MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan kewarganegaraan Dosen Pengampu : Drs. Suhadi M.SI Disusun Oleh : Siti Mardiani 4915150633 Kelas : P.IPS A 2015 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2016 Kata Pengantar Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan karena atas bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.. Jakarta, 20 November 2016 Siti Mardiani i DAFTAR ISI Kata Pengantar ...................................................................................................................... i Daftar Isi ............................................................................................................................... ii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 5 1.3. Tujuan ......................................................................................................................... 6 1.4. Sistematika Penulisan ................................................................................................. 6 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan .................................................................... 8 2.1.1. Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Para Ahli ................................................... 8 2.2. Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan ......................................... 12 2.3. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan ........................................................................ 16 2.4. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan ............................................................ 19 2.5. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan ........................................................................... 24 2.6. Tujuan Pendidikan Kewarganegaran ........................................................................... 25 2.7. Pentingnya PKn Bagi Mahasiswa ................................................................................ 29 2.8. PKn Sebagai Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) .................................. 33 2.8.1. PKn Sebagai MPK ................................................................................................... 33 2.8.2. Pedoman dan Sumber Orientasi ............................................................................... 37 2.8.3. PKn Sebagai Pendidikan Karakter ........................................................................... 39 2.9. Pancasila Sebagai Nilai Dasar PKn Untuk Berkarya Bagi Lulusan PT ....................... 42 2.9.1. Dasar Mutlak dalam Berikir dan Berkarya .............................................................. 43 2.9.2. Karya Berlandas Pancasila ........................................................................................ 45 ii BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan .................................................................................................................. 50 3.2. Saran ............................................................................................................................ 50 DAFTAR PUSTAKA iii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan sangatlah penting untuk dipelajari oleh semua kalangan. Oleh sebab itu, pendidikan Nasional Indonesia menjadikan pendidikan kewarganegaraan sebagai pelajaran pokok dalam lima status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai sutuan crash program. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait Serta kewarganegaraan merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu negara. Tanpa status kewarganegaraan seorang warga negara tidak akan diakui oleh sebuah negara. Dan dalam makalah ini penulis akan sedikit menjelaskan tentang pemdidikan kewarganegaraan serta pendidikan kewarganegaraan sebagai mata kuliah pengembangan kepibadian. a. Perubahan Pendidikan ke Masa Depan Dalam Konferensi Menteri Pendidikan Negara-negar berpenduduk besar di New Delhi tahun 1996, menyepakati bahwa pendidikan Abad XXI harus berperan aktif dalam hal; 1. Mempersiapkan pribadi sebagai warga negara dan anggota masyarakat yang bertanggung jawab; 2. Menanamkan dasar pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bagi kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan hidup; 3. Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada penguasaan, pengembangan, dan penyebaran ilmu pengetahuan, teknologi dan seni demi kepentingan kemanusiaan. 1 Kemudian dalam konferensi internasioanl tentang pendidikan tinggi yang diselenggarakan UNESCO di Paris tahun 1998 menyepakati bahwa perubahan pendidikan tinggi masa depan bertolak dari pandangan bahwa tanggungjawab pendidikan adalah; 1. Tidak hanya meneruskan nilai-nilai, mentransfer ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, tetapi juga melahirkan warganegara yang berkesadaran tinggi tentang bangsa dan kemanusiaan; 2. Mempersiapkan tenaga kerja masa depan yang produktif dalam konteks yang dinamis; 3. Mengubah cara berfikir, sikap hidup, dan perilaku berkarya individu maupun kelompok masyarakat dalam rangka memprakarsai perubahan sosial yang diperlukan serta mendorong perubahan ke arah kemajuan yang adil dan bebas. Agar bangsa Indonesia tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain maka Pendidikan nasional Indonesia perlu dikembangkan searah dengan perubahan pendidikan ke masa depan. Pendidikan nasional memiliki fungsi sangat strategis yaitu “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” Tujuan Pendidikan nasional “berkembangnya potensi peserta anak didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” Pendidikan Kewarganegaraan (citizenship education) di perguruan tinggi sebagai kelompok MPK diharapkan dapat mengemban misi fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut. Melalui pengasuhan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi yang substansi kajian dan materi instruksionalnya menunjang dan relevan dengan pembangunan masyarakat demokratik berkeadaban, diharapkan mahasiswa akan tumbuh menjadi ilmuwan atau profesional, berdaya saing secara internasionasional, warganegara Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. b. Dinamika Internal Bangsa Indonesia 2 Dalam kurun dasa warsa terakhir ini, Indonesia mengalami percepatan perubahan yang luar biasa. Misalnya, loncatan demokratisasi, transparansi yang hampir membuat tak ada lagi batas kerahasiaan di negara kita, bahkan untuk hal-hal yang seharusnya dirahasiakan. Liberalisasi bersamaan dengan demokratisasi di bidang politik, melahirkan sistem multi partai yang cenderung tidak efektif, pemilihan presiden wakil presiden secara langsung yang belum diimbangi kesiapan infrastruktur sosial berupa kesiapan mental elit politik dan masyarakat yang kondusif bagi terciptanya demokrasi yang bermartabat. Kekuasaan DPR-DPRD yang sangat kuat seringkali disalahgunakan sebagai ajang manuver kekuatan politik yang berdampak timbulnya ketegangan-ketegangan suasana politik nasional, dan hubungan eksekutif dan legeslatif. Pengembangan otonomi daerah berekses pada semakin bermunculan daerah otonomi khusus, pemekaran wilayah yang kadang tidak dilandasi asas-asas kepentingan nasional sehingga sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahan terkesan menjadi ”chaos” (Siswono Yudohusodo, 2004:5). Situasi lain yang saat ini muncul yaitu melemahnya komitmen masyarakat terhadap nilainilai dasar yang telah lama menjadi prinsip dan bahkan sebagai pandangan hidup, mengakibatkan sistem filosofi angsa Indonesia menjadi rapuh. Ada dua faktor penyebabnya, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal, berupa pengaruh globalisasi yang di semangati liberalisme mendorong lahirnya sistemkapitalisme di bidang ekonomi dan demokrasi liberal di bidang politik. Dalam praktiknya sistem kapitalisme dan demokrasi liberal yang disponsori oleh negara-negara maju seperti Amerika, mampu menggeser tatanan dunia lama yang lokal regional menjadi tatanan dunia baru yang bersifat global mondial. Bahkan mampu menyusup dan mempengaruhi tatanan nilai kehidupan internal setiap bangsa di dunia. Tarik ulur yang memicu ketegangan saat ini sedang terjadi dalam internal setiap bangsa, antara keinginan untuk mempertahankan sistem nilai sendiri yang menjadi identitas bangsa, dengan adanya kekuatan nilai-nilai asing yang telah dikemas melalui teknologinya (Iriyanto Widisuseno, 2004: 4). Sejauh mana kekuatan setiap bangsa termasuk bangsa Indonesia untuk mengadaptasi nilainilai asing tersebut. Bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia sangat rentan 3 terkooptasi nilai-nilai asing yang cenderung berorientasi praktis dan pragmatis dapat menggeser nilai-nilai dasar kehidupan. Kecenderungan munculnya situasi semacam ini sudah mulai menggejala di kalangan masyarakat dan bangsa Indonesia saat ini. Seperti nampak pada sebagian masyarakat dan bahkan para elit yang sudah semakin melupakan peran nilai-nilai dasar yang wujud kristalisasinya berupa Pancasila dalam perbincangan lingkup ketatanegaraan atau bahkan kehidupan sehari-hari. Pancasila sudah semakin tergeser dari perannya dalam praktik ketatanegaraan dan produk kebijakan-kebijakan pembangunan. Praktik penyelenggaraan ketatanegaraan dan pembangunan sudah menjauh dan terlepas dari konsep filosofis yang seutuhnya. Eksistensi Pancasila nampak hanya dalam status formalnya yaitu sebagai dasar negara, tetapi sebagai sistem filosofi bangsa sudah tidak memiliki daya spirit bagi kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. Sistem filosofi Pancasila sudah rapuh. Masyarakat dan bangsa Indonesia kehilangan dasar, pegangan dan arah pembangunan. Faktor internal, yaitu bersumber dari internal bangsa Indonesiasendiri. Kenyataan seperti ini muncul dari kesalahan sebagian masyarakat dalam memahami Pancasila. Banyak kalangan masyarakat memandang Pancasila tidak dapat mengatasi masalah krisis. Sebagian lagi masyarakat menganggap bahwa Pancasila merupakan alat legitimasi kekuasaan Orde Baru. Segala titik kelemahan pada Orde Baru linier dengan Pancasila. Akibat yang timbul dari kesalahan pemahaman tentang Pancasila ini sebagian masyarakat menyalahkan Pancasila, bahkan anti Pancasila. Kenyataan semacam ini sekarang sedang menggejala pada sebagian masyarakat Indonesia. Kesalahan pemahaman (epistemologis) ini menjadikan masyarakat telah kehilangan sumber dan sarana orientasi nilai. Disorientasi nilai dan distorsi nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia dewasa ini. Disorientasi nilai terjadi saat masyarakat menghadapi masa transisi dan transformasi. Dalam masa transisi terdapat peralihan dari masyarakat pedesaan menjadi masyarakat perkotaan, masyarakat agraris ke masyarakat industri dan jasa, dari tipologi masyarakat tradisional ke masyarakat modern, dari mayarakat paternalistik ke arah masyarakat demokratis, dari masyarakat feodal ke masyarakat egaliter, dari makhluk sosial ke makhluk ekonomi. Dalam proses transisi ini menyebabkan sebagian masyarakat Indonesia mengalami kegoyahan konseptual tentang prinsip-prinsip kehidupan yang telah lama menjadi pegangan hidup, sehingga 4 timbul kekaburan dan ketidakpastian landasan pijak untuk mengenali dan menyikapi berbagai persoalan kehidupan yang dihadapi. Dalam masa transformasi, terjadi pergeseran tata nilai kehidupan sebagian masyarakat Indonesia sebagai dampak dari proses transisi, misal beralihnya dari kebiasaan cara pandang masyarakat yang mengapresiasi nilai-nilai tradisional ke arah nilai-nilai modern yang cenderung rasional dan pragmatis, dari kebiasaan hidup dalam tata pergaulan masyarakat yang konformistik bergeser ke arah tata pergaulanmasyarakat yang dilandasi cara pandang individualistik. Distorsi nasionalisme, suatu fenomena sosial pada sebagianmasyarakat Indeonesia yang menggambarkan semakin pudar rasa kesediaan mereka untuk hidup eksis bersama, menipisnya rasa dan kesadaran akan adanya jiwa dan prinsip spiritual yang berakar pada kepahlawanan masa silam yang tumbuh karena kesamaan penderitaan dan kemuliaan di masa lalu. Hilangnya rasa saling percaya (trust) antar sesama baik horizontal maupun vertikal. Fenomena yang kini berkembang adalah rasa saling curiga, dan menjatuhkan sesama. Inilah tanda-tanda melemahnya kohesivitas sosial kemasyarakatan di antara kita sekarang ini. 1.2. Rumusan Masalah 1) Apa pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ? 2) Bagaimana sejarah Pendidikan Kewarganegaraan ? 3) Apa hakikat Pendidikan Kewarganegaraan ? 4) Apa ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan ? 5) Apa fungsi Pendidikan Kewarganegaraan ? 6) Apa tujuan Pendidikan Kewarganegaran ? 7) Apa pentingnya PKn Bagi Mahasiswa ? 8) Bagaimana peran PKn Sebagai Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) ? 9) Bagaimana peran Pancasila Sebagai Nilai Dasar PKn Untuk Berkarya Bagi Lulusan PT ? 10) Bagaimana standar Keberhasilan PKn ? 1.3. Tujuan 5 1) Untuk mengetahui Apa pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ? 2) Untuk mengetahui Bagaimana sejarah Pendidikan Kewarganegaraan ? 3) Untuk mengetahui Apa hakikat Pendidikan Kewarganegaraan ? 4) Untuk mengetahui Apa ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan ? 5) Untuk mengetahui Apa fungsi Pendidikan Kewarganegaraan ? 6) Untuk mengetahui Apa tujuan Pendidikan Kewarganegaran ? 7) Untuk mengetahui Apa pentingnya PKn Bagi Mahasiswa ? 8) Untuk mengetahui Bagaimana peran PKn Sebagai Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) ? 9) Untuk mengetahui Bagaimana peran Pancasila Sebagai Nilai Dasar PKn Untuk Berkarya Bagi Lulusan PT ? 10) Untuk mengetahui Bagaimana standar Keberhasilan PKn ? 1.4. Sistematika Penulisan Kata Pengantar Daftar Isi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan 1.4. Sistematika Penulisan BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan 2.1.1. Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Para Ahli 2.2. Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan 2.3. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 6 2.4. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan 2.5. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan 2.6. Tujuan Pendidikan Kewarganegaran 2.7. Pentingnya PKn Bagi Mahasiswa 2.8. PKn Sebagai Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) 2.8.1. PKn Sebagai MPK 2.8.2. Pedoman dan Sumber Orientasi 2.8.3. PKn Sebagai Pendidikan Karakter 2.9. Pancasila Sebagai Nilai Dasar PKn Untuk Berkarya Bagi Lulusan PT 2.9.1. Dasar Mutlak dalam Berikir dan Berkarya 2.9.2. Karya Berlandas Pancasila BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 3.2. Saran DAFTAR PUSTAKA 7 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Definisi dan pengertian pendidikan kewarganeraaan adalah suatu upaya sadar dan terencana mencerdaskan warga negara (khususnya generasi muda). Caranya dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa agar mampu berpartisipasi aktif dalam pembelaan negara. Dengan kata lain pendidikan kewarganegaraan merupakan alat untuk membangun dan memajukan suatu negara. Dalam implementasinya pendidikan kewarganegaraan menerapkan prinsip-prinsip demokratis dan humanis. Pendidikan kewarganegaraan adalah arti generik yang meliputi pengalaman belajar di sekolah serta diluar sekolah, seperti yang berlangsung di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan, serta dalam media. Dalam makna luas, pendidikan kewarganegaraan dimaknai juga sebagai pendidikan demokrasi yang mempunyai tujuan untuk menyiapkan warga masyarakat berfikir kritis serta melakukan tindakan demokratis, lewat kesibukan menanamkan kesadaran pada generasi baru bahwa demokrasi yaitu bentuk kehidupan orang-orang yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Cholisin (Samsuri, 2011) berpandangan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan politik yang konsentrasi materinya peranan warga negara dalam kehidupan bernegara yang kesemuanya itu diolah dalam rencana untuk membina peranan tersebut sesuai dengan ketetapan Pancasila serta UUD 1945 supaya jadi warga negara yang bisa dihandalkan oleh bangsa serta negara. 2.1.1. Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Para Ahli 1. Merphin Panjaitan Pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan demokrasi. Tujuannya untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang berjiwa demokratis dan partisipatif lewat pendidikan yang bersifat dialogial. 8 2. Soedijarto Pendidikan Kewarganegaraan itu merupakan pendidikan politik yang memiliki tujuan membantu peserta didik untuk dapat jadi warga negara yang dewasa secara politik dan dapat ikut serta membangun sistem perpolitikan yang bersifat demokratis. 3. Azyumardi Azra Pendidikan Kewarganegaraan mengkaji dan membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, hak dan kewajiban negara serta demokrasi. Secara sustantif, pendidikan kewarganegaraan juga membangun kesiapan menjadi warga dunia. 4. Henry Rendall Waite Ilmu kewarganegaraan membicarakan hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi (sosial, ekonomi, politik) dan antara individuindividu dengan negara. 5. Zamroni Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis 6. Tim ICCE UIN Jakarta Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan di mana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy dan political participationserta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional Tim ICCE UIN Jakarta Unsur-unsur yang harus dipertimbangkan dalam menyusun program civic education yang diharapkan akan menolong para peserta didik untuk: • Mengetahui, memahami dan mengapresiasi cita-cita nasional. 9 • Dapat membuat keputusan-keputusan cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai macam masalah pribadi, masalah masyarakat dan masalah negara. 7. Daryono Kewarganegaraan adalah isi pokok yang mencakup hak dan kewajiban warga Negara.Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus : Negara ) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga Negara. 8. Wolhoff Kewarganegaraan ialah keanggotaan suatu bangsa tertentu yakni sejumlah manusia yang terikat dengan yang lainnya karena kesatuan bahasa kehidupan social-budaya serta kesadaran nasionalnya. Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan yang membedakana adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh secara hokum berpartisispasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara. 9. Ko Swaw Sik ( 1957 ) Kewarganegaraan ialah ikatan hukum antara Negara dan seseorang. Ikatan itu menjadi suatu “kontrak politis” antara Negara yang mendapat status sebagai Negara yang berdaulat dan diakui karena memiliki tata Negara. Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan . didalam pengertian ini, warga suatu kota atau kapubaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya social) yang berbeda-beda bagi warganya. 10. R. Daman Kewarganegaraan istilah hal-hal yang berhubungan dengan penduduk suatu bangsa. 10 11. Graham Murdock ( 1994 ) Kewarganegaraan ialah hak untuk berpartisipasi secara utuh dalam berbagai pola struktur social, politik dan kehidupan kultural serta untuk membantu menciptakan bentuk-bentuk yang selanjutnya dengan begitu maka memperbesar ide-ide. 12. R. Parman Kewarganegaraan ialah suatu hal-hal yang berhubungan dengan penduduk suatu bangsa. 13. Soemantri Kewarganegaraan ialah sesuatu yang berhubungan dengan manusia sebagai individu dalam suatu perkumpulan yang terorganisir dalam hubungan dengan Negara. 14. Mr. Wiyanto Dwijo Hardjono, S.Pd. Kewarganegaraan ialah keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus:Negara) yang dengannya membawa hak untuk berprestasi dalam kegiatan-kegiatan politik. 15. Stanley E. Ptnord dan Etner F.Peliger Kewarganegaraan ialah studi yang berhubungan dengan tugas-tugas pemerintahan dan hak-kewajiban warga Negara. 16. Civitas Internasional Civic Education adalah pendidikan yang mencakup pemahaman dasar tentang cara kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya, pemahaman tentang rule of law, HAM, penguatan ketrampilan partisipatif yang demokratis, pengembangan budaya demokratis dan perdamaian. Muhammad Numan Soemantri: • Kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah. • Meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat yang demokratis. 11 • Termasuk pula hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat obyektif untuk hidup bernegara. Jadi pendidikan kewarganegaraan (civic education) adalah program : 1. Memuat bahasan tentang: a. Masalah kebangsaan. b. Masalah kewarganegaraan. 2. Dalam hubungannya dengan: a. Negara b. Demokrasi c. HAM d. Masyarakat madani 3. Dalam implementasinya menerapkan prinsip-prinsip pendidikan demokratis dan humanis. 2.2. Sejarah dan perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan Dalam sejarah timbulnya istilah Civics di Indonesia dapat dilukiskan secara kronologis.Sejak tahun 1957 dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas terdapat istilah kewarganegaraan yaitu pelajaran yang ditempelkan dalam pelajaran tatanegara.Isinya hanya membahas tentang cara-cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan. Setelah adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu berlakunya kembali UndangUndang Dasar 1945 dan Pidato P.Y.M Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959, maka dianggap wajar untuk melakukan pembaruan pendidikan nasional. Salah satu hal untuk menyempurnakan pendidikan itu adalah usaha menimbulkan pengertian dan jiwa patriotisme pada diri murid sekolah. Oleh karena itu, maka dengan Surat Keputusan Nomor 122274/S, tanggal 10 Desember 1959 di Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan telah dibentuk panitia yang terdiri atas tujuh orang pegawai Departemen PPdan K, yaitu Mr. Soepardo, Mr.M.Hoetahoeroek, Soeroyo Warsid, Soemardjo, Chalid Rasyidi, Soekarno dan Mr.J.C.T Simorangkir yang diberi tugas untuk membuat buku pedoman mengenai kewajiban-kewajiban dan hak-hak warga Negara Indonesia disertai dengan hal-hal yang akan menginsafkan mereka tentang sebab-sebab sejarah dan tujuan revolusi kemerdekaan bangsa Indonesia. Buku tersebut adalah Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia (Civic) yang diterbitkan pada 12 November 1960 dimana kata sambutan diberikan oleh menteri Pendidikan,Pengajaran dan Kebudayaan (pada waktu itu) Prijono. Buku tersebut mendapat sambutan dan perhatian besar dari masyarakat serta berbagai instansi. Selanjutnya istilah “kewarganegaraan” diubah menjadi “kewargaannegara” .Saran ini dating dari Menteri Kehakiman Mr. Sahardjo yang lebih menekankan pengertian dan isi serta kewajiban dan tugas serta hak warganegara. 12 Sumber pertama buku tersebut adalah pidato-pidato Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia berikut penjelasan-penjelasannya. Dengan buku tersebut, dimaksudkan dapat membentuk manusia Indonesia baru yang berjiwa patriotic, mengerti dan mendukung Manifesto Politik Republik Indonesia beserta USDEK (U=Undang-Undang Dasar 1945, S=Sosialisme ala Indonesia, D=Demokrasi terpimpin, E=Ekonomi terpimpin dan K=Kepribadian ala Indonesia), sehingga masyarakat akan berusaha keras untuk membangun masyarakat baru, yang oleh Presiden Soekarno disebut masyarakat sosialis Indonesia, di dalam rangka Negara Republik Kesatuan Indonesia yang meliputi juga Irian Barat dan yang ingin hidup damai dengan segala bangsa di seluruh dunia yang besar dan segala macam penindasan dan penjajahan. Dari uraian tersebut jelaslah bahwa kewarganegaraan (Civic) pada masa itu identik dengan indoktrinasi karena pelajaran Civic berisikan haluan Negara yaitu Manifesto Politik USDEK. Pada tahun 1968, istilah Civic di sekolah diberi nama “Pendidikan Kewargaan Negara”. (Catatan : istilah Pendidikan Kewargaan Negara, dengan meletakkan akhiran -an di tengahtengah, dimaksudkan bahwa tekanannya pada warga Negara, bukan pada Negara. Dewasa ini istilah tersebut diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan , dengan meletakkan akhiran -an pada akhir kata, sesuai dengan saran dari Lembaga Bahasa, bahwa akhiran -an harus diletakkan pada bagian akhir kata). Apabila ditelaah maksud dari pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara, baik di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas serta sekolah lainnya, maksudnya tidak lain dari mengembangkan dan menumbuhkan warga negara yang baik. Isi bahan pelajaran mengandung elemen-elemen nasionalisme, patriotisme, kenegaraan, etika, agama, kebudayaan, pokoknya segala sesuatu yang dianggap baik menurut moral Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan keputusan-keputusan lembaga legislatif serta pemerintah.Nilainilai tersebut dalam pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara tidak dapat disangkal adalah baik sekali, hanya saja dalam susunan pelajaran di sekolah terlalu menekankan kepada soal-soal kenegaraan, sedangkan kebutuhan pribadi pelajar kurang diperhatikan. Di Sekolah Dasar, mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara terdiri dari integrasi dari pelajaran ilmu bumi, sejarah Indonesia dan pengetahuan kewargaan Negara (Civic). Di Sekolah Menengah Pertama, terdiri dari 30 persen mengenai sejarah kebangsaan, 30 persen 13 mengenai kejadian setelah Indonesia merdeka dan 40 persen mengenai Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan di Sekolah Menengah Atas, 100 persen mengenai Undang-Undang Dasar 1945. Dari gambaran tersebut di atas jelaslah bahwa walaupun nama mata pelajarannya Pendidikan Kewargaan Negara, namun belum menyentuh kebutuhan serta motivasi para pelajar untuk menerapkannya dalam praktek. Mata pelajaran lebih bersifat hafalan dan kurang diminati para pelajar. Pada tahun 1975, pemerintah mengganti istilah Pendidikan Kewargaan Negara menjadi pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dimana pemerintah menganggap mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara kurang mampu mengembangkan perilaku warga negara yang mendukung garis kebijakan Orde Baru, pertahanan keamanan nasional serta pembangunan nasional sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah. Di sisi lain, dalam Pidato Kenegaraan di depan DPR pada tanggal 16 Agustus 1978 Presiden Soeharto menegaskan, “Tiidak perlu diragukan lagi bahwa kita dengan sungguh-sungguh, dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga, dan kalau perlu mempertaruhkan apa saja, untuk mewujudkan kehidupan bangsa kita dalam bernegara dan berpemerintahan sesuai dengan falsafah dan ideologi Negara Pancasila dan konstitusi Negara Undang-Undang Dasar 1945”. Sejak kelahirannya Orde baru memang bertekad untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945.Beliau juga menilai bahwa sejak itu kehidupan konstitusi terus ditumbuhkan karena adanya kesadaran bahwa kehidupan konstitusional adalah hal yang fundamental dalam usaha pembinaan dan pembangunan bangsa agar bangsa itu dapat tumbuh dan berkembang dengan tertib, teratur, dan berkesinambungan. Selanjutnya ditetapkanlah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II Tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa), dimana ketentuan Pasal 4 menyatakan bahwa Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warganegara Indonesia, setiap penyelenggara negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah. Selanjutnya, seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya pendidikan Pancasila dan pendidikan Kewarganegaraan sebagai bahan 14 kajian wajib kurikulum semua jurusan, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39). Kurikulum Pendidikan Dasar dan Sekolah Menengah tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir P-4, akan tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P-4 dan sumber resmi lainnya. Menurut kurikulum 1994, PPKn diartikan sebagai mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia. Nilai luhur dan moral tersebut diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2002 mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warganegara cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan Negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Hal ini kemudian didukung oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai muatan wajib kurikulum pada pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Sesuai dengan isi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pendidikan Kewarganegaraan diarahkan kepada tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab. Secara Konseptual istilah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terangkum sebagai berikut : a. Kewarganegaraan (1956) 15 b. Civics (1959) c. Kewarganegaraan (1962) d. Pendidikan Kewarganegaraan (1968) e. Pendidikan Moral Pancasila (1975) f. Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994) g. Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tahun 2003) Dari uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia masih kabur dan masih menimbulkan kebingungan pada guru-guru Pendidikan Kewarganegaraan, karena terjadinya perubahan-perubahan politik serta kebijakan-kebijakan pemerintah. Dari penggunaan istilah tersebut sangat terlihat jelas ketidakajegannya dalam mengorganisir pendidikan kewarganegaraan, yang berakibat pada krisis operasional, dimana terjadinya perubahan konteks dan format pendidikannya. Menurut Kuhn (1970) krisis yang bersifat konseptual tersebut tercermin dalam ketidakajekan konsep atau istilah yang digunakan untuk pelajaran PKn. Krisis operasional tercermin terjadinya perubahan isi dan format buku pelajaran, penataran yang tidak artikulatif, dan fenomena kelas yang belum banyak dari penekanan pada proses kognitif memorisasi fakta dan konsep. Kedua jenis krisis tersebut terjadi karena memang sekolah masih tetap diperlakukan sebagai socio-political institution, dan masih belum efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran secara konseptual, karena belum adanya suatu paradigma pendidikan kewarganegaraan yang secara ajeg diterima dan dipakai secara nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional. 2.3. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Sehingga dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, memberi ilmu tentang tata Negara, menumbuhkan kepercayaan terhadap jati diri bangsa serta moral bangsa, maka takkan sulit untuk menjaga kelangsungan kehidupan dan kejayaan Indonesia. 16 Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan berdasarkan Nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk prilaku dalam kehidupan sehari-hari para mahasiswa baik sebagai individu, sebagai calon guru/pendidik, anggota masyarakat dan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Hakikat Pendidikan Kewarganegaran adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD1945. Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan antara lain agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM, agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai, agar mahasiswa memilik kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam upaya menyelesaikan konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan nilai-nilai universal, agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM, dan demokrasi, agar mahasiswa mampu memberikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan kebijakan publik, agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban). Pendidikan Kewarganegaraan lah yang mengajarkan bagaimana seseorang menjadi warga negara yang lebih bertanggung jawab. Karena kewarganegaraan itu tidak dapat diwariskan begitu saja melainkan harus dipelajari dan di alami oleh masing-masing orang. Apalagi negara kita sedang menuju menjadi negara yang demokratis, maka secara tidak langsung warga negaranya harus lebih aktif dan partisipatif. Oleh karena itu kita sebagai mahasiswa harus memepelajarinya, agar kita bisa menjadi garda terdepan dalam melindungi negara. Garda kokoh yang akan terus dan terus melindungi Negara walaupun akan banyak aral merintang di depan. Kita semua tahu bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan bagaimana warga negara itu tidak hanya tunduk dan patuh terhadap negara, tetapi juga mengajarkan bagaimana sesungguhnya warga negara itu harus toleran dan mandiri. Pendidikan ini membuat setiap generasi baru memiliki ilmu pengetahuan, pengembangan keahlian, dan juga pengembangan karakter publik. Pengembangan komunikasi dengan lingkungan yang lebih luas juga tecakup 17 dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun pengembangan tersebut bisa dipelajari tanpa menempuh Pendidikan Kewarganegaran, akan lebih baik lagi jika Pendidikan ini di manfaatkan untuk pengambangan diri seluas-luasnya. Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah goyah dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita tidak akan mudah terpengaruh secara langsung budaya yang bukan berasal dari Indonesia dan juga menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di negara kita. Memiliki sikap tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Oleh karena itu mengapa Pendidikan Kewarganegaraan masih sangat penting untuk kita pelajari. Sebagai contoh adalah demonstrasi yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh mahasiswa. Tidak ada yang melarang siapapun untuk berdemonstrasi, tapi tentu saja semua itu ada aturannya. Kekacauan yang terjadi selama ini adalah mereka tidak mengetahui secara jelas aturan – aturan yang berlaku ( tidak tahu ilmunya ) sehingga mereka cenderung seenaknya sendiri dalam mengungkapkan aspirasinya atau mungkin saja mereka tahu tapi tidak mau tahu ( pengamalan yang salah ). Pada akhirnya hal tersebut bukannya memperbaiki keadaan malah menjadiakan keadaan semakin terpuruk. Karena itu pada intinya perlu adanya keseimbangan antara ilmu dan amal. Ketika semua warga negara sudah mengerti betul apa yang harus dilakukan, memiliki kesadaran tinggi untuk mengetrapkannya dan akhirnya benar – benar melaksanakannya sesuai aturan yang berlaku, saya percaya bahwa negara ini akan menjadi negara yang aman, tentram, damai seperti apa yang sudah diidam – idamkan sejak dulu. Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting manfaatnya, maka di masa depan harus segera dilakukan perubahan secara mendasar konsep, orientasi, materi, metode dan evaluasi pembelajarannya. Tujuannya adalah agar membangun kesadaran para pelajar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakan sebaik-baiknya dengan cara demokratis dan juga terdidik. Jadi Hakikat PKn, yaitu, Program pendidikan berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari hari. Sebuah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang 18 beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945. 2.4. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan Ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut : Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional. Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Kebutuhan warganegara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warganegara. Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan kostitusi. Kekuasaan dan Politik meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokarasi. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. (Kurikulum KTSP, 2006) 19 Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, sistem dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut. Adapun objek material dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan warganegara baik yang empirik maupun yang nonempirik, yang meliputi wawasan, sikap, dan perilaku warganegara dalam kesatuan bangsa dan negara. Sebagai objek formalnya mencakup dua segi, yaitu segi hubungan antara warganegara dan negara (termasuk hubungan antar warganegara) dan segi pembelaan negara. Mata pelajaran PKn memiliki klasifikasi materi yang dirangkum dalam ruang lingkup pembelajaran. Ruang lingkup pada materi mata pelajaran PKn sesuai Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi, meliputi: a. Persatuan dan kesatuan bangsa. b. Norma, hukum, dan peraturan. c. Hak asasi manusia. d. Kebutuhan warga negara. e. Konstitusi negara. f. Kekuasan dan Politik. g. Pancasila. h. Globalisasi. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa materi pembelajaran pada mata pelajaran PKn terangkum dalam ruang lingkup mata pelajaran PKn yang terdiri dari beberapa aspek, meliputi: ruang lingkup persatuan dan kesatuan bangsa, ruang lingkup norma, hukum, dan peraturan, ruang lingkup HAM (Hak Asasi Manusia), ruang lingkup kebutuhan dan konstitusi negara, ruang lingkup kekuasaan dan politik, ruang lingkup pancasila, serta ruang lingkup globalisasi. 20 Landasan Hukum Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Sedangkan kata hukum adalah sesuatu yang dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Hukum atau aturan baku diatas tidak selalu dalam bentuk tertulis. Jadi landasan hukum dapat diartikan sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu Adapun landasan hukum dalam pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai berikut: UUD 1945 Pembukaan UUD 1945 alinea keempat memberikan dasar pemikiran tentang tujuan Negara. Salah satu tujuan Negara adalah“Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” yang mengandung makna yang dalam. Dalam kehidupan berkewarganegaraan, pernyataan ini memberikan pesan kepada para penyelenggara Negara dan segenap rakyat agar memiliki kemampuan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku. Pasal 27 (1) menyatakan bahwa “Segala warga Negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Hak dan kewajiban setiap warga Negara untuk ikut serta dalam pembelaan Negara yang tercantum pada Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. Pasal 31 (1) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran” Keputusan Bersama Mendikbud dan Menhankam Keputusan tersebut menetapkan realisasi pendidikan bela Negara melalui jalur pengajaran / pendidikan khususnya pendidikan tinggi. · UU No. 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia dalam Lembaran Negara1982 No. 51, TLN 3234 1. Hak dan kewajiban warga Negara dalam upaya bela Negara melalui pendidikan pendahuluan bela Negara sebagai bagian integral pendidikan nasional yang tercantum pada Pasal 18. 21 2. Ketentuan bahwa PPBN wajib diikuti oleh setiap warga Negara. Pendidikan ini dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dan tahap selanjutnya melalui mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang Pendidikan tinggi yang tercantum pada Pasal 19 ayat (2). Undang-undang tersebut disempurnakan dengan UU No. 3 Tahun 2002 tentang UU Pertahanan Negara. · Surat Keputusan Bersama Mendikbud dan Menhankam Nomor 061U/1985 KEP/002/II/1985 Mata kuliah Kewarganegaraan sebagai salah satu Mata kuliah Dasar Umum (MKDU) pada semua perguruan tinggi di Indonesia. · UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penjelasan bahwa Pendidikan Bela Negara dan Pendidikan Kewiraan termasuk dalam Pendidikan Kewarganegaraan yang tercantum pada Bab IX Pasal 39 ayat (2), disempurnakan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. · Keputusan Mendiknas No. 232/U/2000 tentang penyusunan kurikulum Pendidikan Tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa. Landasan Ilmiah Landasan ilmiah pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Landasan ilmiah dalam pendidikan kewarganegaraan meliputi sebagai berikut: a. Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan Setiap warga Negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi Negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya.Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang berlandaskan nilainilai keagamaan, nilai-nilai moral, nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai 22 dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahasan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga Negara dengan Negara, serta pendidikan pendahuluan bela Negara yang semua ini berpijak pada nilai-nilai budaya serta dasar filosofi bangsa. Hal itulah yang menjadi landasan dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, system, dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut. Adapun objek material dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah segala hal yang berkaitan dengan warga Negara yang meliputi wawasan, sikap dan perilaku warga Negara dalam kesatuan bangsa dan Negara. Sebagai objek formalnya mencakup 2 segi, segi hubungan antara warga Negara dan Negara dan segi pembelaan Negara. Dalam hal ini Pendidikan Kewarganegaraan terarah pada warga Negara Indonesia dalam hubungannya dengan Negara Indonesia dan pada upaya pembelaan Negara Indonesia. Rumpun Keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan dapat disejajarkan dengan Civics Education yang dikenal di berbagai Negara. Sebagai bidang studi ilmiah, pendidikan kewarganegaraan bersifat antardisipliner bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu upaya pembahasan dan pengembangannya memerlukan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiologi, ilmu administrasi Negara, ilmu ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu budaya. Kompetensi yang diharapkan Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seseorang agar ia mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. 23 Kompetensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari seorang warga Negara dalam berhubungan dengan Negara, dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional. Penguasaan kompetensi (kecakapan) yang diharapkan bagi mahasiswa setelah mempelajari mata kuliah kewarganegaraan ini adalah sebagai berikut: 1) Mempunyai kemampuan berpikir, bersikap nasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai intelektual. 2) Mempunyai wawasan kesadaran berbangsa dan bernegara untuk membela Negara yang dilandasi oleh rasa cinta tanah air. Kesadaran bela negara ini berwujud sebagai kerelaan dan kesediaan melakukan upaya untuk kelangsungan hidup bangsa dan Negara melalui bidang profesinya. 3) Mempunyai wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara dan ketahanan nasional (National Resillience) untuk kelangsungan hidup bangsa dan Negara (Natural Survival). Merupakan suatu tuntutan pula bahwa bangsa Indonesia, terutama pemimpin termasuk para mahasiswa sebagai calon pemimpin harus mengenal dan memahami konsepsi pertahanan nasional. 4) Mempunyai pola pikir, pola sikap yang komprehensif integral dalam memecahkan masalah dan implementasi pembangunan nasional pada seluruh aspek kehidupan nasional. Pola pikir secara komprehensif integral adalah kemampuan berpikir tentang sesuatu dalam kaitannya dengan keseluruhannya. Dalam memandang peristiwa yang terjadi di masyarakat tidak boleh memandang secara individu / golongan melainkan berdasarkan pandangan kepentingan bersama, yaitu kepentingan masyarakat / bangsa dari berbagai aspek. 2.5. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan PKn sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan memiliki fungsi yang sangat esensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki keterampilan hidup bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara. Numan Somantri (2001:166) memberikan pemaparan mengenai fungsi PKn sebagai berikut: 24 “Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari”. Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NKRI 1945. Berdasarkan uraian di atas mengenai fungsi PKn, maka penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran PKn diharapkan dapat memberikan kemudahan belajar para siswa dalam menginternalisasikan moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari. 2.6. Tujuan Pendidikan Kewarganegaran Pendidikan Kewarganegaraan dilakukan oleh hampir seluruh bangsa di dunia, dengan menggunakan nama seperti: civic education, citizenship education, democracy education. PKn memiliki peran strategis dalam mempersiapkan warganegara yang cerdas, bertanggungjawab jawab dan beerkeadaban. Menurut rumusan Civic International (1995) bahwa “pendidikan demokrasi penting bagi pertumbuhan “civic culture” untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintahan, inilah satu tujuan penting pendidikan “civic” maupun citizenship” untuk mengatasi political apatism demokrasi (Azyumadi Azra, 2002 : 12 ). Semua negara yang formal menganut demokrasi menerapkan Pendidikan Kewarganegaraan dengan muatan, demokrasi, rule of law, HAM, dan perdamaian, dan selalu mengaitkan dengan kondisi situasional negara dan bangsa masing-masing Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia semestinya menjadi tanggungjawab semua pihak atau komponen bangsa, pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga keagamaan dan msyarakat industri (Hamdan Mansoer, 2004: 4) Searah dengan perubahan pendidikan ke masa depan dan dinamika internal bangsa Indonesia, program pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi harus mampu mencapai tujuan: 25 • Mengembangkan sikap dan perilaku kewarganegaraan yang mengapresiasi nilai-nilai moral-etika dan religius. • Menjadi warganegara yang cerdas berkarakter, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan • Menumbuhkembangkan jiwa dan semangat nasionalisme, dan rasa cinta pada tanah air. • Mengembangkan sikap demokratik berkeadaban dan bertanggungjawab, serta mengembangkan kemampuan kompetitif bangsa di era globalisasi. • Menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan Menurut Branson (1999) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, maupun nasional. Tujuan PKn dalam Depdiknas (2006) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut : a. b. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter- karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995) adalah sebagai berikut : a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.” 26 b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watakwatak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat. Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis, Pancasila sejati” (Somantri, 2001). Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi : a. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep, dan generalisasi teori. b. Keterampilan intelektual: 1) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai. 2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahui masalah; (b) keterampilan merumuskan hipotesis; (c) keterampilan mengumpulkan data; (d) keterampilan menafsirkan dan mneganalisis data; (e) keterampilan menguji hipotesis; (f) keterampilan merumuskan generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan. 27 c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan. d. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty (Numan Somantri, 1975) mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya. Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan, a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi, dan pandangan hidup negara RI. b. Melek konstitusi (UUD NKRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI. c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir di atas. d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar. Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005) bahwa tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar : a. Memberikan pengertian, pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila yang benar dan sah. b. Meletakkan dan membentuk pola pikir yang sesuai dengan Pancasila dan ciri khas serta watak ke-Indonesiaan. 28 c. Menanamkan nilai-nilai moral Pancasila ke dalam diri anak didik. d. Menggugah kesadaran anak didik sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia untuk selalu mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai moral Pancasila tanpa menutup kemungkinan bagi diakomodasikannya nilai-nilai laindari luar yang sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila terutama dalam menghadapi arus globalisasi dan dalam rangka kompetisi dalam pasar bebas dunia. e. Memberikan motivasi agar dalam setiap langkah laku lampahnya bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai, moral dan norma Pancasila. f. Mempersiapkan anak didik utuk menjadi warga negara dan warga masyarakat Indonesia yang baik dan bertanggung jawab serta mencintai bangsa dan negaranya. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM yang hanya mengacu pada aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai. 2.7. Pentingnya PKn Bagi Mahasiswa Setiap kali kita mendengar kata kewarganegaraan, secara tidak langsung otak merespon dan mengaitkan kewarganegaraan dengan pelajaran kewarganegaraan pada saat sekolah, dan mata kuliah kewarganegaraan pada saat kita kuliah. Bisa jadi kata kewarganegaraan di dalam memori otak tersimpan kuat karena setiap tahun dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas ada pelajaran kewarganegaraan yang harus dipelajari, dan ternyata saat kuliah juga ada. Dan di dalam bangku perkuliahan kita akan mempelajari lebih dalam seberapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan menjadi mata pelajaran setelah terpecah dari PPKn ataupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pada awalnya di gabung menjadi satu, karena isi dari Pendidikan Kewarganegaraan sendiri besumber dari Pancasila itu sendiri. Selanjutnya di pecah menjadi mata pelajaran sendiri karena Pendidikan Kewarganegaraan dianggap penting untuk di ajarkan kepada siswa dan dalam Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan materi kewarganegaraan yang lebih luas dan tidak hanya bersumber langsung dari 29 Pancasila. Mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan bagi sebagian mahasiswa tidak ubahnya mempelajari Pancasila tahap dua, atau bahkan tidak jauh berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila dan Sejarah Bangsa. Beberapa materinya memang berkaitan ataupun sama. Itulah mengapa Pendidikan kewarganegaraan selalu ?dianak tirikan? dalam percaturan dunia pendidikan. Menurut orang kebanyakan, lebih penting belajar matematika daripada PKn. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa. Mahasiswa adalah bibit unggul bangsa yang di mana pada masanya nanti bibit ini akan melahirkan pemimpin dunia. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembenahan, pembekalan, penentuan, dan akhirnya pemutusan prinsip diri. Negara, masyarakat masa datang, diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung kokohnya pendirian suatu Negara. Negara yang akan melangkah maju membutuhkan daya dukung besar dari masyarakat, membutuhkan tenaga kerja yang lebih berkualitas, dengan semangat loyalitas yang tinggi. Negara didorong untuk menggugah masyarakat agar dapat tercipta rasa persatuan dan kesatuan serta rasa turut memiliki. Masyarakat harus disadarkan untuk segera mengabdikan dirinya pada negaranya, bersatu padu dalam rasa yang sama untuk menghadapi krisis budaya, kepercayaaan, moral dan lain-lain. Negara harus menggambarkan image pada masyarakat agar timbul rasa bangga dan keinginan untuk melindungi serta mempertahankan Negara kita. Pendidikan kewarganegaraan adalah sebuah sarana tepat untuk memberikan gambaran secara langsung tentang hal-hal yang bersangkutan tentang kewarganegaraan pada mahasiswa. Pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Dalam konteks Indonesia, pendidikan kewarganegaraan itu berisi antara lain mengenai pruralisme yakni sikap menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas. Pendidikan itu mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka identitas nasional. Seperti yang pernah diungkapkan salah satu rektor sebuah universitas, ?tanpa pendidikan kewarganegaraan yang tepat akan lahir masyarakat egois. Tanpa penanaman nilai-nilai 30 kewarganegaraan, keragaman yang ada akan menjadi penjara dan neraka dalam artian menjadi sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan penting dan itu terkait dengan strategi kebudayaan.? Beliau menambahkan bahwa ada tiga fenomena pasca perang dunia II,yaitu : Fenomena pertama, saat bangsa-bangsa berfokus kepada nation-building atau pembangunan institusi negara secara politik. Di Indonesia, itu diprakarsai mantan Presiden Soekarno. Pendidikan arahnya untuk nasionalisasi. Fenomena kedua, terkait dengan tuntutan memakmurkan bangsa yang kemudian mendorong pendidikan sebagai bagian dari market-builder atau penguatan pasar dan ini diprakarsai mantan Presiden Soeharto. Fenomena ketiga, berhubungan dengan pengembangan peradaban dan kebudayaan. Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia sudah menampakkan fenomena tersebut dengan menguatkan pendidikannya untuk mendorong riset, kajian-kajian, dan pengembangan kebudayaan. Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Sehingga dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, memberi ilmu tentang tata Negara, menumbuhkan kepercayaan terhadap jati diri bangsa serta moral bangsa, maka takkan sulit untuk menjaga kelangsungan kehidupan dan kejayaan Indonesia. Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan antara lain agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM, agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai, agar mahasiswa memilik kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam upaya menyelesaikan konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan nilai-nilai universal, agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM, dan demokrasi, agar 31 mahasiswa mampu memberikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan kebijakan publik, agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban). Pendidikan Kewarganegaraan lah yang mengajarkan bagaimana seseorang menjadi warga negara yang lebih bertanggung jawab. Karena kewarganegaraan itu tidak dapat diwariskan begitu saja melainkan harus dipelajari dan di alami oleh masing-masing orang. Apalagi negara kita sedang menuju menjadi negara yang demokratis, maka secara tidak langsung warga negaranya harus lebih aktif dan partisipatif. Oleh karena itu kita sebagai mahasiswa harus memepelajarinya, agar kita bisa menjadi garda terdepan dalam melindungi negara. Garda kokoh yang akan terus dan terus melindungi Negara walaupun akan banyak aral merintang di depan. Kita semua tahu bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan bagaimana warga negara itu tidak hanya tunduk dan patuh terhadap negara, tetapi juga mengajarkan bagaimana sesungguhnya warga negara itu harus toleran dan mandiri. Pendidikan ini membuat setiap generasi baru memiliki ilmu pengetahuan, pengembangan keahlian, dan juga pengembangan karakter publik. Pengembangan komunikasi dengan lingkungan yang lebih luas juga tecakup dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun pengembangan tersebut bisa dipelajari tanpa menempuh Pendidikan Kewarganegaran, akan lebih baik lagi jika Pendidikan ini di manfaatkan untuk pengambangan diri seluas-luasnya. Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah goyah dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita tidak akan mudah terpengaruh secara langsung budaya yang bukan berasal dari Indonesia dan juga menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di negara kita. Memiliki sikap tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Oleh karena itu mengapa Pendidikan Kewarganegaraan masih sangat penting untuk kita pelajari. Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting manfaatnya, maka di masa depan harus segera dilakukan perubahan secara mendasar konsep, orientasi, materi, metode dan evaluasi pembelajarannya. Tujuannya adalah agar membangun kesadaran para pelajar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakan sebaik-baiknya dengan cara demokratis dan juga terdidik. 32 2.8. PKn Sebagai Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) 2.8.1. PKN sebagai MPK Nilai-nilai dasar Pancasila haruslah diterapkan sejak bangku Perguruan Tinggi, disaat para Pemuda calon pemimpin bangsa ini mendapat pendidikan pertamanya untuk dapat berkarya dengan baik setelah mereka lulus dari Perguruan Tinggi nantinya. Semua itu dapat terwujud, dengan catatan pemerintah berkenan masukkan kembali kurikulum Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Selain itu, mengingat Visi Pkn di perguruan tinggi menjadi sumber nilai dan pedoman penyelenggaraan program studi untuk mengantarkan mahasiswa mengembangkan kepribadiannya selaku WNI yang berperan aktif menegakkan demokrasi menuju masyarakat madani. Untuk itulah mengapa disetiap Perguruan Tingga ada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Karena dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan inilah doktrindoktrin Pancasila mulai ditanamkan didalam jiwa setiap Mahasiswa, agar Mahasiswa mengenal, memahami, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar atau azas baginya nanti dalam berkarya setelah lulus dari Perguruan Tinggi. Misi Pkn di Perguruan Tinggi membantu mahasiswa sebagai WNI agar mampu mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan bangsa Indonesia serta kesadaran berbangsa, bernegara untuk menerapkan ilmunya secara bertanggung jawab terhadap kemanusiaan dan pembangunan. Kita ketahui bersama bahwa para kaum akademisi, atau para Mahasiswa dan Mahasiswi yang saat ini duduk di bangku Perguruan Tinggi baik itu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ataupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) kelak akan menjadi seseorang yang memimpin bangsa ini dengan bidang keahliannya masing-masing. Mereka akan berkarya dan membuat suatu karya yang akan menentukan nasib bangsa ini kedepannya. Untuk itulah diperlukan penanaman dan pemahaman nilai-nilai dasar Pancasila. Pancasila itu sendiri sifatnya empirik karena digali oleh pengalaman nenek moyang bangsa Indonesia, telah mendarah daging dalam diri insan Pancasilais, dan oleh karena itu terkristalisasi oleh nilai-nilai luhur yang memancar pada sila-sila Pancasila. 33 Keberadaan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) ditetapkan melalui: 1. Kepmendiknas No. 232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, menetapkan bahwa Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi/kelompok program studi. 2. Kepmendiknas No.045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi menetapkan bahwa Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kelompok Mata Kuliah Pegembangan Kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi/kelmpok program studi. 3. Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No. 43/Dikti/Kep/2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi, menetapkan status dan beban studi kelompok mata kuliah Pengembangan Kepribadian. Bahwasannya beban studi untuk Mata Kuliah Pendidikan Agama, Kewarganegaraan dan Bahasa masing-masing sebanyak 3 sks. Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh gambaran bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sebagai MPK karena PKn merupakan bagian kelompok MPK. Pertanyaan yang muncul di sini yaitu mengapa Pendidikan Kewarganegaraan diposisikan sebagai MPK ? Apa urgensi Pendidikan Kewarganegaraan sebagi MPK? MPK adalah suatu program pendidikan nilai yang dilaksanakan melalui proses pembelajaran di Perguruan Tinggi dan berfungsi sebagai model pengembangan jati diri dan kepribadian para mahasiswa, bertujuan membangun manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri, serta mempunyai rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Iriyanto Ws, 2005:2 ). Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian termasuk Pendidikan Kewarganegaraan yang termuat dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi tahun akademik 2002-2003 dirancang berbasis kompetensi. Secara umum Kurikulum Berbasis Kompetensi selalu menekankan kejelasan hasil didik sebagai seorang yang memiliki kemampuan dalam hal; 34 1. Menguasai ilmu dan ketrampilan tertentu; 2. Menguasai penerapan ilmu dan ketrampilan dalam bentuk kekaryaan; 3. Menguasai sikap berkarya secara profesional; 4. Menguasai hakikat dan kemampuan dalam berkehidupan bermasyarakat Keempat kompetensi program pembelajaran KBK tersebut di atas dikembangkan dengan menempatkan MPK sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, yaitu sebagai pedoman dan dasar kekaryaan. Seorang lulusan pendidikan tinggi diharapkan mampu menerapkan bekal pendidikannya sebagai cara-cara penemuan, pisau analisis (a method of inquiry) dalam memerankan dirinya sebagai pencerah masyarakat, kehidupan berbangsa dan bernegara (Hamdan Mansoer, 2004: 5). Universitas memberikan Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (MPK) sebagai pengembangan kepribadian karena pendidikan kewarganegaraan dapat membantu mahasiswamahasiswi menjadi warga negara yang baik sekaligus paham antara hak dan kewajiban, dapat hidup berdemokrasi, nasionalis, dengan dibekali nilai-nilai moral, norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Mata kuliah menyelenggarakan Pendidikan pendidikan Kewarganegaraan kebangsaan, juga demokrasi, merupakan hukum, pelajaran multikultural, yang dan kewarganegaraan bagi mahasiswa guna mendukung terwujudnya warga Negara yang sadar akan hak dan kewajiban, serta cerdas, terampil dan berkarakter sehingga dapat diandalkan untuk membangun bangsa dan Negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sesuai bidang keilmuan dan profesinya. Menurut Iriyanto, Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (MPK) adalah suatu program pendidikan nilai yang dilaksanakan melalui proses pembelajaran di Perguruan Tinggi dan berfungsi sebagai model pengembangan jati diri dan kepribadian para mahasiswa, bertujuan untuk membangun manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri, serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. 35 Agar bangsa Indonesia tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain maka Pendidikan Nasional Indonesia perlu dikembangkan searah dengan perubahan pendidikan ke masa depan. Pendidikan nasional memiliki fungsi sangat strategis yaitu “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship Education) di perguruan tinggi sebagai kelompok MPK diharapkan dapat mengemban misi fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut. Melalui pengasuhan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi yang substansi kajian dan materi instruksionalnya menunjang dan relevan dengan pembangunan masyarakat demokratik berkeadaban, diharapkan mahasiswa akan tumbuh menjadi ilmuwan atau profesional, berdaya saing secara internasionasional, warganegara Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pergeseran nilai dapat terjadi disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal adalah pengaruh dari adanya globalisasi yang masuk kedalam bangsa kita. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang bersumber dari bangsa Indonesia sendiri. Contoh dari faktor eksternal adalah globalisasi yang di semangati liberalisme mendorong lahirnya sistem kapitalisme di bidang ekonomi dan demokrasi liberal di bidang politik. Munculnya sistem baru seperti ini mampu menggeser tatanan dunia lama yang lokal regional menjadi tatanan dunia baru yang bersifat global. Masuknya nilai dan sistem – sistem baru dari luar seperti ini menyebabkan terjadinya loncatan atau pergeseran dalam sistem tata nilai kita. Muncul suatu keraguan untuk menerima nilai – nilai baru tersebut atau mempertahankan nilai – nilai dasar yang dipegang oleh negara kita. Sedangkan contoh dari faktor internal adalah faktor yang bersumber dari bangsa Indonesia sendiri. Hal seperti ini dapat terjadi karena kurangnya pemahaman seorang warga negara dalam memahami Pancasila. Pancasila dianggap sebagai sebuah alat legitimasi kekuasaan Orde Baru yang tidak dapat menyelesaikan krisis yang sedang dihadapi oleh negara. Pemikiran seperti ini membuat semakin banyak orang yang menganggap remeh Pancasila, bahkan menjadi anti Pancasila. Kesalahpahaman seperti ini menjadikan masyarakat telah kehilangan sumber dan 36 sarana orientasi terhadap nilai sikap anti Pancasila seperti ini dapat menimbulkan masalah baru dalam masyarakat, yaitu berkurangnya sikap nasionalisme. Kita semua tahu bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan bagaimana warga negara itu tidak hanya tunduk dan patuh terhadap negara, tetapi juga mengajarkan bagaimana sesungguhnya warga negara itu harus toleran dan mandiri. Pendidikan ini membuat setiap generasi baru memiliki ilmu pengetahuan, pengembangan keahlian, dan juga pengembangan karakter publik. Pengembangan komunikasi dengan lingkungan yang lebih luas juga tecakup dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun pengembangan tersebut bisa dipelajari tanpa menempuh Pendidikan Kewarganegaran, akan lebih baik lagi jika Pendidikan ini di manfaatkan untuk pengembangan diri seluas-luasnya. Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah goyah dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita tidak akan mudah terpengaruh secara langsung budaya yang bukan berasal dari Indonesia dan juga menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di negara kita. Memiliki sikap tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting manfaatnya, maka di masa depan harus segera dilakukan perubahan secara mendasar konsep, orientasi, materi, metode dan evaluasi pembelajarannya. Tujuannya adalah agar membangun kesadaran para pelajar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakan sebaik-baiknya dengan cara demokratis dan juga terdidik. 2.8.2. Pedoman dan Sumber Orientasi Telah Kita ketahui sebagaimana yang Penulis paparkan diatas, bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian memiliki misi untuk mendoktrinkan nilai-nilai dasar Pancasila kepada para Mahasiswa. Nilai-nilai dasar Pancasila yang telah didoktrinkan oleh para dosen yang profesional itu digunakan untuk berkarya nantinya setelah para Mahasiswa tersebut lulus dari Perguruan Tinggi. Pancasila adalah falsafah yang identik dengan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia juga sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai hsil perenungan yang mendalam dari para tokoh-tokoh kenegaraan Indonesia yang semul untuk merumuskan dasar Negara yang akan merdeka adalah merupakan suatu sistem filsafat, karena telah memenuhi ciri-ciri pokok 37 filsafat. Untuk itu, maka nilai-nilai dasar Pancasila yang telah mereka dapatkan di bangku Perguruan Tinggi harus dijadikan sebagai Pedoman dan Sumber Orientasi. Sehingga disaat mereka mencapai masa untuk berkarya, maka para Mahasiswa tersebut memiliki pedoman yang jelas, yaitu nilai-nilai Pancasila. Sehingga terlaksana dengan sempurnalah proses pengembangan kepribadian yang telah mereka jalani di bangku Perguruan Tinggi. Peran nilai-nilai dalam setiap Sila Pancasila adalah sebagai berikut. 1) Nilai Ketuhanan dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa : dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak memberikan ruang sedikitpun bagi faham Ateisme, Fundamentalisme, dan Ekstrimisme Keagamaan, Sekularisme keilmuan, Antroposentrisme dan Kosmosentrisme. Sehingga jelas yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah, keyakinan dan pengakuan yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan terhadap suatu Dzat Yang Maha Tunggal tiada duanya yang Sempurna sebagai Penyebab Pertama.[8] Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini juga menempatkan manusia dalam alam sebagai bagiannya dan bukan sebagai pusatnya. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini juga melengkapi ilmu pengetahuan menciptakan perimbangan antara yang rasional dan irasional, antara akal dan fikiran. Sehingga, moral Pancasila yang pertama adalah Keyakinan dan Kerukunan sebagai wujud nyata dari ketaqwaam dam keimanan.[9] Karena hasil karya yang baik, selalu datang dari orang-orang yang berlatar belakang baik. Adapun perwujudan dari Ketuhanan Yang Maha Esa ini ialah sikap hidup, pandangan hidup, dan taat kepada Tuhan dengan dibimbing ajaran agamaNya, yang telah diwahyukan kepada orang-orang tertentu yang biasa disebut para Rasul dan Nabi.[10] 2) Nilai Kemanusiaan dalam Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab : Pengembangan Ilmu harus didasari pada tujuan awal ditemukan ilmu atau fungsinya semula, yaitu untuk mencerdaskan, mensejahterakan, dan memartabatkan manusia, ilmu tidak hanya untuk kelompok dan lapisan tertentu. Untuk itu, maka Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab memberi arah dan pengendalian Ilmu Pengetahuan. Keadilan yang dimaksud adalah keadilan yang benar bukan Keadilan yang tidak berlandaskan pada kebenaran.[11] 3) Nilai Persatuan dalam Sila Persatuan Indonesia : Solidaritas pada Subsistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidak mengganggu 38 integrasi. Nilai Persatuan dalam Sila Persatuan Indonesia sensinya adalah pengakuan Kebhinekaan dalam Persatuan: Koeksistensi, Kohesivitas, Kesetaraan, Kekeluargaan, Supremasi Hukum. Sila Persatuan Indonesia juga memiliki nilai yang mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila yang lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub sistem. 4) Nilai Kerakyatan dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan: Eksperimentasi penerapan dan penyebaran Ilmu Pengehatuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian, dan penerapan masal. Nilai Kerakyatan dalam Sila ke 4 ini esensinya adalah menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang berkeadaban. Tidak memberi ruang bagi egoisme keilmuan (puritanisme, otonomi keilmuan), liberalisme dan individualism dalam konteks kehidupan. Nilai Kerakyatan dalam Sila ke 4 ini juga mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan dan teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa. 5) Nilai Keadilan dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menekankan ketiga keadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan komulatif. Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan kepentingan antara individu dan masyarakat, karena kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan semu. Individualitas merupakan landasan yang memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi. Dalam arti lain, keadilan bermakna melindungi dan membantu yang tidak berdaya, tidak ada rasa cemburu sosial yang tinggi karena tidak ada kelompok tertentu diberlakukan istimewa yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.[12] Dalam penyusunan dan pengembangan substansi kajian Pendidikan Kewarganegaraan didalam Perguruan Tinggi, kelima nilai dasar inilah yang ditanamkan kepada para Mahasiswa sebagai pedoman dan sumber orientasi mereka untuk mereka dalam berkarya. 2.8,3. PKn Sebagai Pendidikan Karakter Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan politik yang fokus materinya berupa peranan warga negara dalam kehidupan bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan 39 UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (Prewitt & Dawson, dan Aziz dkk dalam Cholisin, 2004:10). Pendidikan Kewarganegaraan lebih merupakan bentuk pengajaran politik atau pendidikan politik. Sebagai pendidikan politik berarti fokusnya lebih menekankan bagaimana membina warga negara yang lebih baik (memiliki kesadaran politik dan hukum) lewat suatu proses belajar mengajar (Cholisin, 2004:11). Selain itu, Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kemudian tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan menurut Kurikulum 2004 adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi sebagai berikut: 1. berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; 2. berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bernegara; 3. berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakterkarakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; 4. berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Standar Kompetensi Kewarganegaraan SMA/Aliyah Tahun 2003). Selain itu, dari sisi teori dan implementasinya mata pelajaran PKn mempunyai peran yang sangat penting dalam pendidikan untuk mengembangkan pembangunan karakter melalui peran guru PKn. Sesuai dengan salah satu misi mata pelajaran PKn paradigma baru yaitu sebagai pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang perlu didukung dengan baik dan nyata, dengan pendidikan karakter yang tepat akan dihasilkan output generasi muda yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas secara lahir maupun batin. PKn sebagai salah satu mata pelajaran yang memiliki muatan dalam pendidikan moral dan nasioalisme, merupakan sebuah mata pelajaran yang wajib mengambil bagian dalam proses pendidikan karakter melalui peran guru PKn. Dengan menerapkan metode pengajaran yang tepat dan didukung oleh semua jajaran personel dilembaga pendidikan tersebut, maka guru PKn dapat 40 mengambil inisiatif untuk menjadi pendorong berlangsungnya program pembelajaran karakter tersebut. Sebagai output dari pembelajaran PKn ini akan diperoleh generasi yang memiliki sumber daya manusia yang benar-benar berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Untuk mewujudkan pendidikan PKn sebagai bagian dari pendidikan karakter yang mengandung moral, nilai, demokrasi serta Pancasila, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan guru PKn, yakni sebagai berikut: 1. Dalam pembelajaran PKn sebaiknya dilakukan dengan pendekatan komprehensif, baik komprehensif dalam isi, metode, maupun dalam keseluruhan proses pendidikan. Isi pendidikan PKn hendaknya meliputi semua permasalahan yang berkaitan dengan pilihan nilai pribadi sampai nilai-nilai etika yang bersifat umum. Selain itu, guru PKn juga perlu memahami dengan baik mengenai konsep dan indikator karakter yang hendak diinternalisasikan kepada peserta didik supaya guru PKn dapat membuat silabus dan RPP dengan baik sehingga dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif. 2. Metode pembelajaran PKn yang digunakan oleh guru PKn, harus mengembangkan pembelajaran aktif dengan menggunakan banyak metode belajar seperti penanaman nilai melalui studi pustaka, klarifikasi nilai melalui mengamati/mengobservasi, analisis nilai melalui pemecahan masalah/kasus, maupun diskusi kelas untuk menanamkan nilai berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif. 3. Guru PKn hendaknya menjadi model atau contoh bagi peserta didik sebagai guru yang berkarakter. Jadi dalam setiap sikap dan tindakan guru PKn harus menggambarkan karakter yang diinternalisasikan kepada peserta didiknya. 4. Untuk mewujudkan PKn sebagai bagian dari pendidikan karakter maka harus menciptakan kultur sekolah yang kondusif bagi pengembangan karakter peserta didik. Sehingga, kultur sekolah yang berupa norma-norma, nilai-nilai, sikap, harapan-harapan, dan tradisi yang ada di sekolah yang telah diwariskan dan dipegang bersama yang mempengaruhi pola pikir, sikap, dan pola tindakan seluruh warga sekolah. Karena kultur sekolah yang positif dan sehat akan berdampak pada motivasi, prestasi, produktivitas, kepuasan serta kesuksesan siswa dan guru. 41 Dalam mencapai tujuan ini tentunya Pendidikan PKn tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus bisa berkolaborasi dengan mata pelajaran yang lain, seperti mata pelajaran agama. Pekerjaan ini memang bukan hanya bertumpu pada mata pelajaran PKn tetapi mata pelajaran PKn akan menjadi dasar dan motor dalam setiap kegiatan dan aktivitas yang ada, dan guru PKn akan menjadi pengontrol dan pembimbing dalam pelaksanaannya. Tentu saja, untuk mewujudkan tujuan ini, guru PKn harus didukung dan dibantu oleh semua warga sekolah melalui kerjasama yang baik antara semua pihak, baik oleh kepala sekolah, guru, siswa, serta komite sekolah. 2.9. Pancasila Sebagai Nilai Dasar PKn Untuk Berkarya Bagi Lulusan PT Program pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian sebagai pendidikan nilai di Perguruan Tinggi memiliki fungsi meletakkan dasar nilai sebagai pedoman berkarya bagi lulusan perguruan tinggi. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai MPK diarahkan mampu mengemban misi tersebut. Konsekuensi PKn sebagai MPK, keseluruhan materi program pembelajaran PKn disirati nilai-nilai Pancasila. Pengertian nilai dasar harus dipahami bahwa nilai-nilai Pancasila harus dijadikan sebagai pedoman dan sumber orientasi pengembangan kekaryaan setiap lulusan PT. Peran nilai-nilai dalam setiap Sila Pancasila adalah sebagai berikut. 1) Nilai Ketuhanan dalam Sila Ketuhanan YME : melengkapi ilmu pengetahuan menciptakan perimbangan antara yang rasional dan irasional, antara rasa dan akal. Sila ini menempatkan manusia dalam alam sebagai bagiannya dan bukan pusatnya. Faham nilai ketuhanan dalam Sila Ketuhanan YME, tidak memberikan ruang bagi faham ateisme, fundamentalisme dan ekstrimisme keagamaan, sekularisme keilmuan, antroposentrisme dan kosmosentrisme. 2) NIlai Kemanusiaan dalam Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab: memberi arah dan mengendalikan ilmu pengetahuan. Pengembangan ilmu harus didasarkan pada tujuan awal ditemukan ilmu atau fungsinya semula, yaitu untuk mencerdaskan, mensejahterakan, dan memartabatkan manusia, ilmu tidak hanya untuk kelompok, lapisan tertentu. 42 3) Nilai Persatuan dalam Sila Persatuan Indonesia: mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila yang lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub sistem. Solidaritas dalam subsistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidak mengganggu integrasi. Nilai Persatuan dalam Sila Persatuan Indonesia sesnsinya adalah pengakuan kebhinnekaan dalam kesatuan: koeksistensi, kohesivitas, kesetaraan, kekeluargaan, dan supremasi hukum. 4) Nilai Kerakyatan dalam Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan dan teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa. Eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmu pengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian sampai penerapan masal. Nilai Kerakyatan dalam Sila 4 ini esensinya adalah menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang berkeadaban. Tidak memberi ruang bagi faham egoisme keilmuan ( puritanisme, otonomi keilmuan), liberalisme dan individualsime dalam kontek kehidupan. 5) Nilai Keadilan dalam Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menekankan ketiga keadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan komutatif. Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, karena kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan semu. Individualitas merupakan landasan yang memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi . Kelima dasar nilai tersebut sebagai pedoman dan sumber orientasi dalam penyusunan dan pengembangan substansi kajian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai MPK mencerminkan pendidikan demokrasi, HAM dan persoalan kewarganegaraan lainnya berperspektif Pancasila. Jadi, meskipun setiap bangsa sama-sama menyebut Pendidikan Kewarganegaraan sebagai “civic education, democracy education, civil education” dsb, tetapi arah pengembangan kompetensi keilmuan PKn di perguruan tinggi Indonesia memiliki karakter sendiri. 2.9.1 Dasar Mutlak Dalam Berfikir dan Berkarya Pancasila sebagai dasar Negara memang harus kokoh. Sesuatu yang tidak kokoh tidak dapat dijadikan dasar. Dasar identik dengan landasan, identik dengan fondasi. Ibarat suatu 43 bangunan rumah yang landasan dan fondasinya tidak kuat, dan pemilik rumah yang tahu kekeroposan dan kerapuhan landasan atau fonsadinya setiap saat merasa was-was karena setiap saat pula bahaya akan menimpa penghuni rumah. Sebagaimana yang telah kita ketahui dan telah penulis uraikan diatas, bahwa setiap silasila dalam pancasila memiliki nilai-nilai dasar yang harus diperhatikan dan menjadi pedoman bagi setiap pemuda untuk berkarya. Setiap sila-sila dalam pancasila memiliki fungsi/makna dan tugas masing-masing serta memiliki tujuan tertentu, dan semua sila tersebut saling mencangkup dan dapat menjadi pedoman untuk tujuan para pemuda dalam berkarya. Misalnya, jika kita ingin berkarya dengan memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, maka kita harus memperhatikan Nilai Keadilan dengan aspek sila-sila lainya : Keadilan yang ber keTuhanan (sila 1) Keadilan yang berPrikemanusian (sila 2) Keadilan yang berKesatuan/Nasionalisme,Kekeluargaan (sila 3) Keadilan yang Demokratis (sila 4) Maka, makna Pancasila dalam bekarya dapat kita artikan juga sebagai sistem filsafat, yaitu dasar mutlak dalam berfikir dan berkarya sesuai dengan pedoman nilai-nilai dasar pada sila Pancasila yang telah kita bahas sebelumnya, tentunya dengan saling mengaitkan antara sila satu dengan sila-sila yang lainnya. Ini tercermin juga sebagaimana Ir. Soekarno mencontohkan untuk menjadi seorang warga Negara yang baik, yang dapat berkarya dengan berlandaskan pemikiran dasar dan cita-cita yang tinggi terhadap Bangsa Indonesia. Beliau mengatakan, “dan cita-cita Kami sebagai bangsa Indonesia, dan cita-cita Kita juga bukan menjadi suatu Negara sembarangan, saudara-saudara. Tetapi suatu Negara yang besar, yang kuat, sentosa, modern, up to date, dan suatu Negara yang bisa mendatangkan kebahagiaan kepada rakyat”. 44 2.9.2. Karya Berlandas Pancasila Rumusan Pancasila digali dari pola kehidupan, budaya, dan adat istiadat masyarakat bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai luhur yang merupakan suatu rangkaian sistem nilai dasar yang memperkuat satu sama lainnya. Dewasa ini, belum banyak yang menyadari keberadaan ruang publik yang diperuntukan bagi mereka dalam beraksi dan berkarya ikut membangun dan memperluas kemampuan good governmance setiap pemuda-pemuda bangsa. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dengan kodrat dan martabat. Manusia dikaruniakan Tuhan Yang Maha Esa disposisi atau kemampuan dasar untuk mendukung misi yang diembannya. Disposisi tersebut adalah kemampuan untuk berfikir, merasakan, dan kemauan untuk berkarya. Sebagai akibat dari kemampuan tersebut, manusia mengalami perkembangan dan kemajuan dalam hidupnya. Senantiasa belajar dan berlatih hingga memiliki kemampuan yang cukup untuk menghasilkan suatu karya. Kasus yang sama juga kita temukan pada mahasiswa-mahasiswi lulusan Perguruan Tinggi, mereka dengan semua ilmu yang sudah diterimanya sejak di Perguruan Tinggi, semua itu akan mereka praktikan saat mereka terjun kedalam masyarakat dan mulai untuk berkarya. Warga Perguruan Tinggi adalah kelompok orang-orang pintar, supaya tercipta kondisi keseimbangan perkembangan intelektual dan moral diperlukan tatanan dan kemasan terhadap semua aktivitas kampus yang mengacu pada Moral Pancasila. Tentunya setiap karya anak bangsa harus dikontrol dan diarahkan agar sesuai pada nilainilai pancasila sebagaimana yang telah penulis uraikan diatas. Maka, dengan adanya Pancasila, itu akan menjadi acuan hidupnya dan pedoman dalam berkarya, baik karya yang tampak (tangible) maupun karya yang tidak tampak (intangible). Semua nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh para dosen Pendidikan Kewarganegaraan itu akan terakumulasi dalam dirinya, dipelihara, dan dijadikan panduan untuk berkarya. 45 Disebabkan oleh pengalaman hidup yang berbeda-beda yang dialami oleh masing-masing komunitas atau kelompok masyarakat, maka setiap masyarakat memiliki kebudayaan dan peradaban yang berbeda-beda pula. Demikian pula dengan para pemuda tersebut, mereka juga memiliki later belakang berbeda-beda yang akan memberikan pengaruh pada hasil karyanya. Dengan kemampuan dasar ”kemauan”, serta didukung oleh kemampuan berfikir, merasakan, dan berkarya, manusia selalu berusaha untuk hidup dalam kondisi yang terbaik bagi dirinya. Begitu pula dengan mahasiswa atau para pemuda yang baru saja lulus dari Perguruan Tinggi, pemuda itu akan selalu didorong oleh ambisinya tersebut untuk mencari segala sesuatu yang diharapkan akan memberikan kepuasan hidupnya, baik mengenai hal-hal yang bersifat jasmani maupun rohani. Sehingga terwujudlah dengan tekad bersama bahwa Indonesia sebuah Negara yang besar, yang kuat, sentosa, modern, up to date, dan suatu Negara yang bisa mendatangkan kebahagiaan kepada rakyat. Yang berkaitan dengan perasaan religius, mengingat manusia pada umumnya hidup bersandar pada Sang Penciptanya sehingga segenap perbuatannya yang baik dan yang buruk merupakan dampak dari moral etikanya akan mendapatkan penilaian dari Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Adil, Maha Pengasih dan Penyayang dalam arti rasa religi kehidupan manusia. Tuhan Yang Maha Esa telah mengaruniakan kebebasan pada manusia dalam menentukan pilihan hidupnya guna mencari yang terbaik bagi kehidupannya. Namun, kebebasan yang dikaruniakan kepada manusia tersebut tidak cuma-cuma. Kebebasan tersebut harus dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada masyarakat sekitarnya. Kebebasan ini biasa disebut sebagai hak asasi manusia, merupakan mahkota bagi kehidupan manusia yang tidak boleh diganggu gugat. Namun dalam mengguna-kan kebebasan tersebut manusia dibatasi, sekurang-kurangnya oleh kebebasan yang juga menjadi hak manusia lain. Terdapat cara yang dengan mudah dapat dipergunakan sebagai acuan dalam menuntut atau melampiaskan kebebasan manusia, yakni tidak dibenarkan mengganggu dan melanggar kebebasan pihak lain pada waktu seseorang menuntut dan menggunakan kebebasannya. 46 Sebagai contoh, memahami demokrasi yang memberi tanda kebebasan yang absolut dan merugikan orang lain. Kebebasan ini ditunjukan dengan tanda unjuk rasa yang diselingi oleh aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya merenggut kebebasan orang lain untuk merasa aman dan nyaman, bahkan dapat merenggut kebebasan hak untuk hidup seseorang. Maka, satu-satunya nilai dasar yang paling pantas diterapkan adalah nilai dasar yang terkandung pada Pancasila, karena Pancasila akan membawa para pemuda memiliki karakter yang baik sebagai pelopor karya-karya bangsa. Sehingga, pemuda memiliki etika seperti Pancasila yang baik untuk berkarya, mengingat Etika ini diwujudkan secara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta dan karya, yang tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif dan komunikatif dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis, berkarya serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Etika ini menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan menghargai dan memanfaatkan waktu, disiplin dalam berfikir, berbuat dan menepati janji serta mendorong tumbuhnya kemampuan menghadapi hambatan, rintangan dan tantangan dalam kehidupan, tahan uji dan pantang menyerah. Demikian juga dalam nilai-nilai Pancasila, dipupuk sikap suka bekerja keras dan sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama. Kesemuanya itu dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan yang merata dan keadilan sosial. Pancasila mengajarkan adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Sebaliknya, kepentingan umum tidak boleh mematikan kepentingan pribadi. Dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya perlu dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila sebagai pelaksanaan sistem nilai budaya Bangsa Indonesia. Semua itu adalah akibat dari penanaman nilai-nilai Pancasila dalam berkarya, yang akan membawa bangsa ini menjadi lebih kreatif dan inovatif, serta mampu bersaing dengan bangsa lain. Mengingat penggerak karya-karya bangsa adalah para Mahasiswa yang tergolong kaum akademisi muda. Jika Pemuda suatu bangsa itu berkualitas, maka berkualitas pulalah bangsanya. 47 Sesungguhnya Pancasila telah bersemayam dan berkembang dalam hati sanubari dan kesadaran bangsa Indonesia, termasuk dalam menggali dan mengembangkan Wawasan Nasional. Falsafah Pancasila diyakini sebagai Untuk itulah perlu kiranya pendidikan yang membahas/mempelajari tentang wawasan nusantara dimasukan ke dalam suiatu kurikulum yang sekarang diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia yaitu Pendidikan Kewarganegaraan. Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, Indonesia yang dilakukan melalui Pendidikan Pancasila, Dalam proses pembinaan masyarakat terhadap pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Pancasila dalam wawasan kebangsaan pada seluruh komponen bangsa, dibentuk agar berwawasan kebangsaan serta berpola tatalaku secara khas yang mencerminkan agar siswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan Konstitusi. Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja pada Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung makna bahwa Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di Indonesia) untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan dari siapa pun untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama. Dan bertoleransi dalam beragama, yakni saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Pancasila merupakan Dasar Negara Indonesia. Dasar Negara merupakan pedoman dalam mengatur penyelenggaraan ketatanegaraan suatu Negara yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Setiap Negara yang merdeka dan berdaulat memiliki dasar Negara, meskipun dasar Negara antara Negara yang satu dan yang lain tentunya berbeda-beda. Keberadaan dasar Negara sangatlah penting, mengingat bahwa dasar Negara merupakan norma dasar dan sumber bagi perundang-undangan suatu Negara. Selain itu,dasar Negara juga menjadi dasar kebijaksanaan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan agar kehidupan, 48 pelaksanaan dan perjuangan untuk mewujudkan cita-cita Negara dapat terarah dan tidak menyimpang dari pendirian negar. Sumber dari segala sumber hukum Negara adalah Konstitusi. Istilah konstitusi sesungguhnya telah dikenal sejak zaman Yunani Kuno, meskipun konstitusi pada saat itu masih diartikan secara materil karena konstitusi belum dijadikan dalam suatu naskah yang tertulis. Hal ini dibuktikan dengan adanya istilah politea dan nomoi yang digunakan oleh Aristoteles. Poletea berarti Konstitusi dan Nomoi berarti Undang-Undang biasa. Pengertian Konstitusi mencakup keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis, yang mengatur dan mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan Negara diselenggarakan. Konstitusi merupakan resultan dari kekuasaan-kekuasaan politik. Pancasila merupakan pedoman dan landasan idiil negara yang harus diamalkan oleh sebagian besar warga negara Indonesia. Kemiskinan, pendidikan yang mahal, keadilan yang diperjual-belikan, korupsi yang merajalela serta tidak adanya kebebasan memeluk agama merupakan sedikit polemik yang dihadapi rakyat pada saat sekarang ini. Banyak kesan yang didapat rakyat dari masalah-masalah tersebut, namun mereka tidak sanggup untuk mengungapkannya. Sehingga seolah-olah rakyat tidak dapat merasakan adanya pancasila. Pancasila lebih sering kita dengar di dalam upacara bendera, dan dijadikan syarat pokok yang tidak boleh terlupakan didalam pelaksanaan upacara bendera. Dimana dapat kita sadari bahwa pancasila tersebut Mengandung nilai-nilai penting, yang apabila diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat mewujudkan sebuah Negara yang berdaulat dan bermatabat, yaitu Negara yang menjunjung tinggi rasa keadilan, persatuan dan kesatuan. 49 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan pendidikan kewarganeraaan adalah suatu upaya sadar dan terencana mencerdaskan warga negara (khususnya generasi muda). Caranya dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa agar mampu berpartisipasi aktif dalam pembelaan negara. Dalam sejarah timbulnya istilah Civics di Indonesia dapat dilukiskan secara kronologis.Sejak tahun 1957 dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas terdapat istilah kewarganegaraan yaitu pelajaran yang ditempelkan dalam pelajaran tatanegara. Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan berdasarkan Nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk prilaku dalam kehidupan sehari-hari para mahasiswa baik sebagai individu, sebagai calon guru/pendidik, anggota masyarakat dan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Universitas memberikan Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (MPK) sebagai pengembangan kepribadian karena pendidikan kewarganegaraan dapat membantu mahasiswa-mahasiswi menjadi warga negara yang baik sekaligus paham antara hak dan kewajiban, dapat hidup berdemokrasi, nasionalis, dengan dibekali nilai-nilai moral, normanorma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. 3.2. Saran Dalam era globalisasi diperlukan adanya suatu pola pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter agar terciptanya manusia yang berkepribadian serta berkarakter. Jadilah warga Negara Indonesia yang baik. Taat pada hukum dan norma – norma yang berlaku, taat pada pancasila dan taat pada undan – undang dasar 1945. 50 DAFTAR PUSTAKA Maswardi M. Amin (2011). Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Jakarta: Baduose Media. Sinamo, Nomensen (2010). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Bumi Intitama Sejahtera. Budiyanto.Pendidikan Kewarganegaraan .Yogyakarta: UNY Press. 2004 Endang Zaelani Zukarya, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma. Prof. DR. H. Kaelani, M.S. dan Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si. PendidikanKewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Penerbit Paradigma:Yogyakarta 2007 Winarno. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara, 2008 http://biasamembaca.blogspot.co.id/2015/05/perkembangan-pendidikan-kewarganegaraan.html Diakses pada 19-11-2016 pukul 20.00 https://endriyb.wordpress.com/category/pendidikan-kewarganegaraan/ diakses pada 1911-16 pukul 20.37 http://nurdiansyahgundar.blogspot.co.id/2013/04/hakikat-mempelajari-pendidikan_1.html diakses pada 19-11-16 pukul 21.00 http://dodirullyandapgsd.blogspot.co.id/2014/08/pengertian-tujuan-dan-ruanglingkup_85.html diakses pada 19-11-16 pukul 22-30