Uploaded by Eka Oktariyanto Nugroho

penurunan persamaan fluida ke koordinat silinder

advertisement
PENYELESAIAN MASALAH ROTASI ALIRAN FLUIDA
KENTAL VON KARMAN MENGGUNAKAN METODE
SPEKTRAL HOMOTOPI
PARARAWENDY INDARJO
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyelesaian Masalah
Rotasi Aliran Fluida Kental Von Karman Menggunakan Metode Spektral
Homotopi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Pararawendy Indarjo
NIM G54110002
ii
ABSTRAK
PARARAWENDY INDARJO. Penyelesaian Masalah Rotasi Aliran Fluida Kental
Von Karman Menggunakan Metode Spektral Homotopi. Dibimbing oleh
JAHARUDDIN dan ALI KUSNANTO.
Masalah rotasi aliran fluida kental Von Karman sering muncul pada masalah
rotasi bahan bakar pesawat ruang angkasa yang diluncurkan oleh NASA.
Pengendalian besaran kecepatan rotasi pada aliran Von Karman penting dilakukan.
Persamaan yang menjelaskan rotasi aliran pada fluida kental yang disebabkan oleh
cakram yang berputar terus-menerus adalah persamaan Von Karman. Pada karya
ilmiah ini, pendekatan analitik untuk menyelesaikan persamaan Von Karman
dilakukan dengan metode spektral homotopi. Dalam metode ini, dikombinasikan
metode spektral dan metode homotopi. Sebagaimana metode homotopi, diperlukan
parameter bantu untuk mengontrol daerah kekonvergenan penyelesaian. Penyelesaian
yang dihasilkan merupakan suatu rumus rekursif dengan suatu hampiran awal yang
diberikan. Menggunakan perangkat lunak berbasis fungsional, diperoleh penyelesaian
berupa besaran komponen kecepatan yang konvergen ke suatu nilai.
Kata kunci: persamaan Von Karman, metode spektral homotopi, masalah taklinear
ABSTRACT
PARARAWENDY INDARJO. Solution of Von Karman Rotation Viscous Fluid
Flow Problem using Spectral Homotopy Method. Supervised by JAHARUDDIN
and ALI KUSNANTO.
Von Karman viscous fluid flow rotation problem appears frequently on
spacecraft’s fuel rotation problem launched by NASA. The control of speed
magnitude is important to be performed. The equation which explains viscous
fluid flow rotation induced by infinite disk rotation is Von Karman equation. In
this work, an analytic approximation solution of this equation is obtained by
spectral homotopy method. This method consists of a combination between
spectral method and homotopy method. In homotopy method, an embedded
parameter is needed to control the solution’s convergence region. The solution of
this problem is then expressed in term of a recursive formula with a given initial
approximation. Using functional-based software, it is shown that velocity
components converge to a particular value.
Keywords: Von Karman equation, spectral homotopy method, nonlinear problem
iii
PENYELESAIAN MASALAH ROTASI ALIRAN FLUIDA
KENTAL VON KARMAN MENGGUNAKAN METODE
SPEKTRAL HOMOTOPI
PARARAWENDY INDARJO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Matematika
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah metode penyelesaian sistem persamaan
diferensial, dengan judul Penyelesaian Masalah Rotasi Aliran Fluida Kental Von
Karman Menggunakan Metode Spektral Homotopi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Jaharuddin MS dan Bapak
Drs Ali Kusnanto MSi selaku pembimbing, serta kepada Ibu Elis Khatizah SSi
MSi selaku dosen penguji. Penghargaan tertinggi penulis berikan kepada kedua
orang tua beserta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungan yang tak ternilai
harganya. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh
rekan di Departemen Matematika, terutama angkatan 48, atas kebersamaan dalam
lebih dari tiga tahun ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2015
Pararawendy Indarjo
i
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Persamaan Navier Stokes
2
Metode Homotopi
4
Metode Mean Weight Residual
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aplikasi Metode
Studi Kasus
SIMPULAN DAN SARAN
7
8
12
16
Simpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
28
ii
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Domain fluida dalam koordinat silinder
Penentuan nilai parameter 𝑐0 berdasarkan kurva ℎ′ (0)
Penentuan nilai parameter c0 berdasarkan kurva g'(0)
Kurva 𝐻 terhadap 𝜂 dengan 𝑐0 = −1
Kurva 𝐺 terhadap 𝜂 dengan 𝑐0 = −1
3
12
13
14
15
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Penurunan persamaan (10)-(11)
Penurunan persamaan (56)-(59)
Penurunan persamaan (65)-(68)
Penurunan persamaan (74)-(76)
18
20
22
27
iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rotasi aliran fluida kental Von Karman merupakan masalah yang terkenal
dalam mekanika fluida. Salah satu aplikasinya adalah rotasi bahan bakar pesawat
ruang angkasa yang diluncurkan oleh NASA. Rotasi aliran fluida kental Von
Karman digunakan untuk menganalisis karakteristik bahan bakar pesawat ruang
angkasa yang mudah terbakar dalam keadaan sedikit gravitasi. Kecepatan rotasi
bahan bakar sangat memengaruhi timbulnya percikan api pada media bahan bakar.
Aliran Von Karman mengontrol besaran kecepatan rotasi agar bahan bakar tidak
menimbulkan percikan api yang dapat memengaruhi media bahan bakar (Williams
dan Nayagam 2002). Secara umum, persamaan Von Karman menjelaskan tentang
aliran fluida kental yang disebabkan oleh cakram yang berputar terus-menerus.
Dengan menganggap aliran tunak dan laminar, aliran fluida kental taktermampatkan ini berputar terus-menerus di atas cakram dengan suatu kecepatan
sudut. Persamaan gerak dari fluida ini dinyatakan dalam persamaan kontinuitas
dan persamaan Navier-Stokes dengan suatu kondisi batas tertentu. Von Karman
mengubah persamaan diferensial parsial pada persamaan kontinuitas dan
persamaan Navier-Stokes menjadi persamaan diferensial biasa menggunakan
suatu transformasi (Liao 2004).
Pada kenyataannya, persamaan rotasi aliran fluida kental Von Karman
merupakan persamaan taklinear yang masih sulit untuk ditemukan penyelesaian
eksaknya. Beberapa peneliti telah menggunakan pendekatan numerik atau
kombinasi analitik dan numerik untuk menyelesaikan masalah tersebut,
diantaranya metode pendekatan numerik untuk menyelesaikan persamaan Von
Karman (Benton 1966), metode homotopi (Liao 2004), dan metode homotopi
tetapi dengan pendekatan deret polinomial (El-Nahhas 2007).
Di sisi lain, terdapat metode spektral yang juga dapat digunakan untuk
menyelesaikan suatu persamaan diferensial. Metode ini telah digunakan peneliti
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan diferensial. Beberapa diantaranya
adalah analisis kestabilan arus fluida yang berputar (Khorrami et al. 1989),
penentuan penyelesaian numerik dari persamaan Navier-Stokes pada aplikasi
aliran Taylor-Coutte (Moser et al. 1983), dan penyelesaian persamaan
Schrodinger (Feit et al. 1982).
Di dalam karya ilmiah ini, dibahas penyelesaian masalah rotasi aliran
fluida kental menggunakan metode spektral homotopi. Metode ini adalah
modifikasi dari metode homotopi dengan penyelesaian persamaan deformasi di
masing-masing orde ditentukan menggunakan metode spektral.
Perumusan Masalah
Persamaan kontinuitas dan persamaan Navier-Stokes pada rotasi aliran
fluida kental Von Karman merupakan sistem persamaan diferensial taklinear yang
dinyatakan dalam koordinat silinder. Belum ditemukannya penyelesaian eksak
dari persamaan ini hingga kini menjadi salah satu bukti kompleksnya
penyelesaian persamaan. Dalam skripsi ini, akan digunakan metode spektral
2
homotopi untuk mendapatkan penyelesaian pendekatan dari persamaan tersebut.
Didefinisikan suatu fungsi homotopi yang akan diterapkan pada analisis
homotopi.
Tujuan Penelitian
Penelitian dalam karya ilmiah ini bertujuan untuk:
1. Mengkonstruksi ulang penurunan persamaan kontinuitas fluida dan
persamaan Navier-Stokes dalam sistem koordinat silinder yang merupakan
persamaan Von Karman.
2. Menggunakan metode spektral homotopi untuk menyelesaikan persamaan
Von Karman.
3. Menggambarkan kurva penyelesaian persamaan Von Karman dengan
perangkat lunak berbasis fungsional, kemudian memberikan tafsiran
terhadap hasil-hasil tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian ini, model matematis yang ditinjau adalah persamaan
Von Karman. Persamaan ini diturunkan dari persamaan Navier Stokes yang
diuraikan berikut ini.
Persamaan Navier Stokes
Persamaan Navier-Stokes diturunkan berdasarkan persamaan gerak pada
fluida. Persamaan gerak ini berpadanan dengan kekekalan momentum yang
menyatakan bahwa rata-rata perubahan momentum merupakan selisih antara ratarata momentum yang masuk dengan rata-rata momentum yang keluar kemudian
dijumlahkan dengan jumlah gaya-gaya yang terjadi pada sistem.
Penurunan persamaan Navier-Stokes dilakukan dengan asumsi-asumsi
sebagai berikut:
1. Fluida memiliki koefisien kekentalan yang konstan.
2. Fluida memiliki sifat tak termampatkan.
3. Kecepatan aliran fluida pada suatu titik tidak bergantung terhadap waktu
(tunak).
4. Aliran fluida bersifat kontinu dan tidak saling berpotongan (laminar).
5. Gaya gravitasi diabaikan.
Berdasarkan asumsi di atas, persamaaan Navier-Stokes dituliskan dalam
persamaan vektor (Streeter dan Wiley 1985) berikut:
𝐷𝑉
1
2
=
𝜇∇
𝑉
−
∇𝑃̃
(1)
𝐷𝑡
𝜌
dengan 𝑉 = (𝑢, 𝑣, 𝑤) adalah vektor kecepatan dengan 𝑢, 𝑣, dan 𝑤 berturut-turut
adalah komponen kecepatan dalam arah sumbu 𝑥, 𝑦, dan 𝑧. Selanjutnya, 𝜌, 𝑃̃, dan
3
𝜇 berturut-turut merupakan rapat massa fluida, tekanan fluida, dan koefisien
𝐷
kekentalan kinematik. Kemudian, didefinisikan operator 𝐷𝑡 sebagai berikut
𝜕𝑉
𝜕𝑉
𝜕𝑉
𝜕𝑉
𝐷𝑉
(2)
= +𝑢 +𝑣 +𝑤 .
𝐷𝑡
𝜕𝑡
𝜕𝑥
𝜕𝑦
𝜕𝑧
Berdasarkan asumsi bahwa kecepatan aliran fluida bersifat tunak, 𝑉 tidak
bergantung pada t. Akibatnya, suku pertama di ruas kanan persamaan (2) akan
bernilai nol, atau
𝐷𝑉
𝜕𝑉
𝜕𝑉
𝜕𝑉
(3)
=
𝑢
+
𝑣
+
𝑤
.
𝐷𝑡
𝜕𝑥
𝜕𝑦
𝜕𝑧
Berdasarkan persamaan (3), persamaan (1) dapat diuraikan menjadi:
𝜕𝑢
𝜕𝑢
𝜕2 𝑢
𝜕2 𝑢
𝜕2 𝑢
1 𝜕𝑃̃
𝜕𝑣
𝜕𝑣
𝜕2 𝑣
𝜕2 𝑣
𝜕2 𝑣
1 𝜕𝑃̃
𝜕𝑤
𝜕𝑤
𝜕2 𝑤
𝜕2 𝑤
𝜕𝑢
[𝑢 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑧 ] = 𝜇 [𝜕𝑥 2 + 𝜕𝑦 2 + 𝜕𝑧 2 ] − 𝜌 𝜕𝑥 ,
𝜕𝑣
[𝑢 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑧 ] = 𝜇 [𝜕𝑥 2 + 𝜕𝑦 2 + 𝜕𝑧 2 ] − 𝜌 𝜕𝑦 ,
𝜕𝑤
[𝑢 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑧 ] = 𝜇 [ 𝜕𝑥 2 + 𝜕𝑦 2 +
𝜕2 𝑤
𝜕𝑧 2
1 𝜕𝑃̃
] − 𝜌 𝜕𝑧 .
(4)
(5)
(6)
Di sisi lain, tinjau persamaan kontinuitas fluida yang diberikan sebagai
berikut
𝐷𝜌
= −𝜌(∇. 𝑉).
(7)
𝐷𝑡
Berdasarkan asumsi bahwa fluida bersifat tak termampatkan, ruas kiri persamaan
(7) akan bernilai nol. Kemudian, karena 𝜌 bernilai positif, persamaan (7) dapat
ditulis sebagai berikut
∇. 𝑉 = 0
atau
𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤
(8)
+
+
= 0.
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
Elemen volume yang dilalui fluida dapat berbentuk sebarang. Tinjau fluida
dalam bentuk silinder dengan bagian alas ditunjukkan pada Gambar 1.
𝑟
Gambar 1 Domain fluida dalam koordinat silinder
Selanjutnya, persamaan kontinuitas fluida pada persamaan (8) akan
dinyatakan dalam koordinat silinder. Sistem koordinat silinder dinyatakan sebagai
pasangan terurut (𝑟, 𝜃, 𝑧). Transformasi koordinat kartesian menuju koordinat
silinder diberikan sebagai berikut
𝑥 = 𝑟 cos 𝜃,
(9)
𝑦 = 𝑟 sin 𝜃.
4
Jika transformasi variabel pada persamaan (9) dan aturan rantai digunakan,
maka akan diperoleh persamaan berikut
𝑉𝑟 = 𝑢 cos 𝜃 + 𝑣 sin 𝜃 ,
(10)
𝑉𝜃 = −𝑢 sin 𝜃 + 𝑣 cos 𝜃,
dengan 𝑉𝑟 dan 𝑉𝜃 berturut-turut menyatakan komponen kecepatan dalam arah 𝑟
dan 𝜃. Selanjutnya, dengan menggunakan transformasi (9) dan persamaan (10),
diperoleh persamaan (8) dalam koordinat silinder sebagai berikut
1 𝜕(𝑟𝑉𝑟) 1 𝜕𝑉𝜃 𝜕𝑉𝑧
(11)
+
+
= 0,
𝑟 𝜕𝑟
𝑟 𝜕𝜃
𝜕𝑧
dengan 𝑉𝑧 adalah komponen kecepatan dalam arah sumbu 𝑧 . Penurunan
persamaan (10) dan (11) diberikan pada Lampiran 1.
Tinjau kembali persamaan Navier-Stokes dalam koordinat kartesian yang
diberikan pada persamaan (4)-(6). Dengan cara yang serupa pada penurunan
persamaan (11), diperoleh persamaan Navier-Stokes yang dinyatakan dalam
koordinat silinder sebagai berikut:
𝑉𝑟
𝜕𝑉𝑟
+ 𝑉𝑧
𝜕𝑟
𝜕𝑉
𝑉𝑟 𝜕𝑟𝜃
𝜕𝑉𝑟
−
𝑉𝜃2
𝜕2 𝑉
1 𝜕𝑉𝑟
= 𝜇 [ 𝜕𝑟 2𝑟 + 𝑟
+
𝜕2 𝑉𝑟
𝜕𝑧 2
𝑉
1 𝜕𝑃̃
− 𝑟𝑟2 ] − 𝜌 𝜕𝑟 ,
𝜕𝑧
𝑟
𝜕𝑟
𝜕𝑉𝜃
𝑉𝑟 𝑉𝜃
𝜕2 𝑉𝜃
1 𝜕𝑉
𝜕2 𝑉
𝑉
+ 𝑉𝑧 𝜕𝑧 + 𝑟 = 𝜇 [ 𝜕𝑟 2 + 𝑟 𝜕𝑟𝜃 + 𝜕𝑧 2𝜃 − 𝑟 𝜃2 ],
𝜕𝑉
𝜕𝑉
𝜕2 𝑉
1 𝜕𝑉
𝜕2 𝑉
1 𝜕𝑃̃
𝑉𝑟 𝜕𝑟𝑧 + 𝑉𝑧 𝜕𝑧𝑧 = 𝜇 [ 𝜕𝑟 2𝑧 + 𝑟 𝑧 + 𝜕𝑧 2𝑧 ] − 𝜌 .
𝜕𝑧
𝜕𝑧
(12)
(13)
(14)
Persamaan (11)-(14) akan diselesaikan dengan metode spektral homotopi. Konsep
metode homotopi diberikan sebagai berikut.
Metode Homotopi
Berikut ini diberikan ilustrasi konsep metode homotopi yang disarikan dari
(Liao 2004). Misalkan diberikan persamaan diferensial berikut
(15)
𝑁[𝑢(𝑡)] = 0,
dengan N operator turunan, t variabel bebas dan u(t) fungsi yang akan ditentukan.
Selanjutnya, didefinisikan pula suatu operator linear L yang memenuhi
(16)
L[ f] = 0, bila f = 0.
Misalkan 𝑢0 (𝑡)merupakan pendekatan awal dari penyelesaian persamaan
(15) dan q∈ [0,1] suatu parameter. Didefinisikan suatu fungsi H sebagai berikut
(17)
𝐻[𝜙; 𝑞] = (1 − 𝑞)𝐿[𝜙 − 𝑢0 (𝑡)] + 𝑞𝑁[𝜙].
Berdasarkan persamaan (17), untuk q = 0 dan q = 1 masing-masing memberikan
persamaan berikut:
𝐻[𝜙(𝑡; 0); 𝑞] = 𝐿[𝜙(𝑡; 0) − 𝑢0 (𝑡)]
dan
𝐻[𝜙(𝑡; 1); 𝑞] = 𝑁[𝜙(𝑡; 1)].
Menurut persamaan (15)-(17) diperoleh bahwa fungsi 𝜙(𝑡; 0) = 𝑢0 (𝑡) dan
𝜙(𝑡; 1) = 𝑢(𝑡) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan
𝐻[𝜙(𝑡: 0); 0] = 0 dan 𝐻[𝜙(𝑡: 1); 1] = 0.
Dengan demikian peningkatan nilai q dari 0 sampai 1 menyatakan perubahan nilai
𝐻[𝜙, 𝑞] dari 𝐿[𝜙 − 𝑢0 (𝑡)] ke 𝑁[𝜙]. Dalam topologi hal ini disebut deformasi.
Perluasan metode homotopi lebih lanjut dapat dituliskan dalam bentuk persamaan
deformasi orde nol berikut
(1 − 𝑞)𝐿[𝜙(𝑡; 𝑞) − 𝑢0 (𝑡)] = 𝑞𝑐0 𝐵(𝑡)𝑁[𝜙(𝑡; 𝑞)],
(18)
5
dengan 𝑢0 (𝑡) adalah pendekatan awal, 𝑐0 dan B(t) masing-masing merupakan
parameter bantu dan fungsi bantu. Jika q = 0 dan q = 1, maka dari persamaan (18)
akan diperoleh 𝜙(𝑡; 0) = 𝑢0 (𝑡) dan 𝑁[𝜙(𝑡; 1) = 0]. Selanjutnya, karena
parameter q bernilai dari 0 sampai 1, maka 𝜙(𝑡; 𝑞) memetakan dari penduga awal
𝑢0 (𝑡) ke penyelesaian eksak u(t). Dengan menggunakan konsep deret Taylor,
𝜙(𝑡; 𝑞) dapat diuraikan menjadi
𝑛
𝜙(𝑡; 𝑞) = 𝑢0 (𝑡) + ∑+∞
𝑛=1 𝑢𝑛 (𝑡)𝑞
(19)
dengan
1 𝜕 𝑛 𝜙(𝑡; 𝑞)
| .
𝑢𝑛 (𝑡) =
𝑛! 𝜕𝑞 𝑛
𝑞=0
Kemudian dengan menurunkan persamaan (18) terhadap q hingga n kali
serta mengevaluasi pada q = 0 dan dibagi dengan n! akan diperoleh bentuk
persamaan orde ke-n berikut
𝐿[𝑢𝑛 (𝑡) − 𝜒𝑛 𝑢𝑛−1 (𝑡)] = 𝑐0 𝐵(𝑡)𝑅𝑛 [𝑢
⃗ 𝑛−1 , 𝑡]
(20)
dengan
1
𝑅𝑛 [𝑢
⃗ 𝑛−1 , 𝑡] = (𝑛−1)!
𝜕 𝑛−1 𝑁[𝜙(𝑡;𝑞,ℎ,𝐵)]
𝜕𝑞 𝑛−1
0, 𝑛 ≤ 1
𝜒𝑛 (𝑡) = {
1, 𝑛 > 1.
Untuk 𝑞 = 1, maka persamaan (19) menjadi
|
𝑞=0
(21)
(22)
+∞
𝜙(𝑡; 𝑞) = 𝑢0 (𝑡) + ∑ 𝑢𝑛 (𝑡).
𝑛=1
Hasil ini menunjukkan adanya hubungan antara penyelesaian eksak dengan
pendekatan awal 𝑢0 (𝑡) dan 𝑢𝑛 (𝑡) , n = 1, 2, 3, … yang akan ditentukan.
Penyelesaian pendekatan 𝑢𝑛 (𝑡), n = 1, 2, 3, … diperoleh dari persamaan (20)
dengan terlebih dahulu menentukan operator linear L. (Liao 2004).
Metode spektral homotopi adalah gabungan antara metode homotopi dan
metode spektral. Metode spektral adalah salah satu bentuk khusus dari metode
mean weight residual yang diberikan sebagai berikut.
Metode Mean Weight Residual
Metode Mean Weight Residual (selanjutnya disingkat MWR) adalah
metode yang umum digunakan untuk mendapatkan penyelesaian persamaan
diferensial. Penyelesaian yang akan ditentukan diuraikan dalam bentuk deret dari
fungsi-fungsi basis yang dapat ditentukan berdasarkan persamaan diferensial
sedemikian sehingga diperoleh penyelesaian persamaan diferensial tersebut.
Misalkan diberikan suatu masalah nilai batas sebagai berikut:
𝑆(𝑇(𝑥, 𝑦)) = 0 ; (𝑥, 𝑦) ∈ Ω
(23)
𝑑𝑇 𝑑𝑇
𝐵 (𝑇(𝑥, 𝑦), 𝑑𝑥 , 𝑑𝑦) = 0; (𝑥, 𝑦) ∈ Γ, batas dari Ω.
Misalkan penyelesaian masalah nilai batas (23) diambil dalam bentuk
𝑁
𝑇 = 𝑇0 + ∑ 𝑐𝑖 𝑇𝑖 ,
𝑖=1
(24)
dengan fungsi 𝑇𝑖 diatur agar memenuhi kondisi batas. Selanjutnya fungsi pada
persamaan (24) disubstitusikan ke dalam persamaan diferensial untuk membentuk
sisaan
6
𝑁
𝑅(𝑐𝑖 , 𝑥, 𝑦) = 𝑆(𝑇0 ) + ∑ 𝑐𝑖 𝑆(𝑇𝑖 ).
(25)
𝑖=1
Jika sisaan (25) bernilai nol, maka fungsi pada persamaan (24) adalah
penyelesaian eksak. Dalam MWR konstanta 𝑐𝑖 ditentukan sedemikian sehingga
rata-rata sisaan (25) menjadi nol. Integral terboboti dari sisaan diatur menjadi nol:
⟨𝑤𝑗 , 𝑅⟩ = ∫𝑉 𝑢𝑤 𝑑𝑉 = 0 𝑗 = 1,2, … , 𝑁.
(26)
Berdasarkan persamaan (26), maka persamaan (25) dapat ditulis sebagai
berikut
𝑁
∑ 𝑐𝑖 ⟨𝑤𝑗 , 𝑆(𝑇𝑖 )⟩ = −⟨𝑤𝑗 , 𝑆(𝑇0 )⟩,
𝑖=1
atau
𝑁
∑ 𝐵𝑗𝑖 𝑐𝑖 = 𝑑𝑗 ,
𝑖=1
dengan 𝐵𝑗𝑖 = ⟨𝑤𝑗 , 𝑆(𝑇𝑖 )⟩, 𝑑𝑗 = −⟨𝑤𝑗 , 𝑆(𝑇0 )⟩. Karena fungsi 𝑇0 dan 𝑇𝑖 diketahui
dan fungsi pembobot 𝑤𝑗 telah didefinisikan, 𝐵𝑗𝑖 dapat dibalik untuk mendapatkan
𝑐𝑖 , yang akhirnya memberikan pendekatan penyelesaian persamaan (23).
Terdapat banyak cara untuk memilih fungsi pembobot dan setiap pilihan
bersesuaian pada kriteria tertentu MWR. Domain Ω dibagi ke dalam 𝑁 subdomain
yang lebih kecil, Ω𝑗 , maka salah satu cara mendefinisikan 𝑤𝑗 adalah sebagai
berikut
1, 𝑥 ∈ Ω𝑗
𝑤𝑗 = {
0, 𝑥 ∉ Ω𝑗 .
Seiring dengan bertambahnya 𝑁, persamaan diferensial (23) terpenuhi
secara rata-rata dalam subdomain yang semakin kecil, dan dapat dianggap
mendekati nol dimana-mana.
Dalam perkembangannya, MWR dikembangkan ke dalam beberapa
metode yang lebih spesifik. Diantaranya adalah metode collocation, Galerkin, dan
spektral.
Pada metode collocation, fungsi pembobot dipilih sebagai fungsi delta Dirac
𝑤𝑗 = 𝛿(𝑥 − 𝑥𝑗 ),
yang memenuhi kondisi berikut
∫ 𝑤𝑗 𝑅 𝑑𝑉 = 𝑅|𝑥𝑗 ,
𝑉
sehingga sisaan bernilai nol pada sejumlah 𝑁 tertentu titik-titik collocation 𝑥𝑗 .
Saat 𝑁 meningkat, sisaan akan bernilai nol di semakin banyak titik dan dapat
dianggap mendekati nol di mana-mana.
Pada metode Galerkin, fungsi pembobot dipilih sama dengan fungsi basis,
𝑤𝑖 = 𝑇𝑖 . Fungsi basis harus dipilih sebagai anggota-anggota dari himpunan fungsi
yang lengkap. Sebuah himpunan fungsi {𝑤𝑖 } disebut lengkap jika fungsi manapun
dari kelas yang diberikan dapat diuraikan dalam suku-suku dari himpunan tersebut,
𝑓 = ∑ 𝑎𝑖 𝑤𝑖 . Sehingga deret dalam persamaan (24) dapat merepresentasikan
penyelesaian eksak yang ingin ditentukan. Selanjutnya, metode Galerkin
7
memaksa sisaan menjadi nol dengan membuatnya ortogonal terhadap setiap
anggota dari fungsi himpunan lengkap (saat 𝑁 → ∞) (Finlayson 1972).
Metode terakhir, metode spektral, dikembangkan berdasarkan konsep
bahwa dalam MWR, penyelesaian 𝑇(𝑥, 𝑦) diuraikan dalam deret berikut
∞
𝑇(𝑥, 𝑦) = ∑ 𝑐𝑖 𝜑𝑖
(27)
𝑖=0
dengan 𝑐𝑖 menjadi koefisien urai dan 𝜑𝑖 adalah himpunan fungsi basis yang saling
ortogonal. Pada praktiknya, ekspresi deret (27) dijumlahkan hingga batas 𝑁
tertentu dan fungsi basis yang umum digunakan adalah polinomial Chebyshev
atau Legendre (Ogundare 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinjau persamaan Von Karman untuk tunak, berlapis, simetrik terhadap
pusat koordinat yang terinduksi oleh cakram putar tunak takhingga dengan
kecepatan sudut Ω berpusat di sumbu-z pada fluida terisolasi pada separuh-ruang
𝑧 > 0 di atas cakram. Persamaan Von Karman dalam koordinat silinder (𝑟, 𝜃, 𝑧)
adalah persamaan (11)-(14) dengan kondisi batas yang rata dan licin pada cakram
dan kondisi batas di ketakhinggaan berikut
𝑉𝜃 = 𝑟Ω 𝑉𝑟 = 𝑉𝑧 = 0, saat 𝑧 = 0,
(28)
𝑉𝑟 = 𝑉𝜃 = 0,
saat 𝑧 = +∞,
dengan 𝜌 adalah kerapatan fluida, 𝜇 adalah koefisien kekentalan kinematik, 𝑃̃
adalah tekanan, 𝑉𝑟 , 𝑉𝜃 , dan 𝑉𝑧 secara berurut adalah komponen kecepatan dalam
arah jari-jari 𝑟, sudut 𝜃, dan sumbu-𝑧, serta Ω adalah konstanta kecepatan sudut.
Langkah pertama yang akan dilakukan adalah penyederhanaan persamaan
(11)-(14). Untuk itu, digunakan transformasi Von Karman berikut:
𝑉𝑟 = 𝑟𝛺𝐹(𝜂),
𝑉𝜃 = 𝑟𝛺𝐺(𝜂),
(29)
𝑉𝑧 = √𝜇𝛺 𝐻(𝜂),
𝑃̃ = −𝜌𝜇𝛺𝑃(𝜂),
dengan 𝜂 = 𝑧√𝛺/𝜇 besaran nondimensional yang menyatakan jarak sepanjang
sumbu rotasi.
Jika transformasi (29) digunakan, maka persamaan (11)-(14) menjadi
persamaan diferensial biasa berikut:
(30)
𝐹 ′′ (𝜂) − 𝐹 ′ (𝜂)𝐻(𝜂) − 𝐹 2 (𝜂) + 𝐺 2 (𝜂) = 0,
′′
′
(31)
𝐺 (𝜂) − 𝐺 (𝜂)𝐻(𝜂) − 2𝐹(𝜂)𝐺(𝜂) = 0,
′′
′
′
(32)
𝐻 (𝜂) − 𝐻(𝜂)𝐻 (𝜂) + 𝑃 (𝜂) = 0,
′
2𝐹(𝜂) + 𝐻 (𝜂) = 0.
(33)
Kondisi batas (28) menjadi
(34)
𝐹(0) = 𝐹(∞) = 0, 𝐺(0) = 1, 𝐺(∞) = 0, 𝐻(0) = 0.
Dari persamaan (33) diperoleh
𝐻 ′ (𝜂)
(35)
𝐹(𝜂) = −
.
2
Jika persamaan (35) disubstitusikan ke dalam persamaan (30) dan (31),
maka diperoleh persamaan berikut:
1
𝐻 ′′′ (𝜂) − 𝐻 ′′ (𝜂)𝐻(𝜂) + 2 𝐻 ′ (𝜂)𝐻 ′ (𝜂) − 2𝐺 2 (𝜂) = 0,
(36)
8
(37)
𝐺 ′′ (𝜂) − 𝐻𝐺 ′ (𝜂) + 𝐻 ′ (𝜂)𝐺(𝜂) = 0,
dan kondisi batas (34) menjadi
(38)
𝐻(0) = 𝐻 ′ (0) = 𝐻 ′ (∞) = 0, 𝐺(0) = 1 𝐺(∞) = 0.
Dalam karya ilmiah ini akan dibahas penyelesaian persamaan (36) dan
(37) dengan kondisi batas (38) menggunakan metode spektral homotopi.
Aplikasi Metode
Berikut ini akan dibahas penggunaan metode spektral homotopi yang telah
diuraikan sebelumnya. Dimulai dengan mentransformasi daerah asal masalah dari
[0, ∞) ke [−1,1] menggunakan metode pemotongan daerah asal. Sebelum
transformasi dilakukan, untuk alasan komputasi, selang [0, ∞) digantikan dengan
[0, 𝐿] dengan 𝐿 adalah konstanta yang dipilih sedemikian sehingga lebih besar
dari ketebalan lapisan fluida. Selang [0, 𝐿] kemudian ditransformasi ke daerah
asal [−1,1] menggunakan transformasi berikut
2𝜂
𝜉 = 𝐿 − 1 , 𝜉 ∈ [−1,1].
(39)
Penyelesaian persamaan (36) – (38) dimisalkan dalam bentuk
𝐻(𝜂) = ℎ(𝜉) + 𝐻0 (𝜂)
(40)
(41)
𝐺(𝜂) = 𝑔(𝜉) + 𝐺0 (𝜂)
dengan 𝐻0 (𝜂) dan 𝐺0 (𝜂) adalah fungsi-fungsi yang memenuhi kondisi batas (38).
Aturan rantai memberikan
2
𝐻 ′ (𝜂) = 𝐿 ℎ′ (𝜉) + 𝐻0′ (𝜂),
4
(42)
𝐻 ′′ (𝜂) = 𝐿2 ℎ′′ (𝜉) + 𝐻0′′ (𝜂),
8
𝐻 ′′′ (𝜂) = 𝐿3 ℎ′′′ (𝜉) + 𝐻0′′′ (𝜂),
2
𝐺 ′ (𝜂) = 𝐿 𝑔′ (𝜉) + 𝐺0′ (𝜂),
(43)
4
𝐺 ′′ (𝜂) = 𝐿2 𝑔′′ (𝜉) + 𝐺0′′ (𝜂).
Substitusi persamaan (40)-(43) ke dalam persamaan (36) dan (37) menghasilkan
𝑎0 ℎ′′′ (𝜉) + 𝑎1 ℎ′′ (𝜉) + 𝑎2 ℎ′ (𝜉) + 𝑎3 𝑔(𝜉) + 𝑎4 ℎ(𝜉)
4
2
(44)
− 2 ℎ′′ (𝜉)ℎ(𝜉) + 2 ℎ′ (𝜉)ℎ′ (𝜉) − 2𝑔2 (𝜉) = 𝜙1 (𝜂),
𝐿
𝐿
𝑏0 𝑔′′ (𝜉) + 𝑏1 ℎ′ (𝜉) + 𝑏2 𝑔′ (𝜉) + 𝑏3 ℎ(𝜉)
2
2
(45)
+𝑏4 𝑔(𝜉) − ℎ(𝜉)𝑔′ (𝜉) + ℎ′ (𝜉)𝑔(𝜉) = 𝜙2 (𝜂) ,
𝐿
𝐿
dengan
𝑎0 =
8
,
𝐿3
𝑎3 = −4𝐺0 (𝜂),
𝑎1 = −
4
𝐻 (𝜂) ,
𝐿2 0
𝑎4 = −𝐻0′′ (𝜂),
2
𝑎2 = 𝐻 ′ 0 (𝜂),
𝐿
4
,
𝐿2
𝑏3 = −𝐺0′ (𝜂),
2
𝑏1 = 𝐺0 (𝜂),
𝐿
𝑏4 = 𝐻0′ (𝜂),
2
𝑏2 = − 𝐻0 (𝜂),
𝐿
𝑏0 =
1
𝜙1 (𝜂) = −𝐻0′′′ (𝜂) + 𝐻0 (𝜂)𝐻0′′ (𝜂) − 𝐻0′ (𝜂)𝐻0′ (𝜂) + 2𝐺02 (𝜂),
2
𝜙2 (𝜂) = −𝐺0′′ (𝜂) + 𝐻0 (𝜂)𝐺0′ (𝜂) − 𝐻0′ (𝜂)𝐺0 (𝜂).
(46)
9
Selanjutnya, berdasarkan persamaan (44) dan (45), didefinisikan operatoroperator linear berikut:
̃
̃
̃
𝜕3 ℎ
𝜕2 ℎ
𝜕ℎ
(47)
𝐿ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] = 𝑎0 3 + 𝑎1 2 + 𝑎2 + 𝑎3 𝑔̃ + 𝑎4 ℎ̃,
𝐿𝑔 [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] =
𝜕𝜉
𝜕2 𝑔̃
𝑏0 𝜕𝜉2
𝜕𝜉
̃
𝜕ℎ
𝜕𝜉
𝜕𝑔̃
+ 𝑏1 𝜕𝜉 + 𝑏2 𝜕𝜉 + 𝑏3 ℎ̃ + 𝑏4 𝑔̃,
(48)
Penyelesaian awal diperoleh dengan menyelesaikan bagian linear dari (44) dan
(45), yaitu
𝐿ℎ [ℎ0 (𝜉; 𝑞), 𝑔0 (𝜉; 𝑞)] = 𝜙1 (𝜂),
𝐿𝑔 [ℎ0 (𝜉; 𝑞), 𝑔0 (𝜉; 𝑞)] = 𝜙2 (𝜂),
atau
𝑎0 ℎ0′′′ (𝜉) + 𝑎1 ℎ0′′ (𝜉) + 𝑎2 ℎ0′ (𝜉) + 𝑎3 𝑔0 (𝜉) + 𝑎4 ℎ0 (𝜉) = 𝜙1 (𝜂),
(49)
′′ (𝜉)
′ (𝜉)
′ (𝜉)
𝑏0 𝑔0
+ 𝑏1 ℎ0
+ 𝑏2 𝑔0
+ 𝑏3 ℎ0 (𝜉) + 𝑏4 𝑔0 (𝜉) = 𝜙2 (𝜂),
(50)
dengan kondisi batas
2
2
ℎ0 (−1) = 𝐿 ℎ0′ (−1) = 𝐿 ℎ0′ (1) = 0, 𝑔0 (−1) = 0, 𝑔0 (1) = 0.
(51)
Sistem (49)-(51) diselesaikan dengan metode spektral Chebyshev dengan fungsifungsi tak diketahui ℎ0 (𝜉) dan 𝑔0 (𝜉) didekati oleh deret berhingga dari
polinomial Chebyshev dalam bentuk
̂
ℎ0 (𝜉) ≈ ℎ0𝑁 (𝜉𝑗 ) = ∑𝑁
(52)
𝑘=0 ℎ𝑘 𝑇1,𝑘 (𝜉𝑗 ), 𝑗 = 1,2, … , 𝑁,
𝑁
𝑁
(𝜉)
∑
𝑔0
≈ 𝑔0 (𝜉𝑗 ) = 𝑘=0 𝑔̂𝑘 𝑇2,𝑘 (𝜉𝑗 ), 𝑗 = 1,2, … , 𝑁,
(53)
dengan 𝑇1,𝑘 dan 𝑇2,𝑘 adalah polinomial Chebyshev ke-k. Koefisien-koefisien
secara berurutan ℎ̂𝑘 dan 𝑔̂𝑘 , 𝜉0 , 𝜉1 , … , 𝜉𝑁 adalah titik-titik collocation GaussLobatto yang didefinisikan sebagai berikut
𝜋𝑗
(54)
𝜉𝑗 = cos 𝑁 , 𝑗 = 0,1, … , 𝑁,
dan 𝑁 + 1 adalah jumlah titik collocation. Turunan fungsi ℎ0 (𝜉) dan 𝑔0 (𝜉) pada
titik-titik collocation 𝜉𝑗 direpresentasikan sebagai
𝑑𝑟 ℎ0
𝑑𝜉𝑗𝑟
𝑟
= ∑𝑁
𝑘=0 𝐷𝑗𝑘 ℎ0 (𝜉𝑘 ),
𝑑𝑟 𝑔0
𝑑𝜉𝑗𝑟
𝑟
= ∑𝑁
𝑘=0 𝐷𝑗𝑘 𝑔0 (𝜉𝑘 ),
(55)
dengan 𝑟 adalah orde turunan dan 𝐷 adalah matriks diferensial spektral
Chebyshev. Substitusi (52)-(55) ke dalam (49)-(51) menghasilkan
𝑨𝑭𝟎 = 𝝓
(56)
dengan kondisi batas
2 𝑁
2 𝑁
∑𝑘=0 𝐷0𝑘 ℎ0 (𝜉𝑘 ) = 0,
∑
𝐷 ℎ (𝜉 ) = 0, ℎ0 (𝜉𝑁 ) = 0,
(57)
𝐿
𝐿 𝑘=0 𝑁𝑘 0 𝑘
(58)
𝑔0 (𝜉0 ) = 0, 𝑔0 (𝜉𝑁 ) = 0,
dan
𝒂 𝑫𝟑 + 𝒂𝟏 𝑫𝟐 + 𝒂𝟐 𝑫 + 𝒂𝟒 𝑰
𝒂𝟑 𝑰
𝑨=( 𝟎
),
𝟐
𝒃𝟏 𝑫 + 𝒃𝟑 𝑰
𝒃𝟎 𝑫 + 𝒃𝟐 𝑫 + 𝒃𝟒 𝑰
𝐹0 = [ℎ0 (𝜉0 ), ℎ0 (𝜉1 ), … , ℎ0 (𝜉𝑁 ), 𝑔0 (𝜉0 ), 𝑔0 (𝜉1 ), , … 𝑔0 (𝜉𝑁 )]𝑇 ,
𝝓 = [𝜙1 (𝜂0 ), 𝜙1 (𝜂1 ), … , 𝜙1 (𝜂𝑁 ), 𝜙2 (𝜂0 ), 𝜙2 (𝜂1 ), … , 𝜙2 (𝜂𝑁 )]𝑇 ,
𝒂𝒊 = diag([𝑎𝑖 (𝜂0 ), 𝑎𝑖 (𝜂1 ), … , 𝑎𝑖 (𝜂𝑁−1 ), 𝑎𝑖 (𝜂𝑁 )]),
𝒃𝒊 = diag([𝑏𝑖 (𝜂0 ), 𝑏𝑖 (𝜂1 ), … , 𝑏𝑖 (𝜂𝑁−1 ), 𝑏𝑖 (𝜂𝑁 )]), 𝑖 = 0,1,2,3,4.
(59)
10
Penurunan persamaan (56)-(59) diberikan pada Lampiran 2. Pangkat T
melambangkan transpos dan I adalah matriks identitas dengan dimensi 𝑁 + 1.
Kondisi batas (57) diterapkan pada baris 1, 𝑁, dan 𝑁 + 1 dari 𝑨 di kolom 1
sampai 𝑁 + 1. Pada baris 1, ganti elemen-elemen 𝑨 kolom 1 hingga 𝑁 dengan
elemen-elemen matriks diferensial spektral 𝑫 pada baris 1 kolom 1 hingga 𝑁.
Pada baris 𝑁, ganti elemen-elemen 𝑨 kolom 1 hingga 𝑁 dengan elemen-elemen
matriks diferensial spektral 𝑫 pada baris 𝑁 + 1 kolom 1 hingga 𝑁. Pada baris
𝑁 + 1, atur elemen-elemen 𝑨 kolom 1 hingga 𝑁 menjadi nol. Kondisi batas (58)
diimplementasikan pada baris 𝑁 + 2 dan 2(𝑁 + 1), berurutan, dengan mengatur
𝐴(𝑁 + 2, 𝑁 + 2) = 1, 𝐴(2(𝑁 + 1), 2(𝑁 + 1)) = 1 dan mengatur semua elemen
lainnya menjadi nol. Selanjutnya atur elemen dari 𝝓 di baris 1, 𝑁, 𝑁 + 1, 𝑁 + 2,
dan 2(𝑁 + 1) menjadi nol.
Berdasarkan persamaan (56), maka nilai dari 𝐹0 dapat ditentukan oleh
persamaan berikut
(60)
𝐹0 = 𝑨−𝟏 𝝓,
yang juga memberikan pendekatan awal dari penyelesaian (44) dan (45).
Selanjutnya, akan dicari penyelesaian orde tinggi dari (44) dan (45).
Berdasarkan persamaan (44) dan (45), didefinisikan operator taklinear 𝑁ℎ dan 𝑁𝑔
sebagai berikut:
̃
̃
̃
̃
𝜕2 ℎ
𝜕ℎ
𝜕3 ℎ
4
𝜕2 ℎ
𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] = 𝑎0
+ 𝑎1
+ 𝑎2 + 𝑎3 𝑔̃ + 𝑎4 ℎ̃ − ℎ̃
+
𝜕𝜉 2
𝜕𝜉 3
̃
̃
2 𝜕ℎ 𝜕ℎ
𝜕𝜉
𝐿2
𝜕𝜉 2
− 2𝑔̃2 ,
𝑁𝑔 [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] =
𝐿2 𝜕𝜉 𝜕𝜉
̃
𝜕ℎ
𝜕2 𝑔̃
𝑏0 𝜕𝜉2 + 𝑏1 𝜕𝜉
(61)
𝜕𝑔̃
+ 𝑏2 𝜕𝜉 + 𝑏3 ℎ̃ + 𝑏4 𝑔̃ +
𝜕𝑔̃
2
𝜕ℎ̃
(𝑔̃
− ℎ̃ ).
𝜕𝜉
𝐿
𝜕𝜉
(62)
Bedasarkan persamaan (18), persamaan deformasi orde nol diberikan
sebagai berikut
(1 − 𝑞)𝐿ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞) − ℎ0 (𝜉)] = 𝑞𝑐0 (𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 ),
(63)
(1 − 𝑞)𝐿𝑔 [𝑔̃(𝜉; 𝑞) − 𝑔0 (𝜉)] = 𝑞𝑐0 (𝑁𝑔 [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙2 ),
(64)
dengan 𝑞 ∈ [0,1] adalah parameter bantu dan 𝑐0 adalah parameter taknol yang
mengontrol kekonvergenan.
Kemudian, berdasarkan persamaan (20)-(22), persamaan orde ke-m
diberikan sebagai berikut
ℎ
𝐿ℎ [ℎ𝑚 (𝜉) − 𝜒𝑚 ℎ𝑚−1 (𝜉)] = 𝑐0 𝑅𝑚
,
(65)
𝑔
(66)
𝐿𝑔 [𝑔𝑚 (𝜉) − 𝜒𝑚 𝑔𝑚−1 (𝜉)] = 𝑐0 𝑅𝑚 ,
dengan kondisi batas
′ (−1)
′ (−1)
ℎ𝑚 (−1) = ℎ𝑚
= ℎ𝑚
= 0, 𝑔𝑚 (−1) = 𝑔𝑚 (1) = 0,
(67)
dan
′′′
′′
ℎ (𝜉)
𝑅𝑚
= 𝑎0 ℎ𝑚−1
+ 𝑎1 ℎ𝑚−1
+ 𝑎2 𝑔𝑚−1 + 𝑎4 ℎ𝑚−1
𝑚−1
2
4
′
′′
+ ∑ ( 2 ℎ𝑛′ ℎ𝑚−1−𝑛
− 2 ℎ𝑛 ℎ𝑚−1−𝑛
− 2𝑔𝑛 𝑔𝑚−1−𝑛 )
𝐿
𝐿
𝑛=0
− 𝜙1 (𝜂)(1 − 𝜒𝑚 ),
(68)
11
𝑔
′′
′
′
𝑅𝑚 (𝜉) = 𝑏0 𝑔𝑚−1
+ 𝑏1 ℎ𝑚−1
+ 𝑏2 𝑔𝑚−1
+ 𝑏3 ℎ𝑚−1 + 𝑏4 𝑔𝑚−1
𝑚−1
2
+ ∑ (ℎ𝑛′ 𝑔𝑚−1−𝑛 − 𝑔𝑛′ ℎ𝑚−1−𝑛 ) − 𝜙2 (𝜂)(1 − 𝜒𝑚 ),
𝐿
𝑛=0
0,
𝑚≤1
𝜒𝑚 = {
1,
𝑚 > 1.
Penurunan persamaan orde ke-m (65)-(68) diberikan pada Lampiran 3.
Berdasarkan persamaan (47), (48), (65), (66) dan (56), diperoleh
(69)
𝑨𝑭𝒎 = (𝜒𝑚 + 𝑐0 )𝑨𝑭𝒎−𝟏 − 𝑐0 (1 − 𝜒𝑚 )𝝓 + 𝑐0 𝑸𝒎−𝟏 ,
dengan kondisi batas
𝑁
∑𝑁
𝑘=0 𝐷0𝑘 ℎ𝑚 (𝜉𝑘 ) = 0, ∑𝑘=0 𝐷𝑁𝑘 ℎ𝑚 (𝜉𝑘 ) = 0, ℎ𝑚 (𝜉𝑁 ) = 0,
(70)
𝑔𝑚 (𝜉0 ) = 0, 𝑔𝑚 (𝜉𝑁 ) = 0.
(71)
Matriks 𝑨 dan 𝝓 telah didefinisikan pada (59) dan
𝐹𝑚 = [ℎ𝑚 (𝜉0 ), ℎ𝑚 (𝜉1 ), … , ℎ𝑚 (𝜉𝑁 ), 𝑔𝑚 (𝜉0 ), 𝑔𝑚 (𝜉1 ), , … 𝑔𝑚 (𝜉𝑁 )]𝑇 ,
(72)
𝑚−1
2
4
∑ [ 2 𝐷(ℎ𝑛 )(𝐷ℎ𝑚−1−𝑛 ) − 2 ℎ𝑛 (𝐷2 ℎ𝑚−1−𝑛 ) − 2𝑔𝑛 𝑔𝑚−1−𝑛 ]
𝐿
𝐿
𝑸𝒎−𝟏 = 𝑛=0
.
𝑚−1
2
∑ [(𝐷ℎ𝑛 )𝑔𝑚−1−𝑛 − (𝐷𝑔𝑛 )ℎ𝑚−1−𝑛 ]
𝐿
(
)
𝑛=0
Kondisi batas (70) dan (71) diimplementasikan pada matriks 𝑨 di ruas kiri
persamaan (69) baris 1, 𝑁, 𝑁 + 1, 𝑁 + 2, dan 2(𝑁 + 1), secara berurutan,
sebagaimana pada penyelesaian awal. Baris-baris yang bersesuaian, semua kolom,
dari 𝑨 di ruas kanan (69), 𝝓 dan 𝑸𝒎−𝟏 semua diatur menjadi nol. Ini akan
menghasilkan formula rekursif berikut, untuk 𝑚 ≥ 1:
̃ 𝑭𝒎−𝟏 + 𝑐0 [𝑸𝒎−𝟏 − (1 − 𝜒𝑚 )𝝓]].
(73)
𝐹𝑚 = 𝑨−𝟏 [(𝜒𝑚 + 𝑐0 )𝑨
̃ adalah matriks 𝑨 pada (59) namun dengan penerapan kondisi batas,
Matriks 𝑨
yakni semua elemen pada baris pertama, 𝑁, 𝑁 + 1, 𝑁 + 2 dan 2(𝑁 + 1) diatur
menjadi nol.
Jadi, dimulai dari pendekatan awal, yang diperoleh dari persamaan (60),
pendekatan orde yang lebih tinggi dari 𝐹𝑚 (𝜉) untuk 𝑚 ≥ 1 dapat diperoleh
dengan menggunakan persamaan (73).
̂𝑘 dan 𝑔
Selanjutnya, koefisien-koefisien ℎ
̂𝑘 orde ke-m, 𝑚 ≥ 0 pada
persamaan (52) dan (53) dapat diperoleh dengan persamaan
̂ 𝒎 = 𝑷−𝟏 𝐹𝑚 ,
𝒉
(74)
1
−𝟏
̂ 𝒎 = 𝑷 𝐹𝑚2 ,
𝒈
(75)
dengan
̂ 𝒎 = (ℎ̂0 , ℎ̂1 , … , ℎ̂𝑁 )𝑇 ,
𝒉
̂ 𝒎 = (𝑔̂0 , 𝑔̂1 , … , 𝑔̂𝑁 )𝑇 ,
𝒈
𝑷=(
𝑇0 (𝜉0 ) ⋯ 𝑇𝑁 (𝜉0 )
⋮
⋱
⋮ ),
𝑇0 (𝜉𝑁 ) ⋯ 𝑇𝑁 (𝜉𝑁 )
𝐹𝑚1 = (ℎ𝑚 (𝜉0 ), ℎ𝑚 (𝜉1 ), … ℎ𝑚 (𝜉𝑁 ))
(76)
𝑇
12
𝑇
𝐹𝑚2 = (𝑔𝑚 (𝜉0 ), 𝑔𝑚 (𝜉1 ), … 𝑔𝑚 (𝜉𝑁 )) .
Penurunan persamaan (74)-(76) diberikan pada Lampiran 4. Dengan
demikian, diperoleh penyelesaian pendekatan dari persamaan Von Karman (36)
dan (37) dalam bentuk deret orde ke-m sebagai berikut:
𝑁 ̂
𝐻(𝜂) ≈ ∑𝑚
(77)
𝑘=0 ∑𝑗=0 ℎ𝑗,𝑘 𝑇𝑗,𝑘 (𝜉) + 𝐻0 (𝜂),
𝑚
𝑁
𝐺(𝜂) ≈ ∑𝑘=0 ∑𝑗=0 𝑔̂𝑗,𝑘 𝑇𝑗,𝑘 (𝜉) + 𝐺0 (𝜂).
(78)
Studi Kasus
Pada bagian ini akan dibahas suatu studi kasus penyelesaian persamaan
Von Karman dengan menggunakan metode spektral homotopi. Berdasarkan
uraian pada bagian aplikasi metode, berikut ini prosedur untuk menentukan
penyelesaian dari persamaan Von Karman (36) dan (38):
1 Misalkan diberikan fungsi-fungsi pendekatan awal 𝐻0 dan 𝐺0 sebagai
berikut
(79)
𝐻0 (𝜂) = 𝑒 −𝜂 + 𝜂𝑒 −𝜂 − 1,
−𝜂
(𝜂)
𝐺0
=𝑒 .
(80)
Jelas bahwa 𝐻0 (𝜂) dan 𝐺0 (𝜂) memenuhi kondisi batas (38).
2 Mencari nilai-nilai koefisien fungsi ℎ𝑚 (𝜉) dan 𝑔𝑚 (𝜉) , 𝑚 ≥ 0
menggunakan persamaan (74) dan (75), dengan terlebih dahulu mencari
𝐹𝑚 , 𝑚 ≥ 0 secara rekursif menggunakan persamaan (60) (untuk 𝑚 =
0) dan (73) (untuk 𝑚 ≥ 1).
3 Membentuk penyelesaian persamaan Von Karman (36) dan (37)
menggunakan persamaan (77) dan (78).
Misalkan 𝐿 = 20 dan 𝑁 = 11, maka berdasarkan persamaan (59) diperoleh
matriks segi 𝐴 dengan dimensi 24. Kemudian persamaan (60) memberikan
𝐹0 = 10−3 . (148.8,148.8,148.8,148.8,148.7,148.9,148.3,145.3,116.4,55.2,
11.9,0,0,0.4,1.2, −0.8,2.1, −1.3,2.6,2.2,27.2,96.6,101.8,0)𝑇 .
Selanjutnya akan ditentukan nilai parameter 𝑐0 yang sesuai. Nilai 𝑐0
diperoleh dari kurva fungsi ℎ′(0) dan 𝑔′(0) untuk orde 2 dan orde 3. Kurva fungsi
ℎ′(0) dan 𝑔′(0) diberikan pada Gambar 2 dan Gambar 3 secara berurutan sebagai
berikut.
0.004
Keterangan:
---: ℎ′(0) orde 2
---: ℎ′(0) orde 3
−4
−3
−2
ℎ′(0)
0.002
−1
1
𝑐0
− 0.002
− 0.004
Gambar 2 Penentuan nilai parameter 𝑐0 berdasarkan kurva ℎ′ (0)
13
Keterangan:
---: 𝑔′(0) orde 2
---: 𝑔′(0) orde 3
0.04
𝑔′(0)
0.02
−3
−2
−1
𝑐0
1
− 0.02
− 0.04
Gambar 3 Penentuan nilai parameter 𝑐0 berdasarkan kurva 𝑔′ (0)
Berdasarkan Gambar 2 dan Gambar 3, dipilih nilai parameter 𝑐0 = −1 .
Kemudian, berdasarkan persamaan (73), diperoleh penyelesaian 𝐹𝑚 untuk 𝑚 =
1,2,3,4 sebagai berikut
𝐹1 = 10−3 . (−25.10, −25.10 − 25.10, −25.00, −25.10, −24.90, −25,40, −27.6,
−34.20, −24.80, −3.60,0,0,0.00, −0,30,0.10, −0.30,0.10, −0.10,
1.20,3.00, −0.00, −1.80,0)𝑇 ,
𝐹2 = 10−3 . (−0.10, −0.10, −0.10, −0.10, −0.10, −0.10, −0.20, −0.50, −0.50,
1.70,0.30,0,0,0.00,0.10, −0.00,0.10, −0.00,0.10, −0.10, −1.00,
−2.40, −0.80,0)𝑇 ,
−3
𝐹3 = 10 . (1.60,1.60,1.60,1.60,1.60,1.60,1.60,1.80,2.10,1.30,0.20,0.0,0.00,
−0.00,0.00, −0.00,0.00, −0.00, −0.10, −0.10,0.40,0.30,0)𝑇 ,
−3
𝐹4 = 10 . (−0.27, −0.27, −0.27, −0.27, −0.27, −0.27, −0.27, −0.26, −0.43,
−0.41, −0.07,0,0, −0.00, −0.00,0.00, −0.00, −0.00, −0.00,
0.01,0.11,0.11,0.01,0)𝑇 .
Selanjutnya, koefisien-koefisien ℎ𝑚 (𝜉) dan 𝑔𝑚 (𝜉) hingga orde 4 diberikan
oleh persamaan (74) dan (75) sebagai berikut
ℎ̂0 = 10−3 . (117.80,55.90, −40.20,21.80, −7.00, −1.10,3.40, −2.50,0.80,0.20,
−0.40,0.10)𝑇 ,
ℎ̂1 = 10−3 . (−23.00, −4.80,6.10, −6.70,5.50, −3.10,0.60,0.90, −1.20,1.00,
−0.50,0.10)𝑇 ,
ℎ̂2 = 10−3 . (0.11, −0.39,0.26, −0.00, −0.29,0.41, −0.32,0.11,0.07, −0.15,
0.12, −0.04)𝑇 ,
ℎ̂3 = 10−3 . (1.40,0.40, −0.40,0.40, −0.30,0.10,0.00, −0.10,0.10, −0.00,
0.00, −0.00)𝑇 ,
−3
ℎ̂4 = 10 . (−0.27, −0.02,0.05, −0.07,0.08, −0.07,0.03,0.00, −0.02,0.02,
−0.01,0.00)𝑇 .
𝑔̂0 = 10−3 . (21.10, −35.70,21.60, −5.00, −8.40,15.60, −17.20,14.70, −11.30,
6.90, −5.70,3.50)𝑇 ,
14
𝑔̂1 = 10−3 . (0.18, −0.17, −0.49,0.89, −0.66,0.11,0.46, −0.59,0.56, −0.16,
−0.04, −0.08)𝑇 ,
𝑔̂2 = 10−3 . (−0.36,0.63, −0.28, −0.14,0.41, −0.47,0.33, −0.16, −0.01,0.05,
−0.09,0.09)𝑇 ,
𝑔̂3 = 10−3 . (0.05, −0.10,0.08, −0.01,0.02,0.07, −0.09,0.08, −0.04,0.01,
0.02, −0.02)𝑇 ,
𝑔̂4 = 10−3 . (0.02, −0.03,0.01,0.02, −0.03,0.03, −0.01, −0.00,0.01, −0.00,
0.00, −0.00)𝑇 .
Akhirnya diperoleh bentuk penyelesaian persamaan (36) dan (37)
menggunakan persamaan (77) dan (78) sebagai berikut
𝐻(𝜂) ≈ 0.125 + 0.004𝜉 − 0.015𝜉 2 − 0.023𝜉 3 + 0.077𝜉 4 + 0.271𝜉 5 − 0.701𝜉 6
−0.029𝜉 7 + 0.985𝜉 8 − 0.401𝜉 9 − 0.409𝜉10 + 0.242𝜉11 + 𝐻0 (𝜂)
(81)
𝐺(𝜂) ≈ 0.003 − 0.021𝜉 − 0.133𝜉 2 + 0.408𝜉 3 + 1.345𝜉 4 − 2.662𝜉 5 − 4.345𝜉 6
+6.754𝜉 7 + 6.134𝜉 8 − 8.029𝜉 9 − 3.004𝜉10 + 3.550𝜉11 + 𝐺0 (𝜂)
(82)
Berdasarkan persamaan (81) diperoleh kurva fungsi 𝐻(𝜂) sebagai berikut.
H
𝐻(𝜂)
2
4
6
8
10
𝜂
− 0.2
− 0.4
− 0.6
− 0.8
Gambar 4 Kurva 𝐻 terhadap 𝜂 dengan 𝑐0 = −1
Berdasarkan Gambar 4, dimulai dari nol, nilai 𝐻 semakin menurun seiring dengan
bertambahnya nilai 𝜂 . Nilai 𝐻 kemudian konvergen menuju -0.875024575 saat
𝜂 → ∞. Dengan kata lain, kecepatan partikel dalam arah sumbu 𝑧 yaitu 𝑉𝑧 adalah
−0.875 × √𝜇Ω dengan 𝜇 adalah koefisien kekentalan kinematik fluida dan Ω
konstanta kecepatan sudut. Tanda negatif berarti bahwa arah gerak fluida pada
sumbu 𝑧 adalah menuju titik pusat koordinat.
Berikut ini diberikan Tabel 1 yang menyatakan galat antara nilai 𝐻(𝜂)
dengan literatur (Putri 2013) dengan 𝑐0 = −1 hingga orde ke-4.
15
Tabel 1 Perbandingan hasil penyelesaian 𝐻(∞) terhadap literatur beserta galat
𝐻(∞)(Spektral Homotopi)
-0.876244931
-0.876350528
-0.874753263
-0.875024575
orde
1
2
3
4
𝐻(∞)literatur (Putri 2013)
-0.859257831
-0.864152428
-0.868545963
-0.876812375
galat
0.0169871
0.0121981
0.0062073
0.0017878
Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa penyelesaian yang
diperoleh dalam karya tulis ini cukup baik. Terbukti mengacu pada hasil yang
diperoleh literatur (Putri 2013), galat yang dihasilkan oleh metode spektral
homotopi pada karya tulis ini cenderung semakin kecil untuk setiap orde (hingga
orde 4). Nilai galat yang terkecil dihasilkan pada orde 4, yakni kurang dari 0.002.
G
𝐺(𝜂)
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
1
2
3
4
5
6
7
𝜂
Gambar 5 Kurva 𝐺 terhadap 𝜂 dengan 𝑐0 = −1
Berdasarkan Gambar 5, kurva 𝐺(𝜂) semakin menurun seiring
membesarnya 𝜂. Sehingga dapat disimpulkan 𝐺(𝜂) konvergen ke 0 saat 𝜂 → ∞.
Dikaitkan dengan konteks permasalahan, partikel fluida hampir tidak bergerak
dalam arah tangensial yaitu 𝑉𝜃 untuk fluida yang hampir takkental (𝜇 → 0) .
Untuk fluida yang hampir kental (𝜇 → ∞), kecepatan partikel dalam arah sumbu
𝜃 yaitu 𝑉𝜃 adalah 𝑟Ω dengan Ω merupakan kecepatan sudut.
16
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Metode spektral homotopi adalah suatu metode pendekatan analitik untuk
menyelesaikan suatu sistem persamaan diferensial taklinear. Metode ini secara
sederhana dapat dipandang sebagai pemasukan konsep spektral ke dalamanalisis
homotopi. Metode ini dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan Von
Karman berkenaan dengan rotasi aliran fluida kental. Penggunaan metode spektral
homotopi untuk persamaan Von Karman memerlukan suatu operator taklinear
yang ditentukan berdasarkan bentuk taklinear dari persamaan tersebut.
Berdasarkan operator ini, diperoleh suatu rumus rekursif untuk memperoleh
penyelesaian persamaan Von Karman yang dinyatakan dalam polinomial
Chebyshev orde tertentu. Semakin tinggi orde yang digunakan, maka penyelesaian
hampiran persamaan ini semakin mendekati penyelesaian eksaknya.
Dalam penelitian ini, diperoleh penyelesaian masalah berupa besaran
komponen kecepatan fluida dalam arah sumbu-𝑧 dan komponen kecepatan sudut.
Untuk fuida yang takkental, partikel fluida tidak bergerak dalam arah sudut 0,
namun bergerak dengan kecepatan dalam arah sumbu- 𝑧 sebesar 0.875 × √𝜇Ω
mendekati pusat koordinat. Pemilihan nilai parameter 𝑐0 dalam metode spektral
homotopi ikut menentukan kekonvergenan dari penyelesaian masalah tersebut.
Saran
Dalam karya ilmiah ini digunakan beberapa asumsi untuk memperoleh
pendekatan penyelesaian analitik dari masalah Von Karman. Perlu adanya
penelitian lanjutan untuk masalah Von Karman apabila beberapa asumsi tersebut
tidak digunakan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Benton ER. 1966. On the flow due to a rotating disk. J.Fluid Mech. 24:781-800.
Doi: http://dx.doi.org/10.1017/S002211206001009.
El-Nahhas A. 2007. Analytic approximations for Von Karman swirling flow.
Science. 44(3):181-187.
Feit MD, Fleck JA, Steiger A. 1982. Solution of the Schrodinger equation by a
spectral method. Journal of Computanional Physics, 47, 412-433.
doi:10.1016/0021-9991(82)90091-2.
Finlayson BA. 1972. The Method of Mean Weight Residual and Variational
Principles. London: Academic Press.
Khorrami MR, Malik MR, Ash RL. 1989. Application of spectral collocation
techniques to the stability of swirling flows. Journal of Computanional
Physic. 81(1), 206-229. doi:10.1016/0021-9991(89)90071-5.
Liao S. 2004. Beyond Perturbation: Introduction to The Homotopy Analysis
Method. New York (US): Boca Raton.
Moser RD, Moin P, Leonard A. 1983. A spectral numerical method for the
Navier-Stokes equations to Taylor-Couette flow. Journal of Computational
Physics. 52(3), 524-544. doi:10.1016/0021-9991(83)90006-2.
Ogundare BS. 2009. On the pseudo-spektral method of solving linear ordinary
differential equations. Journal of Mathematics and Statistics. 5(2): 136-140.
Putri, RG. 2013. Penyelesaian masalah rotasi aliran fluida kental Von Karman
menggunakan metode homotopi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Siddiqui AM, Farooq AA, Haroon T, Babcock BS. 2013. A variant of the classical
VonKarman flow for a Jeffrey fluid. Journal of Applied Mathematical
Sciences. 7(20): 983-991.
Streeter VL, Wiley EB. 1985. Mekanika Fluida Jilid 1. Prijono A, penerjemah.
Jakarta(ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Fluid Mechanics, Ed ke-8.
Williams FA, Nayagam V. 2002. Dynamics of diffusion flames in Von Karman
swirling flow studied. Microgravity Research NASA [Internet]. California,
San
Diego.
[diunduh
Oktober
2014].
Tersedia
pada:
www.grc.nasa.gov/WWW/RT/RT2001/6000/6711nayagam.html
18
Lampiran 1 Penurunan persamaan (10) dan (11)
Pertama, akan diturunkan persamaan (10). Tinjau transformasi variabel yang
diberikan pada persamaan (9) berikut
𝑥 = 𝑟 cos 𝜃,
(9)
𝑦 = 𝑟 sin 𝜃.
Berdasarkan transformasi (9), diperoleh turunan-turunan parsial dari 𝑥 dan 𝑦
sebagai berikut:
𝜕𝑥
𝜕𝑥
= cos 𝜃 , 𝜕𝜃 = −𝑟 sin 𝜃,
𝜕𝑟
𝜕𝑦
𝜕𝑦
(83)
= sin 𝜃 , 𝜕𝜃 = 𝑟 cos 𝜃.
Untuk mengawali penurunan, akan ditentukan turunan total dari 𝑥 terhadap 𝑡 yang
dinyatakan sebagai komponen kecepatan arah sumbu 𝑥, yaitu 𝑢 sebagai berikut
𝑑𝑥
𝜕𝑥 𝑑𝑟
𝜕𝑥 𝑑𝜃
𝑢= =
+
.
(84)
𝜕𝑟
𝑑𝑡
𝜕𝑟 𝑑𝑡
𝜕𝜃 𝑑𝑡
Berdasarkan turunan-turunan parsial pada persamaan (83) dan 𝑉𝑟 =
𝑑𝜃
𝑑𝑟
𝑑𝑡
dan 𝑉𝜃 =
𝑟 𝑑𝑡 , maka persamaan (84) dapat ditulis sebagai berikut
(85)
𝑢 = cos 𝜃 𝑉𝑟 − 𝑟 sin 𝜃 𝑉𝜃 .
Cara yang serupa digunakan untuk menyatakan turunan total dari 𝑦 terhadap 𝑡
yang dinyatakan sebagai komponen kecepatan arah sumbu 𝑦, yaitu 𝑣 sebagai
berikut
𝑑𝑦 𝜕𝑦 𝑑𝑟 𝜕𝑦 𝑑𝜃
𝑣=
=
+
,
𝑑𝑡 𝜕𝑟 𝑑𝑡 𝜕𝜃 𝑑𝑡
atau
(86)
𝑣 = sin 𝜃 𝑉𝑟 + 𝑟 cos 𝜃 𝑉𝜃 .
Dari persamaan (85) dan (86), diperoleh persamaan (10) sebagai berikut
𝑉𝑟 = 𝑢 cos 𝜃 + 𝑣 sin 𝜃 ,
𝑉𝜃 = −𝑢 sin 𝜃 + 𝑣 cos 𝜃.
Selanjutnya, akan diturunkan persamaan (11) yang merupakan hasil
transformasi dari persamaan (8) ke dalam koordinat silinder. Langkah pertama,
perhatikan bahwa transformasi (9) dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑟 2 = 𝑥2 + 𝑦2,
(87)
𝑦
𝜃 = arctan .
𝑥
Dari persamaan (84), diperoleh turunan-turunan parsial dari 𝑟 dan 𝜃 sebagai
berikut:
𝜕𝑟
𝜕𝑟
= cos 𝜃 ,
= sin 𝜃,
𝜕𝑥
𝜕𝑦
𝜕𝜃
1
𝜕𝜃 1
= − sin 𝜃 ,
= cos 𝜃.
𝜕𝑥
𝑟
𝜕𝑦 𝑟
Kemudian tinjau persamaan (8) yang akan diturunkan berikut
𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤
+
+
= 0.
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
Akan ditentukan representasi suku-suku pada ruas kiri persamaan (8) tersebut
dalam koordinat silinder. Dengan menggunakan aturan rantai, diperoleh
𝜕𝑢
𝜕𝑢
1
𝜕𝑢
(88)
= cos 𝜃 − sin 𝜃 ,
𝜕𝑥
𝜕𝑟
𝑟
𝜕𝜃
19
𝜕𝑣
𝜕𝑣
1
𝜕𝑣
= sin 𝜃 𝜕𝑟 + 𝑟 cos 𝜃 𝜕𝜃.
(89)
Lalu, karena 𝑤 dan 𝑉𝑧 sama-sama menyatakan komponen kecepatan dalam arah
sumbu 𝑧, maka diperoleh hubungan berikut
𝑤 = 𝑉𝑧 ,
sehingga diperoleh
𝜕𝑉
𝜕𝑤
(90)
= 𝜕𝑧𝑧 .
𝜕𝑧
Jika persamaan (88)-(90) dijumlahkan, maka diperoleh persamaan berikut
𝜕𝑢 1
𝜕𝑢
𝜕𝑣 1
𝜕𝑣 𝜕𝑉𝑧
(91)
cos 𝜃
− sin 𝜃
+ sin 𝜃
+ cos 𝜃
+
= 0.
𝜕𝑟 𝑟
𝜕𝜃
𝜕𝑟 𝑟
𝜕𝜃 𝜕𝑧
Kemudian sisipkan ekspresi
1
1
(𝑢 cos 𝜃 + 𝑣 sin 𝜃) + (−𝑢 cos 𝜃 − 𝑣 sin 𝜃)
𝑟
𝑟
pada persamaan (90), diperoleh
𝜕𝑢
1
𝜕𝑢
1
𝜕𝑣
1
𝜕𝑣
cos 𝜃 𝜕𝑟 − 𝑟 sin 𝜃 𝜕𝜃 + 𝑟 (𝑢 cos 𝜃 + 𝑣 sin 𝜃) + sin 𝜃 𝜕𝑟 + 𝑟 cos 𝜃 𝜕𝜃 +
(92)
1
𝜕𝑉
(−𝑢 cos 𝜃 − 𝑣 sin 𝜃) + 𝑧 = 0.
𝜕𝑧
𝑟
Ruas kiri persamaan (92) adalah penjabaran dari ekspresi berikut
1 𝜕(𝑟(𝑢 cos 𝜃 + 𝑣 sin 𝜃)) 1 𝜕(−𝑢 sin 𝜃 + 𝑣 cos 𝜃) 𝜕𝑉𝑧
+
+
.
𝑟
𝜕𝑟
𝑟
𝜕𝜃
𝜕𝑧
Berdasarkan persamaan (10), ekspresi (92) dapat dituliskan sebagai berikut
1 𝜕(𝑟𝑉𝑟) 1 𝜕𝑉𝜃 𝜕𝑉𝑧
+
+
𝑟 𝜕𝑟
𝑟 𝜕𝜃
𝜕𝑧
yang juga merupakan ruas kiri persamaan yang ingin diturunkan. Jadi,
berdasarkan persamaan (92), telah diturunkan persamaan kontinuitas fluida dalam
koordinat silinder sebagai berikut
1 𝜕(𝑟𝑉𝑟) 1 𝜕𝑉𝜃 𝜕𝑉𝑧
+
+
= 0.
𝑟 𝜕𝑟
𝑟 𝜕𝜃
𝜕𝑧
𝜕𝑦
20
Lampiran 2 Penurunan persamaan (56)-(59)
Substitusikan (52) dan (53) berikut
𝑁
ℎ0 (𝜉) ≈
ℎ0𝑁 (𝜉𝑗 )
̂𝑘 𝑇1,𝑘 (𝜉𝑗 ), 𝑗 = 1,2, … , 𝑁,
= ∑ℎ
𝑘=0
𝑁
𝑔0 (𝜉) ≈ 𝑔0𝑁 (𝜉𝑗 ) = ∑ 𝑔
̂𝑘 𝑇2,𝑘 (𝜉𝑗 ), 𝑗 = 1,2, … , 𝑁,
𝑘=0
dan (55) berikut
𝑁
𝑁
𝑘=0
𝑘=0
𝑑𝑟 ℎ0
𝑑 𝑟 𝑔0
𝑟
𝑟
(𝜉
),
=
∑
𝐷
ℎ
= ∑ 𝐷𝑗𝑘
𝑔0 (𝜉𝑘 ),
𝑗𝑘 0 𝑘
𝑑𝜉𝑗𝑟
𝑑𝜉𝑗𝑟
ke dalam persamaan (49) berikut
𝑎0 ℎ′′′ (𝜉) + 𝑎1 ℎ′′ (𝜉) + 𝑎2 ℎ′ (𝜉) + 𝑎3 𝑔(𝜉) + 𝑎4 ℎ(𝜉) = 𝜙1 (𝜂)
menghasilkan
𝑁
𝑁
3
𝑎0 ∑ 𝐷𝑗𝑘
𝑘=0
2
𝑎1 ∑ 𝐷𝑗𝑘
𝑘=0
ℎ0 (𝜉𝑘 ) +
= 𝜙1 (𝜂)
yang ekuivalen dengan
𝑁
𝑁
3
𝑎0 ∑ 𝐷𝑗𝑘
𝑘=0
2
𝑎1 ∑ 𝐷𝑗𝑘
𝑘=0
ℎ0 (𝜉𝑘 ) +
𝑁
ℎ0 (𝜉𝑘 ) + 𝑎2 ∑ 𝐷𝑗𝑘 ℎ0 (𝜉𝑘 ) + 𝑎3 𝑔0 + 𝑎4 ℎ0
𝑘=0
𝑁
ℎ0 (𝜉𝑘 ) + 𝑎2 ∑ 𝐷𝑗𝑘 ℎ0 (𝜉𝑘 ) + 𝑎4 ℎ0 + 𝑎3 𝑔0
𝑘=0
= 𝜙1 (𝜂).
Karena titik collocation 𝜉𝑗 berjumlah 𝑁 + 1 titik dan demikian halnya dengan
𝑟
jumlah indeks 𝑘, maka ∑𝑁
𝑘=0 𝐷𝑘𝑗 ℎ0 (𝜉𝑗 ) akan membentuk matriks segi berdimensi
𝑁 + 1. Karena ada 𝑁 + 1 titik collocation, maka koefisien 𝑎𝑖 , 𝑖 = 0,1,2,3,4 dan
𝜙𝑙 , 𝑙 = 1,2 akan membentuk vektor berukuran 𝑁 + 1 pula. Sehingga, vektor
𝑎𝑖 perlu dibuat menjadi matriks segi dengan dimensi yang sama (𝑁 + 1) agar
𝑟
𝑎 𝑖 ∑𝑁
𝑘=0 𝐷𝑗𝑘 ℎ0 (𝜉𝑘 ) terdefinisi, yakni dengan cara membuatnya menjadi matriks
diagonal. Selanjutnya, diperoleh persamaan matriks berikut
𝒂𝟎 𝑫𝟑 𝒉𝟎 + 𝒂𝟏 𝑫𝟐 𝒉𝟎 + 𝒂𝟐 𝑫𝒉𝟎 + 𝒂𝟒 𝑰𝒉𝟎 + 𝒂𝟑 𝑰𝒈𝟎
= [𝜙1 (𝜂0 ), 𝜙1 (𝜂1 ), … , 𝜙1 (𝜂𝑁 )]𝑻
atau setara dengan
(𝒂𝟎 𝑫𝟑 + 𝒂𝟏 𝑫𝟐 + 𝒂𝟐 𝑫 + 𝒂𝟒 𝑰 𝒂𝟑 𝑰)(𝒉𝟎 𝒈𝟎 )𝑻 = [𝜙1 (𝜂0 ), 𝜙1 (𝜂1 ), … , 𝜙1 (𝜂𝑁 )]𝑻 .
Persamaan ini merupakan bentuk matriks dari (49). Dengan menerapkan cara
yang serupa, diperoleh bentuk matriks dari persamaan (50).
Berdasarkan persamaan (49) dan (50) diperoleh
𝑨𝑭𝟎 = 𝝓
dengan
𝒂 𝑫𝟑 + 𝒂𝟏 𝑫𝟐 + 𝒂𝟐 𝑫 + 𝒂𝟒 𝑰
𝒂𝟑 𝑰
),
𝑨=( 𝟎
𝟐
𝒃𝟏 𝑫 + 𝒃𝟑 𝑰
𝒃𝟎 𝑫 + 𝒃𝟐 𝑫 + 𝒃𝟒 𝑰
𝐹0 = [ℎ0 (𝜉0 ), ℎ0 (𝜉1 ), … , ℎ0 (𝜉𝑁 ), 𝑔0 (𝜉0 ), 𝑔0 (𝜉1 ), , … 𝑔0 (𝜉𝑁 )]𝑇 ,
𝝓 = [𝜙1 (𝜂0 ), 𝜙1 (𝜂1 ), … , 𝜙1 (𝜂𝑁 ), 𝜙2 (𝜂0 ), 𝜙2 (𝜂1 ), … , 𝜙2 (𝜂𝑁 )]𝑇 ,
𝒂𝒊 = diag([𝑎𝑖 (𝜂0 ), 𝑎𝑖 (𝜂1 ), … , 𝑎𝑖 (𝜂𝑁−1 ), 𝑎𝑖 (𝜂𝑁 )]),
21
𝒃𝒊 = diag([𝑏𝑖 (𝜂0 ), 𝑏𝑖 (𝜂1 ), … , 𝑏𝑖 (𝜂𝑁−1 ), 𝑏𝑖 (𝜂𝑁 )]), 𝑖 = 0,1,2,3,4.
Selanjutnya penurunan kondisi batas yang bersesuaian. Dimulai dengan kondisi
batas yang diberikan oleh persamaan (51) berikut
2
2
ℎ0 (−1) = ℎ0′ (−1) = ℎ0′ (1) = 0, 𝑔0 (−1) = 0, 𝑔0 (1) = 0.
𝐿
𝐿
Perhatikan titik-titik collocation 𝜉𝑗 , 𝑗 = 0,1, … , 𝑁 . Berdasarkan definisi titik
collocation pada (54), diketahui 𝜉𝑗 = −1 saat 𝑗 = 𝑁 dan 𝜉𝑗 = 1 saat 𝑗 = 0 .
Kemudian, dengan menerapkan fakta bahwa
kondisi batas (51) memberikan
𝑁
2
∑ 𝐷0𝑘 ℎ0 (𝜉𝑘 ) = 0,
𝐿
𝑘=0
𝑑𝑟 ℎ0
𝑑𝜉𝑗𝑟
𝑁
𝑟
= ∑𝑁
𝑘=0 𝐷𝑗𝑘 ℎ0 (𝜉𝑘 ) , maka
2
∑ 𝐷𝑁𝑘 ℎ0 (𝜉𝑘 ) = 0, ℎ0 (𝜉𝑁 ) = 0,
𝐿
𝑘=0
𝑔0 (𝜉0 ) = 0, 𝑔0 (𝜉𝑁 ) = 0.
22
Lampiran 3 Penurunan persamaan (65)- (68)
Untuk mendapatkan persamaan deformasi orde ke-m, kedua ruas pada
persamaan deformasi orde nol (63) dan (64) diturunkan terhadap q sebanyak m
kali, kemudian dibagi dengan m! dan substitusikan nilai q=0.
Pertama, tinjau persamaan deformasi orde nol untuk fungsi h pada persamaan (63)
berikut
(1 − 𝑞)𝐿ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞) − ℎ0 (𝜉)] = 𝑞𝑐0 (𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 ).
Turunan pertama persamaan (63) terhadap q adalah
−𝐿ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞) − ℎ0 (𝜉)] + (1 − 𝑞)𝐿ℎ [
𝜕
ℎ̃(𝜉; 𝑞)]
𝜕𝑞
̃(𝜉; 𝑞), 𝑔
̃ (𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 ) + 𝑞𝑐0
= 𝑐0 (𝑁ℎ [ℎ
𝜕
̃ (𝜉; 𝑞), 𝑔
̃ (𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 ).
(𝑁 [ℎ
𝜕𝑞 ℎ
Substitusi nilai q=0 memberikan
𝐿ℎ [ℎ1 ] = 𝑐0 (𝑁ℎ [ℎ0 , 𝑔0 ] − 𝜙1 ).
Turunan kedua persamaan (63) terhadap q adalah
−2𝐿ℎ [
𝜕2
ℎ̃ (𝜉; 𝑞)] + (1 − 𝑞)𝐿ℎ [ 2 ℎ̃ (𝜉; 𝑞)]
𝜕𝑞
𝜕𝑞
𝜕
= 2𝑐0
𝜕2
𝜕
̃(𝜉; 𝑞), 𝑔
̃(𝜉; 𝑞), 𝑔
̃ (𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 ) + 𝑞𝑐0 2 (𝑁ℎ [ℎ
̃ (𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 ).
(𝑁ℎ [ℎ
𝜕𝑞
𝜕𝑞
Substitusi nilai q=0 memberikan
2𝐿ℎ [ℎ2 − ℎ1 ] = 2𝑐0
𝜕
𝜕𝑞
(𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 )|
𝑞=0
yang ekuivalen dengan
𝐿ℎ [ℎ2 − ℎ1 ] = 𝑐0
𝜕
𝜕𝑞
(𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 )|
.
𝑞=0
Turunan ketiga persamaan (63) terhadap q adalah
−3𝐿ℎ [
𝜕2
𝜕𝑞2
= 3𝑐0
ℎ̃ (𝜉; 𝑞)] + (1 − 𝑞)𝐿ℎ [
𝜕3
𝜕𝑞3
ℎ̃ (𝜉; 𝑞)]
𝜕2
𝜕3
𝜕𝑞
𝜕𝑞3
(𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 ) + 𝑞𝑐0
2
(𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 ).
23
Substitusi nilai q=0 memberikan
𝜕2
6𝐿ℎ [ℎ3 − ℎ2 ] = 3𝑐0
𝜕𝑞2
(𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 )|
𝑞=0
yang ekuivalen dengan
1 𝜕2
𝐿ℎ [ℎ3 − ℎ2 ] = 𝑐0 2 (𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 )| .
2 𝜕𝑞
𝑞=0
Turunan keempat persamaan (63) terhadap q adalah
𝜕3
𝜕4
𝜕𝑞
𝜕𝑞4
−4𝐿ℎ [
ℎ̃ (𝜉; 𝑞)] + (1 − 𝑞)𝐿ℎ [
3
ℎ̃ (𝜉; 𝑞)]
= 4𝑐0 (𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 ) + 𝑞𝑐0
𝜕4
𝜕𝑞4
(𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 ).
Substitusi nilai q=0 memberikan
4! 𝐿ℎ [ℎ4 − ℎ3 ] = 4𝑐0
𝜕3
̃(𝜉; 𝑞), 𝑔
̃ (𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 )|
(𝑁 [ℎ
𝜕𝑞 3 ℎ
𝑞=0
yang ekuivalen dengan
𝐿ℎ [ℎ4 − ℎ3 ] =
1
𝜕3
̃(𝜉; 𝑞), 𝑔
̃ (𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 )| .
𝑐0 3 (𝑁ℎ [ℎ
3! 𝜕𝑞
𝑞=0
Untuk turunan ke-m dengan 𝑚 ≥ 1, diperoleh
−𝑚𝐿ℎ [
𝜕𝑚−1
𝜕𝑞𝑚−1
= 𝑚𝑐0
ℎ̃ (𝜉; 𝑞)] + (1 − 𝑞)𝐿ℎ [
𝜕𝑚
𝜕𝑞𝑚
ℎ̃ (𝜉; 𝑞)]
𝜕𝑚−1
𝜕𝑚
𝜕𝑞
𝜕𝑞𝑚
(𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 ) + 𝑞𝑐0
𝑚−1
(𝑁ℎ [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 ).
Substitusi nilai q=0 memberikan
𝑚! 𝐿ℎ [ℎ𝑚 − ℎ𝑚−1 ] = 𝑚𝑐0
𝜕 𝑚−1
̃(𝜉; 𝑞), 𝑔
̃ (𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 )|
(𝑁 [ℎ
𝜕𝑞 𝑚−1 ℎ
𝑞=0
yang ekuivalen dengan
𝐿ℎ [ℎ𝑚 − ℎ𝑚−1 ] =
atau
1
𝜕 𝑚−1
̃(𝜉; 𝑞), 𝑔
̃ (𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 )|
𝑐0 𝑚−1 (𝑁ℎ [ℎ
(𝑚 − 1)! 𝜕𝑞
𝑞=0
24
ℎ
𝐿ℎ [ℎ𝑚 − 𝜒𝑚 ℎ𝑚−1 ] = 𝑐0 𝑅𝑚 ,
dengan
ℎ
𝑅𝑚
=
1
𝜕𝑚−1
(𝑁 [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙1 )|
(𝑚 − 1)! 𝜕𝑞𝑚−1 ℎ
𝑞=0
dan
0,
1,
𝜒𝑚 = {
𝑚≤1
𝑚 > 1.
Cara yang serupa diterapkan pada persamaan (64), diperoleh
𝑔
𝐿𝑔 [𝑔𝑚 − 𝜒𝑚 𝑔𝑚−1 ] = 𝑐0 𝑅𝑚 ,
dengan
𝑔
𝑅𝑚 =
1
𝜕𝑚−1
(𝑁 [ℎ̃(𝜉; 𝑞), 𝑔̃(𝜉; 𝑞)] − 𝜙2 )|
(𝑚 − 1)! 𝜕𝑞𝑚−1 𝑔
𝑞=0
dan
0,
1,
𝜒𝑚 = {
𝑚≤1
𝑚 > 1.
Selanjutnya, berdasarkan definisi operator taklinear 𝑁ℎ dan 𝑁𝑔 pada persamaan
𝑔
ℎ
(61) dan (62), substitusikan definisi 𝑁ℎ dan 𝑁𝑔 pada ekspresi 𝑅𝑚
dan 𝑅𝑚
ℎ
𝑅𝑚
=
𝑔
𝑅𝑚
1
𝜕𝑚−1
𝜕 3 ℎ̃
𝜕 2 ℎ̃
𝜕ℎ̃
4 𝜕 2 ℎ̃
̃
(𝑎
+
𝑎
+
𝑎
+
𝑎
𝑔
̃
+
𝑎
ℎ
−
ℎ̃
1
2
3
4
(𝑚 − 1)! 𝜕𝑞𝑚−1 0 𝜕𝜉 3
𝜕𝜉
𝜕𝜉 2
𝐿2 𝜕𝜉 2
2 𝜕ℎ̃ 𝜕ℎ̃
+ 2
− 2𝑔̃2 − 𝜙1 )|
𝐿 𝜕𝜉 𝜕𝜉
𝑞=0
1
𝜕 𝑚−1
𝜕 2 𝑔̃
𝜕ℎ̃
𝜕𝑔̃
=
(𝑏
+
𝑏
+
𝑏
+ 𝑏3 ℎ̃ + 𝑏4 𝑔̃
0
1
2
(𝑚 − 1)! 𝜕𝑞 𝑚−1
𝜕𝜉 2
𝜕𝜉
𝜕𝜉
2
𝜕ℎ̃
𝜕𝑔̃
+ (𝑔̃
− ℎ̃ ) − 𝜙2 )|
𝐿
𝜕𝜉
𝜕𝜉
𝑞=0
𝑅1ℎ = 𝑎0 ℎ0′′′ + 𝑎1 ℎ0′′ + 𝑎2 ℎ0′ + 𝑎3 𝑔0 + 𝑎4 ℎ0 −
4
2
ℎ0 ℎ0′′ + 2 ℎ0 ℎ0 − 2𝑔0 𝑔0 − 𝜙1
2
𝐿
𝐿
𝑅2ℎ = 𝑎0 ℎ1′′′ + 𝑎1 ℎ1′′ + 𝑎2 ℎ1′ + 𝑎3 𝑔1 + 𝑎4 ℎ1 −
4
4
2
ℎ1 ℎ0′′ − 2 ℎ0 ℎ1′′ + 2 ℎ1 ℎ0
2
𝐿
𝐿
𝐿
+
2
ℎ ℎ − 2𝑔1 𝑔0 − 2𝑔0 𝑔1
𝐿2 0 1
25
𝑅3ℎ =
8
1
8
(2𝑎0 ℎ0′′′ + 2𝑎1 ℎ0′′ + 2𝑎2 ℎ0′ + 2𝑎3 𝑔0 + 2𝑎4 ℎ0 − 2 ℎ2 ℎ0′′ − 2 ℎ1 ℎ1′′
𝐿
2!
𝐿
4
8
4
4
− 2 ℎ0 ℎ2′′ + 2 ℎ2 ℎ0 + 2 ℎ1 ℎ1 + 2 ℎ0 ℎ2 − 4𝑔2 𝑔0 − 4𝑔1 𝑔1
𝐿
𝐿
𝐿
𝐿
− 4𝑔0 𝑔2 )
yang ekuivalen dengan
𝑅3ℎ = 𝑎0 ℎ0′′′ + 𝑎1 ℎ0′′ + 𝑎2 ℎ0′ + 𝑎3 𝑔0 + 𝑎4 ℎ0 −
+
𝑅4ℎ =
4
4
4
ℎ2 ℎ0′′ − 2 ℎ1 ℎ1′′ − 2 ℎ0 ℎ2′′
2
𝐿
𝐿
𝐿
2
2
2
ℎ2 ℎ0 + 2 ℎ1 ℎ1 + 2 ℎ0 ℎ2 − 2𝑔2 𝑔0 − 2𝑔1 𝑔1 − 2𝑔0 𝑔2
2
𝐿
𝐿
𝐿
24
1
24
(6𝑎0 ℎ0′′′ + 6𝑎1 ℎ0′′ + 6𝑎2 ℎ0′ + 6𝑎3 𝑔0 + 6𝑎4 ℎ0 − 2 ℎ3 ℎ0′′ − 2 ℎ2 ℎ1′′
𝐿
3!
𝐿
24
12
24
12
12
12
− 2 ℎ1 ℎ2′′ − 2 ℎ0 ℎ3′′ + 2 ℎ3 ℎ0 + 2 ℎ2 ℎ1 + 2 ℎ1 ℎ2 + 2 ℎ0 ℎ3
𝐿
𝐿
𝐿
𝐿
𝐿
𝐿
− 12𝑔3 𝑔0 − 12𝑔2 𝑔1 − 12𝑔1 𝑔2 − 12𝑔0 𝑔3 )
yang ekuivalen dengan
4
4
4
′′
′′
ℎ
ℎ
−
ℎ
ℎ
−
ℎ ℎ′′
3
2
0
1
𝐿2
𝐿2
𝐿2 1 2
4
2
2
2
2
− 2 ℎ0 ℎ3′′ + 2 ℎ3 ℎ0 + 2 ℎ2 ℎ1 + 2 ℎ1 ℎ2 + 2 ℎ0 ℎ3 − 2𝑔3 𝑔0
𝐿
𝐿
𝐿
𝐿
𝐿
− 2𝑔2 𝑔1 − 2𝑔1 𝑔2 − 2𝑔0 𝑔3
𝑅4ℎ = 𝑎0 ℎ0′′′ + 𝑎1 ℎ0′′ + 𝑎2 ℎ0′ + 𝑎3 𝑔0 + 𝑎4 ℎ0 −
atau secara umum
′′′
′′
ℎ
𝑅𝑚
= 𝑎0 ℎ𝑚−1
+ 𝑎1 ℎ𝑚−1
+ 𝑎2 𝑔𝑚−1 + 𝑎4 ℎ𝑚−1
𝑚−1
2
4
′
′′
+ ∑ ( 2 ℎ𝑛′ ℎ𝑚−1−𝑛
− 2 ℎ𝑛 ℎ𝑚−1−𝑛
− 2𝑔𝑛 𝑔𝑚−1−𝑛 )
𝐿
𝐿
𝑛=0
− 𝜙1 (𝜂)(1 − 𝜒𝑚 ).
Telah diturunkan bagian pertama persamaan (68). Selanjutnya, bagian kedua
persamaan (68) dapat diturunkan dengan cara serupa.
2
2
𝑔
𝑅1 = 𝑏0 𝑔0′′ + 𝑏1 ℎ0′ + 𝑏2 𝑔0′ + 𝑏3 ℎ0 + 𝑏4 𝑔0 + ℎ0′ 𝑔0 − 𝑔0′ ℎ0 − 𝜙2
𝐿
𝐿
2 ′
2 ′
2
𝑔
′′
′
′
𝑅2 = 𝑏0 𝑔0 + 𝑏1 ℎ0 + 𝑏2 𝑔0 + 𝑏3 ℎ0 + 𝑏4 𝑔0 + ℎ1 𝑔0 + ℎ0 𝑔1 − 𝑔1′ ℎ0
𝐿
𝐿
𝐿
2 ′
− 𝑔0 ℎ1
𝐿
1
4
4
𝑔
𝑅3 = (2𝑏0 𝑔0′′ + 2𝑏1 ℎ0′ + 2𝑏2 𝑔0′ + 2𝑏3 ℎ0 + 2𝑏4 𝑔0 + ℎ2′ 𝑔0 + ℎ1′ 𝑔1
2!
𝐿
𝐿
4 ′
4 ′
4 ′
4 ′
+ ℎ0 𝑔2 − 𝑔2 ℎ0 − 𝑔1 ℎ1 − 𝑔0 ℎ2 )
𝐿
𝐿
𝐿
𝐿
26
yang ekuivalen dengan
2
2
2
𝑔
𝑅3 = 𝑏0 𝑔0′′ + 𝑏1 ℎ0′ + 𝑏2 𝑔0′ + 𝑏3 ℎ0 + 𝑏4 𝑔0 + ℎ2′ 𝑔0 + ℎ1′ 𝑔1 + ℎ0′ 𝑔2
𝐿
𝐿
𝐿
2 ′
2 ′
2 ′
− 𝑔2 ℎ0 − 𝑔1 ℎ1 − 𝑔0 ℎ2
𝐿
𝐿
𝐿
𝑔
𝑅4 =
12
1
12 ′
(6𝑏0 𝑔0′′ + 6𝑏1 ℎ0′ + 6𝑏2 𝑔0′ + 6𝑏3 ℎ0 + 6𝑏4 𝑔0 + ℎ3′ 𝑔0 +
ℎ 𝑔
𝐿
3!
𝐿 2 1
12
12
12 ′
12 ′
12 ′
+ ℎ1′ 𝑔2 + ℎ0′ 𝑔3 −
𝑔3 ℎ0 −
𝑔2 ℎ1 −
𝑔ℎ
𝐿
𝐿
𝐿
𝐿
𝐿 1 2
12
− 𝑔0′ ℎ3 )
𝐿
yang ekuivalen dengan
2
2
2
𝑔
𝑅4 = 𝑏0 𝑔0′′ + 𝑏1 ℎ0′ + 𝑏2 𝑔0′ + 𝑏3 ℎ0 + 𝑏4 𝑔0 + ℎ3′ 𝑔0 + ℎ2′ 𝑔1 + ℎ1′ 𝑔2
𝐿
𝐿
𝐿
2 ′
2 ′
2 ′
2 ′
2 ′
+ ℎ0 𝑔3 − 𝑔3 ℎ0 − 𝑔2 ℎ1 − 𝑔1 ℎ2 − 𝑔0 ℎ3
𝐿
𝐿
𝐿
𝐿
𝐿
atau secara umum
𝑔
′′
′
′
𝑅𝑚 (𝜉) = 𝑏0 𝑔𝑚−1
+ 𝑏1 ℎ𝑚−1
+ 𝑏2 𝑔𝑚−1
+ 𝑏3 ℎ𝑚−1 + 𝑏4 𝑔𝑚−1
𝑚−1
2
+ ∑ (ℎ𝑛′ 𝑔𝑚−1−𝑛 − 𝑔𝑛′ ℎ𝑚−1−𝑛 ) − 𝜙2 (𝜂)(1 − 𝜒𝑚 ).
𝐿
𝑛=0
27
Lampiran 4 Penurunan persamaan (74) – (76)
Telah diketahui bahwa untuk setiap orde m, 𝑚 ≥, ℎ𝑚 didekati sebagai fungsi
polinom berorde N dengan masing-masing sukunya adalah polinomial Chebysev
berorde 0,1,...,N. Kemudian untuk setiap suku, polinomial Chebyshev ini
dievaluasi pada titik-titik collocation 𝜉𝑗 , 𝑗 = 0,1, … , 𝑁, sehingga diperoleh sistem
persamaan linear berikut
𝑇0 (𝜉0 )ℎ̂0 ⋯ 𝑇𝑁 (𝜉0 )ℎ̂𝑁
𝑇
(
) = (ℎ𝑚 (𝜉0 ), ℎ𝑚 (𝜉1 ), … ℎ𝑚 (𝜉𝑁 ))
⋮
⋱
⋮
𝑇0 (𝜉𝑁 )ℎ̂0 ⋯ 𝑇𝑁 (𝜉𝑁 )ℎ̂𝑁
dengan vektor variabel yang ingin dicari adalah koefisien-koefisien
𝑇
(ℎ̂0 , ℎ̂1 , … , ℎ̂𝑁 ) . Sistem persamaan linear tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut
𝑇0 (𝜉0 ) ⋯ 𝑇𝑁 (𝜉0 )
𝑇
𝑇
⋱
⋮ ) (ℎ̂0 , ℎ̂1 , … , ℎ̂𝑁 ) = (ℎ𝑚 (𝜉0 ), ℎ𝑚 (𝜉1 ), … ℎ𝑚 (𝜉𝑁 )) .
( ⋮
𝑇0 (𝜉𝑁 ) ⋯ 𝑇𝑁 (𝜉𝑁 )
̂1 , … , ℎ̂𝑁 )𝑇 dapat dicari dengan persamaan
̂0 , ℎ
Selanjutnya, jelas bahwa (ℎ
−1
𝑇0 (𝜉0 ) ⋯ 𝑇𝑁 (𝜉0 )
𝑇
𝑇
⋱
⋮ ) (ℎ𝑚 (𝜉0 ), ℎ𝑚 (𝜉1 ), … ℎ𝑚 (𝜉𝑁 )) .
(ℎ̂0 , ℎ̂1 , … , ℎ̂𝑁 ) = ( ⋮
𝑇0 (𝜉𝑁 ) ⋯ 𝑇𝑁 (𝜉𝑁 )
ekuivalen dengan yang ingin diturunkan. Serupa untuk penurunan koefisien 𝒈̂𝒎 ,
diperoleh
̂ 𝒎 = 𝑷−𝟏 𝐹𝑚 ,
𝒉
1
̂ 𝒎 = 𝑷−𝟏 𝐹𝑚2 ,
𝒈
dengan
̂ 𝒎 = (ℎ̂0 , ℎ̂1 , … , ℎ̂𝑁 )𝑇 ,
𝒉
̂ 𝒎 = (𝑔̂0 , 𝑔̂1 , … , 𝑔̂𝑁 )𝑇 ,
𝒈
𝑷=(
𝑇0 (𝜉0 ) ⋯ 𝑇𝑁 (𝜉0 )
⋮
⋱
⋮ ),
𝑇0 (𝜉𝑁 ) ⋯ 𝑇𝑁 (𝜉𝑁 )
𝑇
𝐹𝑚1 = (ℎ𝑚 (𝜉0 ), ℎ𝑚 (𝜉1 ), … ℎ𝑚 (𝜉𝑁 )) ,
𝑇
𝐹𝑚2 = (𝑔𝑚 (𝜉0 ), 𝑔𝑚 (𝜉1 ), … 𝑔𝑚 (𝜉𝑁 )) .
28
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1994 di Sampit, Kalimantan
Tengah sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Sularjo dan Asih
Indarti. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari TK Tunas Rimba
(lulus pada 1999), kemudian dilanjutkan di SDN 2 Mentawa Baru Hilir (lulus
pada 2005). Selanjutnya, pendidikan tingkat menengah ditempuh penulis di
SMPN 1 (lulus tahun 2008) dan SMAN 1 (lulus tahun 2011) yang semuanya
berada di Sampit. Pada tahun 2011, penulis diterima menjadi mahasiswa
Departemen Matematika IPB melalui jalur SNMPTN Undangan.
Selama berkuliah di IPB, penulis aktif mengikuti kegiatan ekstra-kurikuler
yang tersedia di lingkungan kampus. Beberapa organisasi yang pernah penulis
ikuti adalah Klub Asrama Tutor Sebaya (2011-2012), Lembaga Dakwah Kampus
Al-Hurriyyah (2011-2012) dan Gugus Mahasiswa Matematika (2012-2014).
Selain organisasi, penulis juga sempat berpartisipasi dalam beberapa kepanitian
antara lain MPKMB (Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru) IPB 49,
Matematika Ria (2013, 2014) dan IPB Mathematics Challenge (2013, 2014).
Penulis juga pernah aktif menjadi asisten responsi untuk matakuliah Kalkulus III
dan Pemrograman Linear.
Selanjutnya, berikut ini adalah beberapa pencapaian, akademik maupun
non-akademik, yang pernah ditorehkan penulis selama menjadi mahasiswa S-1
Departemen Matematika IPB:
 Ketua Klub Asrama terbaik (2012)
 Mahasiswa Berprestasi Asrama TPB IPB (2012)
 Juara I Gumatika Calculus Cup (2012)
 Juara II Lomba Debat “Nasionalisme” Fateta se-IPB (2012)
 Juara II Kompetisi Statistika Dasar, Statistika Ria 2013
 Mahasiswa Berprestasi Departemen Matematika IPB (2014)
 Delegasi Kopertis III dalam ON-MIPA tingkat Nasional bidang
Matematika (2014)
 Juara II Danone Young Socio Entrepreneur (2014)
 Juara II Kompetisi Essay Nasional, Statistika Ria 2014
Download