SPIRAKEL, Vol. 8 No 1. Bulan Juni Tahun 2016:1-10 DOI : 10.22435/spirakel.v8i1.6132.1-10 Peran Lingkungan Sosial … (Indah dan Aprioza) PERAN LINGKUNGAN SOSIAL DALAM PENCEGAHAN MALARIA DI KECAMATAN KISAM TINGGI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Indah Margarethy1*,Aprioza Yenni1 1 Loka Litbang P2B2 Baturaja Jl. A.Yani KM 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan Abstract Malaria is still a public health problem in Ogan Komering Ulu Selatan. This is evident from the Annual Parasite Incidence (API) in the District OKUS of 0.16 per 1000 population in 2013. The physical and socio-cultural environment in the District Kisam Tinggi role in the distribution of malaria in the region, as well as people's behavior cannot be separated from social conditions, one of which social groups can influence a person's health behaviors in the prevention of malaria. This study aims to identify social environment factor that plays a dominant role in the prevention of malaria in Kisam Tinggi Sub District. This type of research is non-intervention research with descriptive design.The sample was head of the family or household members elected as many as 179 respondents. Data collection was carried out by interviews using structured questionnaire. The results of this study, the family is the most social environment plays a role in the prevention of malaria (36.9%), the family in question is the nuclear family and extended family. Neighbours also acts provide examples or information about malaria prevention to the respondents (5.6%), because of their attachment to ethnicity of respondents, is ethnic Kisam. Cleaning up the environment around the house, using mosquito nets or mosquito repellent, wearing protective clothingand taking malaria medicine are preventive methods thatinfluenced by the social environment surrounding and form respondents to behave according to what exemplified from the social environment. Keywords:. Social environment, family, neighbours, malaria prevention SOCIAL ROLE IN THE PREVENTION OF MALARIA IN KISAM TINGGI SUBDISTRICT OGAN KOMERING ULU SELATAN REGENCY Abstrak Malaria masih menjadi masalah kesehatan di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS). Hal ini terlihat dari Annual Parasite Incidence (API) di Kabupaten OKUS sebesar 0,16 per 1000 penduduk pada tahun 2013. Lingkungan fisik maupun sosiokultural yang ada di Kecamatan Kisam Tinggi berperan dalam distribusi malaria di wilayah ini, begitu juga perilaku masyarakatnya tidak bisa dipisahkan dari kondisi sosial, salah satunya kelompok sosial yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang dalam pencegahan malaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lingkungan sosial yang dominan berperan dalam upaya pencegahan malaria di Kecamatan Kisam Tinggi Kabupaten OKUS. Jenis penelitian ini adalah penelitian non intervensi dengan desain deskriptif. Sampel penelitian ini adalah kepala keluarga atau anggota rumah tangga terpilih sebanyak 179 responden.Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga merupakan lingkungan sosial yang paling berperan dalam upaya pencegahan malaria (36,9%), keluarga yang dimaksud adalah keluarga inti dan keluarga besar. Tetangga juga * Alamat korespondensi penulis pertama : [email protected] 1 SPIRAKEL, Vol. 8 No 1. Bulan Juni Tahun 2016:1-10 DOI : 10.22435/spirakel.v8i1.6132.1-10 Peran Lingkungan Sosial … (Indah dan Aprioza) berperan memberikan contoh ataupun informasi mengenai pencegahan malaria kepada responden (5,6%), karena adanya keterikatan kesamaan suku/etnis responden, yaitu suku Kisam. Membersihkan lingkungan di sekitar rumah, menggunakan kelambu atau obat nyamuk, memakai baju panjang dan mengkonsumsi obat malaria merupakan cara pencegahan yang dipengaruhi oleh peran lingkungan sosial disekitar responden dan membentuk responden untuk berperilaku sesuai dengan apa yang dicontohkan dari lingkungan sosialnya. Kata Kunci: Lingkungan sosial, keluarga, tetangga, pencegahan malaria Naskah masuk: tanggal 1 Februari 2016 ; Review I: tanggal 9 Februari 2016; Review II: tanggal 15 April 2016; Layak Terbit: tanggal 23 Juni 2016 PENDAHULUAN Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus Plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anophelesspp, yang ditandai dengan gejala demam (fever), sakit kepala, pembengkakan limpa disertai anemia.1 Malaria ditemukan hampir di seluruh belahan dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis.Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari populasi dunia. Guerra CA, dkk pada tahun 2008 memperkirakan sekitar 35% dari populasi dunia tinggal di daerah yang berisiko penularan Plasmodium falciparum, dan sekitar 1 milyar orang-orang yang tinggal di daerah yang berisiko rendah masih ada penularan malaria.2 Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan insiden malaria di dunia pada tahun 2010 mencapai 215 juta kasus dan diantaranya yang terinfeksi parasit Plasmodium sekitar 655 ribu, sebanyak 90 persen kematian terjadi pada anak-anak dengan rasio 1:4 anak balita di Afrika meninggal karena malaria.2 Malaria juga menyebabkan negara kehilangan 12% dari pendapatan nasional untuk menanggung biaya penanggulangan malaria, selain itu di berbagai negara, penyakit ini bukan hanya permasalahan kesehatan semata, namun telah menjadi masalah sosial, ekonomi, seperti kerugian ekonomi (economic lost), kemiskinandan keterbelakangan.3 Malaria menjadi masalah kesehatan di lebih dari 90 negara dan endemis disekitar 100 negara, termasuk Indonesia. Kondisi inilah yang melatarbelakangi WHO menetapkan malaria sebagai salah satu penyakit yang menjadi prioritas Millennium Development Goals (MDGs) dan menjadi perhatian serius oleh pemerintah salah satunya dengan adanya program eliminasi malaria tahun 2030 yang diatur dalam KEPMENKES Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009. Eliminasi malaria di Indonesia dilakukan secara bertahap, yaitu DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu eliminasi pada tahun 2010, Pulau Jawa, Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015, dan Pulau Sumatera, Provinsi NTB, Pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020, serta provinsi Papua, Povinsi Papua Barat, Provinsi NTT, Provinsi Maluku, dan Provinsi Maluku Utara pada tahun 2030.3 Malaria di Indonesia ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi.Menurut data yang berkembang hampir separuh dari populasi Indonesia bertempat tinggal di daerah endemik malaria dan diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya.1 Dari 200 lebih kabupaten/kota yang ada di Indonesia, sebanyak 167 kabupaten/kota merupakan wilayah endemis malaria, salah satunya kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan.4 Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sedang berkembang dengan luas wilayah ± 87.017,42 km2 yang terdiri dari daerah pegunungan dan dataran rendah/rawa-rawa. Secara geografis kondisi wilayah di daerah Sumatera Selatan yang terdiri dari rawa-rawa, hutan, perkebunan, persawahan merupakan habitat alami dari 2 SPIRAKEL, Vol. 8 No 1. Bulan Juni Tahun 2016:1-10 DOI : 10.22435/spirakel.v8i1.6132.1-10 vektor nyamuk Anopheles dan pada saat musim tanam/panen penduduk banyak yang bermukim di lokasi pertanian dan perkebunan, oleh sebab itu malaria masih menjadi masalah kesehatan yang utama di Provinsi Sumatera Selatan, salah satunya di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS). Hal ini terlihat dari Annual Parasite Incidence (API) di Kabupaten OKUS sebesar 0,16 per 1000 penduduk pada tahun 20135, selain itu Kabupaten OKUS, khususnya Kecamatan Kisam Tinggi memiliki kondisi topografi wilayah perbukitan-perkebunan dan mata pencaharian masyarakatnya yang rata-rata bertani/berkebun tanaman karet dan kopi mempunyai peranan besar dalam distribusi malaria. Kebun-kebun karet dan kopi yang dimiliki masyarakat pada umumnya berada di wilayah perbukitan dan mereka mendirikan rumah-rumah sederhana di dekat kebun sebagai tempat beristirahat bahkan untuk tinggal beberapa malam. Hasil studi dinamika penularan malaria di Desa Tenang Kecamatan Kisam Tinggi Kabupaten OKU Selatan menunjukkan masyarakat pemilik kebun memiliki rumah permanen (menetap) di pusat desa, dan aktivitas berkebun kopi dapat dikerjakan dalam satu hari ataupun selama beberapa hari dan menginap di kebun. Selain itu sebagian masyarakat yang menempati rumah-rumah sementara di areal kebun kopi adalah para petani penggarap yang sehari-hari memang menghabiskan waktunya di kebun kopi dan sesekali turun ke desa terdekat untuk membeli keperluan rumah tangga.6 Penelitian yang dilakukan oleh Bogh dan kawan-kawan (2004) di lokasi yang sama menunjukkan kebanyakan penderita malaria klinis yang datang ke tempat pelayanan kesehatan (Puskesmas dan Bidan) tinggal di kebun kopi atau banyak menghabiskan waktunya di kebun kopi.7 Menurut sosiolog, bahwa perilaku manusia tidak bisa dipisahkan dari konteks atau setting sosialnya8, salah satunya kelompok sosial.Setiap individu menjadi anggota dari satu atau lebih kelompok sosial di dalam masyarakat dan menjalankan perannya sesuai dengan kedudukan dalam kelompoknya.Selama proses sosialisasi, individu Peran Lingkungan Sosial … (Indah dan Aprioza) mengembangkan kepribadian melalui interaksi dengan setiap individu lain di dalam kelompok-kelompok tersebut, dan kelompok-kelompok tersebut merupakan agen/mediasosialisasi dalam membentuk kepribadian seseorang, yang juga dapat mempengaruhi perilakunya, termasuk perilaku kesehatannya. Kelompok-kelompok yang merupakan agen/media sosial menurut ilmu sosiologi yang dapat mempengaruhi perilaku individu mencakup: keluarga, teman sepergaulan, lembaga pendidikan (sekolah), media massa dan agen lainnya, seperti institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional masyarakat dan lingkungan kerja.9 Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit atau rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya), maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit atau sakit tersebut.Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, salah satunya perilaku pencegahan penyakit (health preevention behaviour) adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya.10 Penelitian ini bertujuan untuk melihat lingkungan sosial yang dominan berperan dalam upaya pencegahan malaria di Kecamatan Kisam Tinggi Kabupaten OKUS. METODE Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kisam Tinggi Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Jenis penelitian ini adalah penelitian non intervensi, yakni peneliti hanya menjelaskan dan menganalisis obyek atau situasi tetapi tidak melakukan intervensi, dengan desain penelitian 3 SPIRAKEL, Vol. 8 No 1. Bulan Juni Tahun 2016:1-10 DOI : 10.22435/spirakel.v8i1.6132.1-10 deskriptif. Populasi penelitian adalah penduduk yang berada di Kecamatan Kisam Tinggi sebesar 21.479 penduduk. Sampel penelitian ini adalah Kepala Keluarga (KK) atau anggota rumah tangga terpilih yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu berumur 17 tahun ke atas dan sehat jasmani rohani.Besarnya sampel yang diambil dalam penelitian ini dilakukan menggunakan rumus Solvin, yaitu: n N 1 Ne 2 Dimana : n = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi (21.479) e = Nilai Kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (0,0745) maka diperoleh jumlah sampel 179 responden. Penarikan sampel menggunakan teknik acak sederhana (Simple Random Sampling). Instrumen dan cara pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan instrumen kuesioner terstruktur. Data kuantitatif yang berhasil dikumpulkan dianalisis secara deskritif. HASIL 1. Karakteristik Responden Jumlah responden yang diwawancarai dalam penelitian ini sebanyak 179 orang yang sebagian besar berjenis kelamin perempuan (59,2%), dengan kisaran kelompok umur paling banyak yaitu 20-30 tahun (41,3%). Jenjang pendidikan responden sangat bervariasi dari yang tidak pernah sekolah sampai jenjang perguruan tinggi/akademi, paling banyak responden hanya sampai pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), dengan persentase 30,7%. Data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, Peran Lingkungan Sosial … (Indah dan Aprioza) dan jenjang pendidikan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Sebagian besar responden adalah penduduk asli Kisam Tinggi (86%) dengan memiliki jenis mata pencarian yang bervariasi pula, namun sebagian besar responden bekerja sebagai petani/penggarap kebun kopi (72,1%). Kegiatan kemasyarakatan yang paling banyak diikuti adalah kelompok PKK (13,4%), dan Badan Permusyawaratan Desa (10,6%), secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. 2. Peran Lingkungan Sosial dalam Pencegahan Malaria Cara pencegahan malaria yang dilakukan responden merupakan perilaku yang diketahui sendiri (54,2%), akan tetapi sebagian responden berpendapat bahwa cara pencegahan malaria yang dilakukan karena melihat orang lain atau mencontoh kebiasaan dari orang yang hidup disekitar responden. Kelompok acuan atau orang yang memberi contoh kepada responden dalam mencegah malaria sebagian besar adalah saudara atau keluarga dekat (36,9%), lalu tetangga (5,6%), yang menarik disini bahwa responden lebih menerima media televisi sebagai kelompok acuan yang memberikan contoh pencegahan malaria (2,2%) dibandingkan dengan kader/petugas kesehatan serta tokoh masyarakat, seperti kepala desa (0,6%). Artinya media massa, yaitu televisi mempunyai peran dalam memberikan informasi, salah satunya informasi mengenai penyakit malaria. Pada Tabel 3 terlihat secara rinci mengenai cara pencegahan malaria yang responden adaptasikan meliputi; membersihkan lingkungan di sekitar rumah (25,1%), menggunakan kelambu (14%), menggunakan obat nyamuk (5,6%), memakai baju panjang dan mengkonsumsi obat malaria (0,6%). 4 SPIRAKEL, Vol. 8 No 1. Bulan Juni Tahun 2016:1-10 DOI : 10.22435/spirakel.v8i1.6132.1-10 Peran Lingkungan Sosial … (Indah dan Aprioza) Tabel 1. Distribusi persentase karakteristik responden Karakteristik responden (N=179) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Kelompok Umur < 20 tahun 20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun > 50 tahun Jenjang Pendidikan Tidak pernah sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tidak tamat SMP Tamat SMP Tidak tamat SMU Tamat SMU Akademi/PT Suku Asal Baturaja Jawa Kisam Komering Lahat Lampung Muara Dua Ogan OKI Padang Palembang Sekayu Pekerjaan Petani kebun kopi Nelayan Pedagang Wiraswasta/Usahawan Pegawai:(PNS, BUMN, BUMD, Karyawan Swasta) Tidak tekerja Ibu rumah tangga Frekuensi Persentase (%) 73 106 40,8 59,2 7 74 46 34 18 3,9 41,3 25,7 19,0 10,1 5 21 55 8 35 1 42 12 2,8 11,7 30,7 4,5 19,6 0,6 23,5 6,7 1 12 154 3 1 1 1 2 1 1 1 1 0,6 6,7 86,0 1,7 0,6 0,6 0,6 1,1 0,6 0,6 0,6 0,6 129 1 6 10 20 5 8 72,1 0,6 3,4 5,6 11,2 2,8 4,5 5 Peran Lingkungan Sosial … (Indah dan Aprioza) SPIRAKEL, Vol. 8 No 1. Bulan Juni Tahun 2016:1-10 DOI : 10.22435/spirakel.v8i1.6132.1-10 Tabel 2. Distribusi persentase responden berdasarkankelompok kegiatan kemasyarakatan yang diikutinya Karakteristik Responden (N=179) Frekuensi Mengikuti kelompok kegiatan kemasyarakatan Ya Tidak Jika Ya, Kelompok Kegiatan yang diikuti PKK Dasawisma Kelompok Pengajian BPD Tokoh Masyarakat PKK dan Pengajian PKK dan Kader Posyandu 999 (tidak berhak menjawab) Persentase (%) 71 108 39,7 60,3 24 1 9 19 3 12 3 108 13,4 0,6 5,0 10,6 1,7 6,7 1,7 60,3 Tabel 3. Distribusi persentase pengaruh lingkungan sosial Pengaruh lingkungan (N=179) Frekuensi Informasi cara pencegahan malaria didapatkan dari orang lain Ya Tidak Orang yang memberi informasi Saudara/Keluarga Tetangga Kader/Petugas Kesehatan Kepala Desa/Tokoh Masyarakat Media Televisi 999 (tidak berhak menjawab) Bentuk perbuatan pencegahan yang diadaptasi dari orang lain Membersihkan lingkungan Menggunakan kelambu Menggunakan obat nyamuk Memakai baju panjang Minum obat malaria 999 (tidak berhak menjawab) BAHASAN Blum dari hasil penelitiannya di Amerika menyatakan bahwa status kesehatan seseorang itu dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan herditas/keturunan. Hendrick L. Blum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan.1 Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar Persentase (%) 82 97 45,8 54,2 66 10 1 1 4 97 36,9 5,6 0,6 0,6 2,2 54,2 45 25 10 1 1 97 25,1 14 5,6 0,6 0,6 54,2 manusia, baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata ataupun abstrak. Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan, sebagai mahluk sosial kita membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya harus terjalin dengan baik. Artinya lingkungan sosial dapat mempengaruhi perilaku seseorang, salah satunya perilaku pencegahan malaria. 6 SPIRAKEL, Vol. 8 No 1. Bulan Juni Tahun 2016:1-10 DOI : 10.22435/spirakel.v8i1.6132.1-10 Peran Lingkungan Sosial … (Indah dan Aprioza) Secara sosiologis, lingkungan sosial secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang, dan perilaku seseorang akan mempengaruhi status dan perannya didalam masyarakat. Status adalah posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status tertentu. Peran juga berkaitan dengan nilai sosial dari lingkungannya, individu akan memiliki peran yang berbeda di dalam suatu masyarakat yang disebabkan oleh faktor lingkungan sosialnya.9 dapat dilakukan adalah mencegah gigitan nyamuk, memberikan obat-obat untuk mencegah penularan malaria, dan memberi vaksin (hal ini belum diterapkan secara luas dan masih dalam tahap riset/percobaan lapangan).1 Pencegahan malaria adalah hal yang patut dilakukan khususnya pada daerah tropis atau subtropis karena wilayah tersebut rentan terhadap penyebaran malaria.Pencegahan malaria yang paling utama yakni dengan menghambat perkembangbiakan nyamuk Anopheles, hal ini dapat dilakukan dengan membersihkan lingkungan sekitar. Cara pencegahan malaria selain mencegah perkembangan vektor, bisa juga dengan cara meminimalisir kontak dengan nyamuk.Pencegahan malaria secara garis besar mencakup tiga aspek sebagai berikut: 1. Mengurangi pengandung gametosit yang merupakan sumber infeksi (reservoar). Hal tersebut dapat dicegah dengan jalan mengobati penderita malaria akut dengan obat yang efektif terhadap fase awal dari siklus eritrosit aseksual sehingga gametosit tidak sempat terbentuk di dalam darah penderita. Selain itu, jika gametosit telah terbentuk dapat dipakai jenis obat yang secara spesifik dapat membunuh gametosit (obat gametosida). 2. Memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan menghilangkan tempat-tempat perindukan nyamuk, membunuh larva atau jentik dan membunuh nyamuk dewasa. Pengendalian tempat perindukan dapat dilakukan dengan menyingkirkan tumbuhan air yang menghalangi aliran air, melancarkan aliran saluran air, dan menimbun lubanglubang yang mengandung air. 3. Melindungi orang yang rentan dan beresiko terinfeksi malaria, upaya yang Hasil lapangan di dapatkan bahwacara pencegahan malaria yang responden adaptasikan meliputi; membersihkan lingkungan di sekitar rumah, menggunakan kelambu, menggunakan obat nyamuk, memakai baju panjang dan mengkonsumsi obat malaria. Cara pencegahan tersebut dipengaruhi oleh peran lingkungan sosial disekitar responden dan membentuk responden untuk berperilaku sesuai dengan apa yang diinformasikan/dicontohkan dari lingkungan sosialnya. Menurut Andi A Arsin (2012) terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan (tindakan) nyata diperlukan pendukung atau kondisi yang memungkinkan, misalnya faktor dukungan dari pihak keluarga, teman dekat ataupun masyarakat sekitarnya.1 Saparina Sadli (1982) menggambarkan bahwa hubungan individu dengan lingkungan sosial saling mempengaruhi, setiap individu sejak lahir berada di dalam suatu kelompok, terutama kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota kelompok lain. Oleh karena pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan dan norma-norma sosial tertentu, maka perilaku setiap individu anggota kelompok berlangsung didalam jaringan normatif, demikian pula perilaku individu terhadap masalah-masalah kesehatan.10Hubungan individu dengan lingkungan sosial sehubungan dengan perilaku kesehatan, dimulai dari lingkungan keluarga yang akan mempengaruhi perilaku individu bagaimana kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai kesehatan, lingkungan terbatas yang mencakup tradisi, adat-istiadat, dan kepercayaan masyarakat sehubungan dengan kesehatan, lingkungan umum meliputi kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang kesehatan, undang-undang kesehatan, program-program kesehatan, dan sebagainya.10 7 SPIRAKEL, Vol. 8 No 1. Bulan Juni Tahun 2016:1-10 DOI : 10.22435/spirakel.v8i1.6132.1-10 Pendapat Saparina Sadli (1982) di atas memperjelas temuan hasil penelitian di wilayah Kecamatan Kisam Tinggi OKUS, bahwa lingkungan sosial yang mempengaruhi responden untuk berperilaku dalam pencegahan malaria adalah lingkungan keluarga, yaitu keluarga inti maupun keluarga besar; lingkungan terbatas, yaitu tetangga; dan lingkungan umum, meliputi media massa, kader/petugas kesehatan, dan kepala desa. Penyakit malaria hingga kini belum sepenuhnya dapat diatasi dengan maksimal, masih banyak orang yang tertular penyakit mematikan ini. Untuk mencegah terjadinya penularan malaria, peran keluarga sangat dibutuhkan, karena hampir setiap orang paling sering melakukan interaksi atau komunikasi dengan keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, menurut WHO, keluarga adalah anggota rumah tangga saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Keluarga adalah kumpulan dua atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998).11Disinilah manusia mulai mengenal dirinya sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial dimasyarakatnya. Perilaku individu sebagai anggota masyarakat banyak dibentuk dan dipengaruhi oleh keluarganya sebagai lembaga pertama dan utama dalam kehidupan. Selain keluarga inti (nuclear family), di masyarakat kita juga dikenal keluarga besar (extended family), menurut Sudiharto (2007) keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah keluarga lain (karena hubungan darah), misal kakek, nenek, bibi, paman, sepupu.12 Wilayah Kisam Tinggi merupakan masyarakat perdesaan/tradisional yang memegang erat hubungan kekeluargaan, sehingga perilaku keluarga masih sangat dipengaruhi oleh anggota keluarga inti ataupun keluarga besar, khususnya masalah malaria. Temuan ini sejalan dengan pendapat Kaakinen (2010) menjelaskan bahwa perilaku keluarga mempengaruhi perilaku anggota keluarga lain dalam menghadapi masalah kesehatan.13 Kemenkes (2010) juga Peran Lingkungan Sosial … (Indah dan Aprioza) menyatakan bahwa keluarga dipandang sebagai unsur yang dapat mempengaruhi kesehatan.14 Hasil penelitian Ahyar Wahyudi (2012) di Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara tipe keluarga dengan perilaku pencegahan malaria (nilai p<0,05; yaitu 0,04), dengan proporsi tipe keluarga luas lebih besar dibandingkan tipe keluarga intidan orang tua tunggal.15 Hal ini disebabkan keluarga Indonesia pada umumnya menganut tipe keluarga luas/besar (extended family). Tipe keluarga merupakan faktor dominan berpengaruh dengan perilaku pencegahan, tipe keluarga luas/besar berpeluang melakukan perilaku pencegahan 1,9 kali dibandingkan dengan tipe keluarga lain.15Hal ini sejalan dengan pendapat Leddy dalam penelitian Ahyar Wahyudi (2012), salah satu karakteristik keluarga besar/luas (extended family) adalah dukungan sosial yang kuat.15 Menurut Allender dan Spradley (2005)16, keluarga luas/besar memperkuat standar budaya, harapan dan dapat memberikan dukungan emosional. Adanya dukungan emosi dan sosial mengakibatkan komunikasi dan hubungan sosial yang lebih baik, sehingga kepedulian mengendalikan dan mengontrol kesehatan antar anggota keluarga semakin baik pula. Hal inilah yang menyebabkan tipe keluarga besar keluarga besar/luas cenderung lebih berperilaku pencegahan dibandingkan tipe keluarga yang lain, seperti keluarga inti, orang tua tunggal, karena berbagai karakteristik keluarga memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap perilaku pencegahan penyakit, salah satunya pencegahan malaria. Selain itu Friedman, Bowden, Jones (2003) juga menjelaskan bahwa extended family mempunyai ikatan dan interaksi yang kuat antar generasi, saling ketergantungan dan mempertahankan pola komunikasi.17 Sikap ini pada akhirnya akan mendorong penyebaran dan penerimaan informasi kesehatan yang lebih cepat. Pada masyarakat di wilayah Kisam Tinggi, tetangga juga mempunyai peran memberi informasi ataupun contoh yang membentuk perilaku pencegahan malaria 8 SPIRAKEL, Vol. 8 No 1. Bulan Juni Tahun 2016:1-10 DOI : 10.22435/spirakel.v8i1.6132.1-10 terhadap responden dibandingkan kader/petugas kesehatan, tokoh masyarakat maupun media massa, hal ini disebabkan adanya keterikatan kesamaan suku/etnis diwilayah Kisam tinggi, dimana sebagian besar responden berasal dari suku/etnis Kisam. Menurut Koentjoroningrat (2002), keluarga terdiri dari beberapa suku yang hidup dalam satu komunitas dengan adat istiadat yang sangat kuat.18Kaakinen (2010) menyatakan bahwa perilaku pencegahan dipengaruhi karakteristik keluarga.13 Karakteristik keluarga terdiri dari tipe keluarga, sosial ekonomi, suku, dan tahap perkembangan keluarga (Hanson et al, 2005).19 KESIMPULAN Keluarga merupakan lingkungan sosial yang paling berperan dalam upaya pencegahan malaria yang dilakukan responden, keluarga yang dimaksud adalah keluarga inti dan keluarga besar (extended family). Tetangga juga berperan memberikan contoh ataupun informasi mengenai pencegahan malaria kepada responden karena adanya keterikatan kesamaan suku/etnis responden, yaitu suku/etnis Kisam. Cara pencegahan malaria yang responden adaptasikan meliputi; membersihkan lingkungan di sekitar rumah, menggunakan kelambu, menggunakan obat nyamuk, memakai baju panjang dan mengkonsumsi obat malaria. Cara pencegahan tersebut dipengaruhi oleh peran lingkungan sosial disekitar responden dan membentuk responden untuk berperilaku sesuai dengan apa yang diinformasikan/ dicontohkan dari lingkungan sosialnya. SARAN Pihak-pihak terkait seperti petugas kesehatan, penentu kebijakan/stakeholderperlu melakukan penyuluhan secara intensif kepada masyarakat tentang malaria di lingkungan keluarga dan komunitas di daerah ini, sehingga pengetahuan masyarakat di wilayah Kisam Tinggi tentang cara pencegahan malaria semakin benar dan Peran Lingkungan Sosial … (Indah dan Aprioza) akan berpengaruh pula pada perilaku dalam pencegahan malaria yang semakin baik dan meningkat. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih Penulis ucapkan kepada Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan, Ibu Dra. Rachmalina, S.P., MSc.PH atas bimbingan dan masukannya, dan rekanrekan anggota tim penelitian yang telah banyak membantu dalam terselesainya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Nizar M, Suwandono A, dan Taviv Y. Epidemiologi Malaria. Lubuk Linggau: Penerbit Public HealthPress, 2013. 2. Arsin AA. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makasar: Penerbit Masagena Press, 2012. 3. Achmadi UF. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005. 4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penemuan Penderita. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP&PL). 2007. 5. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. Situasi Terkini Perkembangan Program Pengendalian Malaria di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2014. 6. Alwi A, Ambarita LP, Purnama D, dan Betriyon. Studi Dinamika Penularan Malaria di Desa Tenang Kecamatan Muara Dua Kisam Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2004. Laporan Penelitian Loka Litbang P2B2 Baturaja, 2005. 7. Bogh C. Malaria in the Health Nursing:Promoting and Protecting the Publics’s Health/Edition 6. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 2005. 8. Coffee Gardens of South Sumatera (Summary of Findingsfrom Surveys Done by OKU-VBDC). Intensified 9 SPIRAKEL, Vol. 8 No 1. Bulan Juni Tahun 2016:1-10 DOI : 10.22435/spirakel.v8i1.6132.1-10 Communicable Project. 2003. Disease Peran Lingkungan Sosial … (Indah dan Aprioza) Control 5th Edition. USA: Pearson Education Inc, 2003. 9. Sudarma M. Sosiologi Kesehatan.Jakarta. Selemba Medika, 2008. 18. Koentjaraningrat. Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi Nasional. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2002. 10. Soekanto S. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 1992. 11. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2007. 19. Hanson SMH, Duff VG, and Kaakinen, JR. Family Health Care Nursing. Theory, Practice and Reseacrh. Third Edition. Philadelphia: F.A. Davis Company, 2005. 12. Friedman MM. Buku ajar keperawatan keluarga : Riset, Teori dan Praktek.Jakarta: EGC, 2010. 13. Sudiharto. Asuhan Keluarga dengan Keperawatan Jakarta:EGC, 2007. Keperawatan Pendekatan Transkultural. 14. Kaakinen JR. Family Health Care Nursing: Theory, Practice, and Research Ed 4th. Philadelphia: FA Davis Company. 2010. Tersedia di: http://www.fadavis.com. 15. Kementerian Kesehatan RI. Modul Asuhan Keperawatan Keluarga pada Pasien dengan Malaria. Sub Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Keluarga Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan. Jakarta, 2010. Tersedia di: http://depkes.go.id. 16. Wahyudi A. Hubungan Karakteristik Keluarga, Penyuluhan Kesehatan Langsung, dan Media Massa dengan Perilaku Pencegahan Malaria Pada Kecamatan Cempaka Kota BanjarBaru, 2012. Tersedia di: http://www.digilib.ui.ac.id. 17. Allender JA, Spradley BW, Friedman M, Bowden VR dan Jones E. Family Health Nursing. Theory and Practice 10