Kisi-kisi Pai 3 Sumber Ajaran Islam Mari kita bahas dengan seksama apa saja sumber ajaran islam berikut penjelasannya. 1. Al-Qur’an Al-Qur’an adalah kalamullah yang berisikan firman-firman Allah, diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu mukjizatnya melalui perantara malaikat Jibril. Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam yang berisikan tentang aqidah, ibadah, hukum, peringatan, kisah-kisah dan isyarat pengembangan iptek yang dijadikan sebagai acuan dan pedoman hidup bagi umat Nabi Muhamad SAW. “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya“. (QS. Yusuf: 2) 2. Hadits (Sunnah) Merupakan sumber ajaran Islam yang kedua. Sunnah merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah baik dari segi perkataan, perbuatan maupun ketetapan atau persetujuan Rasulullah terhadap apa yang dilakukan oleh para sahabatnya. Menurut ulama Salaf, As-Sunnah ialah petunjuk yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatannya. As-Sunnah berfungsi untuk memperjelas, menafsirkan isi atau kandungan dari ayat-ayat Al-Qur’an dan memperkuat pernyataan ayat-ayat Al-Qur’an serta mengembangkan segala sesuatu yang samar-samar atau bahkan tidak ada ketentuannya di dalam Al-Qur’an. Macam-macam Hadits atau Sunnah 1. Hadits atau sunnah dilihat dari segi bentuknya, diantaranya: a. Qauliyah yakni semua perkataan Rasulullah b. Fi’liyah yakni semua perbuatan Rasulullah c. Taqririyah yakni penetapan, persetujuan dan pengakuan Rasulullah d. Hammiyah yakni sesuatu yang telah direncanakan oleh Rasulullah dan telah disampaikan kepada para sahabatnya untuk dikerjakan namun belum sempat dikerjakan dikarenakan telah datang ajalnya. 2. a. Hadits atau sunnah dilihat dari segi jumlah orang yang menyampaikannya, diantaranya: Mutawatir b. c. d. e. yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak Masyhur yaitu diriwayatkan oleh banyak orang, Ahad Hadits Shahih f. yaitu diriwayatkan hanya oleh satu orang saja. dilihat dari segi kualitasnya, diantaranya: yakni hadits yang benar dan sehat tanpa ada keraguan atau kecacatan. Hasan yakni hadits yang baik, memenuhi syarat seperti hadits shahih, letak perbedaannya hanya dari segi kedhobitannya (kuat hafalan). Hadits shahih lebih sempurna daripada hadits hasan. g. Dhaif yakni hadits yang lemah. h. Maudhu yakni hadits yang palsu atau dibuat-buat. 3. Ijtihad Ijtihad yaitu mengerahkan segala kemampuan berpikir secara maksimal untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalildalil syara’ yaitu Qur’an dan hadits. Ijtihad dapat dilakukan jika ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Al-Qur’an maupun hadits, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu dan berdasarkan pada Al-Qur’an dan hadits. Macam-macam Ijtihad a. Ijma’ Yaitu kesepakatan para ulama (mujathid) dalam menetapkan suatu hukum-hukum berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. b. Qiyas Yaitu menggabungkan atau menyamakan. Artinya menetapkan suatu hukum atau suatu perkara yang baru muncul, yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. c. Istihsan Yaitu tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena adanya suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya. Berbedadengan Al-Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas yang kedudukannya sudah disepakati oleh para jumhur ulama sebagai sumber hukum Islam. Istihsan ini adalah salah satu cara yang digunakan hanya oleh sebagian ulama saja. d. Maslahah Mursalah Yakni kemaslahatan yang tidak disyari’atkan oleh syar’i dalam wujud hukum, dalam rangka menciptakan kemaslahatan, disamping tidak terdapat dalil yang membenarkan atau menyalahkan. e. Sududz Dzariah Yakni tindakan dalam memutuskan sesuatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan dan kemaslahatan umat. f. Istishab Yakni menetapkan ssuatu keadaan yang berlaku sebelumnya hingga adanya dalil yang menunjukkan adanya perubahan keadaan itu. Atau menetapkan berdasarkan hukum yang ditetapkan pada masa lalu secara abadi berdasarkan keadaan, hingga terdapat dalil yang menunjukkan adanya perubahan. g. Urf Yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan, adat atau tradisi perkataan, perbuatan atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu. baik bersifat Maqashid Syari'ah Pengertian Maqashid Syari'ah Maqashid () adalah kata yang menunjukkan banyak (jama'), mufradnya maqshad yang berarti tujuan atau target. Sedangkan menurut istilah dari beberapa ulama adalah sebagai berikut, menurut al-Fasi maqashid syariah adalah: tujuan atau rahasia Allah dalam setiap hukum syariat-Nya. Menurut ar-Risuni, tujuan yang ingin dicapai oleh syariat untuk mereaalisasikan kemaslahatan hamba. Dan Syatibi mendifinisikan maqashid syariah dari kaidah berikut berikut: "Sesungguhnya syariah bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat". Imam Asy-Syatibi menjelaskan ada 5 (lima) bentuk maqashid syariah atau yang disebut dengan kulliyat al-khamsah(lima prisip umum). Kelima maqashid tersebut yaitu: 1. Hifdzu din (melindungi agama), 2. Hifdzu nafs (melindungi jiwa), 3. Hifdzu aql (melindungi pikiran), 4. Hifdzu mal (melindungi harta), 5. Hifdzu nasab (melindungi keturunan). Fugsi Maqashid Syari'ah . Terminologi manusia dalam al-quran Dalam Al Qur’an, istilah yang digunakan untuk menyebut makhluk yang namanya manusia ini beberapa, yakni: Ins, Insan dan Uns Kata-kata Insan diambil dari kata asal Uns yang mempunyai arti jinak, tidak liar, senang hati, tampak atau terlihat[6], seperti yang tedapat dalam firman Allah SWT. “Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. At Tiin, 95: 4) Kesempurnaan manusia itu dapat dilihat pada asal kata “Ins” berarti seorang manusia. Sedangkan “Insani” berarti dua orang manusia. Dari kata “Insan” itu tersirat bahwa manusia mempunyai dua unsur kemanusiaannya, yaitu aspek lahiriyah dan aspek bathiniyah. Firmah Allah yang mengandung kata “Ins” seperti: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS. Adz Dzariyat, 51: 56) Sedangkan kata-kata Ins dan Unas, hal itupun menunjukkan makna bahwa sifat dasar manusia adalah fitri yag terpancar dari alam rohaninya, yaitu gemar bersahabat, ramah, lemah lembut dan sopan santun serta taat kepada Allah SWT, sebagaimana dalam firmannya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (QS. Al-A’raaf, 7: 172) Dalam Al Qur’an istilah “Insan” digunakan untuk diperbandingkan dengan istilah jin atau jan. Jin merupakan makhluk yang tidak tampak, sementara manusia adalah makluk yang tampak. Makhluk jenis lain yang tidak tampak adalah malaikat. Menurut Rifaat Syauqi Nawawi, istilah insan digunakan untuk menunjukkan manusia dengan seluruh totalitasnya, lahir dan bathin. Bila Allah SWT menyeru dengan sapaan “Wahai Manusia”, maka yang dimaksud addalah manusia sebagai totalitas lahir dan bathin[7]. Basyar Kata ini berasal dari makna kulit luar yang dapat dilhat dengan mata kasar, bersifat indah dan cantik. Dan dapat menimbulkan rasa senang, bahagia dan gembira bagi siapa saja yang melihatnya[8]. Sebagaimana firman Allah SWT: “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani[208], Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”. (QS. Al Imran, 3: 79) Dijelakan juga bahwa basyar berarti penampakan sesuatu secara baik dan indah. Manusia disebut Basyar karena kulitnya tampak jelas[9]Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".. (QS. Al Kahfi, 18: 110) Istilah basyar digunakan untuk menggambarkna manusia yang merupakan makhluk yang telah memiliki kedewasaan. Karena basyar menunjukkan pada manusia yang sudah dewasa, maka ia mampu bertanggung jawab atau mengemban amanat. Karena itulah setiap basyar ditugasi menjadi khalifah[10]. “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, Kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak”. (QS. Ar Ruum, 30: 20) Bani Adam atau Dzurriyati Adam Istilah Bani Adam menunjukkan bahwa seluruh manusia adalah anak dari manusia ciptaan Allah yang pertama yang bernama Adam[11]. “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka.. “ (QS. Al- A’raf, 7: 172) Juga dalam firman-Nya: “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia Telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga.. (QS. Al A’raaf, 7: 27)” Istilah yang mirip dan memiliki pengertian yang sama dengan Bani Adam adalah Dzurriyati Adam. Adam digambarkan oleh Al- Qur’an sebagai makhluk manusia yang pertama kali. Disampingnya terdapat seorang perempuan yang diciptakan Allah SWT (Hawa namanya) untuk hidup berdampingan dengan Adam. Dari pernikahan Adam dan Hawa lahirlah bangsa manusia. Maka semua manusia adalah bani adam atau keturunan Adam. Penggunaan istilah bani Adam dan Dzurriyati Adam dimaksudkan untuk menegaskan tentang asal usul yang jelas tentang manusia. Manusia bukanlah makhluk yang merupakan anak turun dari kera ataupun yang lain sebagaimana yang diungkapkan oleh ilmuwan yang menganut paham evolusionisme[12]. “Mereka itu adalah orang-orang yang Telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orangorang yang kami angkat bersama Nuh.. (QS. Maryam, 19: 58)” Ilmuan muslim Berikut akan dijelaskan secara ringkas beberapa ilmuwan muslim, khususnya yang berkaitan dengan ilmu-ilmu kealaman dan eksakta. tokoh ilmuwan muslim yang menjadi panutan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hingga sekarang. 1. Ibnu Rusyd (520-595 H) Ibnu Rusyd merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Abu -al-Walid Muhammad Ibu Rusyd, lahir di Cordova (Spanyol) pada tahun 520 H, dan wafat di Marakesy (Maroko) pada tahun 595 H. Beliau menguasai ilmu fikih, ilmu kalam, sastra Arab, matematika, fisika, astronomi, kedokteran, dan filsafat. Karya-karya beliau antara lain kitab Bidayat al-Mujtahid (kitab yang membahas tentang fikih), Kulliyat Fi at-Tibb (buku tentang kedokteran di Eropa), Fal al-Maqal Fi Ma Bain al-Hikmah wa asy-Syariat. Ibnu Rusyd berpendapat antara filsafat dan agama Islam tidak bertentangan, bahkan Islam menganjurkan para penduduknya untuk mempelajari ilmu filsafat. 2. Al-Ghazali (450-505 H) Al-Ghazali merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Abu Hamid al-Ghazali, lahir di desa Gazalah, dekat Tus, Iran Utara pada tahun 450 H dan wafat pada tahun 505 H di Tus juga. Beliau dididik dalam keluarga dan guru yang zuhud (hidup sederhana dan tidak tamak terhadap duniawi). Beliau belajar di Madrasah Imam al-Juwaeni. Setelah beliau menderita sakit, beliau berkhalwat (mengasingkan diri dari khalayak ramai dengan niat beribadah mendekatkan diri kepada Allah Swt.) dan kemudian menjalani kehidupan tasawuf selama 10 tahun di Damaskus, Jerusalem, Mekah, Madinah, dan Tus. Adapun jasa-jasa beliau terhadap umat Islam antara lain sebagai berikut. Memimpin Madrasah Nizamiyah di Bagdad dan sekaligus sebagai guru besarnya. Mendirikan madrasah untuk para calon ahli fikih di Tus. Menulis berbagai macam buku yang jumlahnya mencapai 288 buah, mengenai tasawuf, teologi, filsafat, logika, dan fikih. Diantara bukunya yang terkenal, yaitu Ihya Ulumuddin, yakni membahas masalah-masalah ilmu akidah, ibadah, akhlak, dan tasawuf berdasarkan Alquran dan Hadis. Dalam bidang filsafat, beliau menulisTahafut al-Falasifah (Tidak konsistennya para filsuf). Al-Ghazali merupakan ulama yang sangat berpengaruh didunia Islam sehingga mendapat gelar Hujjatul Islam (bukti kebenaran Islam). 3. Al-Kindi (805-873 M) Al-Kindi merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Yakub bin Ishak al-Kindi, lahir di Kuffah pada tahun 805 M dan wafat di Bagdad pada tahun 873 M. Al-Kindi termasuk cendekiawan muslim yang produktif. Hasil karyanya di bidang filsafat, logika, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, musik, dan matematika. Beliau berpendapat, bahwa filsafat tidak bertentangan dengan agama karena sama-sama membicarakan tentang kebenaran. Beliau juga merupakan salah satunya filsuf Islam Arab. ia disebut Failasuf al-Arab (Filsuf orang Arab). Karya-karya Al-Kindi mencakup berbagai bidang, seperti geometri, astronomi, astrologi, aritmetika, musik, fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik. Dalam berfilsafat Al-Kindi mengumpulkan karya-karyanya dengan dibukukan, dan seabad kemudian diselesaikan oleh Ibnu Sina. Kaum bangsawan ortodoks yang konservatif melancarkan aksi kekerasan terhadap Al-Kindi karena dianggap bidah. Sebagai seorang filsuf Islam yang produktif, diperkirakan karya yang pernah ditulis Al-Kindi dalam berbagai bidang tidak kurang dari 270 buah. 4. Al- Farabi (872-950 M) Al- Farabi merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Abu Nashr Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlag al-Farabi, lahir di Farabi Transoxania pada tahun 872 M dan wafat di Damsik pada tahun 950 M. Beliau keturunan Turki. Al- Farabi menekuni berbagai bidang ilmu pengetahuan antara lain logika, musik, kemiliteran, metafisika, ilmu alam, teologi, dan astronomi. Di antara karya-karya Al- Farabi , karya yang paling terkenal adalah Al-Madinah al-Fadhilah (kota atau negara utama) yang di dalamnya membahas tentang pencapaian kebahagiaan melalui kehidupan politik dan hubungan antara rezim yang paling baik menurut pemahaman Plato dan hukum Illahiah Islam. 5. Ibnu Sina (980-1037 M) Ibnu Sina merupakan salah satu tokoh masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Abu Ali al-Husein Ibnu Abdullah Ibnu Sina, lahir di desa Afsyana dekat Bukhara, wafat dan dimakamkan di Hamzan. Beliau belajar bahasa Arab, geometri, fisika, logika, ilmu hukum Islam, teologi Islam, dan ilmu kedokteran. Pada usia 17 tahun, ia telah terkenal dan dipanggil untuk mengobati Pangeran Samani, Nuh bin Mansyur. Beliau menulis lebih dari 200 buku dan di antara karyanya yang terkenal berjudul AlQanun Fi at-Tibb, yaitu ensiklopedia tentang ilmu kedokteran dan Al-Syifa, ensiklopedia tentang filsafat dan ilmu pengetahuan. Kepiawaian Ibnu Sina dalam mengobati orang sudah teruji, bahkan orang yang diobatinya bukanlah orang sembarangan, melainkan para raja. Banyak raja yang meminta Ibnu Sina untuk mengobatinya di antaranya Ratu Sayyidah serta Sultan Majdud dari Rayy, Syamsu Dawla dari Hamazan, dan Alaud Dawla dari Isfahan, Karena kehebatannya, di dalam dunai Islam ia dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokteran. Tidak hanya dalam filsafat dan kedokteran saja Ibnu Sina memberikan andil dan pemikirannya, tetapi ia juga turut serta ambil bagian dan memberikan andil pada berbagai ilmu pengetahuan pada zamannya, di antaranya yang menonjol adalah ilmu astronomi. Ibnu Sina menambahkan dalam bukunya Al-Magest(Buku tentang astronomi) berbagai problem yang belum dibahas, mengajukan beberapa keberatan Euclides, meragukan pandangan Aristoteles tantang kesamaan bintang-bintang tak bergerak, kesamaan satuan jaraknya, dan sebagainya. Untuk itu di dalam buku Asy-Syifa, ia menguraikan bahwa bintangbintang yang tak bergerak tak berada pada satu Globe. Ibnu Sina juga banyak membuat rumusan-rumusan tentang pembentukan gunung-gunung, barang-barang tambang, di samping menghimpun berbagai analisis tentang fenomena atmosfer, seperti angin, awan dan pelangi. Sementara orang yang sezaman dengannya tidak mampu menambahkan sesuatu ke dalam bidang penelitian mereka. 6. Jabir bin Hayyan Jabir bin Hayyan adalah salah satu ilmuan muslim di bidang ilmu kimia, setelah berguru dari Barmaki Vizier di Bagdad. Jabir bin Hayyan lahir pada tahun 750 M dan wafat di usia 53 tahun. Di kalangan Barat,Jabir bin Hayyan dikenal dengan nama Geber, ia menuntut Ilmu dan mengembangkan ilmu kimianya pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid. Dalam eksperimen kimianya, beliau menerapkan eksperimen sistematis sehingga setiap eksperimen dapat direproduksi kembali. Jabir menekankan bahwa kuantitas zat berhubungan dengan reaksi kimia yang terjadi sehingga dapat dianggap Jabir telah merintis ditemukannya hukum perbandingan tetap. Kontribusi lainnya antara lain dalam penyempurnaan proses kristalisasi, distilasi, kalsinasi, sublimasi dan penguapan serta pengembangan instrumen untuk melakukan proses-proses tersebut. 7. Muhammad bin Musa al-Khawarizmi Muhammad bin Musa al-Khawarizmi lahir di Khawarizm, Uzbekistan tahun 780 Masehi, dan wafat pada tahun 850 di Bagdad, Irak. Beliau adalah ahli matematika, astronomi, astrologi. Dia berprofesi sebagai seorang dosen semasa hidupnya. Buku pertamanya adalah Al-Jabar yang merupakan buku pertama yang membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Dengan buku yang ia tulis tersebut, ia disebut sebagai Bapak Aljabar. Translasi bahasa latin dari aritmetika, beliau yang memperkenalkan angka India, kemudian diperkenalkan sebagai sistem penomoran posisi desimal di dunia Barat pada abad ke-12. Ia merevisi dan menyesuaikan geografi Plotemeus sebaik mengerjakan tulisan-tulisan tantan astronomi dan astrologi. Kontribusi beliau tidak hana berdampak besar pada matematika, tetapi juga dalam kebahasaan. Kata Aljabar berasal dari kata Al-Jabr, satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau. Kata logarisme dan logaritma diambil dari kata Algorisme, Latinisasi dari nama beliau. Nama beliau juga diserap dalam bahasa Spanyol, Guarismo dan dalam bahasa Portugis, Algarismo yang berarti digit. Beberapa karyanya yang terkenal adalah Al-Kitab al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa--I-Muqabala, Dixit Algorizmi, kitab Surah al Ardh, Buku Zij al-Sindhind, dan Risala fi Istikhraj Ta`rikh al-Yahud (Petunjuk penanggalan Yahudi). 9. Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun disebut sebagai Bapak Sosiologi Islam, lahir di Tunisia pada 732 H/1332 M dan meninggal pada 808 H/1406 M. Nama lengkapnya adalah Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Abi Bakar bin Muhammad bin al-Hasan. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah. Kitab ini berisi pembahasan tentang masalah sosial manusia. Kitab ini membuka jalan menuju pembahasan ilmu-ilmu sosial. Dia dipandang sebagai peletak dasar ilmu sosial dan politik Islam. Konsep, prinsip, dalil muamalah Pengertian Muamalah Secara Etimologi “Saling berbuat, saling bertindak, dan saling beramal atau juga berarti kegiatan atau pekerjaan” Secara Terminologi “Arti luas dan arti sempit” Muhammad Utsman Syubair “ Mu‟amalah adalah hukum syar‟I yang mengatur hukum manusia di bidang harta benda, seperti jual beli, sewa menyewa, wakaf, hibah, rahn, hiwalah dan sebagainya” Prinsip Dasar Fiqih Muamalah Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha mendialektikkan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya, sehingga akan bernilai ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah (ekonomi) juga sangat konsen terhadap nilai-nilai humanisme. Di antara kaidah dasar fiqh muamalah adalah sebagai berikut : Hukum asal dalam muamalat adalah mubah Konsentrasi Fiqih Muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan Menetapkan harga yang kompetitif Meninggalkan intervensi yang dilarang Menghindari eksploitasi Memberikan toleransi Tabligh, siddhiq, fathonah amanah sesuai sifat Rasulullah Sedangkan menurut Dr. Muhammad 'Utsman Syabir dalam al-Mu'amalah al-Maliyah al-Mu'ashirah fil Fiqhil Islamiy menyebutkan prinsip-prinsip itu, yaitu: 1. Fiqh mu'amalat dibangun di atas dasar-dasar umum yang dikandung oleh beberapa nash berikut: a. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil; kecuali dengan cara perdagangan atas dasar kerelaan di antara kalian." (QS. An-Nisa`: 29) "Janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil dan janganlah kalian menyuap dengan harta itu, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. AlBaqarah: 188) b. Firman Allah, "Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275) c. Ibnu 'Umar ra menyatakan bahwa Rasulullah saw. melarang jual beli gharar (mengandung ketidakjelasan). (HR. Muslim, 10/157 dan al-Baihaqiy di dalam as-Sunanul Kubra, 5/338) 2. Pada asalnya, hukum segala jenis muamalah adalah boleh. Tidak ada satu model/jenis muamalah pun yang tidak diperbolehkan, kecuali jika didapati adanya nash shahih yang melarangnya, atau model/jenis muamalah itu bertentangan dengan prinsip muamalah Islam. Dasarnya adalah firman Allah, "Katakanlah, 'Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal.' Katakanlah, 'Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini), ataukah kamu mengada-ada atas nama Allah.'." (QS. Yunus: 59). 3. Fiqh mu'amalah mengompromikan karakter tsabat dan murunah. Tsubut artinya tetap, konsisten, dan tidak berubah-ubah. Maknanya, prinsip-prinsip Islam baik dalam hal akidah, ibadah, maupun muamalah, bersifat tetap, konsisten, dan tidak berubah-ubah sampai kapan pun. Namun demikian, dalam tataran praktis, Islam—khususnya dalam muamalah—bersifat murunah. Murunah artinya lentur, menerima perubahan dan adaptasi sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang tsubut. 4. Fiqh muamalah dibangun di atas prinsip menjaga kemaslahatan dan 'illah (alasan disyariatkannya suatu hukum). Tujuan dari disyariatkannya muamalah adalah menjaga dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. Prinsip-prinsip muamalah kembali kepada hifzhulmaal (penjagaan terhadap harta), dan itu salah satu dharuriyatul khamsah (dharurat yang lima). Sedangkan berbagai akad—seperti jual beli, sewa menyewa, dlsb.—disyariatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan menyingkirkan kesulitan dari mereka. Bertolak dari sini, banyak hukum muamalah yang berjalan seiring dengan maslahat yang dikehendaki Syari' ada padanya. Maknanya, jika maslahatnya berubah, atau maslahatnya hilang, maka hukum muamalah itu pun berubah. Al-'Izz bin 'Abdussalam menyatakan, "Setiap aktivitas yang tujuan disyariatkannya tidak terwujud, aktivitas itu hukumnya batal." Dengan bahasa yang berbeda, asy-Syathibiy sependapat dengan al-'Izz.. Asy-Syathibiy berkata, "Memperhatikan hasil akhir dari berbagai perbuatan adalah sesuatu yang mu'tabar (diakui) menurut syariat."[6] d. Konsep Aqad Fiqih Ekonomi (Muamalah) Setiap kegiatan usaha yang dilakukan manusia pada hakekatnya adalah kumpulan transaksi-transaksi ekonomi yang mengikuti suatu tatanan tertentu. Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang ataupun jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul karena manusia menginginkan sesuatu yang tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan fitrahnya manusia harus berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka. Kerjasama dalam usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam: Bekerja sama dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu pihak dapat menjadi pemberi pembiayaan dimana atas manfaat yang diperoleh yang timbul dari pembiayaan tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Kerjasama ini dapat berupa pembiayaan usaha 100% melalui akad mudharaba maupun pembiayaan usaha bersama melalui akad musyaraka. Kerjasama dalam perdagangan, di mana untuk meningkatkanØ perdagangan dapat diberikan fasilitas-fasilitas tertentu dalam pembayaran maupun penyerahan obyek. Karena pihak yang mendapat fasilitas akan memperoleh manfaat, maka pihak pemberi fasilitas berhak untuk mendapatjan bagi hasil (keuntungan) yang dapat berbentuk harga yang berbeda dengan harga tunai. Kerja sama dalam penyewaan asset dimana obyek transaksi adalah manfaat dari penggunaan asset. Kegiatan hubungan manusia dengan manusia (muamalah) dalam bidang ekonomi menurut Syariah harus memenuhi rukun dan syarat tertentu. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dan menjadi dasar terjadinya sesuatu, yang secara bersama-sama akan mengakibatkan keabsahan. Rukun transaksi ekonomi Syariah adalah: 1. Adanya pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan pembeli, penyewa dan pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima jasa. 2. Adanya barang (maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek transaksi. 3. Adanya kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan menyerahkan (ijab) bersama dengan kesepakatan menerima (kabul). Disamping itu harus pula dipenuhi syarat atau segala sesuatu yang keberadaannya menjadi pelengkap dari rukun yang bersangkutan. Contohnya syarat pihak yang melakukan transaksi adalah cakap hukum, syarat obyek transaksi adalah spesifik atau tertentu, jelas sifat-sifatnya, jelas ukurannya, bermanfaat dan jelas nilainya. Obyek transaksi menurut Syariah dapat meliputi barang (maal) atau jasa, bahkan jasa dapat juga termasuk jasa dari pemanfaatan binatang. Pada prinsipnya obyek transaksi dapat dibedakan kedalam: 1. obyek yang sudah pasti (ayn), yaitu obyek yang sudah jelas keberadaannya atau segera dapat diperoleh manfaatnya. 2. obyek yang masih merupakan kewajiban (dayn), yaitu obyek yang timbul akibat suatu transaksi yang tidak tunai. Secara garis besar aqad dalam fiqih muamalah adalah sebagai berikut : 1. Aqad mudharaba Ikatan atau aqad Mudharaba pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran berupa hubungan kerjasama antara Pemilik Usaha dengan Pemilik Harta. 2. Aqad musyarakah Ikatan atau aqad Musyaraka pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran antara para pihak yang bersama-sama menjadi Pemilik Usaha. 3. Aqad perdagangan Aqad Fasilitas Perdagangan, perjanjian pertukaran yang bersifat keuangan atas suatu transaksi jual-beli dimana salah satu pihak memberikan fasilitas penundaan pembayaran atau penyerahan obyek sehingga pembayaran atau penyerahan tersebut tidak dilakukan secara tunai atau seketika pada saat transaksi. 4. Aqad ijarah Aqad Ijara, adalah aqad pemberian hak untuk memanfaatkan Obyek melalui penguasaan sementara atau peminjaman Obyek dgn Manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik Obyek. Ijara mirip dengan leasing namun tidak sepenuhnya sama dengan leasing, karena Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan 1. Islam menyuruh kepada umat Islam untuk totalitas dalam mengamalkan aturan Allah. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah 208: يش ال ا م ُخ ِاس يِف َ ُو الخاََ َاَ َنماََ َ نيَََِّا ََيََُّأ َاي ت َََ ِا ن َُ َت ِا َ ان ََُُِّا ٌّو َااا َ ام ُاس ُِهن انا َ ن ْ ِ َ َط ا ن ُِِاََاَ َ َا َال ًَيين اا Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah 208). 2. Pengetahuan tentang fiqh mu’amalah Saidina Umar bin Khattab berkata: َ وََّ يف َقن قو نَّ َل اَقمي يف لََال “Tidak Boleh jual beli pasar kita kecuali orang yang benar-benar telah mengerti fiqih (Mu’malah) dalam agama.” Dari ungkapan umar diatas dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa tidak boleh berbisnis, tidak boleh terlibat perbankan, tidak boleh beraktifitas asuransi dan yang lainnya jika tidak mengerti fiqih mu’malah Ulama bersepakat bahwa muamalah adalah sesuatu masalah kemanusiaan yang maha penting. Dr. Abdul Sattar Fathullah Sa’id berkata: مالالمعض نمجو راسنالا رامتجالا اذر تانورض نمو “Diantara unsur dharurat (terpenting) dalam masyarakat manusia adalah muamalah” Teori masuknya islam di indonesia 1. Teori Gujarat Teori ini dikemukakan oleh G.W.J. Drewes dan dikembangkan oleh Snouck Hurgronje. Teori ini mengatakan masuknya Islam ke Indonesia berasal dari suatu daerah di anak benua India, yakni Gujarat. Menurut Drewes, pendapat ini didasarkan pada kesamaan masyarakat Muslim bermadzhab Syafi'i yang menetap di Gujarat dengan orang-orang Gujarat yang datang dan kemudian menetap di Indonesia. Sedangkan menurut Snouck Hurgronje, ketika komunitas Muslim di Gujarat telah kuat dan mengakar, maka sebagian di antara mereka mulai melebarkan sayap ke wilayah-wilayah di sekitarnya, termasuk hingga ke wilayah Indonesia. Proses masuknya Islam di Indonesia dilakukan melalui jalur perdagangan yang dilakukan oleh para Dzuriyyat Rosul (keturunan Nabi). Oleh karenanya para pendakwah dari Gujarat itu banyak yang dipanggil dengan gelar Sayyid atau Syarif, yaitu panggilan untuk orang-orang tertentu (terhormat) yang masih memiliki garis keturunan Nabi Muhammad SAW. Para pedagang dari Gujarat ini masuk ke Indonesia dengan berlayar melewati selat Malaka pada sekitar abad ke 13, melalui kontak pedagang dan kerajaan Samudra Pasai yang menguasai selat Malaka saat itu. Teori ini juga diperkuat dengan bukti penemuan batu nisan makam Sultan Malik As-Saleh, Sultan Samudra Pasai, pada tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat. Selain itu ada juga catatan dari Marcopolo yang mengatakan bahwa di Perlak saat itu banyak dijumpai pedagang dari Muslim India, dan penduduk Perlak juga banyak yang sudah memeluk Islam. Meskipun begitu, teori ini juga mempunyai kelemahan. Kelemahan dari teori Gujarat adalah bahwa masyarakat Muslim di Samudra Pasai adalah menganut mazhab Syafii, sementara masyarakat Muslim Gujarat lebih banyak menganut mazhab Hanafi. Selain itu, saat terjadinya islamisasi di Samudra Pasai, Gujarat diperkirakan masih merupakan Kerajaan Hindu. 2. Teori Bengal (Benggali/Bangladesh) Teori ini dikemukakan oleh S. Q. Fatimi. Menurut teori ini, Islam datang dari Bengal ke Indonesia pada sekitar abad ke 11. Teori ini didasarkan pada banyaknya tokoh terkemuka di Pasai yang merupakan keturunan dari Benggali. Menurut teori ini, keberadaan makam Sultan Pasai, Malik As Shaleh dan juga batu nisan Fatimah di Leran Gresik juga menjadi bukti masuknya Islam dari Bengal ke Nusantara. Jadi menurut teori ini, mengaitkan keberadaan batu nisan yang ada di Pasai dengan Gujarat adalah keliru. Menurut S. Q. Fatimi, bentuk dan gaya batu nisan Malik al-Saleh berbeda sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat dan batu-batu nisan lain yang ditemukan di Nusantara. Fatimi berpendapat bentuk dan gaya batu nisan itu justru mirip dengan batu nisan yang terdapat di Bengal. Oleh karenanya, batu nisan itu hampir dipastikan berasal dari Bengal. Seperti halnya teori pertama, kelemahan teori ini juga berkenaan dengan adanya perbedaan madzhab yang dianut kaum muslim Nusantara (Syafi’i) dan mazhab yang dipegang oleh kaum muslimin Bengal (Hanafi). 3. Teori Malabar Teori ini dikemukakan oleh Thomas W. Arnold dan Morisson. Teori ini menyatakan bahwa Islam datang ke Indonesia berasal Colomander dan Malabar. Islam diperkirakan datang ke Indonesia dibawa oleh para penyebar Muslim dari pantai Coromandel pada akhir abad ke-13. Teori ini dikuatkan dengan kesamaan madzhab Muslim di wilayah-wilayah Colomander dan Malabar dengan yang dianut oleh masyarakat Nusantara. Menurut Morisson, Islam tidak mungkin datang dari Gujarat, karena secara politis pada waktu itu belum memungkinkan Gujarat menjadi sumber penyebaran dan pusat perdagangan yang menghubungkan antara wilayah Nusantara dengan wilayah Timur Tengah. Menurut Morisson, meskipun batu-batu nisan yang ditemukan di Pasai atau Gresik bisa jadi berasal dari Gujarat, atau dari Bengal, hal itu tidak lantas berarti Islam juga datang dari sana. Menurut Morisson, tidak mungkin Islam telah masuk ke Samudra Pasai pada abad 13, karena saat itu Gujarat sendiri masih merupakan kerajaan Hindu. Baru pada tahun 699/1298, Cambay, Gujarat ditaklukkan oleh kekuasaan muslim. Berdasar pertimbangan ini, Morisson pun mengemukakan pendapatnya bahwa Islam di Nusantara bukan berasal dari Gujarat, melainkan dibawa oleh para penyebar Muslim dari pantai Coromandel dan Malabar. 4. Teori Persia Teori dikemukakan oleh Umar Amir Husen dan Hoesein Djajadiningrat. Menurut mereka, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh Muslim Syiah Persia pada abad ke 7 M. Teori ini didukung oleh beberapa bukti, di antaranya yaitu adanya peringatan 10 Muharram (Asyura) atas wafatnya Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat dijunjung oleh Muslim Syiah Iran. Selain itu, kesamaan ajaran sufi dan bentuk seni kaligrafi pada beberapa batu nisan di nusantara dengan yang ada di Persia juga semakin mendukung teori ini. Namun teori ini juga memiliki kelemahan. Bila dikatakan bahwa Islam masuk pada abad ke 7, maka kekuasaan Islam di Timur Tengah masih dalam genggaman Khalifah Umayyah yang berada di Damaskus, Baghdad, Mekkah, dan Madinah. Jadi tidak memungkinkan bagi ulama Persia untuk menyokong penyebaran Islam secara besar-besaran ke Nusantara. 5. Teori Arab atau Makkah Menurut teori ini, Islam datang dari sumbernya langsung, yaitu Arab. Teori ini banyak dianut oleh para sejarawan yang intens dengan kajian Islam di Asia Tenggara, di antaranya Van Leur, Anthony H. Johns, T.W Arnold, Buya Hamka, Naquib alAttas, Keyzer, M. Yunus Jamil, dan Crawfurd. Teori ini meyakini bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Penyebaran Islam di Nusantara dilakukan oleh para musafir dari Arab yang memiliki semangat untuk menyebarkan Islam ke seluruh belahan dunia. Teori ini didukung bukti bahwa pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab). Hal ini juga didukung dengan berita China yang mengatakan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Bukti berikutnya adalah kesamaan madzhab yang dianut penduduk muslim Samudra Pasai (Syafi'i) dengan mazhab Syafi'i yang banyak dianut Muslim Mekkah. Sejarawan yang mendukung teori ini juga menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya Islam ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke-7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. 6. Teori China Teori China dicetuskan oleh Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby. Menurut teori ini, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh perantau Muslim China yang datang ke Nusantara. Dasar dari teori ini di antaranya yaitu fakta adanya perpindahan orang-orang Muslim China dari Kanton ke Asia Tenggara, khususnya Palembang pada tahun 879 M. Selain itu juga adanya Catatan China yang menyatakan bahwa pelabuhan-pelabuhan di Nusantara pertama kali diduduki oleh para pedagang dari China. Bukti lainnya menurut pendapat ini adalah Adanya masjid tua beraksitektur China di Jawa, Raja pertama Demak (Raden Patah) yang berasal dari keturunan China, dan Gelar raja-raja demak yang ditulis menggunakan istilah China. 7. Teori Maritim Teori ini dikemukakan oleh sejarawan asal Pakistan, N.A. Baloch. Teori ini menyatakan bahwa penyebaran Islam di Nusantara tidak bisa dilepaskan dari kemampuan umat Islam dalam menjelajah samudera. Teori ini tidak menjelaskan darimana asal Islam yang berkembang di Indonesia, namun yang jelas menurut teori ini, masuknya Islam di Indonesia terjadi di sekitar abad ke-7 Masehi. Dari kesemua teori-teori di atas, secara umum para sejarawan mengakui bahwa sejarah awal masuknya Islam di Indonesia masih belum jelas. Artinya, karena minimnya informasi yang dapat dipercaya, rumusan yang pasti tentang kapan, dari mana, oleh siapa dan bagaimana masuknya Islam ke Indonesia belum ada kesepakatan. Meskipun begitu, secara umum para sejarawan menyatakan bahwa Islam sampai ke Indonesia kemungkinan besar melalui kontak perdagangan yang sudah terjalin bahkan sebelum adanya agama Islam. PERNIKAHAN Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial Pernikahan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti diartikan sebagai perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri. 1. Pengertian menurut etimologi Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, pernikahan disebut denganberasal dari kata an-nikh dan azziwaj yang memiliki arti melalui, menginjak, berjalan di atas, menaiki, dan bersenggema atau bersetubuh. Di sisi lain nikah juga berasal dari istilah Adh-dhammu, yang memiliki arti merangkum, menyatukan dan mengumpulkan serta sikap yang ramah. adapun pernikahan yang berasalh dari kata aljam’u yang berarti menghimpun atau mengumpulkan. Pernikahan dalam istilah ilmu fiqih disebut ( ) زواج, ( ) ن كاحkeduanya berasal dari bahasa arab. Nikah dalam bahasa arab mempunyai dua arti yaitu ( ) وال ضم ال وطءbaik arti secara hakiki ( ) ال ضمyakni menindih atau berhimpit serta arti dalam kiasan ( ) ال وطءyakni perjanjian atau bersetubuh. 2. Pengertian Menurut Istilah Adapun makna tentang pernikahan secara istilah masing-masing ulama fikih memiliki pendapatnya sendiri antara lain : 1. Ulama Hanafiyah mengartikan pernikahan sebagai suatu akad yang membuat pernikahan menjadikan seorang laki- laki dapat memiliki dan menggunakan perempuan termasuk seluruh anggota badannya untuk mendapatkan sebuah kepuasan atau kenikmatan. 2. Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan menggunakan lafal نانكككاح ح, atau وا َك ز َك ج ح, yang memiliki arti pernikahan menyebabkan pasangan mendapatkan kesenanagn. 3. Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad atau perjanjian yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan tanpa adanya harga yang dibayar. 4. Ulama Hanabilah menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad dengan menggunakan lafal ا ا ح ح ن ا َكatau َك و ا ج حyang artinya pernikahan membuat laki-laki dan perempuan dapat memiliki kepuasan satu sama lain. 5. Saleh Al Utsaimin, berpendapat bahwa nikah adalah pertalian hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang lain dan untuk membentuk keluaga yang saleh dan membangun masyarakat yang bersih 6. Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya al-ahwal al-syakhsiyyah, menjelaskan bahwa nikah adalah akad yang berakibat pasangan laki-laki dan wanita menjadi halal dalam melakukan bersenggema serta adanya hak dan kewajiban diantara keduanya. Dasar Hukum Pernikahan Adapun dasar hukum pernikahan berdasarkan Al Qur’an dan Hadits adalah sebagai berikut : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. An-Nisaa’ : 1). ”Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu,dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian- Nya) lagi Maha mengetahui” .(Q.S. An-Nuur : 32) Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan- Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S. Ar-Ruum : 21). ”Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah, hendaklah dia menikah; karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Adapun bagi siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa; karena berpuasa itu merupakan peredam (syahwat)nya”. Hukum Pernikahan Dalam agama islam pernikahan memiliki hukum yang disesuaikan dengan kondisi atau situasi orang yang akan menikah. Berikut hukum pernikahan menurut islam Wajib, jika orang tersebut memiliki kemampuan untuk meinkah dan jika tidak menikah ia bisa tergelincir perbuatan zina (baca zina dalam islam) Sunnah, berlaku bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk menikah namun jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir perbuatan zina Makruh, jika ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu menahan diri dari zina tapi ia tidak memiliki keinginan yang kuat untuk menikah. Ditakutkan akan menimbulkan mudarat salah satunya akan menelantarkan istri dan anaknya Mubah, jika seseorang hanya menikah meskipun ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu menghindarkan diri dari zina, ia hanya menikah untuk kesenangan semata Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan jika menikah ia akan menelantarkan istrinya atau tidak dapat memenuhi kewajiban suami terhadap istri dan sebaliknya istri tidak dapat memenuhi kewajiban istri terhadap suaminya. Pernikahan juga haram hukumnya apabila menikahi mahram atau pernikahan sedarah. Rukun dan Syarat Pernikahan a. Rukun Nikah Rukun pernikahan adalah sesuatu yang harus ada dalam pelaksanaan pernikahan, mencakup : 1. Calon mempelai laki-laki dan perempuan 2. Wali dari pihak mempelai perempuan 3. Dua orang saksi 4. Ijab kabul yang sighat nikah yang di ucapkan oleh wali pihak perempuan dan dijawab oleh calon mempelai laki- laki. b. Syarat Nikah Adapun syarat dari masing-masing rukun tersebut adalah 1. Calon suami dengan syarat-syarat berikut ini 1. Beragama Islam 2. Berjenis kelamin Laki-laki 3. Ada orangnya atau jelas identitasnya 4. Setuju untuk menikah 5. Tidak memiliki halangan untuk menikah 2. Calon istri dengan syarat-syarat 1. Beragama Islam ( ada yang menyebutkan mempelai wanita boleh beraga nasrani maupun yahudi) 2. Berjenis kelamin Perempuan 3. Ada orangnya atau jelas identitasnya 4. Setuju untuk menikah 5. Tidak terhalang untuk menikah 3. Wali nikah dengan syarat-syarat wali nikah sebagai berikut (baca juga urutan wali nikah). 1. Laki-laki 2. Dewasa 3. Mempunyai hak perwalian atas mempelai wanita 4. Adil 5. Beragama Islam 6. Berakal Sehat 7. Tidak sedang berihram haji atau umrah 4. Saksi nikah dalam perkawinan harus memenuhi beberapa syarat berikut ini ; 1. Minimal terdiri dari dua orang laki-laki 2. Hadir dalam proses ijab qabul 3. mengerti maksud akad nikah 4. beragama islam 5. Adil 6. Dewasa 5. Ijab qobul dengan syarat-syarat, harus memenuhi syarat berikut ini : Dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti kedua belah pihak baik oleh pelaku akad dan penerima aqad dan saksi. Ucapan akad nikah juga haruslah jelas dan dapat didengar oleh para saksi. Jenis Nikah dan Hukumnya dalam Islam (Jenis Pernikahan Terlarang) Pernikahan memiliki beberapa jenis, sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahwa Aisya ra menyebutkan adanya empat jenis nikah pada masa jahiliyah (sebelum nabi Muhammad SAW menjadi rasul); 1. Pernikahan Pinang, yaitu seorang pria datang meminang seorang wanita, baik itu secara langsung atau melalui wali si wanita, kemudian menikahinya dengan mahar. 2. Pernikahan Gadai/Pinjam, yaitu seorang istri yang diperintah suaminya untuk berkumpul dengan pria lain hingga hamil, demi mendapatkan keturunan atau perbaikan keturunan. 3. Poliandri, yaitu sejumlah pria (biasanya kurang dari 10 orang) secara bergilir mencampuri seorang wanita dengan kesempatan bahwa jika wanita itu hamil dan melahirkan, maka kesemua pria tersebut harus ridha bila kemudian salah satu dari merekalah yang ditunjuk oleh si wanita sebagai ayah dari anak tersebut. 4. Pelacur, yaitu seorang wanita yang memasang bendera hitam di depan rumahnya sebagai tanda siapa pun yang berkehendak kepadanya boleh masuk dan menggaulinya. Bila hamil dan melahirkan, kemudian si wanita mengumpulkan seluruh wanita yang pernah menyetubuhinya dan memanggil seorang dukun ahli firasat untuk meneliti nasab anak itu lalu memberikan sang bayi kepada sang ayah yang harus tak boleh menolak. • Pada masa Muhammad SAW telah diangkat menjadi rasul, muncul pula jenis-jenis nikah dalam bentuk lain; 1. Nikah Syigar Nikah syigar adalah ketika seorang wali menikahkan putrinya kepada seorang pria dnegan syarat pria trsebut menikahkannya kepada putrinya, saudara perempuannya atau putrinya, atau perwaliannya dengan mahar atau tanpa mahar. 2. Nikah Mut’ah Nikah mut’ah adalah pria yang menikahi seorang wanita untuk jangka waktu tertentu, nikah inilah yang disebut oleh Sayyid Sabiq sebagai nikah sementara atau nikah terputus karena laki-lakinya menikahi seorang perempuan hanya untuk sehari atau seminggu atau sebulan. 3. Nikah Muhallil Nikah muhallil adalah seorang pria yang menyuruh/membayar (muhallal) seorang pria (muhallil) untuk menikahi wnaita yang pernah dinikahi dan ditalak sebanyak tiga kali agar dapat dinikahinya setelah diceraikan oleh pria suruhannya tersebut. 4. Nikah Ahl Al-Kitab, yaitu seorang pria mukmin yang menikahi wanita ahlul kitab. Ahl Al-Kitab berasal dari dua kata bahasa Arab yang tersusun dalam bentuk Idhafah yaitu ahlu dan Al-Kitab. Ahlu berarti pemilik, ahli. Sedangkan Al-Kitab berarti kitab suci. Jadi, Ahl al-Kitab berarti pemilik kitab suci, yakni para umat nabi yang diturunkan kepada mereka kitab suci (wahyu Allah SWT). CORAK KEBERAGAMAN ISLAM DI INDONESIA a) CORAK KEBERAGAMAN ISLAM DI ACEH Salah satu contoh corak keberagamaan masyarakat muslim di Aceh terlihat dari Parlemen Aceh yang akhirnya mengesahkan Qanun Hukum Jinayah sebagai pedoman baru pelaksanaan syariat Islam. Penerapan hukum Islam berupa cambuk dan denda emas bagi pelanggar syariat, termasuk non-muslim dan anak-anak, segera berlaku di provinsi itu. Peraturan tersebut tentu berbeda dengan peraturan yang ada di provinsi selain Aceh. Dengan disahkannya Qanun Hukum Jinayah, maka di Aceh akan berlaku hukuman cambuk atau denda dengan bayar emas murni bagi pelaku pemerkosaan, perzinaan, pelecehan seksual, praktik gay, lesbian, mesum, perjudian, mengonsumsi minum keras dan bermesraan dengan pasangan bukan muhrim. Bukan hanya pelaku, orang yang ikut menceritakan ulang perbuatan atau pengakuan pelaku jarimah secara langsung atau melalui media juga dikenakan hukuman cambuk. Selain itu corak keberagamaan muslim di aceh terlihat dari tradisi orang Aceh yang menganggap musholla lebih signifikan dibandingkan dengan masjid. Menurut Andrew Beatty, karena hidup berkeluarga adalah arena utama dari kehidupan social dan bidang di mana tindakan moral dibentuk dan dinilai, maka musholla memiliki arti penting praktis yang lebih besar. Sebuah desa di Aceh dapat bertahan tanpa masjid karena shalat Jumat dilakukan di sebuah mesjid kemukiman. Tetapi tanpa mushalla (Meunasah), maka kesalehan akan terhenti menjadi patokan normatik: kewajiban skriptual tetap kewajiban, tetapi solidaritas sesame muslim akan memudar. b) CORAK KEBERAGAMAN ISLAM DI BALI Islam di Bali merupakan agama minoritas yang dianut oleh 520.244 jiwa atau 13,37% dari 3.890.757 jiwa penduduk Bali. Islam masuk ke Bali diperkirakan pada abad ke-13 dan 14 melalui Kerajaan Gelgel, namun tepatnya belum ada penelitian yang pasti. Penelitian tentang asal muasal Islam di Bali masih terhitung langka. Dalam Budaya, umat Islam Bali telah ‘berbaur’ dengan budaya setempat, terlihat dari lembaga adat yang tumbuh di masyarakat muslim Bali sama dengan lembaga adat masyarakat Bali Hindu. Kampung Kecicang Islam berada di kawasan Banjar Dinas Kecicang Islam, Desa Bungayan Kangin, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem. Kampung ini adalah kampung Islam terbesar di Kabupaten Karangasem, Bali dengan penduduk mencapai 3.402 kepala keluarga. Berbeda dari mayoritas penduduk Bali yang beragama Hindu, seluruh warga Kampung Kecicang menganut Islam. Nuansa Islami pun begitu kentara di kampung yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pedagang dan petani. Salah satu bukti nyata eksistensi Islam di Kampung Kecicang adalah keberadaan Masjid Baiturrahman. Masjid yang telah berdiri sejak akhir abad 17 itu tak sekadar menjadi tempat ibadah, tapi juga menjadi ikon dan identitas Muslim Kecicang. Selain masjid, nuansa Islam di kampung ini dapat dirasakan melalui beragam tradisi kearifan lokal yang masih dilestarikan oleh masyarakatnya. Warga Kecicang memiliki tari-tarian khas bernama Tari Rudat yang merupakan akulturasi budaya Bali dan Timur Tengah. Mereka juga menjalankan tradisi ritual keagamaan seperti tahlil, ziarah, dan selamatan. Sebagaimana masyarakat Muslim di Bali lainnya, hubungan antara masyarakat Kecicang Islam dengan mayoritas penganut Hindu di Bali terjalin harmonis sejak lama. Keharmonisan ini dibuktikan saat pelaksanaan tradisi tahunan salat Idul Fitri, di mana sejumlah pecalang (polisi adat) turut serta membantu mengamankan hari raya umat Islam tersebut. Demikian pula sebaliknya, ketika umat Hindu merayakan Nyepi, Muslim Kecicang turut pula menjaga keamanan dan memberi hadiah makanan. c) CORAK KEBERAGAMAN ISLAM DI YOGYAKARTA Pada zaman kerajaan islam terdahulu, kebudayaan masyarakat Yogyakarta masih kental dipengaruhi oleh ‘warisan’ budaya Majapahit dan Syiwa Budha, namun sedikit demi sedikit sudah mulai diarahkan pada budaya dan pola interaksi yang islami. Di sinilah peran Sunan Kalijaga, dalam catatan sejarah, memberikan andil yang begitu besar. Hasilnya adalah terdapat sejumlah upacara kerajaan yang telah diislamisasi sebagai syiar Islam di tengah masyarakat, seperti sekaten, rejeban, grebeg, upacara takjilan dan tentu saja wayang yang masih ada hingga kini. d) ORGANISASI ISLAM DI INDONESIA 1. Nahdatul Ulama • Organisasi ini didirikan pada 31 Januari 1926 oleh KH. Hasyim ‘Asy’ari seorang ulama karismatik yang sangat dimuliakan pada masanya. Dalam upaya memantapkan prisip dasar orgasnisai ini, beliau merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), dan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik. • Dalam AD/RT Nahdhatul Ulama (NU) jelas dinyatakan bahwa NU beraqidah Ahlussunah waljama'ah, dengan mazhab aqiadahnya Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab Syafi'i namun tetap mengakui eksistensi tiga madzhab yang lain, sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi. • Dalam kiprahnya warga nahdhiyin –demikian anggota organisasi ini disebut- bukan hanya bergelut dengan dunia kepesantrenan, yang memang dikenal sebagai basis utama kekuatan organisasi ini. Tetapi juga mereka aktif diberbagai panggung dakwah lainnya termasuk dunia politik. 2. Muhammadiyah • Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan nama KH. Ahmad Dahlan . • Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang. • Berbeda dengan NU yang menyatakan dengan tegas mazhab Aqidah dan fiqihnya, dalam anggaran dasarnya Muhammadiyah hanya menegaskan dirinya sebagai organisasi yang berasaskan islam, tidak menyatakan berafiliasi dengan mazhab manapun. Meskipun dalam prakteknya kader Muhammadiyah tidak bisa dikatakan tidak bermazhab apalagi anti mazhab. 3. Persis • Persis didirikan pada 12 September 1923 di Bandung oleh sekelompok kaum muslimin bandung yang berminat dalam pendidikan dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus. • Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw dan menolak pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis menyeru pentingnya kembali kepada kemurnian ajaran al Qur’an dan As-Sunnah. • Meskipun organisasi ini mungkin kurang dikenal, tetapi sebenarnya Persis telah tersebar di banyak provinsi antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, Gorontalo, dan masih banyak provinsi lain yang sedang dalam proses perintisan. 4. Al-Irsyad • Al Irsyad memiliki nama resmi : Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam'iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6 September 1914. Tanggal itu mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama, di Jakarta. • Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-'Alamah Syeikh Ahmad Surkati Al-Anshari, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan Jami'at Khair -yang mayoritas anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905. • Al-Irsyad adalah organisasi Islam nasional. Syarat keanggotaannya, seperti tercantum dalam Anggaran Dasar Al-Irsyad adalah: "Warga negara Republik Indonesia yang beragama Islam yang sudah dewasa." Jadi tidak benar anggapan bahwa AlIrsyad merupakan organisasi warga keturunan Arab PERBEDAAN MAZHAB DI INDONESIA • Imam Hanafi Imam Abu Hanafi merupakan salah satu imam dari mazhab Ahlus-sunnah wal Jama’ah yang juga dikenal sebagai Imam Hanafi. Imam Hanafi dikenal sering menggunakan istihsan, qiyas, dan juga ra’yu. Ketiga metode tersebut sering digunakan untuk memperoleh berbagai hukum yang tidak terdapat dalam Al Qur’an. Imam Hanafi menggunakan Al Qur’an dan sunnah sebagai pedoman utama, dan pedoman lainnya adalah fatwa dari para sahabat, qiyas, istihsan, dan juga ijma’. Metode dan ajaran imam hanafi ini akhirnya mulai dilestarikan oleh muridnya yaitu Zufar bin Hudail bin Qais al-Kuhfi hingga akhirnya dikenal sebagai mazhab Hanafi. • Imam Maliki Imam Malik dikenal sebagai seorang ahli fiqh dan hadits terkemuka di zamannya. Jika ingin melihat hasil pemikiran mengenai fiqh oleh imam Malik bisa kita lihat pada kita Al-Muwaththa’. Kitab yang disusun pada masa pemerintahan khalifah Harun Ar Rasyid ini disebut-sebut sebagai kitab fiqh. Prinsip dasar dari Mazhab Maliki ini merupakan penulisan para murid imam Maliki yang juga berpedoman dengan kitab Al Muwaththa’.beberapa murid imam Maliki yang berperan besar dalam menyebarkan mazhab Maliki ini diantaranya adalah Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim, Abu Abdillah Abdurrahman bin Kasim, dan beberapa murid lainnya. • Imam Syafi’i Imam ketiga dari 4 mazhab adalah Imam Syafi’i yang merupakan seorang ulama’ fiqh dan hadits masyhur pada zamannya. Bahkan Murid dari Imam Syafi’i ini datang dari berbagai penjuru wilayah seperti Basra, Hedjzaz, Tunis, dan juga Irak. Bahkan tak sedikit orang Spanyol dan Afrika yang juga mempelajari dan menganut mazhab Syafi’i ini. • Imam Hambali Mazhab Hambali atau ajaran yang berawal dari Imam hambali atau Ahmad bin Hanbal. Seorang ahli hadits dan teologi islam yang memiliki nama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Imam Hambali ini sebelum menjadi tokoh besar telah mulai belajar ilmu hadits sejak berusia 15 tahun. Salah satu kitab hasil karyanya adalah kitab al-Musnad al-Kabir dimana terdapat sekitar 25.000 hadist di dalamnya. Kitab-kitabnya banyak dijadikan rujukan bagi para ulama dalam memilih hukum. Imam-imam di atas merupakan tokoh yang menjadi memulai mazhab Ahlus-sunnah wal Jama’ah. Mazhab jenis ini banyak dianut oleh umat islam di negara Asia Selatan, Mesir, serta Kaukasia. Selain mazhab Ahlus-Sunnah wal Jama’ah yang telah kita bahas tokohnya di atas, kita juga mengenal berbagai jenis mazhab lainnya. Perbedaan antar mazhab biasanya terletak dari akidah yang diajarkan. Misalnya akidah dalam menjalankan ibadah. Dari keempat imam di atas saja kita dapat melihat perbedaannya. Contohnya saja dalam hal wudhu, Menurut mazhab Hanafi, rukun wudhu ada 4, sedangkan menurut imam Maliki dan Hambali ada 7. Beda halnya dengan mazhab Syafi’i dimana wudhu memiliki 6 rukun. Tentu saja akidah yang diajarkan juga berbeda lagi jika sudah menyangkut mazhab yang lain seperti Syi’ah dan mazhab lainnya. Meskipun begitu, tidak semua metode fiqh yang digunakan berbeda. Perbedaan mazhab fiqh ini biasanya terjadi pada beberapa hal tertentu saja. PANDANGAN ISLAM TERHADAP LIBERALISME Liberalisme merupakan paham kebebasan dengan mengedepankan hak individu dalam mengekspresikan segala kondisi dengan bebas lepas tanpa beban, tetapi dalam ajaran Islam mengajarkan tentang semangat tenggang rasa, tentu tidak sebatas dalam bentuk kebebasan belaka. Karena kalau kebebasan tanpa melihat kondisi sosial, tentu yang terjadi sebuah ketimpangan dalam pemahaman antara individu dan sosial. Paradigma Liberalisme dalam memberikan makna tentang kebebasan sering di terjemahkan dalam makna yang tidak pada tempatnya. Sehingga yang terjadi dalam kehidupan tentang makna kebebasan mengarah pada sebuah semangat mencari pembenaran diri tanpa di landasi sebuah semangat tepa selira dalam menerjemahkan tentang multi kehidupan. Pemahaman liberal cenderung mengarah kepada kebebasan tanpa batas, walaupun ada sebagian para penggerak paham liberal, bahwa liberal juga punya batasan tentang sebuah kebebasan antara individu dan sosial. Namun dalam realita makna kebebasan hanya terbatas pada ranah individu, bukan kebebasan dalam makna secara universal. Ketika membedah liberalisme akan nampak sebuah kecerobohan dalam paham yang di anut sebagian masyarakat yang ingin sebuah kebebasan berekspresi dan berinovasi, padahal kebebasan individu akan menghasilkan sebuah tatanan yang kurang tepat dalam kehidupan sosial. Sebab kebebasan individu yang di gaungkan para kaum liberal dalam menerjemahkan sebuah makna kehidupan, telah mengantarkan dalam pola pikir destruktif dalam penerjemahan tentang berbagai persoalan. Keberadaan liberalisme dalam kehidupan masyarakat mengarah pada paham kapitalisme, kalau di lihat dari sudut pandang ekonomi. Sebab liberalisme mengajarkan tentang sebuah kebebasan manusia sebebas-bebasnya dalam beraktivitas. Namun kalau di lihat secara teliti, bahwa paham liberal telah terjebak dalam paham individu, tanpa melihat dari sisi yang lain. Sehingga liberalisme hanya sebatas sebuah paham yang mengatasnamakan sebuah kebebasan. Namun bukan kebebasan dalam makna pembebasan sejati. Liberalisme dalam perkembangan dan kelanjutannya, telah masuk dalam ranah tidak sebatas masalah ekonomi, sosial, budaya dan berbagai bidang yang lain. Bahkan liberalisme telah mengarah masuk keranah agama Islam. Sehingga dengan kondisi liberalisme masuk dalam makna keagamaan, telah mengalami sebuah dilema dalam penafsiran. Sebab paham liberal dalam menafsirkan Islam cenderung mengarah pada daya akal, tanpa melihat sisi teks maupun konteks secara tepat, padahal ajaran Islam dalam mengajarkan sebuah tafsir harus melalui berbagai paradigma secara kaffah, bukan hanya sebatas satu sisi belaka. Keberadaan tafsir Islam dalam paham liberal cenderung mengarah pada kerancuan antara teks dan konteks. Sebab liberalisme lebih menekankan pada aspek konteks dalam menafsirkan berbagai ajaran Islam. Berangkat dari sinilah terdapat dilema besar sebuah pemahaman agama antara akal dengan wahyu. Kekuatan ruh dalam ajaran Islam tidak sebatas masalah kebebasan dalam berargumen. Sebab kalau Islam hanya sebatas kebebasan belaka, berarti mempersempit makna Islam itu sendiri. Karena Islam merupakan ajaran kaffah tentang manusia saat berhubungan dengan Tuhan, begitu juga saat manusia berhubungan dengan sesama. Inilah catatan terpenting dalam dunia Islam, bahwa Islam bukan sebatas semangat kebebasan dalam menerjemahkan antara teks dan konteks. Namun Islam lebih luas lagi dalam memberikan sebuah gambaran tentang berbagai persoalan kehidupan manusia. Islam merupakan ajaran dalam pencapaian sebuah kemaslahatan secara kaffah. Namun kalau sebuah kebebasan tidak menghasilkan sebuah kemaslahatan, berarti sama saja membuang energi dalam kesesatan. Sehingga di butuhkan sebuah paham yang mampu mensinergikan antara teks dan konteks dalam menggali tentang khazanah ke-Islaman. Liberalisme dalam pandangan Islam sangat jauh dari sebuah nilai-nilai Islam tentang semangat kemaslahatan secara kaffah. Sebab liberalisme sebatas semangat kebebasan dalam cara pandang tentang menerjemahkan sebuah ajaran Islam. Sedangkan Islam mengajarkan tentang semangat mencari kemaslahatan, bukan sebuah kebebasan tanpa melihat dari sisi kemaslahatan secara kaffah. Keberadaan liberalisme cenderung dalam paham kebebasan semu. Sebab batasan dalam liberalisme bersifat abstrak, Namun ajaran Islam sudah jelas dalam melakukan sebuah penilaian antara haq dengan yang batil. Sedangkan liberalisme antara batil dan haq masih terlihat Samar-samar. Sebab dalam gagasan liberalisme cenderung pada makna sebuah kebebasan yang masih samar, apabila di kaitkan dengan bidang keagamaan. Idiologi Liberalisme dalam pandangan Islam tidak sejalan dengan semangat kemaslahatan dalam menentukan antara yang haq dengan yang batil. Karena liberalisme sebatas semangat sebuah kebebasan dengan mengedepankan hak individu tanpa melihat dari sisi kemaslahatan secara kaffah dalam menentukan sebuah kebenaran. Gagasan liberalisme nampak terjebak tentang makna sebuah kebebasan semu dalam memberikan sebuah penafsiran tentang kehidupan. Sehingga antara profan dan sakral tidak terjadi sebuah sinergi yang saling menguatkan dan mengokohkan. Sedangkan Islam merupakan sebuah bangunan keseimbangan antara profan dengan sakral dalam mengajarkan semangat mencari rahmat di jalan Allah dalam pencapaian menuju sebuah kebenaran haqiqi. PANDANGAN ISLAM TERHADAP RADIKALISME Islam sangat melarang RADIKALISME, karna Radikalisme adalah transformasi dari sikap pasif atau aktivisme kepada sikap yang lebih radikal, revolusioner, ekstremis, atau militan. Sementara istilah “Radikal” biasanya dihubungkan dengan gerakangerakan ekstrem kiri, “Radikalisasi” tidak membuat perbedaan seperti itu atau sebuah usaha sekelompokan orang yang ingin mencapai tujuannya dengan menghalalkan segala cara baik dengan jalan revolusioner atau dengan jalan ekstrimisme. Seruan Islam Pada Sikap Moderat (Wasathiyah) Dan Peringatannya Terhadap Radikalisme ISLAM adalah sebuah manhaj yang moderat dalam segala sesuatu, baik dalam konsep, keyakinan, ibadah , ahlak, dan prilaku,muammalah, maupun syariat. Allah menyebut manhaj sebagai jalan yang lurus (ash-shirat al-mustaqim), suatu manhaj yang berbeda dari jalan- jalan pemeluk berbagai agama dan falsafah lain,baik dari kalangan”orang – orang yang di murkai”maupun dari kalangan”orangorang tersesat”, dimana manhaj mereka tidak terlepas dari radikalisme maupun pengabaian. Sikap moderat (wasathiyah) merupakan salah satu karakteristik umum islam, yaitu karakteristik mendasar yang digunakan Allah untuk membedakannya dari ummat lainnya, Allah SWT berfirman dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu ummat penengah (pilihan), agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia......(Al-Baqarah: 143) Ia adalah ummat yang adil dan moderat, menjadikan saksi baik di dunia maupuan di akhirat, terhadap setiap penyimpangan ke kanan maupun ke kiri dan garis tengah yang lurus. Ketika seseorang mendengar kata “Islam Radikal” maka bayangan yang muncul di benaknya adalah kekerasan, kengototan, sifat memaksakan kehendak dan ekstrimnya para penganut aliran ini. Hal ini tentulah wajar karena memang tujuan pencetus istilah Islam radikal supaya semua orang menganggap bahwa Islam adalah agama yang meniadakan perikemanusian dan selalu ingin menang sendiri serta selalu menggunakan kekerasan dan senjata dalam rangka mengembangkan ajarannya. Dari sinilah perlu kiranya kita telaah bersama tentang hakikat Islam radikal, keberadaan, dan pengaruhnya terhadap dunia Islam atau non Islam. Radikalisme berbasis atau atas nama agama kini menjadi perbincangan serius di mana-mana. Secara literal, ia adalah suatu paham yang menghendaki perubahan, pergantian, penghancuran (dekonstruksi) terhadap suatu sistem di masyarakat sampai ke akarnya, dengan berbagai cara, meski melalui tindakan kekerasa dan militeristik. Radikalisme menginginkan perubahan total terhadap suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat berdasarkan ideologi keagamaan puritan dan konservatif. Hal yang mencengangkan kita adalah bahwagerakan ini sekarang menyebar di berbagai bagian dunia, dan menjadi isu global. Karena realitas gerakannya yang demikian, radikalisme menjadi gerakan transnasional DAULAH BANI ABASSIYAH Daulah Bani Abbasiyyah berkuasa selama 5 abad, yaitu mulai tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M, menggantikan Daulah Bani Umayyah yang telah berkuasa selama 92 tahun (40 – 132 H / 660 – 750 M). Dengan wafatnya Marwan bin Muhamad dalam suatu pertempuran melawan Bani Abbasiyyah, maka berakhir pulalah kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan bani Abbasiyyah, karena para pendiri dan khalifahnya merupakan keturunan dari Abbas bin Abdul Mutholib (paman Nabii Muhammad s.a.w.) Khalifah yang pertama kali menduduki jabatan adalah Abdul Abbas Asy Syafah yang berkuasa pada tahun 132 – 136 H / 750 – 753 M yang kemudian diikuti oleh khalifah-khalifah yang lain silih berganti sebanyak 37 khalifah. Selama berkuasa Daulah bani Abbasiyyah mengalami masa kejayaannya, mulai dari berdirinya hingga sampai pada masa pemerintahan khalifah Al Watsik Billah tahun 232 H / 879 M. Masa tersebut merupakan masa yang gilang gemilang, bahkan dapat dikatakan masa keemasan bagi umat Islam. Diantara khalifah yang besar adalah Abu Abbas Asy Sofa, Abu Jafar al Mansyur, Harun ar Rasyid, Al Makmum, Al Mu’tashim dan Al Watsik. Mereka adalah para khalifah yang telah menghantarkan ke puncak masa kejayaan dan keemasan daulah bani Abbasiyyah. Setelah itu hampir tidak ada khalifah yang besar lagi, ini dikarenakan mereka lebih banyak disibukkan dengan hal duniawi dan saling berebut kekuasaan. Khalifah yang terakhir adalah Al Mu’tashim yang berkuasa pada tahun 656 H / 1258 M dan mati terbunuh oleh pasukan Mongol pimpinan Hulagu Khan (cucu dari Jengis Khan). Sesudah al watsik masih ada lagi 28 khalifah yang memerintah. Tetapi pada umumnya mereka kurang membawa kemajuan. Berikut wilayah kekuasaan bani Abbasiyyah kecuali Kordova Spanyol, meliputi : Afrika Utara, Mesir, Tripoli dan sekitarnya juga negara-negara yang berbeda di Asia Tengah sepeti Turki, Siberika, Romawi Timur, Persia, Irak, Yaman, Palestina, Afghanistan dan sebagian India dengan Ibukotanya Bagdad, sekaligus dijadikan sebagai ibu kota negara. Dari sinilah segala kegiatan baik politik, sosial, ekonomi, keuangan, kekuasaan, pengetahuan, kebudayaan dan lain-lain dijalankan. Kota Baghdad dijadikan sebagai kota pintu terbuka, artinya siapapun boleh memasuki dan bertempat tinggal , sehingga semua bangsa yang menganut berbagai agama dan keyakinan bisa bermukim. Baghdad menjadi kota internasional yang sangat ramai dan didalamnya berkumpul berbagai unsur : Arab, Turki, Persia, Romawi. Qibthi dan sebagainya. Sehingga bisa dikatakan, bahwa upaya perluasan daerah kurang begitu diperhatikan akan tetapi dibidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan terjadi kemajuan yang pesat, dengan ditandai munculnya para ilmuwan/cendekiawan dan ulama’ yang terkenal seperti : Ibnu Sina, Al Ghozali, Al Farabi, Imam Syafii, Hanafi, Hambali, Imam Maliki, Ibnu Rusydi dan lain-lain .