NAMA :SUSPA RAHAYU NIM :1402111192 AKUNTANSI PERGURUAN TINGGI A. STRUKTUR ORGANISASI & TANGGUNG JAWAB KEUANGAN Sebagian besar sekolah tinggi dan universitas struktur organisasi yang mengambil contoh perusahaan bisnis. Di Indonesia, struktur organisasi perguruan tinggi terdiri dari seorang rektor ( setinggkat presiden) dan beberapa orang pembantu rektor (wakil rektor). Di bawah pembantu rektor ada beberapa kepala biro dan kepala bagian serta unit pelaksana teknis tertentu. Para dekan, direktur program, dan ketua jurusan (program studi) membawai masing – masing unit dimana mereka ditempatkan. Unsur-unsur perguruan tinggi menurut PP No 60 tahun 1999 pasal 27 terdiri dari : a. Dewan penyantun b. Unsur pimpinan c. Unsur tenaga pengajar d. Senat perguruan tinggi e. Unsur pelaksana akademik (bidang pendidikan, penelitian, dan bidang pengabdian masyarakat) f. Unsur pelaksana administrative g. Unsur penunjang (perpustakaan, laboratorium, bengkel, pusat computer, kebun percobaan, dan yang lainnya) Sedangkan menurut PP No. 61 tahun 1999, maka organisasi perguruan Tinggi terdirei atas unsure-unsur : a. Majelis wali amanah b. Dewan audit c. Senat akademik d. Pimpinan e. dosen f. Tenaga administrasi g. Pustakawan h. Teknisi i. unsur pelaksana akademik (fakultas jurusan, lembaga, pusat-pusat dan bentuk lainnya yang dianggap perlu) j. unsur pelaksana administratif k. Unsur penunjang Dalam perguruan tinggi swasta, pimpinan bertanggung jawab kepada dewan perwalian. Presiden bertanggung jawab kepada dewan pengawas, fungsinya sama dengan di industri, yaitu menetapkan kebijaksanaan secara keseluruhan. Para staf menghabiskan waktu mereka untuk mengukur kinerja perguruan tinggi dan mengajak para donatur agar memberikan dananya. Sumber – sumber Dana Pendidikan Sumber dana pendidikan untuk kegiatan penyelenggaraan pendidikan (educational enterprise) di dapatkan dari berbagai sumber. Sebagai mana di sebutkan bahwa sumber – sumber yang di maksud terdiri dari pemerintah, masyarakat dan orang tua. Bagi perguruan tinggi, dapat di peroleh dari luar negeri, sedangkan mengenai dana pendidikan di Indonesia yang berasal dari pemerintah mengandalkan masukan pajak. Pajak yang di maksudkan di peroleh dari rakyat, pajak pendapatan berbagai perusahaan dan industri, sedangkan dari luar negeri berupa bantuan atau pinjaman. Perguruan tinggi umum mendapatkan dana dari empat sumber utama, yaitu bantuan badan legestatif, uang sekolah dan pengajaran, hibah, atau bantuan dari pemerintah pusat dan daerah, dan bantuan perorangan. Selain apropriasi dari badan legislatif, sumber dana yang sama juga diberikan ke perguruan tinggi swasta. Bagi sebagian perguruan tinggi negeri, sumber dana utama berasal dari Apropriasi dan Legislatif. Sekolah tinggi dan universitas menggolongkan penggunaan dan menurut fungsinya. Pengelompokan penggunaan dana menurut fungsinya berguna untuk tujuan perbandingan, tetapi system pengelompokan ini terlalu luas untuk kepentingan manajerial. Banyak data intern manajemen di hasilkan dari program yang bisa menghilangkan kendala fungsional. Dalam program, pengeluaran di golongkan berdasarkan kode obyek pengeluaran, seperti gaji dan upah, alat tulis kantor, sewa, dan asuransi. Fungsi utama perguruan tinggi adalah di bidang pendidikan. Fungsi pendidikan tersebut mencakup bidang penelitian. Pengabdian masyarakat dan kegiatan lain yang mendukung fungsi tersebut. Kegiatan pendukung meliputi pelayanan kepada mahasiswa sampai pengoperasian dan pemeliharaan gedung. Fungsi utama lainnya, yaitu pelayanan tambahan, seperti penyediaan fasilitas asrama, pelayanan kesehatan, konsumsi dan kegiatan mahasiswa lainnya serta fasilitas rumah sakit, dan kegiatan – kegiatan yang mandiri. B. PENGUKURAN KINERJA. Sekolah tinggi dan universitas umum adalah organisasi nirlaba. Tujuannya adalah memberikan pendidikan yang terbaik dengan sumber daya yang ada. Namun, berbagai pendapat tentang pendidikan tidak dapat membantu evaluasi dalam perbandingan atau kinerja keseluruhan program suatu sekolah tinggi dan universitas. Karena ketidak mampuan untuk mengindentifikasikan dan mengukur atribut khusus dari “tenaga terdidik”, pendidikan menggunakan faktor – faktor khusus, misalnya kesempatan kerja suatu skala penghasilan para lulusannya. Dalam hal lain, ujian nasional mengungkapkan posisi relative dari lulusan sekolah tinggi dan universitas. Beberapa perguruan tinggi berusaha untuk mengetahui seberapa posisi penting yang dapat di capai oleh para lulusannya baik di pemerintah atau swasta.. Dalam tahun 1982 perbaikan dalam CUBA ( College and University Business Administration ) mendapat pengesahan dari AICPA. Sebelumnya, pada tahun 1975 Badan Audit Sekolah Tinggi dan Universitas ( The Audits of Colleges and University) telah mengakui CUBA sebagai salah satu sumber yang memberi masukan bagi prinsip akuntansi yang diterima umum. Walaupun AICPA tidak secara khusus mengesahkan perbaikan dalam CUBA tersebut, AICPA memberikan masukan bagi prinsip akuntansi yang diterima umum. Catatan FASB Pada tahun 1976 telah di umumkan secara resmi bahwa FASB bertanggung jawab atas asumsi – asumsi standar untuk organisasi nirlaba, termasuk sekolah tinggi dan universitas. Statement No. 32, yang berlaku efektif pada tahun 1976, menetapkan bahwa audit guide menggambarkan prinsip – prinsip akuntansi yang lebih baik bagi perubahan bagi praktik akuntansi. Statemen No. 93, berlaku efektif 1 January 1990, mengharuskan sekolah tinggi dan universitas untuk mengakui depresiasi bagi semua aset tetap. Yuridiksi GASB Pemerintahan mengoperasikan sekolah tinggi dan universitas berdasarkan GASB. Praktek akuntansi untuk swasta dan semua sekolah tinggi dan universitas di atur oleh FASB. Ada dua karakteristik yang sangat berpengaruh terhadap praktek akuntansi sekolah tinggi dan universitas, sekolah negeri lebih mementingkan penyediaan pelayanan daripada menghasilkan laba. Hal ini merupakan salah satu karakteristik operasi penting. Selain itu, dalam hubungannya dengan penyediaan jasa adalah hal yang mendapat perhatian utama dari sekolah tinggi dan universitas. NACUBO dan AICPA setuju bahwa efektifitas paling baik di ukur dengan menggunakan akuntansi basis akrual. Selain itu, sekolah tinggi dan universitas menggunakan beberapa akuntansi yang spesifik disesuaikan dengan kebutuhan akuntansi dan pelaporannya. C. KONVENSI AKUNTANSI KHUSUS Seperti organisasi nirlaba lainnya yang menggunakan akuntansi akrual, sekolah tinggi dan universitas menggunakan praktek – praktek akuntansi tertentu yang tidak di masukan secara tepat sebagai akuntansi akrual. Beberapa konvensi sekolah tinggi dan universitas yang penting di sajikan sebagai berikut : Pengakuan pendapatan dan belanja Penilaian dan pencatatan aktiva tetap. Depresiasi aktiva tetap. D. LAPORAN KEUANGAN UNIVERSITAS DAN AKADEMI Persyaratan Laporan Keuangan Audit guide mensyarakat bahwa format laporan harus mencapai tujuan laporan yang tertentu yaitu : 1. Menyediakan bagi pembaca dengan informasi yang mencakupi berkaitan dengan rincian sumber dan penggunaan dana lancar. 2. Memungkinkan institusi / kelembagaan melaporkan jumlah dana – dana lancar yang dibatasi dan tidak dibatasi yang di belanjakan untuk masing – masing kategori fungsional sehingga tingkat jumlah aktivitas keuangan untuk masing – masing terungkap. 3. Memberikan fasilitas bagi penyaji perbandingan dengan tahun sebelumnya. Umumnya, universitas dan akademi menyediakan beberapa daftar pendukung dalam laporan tahunannya. Termasuk di dalamnya mungkin juga berupa daftar hutang jangka panjang, daftar operasi usaha tambahan, ringkasan investasi, ringkasan sumbangan yang diterima per sumber dan tujuaanya. Daftar – daftar tersebut harus menyertai laporan keungan dan catatan – catatan yang berhubungan. Akuntabilitas Salah satu kebijakan yang di tuangkan pada PP No.61 Tahun 1999 terkait dengan pengelolaan perguruan tinggi adalah akuntabilitas yang tercantum pada pasal 20 yang intinya adalah dalam waktu lima bulan setelah tahun buku di tutup, pimpinan dan majelis wali amanat wajib menyampaikan laporan tahunan kepada menteri, berupa laporan keuangan dan laporan akademik yang setelah mendapat pengesahan menteri, menjadi informasi public. Laporan tahunan keuangan maupun laporan akademik tahuan di tandatangani oleh semua angota pimpiann perguruan tinggi dan disampaikan ke majelis wali amanat. E. OTONOMI PERGURUAN TINGGI Akhir – akhir ini banyak bermunculan demonstrasi mahasiswa yang memprotes kenaikan uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).besar kemungkinan masalah kenaikan uang SPP itu untuk mengantisipasi otonomi perguruan tinggi negeri (PTN) yang terlanjur hidup tergantung subsidi pemerintah, di kelolah sebagai perpanjangan dari birokrasi pemerintahan yang kaku dan tidak ramah.terhadap perubahan Menurut Anderson dan Johnson (1997), otonomi universitas merupakan suatu kebebasan bagi perguruan tinggi untuk mengelola universitas tanpa campur tangan pemerintah. Dalam evaluasi DIKTI 1999 / 2000, di sebutkan bahwa pada dasarnya tujuan umum azaz otonomi di perguruan tinggi adalah penyelenggaraan manajemen yang di tujuhkan kreatifitas, kemurnian dan produktivitas dari civitas akademika dapat menghasilkan kinerja yang tinggi. Tujuan dari perguruan tingi sudah mengalami pergeseran yang mengarah pada penguasaan skill dari lulusannya, dan tidak semata – mata hanya mengembangkan ilmu pengetahuan. Selanjutnya dari pasal 38 PP No.152 tahun 2000, dapat di simpulkan bahwa dengan adanya kewenangan yang lebih besar di upayakan pendanaan non pemerintah yang lebih besar dan universitas juga di tuntut untuk meningkankan akuntabilitasnya dalam hal penyelenggaraan, kinerja dan hasil perguruan tinggi. Beberapa masalah yang timbul sebagai dampak dari adanya otonomi perguruan tinggi yang memerlukan penanganan secara dini dengan memperhatikan misi PTN dalam pembangunan nasional yaitu : 1. Otonomi universitas dapat diterjemahkan menjadi otonomi fakultas, bahkan program studi / jurusan, jurusan atau fakultas yang hanya akan mencari penghasilan yang sebesar – besarnya yang tidak akan jujur dalam menyampaikan institutional fee meskipun dana tersebut merupakan subsidi bagi lembaga dan unit penunjang universitas. 2. Universitas cenderung akan membuka program studi yang laku di pasaran dan menutup program studi yang tidak menguntungkan. 3. Akan terdapat kecenderungan untuk menaikan SPP dan disertai dengan “dana pengembangan universitas.” Yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat (berpenghasilan rendah), sehingga misi “ Pendidikan Tinggi untuk Mencerdaskan Bangsa “ akan terabaikan (disebut dengan jalur khusus). 4. Citra kampus sebagai pengantar Reformasi Nasional dapat menjadi pudar karena berubah dari kampus rakyat menjadi menjadi kampus elit dengan menara Gadingnya. Otonomi perguruan tinggi memerlukan pimpinan yang mampu memadukan antara tuntutan bisnis. Kemampuan akademik di perlukan agar perguruan tinggi dapat di kembangkan sebagai pusat ilmu, teknologi, dan kebudayaan. Sedangkan kemampuan manajemen bisnis diperlukan agar perguruan tinggi dapat lebih tanggap terhadap perubahan dan responsif terhadap tuntutan pasar,serta mampu menjamin kerja sama dengan dunia bisnis dan industri. Selanjutnya perguruan tinggi akan mampu menghasilkan sarjana yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan atau sarjana professional. Masyarakat tidak akan segan – segan memenuhi tuntutan uang SPP berapapun besarnya, asal sebanding dengan mutu kesarjanaan yang di perolehnya dan sesuai dengan kebutuhan dunia bisnis dan industri. Bukan untuk menjadi sarjana perguruan yang membebani dirinya dan masyarakat, hingga menjadi ancaman dan gangguan stabilitas kehidupan social. Memperkuat budaya Akademik Untuk membangun budaya akademik dalam suatu perguruan tinggi, ada beberapa prasyarat yang harus di penuhi, yaitu : 1. Adanya sumber daya manusia, terutama staf pengajar yang mempunyai keunggulan akademik, dan secara formal diukur oleh gelar akademik tertinggi yang di capainya. Selain itu juga punya dedikasi tinggi untuk pengembangan keilmuan, dan memperoleh imbalan pendapatan yang memadai untuk menunjang kegiatan akademik. 2. Menguasai tradisi akademik yang unggul, melalui penyusunan kurikulum yang actual, realistis, dan berorentasi kedepan. Di ajarkan melalui proses belajar mengajar dialogis, bebas, dan objektif, dan kemudian dikembangkan dalam diskusi, seminar, penelitian, penerbitan buku dan jurnal ilmiah, yang disebarluaskan kepada masyarakat, sebagai wujud dari pengabdian perguruan tinggi bagi peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. 3. Tersedianya sarana dan prasarana akademik yang memadai, seperti lingkungan kampus yang sejuk, perpustakaan yang lengkap, dan laboratorium yang modern. Dengan semakin kuatnya budaya akademik maka perguruan tinggi mampu mempertahankan kualiltas kecendekiawanannya. Kerja sama Perguruan Tinggi Kerjasama mutualisme yang harus dilakukan perguruan tinggi dalam mengatasi keterbatasan penyelenggaraan pendidikan secara berkualitas di masa yang akan datang dapat di lakukan dalam berbagai bentuk. Salah satu bentuk yang potensial dalam model Zinser yang memperkenalkan kemitraan perguruan tinggi. Untuk memperoleh sumber – sumber pendanaan di luar uang SPP, perguruaan tinggi harus melakukan kerja sama dengan dunia bisnis dengan menjual jasa pelayanan keilmuan. Di samping itu, kerja sama bisnis dalam kegiatan pemasaran produk – produk ilmu dan teknologi yang berorientasi pada riset. Sedangkan kerja sama industri di sector riil, dengan mendirikan industri skala besar. Untuk kerja sama bisnis dan industri skala besar, maka perguruan tinggi tidak perlu menyetor sahamnya karena dapat memberatkan perguruan tinggi itu sendiri. tetapi dapat dikompensasikan dengan berbagai riset, penyusunan studi kelayakan serta sumber daya manusia unggul yang di miliki oleh perguruan tinggi itu sendiri. di samping itu, dapat digunakan menjadi tempat praktikum mahasiswanya, agar mereka dapat mengetahui dunia kerja secara konkret. F. PRIVILEGE BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI Belajar adalah hak setiap orang. Akan tetapi, kegiatan belajar di suatu perguruan tinggi merupakan suatu privilege karena hanya orang yang memenuhi syarat saja yang berhak belajar di lembaga pendidikan tersebut. Mereka yang tidak mampu belajar di perguruan tinggi, merasa yakin bahwa ia telah kehilangan haknya atas pekerjaan dan status social yang mestinya mereka dapatkan seandainya bisa belajar diperguruan tinggi. Namun terlepas dari berbagai kegagalan itu, pendidikan masih tetap menjadi favorit tumpuan masa depan sebagian masyarakat kita. Bahkan Indonesia “rela” mengalokasikan 20 % anggaran untuk sector pendidikan pada tahun 1981 / 1982. ketika kemudian RAPBN 2001/2002 ternyata bidang ini memperoleh jatah yang lebih sedikit, berbagai protespun bermunculan. Asal Usul Sekolah. Mungkin telah terjadi kekeliruan pada saat kali pertama disebut kata school, yakni asal mula kata sekolah dalam bahasa kita sekarang. Karena dalam bahasa aslinya, yakni skhole, scolae atau schola (latin), kata itu secara harfiah berarti “waktu sekarang”. (Roem Topatimasang, 1998). Karena dulunya kata itu memang digunakan untuk menyebut sebuah kegiatan yang dilakukan oleh orang Yunani Kuno untuk mengisi waktu luangnya, mereka mengunjungi suatu tempat atau seseorang pandai tertentu untuk mempertanyakan dan mempelajari halikhwal yang mereka rasakan memang perlu dan butuh untuk mereka ketahui, “waktu luang yang digunakan secara khusus untuk belajar” (leisure devoted to learning). Kebiasaan ini juga diberlakukan kepada putra-putra mereka, sejak saat itulah dari scola matterna (pengasuh ibu sampai usia tertentu), yang merupakan proses lembaga dan sosialisasi tertua umat manusia, menjadi scola in loco parentis (lembaga pengasuh anak pada waktu senggang diluar rumah, sebagai pengganti ayah atau ibu). Itulah pula mengapa lembaga pengasuh ini kemudian biasa disebut juga “ibu asuh” atau “ibu yang memberikan ilmu” (almamater). Pelaksanaan Fungsi Sekolah Sekolah di maksudkan untuk mendidik, inilah ideology sekolah tujuan umum sekolah. Sekolah – sekolah telah bergantung tanpa tantangan sampai akhir – akhir ini, sebagian karena pendidikan itu sendiri adalah suatu istilah yang berbeda – beda artinya bagi berbagai orang. Tetapi secara berangsur – angsur sekolah di semua Negara dari segala jenis pada segala tingkatan memadukan empat fungsi social yang berbeda – beda custodial care, yaitu fungsi perwalian ( pengawasan kanak – kanak ). Fungsi perwalian sekarang dilakukan secara universal oleh sekolah – sekolah sehingga sukar mengingatkan susunan – susunan yang terdahulu. Para orang tua dengan begitu saja menyerahkan sebagian besar tanggung jawabnya atas pengawasan anak – anaknya kepada sekolah. Pada saat anak – anak menjadi mahasiswa penuh, mereka tetap menjadi anak – anak yang ekonomis, politis, bahkan secara hukum. Meskipun tidak ada sanksi hukum formal yang di kenakan terhadap para mahasiswa, mereka selalu dapat dicabut haknya untuk bersekolah, dan dengan demikian dicabut pula haknya atas pekerjaan status social yang diinginkan.