FRAKSINASI KOMPONEN AKTIF ANTIBAKTERI EKSTRAK

advertisement
FRAKSINASI KOMPONEN AKTIF ANTIBAKTERI
EKSTRAK KULIT BATANG TANAMAN
BERENUK (Crescentia cujete L)
AHMAD YANI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
AHMAD YANI. Fraksinasi Komponen Aktif Antibakteri Ekstrak Kulit Batang
Tanaman Berenuk (Crescentia cujete L). Dibimbing oleh ELLY
SURADIKUSUMAH dan SURYANI.
Penelitian ini bertujuan menentukan fraksi teraktif antibakteri ekstrak kulit
batang tanaman berenuk, menentukan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM)
dan konsentrasi bunuh minimum (KBM) dari fraksi teraktif tersebut, dan
mengidentifikasi kandungan fitokimianya. Uji pendahuluan antibakteri ekstrak
metanol kasar dan fraksi hasil partisinya (fraksi n-heksana, etil asetat, dan air)
dilakukan dengan metode difusi cakram terhadap bakteri Staphylococcus aureus
(Gram positif) dan Escherichia coli (Gram negatif). Hasilnya menunjukkan bahwa
hanya ekstrak metanol, fraksi n-heksana, dan fraksi etil asetat yang memiliki
aktivitas sebagai antibakteri, dan aktivitas tertinggi ditunjukkan oleh fraksi nheksana. Fraksinasi lanjutan fraksi n-heksana menggunakan kromatografi kolom
silika gel (elusi gradien) menghasilkan 10 fraksi. Semua fraksi menunjukkan
aktivitas antibakteri, dan aktivitas tertinggi ditunjukkan oleh fraksi II. Fraksi
terakstif tersebut menunjukkan persentase inhibisi terhadap bakteri S. aureus dan
E. coli masing-masing 35.86% dan 63.01%. Nilai KHM fraksi teraktif terhadap
bakteri S. aureus dan E. coli ialah 0.2 dan 0.1 mg/mL, dan nilai KBM terhadap
kedua bakteri masing-masing 10 dan 5 mg/mL. Berdasarkan uji fitokimia,
senyawa aktif yang terkandung dalam fraksi teraktif adalah golongan steroid dan
alkaloid. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa senyawa golongan steroid
dan alkaloid dalam kulit batang berenuk berpotensi sebagai antibakteri.
ABSTRACT
AHMAD YANI. Fractionation of Antibacterial Active Components from Berenuk
(Crescentia cujete L) Stem Bark Extract. Supervised by ELLY
SURADIKUSUMAH and SURYANI.
The objectives of this research are to determine the most antibacterial active
fraction of berenuk stem bark extracts, to determine minimum inhibitory
concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC), and to
identify phytochemical constituents of the fraction. Preliminary screening of crude
methanol extract and all fractionated extracts (n-hexane, ethyl acetate, and
aqueous fraction) against Staphylococcus aureus (Gram positive) and Escherichia
coli (Gram negative) were tested by disc-diffusion assay. The results showed that
only methanol extract and its n-hexane and ethyl acetate fractions that could
inhibit growth of all tested bacteria, and the most active fraction among all
fractionated extract was n-hexane fraction. Fractionation of n-hexane extract using
silica gel column chromatography (gradient elution) produced 10 fractions. All of
the fractions showed antibacterial activities, and the most active was fraction II
with percentage towards S. aureus was 35.86% and E. coli was 63.01%. The MIC
towards S. aureus and E. coli were 0.2 and 0.1 mg/mL, and the MBC for both of
bacteria were 10 and 5 mg/mL, respectively. Phytochemical screening showed
that steroid and alkaloid were the active constituents of the fraction II. This result
concludes that steroids and alkaloids from berenuk stem bark are potential as
antibacterial agents.
FRAKSINASI KOMPONEN AKTIF ANTIBAKTERI
EKSTRAK KULIT BATANG TANAMAN
BERENUK (Crescentia cujete L)
AHMAD YANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul
Nama
NIM
: Fraksinasi Komponen Aktif Antibakteri Ekstrak Kulit Batang Tanaman
Berenuk (Crescentia cujete L)
: Ahmad Yani
: G44060602
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Ir. Elly Suradikusumah, MS
NIP 19450214 197010 2 001
Dr. Suryani, M.Sc
NIP 19681031 200604 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Kimia
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal lulus:
v
PRAKATA
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas
limpahan hidayah dan rahmat-Nya, karya ilmiah yang berjudul “Fraksinasi
Komponen Aktif Antibakteri Ekstrak Kulit Batang Tanaman Berenuk (Crescentia
cujete L)” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertujuan memisahkan komponen
aktif yang terkandung dalam ekstrak kulit batang berenuk dan menganalisis
potensinya sebagai antibakteri. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juni sampai
Desember 2010 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, dan
Laboratorium Biokimia, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, IPB.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Ir.
Elly Suradikusumah, MS dan Dr. Suryani, M.Sc selaku pembimbing yang selalu
memberi bimbingan, motivasi, saran, dan meluangkan waktunya kepada penulis
selama berkonsultasi. Penulis mengucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
mama dan bapak tercinta, Dik Putri, dan seluruh keluarga yang senantiasa
mendoakan, memotivasi, dan mencurahkan kasih sayang yang tiada henti. Tidak
lupa penulis mengucapkan terima kasih pula kepada Om Eman, Bu Nunung, Pak
Dede, dan para pegawai di Laboratorium Kimia Analitik, Ani, Emil, Arin, Ai,
Puput, dan teman-teman Analitik 43 lainnya, Genk Gahol Anorganik tercinta,
Neng Sus, Ela, dan teman-teman Kimia 43 yang selalu memberi dukungan dan
menjadi teman diskusi yang menyenangkan, teman-teman Biokim 43 (Vika, Feni,
Umul, Marsudi, Izza, dan Ossy), Tiwik TIN 43, dan teman-teman Pondok Girma.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2011
Ahmad Yani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 30 September 1988 dari pasangan
Subarno dan Menah. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis
lulus dari SMAN 1 Cipocok Jaya (sekarang SMAN 2 Serang) pada tahun 2006
dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2007,
penulis diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten praktikum
Kimia TPB pada tahun ajaran 2007/2008 dan 2009/2010, Kimia Lingkungan pada
tahun ajaran 2009/2010, Kimia Biologis pada tahun ajaran 2009/2010,
Elektroanalitik dan Teknik Pemisahan pada tahun ajaran 2009/2010, Kimia
Analitik II pada tahun ajaran 2009/2010, dan Spektrofotometri dan Aplikasi
Kemometrik untuk mahasiswa reguler dan ekstensi pada tahun ajaran 2009/2010.
Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika)
pada tahun 2007/2008 sebagai staf ahli Departemen Human Resources
Development dan pada tahun 2008/2009 sebagai Kepala Departemen Komunikasi
dan Informasi. Selain itu, penulis aktif menjadi Tentor Kimia TPB di Lembaga
Bimbingan Belajar Avogadro pada tahun 2008 sampai 2009, kemudian menjadi
Tentor Kimia TPB di Lembaga Bimbingan Belajar Katalis pada tahun 2009
sampai 2010. Penulis pernah berkesempatan menjadi perwakilan mahasiswa IPB
dalam mengikuti Olimpiade Mahasiswa Bidang Kimia Tingkat Nasional pada
tahun 2009. Penulis juga berkesempatan menjalani kegiatan Praktik Lapang di
Laboratorium Penelitian Minyak, PT Chandra Asri Petrochemical Center pada
tahun 2009.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 1
Berenuk ............................................................................................................... 1
Bakteri ................................................................................................................. 2
Antibakteri........................................................................................................... 3
Ekstraksi .............................................................................................................. 4
Kromatografi Kolom dan Kromatografi Lapis Tipis .......................................... 4
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 5
Alat dan Bahan .................................................................................................... 5
Metode................................................................................................................. 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 8
Kadar Air Simplisia Berenuk .............................................................................. 8
Analisis Hasil Ekstraksi ...................................................................................... 8
Aktivitas Antibakteri ........................................................................................... 8
Hasil Penentuan Eluen Terbaik dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ......... 9
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom ........................................................... 10
Fraksi Teraktif Antibakteri ................................................................................ 10
Konsentrasi Hambat Minimum ......................................................................... 11
dan Konsentrasi Bunuh Minimum .................................................................... 11
Hasil Uji Fitokimia ............................................................................................ 11
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 11
Simpulan ........................................................................................................... 11
Saran .................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12
LAMPIRAN .......................................................................................................... 14
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Batang Berenuk.......................................... 9
2 Hasil Uji Fitokimia............................................................................................ 11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tanaman Berenuk ............................................................................................... 2
2 Staphylococcus aureus ........................................................................................ 3
3 Escherichia coli ................................................................................................... 3
4 Profil Kromatogram Fraksi n-heksana Kulit Batang dengan Berbagai Eluen .. 10
5 Rerata Persentase Inhibisi Hasil Fraksinasi Kromatografi Kolom dengan Elusi
Gradien terhadap Bakteri S. aureus dan E. coli ................................................ 10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan Alir Lingkup Kerja Penelitian ................................................................ 15
2 Kadar Air Kulit Batang Berenuk....................................................................... 16
3 Rendemen Ekstrak Kulit Batang Berenuk dalam Metanol ............................... 16
4 Rendemen Hasil Partisi Ekstrak Metanol Kulit Batang Berenuk ..................... 17
5 Hasil Pemilihan Eluen Terbaik Fraksi n-heksana Kulit Batang Berenuk ......... 18
6 Hasil Fraksinasi Lanjutan Fraksi n-heksana Kulit Batang Berenuk ................. 19
7 Hasil Penentuan Fraksi Teraktif Fraksi n-heksana Kulit Batang Berenuk ....... 21
8 Hasil Penentuan KHM Fraksi Teraktif Fraksi n-heksana Kulit Batang
Berenuk ............................................................................................................. 22
9 Hasil Penentuan KBM Fraksi Teraktif Fraksi n-heksana Kulit Batang
Berenuk ............................................................................................................. 23
1
PENDAHULUAN
Bakteri
merupakan
mikroorganisme
prokariotik yang khas, bersel tunggal, dan
tidak mengandung struktur yang terbatasi
membran di dalam sitoplasmanya (Pelczar dan
Chan 1986). Ukurannya yang mikro dan
mudah berkembang biak menyebabkan
bakteri tersebar hampir di setiap tempat dan
dapat tumbuh di wilayah dengan kondisi
umum hingga ekstrim. Bakteri juga dapat
tumbuh dan berkembang biak dengan baik di
permukaan kulit dan di dalam tubuh manusia
maupun hewan.
Bakteri ada yang bersifat patogen dan ada
pula yang nonpatogen. Bakteri patogen
merupakan
bakteri
yang
berpotensi
menyebabkan infeksi ataupun penyakit, baik
dalam jumlah yang sedikit ataupun saat
jumlahnya melebihi normal. Sementara itu,
bakteri nonpatogen merupakan bakteri yang
tidak berpotensi menyebabkan infeksi
penyakit tertentu pada manusia ataupun
hewan inangnya.
Beragamnya bakteri patogen yang dapat
menyebabkan infeksi ataupun penyakit telah
memacu penggunaan antibiotik sebagai obat
utama. Antibiotik bekerja secara spesifik pada
proses tertentu dalam daur hidup bakteri.
Sistem mekanisme resistensi terhadap
antibiotik mungkin dilakukan oleh bakteri
sasaran sehingga mutasi pada bakteri mungkin
dapat terjadi dan memungkinkan munculnya
strain bakteri yang kebal terhadap antibiotik.
Hal ini menyebabkan antibiotik biasanya
diberikan dalam dosis yang menyebabkan
bakteri segera mati dalam jangka waktu cukup
lama agar tidak terjadi mutasi pada bakteri.
Namun demikian, pemberian dosis yang
tinggi dalam jangka waktu cukup lama
terkadang memberikan efek samping yang
tidak diinginkan dalam tubuh.
Penggunaan antibiotik sintetik maupun
semi-sintetik umumnya memiliki efek
samping tertentu yang tidak diharapkan,
terutama apabila antibiotik tersebut digunakan
secara terus-menerus. Oleh karena itu,
penelitian-penelitian mengenai zat antibakteri
alami terus dilakukan. Hingga saat ini, banyak
penelitian yang dilakukan untuk mencari
senyawa-senyawa metabolit sekunder dari
tumbuhan yang memiliki aktivitas antibakteri.
Produk bahan alam seperti metabolit
sekunder, baik senyawa murni maupun dalam
bentuk ekstrak, memiliki peluang untuk
dikembangkan dalam dunia pengobatan.
Senyawa bahan alam tersebut memiliki efek
terapis yang signifikan terhadap bakteri,
jamur, maupun virus yang bersifat patogen
terhadap hewan dan manusia. Efek terapis
yang ditimbulkan juga lebih aman tanpa efek
samping (Parthasarathy et al. 2009).
Salah satu tanaman yang berpotensi
dikembangkan dalam dunia pengobatan
adalah berenuk (Crescentia cujete Linn).
Berenuk merupakan tanaman perdu tropis
yang berkhasiat sebagai obat berbagai
penyakit. Daun berenuk dalam pengobatan
tradisional digunakan untuk mengobati luka
baru dan menurunkan hipertensi. Daun
mudanya
ditumbuk
dan
dijadikan
pengkompres untuk sakit kepala dan luka.
Sementara daging buahnya digunakan untuk
mengobati diare, flu, bronkhitis, batuk, asma,
dan uretritis (Heyne 1987).
Uji fitokimia yang dilakukan oleh
Ogbuagu (2008) memberikan informasi
bahwa daging buah berenuk mengandung
alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan
polifenol. Kandungan alkaloid, saponin, tanin,
dan polifenolnya berpotensi sebagai zat
antibakteri. Rasadah dan Houghton (1988)
juga
menyimpulkan
adanya
potensi
antibakteri dari kulit kayu, batang, dan akar
tanaman famili Bignoniaceae, termasuk
Crescentia cujete Linn. Oleh karena itu,
tanaman berenuk ini memiliki fungsi sebagai
antibakteri.
Penelitian ini bertujuan menentukan fraksi
teraktif antibakteri ekstrak kulit batang
tanaman
berenuk,
menentukan
nilai
konsentrasi hambat minimum (KHM) dan
konsentrasi bunuh minimum (KBM) dari
fraksi teraktif tersebut, dan mengidentifikasi
kandungan fitokimianya.
TINJAUAN PUSTAKA
Berenuk
Berenuk termasuk ke dalam kingdom
Plantae (tumbuhan), subkingdom Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh), superdivisi
Spermatophyta (tumbuhan berbiji), divisi
Magnoliophyta
(tumbuhan
berbunga),
subdivisi Angiospermae (tumbuhan berbiji
tertutup), kelas Magnoliopsida (dikotil),
subkelas Asteridae, ordo Scrophulariales,
famili Bignoniaceae, genus Crescentia,
dengan nama spesiesnya adalah Crescentia
cujete Linn.
2
Gambar 1 Tanaman Berenuk.
Berenuk umum dijumpai di daerah tropis.
Tanaman ini merupakan jenis tanaman dikotil
berbunga yang berasal dari Amerika Tengah
dan Selatan. Tanaman ini termasuk tanaman
perdu dengan tinggi sekitar 6-10 m, berdaun
hijau sepanjang tahun, dan memiliki kayu
yang kuat dengan warna putih kehitaman.
Sistem daun tanaman berenuk cukup
sederhana dengan bentuk majemuk, menyirip,
lonjong, bertepi rata, ujung daun membulat,
pangkal daun meruncing, dan bertangkai
pendek. Berenuk memiliki bunga tunggal
yang muncul dari cabang dan ranting dengan
kelopak berbentuk corong. Buahnya berwarna
hijau kekuningan berbentuk bulat besar
dengan diameter mencapai 20 cm. Buah
berenuk termasuk buah tunggal dengan kulit
buah yang kuat dan keras. Di dalamnya
terdapat pulp dengan biji berukuran kecilkecil yang menempel pada pulp (Michael
2004).
Kandungan kimia daging buah berenuk
yang telah dilaporkan antara lain alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, polifenol, vitamin
A, C, E, niasin, riboflavin, thiamin,
karbohidrat, dan mineral-mineral yang
mencakup natrium, kalium, kalsium, fosfor,
dan magnesium. Sementara itu, bagian daun,
kulit batang, dan akarnya mengandung
saponin dan polifenol (Ogbuagu 2008).
Berenuk berkhasiat mengobati berbagai
macam penyakit sehingga sering digunakan
dalam pengobatan tradisional. Batang, daun,
buah, dan akarnya sering digunakan sebagai
obat pencahar, diare, obat diuretik, otitis,
analgesik, dan antiinflamasi (Morton 1981,
Michael 2004). Pulpnya bila dicampur dengan
daun Lignum vitae telah digunakan untuk
pengobatan diabetes. Pulpnya yang belum
matang juga telah digunakan untuk
penyembuhan sakit kepala, batuk, pneumonia,
antipiretik, dan pencahar. Di Afrika bagian
tenggara, buah berenuk dapat dimakan pada
bagian pulpnya dan diyakini dapat mengobati
demam, tetanus dan kejang-kejang, muntahmuntah, menstruasi tidak lancar, dan
gangguan prostat (Burkill 1985, Morton
1981). Di beberapa daerah di Indonesia,
berenuk juga telah digunakan dalam
pengobatan
tradisional.
Di
Sulawesi
Tenggara, kulit batang berenuk direbus untuk
obat diabetes (Rahayu et al. 2006). Daun
berenuk dalam pengobatan tradisional di Jawa
digunakan untuk mengobati luka baru dan
menurunkan hipertensi. Daun mudanya
ditumbuk dan dijadikan pengkompres untuk
sakit kepala dan membersihkan luka baru.
Sementara daging buahnya digunakan untuk
mengobati diare, flu, bronkhitis, batuk, asma,
dan uretritis (Heyne 1987).
Bakteri
Bakteri merupakan sel prokariotik yang
khas, bersel tunggal, dan mengandung struktur
yang tidak dibatasi membran di dalam
sitoplasmanya. Bakteri memiliki diameter 0.51.0 µm dan panjangnya 1.5-2.5 µm. Sel-sel
individu bakteri dapat berbentuk bola, batang,
atau spiral (heliks) (Pelczar dan Chan 1986).
Berdasarkan komposisi dinding selnya,
bakteri dibedakan menjadi dua, yaitu bakteri
Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram
positif adalah bakteri yang memiliki lapisan
peptidoglikan (molekul yang tersusun atas
asam amino dan gula) yang tebal. Tebalnya
peptidoglikan ini menyebabkan bakteri tahan
terhadap sifat osmosis yang dapat memecah
sel bakteri tersebut. Lapisan peptidoglikan
pada bakteri Gram negatif lebih tipis tetapi
memiliki membran luar yang tebal sehingga
bersama-sama
dengan
peptidoglikan
membentuk mantel pelindung yang kuat untuk
sel (McKanne dan Kandel 1996).
Bakteri uji merupakan bakteri yang
digunakan dalam pengujian sifat antibakteri
suatu senyawa tertentu sehingga senyawa
tersebut dapat diketahui memiliki aktivitas
antibakteri atau tidak. Bakteri yang umum
digunakan mencakup salah satu dari jenis
bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Staphylococcus aureus termasuk famili
Micrococcaceae dan merupakan Gram positif,
tidak berspora, dan bersifat katalase positif.
Bakteri umumnya ditemukan dalam bentuk
kelompok kecil bergerombol. Micrococci ini
tersebar luas di alam bergabung dengan tanah,
debu, permukaan air, hewan, dan tanaman.
Walaupun bakteri ini merupakan pencemar
bahan pangan segar, tetapi jarang menjadi
penyebab utama kerusakan bahan pangan. Hal
ini disebabkan oleh ketidakmampuan bersaing
dengan jenis bakteri lain yang lebih cepat
tumbuh, seperti Pseudomodaceae, Entero-
3
bacteriaceae, dan Basillaceae. Namun
demikian, bakteri ini jauh lebih tahan terhadap
tekanan lingkungan, seperti suhu, garam, dan
kekeringan dibandingkan dengan jenis bakteri
lain (Buckle et al. 1985).
S. aureus merupakan penyebab berbagai
infeksi yang bernanah dan bersifat toksik pada
manusia dan hewan. Bakteri ini pada manusia
menyebabkan pneumonia (infeksi paru-paru),
osteomyelitis (radang tulang), sinusitis,
tonsilitis
(radang
amandel),
abses
(penimbunan nanah akibat infeksi bakteri),
dan endokarditis. S. aureus pada hewan
menyebabkan penyakit seperti mastitis
(pembengkakan payudara) pada sapi, pustular
dermatitis (radang kulit) pada anjing, serta
abses pada semua spesies termasuk unggas
(Jawetz et al. 2004). Infeksi yang disebabkan
oleh S. aureus juga dapat menyebabkan
meningitis (radang selaput otak). Penyakitpenyakit tersebut tidak jarang dapat
menyebabkan kematian meskipun telah
dilakukan terapi dengan antibiotik. Hal ini
terutama disebabkan oleh strain S. aureus
yang telah bermutasi, contohnya strain
methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) (Rybak dan LaPlante 2005).
Salah satu penyebab masuknya S. aureus
ke dalam tubuh adalah melalui makanan yang
tercemar oleh bakteri tersebut sehingga
menyebabkan infeksi saluran pencernaan,
diare, bahkan diare akut yang disebabkan
enterotoksin yang dihasilkan bakteri tersebut
(Rybak dan LaPlante 2005).
Sumber: hartokofiles.wordpress.com.
Gambar 2 Staphylococcus aureus.
Escherichia coli termasuk ke dalam famili
Enterobacteriaceae. Golongan bakteri ini
merupakan kelompok besar dari bakteri Gram
negatif, tidak berspora, dan berbentuk batang
kecil. Kelompok ini memiliki sifat khas, yaitu
mampu tumbuh secara aerobik maupun
anaerobik fakultatif pada beraneka macam
karbohidrat (Buckle et al. 1985).
E. coli pada umumnya merupakan mikrob
yang secara normal terdapat pada saluran
pencernaan hewan dan manusia. Bakteri ini
memiliki panjang 2.0-6.0 µm dan lebar 1.1-
1.5 µm. Suhu optimum bakteri ini adalah
37°C. Beberapa strain bakteri ini dapat
menyebabkan gastroentritis pada manusia dan
hewan ternak, diare, dan infeksi saluran kemih
(Jawetz et al. 2004).
Sumber: www.jpnn.com.
Gambar 3 Escherichia coli.
Antibakteri
Zat antibakteri adalah zat yang dapat
mengganggu pertumbuhan atau metabolisme
bakteri (Pelczar dan Chan 1986). Berdasarkan
aktivitasnya, zat antibakteri dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu antibakteri
bakteriostatik yang bekerja menghambat
populasi bakteri tetapi tidak mematikan
bakterinya; dan antibakteri bakterisida yang
bekerja dengan membunuh bakteri. Umumnya
terdapat transisi antara kerja bakteriostatik dan
bakterisida. Ada beberapa antibakteri yang
bersifat bakteriostatik dapat berubah menjadi
bakterisida jika digunakan dalam dosis tinggi
(Schunack et al. 1990).
Zat antibakteri yang digunakan untuk
membasmi bakteri patogen penyebab penyakit
infeksi pada manusia harus memiliki sifat
toksisitas selektif yang tinggi. Artinya, obat
tersebut harus bersifat sangat toksik untuk
bakteri tetapi relatif atau bahkan tidak toksik
terhadap inang (Gan et al. 1980).
Suatu zat antibakteri dikatakan memiliki
spektrum luas apabila dapat membunuh
bakteri Gram positif dan Gram negatif,
spektrum sempit apabila hanya membunuh
bakteri Gram positif atau Gram negatif saja,
dan spektrum terbatas apabila hanya efektif
terhadap satu spesies bakteri tertentu saja
(Dwijoseputro 1990). Bakteri merupakan sel
hidup. Oleh karena itu, struktur sel bakteri
hampir sama dengan jenis sel makhluk hidup
lainnya. Mekanisme kerja antibakteri dapat
berlangsung melalui beberapa cara, diantaranya menghambat sintesis dinding sel, menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel,
menghambat kerja protein pada dinding sel,
menghambat sintesis asam nukleat, dan
menghambat metabolisme sel mikrob (Pelczar
dan Chan 1986).
4
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan prosedur untuk
memperoleh kandungan senyawa organik dari
jaringan tumbuhan (Harborne 1987). Ekstraksi
dapat diartikan juga sebagai cara untuk
memisahkan campuran beberapa zat menjadi
komponen-komponen yang terpisah (Winarno
et al. 1973). Kelarutan zat dalam pelarut
bergantung pada kepolarannya. Zat yang polar
hanya larut dalam pelarut polar, dan
sebaliknya. Dalam ekstraksi, diperhatikan
juga selektivitas pelarut, kemampuan untuk
mengekstraksi komponen sasaran, toksisitas,
kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut
(Harborne 1987).
Metode ekstraksi yang umum digunakan
antara lain maserasi, soxhletasi, penggodokan
(refluks), ekstraksi cair-cair (partisi), dan
ekstraksi ultrasonik. Metode ekstraksi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
maserasi dan ekstraksi cair-cair.
Maserasi merupakan proses pengambilan
komponen target yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam pelarut
yang sesuai dalam jangka waktu tertentu. Isi
sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di
luar sel. Larutan dengan konsentrasi tinggi
akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut
dengan konsentrasi rendah (proses difusi).
Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di
luar sel dan di dalam sel. Selama proses
maserasi, sesekali dilakukan pengadukan dan
juga dilakukan penggantian pelarut. Residu
yang diperoleh dipisahkan kemudian filtratnya
diuapkan (Sudjadi 1986). Metode maserasi
memiliki kelebihan antara lain sederhana,
relatif murah, tidak memerlukan peralatan
yang rumit, dan dapat menghindari kerusakan
komponen senyawa yang tidak tahan panas
karena metode ini dilakukan tanpa proses
pemanasan. Kelemahan metode ini antara lain
membutuhkan waktu yang cukup lama dan
menggunakan jumlah pelarut yang banyak
sehingga tidak efektif dan efisien (Meloan
1999).
Ekstraksi cair-cair merupakan metode
ekstraksi yang didasarkan pada sifat kelarutan
komponen target dan distribusinya dalam dua
pelarut yang tidak saling bercampur. Senyawa
polar akan terbawa dalam pelarut polar,
senyawa semipolar akan terbawa dalam
pelarut yang semipolar, dan senyawa nonpolar
akan terbawa dalam pelarut nonpolar.
Ekstraksi cair-cair bertahap merupakan teknik
ekstraksi cair-cair yang paling sederhana,
cukup
dengan
menambahkan
pelarut
pengekstraksi yang tidak saling bercampur
kemudian dilakukan pengocokan sehingga
terjadi distribusi zat terlarut di antara kedua
pelarut (Khopkar 2002). Dalam hal ini,
pemisahan zat yang polar dan nonpolar dapat
dilakukan dengan ekstraksi cair-cair (partisi)
dalam corong pisah. Pengocokan bertujuan
memperluas area permukaan kontak di antara
kedua pelarut sehingga pendistribusian zat
terlarut di antara keduanya dapat berlangsung
dengan baik. Syarat pelarut untuk ekstraksi
cair-cair adalah memiliki kepolaran yang
sesuai dengan bahan yang diekstraksi dan
harus terpisah setelah pengocokan (Harvey
2000).
Kromatografi Kolom dan Kromatografi
Lapis Tipis
Metode pemisahan atau yang umum
dikenal sebagai fraksinasi merupakan proses
pemisahan komponen suatu ekstrak menjadi
kelompok-kelompok senyawa yang memiliki
kemiripan
karakteristik
secara
kimia.
Fraksinasi akan berjalan dengan tepat apabila
menggunakan pelarut yang paling baik dan
sesuai dalam pemisahan senyawa-senyawa
yang difraksinasi. Metode fraksinasi yang
paling umum digunakan adalah kromatografi
kolom dan kromatografi lapis tipis.
Kromatografi kolom adalah salah satu metode
kromatografi untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif senyawa kimia. Kromatografi
kolom bertujuan memurnikan dan mengisolasi
komponen
dari
suatu
campurannya.
Kromatografi jenis ini menggunakan suatu
kolom kaca yang berisi fase diam di dalamnya
(Day dan Underwood 2001).
Kromatografi kolom merupakan metode
kromatografi yang terbaik untuk pemisahan
campuran dalam jumlah besar (lebih dari satu
gram). Kolom kromatografi yang akan dipakai
dapat dibuat dengan cara menuangkan
suspensi fase diam (penjerap) dalam pelarut
yang sesuai ke dalam kolom dan dibiarkan
memampat. Pada pemisahan kromatografi
kolom, suatu pelarut pengelusi dialirkan
secara kontinu melewati kolom akibat gaya
berat atau didorong dengan tekanan,
kemudian memisahkan senyawa dalam
campuran
berdasarkan
kepolarannya.
Komponen-komponen dari campuran senyawa
yang dipisahkan keluar dari kolom, kemudian
dikumpulkan dan difraksinasi (Markham
1988). Umumnya, silika gel digunakan
sebagai fase diam kromatografi kolom, dan
proses elusinya dapat berupa elusi isokratik
5
dengan satu jenis pelarut ataupun elusi
gradien dengan beberapa jenis pelarut sesuai
dengan peningkatan kepolarannya (Harvey
2000).
Hasil pemisahan dengan kromatografi
kolom dapat dianalisis lebih lanjut menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT).
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan
metode kromatografi adsorpsi yang menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina
yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau
logam yang keras sebagai fase diam. Fase
diam KLT seringkali mengandung zat yang
dapat berpendar dalam sinar ultraviolet. Fase
gerak yang digunakan pada KLT merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai
(Houghton & Raman 1998). Data hasil KLT
diberikan dalam bentuk nilai Rf senyawa
dalam sistem pelarut tertentu. Nilai Rf
dihitung berdasarkan pergerakan zat relatif
terhadap garis depan pelarut dalam sistem
KLT dan dihitung melalui perbandingan jarak
tempuh zat dengan jarak tempuh garis depan
pelarut.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan
gelas, neraca analitik, oven, penguap putar,
inkubator, autoklaf, pipet mikro, laminar air
flow biosafety, jarum ose, pengaduk magnet,
lempeng pemanas, spektrometer sinar tampak
(Spectronic 20D+), pelat mikro 96-sumur,
mikroplate reader BIO-RAD Model 680 XR,
pipa kapiler, bejana kromatografi, dan kolom.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
simplisia serbuk kulit batang tanaman
berenuk, metanol, akuadestilata, n-heksana,
etil asetat, diklorometana, dimetil sulfoksida
(DMSO), FeCl3 1%, anhidrida asam asetat,
kloroform, NH4OH, dietil eter, pereaksi
Lieberman-Burchard, serbuk Mg, amil
alkohol, H2SO4 2 M, pereaksi Dragendorff,
Meyer, dan Wagner, HCl pekat, silika gel G60
(Merck 230-400 mesh), pelat silika gel G60
F254 (Merck), alumunium foil, agar nutrien
(Nutrient Agar, NA), kaldu nutrien (Nutrient
Broth, NB), larutan NaCl fisiologis 0.85%,
isolat bakteri Staphylococcus aureus (Gram
positif) dan Escherichia coli (Gram negatif)
tipe liar, kertas cakram (Whatman No.1
diameter 6.0 mm), dan antibiotik amoksisilin.
Metode
Metode penelitian mengikuti diagram alir
pada Lampiran 1 yang meliputi penyiapan
sampel, penentuan kadar air, ekstraksi bagian
tanaman, ekstraksi cair-cair, uji aktivitas
antibakteri, penentuan eluen terbaik dengan
KLT, fraksinasi menggunakan kromatografi
kolom, penentuan KHM dan KBM fraksi
teraktif, dan analisis fitokimia.
Penyiapan Sampel
Bagian kulit batang segar tanaman
berenuk dikumpulkan dari daerah Babakan
Lio, Darmaga, Bogor, pada minggu kedua
bulan April 2010. Bahan segar tanaman
dicuci, dipotong kecil-kecil, dikeringudarakan, kemudian digiling hingga diperoleh
simplisia serbuk. Simplisia serbuk selanjutnya
disimpan dalam wadah kedap udara.
Penentuan Kadar Air Simplisia Berenuk
Cawan porselin dicuci bersih dan
dikeringkan di dalam oven bersuhu 105°C
selama 30 menit. Selanjutnya cawan
didinginkan dalam eksikator selama 30 menit,
kemudian ditimbang bobot kosongnya.
Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam
cawan dan dikeringkan di dalam oven pada
suhu 105°C selama 2x24 jam. Cawan beserta
isinya didinginkan dalam eksikator sekitar 30
menit
kemudian
ditimbang.
Proses
pengeringan dan penimbangan diulang
kembali sampai diperoleh bobot konstan.
Penentuan kadar air dilakukan sebanyak tiga
kali ulangan.
Kadar air (%) = A – B x 100%
A
Keterangan:
A = bobot bahan sebelum dikeringkan (g)
B = bobot bahan setelah dikeringkan (g)
Ekstraksi
Serbuk kulit batang tanaman berenuk
sebanyak 150 g dimaserasi dengan 600 mL
metanol pada suhu ruang selama 24 jam.
Setelah itu, maserat dipisahkan kemudian
residu dimaserasi kembali dengan jenis dan
jumlah pelarut yang sama. Maserasi dilakukan
sebanyak 3 kali pengulangan. Semua maserat
dikumpulkan dan dipekatkan dengan penguap
putar. Bobot ekstrak kering yang diperoleh
kemudian ditimbang. Rendemen ekstrak
dihitung dengan membandingkan bobot
ekstrak yang diperoleh terhadap bobot sampel
6
awal, dengan faktor koreksi berupa kadar air
sampel yang digunakan.
Ekstraksi Cair-Cair Ekstrak Kulit Batang
Tanaman Berenuk
Ekstrak metanol kulit batang sebanyak 5 g
ditambahkan dengan 100 mL akuadestilata
dan dimasukkan ke dalam corong pisah.
Larutan kemudian ditambah n-heksana
dengan perbandingan 1:1 v/v dan diekstraksi.
Fraksi n-heksana dipisahkan dan fraksi air
diekstraksi kembali dengan jenis dan jumlah
pelarut yang sama sampai diperoleh fraksi nheksana dari 3 kali pengulangan ekstraksi.
Fraksi air yang masih tersisa kemudian
diekstraksi kembali dengan pelarut etil asetat
dengan perbandingan 1:1 v/v. Fraksi etil asetat
dipisahkan dan ekstraksi diulang kembali
dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama
sampai diperoleh fraksi etil asetat dari 3 kali
pengulangan ekstraksi. Ketiga macam fraksi
yang dihasilkan, yaitu fraksi n-heksana, etil
asetat, dan air kemudian dipekatkan dengan
penguap putar. Rendemen ekstrak dihitung
dengan membandingkan bobot ekstrak yang
diperoleh terhadap bobot sampel awal.
Pembuatan Media Agar Nutrien
Media Agar Miring. Sebanyak 1.15 g NA
dilarutkan dalam 50 mL akuadestilata,
dipanaskan, dan diaduk dengan pengaduk
magnet hingga homogen. Larutan kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setiap
tabung reaksi diisi dengan 5 mL larutan
sehingga diperoleh 10 tabung media. Tabungtabung ini kemudian ditutup dengan kapas dan
alumunium foil. Media disterilisasi dengan
autoklaf pada tekanan 1.5 atm dengan suhu
121°C selama 15 menit. Tabung-tabung
dimiringkan dan media dibiarkan mengeras
kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam
suhu ruang. Setelah mengeras, media siap
digunakan sebagai tempat pengembangbiakan
bakteri uji.
Media Agar Cawan Petri. Serbuk NA
sebanyak 3.45 g dilarutkan dalam 150 mL
akuadestilata, dipanaskan, dan diaduk dengan
pengaduk magnet hingga homogen. Media
disterilisasi dengan autoklaf pada tekanan 1.5
atm dengan suhu 121°C selama 15 menit.
Media siap dicampur dengan suspensi bakteri
dan dituang ke dalam cawan Petri. Setiap
cawan Petri berisi 20 mL media yang telah
dikulturisasi.
Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri uji yang telah dibiakkan pada
media agar miring NA diregenerasi dengan
cara diambil satu ose dan disuspensikan ke
dalam tabung reaksi berisi 5 mL larutan NaCl
fisiologis steril. Suspensi kemudian diinkubasi
selama 18 jam pada suhu 37C. Rapatan optis
(optical density, OD) suspensi bakteri diukur
dengan spektrofotometer tampak pada 620
nm. Bila nilai OD bernilai >1.0, suspensi
bakteri yang digunakan untuk kulturisasi pada
media cawan Petri adalah sebanyak 50 µL
untuk setiap 20 mL media. Bila nilai OD
bernilai <1.0, suspensi bakteri yang digunakan untuk kulturisasi pada media cawan
Petri adalah sebanyak 100 µL untuk setiap 20
mL media.
Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan
terhadap isolat E. coli dan S. aureus tipe liar
dengan metode difusi cakram (Metode KirbyBauer). Suspensi bakteri sebanyak 1 mL
dicampurkan ke dalam 200 mL media.
Campuran diaduk dengan kecepatan 100-200
rpm kemudian dituang ke dalam satu cawan
Petri untuk setiap 20 mL. Media yang telah
dikulturisasi dibiarkan mengeras pada suhu
ruang.
Pengujian dilakukan dengan menyiapkan
ekstrak metanol kasar dan fraksi hasil partisi
dengan konsentrasi 20 mg/mL dalam DMSO.
Cakram steril berdiameter 6.0 mm dibasahi
larutan ekstrak dan diletakkan di atas
permukaan agar. Larutan DMSO digunakan
sebagai kontrol negatif, sedangkan kontrol
positifnya adalah amoksisilin 1% (b/v) dalam
DMSO. Cawan Petri kemudian diinkubasi
terbalik selama 24 jam pada suhu 37°C.
Diameter daerah hambat yang dihasilkan
diukur dengan jangka sorong. Ekstrak hasil
partisi yang menunjukkan aktivitas tertinggi
digunakan untuk analisis selanjutnya, yaitu
fraksinasi dengan kromatografi kolom.
Penentuan Eluen Terbaik
Pelat kromatografi lapis tipis (KLT) yang
digunakan adalah pelat aluminium jenis silika
gel G60 F254 dari Merck dengan ukuran lebar 1
cm dan panjang 10 cm. Ekstrak n-heksana
kulit batang ditotolkan pada pelat KLT.
Setelah kering, pelat dielusi dalam bejana
kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap
eluen pengembang. Elusi dilakukan dengan
menggunakan eluen tunggal, yaitu n-heksana,
diklorometana, kloroform, etil asetat, aseton,
7
dan metanol. Noda yang dihasilkan dari
proses elusi masing-masing eluen diamati di
bawah lampu UV pada λ 254 dan 366 nm.
Eluen yang menghasilkan noda terbanyak dan
terpisah dipilih sebagai eluen terbaik.
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom
Fraksinasi dilakukan dengan kolom
kemas menggunakan silika gel sebanyak 15 g.
Diameter kolom yang digunakan sebesar 1 cm
dengan tinggi kolom 20 cm. Sampel berupa
ekstrak n-heksana kulit batang sebanyak 1.65
g diaplikasikan ke dalam kolom. Pemisahan
komponen dilakukan dengan proses elusi
gradien sesuai dengan peningkatan komposisi
kepolaran menggunakan kombinasi eluen
terbaik yang diperoleh. Eluat ditampung
setiap 5 mL dalam tabung reaksi yang telah
diberi nomor kemudian diuji dengan KLT
menggunakan eluen terbaik. Noda pemisahan
dideteksi di bawah lampu UV dengan λ 254
nm dan 366 nm. Eluat dengan nilai Rf dan
pola KLT yang hampir sama digabungkan
sebagai satu fraksi. Setiap fraksi dipekatkan
kemudian dihitung rendemennya. Semua
fraksi yang diperoleh digunakan untuk analisis
tahap selanjutnya, yaitu uji antibakteri untuk
menentukan fraksi teraktif dari ekstrak.
Penentuan Fraksi Teraktif Antibakteri
Penentuan fraksi teraktif dilakukan dengan
metode pengenceran menggunakan pelat
mikro 96-sumur. Media yang digunakan
adalah kaldu nutrien (NB) 1.3% (b/v). Media
steril (95 µL), sampel (100 µL) atau kontrol
(100 µL), dan suspensi bakteri (5 µL) diisikan
ke dalam setiap sumur. Konsentrasi sampel
yang digunakan adalah 1 mg/mL dalam
DMSO. Kontrol positif yang digunakan
adalah amoksisilin 0.005% (b/v), sementara
kontrol negatif yang digunakan adalah
DMSO. Pelat mikro diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 37°C, kemudian serapannya diukur
menggunakan microplate reader pada panjang
gelombang 480 nm. Fraksi yang menunjukkan
aktivitas antibakteri (persentasi inhibisi)
terbesar dipilih sebagai fraksi teraktif, untuk
kemudian ditentukan nilai KHM dan KBMnya.
Inhibisi (%) = B - [(S1 – S0)] x 100%
B
B : Serapan blanko (medium dan bakteri)
S1 : Serapan medium dan bakteri dengan penambahan sampel
S0 : Serapan medium dengan penambahan sampel
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum
dan Konsentrasi Bunuh Minimum
Penentuan KHM dilakukan dengan metode
pengenceran seperti pada penentuan fraksi
teraktif. Konsentrasi fraksi teraktif disiapkan
melalui pengenceran bertingkat, dengan
konsentrasi 20.00, 10.00, 5.00, 2.00, 1.00,
0.50, 0.20, 0.10, 0.05, dan 0.02 mg/mL dalam
DMSO. Kontrol positif yang digunakan
adalah amoksisilin dengan konsentrasi 0.005
mg/mL. Pelat mikro selanjutnya diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37°C, kemudian
diukur dengan microplate reader. Konsentrasi
terendah ekstrak dan kontrol positif yang tidak
menunjukkan tanda pertumbuhan bakteri yang
dapat diamati ditetapkan sebagai KHM.
Setelah itu, 10 µL dari setiap sumur yang
tidak menghasilkan tanda pertumbuhan
bakteri
pada
pengukuran
KHM
disubkulturisasi ke 200 µL media baru yang
steril. Konsentrasi terendah yang tidak
menghasilkan tanda pertumbuhan bakteri pada
media baru ditetapkan sebagai KBM
(Batubara et al. 2009).
Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan terhadap ekstrak
metanol kasar, ekstrak teraktif hasil ekstraksi
cair-cair, dan fraksi teraktif hasil pemisahan
dengan kromatografi kolom.
Uji Flavonoid. Sampel sebanyak 0.1 g
ditambah 10 mL air panas, dididihkan selama
5 menit, kemudian disaring. Filtrat sebanyak
10 mL ditambahkan 0.5 g serbuk Mg, 1 mL
HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran
dikocok kuat. Uji positif ditandai dengan
timbulnya warna merah, kuning, atau jingga
pada lapisan amil alkohol.
Uji Saponin dan Tanin. Sampel
sebanyak 0.1 g dilarutkan dengan 10 mL
akuadestilata kemudian dididihkan selama 5
menit. Campuran disaring dan filtrat dibagi ke
dalam 2 tabung reaksi. Bagian pertama
digunakan untuk uji saponin; filtrat didiamkan
sampai agak dingin kemudian dikocok kuat
sampai timbul busa. Bila busa stabil dalam 10
menit, maka filtrat positif mengandung
saponin. Bagian kedua digunakan untuk uji
tanin; filtrat ditambahkan FeCl3 1%. Bila
dihasilkan warna hijau, biru, atau hitam, maka
filtrat positif mengandung tanin.
Uji Alkaloid. Sampel sebanyak 0.1 g
dilarutkan dalam 10 mL kloroform dan
ditambah beberapa tetes NH4OH kemudian
disaring ke dalam tabung reaksi tertutup.
Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi
ditambahkan 10 tetes H2SO4 2 M, dikocok
8
kuat kemudian lapisan asamnya dipindahkan
ke tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini
diteteskan pada pelat tetes dan ditambahkan
pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorff.
Uji positif apabila terbentuk endapan dengan
warna berturut-turut putih, cokelat, dan merah
jingga.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Sampel
sebanyak 0.1 g dilarutkan dalam 25 mL etanol
panas, disaring, dan residu ditambahkan dietil
eter. Filtrat ditambahkan 3 tetes anhidrida
asam asetat dan 1 tetes asam sulfat pekat
secara berurutan. Larutan dikocok perlahan
dan dibiarkan beberapa menit. Uji positif
ditandai dengan munculnya warna merah atau
ungu untuk triterpenoid dan hijau atau biru
untuk steroid.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Simplisia Berenuk
Penentuan kadar air bertujuan mengetahui
kandungan air pada sampel sebagai persen
bahan keringnya, mengoreksi rendemen hasil
ekstraksi, dan juga mengetahui masa simpan
serbuk kering sampel. Suatu sampel dikatakan
baik dan dapat disimpan dalam jangka waktu
yang lama apabila memiliki kadar air <10%
karena pada tingkat kadar air tersebut sampel
relatif terhindar dari pencemaran yang
disebabkan oleh mikrob penyebab kerusakan
sampel (Winarno 1995). Pada penelitian ini,
kadar air serbuk kering kulit batang berenuk
diperoleh sebesar 11.87% (b/b) (Lampiran 2)
Kadar air yang diperoleh bernilai >10%. Hal
ini menunjukkan bahwa kandungan air pada
serbuk kulit batang cukup tinggi sehingga
sampel tidak baik disimpan dalam jangka
waktu yang lama. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini, simplisia serbuk kulit batang
langsung diekstraksi dua hari setelah simplisia
serbuk diperoleh.
Analisis Hasil Ekstraksi
Ekstraksi serbuk kulit batang dilakukan
dengan metode maserasi. Maserasi merupakan
metode ekstraksi dengan cara perendaman
dalam jangka waktu tertentu dengan pelarut
yang sesuai. Metode ini merupakan metode
sederhana yang dapat digunakan untuk
mengekstrak komponen bahan alam dalam
sampel yang tidak tahan maupun tahan
terhadap
pemanasan
sehingga
dapat
menghindari kerusakan komponen senyawa
yang tidak tahan terhadap pemanasan (Meloan
1999).
Bobot serbuk kulit batang yang
dimaserasi adalah sebanyak 150 g. Maserat
dan residu dipisahkan dengan penyaringan
kemudian maserat dipekatkan dengan
penguap putar. Rendemen ekstrak kulit batang
diperoleh sebesar 28.37% (b/b kering)
(Lampiran 3).
Ekstrak metanol kulit batang kemudian
dilarutkan dalam air dan diekstraksi cair-cair
menggunakan n-heksana dan etil asetat.
Prinsip dasar ekstraksi cair-cair yaitu proses
kontak antara pelarut yang satu dan yang
lainnya yang tidak saling bercampur dan
memiliki densitas yang berbeda sehingga akan
terbentuk dua fasa beberapa saat setelah
penambahan dan pengocokan pelarut dalam
corong pisah. Hal ini menyebabkan terjadinya
perpindahan massa dari pelarut asal ke pelarut
pengekstrak (Mirwan dan Ariono 2009).
Komponen polar akan terdistribusi pada air,
komponen semipolar akan terdistribusi pada
etil asetat, dan komponen nonpolar akan
terdistribusi pada n-heksana.
Bobot ekstrak metanol kulit batang yang
digunakan untuk ekstraksi cair-cair adalah
5.02 g. Rendemen fraksi n-heksana, etil asetat,
dan air yang diperoleh berturut-turut sebesar
2.57% (b/b), 4.33% (b/b), dan 92.71% (b/b)
(Lampiran 4).
Aktivitas Antibakteri
Aktivitas antibakteri ekstrak metanol kasar
kulit batang berenuk dan semua fraksi hasil
partisi diuji dengan metode difusi cakram.
Keempat
ekstrak
disiapkan
dengan
konsentrasi 20 mg/mL dalam DMSO. Kontrol
positif yang digunakan adalah amoksisilin 1%
(b/v) dalam DMSO.
Aktivitas
antibakteri
dari
ekstrak
ditunjukkan dengan dihasilkannya daerah
hambat pada medium yang telah dikulturisasi.
Semakin luas daerah hambat yang dihasilkan,
kekuatan antibakteri tersebut semakin besar.
Diameter daerah hambat diukur menggunakan
jangka sorong. Data yang diperoleh disajikan
berupa nilai rerata dan simpangan bakunya.
Berdasarkan metode yang dikembangkan
oleh David Stout, pembagian aktivitas
antibakteri dapat dilakukan berdasarkan
ukuran diameter daerah hambat yang terbentuk. Berdasarkan metode tersebut, zat
antibakteri yang menghasilkan daerah hambat
sebesar <5 mm dikategorikan sebagai zat
antibakteri berkekuatan lemah; 5-10 mm
dikategorikan sebagai antibakteri berkekuatan
sedang; 10-20 mm dikategorikan sebagai
antibakteri kuat; dan >20 mm dikategorikan
9
sebagai antibakteri sangat kuat (Suryawiria
1978).
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan
terhadap dua jenis isolat bakteri, yaitu S.
aureus (Gram positif) dan E. coli (Gram
negatif). Kedua jenis bakteri tersebut dipilih
karena merupakan bakteri yang paling umum
dijumpai sebagai penyebab beberapa penyakit
pada manusia dan hewan, juga penyebab
kerusakan pada beberapa jenis bahan pangan.
Hasil pengujian aktivitas antibakteri
disajikan dalam Tabel 1. Tabel tersebut
menunjukkan diameter daerah hambat yang
dihasilkan oleh setiap ekstrak. Berdasarkan
tabel, terlihat bahwa ekstrak metanol memiliki
aktivitas antibakteri yang lebih besar terhadap
E. coli dibandingkan terhadap S. aureus. Dari
ketiga macam fraksi hasil partisi, fraksi nheksana memiliki rerata aktivitas paling besar
terhadap kedua bakteri. Kontrol positif
amoksisilin 1% (b/v) memberikan aktivitas
yang sangat besar terhadap bakteri S. aureus
dan E. coli, dengan diameter daerah hambat
yang dihasilkan berturut-turut 42.367 mm dan
36.433 mm sehingga dikategorikan sebagai
antibakteri dengan aktivitas yang sangat kuat.
Tabel 1 Aktivitas antibakteri ekstrak kulit
batang berenuk
Bahan uji
Diameter daerah
hambat (mm)*
Aktivitas
a
b
2.687 ±
0.551
6.433 ±
0.862
Etil asetat
6.067 ±
0.506
5.017 ±
0.465
8.017 ±
0.605
3.633 ±
1.106
Air
0.000 ±
0.000
0.000 ±
0.000
tidak aktif (a, b)
Amoksisilin
1% b/v
42.367
± 1.320
36.433
± 0.833
sangat kuat
(a, b)
DMSO
0.000 ±
0.000
0.000 ±
0.000
tidak aktif (a, b)
Metanol
n-heksana
lemah (a),
sedang (b)
sedang (a, b)
sedang (a),
lemah (b)
Keterangan:
a: Staphylococcus aureus
b: Escherichia coli
*: nilai rerata 3 kali ulangan berikut simpangan bakunya
Kontrol negatif DMSO dan ekstrak air
tidak memberikan aktivitas pada kedua jenis
bakteri uji. Berdasarkan Tabel 1 juga terlihat
bahwa aktivitas antibakteri ekstrak masih
kurang kuat dibandingkan kontrol positif,
meskipun konsentrasi kontrol positif yang
digunakan dalam pengujian hanya sebesar
seperempat dari konsentrasi ekstrak yang diuji.
Namun demikian, secara umum ekstrak tetap
dapat dikategorikan memiliki aktivitas
antibakteri.
Struktur dinding sel S. aureus dan bakteri
Gram positif lainnya hampir sama, yaitu
memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal dan
khas. Struktur dinding sel E. coli dan bakteri
Gram negatif lainnya juga hampir sama, yaitu
memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih
tipis dengan membran luar yang sedikit lebih
tebal dibanding bakteri Gram positif. Oleh
karena hasil pengujian menunjukkan bahwa
ekstrak kulit batang berenuk memiliki
aktivitas antibakteri baik terhadap S. aureus
maupun E. coli, maka dapat dikatakan ekstrak
kulit batang berenuk juga dapat bekerja
sebagai antibakteri terhadap jenis bakteri
Gram positif dan negatif lainnya, mengingat
adanya kemiripan struktur dinding sel
antarsesama bakteri dalam satu golongan
Gram. Dengan demikian, ekstrak kulit batang
berenuk memiliki spektrum antibakteri yang
luas.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut,
ekstrak n-heksana kulit batang kemudian
dipilih sebagai ekstrak teraktif yang
digunakan untuk analisis tahap selanjutnya,
yaitu fraksinasi menggunakan kromatografi
kolom.
Hasil Penentuan Eluen Terbaik dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak n-heksana kulit batang berenuk
dianalisis dengan KLT menggunakan fase
diam silika G60 F254 dari Merck untuk
menentukan komposisi eluen terbaik yang
akan digunakan untuk fraksinasi menggunakan kromatografi kolom. Beberapa
pelarut yang digunakan sebagai eluen adalah
n-heksana, diklorometana, kloroform, etil
asetat,
aseton,
dan
metanol.
Profil
kromatogram fraksi partisi n-heksana kulit
batang berenuk setelah dielusi dengan
berbagai eluen tunggal dan fase diam silika
G60F254 di bawah lampu UV λ 254 nm
disajikan pada Gambar 4.
10
Gambar 4 menunjukkan bahwa eluen
tunggal diklorometana menghasilkan 5 noda
namun belum terpisah dengan baik.
Sementara itu, etil asetat menghasilkan 5 noda
yang cukup terpisah namun noda yang
dihasilkan masih ada yang terlalu dekat
dengan garis depan eluen sehingga profil
pemisahannya belum cukup baik. Dengan
demikian, dicari komposisi eluen campuran
antara diklorometana dan etil asetat dengan
tujuan agar mampu memisahkan noda-noda
dengan lebih baik. Berdasarkan hasil
pencarian eluen campuran terbaik, diperoleh
komposisi eluen etil asetat:diklorometana 9:1
sebagai eluen terbaik karena menurut Skoog
et al. (2004), eluen terbaik adalah eluen yang
menghasilkan jumlah noda terbanyak dan
terpisah. Data lengkap hasil analisis pemilihan
eluen terbaik dengan KLT untuk ekstrak nheksana kulit batang disajikan dalam
Lampiran 5. Hasil analisis KLT kemudian
dijadikan dasar penggunaan etil asetat dan
diklorometana sebagai eluen pada proses
fraksinasi dan pengelompokan fraksi hasil
pemisahan ekstrak n-heksana kulit batang
berenuk.
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom
Pemisahan secara kromatografi kolom
bertujuan mengetahui jumlah fraksi dari
komponen-komponen kimia yang dapat
terpisah untuk kemudian dinalisis kandungan
senyawa aktifnya (Hayani 2007). Pemisahan
ekstrak n-heksana kulit batang berenuk
dilakukan dengan elusi gradien menggunakan
komposisi eluen campuran etil asetat dan
diklorometana sesuai peningkatan kepolaran.
Elusi
gradien ini
diharapkan
dapat
Fraksi Teraktif Antibakteri
Fraksi teraktif diketahui dengan cara
menguji aktivitas antibakteri setiap fraksi hasil
kromatografi kolom dengan konsentrasi
masing-masing sebesar 1 mg/mL. Aktivitas
antibakteri dilihat dari persentase inhibisi
yang dihasilkan oleh masing-masing fraksi
terhadap kedua jenis bakteri uji. Oleh karena
semakin
besar
persentase
inhibisi
menunjukkan semakin besar pula aktivitas
antibakteri, maka fraksi yang menunjukkan
persentase inhibisi terbesar dipilih sebagai
fraksi teraktif.
Hasil penentuan fraksi teraktif ditunjukkan
pada Gambar 5. Berdasarkan gambar, terlihat
bahwa fraksi teraktif hasil kromatografi kolom
fraksi n-heksana kulit batang adalah fraksi II.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai persentase
inhibisinya yang paling tinggi diantara fraksifraksi lainnya, yaitu sebesar 35.86% terhadap
bakteri S. aureus dan 63.01% terhadap bakteri
E. coli. (Lampiran 7).
Rerata persentasi inhibisi (%)
1 2 3
4 5 6
7 8
9
Gambar 4 Profil kromatogram fraksi n-heksana kulit
batang dengan berbagai eluen: nheksana (1),
diklorometana (2), kloroform (3), etil asetat
(4), aseton (5), metanol (6),dan eluen
campuran etil asetat:diklorometana 7:3, 4:1,
dan 9:1 (7, 8, dan 9).
memisahkan komponen-komponen ekstrak
dengan lebih baik.
Fraksi-fraksi yang terpisah dan keluar dari
kolom ditampung setiap 5 mL pada tabung
reaksi. Hasil fraksinasi ekstrak n-heksana kulit
batang ditampung ke dalam 86 tabung reaksi
yang
berbeda
kemudian
dilakukan
pengelompokan fraksi menggunakan KLT.
Berdasarkan hasil pengelompokan fraksi
diperoleh 10 fraksi. Masing-masing fraksi
menunjukkan komponen yang berbeda yang
ditunjukkan oleh pola Rf yang berbeda pula
(Lampiran 6).
70
60
50
40
30
20
10
0
I
II
III IV V VI VII VIII IX X Am
Fraksi keGambar 5 Rerata persentase inhibisi hasil fraksinasi
kromatografi kolom dengan elusi gradien
terhadap bakteri S. aureus ( ) dan E. coli
(
). Kiri ke kanan: Fraksi I s.d. X dan
kontrol positif amoksisilin 0.005%.
Berdasarkan hasil tersebut, fraksi II diduga
mengandung komponen yang paling aktif
11
sebagai antibakteri. Oleh karena itu, fraksi II
dipilih untuk analisis tahap selanjutnya, yaitu
penentuan KHM dan KBM.
Konsentrasi Hambat Minimum
dan Konsentrasi Bunuh Minimum
Konsentrasi hambat minimum (KHM)
merupakan konsentrasi terendah ekstrak yang
tidak menunjukkan tanda pertumbuhan bakteri
yang dapat teramati. Sementara itu,
konsentrasi
bunuh
minimum
(KBM)
merupakan konsentrasi terendah ekstrak yang
tidak menghasilkan tanda pertumbuhan
bakteri setelah subkulturisasi kedua pada
media steril yang baru (Batubara et al. 2009).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa
fraksi teraktif kulit batang berenuk memiliki
nilai KHM terhadap bakteri S. aureus dan E.
coli masing-masing sebesar 0.20 dan 0.10
mg/mL (Lampiran 8). Nilai KBM fraksi
teraktif terhadap kedua bakteri tersebut
masing-masing bernilai 10.00 dan 5.00
mg/mL (Lampiran 9). Dengan demikian, pada
konsentrasi sebesar 0.20 dan 0.10 mg/mL,
fraksi teraktif ekstrak n-heksana kulit batang
berenuk
telah
mampu
menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli;
dan pada konsentrasi 10.00 dan 5.00 mg/mL,
fraksi teraktif telah mampu membunuh kedua
jenis bakteri uji tersebut.
Hasil Uji Fitokimia
Uji fitokimia merupakan uji kualitatif yang
digunakan untuk mengetahui kandungan
senyawa metabolit sekunder yang terdapat
dalam sampel. Dalam penelitian ini, uji
fitokimia dilakukan terhadap ekstrak metanol
kasar, ekstrak teraktif hasil partisi, dan fraksi
teraktif hasil fraksinasi dengan kromatografi
kolom.
Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak
metanol, ekstrak teraktif, dan fraksi teraktif
kulit batang berenuk ditunjukkan pada tabel
berikut.
SIMPULAN DAN SARAN
Tabel 2 Hasil uji fitokimia
Komponen
Flavonoid
Saponin
Tanin
Alkaloid
Triterpenoid
Steroid
Ekstrak
metanol
+
+
+
+
+
Keterangan:
+ : terdeteksi komponen
- : tidak terdeteksi komponen
Fraksi
n-heksana
+
+
+
Berdasarkan uji fitokimia, diketahui
bahwa fraksi teraktif ekstrak n-heksana kulit
batang berenuk mengandung senyawa
golongan alkaloid dan steroid. Golongan
alkaloid dikenal karena toksisitasnya, namun
tidak semua senyawa alkaloid bersifat toksik.
Beberapa diantaranya telah digunakan sebagai
obat analgesik, antiplasmodik, dan memiliki
efek bakterisidal (Ogbuagu 2008). Steroid
juga merupakan senyawa metabolit sekunder
yang telah dikenal berfungsi sebagai penolak
serangga dan serangan mikroba (Harborne
1987).
Mekanisme kerja alkaloid sebagai
antibakteri diprediksi melalui penghambatan
sintesis dinding sel yang akan menyebabkan
lisis pada sel sehingga sel akan mati (Lamothe
et al. 2009). Variasi kerentanan organisme uji
dapat diakibatkan oleh faktor intrinsik yang
berkaitan dengan permeabilitas permukaan sel
terhadap ekstrak (Suffredini et al. 2004).
Steroid dapat berinteraksi dengan membran
fosfolipid sel yang bersifat impermeabel
terhadap senyawa-senyawa lipofilik sehingga
menyebabkan integritas membran menurun,
morfologi membran sel berubah, dan akhirnya
dapat menyebabkan membran sel rapuh dan
lisis (Bangham dan Horne 2006).
Adanya komponen asing dalam membran
juga dapat menyebabkan pembentukan
dinding sel akan terhalangi atau terbentuk
dinding sel yang rapuh, yang selanjutnya akan
menyebabkan lisis dan kematian sel (Morin
dan Gorman 1995). Ketidakstabilan pada
dinding sel dan membran sitoplasma bakteri
menyebabkan fungsi permeabilitas selektif,
fungsi pengangkutan aktif, dan pengendalian
susunan protein dari sel bakteri menjadi
terganggu. Gangguan integritas sitoplasma
berakibat pada lolosnya makromolekul dan
ion dari sel. Dengan demikian, sel bakteri
menjadi kehilangan bentuk dan terjadilah lisis
(Pelczar dan Chan 1986).
Fraksi
II
+
+
Simpulan
Fraksinasi ekstrak n-heksana kulit batang
dengan elusi gradien dengan peningkatan
kepolaran menggunakan kromatografi kolom
silika gel dan pengelompokkan fraksi dengan
KLT menggunakan eluen terbaik etil
asetat:diklorometana 9:1 menghasilkan 10
fraksi. Uji aktivitas terhadap seluruh fraksi
menunjukkan bahwa fraksi II dari fraksi hasil
partisi n-heksana kulit batang merupakan
12
fraksi teraktif sebagai antibakteri. Nilai KHM
fraksi teraktif, yaitu sebesar 0.20 dan 0.10
mg/mL terhadap bakteri S. aureus dan E. coli,
dengan nilai KBM terhadap kedua bakteri
masing-masing sebesar 10.00 dan 5.00 mg/mL.
Berdasarkan uji fitokimia, dapat disimpulkan
bahwa senyawa aktif yang terkandung dalam
fraksi teraktif adalah golongan alkaloid dan
steroid.
Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
untuk memurnikan dan menentukan senyawa
aktif yang terkandung dalam fraksi II dari
fraksi hasil partisi n-heksana kulit batang
berenuk. Dengan demikian, dapat diteliti lebih
lanjut aktivitas antibakteri dari senyawa yang
terkandung dalam fraksi teraktif tersebut.
Harvey D. 2000. Modern Analytical
Chemistry. New York: McGraw-Hill. Hlm
547-549.
Hayani E. 2007. Pemisahan rimpang
temukunci secara kromatografi kolom.
Buletin Teknik Pertanian 12(1): 35-37.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna
Indonesia Jilid III. Terjemahan Balitbang
Kehutanan.
Jakarta:
Departemen
Kehutanan.
Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory
handbook for the Fractionation of Natural
Ekstract. London: Chapman & Hall. hlm
94-96.
Jawetz E, Malnick JL, Adelberg EA. 2004.
Medical Microbiology. Ed. Ke-23. New
York: McGraw-Hill.
DAFTAR PUSTAKA
Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Jakarta: UI Press.
Bangham AD, Horne RW. 1962. Action of
saponins on biological cell membranes.
Nature 196: 952-953.
Lamothe RG et al. 2009. Plant antimicrobial
agents and their effects on plant and
human pathogens. Int. J. Mol. Sci 10:
3400-3419.
Batubara I, Mitsunaga T, Ohashi H. 2009.
Screening antiacne potency of medicinal
plants: antibacterial, lipase inhibition, and
antioxidant activities. J. Wood. Sci 55:
230-235.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi
Flavonoid. Padmawinata K, penerjemah.
Bandung:
ITB.
Terjemahan
dari:
Techniques of Flavonoid Identifications.
Buckle KA et al. 1985. Ilmu Pangan.
Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta:
UI Press.
Burkill HM. 1985. The Useful Plants of
Tropical West Africa 2nd Ed. London: Kew
Royal Botanical Garden.
Day RA, Underwood AL. 2001. Analisis
Kimia Kuantitatif. Ed ke-6. Sopyan I,
penerjemah.
Jakarta:
Erlangga.
Terjemahan dari: Quantitative Analysis.
Dwidjoseputro. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Ed ke-11. Jakarta: Djam-batan.
Gan S et al. 1980. Farmakologi dan Terapi.
Ed ke-2. Jakarta: Bagian Farmakologi
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia:
Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Padmawinata K, penerjemah.
Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari:
Phytochemical Methods: A Guide to
Modern Techniques of Plant Analysis.
McKanne L, Kandel J. 1996. Microbiology:
Essentials and Applications. Ed ke-2. New
York: McGraw Hill.
Meloan CE. 1999. Chemical Separation. New
York: J Willey.
Michael A. 2004. Trees, Shrubs, and Lianas
of West Africa Dry Zones. Gambia
GMBH, MNHN: Grad Margraf.
Mirwan A, Ariono D. 2009. Dinamika tetes
ekstraksi cair-cair dalam kolom isian dan
tanpa isian. Prosiding Seminar Nasional
Teknik Kimia Indonesia. Bandung.
Morin RB, Gorman M. 1995. Kimia dan
Biologi Antibiotik β-Lactam. Ed ke-3.
Mulyani S, penerjemah. Semarang: IKIP
Semarang
Press.
Terjemahan
dari
Chemistry and Biology of β-Lactam
Antibiotics.
Morton JF. 1981. Atlas of Medicinal Plants of
Middle America: Bahamas to Yucatan.
Illinois: Springfield.
Ogbuagu MN. 2008. The nutritive and
antinutritive composition of Calabash
13
(Crescentia cujete) fruit pulp. J. Food
Tech 6(6): 267-270.
Staphylococcus aureus. Pharmaco-therapy
25(1): 74-85.
Parthasarathy S et al. 2009. Evaluation of
antioxidant and antimicrobial activities of
aqueous, methanolic, and alkaloid extracts
from Mitragyna speciosa (Rubiaceae
Family) leaves. Molecules 14: 3964-3974.
Schunack W, Mayer K, Hawke M. 1990.
Senyawa Obat. Ed ke-2. Wattimena JR,
penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. Terjemahan dari:
Medical Compound.
Pelczar MJ, Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar
Mikrobiologi 1. Ed ke-1. Hadioetomo RS,
Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL,
penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan
dari Elements of Microbiology.
Skoog DA, Holler PJ, Nieman TA. 2004.
Principles of Instrumental Analysis. Ed ke5. Philadelphia: Hartcaurt Brace. hlm 715730.
Rahayu M, Sunarti S, Sulistiarini D,
Prawiroatmodjo S. 2006. Pemanfaatan
tumbuhan obat secara tradisional oleh
masyarakat lokal di Pulau Wawonii,
Sulawesi Tenggara. Biodiversitas 7(3):
245-250.
Rasadah
MA,
Houghton
PJ.
1998.
Antimicrobial activity of some species of
Bignoniaceae.
ASEAN
Review
of
Biodiversity
and
Environmental
Conversation 3: 1-3.
Rybak MJ, LaPlante KL. 2005. Community
Associated
Methicillin-Resistant
Sudjadi.
1986.
Metode
Yogyakarta: UGM Press.
Pemisahan.
Suffredini IB et al. 2004. Screening of
antibacterial activity extracts obtained
from plants native to Brazilian Amazon
Rain
Forest.
Braz.
J.
Med.
Ethnopharmacol 62: 183-193.
Suryawiria U. 1978. Mikroba Lingkungan. Ed
ke-2. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm 8182.
14
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian
Kadar air
Simplisia kulit batang berenuk
Maserasi dengan metanol
Filtrat
Residu
Uji fitokimia
+/- metabolit
sekunder
Pemekatan
Ekstrak metanol
+/- aktivitas
antibakteri
Uji aktivitas
antibakteri
(20 mg/mL)
Dilarutkan dengan air,
dipartisi n-heksana (1:1 v/v)
Fraksi air
Fraksi
n-heksana
Partisi etil asetat (1:1 v/v)
Fraksi air
Fraksi etil asetat
+/- metabolit
sekunder
Uji aktivitas antibakteri
(20 mg/mL)
Fraksi partisi teraktif
KLT
Fraksinasi kromatografi
kolom
Fraksi-1
Fraksi-2
Fraksi-3
Fraksi-...
Eluen
terbaik
Fraksi-n
Uji aktivitas antibakteri
(1 mg/mL)
Fraksi teraktif
0.1, 0.25, 0.5, 1,
2.5, 5, 10, dan 20 mg/mL
Uji fitokimia
+/- metabolit
sekunder
KHM s.d 20 mg/mL
KHM
KBM
16
Lampiran 2 Kadar air kulit batang berenuk
Ulangan
1
2
3
Rerata
Bobot
cawan
kosong (g)
1.9738
1.9321
1.9392
Bobot
contoh
(g)
3.0014
3.0004
3.0002
Bobot cawan +
contoh kering (g)
4.6179
4.5748
4.5861
Bobot
contoh
kering (g)
2.6441
2.6427
2.6469
Kadar air
(% b/b)
11.90
11.92
11.78
11.87
Bobot contoh kering = (bobot cawan+contoh kering) – (bobot cawan kosong)
= 4.6179 – 1.9738
= 2.6441 g
Kadar air (%) = A – B x 100%
A
= 3.0014 – 2.6441 x 100%
3.0014
= 11.90% (b/b)
Keterangan:
A adalah bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
B adalah bobot contoh setelah dikeringkan (g)
Lampiran 3 Rendemen ekstrak kulit batang berenuk dalam metanol
Ulangan
1
2
3
Rerata
Bobot contoh
awal (g)
150.0070
150.0025
150.0002
150.0032
Bobot ekstrak
(g)
38.1325
38.0138
37.9820
Faktor
koreksi
1.1187
1.1187
1.1187
Rendemen
(% b/b kering)
28.44
28.35
28.33
28.37
Faktor koreksi = 100 + kadar air
100
= 100 + 11.87
100
= 1.1187
Rendemen (% b/b kering)
= Bobot ekstrak x faktor koreksi x 100%
Bobot contoh awal
= 38.1325 x 1.1187 x 100%
150.0070
= 28.44% (b/b kering)
17
Lampiran 4 Rendemen hasil partisi ekstrak metanol kulit batang berenuk
Ulangan
1
2
3
Rerata
Bobot
serbuk
kering (g)
150.0070
150.0025
150.0002
150.0032
Bobot
ekstrak
MeOH
n-heksana
Bobot
ekstrak
(g)
0.1649
Rendemen
(% b/b ekstrak
MeOH)
3.29
Rendemen
(% b/b serbuk
kering)
0.12
etil asetat
0.2196
4.38
0.16
air
4.6864
93.49
3.49
n-heksana
0.1184
2.36
0.09
etil asetat
0.2059
4.10
0.15
air
4.6324
92.30
3.45
n-heksana
0.1027
2.05
0.08
etil asetat
0.2260
4.50
0.17
air
4.6332
92.34
3.46
n-heksana
0.1287
2.57
0.10
etil asetat
0.2172
4.33
0.16
air
4.6507
92.71
3.47
Fraksi
5.0125
5.0188
5.0178
5.0164
Rendemen n-heksana
(% b/b ekstrak MeOH)
=
Bobot ekstrak
x 100%
Bobot ekstrak MeOH
= 0.1649 x 100%
5.0125
= 3.29% (b/b ekstrak MeOH)
Rendemen n-heksana
(% b/b serbuk kering)
=
Bobot ekstrak
x faktor koreksi x 100%
Bobot serbuk kering
= 0.1649 x 1.1187 x 100%
150.0070
= 0.12% (b/b kering)
18
Lampiran 5 Hasil pemilihan eluen terbaik fraksi n-heksana kulit batang berenuk
Jarak
komponen
(cm)
0.50
Jarak
tempuh
eluen (cm)
7.85
5
0.55
1.25
1.65
2.15
3.30
8.00
0.0705
0.1603
0.2115
0.2756
0.4231
kloroform
5
0.25
0.60
0.90
1.25
1.55
8.00
0.0313
0.0750
0.1125
0.1563
0.1938
etil asetat
5
0.70
1.50
2.45
6.90
7.50
7.65
0.0915
0.1961
0.3203
0.9020
0.9804
aseton
1
0.40
8.00
0.0500
metanol
1
1.15
7.70
0.1494
etil asetat:diklorometana
7.3
3
0.25
0.50
0.75
8.30
0.0301
0.0602
0.0904
etil asetat:diklorometana
4:1
5
0.55
2.20
3.00
4.85
5.75
8.10
0.0679
0.2716
0.3704
0.5988
0.7099
etil asetat:diklorometana
9:1
5
0.80
5.00
5.80
6.10
7.20
8.40
0.0952
0.5952
0.6905
0.7262
0.8571
Eluen
Jumlah noda
n-heksana
1
diklorometana
Rf = Jarak komponen (cm)
Jarak eluen (cm)
= 0.50
7.85
= 0.0637
Rf
0.0637
19
Lampiran 6 Hasil fraksinasi lanjutan fraksi n-heksana kulit batang berenuk
F1 F2 F3 F4
Tabung
ke-
Jumlah
noda
1
2
3
4
1
1
2
5
2
6
2
7
4
11
4
12
5
14
5
19
5
F5
Jarak
komponen
(cm)
8.00
8.15
0.80
8.25
7.45
8.15
7.50
8.15
5.55
6.25
6.90
7.70
5.75
6.30
6.90
7.70
5.20
5.80
6.30
6.90
7.75
5.25
5.80
6.35
7.00
7.75
5.20
5.80
6.35
F6
Jarak
tempuh
eluen (cm)
8.35
8.35
8.35
8.35
8.35
8.35
8.35
8.35
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
F7
Rf
0.9581
0.9760
0.0958
0.9880
0.8922
0.9760
0.8922
0.9760
0.6607
0.7440
0.8214
0.9167
0.6845
0.7500
0.8214
0.9167
0.6190
0.6905
0.7500
0.8214
0.9226
0.6250
0.6905
0.7560
0.8333
0.9226
0.6190
0.6905
0.7560
F8
F9
F10
Fraksi
ke-
Bobot
(g)
Rendemen
(% b/b)
1
0.0542
3.28
2
0.0916
5.55
3
0.0505
3.06
4
0.7355
44.58
5
0.4187
25.38
20
Lanjutan Lampiran 6 Hasil fraksinasi ekstrak n-heksana kulit batang berenuk
Tabung
ke-
Jumlah
noda
19
21
5
22
35
45
50
55
56
1
1
1
1
1
2
57
2
58
4
59
4
60
4
61
2
67
2
71
2
72
74
77
80
83
85
86
1
1
1
1
1
1
-
Jarak
komponen
(cm)
7.00
7.75
5.20
5.80
6.35
7.05
7.75
7.85
7.90
7.90
7.90
7.95
0.45
7.90
0.50
7.90
0.50
1.65
3.00
7.90
0.50
1.75
3.05
7.90
0.50
1.85
3.00
7.90
0.50
7.90
0.50
7.95
0.50
7.90
7.45
7.40
7.35
7.45
7.40
7.40
-
Rf = Jarak komponen (cm)
Jarak eluen (cm)
= 0.50
7.85
= 0.0637
Jarak
tempuh
eluen (cm)
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.40
8.30
8.30
8.30
8.30
8.30
8.30
8.30
8.30
-
Rf
0.8333
0.9226
0.6190
0.6905
0.7560
0.8393
0.9226
0.9345
0.9405
0.9405
0.9405
0.9464
0.0536
0.9405
0.0595
0.9405
0.0595
0.1964
0.3571
0.9405
0.0595
0.2083
0.3631
0.9405
0.0595
0.2202
0.3571
0.9405
0.0595
0.9405
0.0595
0.9464
0.0602
0.9518
0.8976
0.8917
0.8855
0.8976
0.8917
0.8917
-
Fraksi
ke-
Bobot
(g)
Rendemen
(% b/b)
6
0.0546
3.31
7
0.0077
0.47
8
0.0758
4.59
9
0.0340
2.06
10
0.0040
0.24
-
-
-
21
Lampiran 7 Hasil penentuan fraksi teraktif fraksi n-heksana kulit batang berenuk
Serapan
Fraksi
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
kontrol
positif
ulangan
1
medium Pa
+ bakteri
+ sampel
0.698
medium Pc
+ bakteri
+ sampel
0.664
2
0.685
0.657
1
1.352
1.279
2
1.327
1.271
1
1.665
1.699
2
1.642
1.699
1
1.447
1.652
2
1.428
1.659
1
1.712
1.895
2
1.729
1.894
1
1.411
1.427
2
1.423
1.428
1
0.815
0.751
2
0.818
0.741
1
1.307
1.315
2
1.308
1.327
1
1.335
1.327
2
1.357
1.320
1
1.004
0.987
2
0.994
0.979
1
2
0.659
0.664
0.600
0.605
Rerata %
inhibisi
% inhibisi
medium +
sampel
0.039
0.743
0.931
0.870
1.159
0.779
0.197
0.690
0.731
0.338
0.024
Pa
Pc
29.14
56.54
30.54
57.02
34.52
62.73
37.20
63.28
21.08
46.59
23.55
46.59
37.96
45.62
40.00
45.13
40.54
48.82
38.71
48.89
32.04
54.94
30.75
54.87
33.55
61.47
33.23
62.17
33.66
56.54
33.55
55.70
35.05
58.55
32.69
59.04
28.39
54.87
29.46
55.42
31.72
31.18
59.94
59.60
Pa
Pc
14.43
56.78
35.86
63.01
22.32
46.59
38.98
45.38
39.63
48.86
31.40
54.91
33.39
61.82
33.61
56.12
33.87
58.80
28.93
55.15
31.45
59.77
Keterangan:
Blanko berisi medium dan bakteri S. aureus memiliki serapan 0.930
Blanko berisi medium dan bakteri E. coli memiliki serapan 1.438
Medium Pa adalah medium kultur bakteri S. aureus
Medium Pc adalah medium kultur bakteri E. coli
% Inhibisi Pa adalah persentase inhibisi sampel/kontrol positif terhadap bakteri S. aureus
% Inhibisi Pc adalah persentase inhibisi sampel/kontrol positif terhadap bakteri E. coli
Bagian yang disorot merupakan fraksi teraktif antibakteri
Contoh perhitungan:
Inhibisi Pa (%) = Ablanko - [(Amedium+bakteri+sampel – Amedium+sampel)] x 100%
Ablanko
= 0.930 – [(0.698) – (0.039)] x 100%
0.930
= 0.271 x 100%
0.930
= 29.14%
22
Lampiran 8 Hasil penentuan KHM fraksi teraktif fraksi n-heksana kulit batang
berenuk
Kons
sampel
(mg/mL)
0.02
0.05
0.10
0.20
0.50
1.00
2.00
5.00
10.00
20.00
kontrol
positif
1
medium Pa
+ bakteri
+ sampel
1.024
Serapan
medium Pc
+ bakteri
+ sampel
1.311
2
1.025
1.313
1
1.068
1.356
2
1.071
1.353
1
1.101
1.387
2
1.106
1.389
1
1.064
1.104
2
1.062
1.093
1
1.026
0.997
2
1.023
0.981
1
1.239
1.091
2
1.245
1.094
1
1.589
1.097
2
1.578
1.116
1
1.695
1.244
2
1.698
1.242
1
1.539
1.513
2
1.537
1.508
1
2.641
2.608
2
2.633
2.603
1
2
0.643
0.652
0.545
0.537
ulangan
% inhibisi
medium
+
sampel
Pa
Pc
0.10
0.32
0.00
0.16
0.41
0.48
0.10
0.71
1.13
1.19
0.62
1.03
10.28
27.71
10.48
28.58
17.06
38.40
17.36
39.67
26.41
55.03
25.79
54.79
35.97
89.63
37.10
88.12
53.34
99.76
53.03
99.92
99.79
101.90
100.00
102.30
99.38
102.14
100.21
102.53
38.23
37.31
60.17
60.81
0.052
0.099
0.139
0.191
0.219
0.523
0.966
1.241
1.537
2.635
0.042
Rerata % inhibisi
Pa
Pc
0.05
0.24
0.26
0.60
0.88
1.11
10.38
28.15
17.21
39.04
26.10
54.91
36.54
88.88
53.19
99.84
99.90
102.10
99.80
102.34
37.77
60.49
Keterangan:
Blanko berisi medium dan bakteri S. aureus memiliki serapan 0.973
Blanko berisi medium dan bakteri E. coli memiliki serapan 1.263
Medium Pa adalah medium kultur bakteri S. aureus
Medium Pc adalah medium kultur bakteri E. coli
% Inhibisi Pa adalah persentase inhibisi sampel/kontrol positif terhadap bakteri S. aureus
% Inhibisi Pc adalah persentase inhibisi sampel/kontrol positif terhadap bakteri E. coli
Bagian yang disorot dengan warna ( ) merupakan KHM
Contoh perhitungan:
Inhibisi Pa (%) = Ablanko - [(Amedium+bakteri+sampel – Amedium+sampel)] x 100%
Ablanko
= 0.973 – [(1.024) – (0.052)] x 100%
0.973
= 0.001 x 100%
0.973
= 0.10%
23
Lampiran 9 Hasil penentuan KBM fraksi teraktif fraksi n-heksana kulit batang
berenuk
Kons
sampel
(mg/mL)
0.10
0.20
0.50
1.00
2.00
5.00
10.00
20.00
kontrol
positif
ulangan
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
Serapan Pa
sebelum
setelah
inkubasi inkubasi
1.054
1.074
1.058
1.077
1.009
1.024
1.014
1.028
1.227
1.241
1.230
1.239
1.580
1.589
1.591
1.603
1.672
1.689
1.683
1.694
1.528
1.535
1.529
1.531
2.623
2.624
2.616
2.618
0.655
0.667
0.658
0.669
Serapan Pc
sebelum
setelah
inkubasi
inkubasi
1.366
1.397
1.363
1.394
1.075
1.093
1.064
1.081
0.962
0.981
0.955
0.969
1.083
1.098
1.085
1.097
1.082
1.097
1.032
1.048
1.236
1.244
1.239
1.246
1.503
1.508
1.501
1.501
2.598
2.603
2.601
2.598
0.521
0.537
0.526
0.542
Peningkatan serapan
Pa
Pc
0.020
0.019
0.015
0.014
0.014
0.009
0.009
0.012
0.017
0.011
0.007
0.002
0.001
0.002
0.012
0.011
0.031
0.031
0.018
0.017
0.019
0.014
0.015
0.012
0.015
0.016
0.008
0.007
0.005
0.000
0.005
-0.003
0.016
0.016
Keterangan:
Blanko berisi medium dan bakteri S. aureus memiliki serapan 0.955
Blanko berisi medium dan bakteri E. coli memiliki serapan 1.146
Medium pada sumur pengujian bakteri S. aureus memiliki rerata serapan 0.042
Medium pada sumur pengujian E. coli memiliki rerata serapan 0.045
Bagian yang disorot dengan warna ( ) merupakan KBM
A. Pertumbuhan Pa 100%
= Ablanko – Amedium
= 0.955 – 0.042
= 0.913
Pertambahan serapan minimum yang menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri Pa
sebesar 1%, yaitu:
1/A
A
= 100/0.913
= 0.913/100
= 0.009
B. Pertumbuhan Pc 100%
= Ablanko – Amedium
= 1.191 – 0.045
= 1.146
Pertambahan serapan minimum yang menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri Pc
sebesar 1%, yaitu:
1/A
A
= 100/1.146
= 1.146/100
= 0.011
Download