperti kebijakan impor gula, penggusuran di Jayapura dan Jakarta (Kedaulatan Rakyat, 8 Desember 2003). Tampilnya generasi muda yang diwakili oleh mahasiswa telah dibuktikan dalam sejarah sejak tahun 1928 dengan Sumpah Pemudanya, 1945 dengan Proklamasi Kemerdekaan serta Revolusi fisik, tahun 1965 menumbangkan rajim Orde Lama dan 1998 melengserkan Pemerintah Suharto. Masa reformasi diharapkan mahasiswa dan kalangan akademik mampu sebagai agent of change melakukan pembaharuan di segala bidang terlebih memberi sumbangan pemikiran untuk mewujudkan Indonesia Baru yang bebas KKN dan terwujudnya pemerintah yang bersih. Generasi penerus atau mahasiswa sebagai harapan bangsa diharapkan mampu menghadapi tantangan jaman, dan mengatasi persoalan-persoalan bangsa sesuai dengan situasi dan kondisi yang telah melahirkannya. Dalam masalah ini pertanyaan yang subtansial , bagaimana peran mahasiswa dalam mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa. 2 3 Pembahasan Peran Mahasiswa sebagai agent of change untuk melakukan pembaharuan- pembahauan di masyarakat dalam bidang sosial politik dan budaya. Mahasiswa yang mempunyai kemampuan akademik diharapkan memiliki profesional di bidangnya, sehingga dapat diandalkan dalam melakukan pembaharuan di bidang demokrasi. Apa yang diperolehnya di dunia kampus diharapkan dapat digunakan dalam masyarakat untuk meningkatkan harkat dan martabat serta meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Mahasiswa sebagai generasi penerus diharapkan memiliki kepribadian bangsa, dan selanjutnya mereka sebagai produk perguruan tinggi diharapkan mampu membawa kehidupan bangsa ini lebih baik di masa mendatang. Mahasiswa sebagai intelektual muda yang memiliki idealisme tinggi dan ingin mewujudkannya, diharapkan juga dapat merekontruksi negara yang carut marut ini. Peran mahasiswa sebagai alat kontrol kehidupan dalam berbangsa dan bernegara, terlebih dalam era reformasi diharapkan dapat menjadi motor pengerak dan dinamisator pembangunan. Pemerintah yang Demokratis Membicarakan mengenai pemerintah sebetulnya menurut sejarahnya, kekuasaan pemerintah dapat dipisahkan ke dalam tiga cabang kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif atau kekuasaan pembuat undang-undang, kekuasaan eksekutif ialah kekuasaan untuk menjalankan undang-undang yang dijalankan oleh pemerintah kekuasaan. Kekuasaan yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengadili jalannya pelaksanaan Undang-undang. Adapun tugas pokok Pemerintah Republik Indonesia ialah: “Meliputi melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, 3 4 dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sedang fungsi pemerintah dalam melaksanakan tugas pokok adalah menyelanggarakan pertahanan dan keamanan dan peradilan, urusan perekonomian, membina demokrasi, menyelenggarakan kesejahteraan, keuangan pendidikan budaya dan agama” (Hamdan Mansur, 2000:27). Lebih spesifik lagi tugas eksekutif dilakukan oleh presiden, karena presiden adalah penyelenggara pemerintah tertinggi di bawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggungjawab berada ditangan presiden. Kedudukan presiden adalah kepala pemerintahan, pemegang kekuasaan legislatif bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan sebagai mandataris Majelis Perwakilan Rakyat (MPR). Adapun tugas presiden adalah menjalankan haluan negara menurut Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang telah ditetapkan oleh MPR dan putusana-putusan majelis. Ciri-ciri dalam pemerintahan demokrasi adalah ide bahwa warga negara terlibat dalam hal tertentu, seperti pengambilan keputusan-keputusan politik, baik secara langsung dan tidak langsung melalui wakil mereka. Ciri yang tidak boleh diabaikan adalah partisipasi warga negara baik langsung dan tidak langsung dalam proses pemerintahan negara. Secara umum dalam sistem pemerintahan yang demokratis senantiasa mengandung unsur-unsur yang paling penting: 1) keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik. 2) Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara. 3) Tingkat kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai warga negara. 4) Suatu sistem perwakilan. 5) Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas (Kaelan, 2001:100). Demokrasi pada hakekatnya adalah pemerintahan oleh rakyat yang dijalankan oleh wakil-wakilnya, mereka pilih dalam sistem pemilihan bebas. Dalam kehidupan 4 5 kenegaraan yang menganut sistem demokrasi, terdapat Supra Struktur politik antara lain legislatif, eksekutif, yudikatif, dan Infra Struktur politik yaitu partai politik, kelompok penekan, tokoh-tokoh politik, alat komunikasi politik, utusan golongan, dan semua unsurunsur ini sebagai komponen tegaknya demokrasi. Antara Supra Struktur politik dan Infra Struktur politik saling mempengaruhi dan memiliki kemampuan untuk saling mengendalikan. Interaksi di antara keduanya dapat dilihat dalam menentukan keputusan politik, kebijaksanaan itu merupakan input dari infra struktur, kemudian dijabarkan oleh Supra Struktur. Dalam sistem demokrasi proses pembuatan kebijaksanaan merupakan keseimbangan yang dinamis antara prakarsa pemerintah dan partisipasi masyarakat (Kaelan, 2000: 101). Membicarakan masalah permerintahan dalam konteks negara, menyangkut kekuasaan negara yang berpusat pada pemerintahan, konsekwensi logis dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pusat kekuasaan negara berada pada pemerintahannya, maka perjuangan memperoleh kekuasaan berubah menjadi perjuangan menguasai pemerintah. Ada kecenderungan pemegang kekuasaan bersifat korup dan kekuasaan absolut korup pula. Oleh karena itu harus diciptakan chek and balance yaitu mekanisme yang efektif untuk terjadinya proses yang saling mengingatkan tentang apa yang benar demi kebaikan bersama di antara infra struktur (AF Marzuki, 2001: 5). Hal inilah yang terjadi saat ini, yaitu konflik antara aktor-aktor eksekutif dan legeslatif. Ketegangan yang terjadi selama ini di Indonesia antara pemerintah dan legislatif dapat dicari solusinya, dan perlu diciptakan tatacara prosedur penyelesaian itu berupa konsultasi, perundingan, pencarian kemungkinan alternatif, dan diharapkan dapat 5 6 menghasilkan penyelesaian secara damai yang saling menguntungkan. Penyelesaian konflik yang terjadi di negara kita tidak perlu semua diselesaikan oleh pemerintah tetapi bisa diselesaikan tanpa campur tangan negara. Dalam sistem politik yang demokratis, sangat penting artinya komunikasi dua arah baik dari pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah perlu mengetahui kegiatan rakyatnya atau sebaliknya, sehingga komunikasi memiliki kedudukan penting. Banyak ahli menyatakan bahwa komunikasi dan politik sangat dekat atau komunikasi politik sangat penting. Glanor mengatakan: “Tanpa komunikasi tidak ada usaha bersama, dan dengan demikian tidak ada politik, tanpa komunikasi politik yang mampu memperbesar dan melipatgandakan ucapan-ucapan individual maka disitu tidak ada suatu politik yang dapat merentangkan suatu bangsa. Komunikasi politik merupakan infra struktru politik yakni kombinasi berbagai interaksi sosial dimana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan kekuasaan masuk ke dalam peredaran. Komunikasi politik merupakan sistem yang mendasar dengan konsekewensi memelihara atau perubahan dalam kebudayaan dan struktur politik” (Zulkarnain Nasution, 1989: 21-24). Salah satu bentuk kendala dalam komunikasi politik di Indonesia adalah kesan secara umum bahwa lembaga legislatif hanya sebagai tukang stempel eksekutif. Bahkan infrastruktur politik lain seperti pers, lembaga lembaga swadaya, dan masyarakat hanya sebagai penyerta saja. Kesan negatif terhadap komunikasi politik disebabkan oleh dominannya hegemoni politik negara. Negara cukup dominan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kehidupan politik, sehingga pemerintah sangat kuat, sementara infra struktur politik dan rakyat berposisi lemah (Novel Ali, 2000: 12). Terlalu dominannya peran negara dalam kehidupan politik, menempatkan kepentingan negara (“state”) di atas kepentingan rakyat. Kecenderungan demikian 6 7 sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, dalam mewujudkan masyarakat sipil (Civil Siciety). Sejalan dengan simbolisasi kepentingan politik pemerintah maka hal itu tidak boleh teradopsi ke referensi seluruh warga masyarakat. Hal ini akan berakibat dominasi komunisasi politik berputar secara sepihak yaitu hanya untuk memenuhi kepentingan pemerintah. Dalam mewujudkan Civil Society, masyarakat mempunyai hak penuh, sekaligus berkewajiban membentuk dan mengerti setiap simbol-simbol politik tanpa kesadaran, maka mekanisme yang berkembang dapat mengarah pada terbentuknya gerakan anti hegemoni terhadap negara. Dalam mewujudkan Masyarakat Madani atau Masyarakat Sipil, setiap individu dan kelompok masyarakat diharapkan mampu membentuk pertimbangan antara hak dan kewajiban sebagai warga negara. Oleh karena rakyat adalah pemegang kedaulatan dan diharapkan bisa meningkatkan kualitas pengawasan terhadap pemerintah. Prinsip-prinsip mekanisme komunikasi poitik, adalah mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat yang dimaksudkan antara lain bertujuan meniadakan irasionalitas politik dalam merencanakan, mempersiapkan, melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan demokratisasi. Dengan demikian era demokratisasi tidak mengulangi kegagalan-kegagalan sentralisasi kekuasaan negara. Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa Pemerintah yang bersih dan berwibawa akan terwujud jika didukung oleh budaya yang kondusif untuk merealisasikannnya, karena budaya Indonesia sejak jaman kerajaan –kerajaan Hindu Nusantara serat dengan kebiasaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). 7 8 Seorang bawahan sudah seharusnya mempunyai loyalitas tinggi kepada atasannya dan mensuport segala kebutuhan birokrasi agar personal tersebut kariernya bagus. Atau seorang bupati akan memberikan upeti menyerahkan “rojo koyo, rojobrono lan wanita” (Kekayaan berwujud materi, emas dan perak serta wanita muda cantik sebagai tanda loyalitas) kepada raja agar kedudukannya tidak dilengserkan. Budaya KKN yang dilestarikan dari generasi ke generasi tidak mudah segera dipatahkan hanya dengan wacana pendidikan formal di perguruan tinggi maupun pendidikan demokrasi melalui media cetak serta media elektronika. Oleh karena itu menciptakan pemerintah yang bersih dan berwibawa hanya bagaikan menegakkan benang basah. Sebagai bukti akhirakhir ini sejak digulirkannya ide reformasi, KKN justru malah berpindah dari lembaga eksekutif ke legislatif khususnya ketika terjadi pemilihan gubernur-gubernur di seluruh propinsi di Indonesia cenderung melakukan politik uang. Wacana pemerintahan yang sentralistis dipindahkan ke desentralisasi dan debirokrasi, tidak ubahnya juga memindahkan korupsi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah. Dengan melihat kenyataan di atas pemerintah bersih dan berwibawa sebetulnya hanya merupakan pengaruh dalam hubungan causality relation dari seluruh kompunen yang ada dalam masyarakat. Clean government dan good government hanyalah merupakan salah satu faktor dari multi faktor yang harus ada jika diterjemahkan ke dalam kerangka pemerintahan demokratis modern (Totok Daryanto, 2001: 1). Secara konseptual pemerintah bersih dan berwibawa pertama-tama harus ditumbuhkembangkan dari masyarakat sipil (Civil Society) yang bebas dan aktif. Masyarakat sipil akan bisa berkembang dengan baik jika perguruan tinggi memfasilitasi 8 9 melalui penelitian dan pengembangan serta memberi keteladanan yang disosialisasikan dalam komunitas kampus dengan menerapkan konsep “Ingarso sung tulada, Ing madya mangunkarsa, tut wuri handayani” (di depan memberi keteladanan, di tengah memberikan motivasi sebagai motor penggerak dan di belakang memberikan dorongan) atau mengacu pada konsep Perserikantan Bangsa-bangsa (PBB) mengenai pendidikan learning to be, learning to know, learning to do, learning to live, learning to gether ( Dirjen Dikti, 2003: 16). Dengan demikian pendidikan untuk mewujudkan masyarakat sipil tidak hanya meliputi pengetahuan kognitif, afektif dan psikomotor, namun seluruh masyarakat dijadikan wahana pembelajaran demokrasi yang holistik dan total, tidak ada kesenjangan antara das sollen dan das sain atau dunia normatif dan dunia senyatanya tidak jauh berbeda, sehingga tidak membingungkan peserta didik. Masyarakat sipil yang ingin diwujudkan diharapkan tidak menyimpang dari dasar negara Indonesia yaitu Pancasila, dan bukan masyarakat liberal kapitalis, individualis sebagaimana masyarakat barat modern. Namun diharapkan nilai-nilai Pancasila dapat dijadikan sebagai paradigma hukum, paradigma pengembangan ilmu, paradigma pengembangan budaya dan sosial politik, pengembangan Hankam dan pengembangan ekonomi serta pengembangan hak asasi manusia sesuai dengan jiwa jaman (Satrio Sumantri Brodjonegoro, 2002: 3). Masyarakat sipil (Civil Society) yang ideal dan hendak diwujudkan harus mengutamakan nilai-nilai eqalitarian sesama warga bangsa, nilai persaudaraan lintas SARA, dan kebebasan individu sesuai jiwa dan roh otonomi untuk pengembangan pribadi dan komunitas, dalam koridor negara kesatuan Republik Indonesia. Ketiga nilai tersebut di atas harus didasari dan bersumber pada budaya bangsa dan Pancasila serta 9 10 harus dijabarkan dalam Pelaksanaan Pancasila secara objektif dan subjektif. Konsep ini harus dikembangkan secara arif dengan tujuan memberdayakan masyarakat secara baik dalam demokrasi Pancasila dan mengurangi peran militer untuk mewujudkan masyarakat sipil. Perguruan Tinggi berperan sebagai LITBANG (penelitian dan pengembangan) demokrasi sekaligus “pekerja pemikir” diharapkan mampu memberi kontribusi memproduk manusia sipil Indonesia sebagai elemen terkecil dari Civil Society yang berjiwa Pancasila, memiliki ketrampilan atau profesional di bindangnya sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan menguasai IPTEKS (Lemhanas, 1985: 102). Syarat kedua untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa perlu adanya masyarakat politik yang relatif otonom mampu mewujudkan idealisme ke dalam dunia realita yang berdasarkan moral dan etika Pancasila. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditempuh harus bersumber pada hati nurani dan dapat mengakomodasikan seluruh kepentingan masyarakat baik akar rumput, kelas menengah dan elit politik serta lintas SARA. Ketiga, seluruh tokoh politik baik di daerah maupun pusat terutama pemerintah dan aparat, harus benar-benar tunduk pada aturan hukum yang mampu melidungi kepentingan individu dan masyarakat. Keempat, harus ada birokrasi negara yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah yang demokratis. Lima harus ada masyarakat ekonomi yang dilembagakan. Demokrasi yang ada di Indonesia sekarang dalam keadaan transisi menuju masyarakat sejahtera berkeadilan. Pada masa transisi masyarakat sipil sedang mencari bentuk. Oleh karena itu segala kebijakan diharapkan dapat menghasilkan kemajuan, 10 11 sehingga dapat mencerminkan cita-cita ideal dalam mengelola negara bangsa. Jika timbul permasalahan dalam mewujudkan Pemerintah yang bersih dan berwibawa harus dicari akar permasalahan subtansial serta memecahkannya dengan arif, bukan tergesagesa. Demokrasi yang diharapkan harus kembali pada freme Pancasila sebagai paradigma reformasi untuk mewujudkan pemerintah yang bersih. Peran mahasiswa dalam mewujudkan Pemerintah yang bersih dan berwibawa Pemerintah yang bersih dan berwibawa tidak akan terwujud jika lingkungan masyarakat tidak mendukungnya, baik aparatur negara, dan sistem pemerintah yang baik. Pemerintah yang bersih dan berwibawa akan terwujud jika terjadi kinerja sinergis antara masyarakat pada umunya dan mahasiswa pada khususnya sebagai “agent of change” dan aparatur yang ada dengan konsep “Pamong”. Konsep ini menawarkan aparat pemerintah yang melayani masyarakat dengan tulus, melayani masyarakat secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan jiwa jaman tanpa kehilangan makna, tanpa kehilangan hakikat pelayanan untuk tujuan kebersamaan. Antara aparat dan masyarakat terjadi saling mengontrol dan saling memberi serta menerima sehingga terwujud masyarakat yang bersih. Pemerintah yang bersih tidak terwujud jika budaya KKN masih kuat, baik yang dilakukan anggota masyarakat dan disponsori oleh aparat pemerintah. Anggota masyarakat cenderung melakukan jalan pintas dikarenanakan persaingan yang keras dan untuk mencapai tujuan tidak sedikit menggunakan konsep “Machiavelli” dengan tujuan menghalalkan segala cara. Budaya materialisme ikut mewarnai masyarakat, segala keberhasilan diukur dengan materi sehingga tidak kondusif untuk membentuk mentalitas aparat yang bersih dan berwibawa. 11 12 Pada masa pemerintah Megawati tidak jauh berbeda dengan masa Orde Baru, pemerintah yang berkuasa kurang memiliki komitment untuk memberantas KKN. Sebagai bukti merebaknya politik uang terjadi di mana-mana, bahkan berdasarkan keterangan seorang tokoh Pemuda Golkar (Golongagn Karya) DIY, KKN jauh lebih parah lagi. Order-order PEMDA jatuh ketangan orang-orang PDI-P namun proyek yang dikerjakan jauh lebih jelek dan tidak berkualitas dibanding dengan jamannya GOLKAR ketika berkusa (Herjun, Wawancara, 2002). Uang hasil KKN biasanya masuk organisasi dan digunakan untuk memenangkan Pemilu 2004. Jabatan-jabatan politis yang direkrut dari anggota-anggota PDI-P kebanyakan memiliki kualitas kurang baik dibandingkan dengan birokrat-birokrat Orde Baru, tidak sedikit anggota-anggota DPRD yang direkrut dari “Wong Cilik” yang tidak memiliki kualitas dan misi pelayanan ke depan untuk mewujudkan Indonesia Baru yang bebas KKN. Akibatnya banyak pejabat-pejabat kurang memperhatikan kepentingan rakyat, namun lebih mengutamakan dirinya dan kelompoknya. Gerakan pemberantasan KKN yang dicanangkan dan dipelopori oleh Safei Ma’arif dan kelompok Islam seolah-olah tidak ditanggapi serius oleh pemerintah yang berkuasa. Oleh karena itu gerakan ini akan lebih efektif jika didukung oleh semua kelompok masyarakat dan aparat negara dan dari seluruh lingkungan masyarakat harus mempraktekkannya. Pemberantasan KKN sebaiknya dimulai dari diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kampus melalui pembentukan sikap mental yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai ujud pelaksanaan Pancasila secara subeyektif. Aparatur negara akan baik jika pejabat-pejabat karier memiliki pendidikan formal yang memadahi sekaligus dibentuk menjadi seorang profesional di bidangnya. Namun 12 13 sebagai konsekwensi Negara harus memberi kecukupan materi sekaligus jaminan hari tua yang memadahi sehingga hidupnya akan cukup tanpa harus melakukan KKN. Aparatur negara yang direkrut dari Parpol harus juga memiliki karakter mentalitas yang baik, visi, misi, aksi dan dedikasi tinggi untuk kepentingan bangsa. Para pejabat yang akan diangkat baik tingkat desa sampai menteri-menteri dan seluruh eksekutif, legislatif, dan yudikatif, harus lulus uji kelayakan dan memiliki kredibilitas serta akuntabilitas sebagaimana yang telah disepakati bersama. Sistem pemerintah yang baik ini akan terwujud jika mampu mengakomodasikan seluruh kepentingan masyarakat. Dalam pemerintah yang bersih ada kontrol antara Pemerintah yang berkuasa dan masyarakat yang dipimpinnya melalui institusi yang telah ditetapkan. Sebagai contoh dalam hal keuangan negara, peran BPK (badan pengawas keuangan) sangat dominan dalam mengontrol penggunaan uang negara yang kemudian dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk ditindak lanjuti. Pada masa reformasi kontrol terhadap pemerintah semakin nyata baik dilakukan oleh masyarakat melalui LSM-LSM (lembaga swadaya masyarakat) seperti LSM yang bergerak di bidang pemantauan terhadap korupsi, terhadap parlemen, terhadap HAM, terhadap perburuhan, hak-hak anak dan sosialisasi nilai-nilai demokrasi. LSM atau Non Government Organitation berfungsi membantu pemerintah yang berkuasa untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan termasuk untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan bertanggungjawab. Hak dan kewajiban pemerintah harus seimbang, selain hak monopoli dan melaksanakan undang-undang, mekanisme pertangungjawaban pemerintah harus jelas dan dibakukan, sehingga menghasilkan pemerintah yang kuat karena pemerintah yang 13 14 sedang berkuasa ada jaminan bekerja dengan tenang untuk memenuhi target yang sudah ditentukan. Tidak dibenarkan melakukan suksesi ditengah perjalanan sehingga timbul kerusuhan yang tidak dikehendaki. Berdasarkan pengalaman dalam pergantian rezim, maka sudah seharusnya dibuat peraturan yang sudah disepakati agar jangan melakukan kesalahan yang sama. Oleh karena setiap pergantian penguasa pasti timbul pertumpahan darah yang tidak perlu terjadi. Sumbangan Mahasiswa Terhadap Pemerintah Mahasiswa sebagai “agent of change” sesungguhnya merupakan “elit intelektual” yang dapat menyumbangkan pemikiran-pemikiran konseptualnya untuk membangun dan memperbaiki kondisi Indonesia yang carut marut ini. Beberapa konsep yang ditawarkan oleh mereka dapat dilihat dalam penelitian Sigit Dwi Kusrahmadi (2001: 7). Pertama agar pemerintah menjadi kuat, maka presiden harus dipilih secara langsung, karena jika pemlihan presiden dilakukan secara tidak langsung maka akan terjadi fragmentasi kekuasaan seperti yang terjadi saat ini. Sebagaimana diungkapkan oleh seorang tokoh mahasiswa “ bahwa pemilihan presiden secara langsung betul-betul dapat mewakili mayoritas rakyat” (Wahyono, 27 Maret 2001). Hasil pemilihan umum 1999 kursi yang terdapat dalam DPR dan MPR dibagi oleh 21 partai dan partai yang paling kuat hanya memperoleh 32 kursi. Kesulitan akibat sistem ini, jika presiden kehilangan kepercayaan dari legislatif yang terfragmentasi namun masih memerintah dan menjabat selama 5 tahun, maka akan terjadi kemacetan dalam mekanisme kehidupan pemerintahan. Apabila pemilihan presiden secara langsung dapat dilaksanakan maka berarti akan menghasilkan seorang presiden yang memperoleh mandat secara nasional, yaitu 14 15 orang yang menjadi figur pemersatu bangsa dalam konteks masyarakat yang terfragementasi sehingga dapat mencegah disintegrasi bangsa. Kedua, usulan atau ide mahasiswa mengenai reformasi di bidang pemerintahan di antaranya membubarkan lembaga MPR, karena lembaga ini sudah tidak diperlukan lagi dan pertanggungjawaban presiden kepada MPR sudah tidak ada. Penghapusan ini berarti juga menghapus orang-orang utusan daerah, utusan golongan, dan kaum militer. Agar mekanisme dalam pemerintahan lebih demokratis dan mencerminkan aspirasi dari masyarakat maka sistem kabinet presidensial perlu diganti sistem kabinet parlementer, adapun alasannya sistem parlementer dapat mengakomodasikan kepentingan banyak pihak. Oleh karena pemerintahan sistem parlementer yang dibentuk berdasarkan koalisi. Sisi positif lain, jika dalam parlementer terdapat satu partai yang kuat dan berkuasa maka akan menghasilkan pemerintah yang lebih stabil. Namun kelemahan lain, jika menggunakan sistem parlementer dengan multi partai mungkin akan terjadi ketidak stabilan, apabila ada kelompok partai yang berkoalisi untuk mengundurkan diri, maka pemerintahan yang berkuasa akan jatuh. Usulan lain bagi birokrasi, agar paradigma lama segera diubah khususnya perilaku birokrasi secara top down, aparat memposisikan diri sebagai pejabat yang senantiasa memerintah. Namun dalam era reformasi diharapkan pejabat atau aparat pemerintah mendorong, memotivasi dalam pelaksanaan program, mengabdikan diri, pendengar dan mengerti aspirasi masyarakat, tidak lagi memposisikan diri sebagai penguasa yang suka memerintah tetapi sebagai pelayan masyarakat. Sisi positif lain yang harus dikembangkan adalah pengembangan nilai-nilai demokrasi dan keberpihakan pejabat pada kepentingan rakyat. 15 16 Pemerintah sekarang sudah seharusnya memberdayakan masyarakat secara menyeluruh agar ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Oleh karena saat ini banyak hal masih ditangani pemerintah sendiri, sebab dalam negara maju peran pemerintah sangat membatasi diri hanya sebagai pengatur (regulating). Masyarakat diharapkan dapat mengurus, mengambil inisiatif sendiri. Pemerintah diharapkan dapat menstransformasikan nilai-nilai demokrasi melalui pers yang bebas dan bermoral. Perlunya diciptakan sistem politik yang mampu melakukan perubahan yang terjadi baik dalam pemerintah maupun dalam masyarakat, sehingga sistem itu memiliki adaptasi yang besar. Pemerintah diharapkan mensosialisasikan visinya dalam bentuk program sekaligus mengantisipasi perubahan-perubahan yang ada. Oleh karena tujuan negara diharapkan dapat menjadi pemersatu, sistem politik yang baik dapat mengatasi setiap problema yang terjadi dalam pemerintahan. Di samping beberapa konsep yang dapat disumbangkan sebagai kontrol terhadap pemerintah, mereka dapat pula menggembleng diri mereka dalam berbagai kegiatan baik yang bersifat intra kurikuler dan ekstra kurikuler, sehingga mereka benar-benar dapat lebih dewasa mempersiapkan diri menerima estafet kepemimpinan di masa mendatang. Penutup Dari uraian di atas dapat disimpulan bahwa mahasiswa mampu menjadi alat kontrol sosial terhadap segala penyimpangan yang terjadi dengan memberikan solusi-solusi yang konseptual. Mahasiswa mempersiapkan diri menjadi pemimpin dimasa mendatang dengan belajar di dunia kampus dan dapat menjalankan berbagai kegiatan baik yang bersifat ekstra kulikuler maupun intra kurikuler sebagai media untuk menempa 16 17 kepribadian dan kedewasaannya sebagai generasi yang akan menerima estafet kepemimpinan. Terwujudkannya pemerintah yang bersih dan berwibawa melalui kerja sama sinergis antara elit politik, pelaksanaan etika berpolitik yang didukung oleh elemenelemen yang terkait. Tidak kalah penting adanya kontrol sosial dari masyarkat, khususnya mahasiswa untuk mewujudkan masyarakat demokratis yang menjunjung tinggi nilai keadilan. Dengan demikian mahasiswa telah memberi kontribusi yang tidak sedikit dalam mengadakan pembaharuan dan reformasi di segala bidang. DAFTAR PUSTAKA Kaelan, M.S. 2003. Pendidikan Pancasila. SK Dirjen Dikti No. 38/ Dikti/ Kep./2002 Proses Reformasi UUD Negara, Amandemen 2002, Pancasila sebagai Sistem Filsafat Pancasila sebagai etika politik, Paradigma bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, Yogyakarta: Penerbit “Paradigma” Lemhanas, 1985 Pendidikan Kewiraan Untuk Mahsiswa. Jakarta: Gramedia dengan Kerjasama Dirjen Dikti Depdikbud. Sigit Dwi Kusrahmadi, 2001. Nasionalisme Di Kalangan Mahasiswa Aliran Agama Kristen Saksi Yehova (Studi Kasus di Beberapa Perguruan Tinggi Yogyakarta). Yogyakarta: Program Pasca Sarjana, UGM. Zulkarnain Nsution, 1989. Komuniksi Poltik: Jakarta: Tanpa Penerbit Makalah: Dirjen Dikti, 2003. Tentang Pendidikan di Perguruan Tinggi. Totok Daryanto. 2002. Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa. Yogyakarta: UPT MKU UNY. Wawancara Herjun, Tentang Analisis Anggota DPR Pemrintah Megawati. Tahun 2002 Wahyono, Pemilihan Presiden Secara Langsung., Tahun 2001 17 18 Koran: Kedaulatan Rakyat, 8 Desember 2003 Biodata Penulis: Sigit Dwi Kusrahmadi: Lahir di Yogyakarta, 27 Juni l957, meyelesaikan S-1 pada tahun 1985 di Fakultas Sastra Jurusan Sejarah UGM Yogyakarta, dan meyelesaikan S-2 di Fakultas Sospol UGM bidang Studi Ketahanan Nasiona. Sejak tahun 1987 mengampu mata kuliah Pendidikan Kewiraan atau Kewarganegaraan dan Pendidikan Pancasila. 18