BAITUL MAAL WAAT TAMWIL Mata Kuliah : Lembaga Keuangan Syariah Dosen Pengampu : Rachma Indrarini. S.EI, M.SEI Nama Kelompok : Nurul Qomariyah 16080324002 Thaharah Firdayana D. 16080324012 Fidia Tridiwianti 16080324020 Nunung Wahyu S. 16080323030 Riska Sari Melati 16080324044 Gita Warnerin 16080324058 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA NIAGA JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERISTAS NEGERI SURABAYA 2019 1. PENGERTIAN BMT Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) adalah suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitulmal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang nonoprofit, seperti: zakat, infaq, dan sedeqah. Sedangkan baitul tamwil seabgai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat ekonomi kecil dengan berlandaskan Islam. Lembaga ini didirikan dengan maksud memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank Islam atau BPR Islam. 2. SEJARAH BMT Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). BMT membuka kerjasama dengan lembaga pemberi pinjaman dan peminjam bisnis skala kecil dengan berpegang pada prinsip dasar tata ekonomi dalam agama Islam yakni saling rela, percaya dan tanggung jawab, serta terutama sistem bagi hasilnya. BMT terus berkembang. BMT akan terus berproses dan berupaya mencari trobosan baru untuk memajukan perekonomian masyarakat, karena masalah muammalat memang berkembang dari waktu ke waktu. BMT begitu marak belakangan ini seiring dengan upaya umat untuk kembali berekonomi sesuai syariah dan berkontribusi menanggulangi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Karena prinsip penentuan suka rela yang tak memberatkan, kehadiran BMT menjadi angin segar bagi para nasabahnya. Itu terlihat dari operasinya yang semula hanya terbatas di lingkungannya, kemudian menyebar ke daerah lainnya. Dari semua ini, jumlah BMT pada tahun 2003 ditaksir 3000-an tersebar di Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan pertumbuhan BMT pun akan semakin meningkat seiring bertambahnya kepercayaan masyarakat. 3. CIRI-CIRI BMT a. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota serta masyarakat. b. Bukan lembaga sosial, tapi bermanfaat untuk mengefektifkan penggunaan dana-dana sosial untuk kesejahteraan orang banyak serta dapat menyelenggarakan kegitan pendidikan dapat memperdayakan anggotanya dalam rangka menunjang ekonomi. c. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat sekitarnya. Milik masyarakat kecil dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik perseorangan atau orang dari luar masyarakat. Atas dasar ini BMT tidak bisa berbadan hukum perseroan. 4. ASAS & PRINSIP DASAR BMT a. Ahsan (mutu hasil terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu’ amala (memuaskan semua pihak), dan sesuai nilai-nilai salaam, keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan. b. Barokah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan, transparan (keterbukaan) dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat. c. Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah) d. Demokratis, partisipatif, dan inklusif e. Keadilan sosial dan kesetaraan jender, non diskriminatif f. Ramah lingkungan g. Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta keanekaragaman budaya h. Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal. 5. SIFAT & FUNGSI BMT Sifat BMT: BMT bersifat terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar terutama usaha mikro dan fakir miskin Fungsi BMT: a. Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola menjadi lebih profesional, salaam, dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha menghadapi tantangan global b. Mengorganisir dan memobilisasi dana sehingga dana dapat termanfaatkan optimal di dalam dan luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak c. Mengembangkan kesempatan kerja d. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk anggota e. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial rakyat banyak 6. PERANAN BMT Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi yang bersifat non Islam. Aktif melakukan sosialisasi ditengah masyarakat tentang arti pentingnya sistem sekonomi islami. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan mengaenai cara-cara bertransaksi yang islami, mislanya suapaya ada bukti dalam transaksi, dilarang curang, jujur terhadap konsumen, dan sebagainya. Melukukan pembinaan dan pendanaan usaha mikro. BMT harus bersikap aktif melakukan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha naabah. Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung pada rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dalam segera. Maka BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya lalu tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana, dan lain sebagainya. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang rata. Fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks diwajibkan harus pandai bersikap, oleh karena itu langkah-langkah untuk melakukan evaluasi dalam rangka pemetaan skala prioritas yang harus diperhatikan, contohnya dalam masalah pembiayaan, BMT harus memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan juga jenis pembiayaan yang dilakukan. Selain itu, peran BMT di masyarakat, adalah: 1. Motor pengerak ekonomi dan social masyarakat banyak. 2. Ujung tombak pelaksanaan istem ekonomi Islam. 3. Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan kaum dhu’aja (miskin). 4. Fasilitas pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah, ahsanu ‘amala, dan salaam melalui spiritual communication dengan dzikir qalbiyah ilahiah. 7. AKAD DAN RODUK BMT Dalam menjalankan usahanya, berbagai akad yang ada pada BMT hampir sama dengan akad yang ada pada bank pembiayaan bank rakyat Islam. Adapun akad-akad tersebut adalah: pada sistem operasional BMT, pemilik modal menanamkan uangnya di BMT tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Produk penghimpun dana lembaga keuangan Islam adalah (Himpunan Fatwa DSNMUI, 2003): Giro Wadiah, yaitu produk simpanan yang bisa ditarik kapan saja. Dana nasabah dititipkan di BMT dan boleh dikelola. Setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan berhak mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan dana giro oleh BMT. Besarnya bonus tidak ditetapkan diawal tetapi benar-benar merupakan kebijaksanaan BMT. Sungguhpun demikian nominalnya diupayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetetif (Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/IV/2000). Tabungan Mudarabah, Dana yang disimpan nasabah akan dikelola BMT, untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akan diberikan untuk nasabah berdasarkan kesepakatan nasabah. Nasabah bertindak sebagai shahibul mal dan lembaga keuangan Islam bertindak sebagai mudharib (Fatwa DSN-MUI No. 02/DSN-MUI/IV/2000). Deposito Mudarabah, BMT bebas melakukan berbagai usaha yang tidak bertolak belakang dengan Islam dan mengembangkannya. BMT bebas mengelola dana (mudarabah mutaqah). BMT berfungsi sebagai mudharib dan nasabah juga shahibul maal. Ada juga dana nasabah yang dititipkan untuk usaha tertentu. Nasabah member batasan penggunaan dana untuk jenis dan tempat tertentu. Jenis ini disebut mudharabah muqayyadah. 8. PERKEMBANGAN BMT DI INDONESIA Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) beroperasi mengikuti ketentuant ketentuan syari’ah Islam. Hal ini khususnya pada tata cara bermuamalat secara Islam. Kata Baitul Mal berasal dari bahasa Arab yaitu Bait yang berarti rumah, dan Al-mal berarti harta. Jadi penegertian secara etimologis Baitul Mal adalah rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta. Baitul Mal Wat Tamwil atau disingkat BMT ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Seiring dengan berkembangnya zaman adapun perubahan tata ekonomi dan perdagangan mempengaruhi konsep baitul mal, hal ini dapat dikatakan baitul mal tidak sebatas menerima dan menyalurkan harta tetapi juga mengelolahnya secara lebih produktif dengan tujuan untuk memberdayakan perekonomian masyarakat. Keberadaan BMT sebagai salah satu lembaga keuangan syariah ini mengalami dinamika yang bagus sesuai dengan perkembangan lembaga ekonomi dan keuangan Islam lainnya di Indonesia. Artinya lembaga ekonomi mikro ini lebih dekat dengan kalangan masyarakat bawah (grass root). Adapun pertumbuhan BMT sejak pertama kali diperkenalkan pada awal 2000-an sampai saat ini terus mengalami peningkatan. Adapun BMT link memperkirakan Jumlah BMT tahun 2006 sebesar 3.200 dengan jumlah nasabah sebanyak 3 juta orang. Berdasarkan data permodalan BMT di Indonesia terdapat sekitar 4.500 BMT di tahun 2015 yang melayani kurang lebih 3,7 juta orang dengan aset sekitar Rp 16 triliun yang dikelola sekitar 20 ribu orang. Jumlah penduduk Indonesia menjadi pengusaha sektor UMKM terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, begitu juga kredit yang disalurkan. Tahun 2011 sebanyak Rp 458,16 triliun, Tahun 2012 sebesar Rp 5 26,40 triliun, Tahun 2013 sebanyak Rp 610,03 triliun, 2014 sebanyak Rp 671,72 triliun, 2015 sebanyak Rp 739,80 triliun, dan 2016 sebanyak Rp 781,91 triliun. Diperkirakan sampai saat ini tumbuh sekitar 5.200 BMT (Ali Sakti : 2013). Perkembangan tekonologi mewarnai perubahan pengelolaan BMT dengan berbagai penggunaan perangkat software dan jaringan internet. pada tahun 2017 BMT di seluruh Indonesia mencapai 5000-an. Akan tetapi BMT yang terdaftar sebagai anggota penghimpunan sekitar 326. Namun sampai saat ini tidak ada data yang jelas tentang jumlah BMT dan sebarannya. Berdasaekan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Kholim, ada tiga wilayah yang memiliki jumlah BMT yang terbesar di Indonesia, yaitu di wilayah Jawa Barat dengan 637 BMT, Jawa Timur 600 BMT, Jawa Tengah dengan 513 BMT, (M. Kholim : 2004). Berbagai koperasi BMT sudah berinovasi dengan pembuatan layanan transaksi berbasis aplikasi. Hal ini karakteristik koperasi BMT yang tidak pernah bisa dihilangkan adalah konsep demokrasi ekonomi dalam kepemilikan modal meskipun pertemuan dan layanan sudah difasilitasi oleh tekonologi. Kehadiran penggunaan tekonologi informasi ini justru akan mendorong kemudahan anggota dan inlusi bkeuangan dalam wilayah keuangan koperasi. Kehadiran tekonologi membantu menurunkan biaya operasional, efektivitas transaksi dan monitoring antaranggota. 9. PROSPEK BMT DI TENGAH LEMBAGA KEUANGAN BERBASIS SYARIAH Menurut CEO Permodalan BMT Ventura, Saat Suharto, pertumbuhan mendatang dinilai positif karena melihat dari semakin besarnya apresiasi masyarakat, pemerintah, dan lembaga-lembaga internasional seperti Islamic Development Bank (IDB), Lembaga Penelitian Australia dan Indonesia, dan lembaga lainnya terkait keberadaan BMT di Indonesia. ”Masalahnya terletak pada konsistensi pemerintah melalui regulasi yang memihak pada keberadaan BMT serta pegiat BMT sendiri yang konsisten dalam pelayanan pembiayaan di sektor mikro,” kata Saat. Misalnya saja melalui pembuatan undang-undang lembaga keuangan mikro sebagai payung hukum. Dalam upaya tersebut, lanjut Saat, BMT Center menjalin kerja sama dengan seluruh stakeholder syariah lainnya untuk saling mendukung dan menyebarluaskan gagasangagasan keuangan mikro BMT. Dalam meneguhkan gerakan BMT sebagai gerakan keuangan mikro syariah yang khas Indonesia, tambahnya, pada 2010 pun digagas sebuah acara internasional antarpelaku keuangan mikro. Direktur Eksekutif Pusat Inkubasi dan Bisnis Kecil (Pinbuk), Aslichan Burhan mengatakan untuk terus meningkatkan layanan kepada masyarakat, BMT harus mempersiapkan layanan teknologi informasi cepat, sehingga dapat bersaing dengan bank. Pasalnya, di sisi lain BMT juga memiliki keunggulan dapat lebih memberdayakan masyarakat karena memiliki kedekatan dengan komunitas setempat. ”Untuk margin bagi hasil juga bisa bersaing karena BMT adalah bisnis harian maka turn over nya juga cepat,” kata Aslichan. Untuk membantu sektor mikro Indonesia, ia pun mengharapkan setidaknya BMT dapat berdiri di setiap kecamatan di Indonesia. Di tahun ini Pinbuk terus meningkatkan kerja sama dengan pemerintah pusat mau pun daerah, serta lembaga keuangan syariah lainnya. Setidaknya terdapat 3000 BMT di seluruh Indonesia. Beberapa waktu lalu utusan IDB pun datang ke Indonesia untuk mempelajari tentang BMT. BMT yang dalam beberapa tahun terakhir tumbuh minimal 20 persen membuat Indonesia dipilih sebagai pilot project untuk pengembangan BMT di negara lainnya. Prospek positif untuk bisa bersaing dengan lembaga syariah lainnya Tanpa agunan Proses mudah (proses tidak terlalu lama) Bisa berbisnis antar lembaga (merger) Margin fleksible Tidak rentang terhadap krisis moneter Sesuai dengan syariah islam (fallah) Prospek negative (ancaman )BMT Pada perkembangan BMT saat ini, walaupun mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan sebuah BMT senantiasa atau sering kali terganjal oleh sejumlah masalah klasik. Diantaranya : Lemahnya partisipasi anggota Kurangnya permodalan Pemanfaatan pelayanan Lemahnya pengambilan keputusan Lemahnya Pengawasan Manajemen Resiko Masalah – masalah tersebut diatas merupakan potensi resiko yang yang tampak dan teridentifikasi, sehingga berangkat dari permasalahan umum tersebut sebuah BMT seharusnya sudah mampu melakukan mitigasi resiko atas permasalahan tersebut diatas. Selanjutnya bagi sebuah BMT yang bergerak dalam usaha simpan pinjam baik KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) ataupun UJKS (Unit Jasa Keuangan Syariah) merupakan industri jasa keuangan yang sarat dengan resiko. KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) ataupun UJKS (Unit Jasa Keuangan Syariah)sebenarnya adalah miniatur dari perbankan. Yang dikelola hampir sama, yakni uang masyarakat (anggota koperasi) dan kemudian menyalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat (anggota koperasi / BMT dan dalam hal Koperasi memiliki kapasitas berlebih maka Koperasi dapat melayani Non Anggota) yang membutuhkan. Dengan resiko tersebut maka sudah selayaknya jika KJKS ataupun UJKS menerapkan konsep manajemen resiko, sebagai konsekuensi dari bisnis yang penuh dengan resiko. Artinya resiko yang mungkin timbul dimitigasi dengan cara menerapkan manajemen resiko disemua lini dan bidang. Hal ini menunjukan bahwa pengurus dan pengelola KJKS / UJKS sudah selayaknya memiliki kemampuan dalam hal manajemen resiko atau sudah mengikuti program sertifikasi manajemen resiko. Tentunya konsep yang ditawarkan disesuaikan dengan tingkat resiko yang melekat pada bisnis koperasi. 10. EKSISTENSI BMT DALAM PEREKONOMIAN DI INDONESIA A. Lembaga Keuangan Mikro Syariah Lembaga Keuangan adalah “badan di bidang keuangan yang bertugas menarik uang dan menyalurkannya kepada masyarakat”. Hal senada juga terdapat dalam Undangundang Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan Baik Konvensional maupun syariah, yang menjelaskan Lembaga Keuangan adalah “semua badan yang melalukan kegiatan-kegiatan di bidang keuangan dengan menarik uang dari masyarakat dan menyalurkan uang tersebut kembali ke masyarakat”. Dari pengertian di atas, apabila dikaitkan dengan kata “syariah” dapat dipahami bahwa Lembaga Keuangan Syariah adalah badan yang melalukan kegiatan-kegiatan di bidang keuangan dengan menarik uang dari masyarakat dan menyalurkan uang tersebut kembali ke masyarakat dengan menggunakan prinsip syariah. Kata “mikro” pada penyebutan Lembaga Keuangan Mikro Syariah, memberi pengertian lebih menunjukkan kepada tataran ruang lingkup/cakupan yang lebih kecil. Dengan asumsi perbandingan bahwa Lembaga keuangan besar salah satunya adalah berbentuk bank dengan modal berskala besar, maka Lembaga Keungan mikro adalah bentukan lain dari bank atau sejenisnya yang mempunyai capital kecil dan diperuntukan untuk sektor usaha mikro kecil. Dalam pengertian ini dikategorikan kedalamnya adalah Baitul Mal Wattamwil, Koperasi Syariah dan Bank Prekreditan Rakyat Syari’ah (BPRS). 1. Baitul Maal Wattamwil Secara etimologi diambil dari kosa kata alMaal dan atTamwil. AlMaal bermakna harta kekayaan, sedangkan At-Tamwil berarti pertumbuhan harta itu sendiri yang sama-sama berasal dari asal kata maal. Pengertian lain bahwa baitul mal berasal dari bahasa 3 Arab bait yang berarti "rumah", dan al-mal yang berarti "harta". Baitul Mal berarti rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta. Baitul Mal adalah suatu lembaga atau pihak (al jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Baitul Maal dapat juga diartikan secara fisik sebagai tempat (al-makan) untuk menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara. 4 Secara sederhana BMT kemudian dapat dipahami sebagai suatu lembaga keuangan, yang usaha pokoknya adalah menerima dan menyalurkan dana umat Islam yang bersifat non-komersial, dan institusi/lembaga keuangan, yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dari pihak ketiga (deposan) dan memberikan pembiayaaan-pembiayaan kepada usaha-usaha yang produktif dan menguntungkan; Istilah Baitul Mal sesungguhnya telah ada sejak zaman Rasulullah SAW, meski saat itu belum terbentuk lembaga yang mandiri dan terpisah. Baitul Maal baru berdiri sebagai lembaga ekonomi tersendiri pada masa Khalifah ‘Umar bin Khaththab atas usulan seorang ahli fiqih yang bernama Walid bin Hisyam. Dari rentetan sejarah, Baitul Mal harus diakui telah tampil dalam panggung sejarah Islam sebagai lembaga negara yang banyak berjasa bagi perkembangan peradaban Islam dan penciptaan kesejahteraan bagi kaum muslimin. Keberadaannya telah menghiasi lembaran sejarah Islam dan terus berlangsung hingga runtuhnya Khilafah yang terakhir, yaitu Khilafah Utsmaniyah di Turki tahun 1924. Adapun di Indonesia, Baitul Tamwil pernah merebak melalui Baitul Tamwil Teknosa Salman maupun Baitul Tamwil Ridha Gusti, yang kini tinggal sejarah. Kedua lembaga tersebut sesungguhnya merupakan cikal bakal lahirnya Bank Islam, yang kini diperkenalkan oleh Bank Muamalah Indonesia (BMI) dan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS). Dalam 6 perkembangan terakhir pada tahun 2010, telah ada sekitar 4.000 BMT yang beroperasi di Indonesia. Beberapa diantaranya memiliki kantor pelayanan lebih dari satu. Jika ditambah dengan perhitungan mobilitas yang tinggi dari para pengelola BMT untuk “jemput bola”, memberikan layanan di luar kantor, maka sosialisasi keberadaan BMT telah bersifat masif. Wilayah operasionalnya pun sudah mencakup daerah perdesaan dan daerah perkotaan, di pulau Jawa dan luar Jawa. 8 (delapan) keberadaan sumber dana BMT, dengan fungsi sebagai baitul maal BMT bersumber dana dari zakat, infaq, shadaqah, hibbah, wakaf, sumbangan, dan sumber lain yang sifat pokoknya tidak komersil yang dialokasikan kepada mereka yang berhak (mustahiq), yaitu fakir, miskin, mualaf, orang yang dalam perjalanan, gharimin, hamba sahaya, amylin, dan orang-orang yang berjuang di jalan Allah. Sedangkan baitut tamil sumber dananya dari simpanan, tabungan, saham dan lain-lain yang dialokasikan untuk kepentingan pembiayaan dan atau investasi. Dari sisi lain, dalam menambah sumber dananya BMT mempunyai kesempatan untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak swasta, BUMN dan bahkan lembaga keuangan Bank, seperti halnya Bank Muamalat yang membuka kesempatan dengan produk Pembiayaan Modal Kerja bagi LKM Syariah-nya sebagai cara bagi LKMS yang hendak meningkatkan pendapatan dengan memperbesar portfolio pembiayaannya kepada Nasabah atau anggotanya (enduser). 9 Sedangkan dalam tataran operasionalnya, BMT menghimpun modal dengan teknis antara lain adanya simpanan Pokok Khusus (SPK), Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Simpanan Sukarela, Jasa (sebagai usaha jasa keuangan) dan wadi’ah (pada umumnya disimpan dalam bentuk dana sosial seperti zakat infak, dan sebagainya) Produk baitul maal wattamwil pada umumnya mengikuti produk yang ada pada lembaga bank (konvensional) namun menggunakan dasar prinsip Islam. Tidak semua BMT mempunyai keseragaman produk yang ditawarkan, melainkan akan tergantung kepada kesiapan BMT itu sendiri dalam mengelolanya, karena terkadang pada BMT yang satu produk tertentu ada, namun di BMT lain tidak ada. Di sisi lain, BMT dalam pengemasan pelayanan kepada nasabahnya tidak hanya mengandalkan produk yang identik dengan perbankan namun juga sudah merambah ke penawaran jasa, seperti pelayanan konsultasi usaha kecil, jasa pembayaran online semisal listrik, pembayaran PAM telepon, jasa pembayaran cicilan kendaraan, dan lain-lain, oleh karenanya tidak aneh kalau dalam tataran peraturan yang ada di negara ini, istilah BMT tidak begitu dikenal, melainkan dikenal dengan istilah KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah). Pada perkembangan selanjutnya BMT diharapakan dalam melaksanakan kegiatannya dapat mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan real di lapangan, dengan dasar mengacu kepada kegiatan penggalangan dan penghimpunan dana, pemberian pembiayaan kepada anggotanya, pengelolaan jasa simpan pinjam, dan mengembangkan usaha di sektor real guna menunjang usaha.2 2. Koperasi Syariah Istilah koperasi diambil dari kata Cooperate (bahasa Inggris) yang berarti kerjasama; kerjasama bersama untuk kepentingan dan 13 kemanfaatan bersama. Kemudian kata itulah yang dalam bahasa Indonesia secara umum diistilahkan Koperasi. Dalam pengertian yang lebih lengkap, koperasi dapat dipahami sebagai suatu badan usaha bersama yang bergerak dalam bidak perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak, berkewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya. Berbeda halnya dengan adanya BMT, dalam eksistensinya koperasi begitu mendapat perhatian pemerintah dari masa ke masa. Pada masa awal bergeliatnya perekonomian Indonesia sering didengar dengan istilah Koperasi Unit Desa (KUD), salah satu lembaga koperasi yang langsung bersentuhan dengan rakyat di tataran bawah (grass-root), juga perpayung hukum salah satunya adalah adanya Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian. Memperhatikan akan peranannya, koperasi mempunyai posisi strategis sebagai lembaga perekonomian yang berfungsi sebagai lembaga yang meringankan beban permasalah ekonomi masyarakat kecil. Hal ini sesuai dengan fungsi koperasi sebagai: 1) Fungsi Ekonomi, dalam bentuk kegiatan-kegiatan usaha ekonomi yang dilakukan koperasi untuk meringakan beban hidup sehari-hari para anggotanya. 2) Fungsi Sosial, dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara gotong royong dalam bentuk sumbangan berupa uang yang berasal dari laba koperasi. 3. Bank Perkrediatan Rakyat Syariah (BPRS) Dari jenis Bank Konvensional, terdapat bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). BPR sendiri dapat difahami sebagai Bank Konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Istilah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, ketika BRI mulai menjalankan tugasnya sebagai Bank pembina lumbung desa, bank pasar, bank desa, bank pegawai dan bank-bank sejenis lainnya. Pada masa pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh bank tersebut diberi nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dalam perkembangan selanjutnya perkembangan BPR yang tumbuh semakin banyak dengan menggunakan prosedurprosedur Hukum Islam sebagai dasar pelaksanaannya serta diberi nama BPR Syariah. BPR Syariah yang pertama kali berdiri adalah adalah PT. BPR Dana Mardhatillah, kec. Margahayu, Bandung, PT. BPR Berkah Amal Sejahtera, kec. Padalarang, Bandung dan PT. BPR Amanah Rabbaniyah, kec. Banjaran, Bandung. Pada tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut telah mendapat ijin prinsip dari Menteri Keuangan RI dan mulai beroperasi pada tanggal 19 Agustus 1991. 20 Didirikannya BPR Syariah berlatar belakang adalah sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum. BPRS sendiri secara sederhana dapat dipahami sebagai BPR biasa yang sistem operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip muamalah. Seperti halnya BPR, BPRS dilarang memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran seperti menerima dana simpanan dalam bentuk giro sekalipun hal itu dilakukan dengan prinsip wadi’ah. Berhubung BPRS termasuk kategori lembaga keuangan bank, maka payung hukumnya pun merujuk kepada Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Adapun yang lebih khusus yakni dengan adanya Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang BPR berdasar prinsip syariah. Dalam melaksanakan operasional kegiatannya, BPRS bergerak pada penghimpunan dana dan penyaluran dana, sebagaimana tertuang pada 22 Pasal 27 SK Dir. BI Nomor 32/36/KEP/DIR/1999, yakni sebagai berikut: 1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi: a. Tabungan berdasarkan prinsip wadiah mudharabah. b. Deposito berjangka dengan prinsip mudharabah. c. Bentuk lain dari wadiah mudharabah. 2) Melakukan penyaluran dana melalui: a. Transaksi jual beli b. Pembiayaan bagi hasil. c. Pembiayaan lain, yang menggunakan prinsip rahn dan qardl. 3) Kegiatan lain sepanjang ada persetujuan dari Dewan Syariah Nasional. B. Ekonomi Masyarakat Kecil Menengah Terdapat tingkatan yang berbeda pada tatanan masyarakat Indonesia jika dikaitkan dengan pendapatan, penghasilan dan istilah yang berbau ekonomi lainnya. Penyebutan istilah tersebut bagaimanapun terkait penghasilan real masyarakat itu sendiri, ada yang termasuk kategori masyarakat kecil, menengah dan masyarakat atas. Namun dalam peristilahan ekonomi Indonesia kekinian, istilah masyarakat kecil menengah tampaknya lebih populer ketimbang masyarakat atas. Populernya istilah ini terkait dengan fakta yang ada bahwa tingkatan masyarakat kecil menengah di Indonesia sangat mempunyai andil yang luar biasa dalam penyokong perekonomian Indonesia, dahulu dan sekarang. Penghasilan masyarakat kecil menengah sangat erat kaitannya dengan jenis tingkatan usaha yang mereka geluti. Istilah yang familiar dengan keseharian kita adalah sering disuguhkannya dengan istilah usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah. Di sisi historis, usaha kecil merupakan sektor usaha yang telah terbukti berperan strategis dalam mengatasi akibat dan dampak dari krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia di tahun 1997, di samping sektor usaha kecil juga telah mampu memberikan kontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini. Kedudukan yang strategis dari sektor usaha kecil tersebut juga karena sektor ini mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan usaha besar/menengah. Keunggulankeunggulan sektor ini antara lain kemampuan menyerap tenaga kerja dan menggunakan sumberdaya lokal, serta usahanya relatif bersifat fleksibel. Bukti lain dari peranan strategis sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yakni kemampuan sektor ini menjadi pilar utama ekonomi Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2005, jumlah UMKM mencapai 42,39 juta unit atau sekitar 99,85% dari total unit usaha di Indonesia dan mampu Penanggulangan kemiskinan dengan cara mengembangkan UMKM memiliki potensi yang cukup baik, karena ternyata sektor UMKM memiliki kontribusi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja, yaitu menyerap lebih dari 99,45% tenaga kerja dan sumbangan terhadap PDB sekitar 30%. Upaya untuk memajukan dan mengembangkan sektor UMKM akan dapat menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja yang ada dan tentu saja akan dapat meningkatkan kesejahteraan para pekerja yang terlibat di dalamnya sehingga dapat mengurangi angka pengangguran. C. LKMS DALAM MEMBERDAYAKAN EKONOMI KECIL MENENGAH. Keberadaan Lembaga keuangan mikro syariah yang cukup strategis dalam meningkatkan permberdayaan ekonomi masyarakat kecil menengah harus senantiasa terus dipupuk dan dipelihara sehingga akan menjadi salah satu alternatif paling baik dalam memecahkan kendala berkembangnya usaha mikro kecil terutama dalam hal permodalan. Pemberdayaan tersebut yakni melalui optimalisasi pemanfaatan produkproduk layanan dan jasa yang ada di lembaga keuangan mikro syariah. Hal ini diawali dari adanya sosialasi berkesinambungan melalui berbagai media dan cara supaya keberadaan LKMS dapat diketahui dan dinikmati kemanfaatannya, jangan sebaliknya menjadi lembaga asing di lingkungannya, yang pada akhirnya adanya lembaga tersebut sama dengan tidak adanya. Langkah sosialisasi ini merupakan salah satu langkah penting mengingat kerberadaan LKMS yang bersegmentasi masyarakat menengah ke bawah yang terkadang terkendala dengan berbagai hal seperti bervariasinya tingkat pendidikan, wawasan dan adanya kekurang percayaan diri untuk berkompetisi. Sehingga pada akhirnya nanti manakala para pelaku usaha mikro kecil sudah benar-benar dapat berinteraksi dengan LKMS, maka akan membuka seluas-luasnya akses bagi mereka bekerja sama dengan LKMS dalam rangka mengembangkan usahanya. Dengan adanya pengembangan usaha mikro kecil berupa bertambahnya modal ataupun bertambahnya jenis usaha, maka akan berdampak terhadap bertambahnya tingkat penghasilan dan pendapatan, yang secara langsung akan menekan angka kemiskinan, menekan angka pengangguran. Sebagai contoh, Baitul Maal Wattamwil, Faktanya benar-benar dapat menjadi solusi positif bagi para pengusaha mikro kecil dalam mengembangkan usahanya tanpa terbebani embel-embel bunga yang mencekik, seperti yang dikutip Dadan Muttaqien dalam tulisannya: 26 Penelitian Mochammad Nadjib dkk tentang Pengaruh BMT terhadap kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat, membuktikan bahwa sebagian besar responden sebelum menjadi nasabah BMT tidak memiliki sumber modal untuk membiayai usahanya, rata-rata mereka membiayai dari sumber pribadi dengan cara menyisihkan uang belanja atau menjual sebagian barang untuk modal. Meskipun demikian, sebagian responden yang mempunyai akses pada sumber modal waktu itu ada diantaranya yang terperangkat oleh bantuan modal yang berasal dari para pelepas uang (rentenir). BMT mempunyai kebijakan untuk membantu calon nasabah dengan memberikan pinjaman dari bantuan qardul hasan yang merupakan pinjaman kebajikan tanpat bunga di samping sekaligus memberikan pinjaman yang bersifat komersial. Perlu kerja keras dari semua pihak terkait untuk terus memajukan LKMS terutama BMT, jangan sampai kelemahan-kelemahan BMT yang diantaranya 1) Besar nisbah bagi hasil yang terlalu besar memberatkan mudharib yang mempunyai pendapatan kecil. 2) Margin yang telah ditentukan tidak selalu diberitahukan kepada mudharib. 3) Dalam penyelesaian sengketa dilakukan penyitaan secara paksa, semuanya terulang lagi atau mungkin bahkan marak terjadi pada pola kinerja operasional BMT.