ARTIKEL ILMIAH PENATALAKSAAN RICE PADA CEDERA SPRAIN ANKLE Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teknologi Informasi Fisioterapi NAMA : Rodhiyan Muhammad NIM : 201810490311043 NO. KEANGGOTAAN PERPUSNAS : 19122600947 PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG SEMESTER GANJIL 2019/2020 ABSTRAK Sprain ankle adalah kondisi terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamentum lateral compleks. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah, dimana umumnya terjad pada permukaan lantai/ tanah yang tidak rata. RICE merupakan singkatan dari Rest, Ice, Compression dan Elevation. Metode pengobatan ini biasanya dilakukan untuk cedera akut, khususnya cedera jaringan lunak (sprain maupun strain, dan memar). Metode terapi RICE ini dilakukan secepat mungkin sesaat setelah terjadinya cedera, yaitu antara 48 sampai 72 jam segera setelah cedera terjadi. R (Rest): dilakukan dengan membatasi beban pada ankle. Pasien direkomendasikan untuk menggunakan tongkat sampai bisa berjalan I (Ice): aplikasi es atau air dingin dapat dilakukan selama 15 – 20 setiap 2 – 3 jam untuk 48 jam pertama atau bengkak berkurang C (Compression): kompresi dengan menggunakan pembalut elastis untuk meminimalisir bengkak. Sebuah studi mengatakan functional support memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan pembalut elastis saja pada fase awal. E (Elevate): ankle sebaiknya diangkat sekitar 15 – 25 cm diatas jantung untuk memfasilitasi drainase dari vena dan kelenjar getah benting Terapi dingin merupakan bagian dari penatalaksanaan cedera yang terutama dilakukan pada fase akut. Efek fisiologis terapi dingin berupa vasokontriksi arteriola dan venula, penurunan kepekaan akhiran saraf bebas dan penurunan tingkat metabolisme sel sehingga mengakibatkan penurunan kebutuhan oksigen sel. Secara klinis keseluruhan proses tadi dapat mengurangi proses pembengkakan, mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot dan resiko kematian sel (Novita, 2009: 2). Adapun tujuan dari terapi dingin yaitu menurunkan suhu tubuh, mencegah peradagan meluas, mengurangi kongesti, mengurangi perdarahan setempat, dan mengurangi rasa sakit (Asmadi: 2008: 159). Kata Kunci :Sprain Ankle, RICE, Terapi Dingin. DAFTAR ISI Abstrak Daftar Isi Kata Pengantar PENATALAKSAAN RICE PADA SPRAIN ANKLE A. Latar Belakang a) Introduction Sprain Ankle Sprain ankle adalah kondisi terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamentum lateral compleks. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah, dimana umumnya terjad pada permukaan lantai/ tanah yang tidak rata. RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation) Rest Ice Compression and Elevation atau disingkat dengan RICE umumnya menjadi tata laksana akut pada pasien ankle sprain. R (Rest): dilakukan dengan membatasi beban pada ankle. Pasien direkomendasikan untuk menggunakan tongkat sampai bisa berjalan I (Ice): aplikasi es atau air dingin dapat dilakukan selama 15 – 20 setiap 2 – 3 jam untuk 48 jam pertama atau bengkak berkurang C (Compression): kompresi dengan menggunakan pembalut elastis untuk meminimalisir bengkak. Sebuah studi mengatakan functional support memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan pembalut elastis saja pada fase awal. E (Elevate): ankle sebaiknya diangkat sekitar 15 – 25 cm diatas jantung untuk memfasilitasi drainase dari vena dan kelenjar getah benting b) Problem Tekanan ekternal berlebih : pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan ligamen dengan menimbulkan gerakan sendi di luar kisaran gerak (RPS) normal seperti terglincir saat berlari atau melompat sehingga terjadi sprain. c) Justification/Scale Derajat I sprain ankle Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamen dan hanya beberapa serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkakan dan rasa sakit pada daerah tersebut. Derajat II Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligament yang putus, tetapi lebih separuh serabut ligamen yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut. Derajat III Pada cedera ini seluruh ligamen putus, sehingga kedua ujungnya terpisah. Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan–gerakan yang abnormal. d) Cronologist (Sebab Akibat) Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang disebut dengan sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun total ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan terputus dan terjadilah edema; sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam setelah cedera akibat membengkaan dan pendarahan yang terjadi maka menimbulkan masalah yang disebut dengan sprain. Faktor Resiko: Kelemahan otot, terutama otot-otot di sekitar sendi pergelangan kaki(muscle weakness). Lemah atau longgarnya ligamen-ligamen yang berada pada sendi ankle, sering diakibatkan karena cedera ankle yang berulang. Fleksibilitas yang buruk. Kurang melakukan pemanasan dan peregangan saat sebelum berolahraga. Keseimbangan yang buruk. Permukaan lapangan olahraga yang tidak rata Sepatu atau alas kaki yang tidak tepat. e) Solution Langkah penatalaksanaan RICE pada Cedera Sprain Ankle yaitu: Rest atau Istirahat Mengistirahatkan kaki yang cedera dari berbagai pergerakan yang tidak penting atau berlebih merupakan langkah awalnya, terutama dari gerakan-gerakan menjadikan kaki penahan atau penopang. Ice atau Es Kompres bagian sisi ligamentum lateral dengan es, hal ini dilakukan untuk mengurangi bengkak. Lakukan pengkompresan selama 20 menit tiap jam, selama bagian yang cedera masih terlihat bengkak. Compression atau Balut Balut Ankle yang cedera berguna untuk meminimalisir terjadinya pergerakan pada Ankle. Balut dengan rapat namun tidak erat. Jika karena bebat malah bertambah bengkak, SEGERA kendurkan/renggangkan. Elevation Kaki diletakkan di atas letak jantung selama 48 jam pertama. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir bengkak dan memar pada bagian ankle tersebut. RICE (Rest, Ice, Compression, dan Elevation) merupakan 4 langkah dalam penanganan pertama pada cedera Sprain Ankle. Selain itu, jika diberikan obat pereda rasa nyeri, penggunaannya harus sesuai instruksi dokter. Cedera Sprain Ankle biasanya sembuh antara 2-6 minggu, namun jika tergolong parah cedera engkel memerlukan waktu pemulihan 12 minggu dan memerlukan fisioterapi. Namun, yang perlu ditakutkan adalah ketika ternyata cedera Sprain Ankle yang kita alami sudah kambuhan maka bisa jadi akan dilakukan tindakan pembedahan untuk pemulihannya. Oleh karena itu, sebaiknya sebelum olahraga kita melakukan pemanasan dan pilih sepatu yang sesuai dengan aktivitas yang kita lakukan serta yang bisa memberikan rasa nyaman. f) In Brief Setiap melakukan aktivitas fisik khususnya olahraga selalu dihadapkan kemungkinan cedera, dan cedera ini akan berdampak pada gangguan aktivitas fisik, psikis dan prestasi. Salah satu anggota tubuh yang sering terjadi cedera adalah pada bagian sendi pergelangan kaki. Cedera pergelangan kaki dapat terjadi karena terkilir secara mendadak ke arah lateral atau medial yang berakibat robeknya serabut ligamentum pada sendi pergelangan kaki. Sprain Ankle adalah cedera pada sendi, dimana tejadi robekan (biasanya tidak komplet) dari ligament, keduanya disebabkan karena stress yang mendadak ataupun penggunaan yang berlebihan. Keseleo pergelangan kaki merupakan salah satu cedera akut yang sering dialami para atlet. Tidak seperti pada cedera yang lainnya yang disebabkan oleh tekanan tingkat rendah yang berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Cedera akut ini ditimbulkan oleh karena adanya penekanan melakukan gerakan membelok secara tiba-tiba. Keseleo tersebut dapat mempengaruhi tidak hanya pada bagian sisi pergelangan kaki tetapi biasanya dapat juga merusak bagian luar (lateral) ligament. Hal ini terjadi pada saat kaki melakukan belokan (memutar) pada tungkai kaki, meregangkan pergelangan pada titik di mana akan dapat merobek atau retak tulang (ligament persendian pergelangan kaki bagian depan). B. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah menjelaskan Penatalaksanaan RICE pada Cedera Sprain Ankle. 1. Secara Teoritis a. Makalah ini bermaksud untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi dunia ilmu pengetahuan, khususnya bagi dunia pendidikan Fisioterapi dan Olahraga dalam pananganan cedera ankle sprain akut. b. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan masukan dalam rangka pengembangan keilmuan dan peningkatan proses belajar mengajar. 2. Secara Praktis a. Bagi Praktisi Terapis di Lapangan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi terapis dalam menerapkan penanganan cedera ankle sprain akut, dan menambah pengetahuan mengenai efektivitas kombinasi terapi dingin dan masase dalam mengurangi nyeri dan meningkatkan ROM. C. Metode Terapi Dingin pada Cedera Ankle Sprain Terapi dingin disebut juga sebagai cold therapy, merupakan tindakan yang diberikan ke tubuh untuk mengurangi panas, menurunkan temperatur pada area yang dilakukan terapi. Terapi dingin merupakan bagian dari penatalaksanaan cedera yang terutama dilakukan pada fase akut. Efek fisiologis terapi dingin berupa vasokontriksi arteriola dan venula, penurunan kepekaan akhiran saraf bebas dan penurunan tingkat metabolisme sel sehingga mengakibatkan penurunan kebutuhan oksigen sel. Terapi dingin yang sering digunakan untuk penanganan cedera olahraga adalah ice massage, water imersion, ice packs, dan vacpocoolant sprays. Berikut merupakan penjelasan dari teknik di atas: a. Ice Massage Ice massage adalah tindakan pemijatan dengan menggunakan es pada area yang sakit. Tindakan ini merupakan hal sederhana yang dapat dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Pemberian terapi dingin dilakukan selama 5 sampai 10 menit. Aplikasi menggunakan ice massage dapat memberikan perubahan pada kulit, jaringan subkutan intramuskular dan suhu pada persendian. Penurunan suhu pada jaringan lunak dapat menstimulasi receptor untuk mengeluarkan simpatetic adrenergic fibers karena terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah lokal pada arteri dan vena. Pemberian ice massage dapat mencegah terjadinya kerusakan otot yang lebih berat karena rusaknya pembuluh darah di sekitar otot. Pemberian ice massage akan memperlambat metabolisme pembuluh darah lokal pada area cedera sebagai akibat dari reaksi hipoksia, sehingga terjadinya inflamasi dan pemicu reaksi munculnya nyeri dapat diminimalisir. b. Water Immersion Water immersion merupakan terapi mandi di dalam air dingin dalam jangka waktu maksimal 20 menit. Terapi ini dapat digunakan untuk mengurangi bengkak dan memulihkan cedera pasca latihan. Pendapat tersebut diperkuat oleh Anderson (2009: 169), bahwa water immersion adalah metode yang digunakan untuk mengurangi suhu pada permukaan tubuh bagian distal, seperti lengan, tangan, kaki atau ankle. Water immersion memiliki efek analgesik, metode ini sering digunakan pada fase inflamasi untuk mengurangi bengkak setelah terjadi trauma. c. Ice Pack Ice pack merupakan sebuah kompres es yang dikemas dengan menggunakan sarung tangan karet yang diisi batu es dan dibungkus dengan sesuatu yang bersih seperti kain lap sekali pakai atau handuk sekali pakai. Ice packs dapat digunakan selama 15 sampai 20 menit. Pada kemasan ice packs, diperlukan handuk untuk mengeringkan air kondensasi. Dari beberapa metode terapi dingin yang ada, terapi ini sering digunakan untuk mengurangi bengkak pada ankle. Selain perlatan yang mudah didapatkan, penggunaan metode terapi ini lebih praktis dari metode yang lain. d. Vapocoolant Spray Vapocoolant spray merupakan semprotan yang biasanya berisi fluoromethane atau ethyl chloride. Vacoopolant spray sering digunakan untuk mengurangi nyeri akibat spasme otot serta meningkatkan range of motion (Novita, 2010: 27). Prosedur pemakaian yakni dengan menyemprotkan vapocoolant membentuk sudut 30° dengan kulit pada jarak 30 sampai 50 cm dari kulit, penyemprotan dilakukan dari arah proksimal ke distal otot dengan kecepatan penyemprotan sekitar 10 cm per detik dan dapat diulang sampai dengan 2-3 kali. Hal yang perlu diperhatikan adalah penggunaan vapocoolant harus dilakukan sesuai prosedur untuk menghindari frozen bite. D. Hasil Dan Diskusi (Pro – Cont) Berdasarkan kesimpulan di atas, hasil penelitian ini membawa hasil dan diskusi sebagai berikut: 1. Dengan memberikan penatalaksanaan RICE secara intensif dapat dijadikan acuan guna menangani cedera ankle sprain akut agar cedera cepat pulih. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi atlet yang mengalami cedera ankle sprain akut, bahwa ketika mengalami cedera ankle sprain akut agar melakukan terapi dingin. E. Limitation (Kelemahan Penelitian) dan Saran Pembahasan telah dilakukan pembatasan masalah agar pembahasan lebih fokus, namun dalam melakukan pembahasan tidak dapat dihindarkan dengan kekurangan dan kelemahan yaitu, desain pembahasan artikel yang belum menggunakan eksperimental murni. Dengan mengacu pada hasil pembahasa artikel dan keterbatasan-keterbatasan dalam pembahasan, pembahasan menyarankan: 1. Untuk pemabahsan artikel selanjutnya, diharapkan desain pemabahsannya menggunakan eksperimental murni. 2. Tidak hanya sekali pertemuan dalam memberikan perlakuan, namun bisa secara berkala. F. Kesimpulan Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penatalaksanaa terapi dingin efektif menangani cedera ankle sprain akut dengan indikasi berkurangnya tanda radang (merah, panas, bengkak, dan nyeri), serta meningkatkan aktivitas fungsi gerak sendi ankle untuk aktivitas sehari-hari (jalan, duduk, jongkok, dan berdiri satu kaki) dengan signifikan. G. Daftar Pustaka (Mendeley) Abd Ghafar, N. (2016). Ankle Injuries in Sports: Anatomical Considerations and Clinical Implications. Medicine & Health, 11(2), 117–130. https://doi.org/10.17576/mh.2016.1102.02 Chinn, L., & Hertel, J. (2010). Rehabilitation of Ankle and Foot Injuries in Athletes. Clinics in Sports Medicine, 29(1), 157–167. https://doi.org/10.1016/j.csm.2009.09.006 Davenport, T. E., Kulig, K., & Fisher, B. E. (2010). Ankle manual therapy for individuals with post-acute ankle sprains: Description of a randomized, placebocontrolled clinical trial. BMC Complementary and Alternative Medicine, 10. https://doi.org/10.1186/1472-6882-10-59 Hing, W; Lopes, J; Hume, A P; Reid, D. A. (2011). Comparsion of multimodal physiotherapy and “R.I.C.E.” self-treatment for early management of ankle sprains. New Zealand Journal of Physioterapy, 39(1), 5–11. Hubbard, T. J., & Cordova, M. (2009). Mechanical Instability After an Acute Lateral Ankle Sprain. Archives of Physical Medicine and Rehabilitation, 90(7), 1142–1146. https://doi.org/10.1016/j.apmr.2009.01.020 Kooijman, M. K., Swinkels, I. C. S., Veenhof, C., Spreeuwenberg, P., & Leemrijse, C. J. (2011). Physiotherapists’ compliance with ankle injury guidelines is different for patients with acute injuries and patients with functional instability: An observational study. Journal of Physiotherapy, 57(1), 41–46. https://doi.org/10.1016/S1836-9553(11)70006-6 Scher, S. & Rand, K. (2010). Modality Management of an Acute Ankle Sprain in a Professional Baseball Player. 1–6. The, A. (2010). Injury Prevention : Ankle Injury. Tricia Hubbard, T. (2010). Ankle sprain: pathophysiology, predisposing factors, and management strategies. Open Access Journal of Sports Medicine, (July), 115. https://doi.org/10.2147/oajsm.s9060 Witjes, S., Gresnigt, F., Van Den Bekerom, M. P., Olsman, J. G., & Van Dijk, N. C. (2012). The ANKLE TRIAL (ANKLE treatment after injuries of the ankle ligaments): What is the benefit of external support devices in the functional treatment of acute ankle sprain-: A randomised controlled trial. BMC Musculoskeletal Disorders, 13(February). https://doi.org/10.1186/1471-2474-13-21