Uploaded by dindaayuputridevani

lapsus sprain ankle

advertisement
LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI
MANAJEMEN FISIOTERAPI MANAJEMEN FISIOTERAPI
GANGGUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL BERJALAN REGIO
ANKLE JOINT DEXTRA AKIBAT OEDEM DAN
KETERBATASAN ROM ANKLE JOINT ET CAUSA SPRAIN
ANKLE SATU HARI YANG LALU
DI KLINIK PHYSIOCENTER
OLEH :
ANGGUN PRIMANTA G
R 024 172 004
PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Studi Kasus Profesi Fisioterapi di Klinik Physiocenter dengan judul Manajemen
Fisioterapi Gangguan Aktivitas Fungsional Berjalan Regio Ankle Joint Dextra Akibat
Oedem dan Keterbatasan ROM Ankle Joint Et Causa Sprain Ankle Satu Hari yang Lalu
Mengetahui,
Clinical Instructur
Clinical Instructur,
Immanuel Maulang, S. Ft, Physio, M. Kes, SpF. OR
2
Taufik Hidayat, S.Ft. Physio
DAFTAR ISI
SAMPUL …………………………………………………………………………………
i
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………………….
ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………..
iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………..
1
A. Anatomi Pergelangan Kaki……………………………………………………….
1
B. Pergerakan Sendi Pergelangan Kaki …………………………………………….
4
BAB II PATOFISIOLOGI ……………………………………………………….……….
6
A. Definisi Sprain Ankle ……………………………………………………………
6
B. Epidemiolgi …………………………………………………………………..…..
6
C. Etiologi ……………………………………………………………………..…….
7
D. Patomekanisme dan Klasifikasi………………………………………….……….
7
E. Manifestasi Klinik …………………………………………………………….….
9
BAB III Manajemen Fisioterapi ………………………………………………………….. 10
A. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi …………………………….…. 10
B. Diagnosa Fisioterapi ……………………………………………………….…….. 12
C. Problem, Planning dan Program Fisioterapi ………………………………….….. 12
D. Evaluasi dan Modifikasi Fisioterapi …………………………………………..…. 13
Daftar Pustaka ………………………………………………………………….………… 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Anatomi Pegelangan Kaki
1. Struktur Tulang Pergelangan Kaki
Ankle dibentuk oleh ujung distal os. Tibia dan os. Fibula (yang kompleks terdiri dari 3
artikulasi: sendi talocrural, sendi subtalar, dan tibiofibular) yang bersendi langsung dengan:
Os. Talus paling atas, Os. Calcaneus paling belakang, Os. Navicularis bagian medial, Os.
Cuboideus bagian lateral, Ossa. Cuneiforme bagian medial, middel, lateral, Ossa.
Metatarsalia 5 buah, dan Ossa. Phalangeal 14 buah (Bonnel et al.,2010). Pada ankle terdiri
atas pengelompokan, diantaranya :
Fore foot, terdiri dari: Ossa metatarsalia dan Ossa phalangea, pada anterior segmen. Mid foot,
terdiri dari : Os. Navicularis, Os Cuboid dan Ossa Cuneiforme, pada middle segmen. Rear
foot, terdiri dari: Os, Talus dan Os Calcaneus (Subtalar joint/Talo calcanel joint), posterior
segmen.
Gambar 1.1 Anatomi Pergelangan Kaki
2. Persendian Pergelangan Kaki
a) Distal Tibio Fibular Joint Distal tibio fibular joint merupakan syndesmosis joint dengan
satu kebebasan gerak kecil. Diperkuat anterior dan posterior tibiofibular ligament dan
interroseum membran. Arthokinematik dan osteokinematik adalah gerak geser dalam
bidang sagital sangat kecil dan gerak angulasi dalam bidang frontal sebagai membuka
dan menutup garpu (Kisner dan Colby, 2012).
b) Ankle Joint (Talo Crural Joint)/Rear Foot Talocrural, atau tibiotalar, secara fungsional
talocrural joint dapat dianggap sebagai synovial hinge joint, dibentuk oleh cruris (tibia
4
dan fibula) dan os. Talus, maleolus medial, dan maleolus lateral. Gerakan-gerakan yang
terjadi fleksi dorsal dan fleksi plantar. Arthrokinematik dan osteokinematiknya adalah
gerakan dari posisi netral terdiri dari gerakan bidang sagital 28°- 30° 13 plantar fleksi
atau (ROM: 40–500 ) loose –packed position, dorsal fleksi (ROM: 20–300 ) , closepacked position. Traksi terhadap talus selalu kearah distal. Translasi untuk gerak dorsal
fleksi kearah posterior dan gerak plantar fleksi kearah anterior. 1° gerakan melintang
(internal rotasi) 9° dan gerakan (rotasi eksternal), dan 4° gerakan bidang frontal (inversi)
dan 2° gerak eversi (Kisner dan Colby, 2012)
c) Subtalar Joint (Talo Calcaneal Joint)/Rear Foot Subtalar joint merupakan jenis sendi plan
joint, dibentuk oleh os. Talus dan Calcaneus. Arthrokinematik dan osteokinematik adalah
gerakan yang terjadi berupa adduksi (valgus) dan abduksi (varus), yang ROM keduanya
adalah hard end feel. Semakin besar posisi kaki dalam fleksi plantar, semakin besar
kemiringan varusnya. Diperkuat oleh talocalcaneal ligamen. Biomekanik sendi subtalar
sangat penting dalam stabilitas pergelangan kaki, terutama gerakan inversi dan eversi
dalam upaya untuk menjaga kaki stabil di bawah pusat gravitasi (Kisner dan Colby,
2012) .
3. Struktur Ligamen Pergelangan Kaki
Ligamen merupakan struktur yang elastis dan sebagai stabilisasi pasif pada ankle and
foot joint. Ligamen yang sering mengalami cedera yaitu ligament kompleks lateral kaki
antara lain: ligamen talofibular anterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah
plantar fleksi, ligamen talofibular posterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke
arah inverse, ligamen calcaneocuboideum yang berfunsgsi untuk menahan gerakan
kearah plantar fleksi, ligamen talocalcaneus yang berfungsi untuk menahan gerakan ke
arah inversi dan ligamen calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah
inversi membuat sendi kaki terkunci pada batas tertentu sehingga tebentuknya stabilitas
pada kaki dan ligamen cervical. Selain itu juga terdapat ligamen cuneonavicular plantar,
ligamen cuboideonavicular plantar, ligamen intercuneiform plantar, ligamen cuneocuboid
plantar dan ligamen interrosea yaitu ligamen cuneocuboideum interossum dan ligamen
intercuneiform interrosea. Pada ligamen antara tarsal dan metatarsal terdapat ligamen
tarsometatarso dorsal, ligamen tarsometatarso plantar dan ligamen cuneometatarsal
interrosea. Diantara ossa metatarsal terdapat ligamen metatarsal interrosea dorsal dan
plantar yang terletak pada basis metatarsal (Chook dan Hegedus, 2013).
4. Inervasi dan Otot-otot Pergelangan Kaki
5
Persarafan pergelangan kaki berasal dari plexus lumbalis dan plexus sacralis.
Persarafan otot yang berfungsi mengontrol pergerakan pergelangan kaki berasal dari n.
tibialis, n. fibularis profundus dan n. fibularis superficialis. Sedangkan saraf sensorisnya
berasal dari n. suralis dan n. saphenus. 6 Selain ligamentum, otot juga memiliki peranan
dalam menjaga stabilitas sendi. Pada pergelangan kaki, m. fibularis longus dan m.
fibularis brevis berfungsi mengontrol gerakan supinasi dan menjaga dari timbulnya sprain
pada pergelangan kaki. Selain kedua otot tersebut, otot pada bagian anterior tungkai
bawah seperti m. tibialis anterior, m. extensor digitorum longus, m. extensor digitorum
brevis dan m. fibularis tertius juga berperan mencegah terjadinya sprain dengan
berkontraksi saat terjadi gerakan supinasi, sehingga otot dapat memperlambat gerakan
plantar-fleksi pada gerakan supinasi dan cedera dapat dihindari. Berikut ini merupakan
penjabaran otot yang fungsinya berkaitan dengan 7 pergerakan sendi pergelangan kaki:
a) m. tibialis anterior Terletak sepanjang permukaan anterior tibia dari condylus lateralis
hingga bagian medial dari bagian tarsometatarsal. Setelah sampai duapertiganya otot
ini merupakan tendo. Origonya berada pada tibia dan membrana interossea,
sedangkan insersionya berada pada os. metatarsal I. Otot ini dipersarafi oleh n.
fibularis profundus dan berfungsi melakukan dorsofleksi dan supinasi kaki.
b) m. extensor digitorum longus Terletak disebelah lateral m. tibialis anterior pada
bagian proximalnya dan m. extensor hallucis longus di bagian distal. Origonya pada
tibia dan membrana interossea, berinsersio pada phalanx medial dan distal digitorum
II-V, dipersarafi oleh n. fibularis profundus. Fungsinya untuk dorsofleksi dan
abduksi.
c) m. extensor hallucis longus Bagian proximalnya terletak dibawah m. tibialis anterior
dan m. extensor digitorum longus, lalu pada bagian tengahnya berada di antara kedua
otot tersebut hingga akhirnya pada bagian distal terletak di superfisial. Berorigo pada
fibula dan membrana interossea, berinsersio pada phalanx distalis digiti I. Dipersarafi
oleh n. fibularis posterior dan berfungsi untuk dorsofleksi.
d) m. fibularis tertius Merupakan otot kecil yang terletak di lateral m. extensor
digitorum longus. Berorigo pada fibula dan membrana interossea, berinsersio pada os.
metatarsal V. Dipersarafi oleh n. fibularis posterior dan berfungsi untuk dorsofleksi
dan pronasi.
e) m. fibularis longus Terletak dibagian lateral tungkai bawah, origonya pada fibula dan
berinsersio pada os. metatarsal I. Dipersarafi oleh n. fibularis superficialis dan
berfungsi untuk plantarfleksi, eversio dan 8 abduksi.
6
f)
m. fibularis brevis Letaknya dibagian posterior dari m. fibularis longus. Berorigo
pada fibula dan berinsersio pada tuberositas ossis metatarsal V. Dipersarafi n.
fibularis superficialis dan berfungsi untuk plantarfleksi, abduksi dan eversio.
g) m. gastrocnemius Merupakan otot paling luar pada bagian posterior tungkai bawah.
Berbentuk seperti tanduk dan bersama dengan m. soleus membentuk triceps surae.
Berorigo pada condylus femoralis dan berinsersio pada tuber calcanei melalui tendo
Achilles. m. gastrocnemius adalah otot yang kuat dan fungsinya sebagai fleksi
tungkai bawah serta plantarfleksi.
h) m. soleus Berada di bagian dalam dari m. gastrocnemius. Otot ini memiliki fungsi
menghambat gerakan dorsofleksi sehingga gerakan yang dapat dilakukan adalah
plantarfleksi. Origonya pada linea musculi solei tibiae et fibula, insersionya pada
tuber calcanei serta dipersarafi oleh n. tibialis.
i)
m. tibialis posterior Merupakan otot yang letaknya paling dalam pada bagian
posterior tungkai bawah. Berorigo pada fibula dan membrana interossea, berinsersio
pada tuberositas ossis naviculare. Dipersarafi oleh n. tibialis dan berfungsi untuk
plantarfleksi, supinasi dan mempertahankan arcus longitudinal.
j)
m. flexor digitorum longus Otot ini berorigo pada facies posterior tibia, fascia cruris
lembar dalam dan berinsersio pada phalanx distal digitorum II-V. Persarafannya
berasal dari n. tibialis dan berfungsi untuk plantarfleksi, inversio dan adduksi.
k) m. flexor hallucis longus Origonya pada facies posterior fibula, fascia cruris lembar
dalam dan membrana interossea cruris, insersionya pada phalanx distal digiti I.
Dipersarafi oleh n. tibialis dan berfungsi untuk plantarfleksi, inversio dan adduksi.
Gambar 1.2. Otot-otot Ankle Joint
B. Pergerakan Sendi Pergelangan Kaki
1. Osteokinematika Sendi Pergelangan Kaki
7
Ankle joint merupakan bentuk sendi hinge uniaxial dengan satu pasang gerakan (1 DKG)
yaitu plantar fleksi dan dorso fleksi ankle. ROM plantar fleksi ankle adalah 0° - 50°. Otot
yang bekerja pada gerakan tersebut adalah otot gastrocnemius dan soleus, yang dibantu oleh
otot tibialis posterior, fleksor hallucis longus, fleksor digitorum longus, serta 26 otot peroneus
longus dan brevis. Pada saat plantar fleksi ankle, talus juga akan terjadi adduksi dan sedikit
inversi disekitar axis oblique sehingga gerakan plantar fleksi selalu disertai dengan adduksi
dan inversi (Neuman D, 2010).ROM dorso fleksi ankle adalah 0° - 20°. Otot yang bekerja
pada gerakan tersebut adalah otot tibialis anterior (juga invertor ankle), ekstensor hallucis
longus, ekstensor digitorum longus (juga ekstensor jarijari kaki), dan peroneus tertius. Ketika
dorso fleksi ankle, talus juga akan terjadi abduksi dan sedikit eversi sehingga gerakan dorso
fleksi selalu disertai dengan abduksi dan eversi (Neuman D, 2010).
2. Arthrokinematika Sendi Pergelangan Kaki
Permukaan sendi yang konkaf dibentuk oleh ujung distal tibia (malleolus medialis) dan ujung
distal fibula (malleolus lateralis), dimana malleolus lateralis sedikit lebih panjang
dibandingkan malleolus medialis. Permukaan sendi yang konveks adalah corpus talus yang
berbentuk sudut melebar pada sisi anterior dan juga berbentuk konus yang ujungnya
menghadap ke medial. Untuk menghasilkan gerakan fisiologis ankle, maka corpus talus akan
slide dalam arah yang berlawanan dengan gerakan fisiologisnya (gerak angular) (Neuman ,
2010).
8
BAB II
PATOFISIOLOGI
A. Definisi Sprain Ankle
Sprain ankle adalah cedera berlebihan (overstreching dan hypermobility) atau trauma
inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba, ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, saat kaki tidak
menumpu sempurna pada lantai/ tanah yang tidak rata sehingga hal ini akan menyebabkan
telapak kaki dalam posisi inversi, menyebabkan struktur ligamen yang akan teregang melampaui
panjang fisiologis dan fungsional normal, terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamen
kompleks lateral dan ligamen-ligamen yang terkena, hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada
saat berkontraksi, adanya nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi penurunan
kekuatan otot dan kerterbatasan gerak (Calatayud, et al., 2014).
B. Epidemiologi
Sekitar 15 % cedera olahraga berupa sprain ankle dan pergelangan kaki, dan 85 % sprain
pada sisi ligament lateral yaitu ligamentum talofibular anterior (Jowir,2009). Menurut hasil
penelitian The Electronic Injury National Surveillance System (NEISS) di Amerika menunjukkan
bahwa setengah dari semua keseleo pergelangan kaki (58,3%) terjadi selama kegiatan atletik,
dengan basket (41,1%), football (9,3%), dan soccer (7,9%). Hal ini dapat membuktikan bahwa
persentase tertinggi sprain ankle adalah selama berolahraga. (Martin, et al 2013).
Menurut data skunder yang di peroleh Poliklinik KONI Provinsi DKI Jakarta pada bulan
September – Oktober 2012 dengan data sekunder, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
atlet Pelatda PON XVIII/2012 Provinsi DKI. Hasil Penelitian yang diperoleh adalah terdapat
kasus cedera sebanyak 85 pada tahun 2009, sebanyak 146 pada tahun 2010, sebanyak 353 pada
tahun 2011, dan sebanyak 419 kasus pada tahun 2012. Prevalensi cedera terus meningkat, cedera
yang didapati kasus terbanyak adalah sprain ankle (cedera ligamen) sebanyak 41,1 %, bagian
tubuh yang mengalami cedera kasus yang terbanyak adalah bagian ekstremitas bawah sebanyak
60% dan yang paling sedikit bagian kepala sebanyak 0,8%. Cedera akut sebanyak 64,4% dan
cedera kronis 35,6%. Tempat penanganan kasus cedera , terbanyak dilakukan di KONI DKI
Jakarta sebanyak 35,2% dan yang paling sedikit di tangani di Rumah Sakit yaitu sebanyak 8,5% ,
Setelah cedera sprain ankle maka akan meninggalkan gejala sisa atau cedera ulang antara 55 %
sampai 72 %, berasal dari pasien pada 6 minggu sampai 18 bulan, hal ini terjadi karena pasien
tidak mencari pengobatan yang professional (Junaidi, 2013).
9
C. Etiologi
Sprain ankle disebabkan trauma inversi yang dapat menimbulkan cedera ligament
kompleks lateral, kadang di ikuti cedera tendon. Faktor – faktor yang mempermudah terjadinya
sprain ankle kronis antara lain, faktor intrinsik dan ekstrinsik, faktor ekstrinsik termasuk dalam
kesalahan pelatihan, kinerja yang buruk , teknik yang salah dan menapak pada permukaan yang
tidak rata, faktor intrinsik termasuk kerusakan jaringan penyangga, ketidakstabilan aktif oleh
otototot penggerak foot and ankle (muscle weaknes), poor proprioceptive, hypermobile foot and
ankle. Faktor risiko cedera sprain ankle kronis bisa di sebabkan abnormal foot posture yaitu : pes
planus dinamis, pes cavus, flat foot ( Kisner dan Colby, 2012).
D. Patomekanisme dan Klasifikasi
Terkilir pada pergelangan kaki biasanya disebabkan oleh gerakan ke sisi luar/samping
(lateral) atau sisi dalam/tengah (medial) dari pergelangan kaki yang terjadi secara mendadak.
Terkilir secara invesi yaitu kaki berbelok dan atau membengkok ke dalam dan terbalik. Tipe ini
merupakan cedera yang paling umum terjadi pada pergelangna kaki (Arnheim, 1985; 473
Peterson dan Renstrom, 1990; 345-346). Hal ini disebabkan oleh banyaknya tulang penstabil pada
sisi belah samping yang mengakibatkan tekanan pada kaki menjadi terbalik. Jika kekuatan
tersebut cukup besar, pembengkokan dari pergelangan kaki tejadi sampai medial malleolus
kehilangan stabilitasnya dan menciptakan titik tumpu untuk lebih membalikkan pergelangan kaki
(Arheim, 1985; 473).
Ketika serabut otot ligamentum untuk eversi tidak cukup kuat untuk menahan atau
melawan kekuatan inversi, maka serabut ligamentum sisi sebelah samping menjadi tertekan atau
robek. Biasanya terkilir pada kaki bagian samping meliputi satu atau dua robekan pada serabut
ligamentum. Jika satu ligamentum robek, biasanya termasuk juga ligamentum calcanae fibular
akan robek. Tekanan yang kuat pada tumit menekan kaki menjadi inverse, membuatnya lebih
mungkin untuk terjadi sprain pada sisi sebelah luar/samping. Kebalikannya, kaki yang pronasi,
kelebihan gerakan atau adanya tekanan dari telapak kaki sisi sebelah dalam/tengah secara
longitudinal lebih memungkinkan untuk terjadi eversi sebagai salah satu pola sprain pada
pergelangan kaki (Arnheim, 1985; 473).
Apabila ankle mengalami cedera atau gangguan maka akan menyebabkan beberapa
masalah seperti kekuatan otot pada ankle menurun, stabilitas ankle terganggu, agility menurun,
kelenturan dan lain-lain. Pada sprained ankle awalnya akan terjadi kerusakan jaringan, seperti
pada ligamentum akan terjadi kerobekan, pada pembuluh darah akan terjadi haemorhage dan
dilatasi yang dapat meningkatkan perlepasan zat-zat iritan yang akan meningkatkan sensitivitas
10
nocisensorik sehingga akan menimbulkan nyeri. Pada keadaan ini apabila tidak ditangani dengan
baik, maka zat-zat iritan tersebut akan melekat pada jaringan tendon dan ligament yang apabila
dibiarkan akan menjadi fibrous. Fibrous yg menetap pada jaringan dapat mengakibatkan nyeri
saat bergerak, sehingga orang tersebut bergerak minimal, 5 yang apabila lama tidak digerakan
dapat menyebabkan fleksibilitas jaringan menurun. Pada otot jika lama tidak digerakan tonus dan
kekuatan otot menurun sehingga akan terjadi efektifitas dan efisiensi gerakan menurun dan
mengakibatkan kemampuan stabilitas dan keseimbangan dari ankle menurun. Selain itu terjadi
adhesiva pada kapsul sendi, yang dapat menyebabkan kekakuan pada sendi sehingga menjadi
hypomobile pada sendi. Semua akibat diatas dapat menyebabkan reflek menurun, konduktifitas
saraf juga menurun, sehingga menyebabkan koordinasi intermuscular menurun, efektifitas dan
efisiensi gerakan menurun sehingga keseimbangan terganggu. Karena hal diatas penderita
biasanya menghentikan aktivitas olahraganya karena nyeri yang meningkat sehingga terjadi
imobilisasi pada intertarsal dan hal ini menyebabkan hypomobile sehingga terjadi gangguan
stabilitas.
Cedera sprain pada pergelangan kaki dapat dikategorikan menjadi 3 derajat yaitu :
1. Derajat I
: Tidak ada instabilitas postural, ada kekakuan karena proses inflamasi,
Gangguan fungsi minimal, cedera ligamentum hanya terlihat pada pemeriksaan mikroskopik
(Doral MN et al,2012), ligametum teregang tetapi tidak mengalami kerobekan (Young,
2005), pemulihan fungsional berlangsung 1-2 minggu sedangkan pemulihan struktrural
berlangsung 1-2 bulan (Vizniak, et al., 2012)
2. Derajat II
: sebagian ligamen mengalami kerobekan, pembengkakan dan memar tampak
dengan jelas, nyeri hebat (aktualitas tinggi), penurunan fungsi ankle (gangguan berjalan) dan
biasanya berjalan menimbulkan nyeri. (Young, 2005), pemulihan fungsional berlangsung 1-2
bulan sedangkan pemulihan struktrural berlangsung 6-12 bulan (Vizniak, et al., 2012)
3. Derajat III : Ketidakstabilan postural sejak awal tes, Pembengkakan hebat, kekakuan serta
perdarahan, Terputusnya ligamentum (Doral MN et al,2012), pemulihan fungsional
berlangsung 2-6 bulan sedangkan pemulihan struktrural berlangsung lebih dari 1tahun
(Vizniak, et al., 2012)
11
Gambar 2.1. Grade Ankle Sprain
E. Manifestasi Klinik
Sprain ankle terjadinya inflamasi akut, sub akut dan kronis. Sprain ankle di tandai:
Memar, bengkak disekitar persendian tulang yang terkena, nyeri bila digerakkan atau diberi
beban, fungsi persendian terganggu, kelemahan ligamen atau ketidakstabilan fungsional, dan
penurunan proprioseptive. Gejala-gejala menyebabkan ketidakmampuan (foot and ankle
disability) yang di tandai terjadinya cedera ulang (Chan, 2011).
12
BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI
A. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi
Anamnesis Umum
Nama
: Tn. FB
Jenis kelamin
: Laki-laki
Usia
: 30 Tahun
Alamat
: BTN Citra Tello
Pekerjaan
: Wiraswasta
Agama
: Islam
C:
Chief of complaint
Nyeri dan bengkak pada pergelangan kaki kanan
H:
History taking
-
Terjadi sehari yang lalu OS mengalami keseleo saat sedang beraktivitas
karena salah menumpu
-
Karena bengkak dan nyeri OS memberikan krim pereda nyeri otot kedaerah
yang nyeri dan bengkak
-
OS tidak ke dokter sebelumnya
A: Assymetry
a. Inspeksi statis
- Wajah tampak menahan sakt
- Kaki sebelah kiri bengkak
b. Inspeksi dinamis
- OS berjalan pincang dan pelan
- OS cenderung menumpu ke sisi kiri
c. Palpasi
- suhu
: (+) ka / (-) ki
- oedem
: (+) ka / (-) ki
- tenderness
: (+) ka / (-) ki
- Kontur Kulit
: (-)
13
d. PFGD
Aktif
Regio
Gerakan
Ankle
Dorso Fleksi
Plantar Fleksi
Inversi
Eversi
Regio
Gerakan
Ankle
Dorso Fleksi
Plantar Fleksi
Inversi
Eversi
ROM
Nyeri
Terbatas
Terbatas
Terbatas
Terbatas
+
+
+
+
ROM
Nyeri
Terbatas
Terbatas
Terbatas
Terbatas
+
+
+
+
Kontraksi
Nyeri
Mampu
Mampu
Mampu
Mampu
+
+
+
+
Pasif
TIMT
R:
T:
Regio
Gerakan
Ankle
Dorso Fleksi
Plantar Fleksi
Inversi
Eversi
Restrictive
1. ROM
: Limitasi ROM Ankle Joint
2. ADL
: Limitasi ADL walking
3. Pekerjaan
: -
4. Rekreasi
: -
Tissue impairmentand psychological prediction
1. Psikogen
: cemas karena kesulitan melakukan
2. Neurogen
:-
3. Musculotendinogen
: Sprain lateral ankle ligament
4. Osteoarthrogen
:-
14
S : Specific test
1. MMT
: 4+ (m. Tibialis anterior)
2. ROM
S : 250-00-150
R : 150-00-200
3. VAS
Nyeri Tekan
:7
Nyeri Gerak
:6
Nyeri Diam
:2
4. Circumferentia
: Ki : 45cm
Ka : 48cm
5. Drawer Test Ankle : (+) ka / (-) ki
6. Talar Tilt
: (+) ka / (-) ki
B. Diagnosis Fisioterapi
Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses pengukuran dan
pemeriksaan tersebut, yaitu:
“Gangguan Aktivitas Fungsional Berjalan Regio Ankle Joint Dextra Akibat Oedem dan
Keterbatasan ROM Ankle Joint Et Causa Sprain Ankle Satu Hari yang Lalu”.
C. Problem, Planning, dan Program Fisioterapi
Adapun problem dan planning fisioterapi yang dapat diuraikan berdasarkan hasil proses
pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:
1. Problem:
a. Primer
: oedem regio ankle joint
b. Sekunder
: kecemasan, nyeri, keterbatasan ROM, penurunan fungsi ankle joint
c. Kompleks : gangguan ADL (berjalan)
2. Planning:
a. Tujuan jangka pendek
:
mengurangi
oedem,
mengurangi
meningkatkan ROM, mengatasi penurunan fungsi ankle joint
b. Tujuan jangka panjang
: mengatasi gangguan ADL (berjalan)
15
kecemasan,
3. Program :
1
PROBLEM
FISIOTERAPI
Kecemasan dan rasa takut
MODALITAS
FISIOTERAPI
Komunikasi Terapeutik
2
Oedem
Cold Therapy
No.
Kinesio Tapping
3
Nyeri
Interferensi
4
Keterbatasan ROM dan
Penurunan Fungsi Annkle
Joint
Exercise Therapy
5
Gangguan ADL
ADL Exercise
DOSIS
F : 1 x sehari
I : pasien fokus
T : wawancara
T : selama terapi
F : 1 x sehari
I : kontak langsung
T : Lokal, compress es batu
T : 10-15 menit
F : 1 x sehari
I : 30 % tarikan
T : Fan Model, 30%
T : 1-3 hari
F : 1 x sehari
I : 45 mA
T : contraplanar
T : 20 menit
F : 1 x sehari
I : 4hit, 1rep/set. 1set
T : PROMEX, AROMEX,
Static Contraction
T : 5 menit
F : 1 x sehari
I : kemampuan pasien
T : positioning,
proprioceptif, gait training
T : 10-15 menit
D. Evaluasi dan Modifikasi Fisioterapi
1. Evaluasi
No.
Problematik Fisioterapi
1.
Kelemahan Otot
MMT
Intervensi Pertama
Sebelum
Sesudah
M. Tibialis M. Tibialis
Anterior : 4+ Anterior :
4+
2.
Keterbatasan ROM
Goniometer
S : 250-00-150
Parameter
16
S : 270-00-180
Ket.
Kekuatan
Belum
Meningkat
Ada perubahan
ROM
3.
Circumferentia
Meteran
R : 150-00-200
R: 170-00-210
Ki : 45cm
Ka : 48cm
Ki : 45cm
Ka : 48cm
Belum ada
perubahan
2. Modifikasi
Home Program :
Pasien disarankan untuk mengompres daerah bengkak dengan es batu dan
melakukan pumping ankle sesering mungkin dirumah.
17
DAFTAR PUSTAKA
Bonnel.F, Tauler, Tourne. 2010. Chronic ankle instability Biomechanics and pathomechanics of ligamens
injury and associated lesions. Orthopaedic Surgery and Traumatology Department, Dupuytren
Teaching Hospital Center,, France Accepted: 15 March 2010
Calatayud J, Borreani S, Colado J. C, Flandes J, Page P. 2014. exercise and ankle sprain injuries A
Comprehensive Review. Hal 88- 93, vol 42 issue 1, februari 2014, ISNN- 0091-3847.
From:http://www.physsportsmed.com
Chan K, Ding B, dan Mroczek K, 2011. Acute and chronic lateral ankle instability in the athlete. Bulletin
of the Nyu Hospital for Joint Diseases 2011;69(1):17-26 17
Chook E dan Hegedus Eric J. 2013. Orthopedic Physical Examination Test An Evidence-Based
Approach. Second edition. Pearson Education. Canada. Hal 508 dan 529.
Doral MN et al. Sports injuries: prevention, diagnosis, treatment, and rehabilitation. Springer-Verlag
Berlin Heidelberg. 2012. ISBN 978-3-642-15630-4
Gould DJ. Buku saku anatomi klinis. Jakarta: EGC. 2011.
Hamilton N, Weimar W, Luttgens K. Kinesiology: scientific basis of human motion 11th Edition.
Singapore: McGraw-Hill. 2008.
Jadhav KG, Deshmukh PN, Tuppekar RP, Sinku SK. A survey of injuries prevalence in varsity volleyball
players. Journal of Exercise Science and Physiotherapy, Vol. 6, No. 2: 102-105, 2010.
Juanaidi. 2013. Cedera Olahraga Pada Atlet Pelatda PON XVIII DKI Jakarta, Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Jakarta.
Kisner C dan Colby L Alen.2012.Therapeutic Exercise Foundations and Techniques. Sixth Edition. F.A
Davis Company.America.
Martin R, Daven P, Stephen P, Wukich D, Josep. 2013. Ankle Stability and Movement Coordination
impairments: Ankle Ligamen Sprains. Clinical Practice Guidelines Linked to the International
Classification of Functioning, Disability and Health From the Orthopaedic Sectionof the American
Physical Therapy Association. J Orthop Sports Phys Ther. 2013;43(9):A1-A40.
doi:10.2519/jospt.2013.0305
Muryono S. Anatomi fungsional sistem lokomosi (pengantar kinesiologi). Semarang: Bagian Anatomi FK
Universitas Diponegoro. 2001.
Nikita A. Vizniak. 2010. Muscle Manual. Professional Health System. Canada.
Young C, 2005. Clinical Examination of the Foot and Ankle of Sports Medicine, Medical College of
Wisconsin, 9200 W Wisconsin Avenue, Milwaukee, WI 53226, USA. Corresponding author.
Department of Orthopaedic Surgery, Medical College of E-mail address: [email protected] (C.C.
18
Young). 0095-4543/05/$ - see front matter _ 2005 Elsevier Inc. All rights reserved.
doi:10.1016/j.pop.2004.11.002 primarycare.
19
Download