Uploaded by User35635

94284-Herty Safitri Yunintasari-FEB-terkunci

advertisement
PENGARUH INDEPENDENSI DAN PROFESIONALISME AUDITOR
INTERNAL DALAM UPAYA MENCEGAH DAN MENDETEKSI
TERJADINYA FRAUD
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Herty Safitri YunintaSari
NIM : 106082002612
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
PENGARUH INDEPENDENSI DAN PROFESIONALISME AUDITOR
INTERNAL DALAM UPAYA MENCEGAH DAN MENDETEKSI
TERJADINYA FRAUD
Oleh: Herty Safitri YunintaSari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh independensi dan
profesionalisme auditor internal dalam upaya mencegah dan mendeteksi
terjadinya fraud. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang responden
auditor internal yang berada di Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA).
Metode yang digunakan dalam penentuan sampel dalam penelitian ini adalah
Convenience Sampling. Uji statistik yang digunakan adalah regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel independensi dan
profesionalisme auditor internal berpengaruh signifikan dalam upaya mencegah
dan mendeteksi terjadinya fraud.
Kata kunci
: Independensi, profesionalisme auditor internal, mencegah dan
mendeteksi terjadinya fraud.
vi
The Influence of Independence and Profesionalism of Internal Auditors in an
Effort to Prevent and Detect Fraud
By: Herty Safitri YunintaSari
Abstract
This study aimed to analyze the influence of the independence and
professionalism of internal auditors in an effort to prevent and detect fraud. The
sample in this study respondents were 60 internal auditors in the Internal Audit
Foundation (YPIA). The methods used in sampling in this study is Convenience
Sampling. The statistical test used is multiple regression.
Results showed that the variable independence and profesinalism of
internal auditors in an effort to prevent significant and detect fraud.
Keywords:
Independence, professionalism of internal auditors, prevent and
detect fraud.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat
Rahmat dan Karunia-Nyalah skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat
beserta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya dari zaman kemusyrikan ke zaman ketauhidan dan ilmu
pengetahuan seperti sekarang ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi
syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi.
Pada
kesempatan
ini,
dengan
segala
kerendahan
hati
penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan, bimbingan, dan
doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:
1.
Kedua orang tuaku, Heri Kusnadi dan Tiliati, papa dan mama, yang
senantiasa selalu memberi support baik doa maupun finansial kepada
penulis dalam penyelesain skripsi ini. Kalian juga telah memberikan kasih
sayang yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dan untuk Thesar Herdiansyah
Kusnadi adeqw satu-satunya, terima kasih atas dukungan dan doanya
selama ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah kalian
berikan kepada penulis selama ini.. Amin Ya Rabbal’alamin..
2.
Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku pembimbing I yang telah
memberikan bantuan baik waktu maupun saran kepada penulis selama
proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik.
3.
Bapak Hepi Prayudiawan SE.Ak,MM selaku pembimbing II yang telah
memberikan bantuan baik waktu, saran, maupun ilmu yang bermanfaat
kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
4.
Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis.
vii
5.
Bapak Afif Sulfa,SE,Ak,Msi selaku Ketua Jurusan Akuntansi yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama masa
perkuliahan.
6.
Bapak Amilin, SE.Ak,Msi yang telah memberi saran kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
7.
Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Ilmu sosial.
8.
Untuk Iqbal Dwitama Putra Ralas terima kasih sedalam-dalamnya selama
ini sudah membantu penulis dalam segala hal. Baik berupa dukungan moril
dan berupa segala pemikirannya selama ini. Terima kasih atas kesabarannya
menghadapi segala tingkah laku penulis yang ajaib ini. Semangathh yagh
untuk penelitian dan kuliah mu. Buktikan ke orang-orang yang mandang
rendah ke kamu kalau kamu bisa berhasil juga.
9.
Semua anak- anak D’Musrix Izumie Nadia Marrisca Putri “pipi ipin”
walaupun kita sering berantem bebh tapi ampe penghabisan kita kuliah kita
berdua terus dari kita nyiapin materi skripsi berdua ampe sidang pun kita
cuma berdua bener-bener gag akan aku lupain piinn ☺, Maulida Oktaviani
“mimi mbully” kamu orang pertama yang jadi tempat berbagi suka duka
bareng makasih yagh sayang untuk waktu mu selama ini ☺, Istihayu Putri
Buansari “bunda” makasih yagh bund wat ilmu-ilmu nya udah mau jadi
tempat aqu bertanya dikala aku kesulitan alias nyontek hahaha ☺, Mega
Ayu Lestari “dede” makasih juga yagh dede wat kebersamaannya selama
ini, Indah Ponika “eyang” eyang sayang makasih yagh selama ini udah
ngasih wejangan, Mufti Rahmatika “uda cabul” makasih yagh muptii udah
menjadikan anak-anak d’musrix menjadi dewasa. Love u all guys n im
gonna miss u all thankz for everything prends.
10.
Anak-anak angkatan 2006 khususnya kelas C ada maul, cumi, isti, gae,
penti, uum, chibo, indah, malia, fika, hanan, ocem, fitri, mega, nia, galuh,
mupti, pery, jamal, dayat, pajar, puad, menez, otoy, heri, buluk, bejo, topan,
ajat, ijul, ipan, inu, guntur, yudo, makasih yaghh teman-teman udah bagibagi kenangan indah selama 2,5 tahun kebersamaan kita.
viii
11.
Anak-anak Audit B yang udah sama-sama walaupun hanya 1 tahun
kebersamaan tapi meninggalkan kesan yang indah bagi penulis ad ipin,
bunda, indah, chibo, ocem, malia, galih, nia, pitri, mega, gae, acied, anis, ita,
duo kembar, cici, ayu, dilas, dll.
12.
Teman-teman semasa KKSBT untuk Pipi Ipin dan Dede Gae.
13.
Teman teman semasa perjuangan kompre mbilly, ipin, peyi, penti, topan,
dhini, acied, inu, ijul, dll terima kasih yagh atas belajar barengnya akhirnya
kita bisa lulus semua ujian kompre.
14.
Untuk gembul, de2, miss ken, dan madam terima kasih penulis ucapkan
untuk doa dan semangatnya selama ini kepada penulis sangat berarti bagi
penulis ☺.
15.
Semua teman-teman penulis yang belum disebut di atas, terima kasih atas
segala bantuan selama proses penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan untuk tercapainya penulisan skripsi yang lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, Juli 2010
Herty Safitri YunintaSari
ix
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi ................................................................................ i
Lembar Pengesahan Uji Komprehensif ............................................................. ii
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................ .iii
Abstract................................................................................................................... v
Abstrak.................................................................................................................. vi
Kata Pengantar .................................................................................................. vii
Daftar Isi ............................................................................................................... x
Daftar Tabel ...................................................................................................... xiii
Daftar Gambar................................................................................................... xiv
Daftar Lampiran ................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah .................................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 12
1. Independensi Auditor Internal ............................................................. 12
2. Profesionalisme Auditor Internal ......................................................... 19
3. Kecurangan (fraud) ............................................................................. 25
a. Pengertian Kecurangan (fraud) ....................................................... 25
x
b. Klasifikasi Fraud ........................................................................... 32
c. Unsur-unsur Kecurangan ................................................................. 37
d. Langkah-langkah Pengendalian Fraud ............................................ 37
4. Mencegah Terjadinya Fraud................................................................. 38
5. Mendeteksi Terjadinya Fraud.............................................................. 44
B. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 49
C. Keterkaitan Antar Variabel ....................................................................... 51
1. Pengaruh Independensi Auditor Internal Dalam Upaya Mencegah dan
Mendeteksi Terjadinya Fraud...............................................................51
2. Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal Dalam Upaya Mencegah dan
Mendeteksi Terjadinya Fraud .............................................................. 52
D. Kerangka Penelitian .................................................................................. 52
D. Perumusan Hipotesis ................................................................................. 53
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 55
B. Metode Penentuan Sampel ....................................................................... 55
C. Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer (Primary data) ............................................................ 56
2. Data Sekunder (Secondary Data) .................................................. 57
D. Metode Analisis ....................................................................................... 57
1. Uji Kualitas Data.............................................................................. 57
2. Uji Asumsi Klasik ........................................................................... 59
3. Uji Hipotesis ................................................................................... 60
xi
E. Operasional Variabel Penelitian ................................................................ 63
BAB 1V PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Objek Penelitian ...................................................................... 69
1. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 69
2. Karakteristik Responden ....................................................................... 70
3. Sejarah YPIA ........................................................................................ 71
B. Penemuan dan Pembahasan ....................................................................... 73
1. Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................... 72
2. Uji Asumsi Klasik ................................................................................ 77
3. Hasil Uji Hipotesis ............................................................................... 80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 86
B. Implikasi .............................................................................................. 87
Daftar Pustaka ............................................................................................. 89
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu.............................................................. 50
Tabel 3.1 Skor Jawaban Responden ..................................................................... 56
Tabel 3.2 Operasional Variabel Penelitian ........................................................... 64
Tabel 4.1 Rincian Pembagian dan Pengumpulan Kuisioner................................. 69
Tabel 4.2 Karakteristik Responden....................................................................... 70
Tabel 4.3 Uji Validitas Independensi.................................................................... 73
Tabel 4.4 Uji Validitas Profesionalisme ............................................................... 73
Tabel 4.5 Uji Validitas Fraud ............................................................................... 74
Tabel 4.6 Uji Reliabilitas Independensi................................................................ 75
Tabel 4.7 Uji Reliabilitas Profesionalisme ........................................................... 76
Tabel 4.8 Uji Realibilitas Fraud ........................................................................... 76
Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolonieritas ................................................................... 77
Tabel 4.10 Uji Koefisien Determinasi (R²)........................................................... 81
Tabel 4.11 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F).......................................... 82
Tabel 4.12 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t Statistik) ....................... 83
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 The Fraud Triangle............................................................................ 30
Gambar 2.2 The Fraud Tree.................................................................................. 32
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran.......................................................................... 53
Gambar 4.1 Scatterplot ......................................................................................... 78
Gambar 4.2 Normal P-P Plot ................................................................................ 79
Gambar 4.3 Histogram.......................................................................................... 80
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Surat Riset Penelitian
Lampiran II Kuesioner Penelitian
Lampiran III Skor Jawaban Penelitian
Lampiran IV Hasil Uji Validitas
Lampiran V Hasil Uji Reliabilitas
Lampiran VI Hasil Uji Multikolinieritas
Lampiran VII Hasil Uji Heteroskedastisitas
Lampiran VIII Hasil Uji Normalitas
Lampiran IX Hasil Uji Hipotesis
xv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA DIRI
Nama
: Herty Safitri YunintaSari
Tempat/Tanggal Lahir
: Jakarta/13 Juni 1988
Alamat
: Jl. Bidar 1C No.21 Rt 03/08,
Kelapa Dua, Tangerang 15810
Anak ke
: 1 (satu) dari 2 bersaudara
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Kewarganegaraan
: WNI
Hobi
: Membaca dan Olahraga
Handphone
: 085719717153
Email
: [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1.
SD Islamic Village Tangerang
: 1994-2000
2.
SMP Islamic Village Tangerang
: 2000-2003
3.
SMAN 23 Jakarta
: 2003-2006
4.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
: 2006-2010
ORGANISASI
1.
ROHIS SMAN 23 Jakarta
: 2003-2006
2.
Ekskul Basket SMAN 23 Jakarta
: 2003-2006
PELATIHAN
1.
Training ESQ Leadership
: September 2008
2.
Training Saham Online EzyDeal
: Mei 2009
iii
DATA ORANG TUA
1.
Ayah
Nama
: Heri Kusnadi
Tempat/Tanggal Lahir
: Jakarta/12 Juni 1960
Alamat
: Jl. Bidar 1C No.21 Rt 03/08,
Kelapa Dua, Tangerang 15810
2.
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Kewarganegaraan
: WNI
Ibu
Nama
: Tiliati
Tempat/Tanggal Lahir
: Bengkulu/19 September 1966
Alamat
: Jl. Bidar 1C No.21 Rt 03/08,
Kelapa Dua, Tangerang 15810
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Perawat
Kewarganegaraan
: WNI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era teknologi maju dan globalisasi, Bangsa Indonesia juga
menghadapi tantangan yang berhubungan dengan masalah kecurangan,
kolusi, nepotisme, dan penggelapan lainnya, sehingga dalam proses
verifikasi secara objektif yang terdokumentasi secara sistematis untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti audit untuk menentukan apakah
aktivitas, kejadian, dan kondisi, sistem atau informasi tersebut sesuai
dengan kriteria audit, serta mengkomunikasikan hasil proses tersebut
kepada klien (Iqbal, 2003:55).
Keputusan yang utama harus ditetapkan oleh setiap auditor adalah
menyangkut
banyaknya
bukti
pendukung
yang
memadai
untuk
dikumpulkan, agar ia merasa yakin bahwa unsur-unsur laporan keuangan
dan semua laporan lainnya dari klien dibuat secara wajar. Banyaknya bukti
yang harus dikumpulkan dalam suatu pemeriksaan tertentu merupakan
proses pengambilan keputusan di antara proses tersebut yang paling
penting adalah proses pemeriksaan. Memperoleh bukti yang terlalu sedikit
akan memperbesar kemungkinan kegagalan kesalahan yang material.
1
Ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor
tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan, antara lain: salah
saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam
laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan dan salah
saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (sering
disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan
pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan
sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAK).
Ada beberapa istilah yang diberikan pada pelanggaran dalam
bentuk ketidakjujuran yaitu: (1) Penipuan (kecurangan) merupakan
penyajian yang tidak benar atau penyembunyian fakta penting sehingga
menyebabkan seseorang kehilangan sesuatu yang berharga, (2) Kejahatan
kerah putih (white collar crime) merupakan suatu tindakan atau
serangkaian tindakan pelanggaran yang dilakukan dalam artian bukan
fisik, dilakukan dengan menyembunyikan fakta atau tipu muslihat untuk
mendapatkan uang atau barang dan keuntungan pribadi, (3) Penggelapan
(embezzlement) merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum dengan
memakai barang/harta yang ada dibawah tanggung jawab si pelanggar
untuk kepentingan pribadi (Iqbal, 2003:56).
Seorang auditor tidak harus memberikan perhatian dan keahlian
lebih dari biasanya dalam melakukan atau memberikan pertanyaan dan
penyidikan. Ia bukanlah penjamin, tugas dari seorang auditor adalah ia
haruslah seorang yang jujur oleh karena itu ia seharusnya tidak meyakini
2
apa yang tidak dipercayainya akan benar terjadi, dan ia harus
menggunakan keahliannya sebelum ia percaya apa yang diyakininya itu
benar.
Belakangan ini perhatian auditor diarahkan terutama untuk
mendeteksi terjadinya kesalahan dan transaksi kecurangan. Melalui
penetapan kebijakan, dan fungsinya lebih kepada mendeteksi dan
melindungi, tidak ada standar formal yang ditetapkan untuk menentukan
tanggung jawab seorang internal auditor untuk mencegah dan mendeteksi
terjadinya kecurangan. Dalam mencegah dan mendeteksi terjadinya
kecurangan, seorang auditor internal haruslah memiliki sikap independensi
dan profesionalisme yang tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai
seorang internal auditor di perusahaan.
Salah satu kecurangan terbesar yang diingat dunia sampai saat ini
adalah kasus Enron yang melibatkan salah satu dari The Big Five,
Andersen and Co. Dalam kasus tersebut, auditor yang bertugas untuk
mengaudit
perusahaan
tersebut
juga
merupakan
auditor
internal
perusahaan yang bersangkutan (Yuniarti, 2008:1).
Suatu kecurangan dapat dicegah salah satunya adalah dengan cara
meningkatkan sistem pengendalian intern yang terdapat di perusahaan,
karena pada dasarnya unsur yang menentukan terjadinya kecurangan
adalah manusia itu sendiri dan sistem pengendalian dalam perusahaan
tersebut. Manusia dengan perilaku hidup yang dianutnya menentukan
wujud tingkah lakunya dalam pergaulan dan dalam melaksanakan tugas
3
dan pekerjaannya. Sedangkan suatu sistem pengendalian intern dibangun
untuk menghalangi atau menghambat kemungkinan terjadinya kecurangan.
Seperti pada halnya menangani penyakit, lebih baik mencegahnya
daripada “mengobatinya”. Para ahli memperkirakan bahwasannya
kecurangan terungkap merupakan bagian kecil dari seluruh kecurangan
yang sebenarnya terjadi. Karena itu, upaya utama seharusnya adalah pada
pencegahannya.
Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab kecurangan, maka dari
sisi pengguna laporan keuangan juga harus memperhatikan apakah laporan
keuangan yang akan mereka gunakan memang sudah diaudit dengan baik
atau belum. Oleh karena itu, laporan keuangan yang baik adalah laporan
keuangan yang sudah diaudit oleh auditor yang kompeten dan independen.
Arens dan Loebbecke (2009:17) mengatakan bahwa internal
auditor adalah seorang yang bekerja sebagai karyawan pada suatu
perusahaan untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen. Menurut
Amrizal (2004:1) internal auditing adalah suatu penilaian, yang dilakukan
oleh pegawai perusahaan yang terlatih mengenai ketelitian, dapat
dipercayainya, efisiensi, kegunaan catatan-catatan (akuntansi) perusahaan
serta pengendalian internal yang terdapat dalam perusahaan. Tujuannya
adalah untuk membantu pimpinan perusahaan (manajemen) dalam
melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisa, penilaian,
saran dan komentar mengenai kegiatan yang diaudit.
4
Menurut Arens dan Loebbecke (2009:4) Auditor harus mempunyai
kemampuan memahami kriteria yang digunakan serta mampu menentukan
jumlah bahan bukti yang dibutuhkan untuk mendukung kesimpulan yang
akan diambilnya. Auditor harus pula mempunyai sikap mental independen.
Sekalipun ia ahli, apabila tidak mempunyai sikap independen dalam
mengumpulkan informasi akan tidak berguna, sebab informasi yang
digunakan untuk mengambil keputusan haruslah tidak bias.
Independensi merupakan tujuan yang harus selalu diupayakan, dan
itu dapat dicapai sampai tingkat tertentu. Misalnya, sekalipun auditor
internal dibayar oleh perusahaan, ia harus tetap memiliki kebebasan yang
cukup untuk melakukan audit yang handal.
Independensi dalam profesi sangat dibutuhkan untuk menjaga
kualitas auditor tersebut. Independensi bukan hanya dimiliki oleh auditor
eksternal namun juga dimiliki oleh auditor internal. Independensi menurut
Mautz dan Sharaf dalam karya terkenal mereka, “The Philosophy of
Auditing” (Filosofi Audit), (Sawyer, 2006:35) terbagi menjadi 3 yaitu:
independensi dalam verifikasi, independensi dalam program audit, dan
independensi dalam pelaporan yang dapat diperuntukkan bagi akuntan
publik atau auditor eksternal, tetapi konsep yang sama dapat diterapkan
untuk auditor internal dalam bersikap objektif. Independensi dalam hal ini
adalah independensi dalam pelaporan dimana menurut Sawyer (2006:36)
independensi dalam pelaporan menjadikan auditor internal: harus bebas
dari perasaan untuk memodifikasi dampak dari fakta-fakta, harus bebas
5
dari hambatan oleh pihak-pihak yang ingin meniadakan auditor dalam
memberikan pertimbangan.
Dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional,
auditor harus menjalani pelatihan yang cukup dan kegiatan penunjang
keterampilan lainnya. Melalui program pelatihan tersebut para auditor juga
mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan agar dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ditemui.
Selain itu profesionalisme juga menjadi syarat utama bagi
seseorang
yang
ingin
menjadi
seorang
auditor
sebab
dengan
profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin.
Untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang
semakin luas, seorang auditor harus memiliki wawasan yang luas tentang
kompleksitas organisasi modern. Gambaran tentang profesionalisme
seorang auditor menurut Hall (1968) dalam Hendro Wahyudi (2006),
tercermin dalam lima hal yaitu: pengabdian dalam profesi, kewajiban
sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi, dan
hubungan dengan rekan seprofesi.
Jika seorang auditor internal berada dalam situasi konflik penting
bagi seorang auditor untuk mempertahankan sikap independensi serta
profesionalismenya dalam pemeriksaan laporan keuangan perusahaan, jika
seorang auditor internal tidak bersikap independen dan profesional
terhadap profesinya maka itu akan mempengaruhi integritas pada laporan
keuangan yang akan sulit dicapai. Dikarenakan akan sulit mendapatkan
6
pandangan yang objective dan solusi yang terbaik untuk setiap keadaan
dan permasalahan yang ada. Sangat penting bagi suatu perusahaan untuk
mendapatkan trust (kepercayaan) dari masyarakat untuk menjalankan
usahanya baik bagi konsumen maupun sebagai investor. Auditor internal
dituntut untuk selalu independen dan profesional dalam segala situasi,
terlebih lagi jika seorang auditor internal tersebut menemukan atau
mendeteksi
terjadinya
kecurangan
(fraud).
Maka,
tanpa
sikap
independensi serta profesionalismenya peran auditor internal tidak akan
berarti sedikit pun dalam upaya mencegah dan mendeteksi kecurangan
(fraud).
Setiap
auditor
internal
harus
tetap
mempertahankan
independensinya serta profesionalismenya agar dapat mencegah serta
dapat mendeteksi segala bentuk tindak kecurangan (fraud) yang terjadi.
Kurangnya pengetahuan dan pengertian seorang auditor internal mengenai
indikasi akan terjadinya tindak kecurangan (fraud) sering terjadi dan
prosedur yang efektif untuk mendeteksi kecurangan (fraud) sudah sering
dibuat sulit oleh auditor–auditor dalam melakukan tugas-tugasnya. Oleh
karena itu, seorang auditor internal harus mempunyai keahlian dalam
mencegah kecurangan (fraud) sebagai eksistensi dari pengetahuan
mengenai gejala pasti, dan harus mampu mendeteksi segala bentuk
kecurangan (fraud) yang terjadi, pengertian akan masalah dan sikap
independensi
serta
profesionalisme
untuk
menyelesaikan
semua
permasalahan yang terjadi.
7
Penelitian sebelumnya oleh M. Sodik (2007), dalam menganalisis
pengaruh keahlian dan independensi audit internal terhadap kemampuan
mendeteksi indikasi fraud. Penelitian ini menggunakan metode analisis
deskriptif kualitatif, dan hasilnya diketahui bahwa keahlian dan
independensi berpengaruh signifikan terhadap kemampuan mendeteksi
indikasi fraud.
Penelitian yang dilakukan oleh Taufik (2008), menganalisis
pengaruh pengalaman kerja dan pendidikan profesi auditor internal
terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan (fraud). Hasil penelitian ini
diketahui bahwa pengalaman kerja dan pendidikan profesi auditor internal
berpengaruh signifikan terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan
(fraud).
Penelitian oleh Mohammad Iqbal (2003), yaitu meneliti tentang
peran dan tanggung jawab internal auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Dalam hal mendeteksi kecurangan dibutuhkannya peran auditor internal
serta tanggung jawab auditor internal.
Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Karena pada penelitian
sebelumnya independensi audit internal mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kemampuan mendeteksi indikasi fraud.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu:
1. Tahun yang diamati, pada penelitian ini mengambil tahun 2010. Alasan
penelitian ini menggunakan tahun 2010 yaitu: (1) untuk mendapatkan
8
2. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada para auditor internal
yang berada di lingkungan Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA)
dengan tujuan agar mendapatkan hasil yang lebih valid atas data yang
diujikan.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti bermaksud menyusun
skripsi dengan judul: “Pengaruh Independensi dan Profesionalisme
Auditor Internal Dalam Upaya Mencegah dan Mendeteksi Terjadinya
Fraud”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, masalah yang diteliti selanjutnya dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah independensi seorang auditor internal berpengaruh signifikan
dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud ?
2. Apakah profesionalisme seorang auditor internal berpengaruh signifikan
dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud ?
3. Apakah independensi dan profesionalisme auditor internal secara
simultan (bersama-sama) berpengaruh signifikan dalam upaya mencegah
dan mendeteksi terjadinya fraud ?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan perumusan masalah tersebut diatas maka tujuan
penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan independensi
seorang auditor internal dalam upaya mencegah dan mendeteksi
terjadinya fraud.
b. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan profesionalisme
seorang auditor internal dalam upaya mencegah dan mendeteksi
terjadinya fraud
c. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan independensi dan
profesionalisme seorang auditor internal secara simultan (bersamasama) dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud.
2.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua
pihak, diantaranya:
a. Bagi Auditor Internal
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan dan pertimbangan mengenai pengaruh independensi
auditor internal dan profesionalisme auditor internal terhadap
kinerja auditor internal melalui pengetahuan mengenai fraud.
10
b. Bagi pihak yang berkepentingan lainnya
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi
masukan sesuai dengan kebutuhan.
c. Dapat digunakan oleh para peneliti–peneliti berikutnya sebagai
salah satu referensi dalam penelitiannya.
d. Bagi Penulis
Adanya
penelitian
ini
penulis
dapat
memperoleh
banyak
pengetahuan mengenai pengaruh independensi auditor internal dan
profesionalisme auditor internal dalam upaya mencegah dan
mendeteksi terjadinya fraud.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Independensi Auditor Internal
Auditor internal bekerja di suatu perusahaan untuk melakukan
audit bagi kepentingan pihak manajemen. Tugas yang diberikan kepada
auditor internal bermacam-macam, tergantung dari perintah dari
atasannya. Dalam menjalankan tugasnya seorang auditor internal harus
berada diluar fungsi lini suatu organisasi. Seorang auditor internal wajib
memberikan informasi yang penting bagi pihak manajemen yang berkaitan
dengan proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan operasi
suatu perusahaan.
Independensi merupakan suatu syarat yang penting yang harus
dimiliki oleh tiap auditor dengan tujuan agar dapat menilai kewajaran
suatu informasi yang disajikan manajemen untuk para pemakai informasi
yang terdiri dari pemakai internal dan eksternal.
Independen berarti auditor tidak dapat dipengaruhi. Auditor
internal tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor internal
berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik
perusahaan, namun juga pada kreditor dan pihak lain yaitu masyarakat dan
pengguna laporan keuangan yang lainnya yang meletakkan kepercayaan
pada pekerjaan internal auditor.
12
Jika seorang auditor internal tidak dapat bersikap independen,
maka akan sulit dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud di
perusahaan. Oleh sebab itu, profesi auditor internal akan sangat sensitif
terhadap masalah independensi. Dengan demikian sikap independensi
sangat dibutuhkan agar laporan keuangan yang disajikan oleh manajer
dapat berkualitas dan berkredibilitas dalam mencegah dan mendeteksi
terjadinya fraud yang ada.
Seperti yang diuraikan oleh SPAP seksi 220, menyatakan bahwa
independensi diartikan “sebagai tidak mudah dimengerti”. Sedangkan
Mulyadi (2006) adalah sebagai berikut :
“Independensi berarti bersikap bebas dari pengaruh pihak lain,
tidak tergantung pada pihak lain dan jujur dalam
mempertimbangkan fakta serta adanya pertimbangan yang
objective dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.”
Arens dan Loebbeck (2009) menyatakan independensi merupakan
tujuan yang harus selalu diupayakan, dan itu dapat dicapai sampai tingkat
tertentu, misalnya sekalipun auditor dibayar oleh klien, ia harus tetap
memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit yang andal.
Sedangkan Ralph Estes menyatakan pendapat mengenai independensi
adalah sebagai kondisi keterbukaan, netral dan tidak bias, untuk atau
terhadap pihak lain.
Menurut Achmad Badjuri dan Elisa Trihapsari (2004) Independensi
auditor diperlukan karena auditor sering disebut pihak pertama dan
memegang peran utama dalam pelaksanaan audit kinerja. Hal ini karena
auditor dapat mengakses informasi keuangan dan informasi manajemen
13
dari organisasi yang diaudit, memiliki kemampuan profesional dan bersifat
independen. Walaupun pada kenyataannya prinsip independen ini sulit
untuk benar-benar dilaksanakan secara mutlak, antara auditor dan auditee
harus berusaha menjaga independensi tersebut sehingga tujuan audit dapat
tercapai. Independensi auditor merupakan salah satu dasar dalam konsep
teori auditing.
Auditor internal yang profesional harus memiliki independensi
untuk memenuhi kewajiban profesionalismenya; memberikan opini yang
objektif, tidak bias; dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa
adanya; bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga
(Sawyer,
2006:35).
Adapun
pengertian
dari
independensi
selalu
dihubungkan dengan objektifitas dalam internal auditor seperti yang
dijelaskan oleh IIA dalam Mutchler (2003:235) sebagai berikut:
“Objectivity ia a mental attitude which internal auditors should
maintain while performing engangements. The internal auditors
should have an impartial, un-biased attitude and avoid conflict of
interest situations, as that would prejudice his/her desired
characteristic of the environment in which the assurance services
are performed by the individual or team; i.e., it is desirable for the
individual or team to be free from material conflicts of interest that
threaten objectivity”.
Objektifitas adalah sikap mental yang harus dimiliki oleh auditor
internal dalam melaksanakan pekerjaannya. Auditor internal harus
bersikap tidak memihak, berperilaku yang tidak bias dan menghindari
situasi konflik kepentingan yang akan membuat auditor internal dapat
melaksanakan penilaian yang sesuai dengan kenyataan. Independensi
14
merupakan karakteristik yang diperoleh dari lingkungan sekitar dalam
pelaksanaan assurance service yang dilakukan oleh satuan kerja dalam tim
maupun individu yang harus bebas dari konflik kepentingan yang dapat
mengancam penilaian yang objektif auditor internal.
Dalam buku Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP, 2009) seksi
220 PSA No.04 alinea 2, dijelaskan bahwa:
“Independensi berarti tidak mudah dipengaruhi, karena ia
melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.”
Dengan
demikian,
ia
tidak
dibenarkan
memihak
kepada
kepentingan siapapun meskipun ia bekerja atau mengabdi pada perusahaan,
sebab bilamana tidak demikian halnya, bagaimanapun sempurnanya
keahlian teknis yang ia miliki, maka dengan otomatis ia akan kehilangan
sikap independensi yang justru paling penting untuk mempertahankan
kebebasan pendapatnya.
Berbagai definisi independensi telah disampaikan oleh para ahli
dapat disimpulkan, sebagai berikut:
a.
Independensi merupakan syarat yang sangat penting bagi profesi
auditor untuk menilai kewajaran informasi yang disajikan oleh
manajemen kepada pemakai laporan keuangan.
b.
Independensi
diperlukan
oleh
auditor
untuk
memperoleh
kepercayaan dari klien maupun dari masyarakat, khususnya bagi
para pemakai laporan keuangan.
c.
Independensi diperlukan agar dapat kreadibilitas laporan keuangan
yang disajikan oleh pihak manajemen.
15
Dimensi atau indikator dari pelaksanaan independensi auditor
internal (Nurjannah, 2008) adalah sebagai berikut:
a.
Kemandirian Auditor
Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan
penilaian-penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, yang
mana
sangat
diperlukan
atau
penting
bagi
pemeriksaan
sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperoleh melalui status
organisasi dan sikap objektifitas dari para pemeriksa internal
(auditor internal).
1) Kemandirian Auditor Dilihat Dari Status Organisasi.
Kemandirian auditor dilihat dari status organisasi adalah
bahwa status organisasi dari bagian internal audit haruslah
memberikan keleluasaan untuk memenuhi atau menyelesaikan
tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan kepadanya.
Internal audit haruslah mendapat dukungan dari manajemen
senior dan dewan, sehingga mereka akan mendapatkan suatu kerja
sama dari pihak yang diperiksa dan dapat menyelesaikan
pekerjaannya secara bebas dari berbagai campur tangan pihak lain.
2) Kemandirian Auditor Dilihat Dari Sikap Objektifitas.
Kemandirian auditor dilihat dari sikap objektifitas adalah sikap
mental yang bebas dan yang harus dimiliki oleh pemeriksa
internal (auditor internal) dalam melaksanakan pemeriksaan.
Auditor
internal
tidak
boleh
menempatkan
penilaian
16
sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan secara lebih
rendah dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan oleh
pihak lain atau menilai sesuatu berdasarkan hasil penilaian
orang lain.
Bukan hanya penting bagi auditor internal untuk memelihara
sikap mental independen dan tanggung jawab mereka, akan tetapi
penting
juga
bahwa
pemakai
laporan
keuangan
menaruh
kepercayaan terhadap independensi tersebut.
b.
Independensi dalam Kenyataan (Independence In Fact)
Independensi
dalam
kenyataan
adalah
apabila
dalam
kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak
memihak sepanjang pelaksanaan auditnya.
c.
Independensi dalam Penampilan (Independence In Appearance)
Independensi dalam penampilan adalah hasil penilaian atau
interpretasi pihak lain terhadap independensi auditor dalam
menjalankan tugasnya.
Mautz dan Sharaf (Sawyer,2006:35), dalam karya terkenal mereka,
“The Philosophy of Auditing” (Filosofi Audit), memberikan beberapa
indikator
independensi
profesional.
Indikator
tersebut
memang
diperuntukkan bagi akuntan publik, tetapi konsep yang sama dapat
diterapkan untuk auditor internal yang ingin bersikap objektif. Indikatorindikatornya adalah sebagai berikut:
17
a.
Independensi dalam Program Audit
1) Bebas dari intervensi manajerial atas program audit.
2) Bebas dari segala intervensi atas prosedur audit.
3) Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain
yang memang disyaratkan untuk sebuah proses audit.
b.
Independensi dalam Verifikasi
1) Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan
karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan.
2) Mendapatkan kerja sama yang aktif dari karyawan manajemen
selama verifikasi audit.
3) Bebas dari segala usaha manajerial yang berusaha membatasi
aktivitas yang diperiksa atau membatasi pemerolehan bahan
bukti.
4) Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi
audit.
c.
Independensi dalam Pelaporan
1) Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau
signifikansi dari fakta-fakta yang dilaporkan.
2) Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal-hal yang
signifikan dalam laporan audit.
3) Menghindari penggunaan kata-kata yang menyesatkan baik
secara sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan fakta,
opini, dan rekomendasi dalam interpretasi auditor.
18
4) Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan
auditor mengenai fakta atau opini dalam laporan audit internal.
Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Independensi Auditor adalah
sebagai berikut:
a.
Kepercayaan masyarakat terhadap integritas, objektivitas dan
independensi.
b.
Kepercayaan auditor terhadap diri sendiri.
c.
Kemampuan
auditor
untuk
meningkatkan
kredibilitas
pernyataannya terhadap laporan keuangan yang diperiksa.
d.
Suatu sikap pikiran dan mental auditor yang jujur dan ahli serta
bebas dari pengaruh pihak lain dalam melaksanakan pemeriksaan,
penilaian, dan pelaporan hasil pemeriksaannya dan dalam upaya
mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud.
Kepercayaan masyarakat terhadap profesi auditor (internal maupun
eksternal) berhubungan langsung dengan pemeriksaan dan salah satu
elemen pengendali mutu yang penting adalah independensi.
2. Profesionalisme Auditor Internal
Auditor internal yang profesional harus memiliki independensi
untuk memenuhi kewajiban profesionalnya; memberikan opini yang
objektif, tidak bias, dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa
adanya, bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga
(Sawyer: 2006:35). Untuk mengetahui apakah seorang auditor internal
telah profesional dalam melakukan tugasnya, maka perlu adanya evaluasi
19
kinerja. Dan evaluasi kinerja auditor internal dapat dilakukan dengan
cara yaitu: sudahkah terpenuhinya kriteria-kriteria profesionalisme
auditor internal.
Menurut Arens dan Loebbecke (2009) berpendapat bahwa untuk
meningkatkan profesionalisme, sering akuntan harus memperlihatkan
perilaku profesinya, yang berupa:
a.
Tanggung jawab
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional,
akuntan
harus
mewujudkan
kepekaan
profesional
dan
pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka.
b.
Kepentingan masyarakat
Akuntan harus menerima kewajiban untuk melakukan tindakan
yang
mendahulukan
kepentingan
masyarakat,
menghargai
kepercayaan masyarakat, dan menunjukkan komitmen pada
profesionalisme.
c.
Integritas
Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat,
akuntan harus melaksanakan semua tanggung jawab profesional
dengan integritas tertinggi.
d.
Objektivitas dan Independensi
Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari
benturan
kepentingan
dalam
melakukan
tanggung
jawab
profesional.
20
e.
Keseksamaan
Akuntan harus memenuhi standar teknis dan etika profesi,
berusaha keras untuk terus meningkatkan kompetensi dan mutu
jasa
dan
melakukan
tanggung
jawab
profesional
dengan
kemampuan terbaik.
f.
Lingkup dan Sifat Jasa
Dalam menjalankan praktik sebagai akuntan publik, akuntan harus
mematuhi prinsip-prinsip perilaku profesional dalam menentukan
lingkup dan jasa audit yang akan diberikan.
Konsep profesionalisme Menurut Hull (1968) dalam Rohani
(2008) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu:
a.
Pengabdian pada profesi
Pengabdian
pada
profesi
dicerminkan
dari
dedikasi
profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan
yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan
meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini dalah ekspresi dari
pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan
didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi,
sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah
kepuasan rohani, baru kemudian materi.
21
b.
Kewajiban sosial
Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan
profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun
profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
c.
Kemandirian
Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seorang yang
profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa
tekanan dari pihak lain. Setiap ada campur tangan dari pihak luar
dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.
d.
Keyakinan terhadap peraturan profesi
Keyakinan terhadap peraturan profesi adalah suatu keyakinan
bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional
adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak
mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
e.
Hubungan dengan sesama profesi
Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan
profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan
kelompok kolega informal sebagai kolega informal sebagai ide
utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional
membangun kesadaran profesional.
22
Kriteria profesionalisme auditor internal menurut Sawyer (2006:
10-11) dalam Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Internal Badan
UsahaMilik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (FKSPI BUMN/BUMD),
dan Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA):
a.
Service to the Public (Pelayanan terhadap Masyarakat)
Auditor internal menyediakan pelayanan terhadap masyarakat
dalam hal meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan
sumber daya baik dalam perusahaan maupun organisasi. Kode etik
audit internal mewajibkan anggota The Institute of Internal
Auditors (IIA) untuk menghindari keterlibatan dalam kegiatankegiatan yang menyimpang dan ilegal.
b.
Long Specialized Training (Pelatihan Jangka Panjang)
Auditor internal yang profesional yaitu orang-orang yang telah
mengikuti pelatihan, lulus dari ujian pendidikan audit internal dan
telah mendapatkan sertifikasi.
c.
Subscription to a code of ethic (Taat pada kode etik)
Sebagai suatu profesi, ciri utama internal auditor adalah kesediaan
menerima tanggung jawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang
dilayani. Agar dapat mengemban tanggung jawab yang efektif,
auditor internal perlu memelihara standar perilaku yang tinggi.
Kode etik bagi para auditor internal memuat standar perilaku
sebagai pedoman tingkah laku yang dikehendaki dari anggota profesi
23
secara individual. Para auditor internal wajib menjalankan tanggung
jawab profesinya dengan bijaksana, penuh martabat dan kehormatan.
d.
Membership in an association and attendance at meetings (anggota
dari organisasi pofesi)
The Institute of Internal Auditors (IIA) merupakan asosiasi profesi
auditor internal tingkat internasional yang sudah tidak perlu
dipertanyakan lagi. IIA merupakan wadah bagi para auditor
internal yang mengembangkan ilmu audit internal agar para
anggotanya mampu bertanggung jawab dan kompeten dalam
menjalankan tugasnya, menjunjung tinggi standar, pedoman
praktik audit internal dan etika supaya anggotanya profesional
dalam bidangnya.
Di Indonesia telah terdapat beberapa organisasi profesi seperti yang
dikutip Hiro Tugiman (2006: 25) yaitu: “Auditor internal Indonesia telah
terdapat berbagai nama dan sebutan organisasinya yang muncul sekitar
dua-tiga dasawarsa yang lalu, antara lain: (1) The Institute of Internal
Auditors Indonesia Chapter, (2) Forum Komunikasi Satuan Pengawasan
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (FKPSI
BUN/BUMD); (3) Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA); (4)
Dewan
Sertifikasi
Qualified
Internal
Auditors
(DS-QIA);
(5)
Perhimpunan Audior Internal Indonesia (PAII).”
24
e.
Publication of journal aimed at upgrading ractice (Jurnal
publikasi)
The Institute of internal Auditors (IIA) mempublikasikan jurnal
tentang teknik auditor internal, seperti halnya buku-buku panduan,
studi penelitian, monograf, presentasi audio visual, materi instruksi
lainnya.
f.
Examination to test entrance knowledge (Pengembangan profesi
berkelanjutan)
Dalam setiap pengawasan, auditor internal haruslah melaksanakan
tugasnya
dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan
profesional. Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensinya
yaitu dengan pengembangan profesi yang berkelanjutan.
g.
License by the state or certification by a board (Ujian sertifikasi)
The Institute of Internal Auditors pertama kali mengeluarkan
program sertifikasi pada tahun 1974. Kandidat harus lulus pada
ujian selam dua hari beturut-turut dengan subjek yang mempunyai
range yang luas. Kandidat yang lulus akan menerima Certification
of Internal Audiotrs (CIA).
3. Kecurangan (Fraud)
a.
Pengertian Kecurangan (Fraud )
Penelitian
kali
ini
penulis
akan
menganalisis
pengaruh
independensi auditor internal dan profesionalisme auditor internal
dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Arti dari
25
fraud adalah kecurangan, penipuan, atau penggelapan. Sedangkan
kecurangan mencakup suatu tindakan ketidakberesan dan tindakan
ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Berikut ini adalah
beberapa definisi mengenai fraud yang penulis kutip dari berbagai
literatur:
1) Statements
of
Internal
Standard
Auditing
No.3
(Prasetyo,2002)
“Kecurangan meliputi serangkaian ketidakbiasaan dan atau
tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja.
Kecurangan dapat dilakukan untuk kepentingan atau atas kerugian
organisasi dan oleh orang di luar atau di dalam organisasi.”
2) FBI Definition of Fraud (Silvesterstone,2007)
Federal Bureau of Investigation (FBI) memberikan pemaparan
tetapi definisi yang bermanfaat bahwa memasukkan dasar yang
diakui lebih dari satu abad:
“Those illegal acts which are characterized by deciet,
concealment, or violation of trust and which are not dependent
upon the application of threat of physical force or violence.
Individuals and organizations commit these acts to obtain money,
property or service; to avoid the payment or loss money or service;
or to secure personal or business advantage.”
3) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) memberikan definisi tentang kekeliruan
dan ketidakberesan sebagai berikut ini (IAI, 2009:316.2&3).
Kekeliruan (error) berarti salah saji (misstatement) atau hilangnya
26
jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang tidak
sengaja. Kekeliruan dapat berupa hal-hal berikut ini:
(a) Kekeliruan
dalam
pengumpulan
atau
pengolahan
data
akuntansi yang dipakai sebagai dasar pembuatan laporan
keuangan.
(b) Estimasi akuntansi salah saji yang timbul sebagai akibat dari
kekhilafan atau penafsiran salah terhadap prinsip menyangkut
jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.
Ketidakberesan (irregularities) adalah salah saji atau
hilangnya jumlah pengungkapan dalam laporan keuangan yang
dilakukan untuk menyajikan laporan keungan yang menyesatkan,
dan seringkali disebut dengan kecurangan manajemen, serta
penyalahgunaan aktiva yang seringkali disebut dengan unsur
penggelapan. Ketidakberesan dapat terdiri dari perbuatan berikut
ini:
a. Perbuatan yang mengandung unsur manipulasi, pemalsuan atau
pengubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya
yang merupakan sumber untuk pembuatan laporan keuangan.
b. Penyajian salah atau penghilangan dengan sengaja peristiwa,
transaksi atau signifikan yang lain.
c. Penerapan salah prinsip yang dilakukan dengan sengaja.
27
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Fraud (kecurangan/kejahatan) mencakup:
(1) Penggelapan (Embezzlement).
(2) Manipulasi pelanggaran karena jabatan (Malfeasance).
(3) Pencurian (Thiefts).
(4) Ketidakjujuran (Dishonesty).
(5) Kelakuan buruk (Misdeed).
(6) Kelalaian (Defalcanion).
(7) Penggelapan Pajak (With Holdings).
(8) Penyuapan.
(9) Pemerasan.
(10) Penyerobotan.
(11) Salah saji (Misappropriation).
(12) Fraudulent.
Meskipun
demikian
pada
dasarnya
Fraud
adalah
merupakan serangkaian ketidakberesan (irregularities) mengenai:
perbuatan-perbuatan
melawan hukum (illegal acts), yang
dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (misalnya menipu
memberikan gambaran yang keliru (mislead) terhadap pihak lain),
yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam ataupun dari luar
organisasi, untuk mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun
kelompok dan secara langsung atau tidak langsung merugikan
orang lain.
28
Apapun istilah yang disebutkan diatas, tindakan-tindakan
tersebut merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan
tujuan perusahaan, yang dibuat dengan sengaja, dengan tujuan
untuk memperoleh sesuatu yang bukan merupakan hak pelakunya
dan hal ini mengakibatkan kerugian financial bagi perusahaan atau
mungkin juga kerugian bagi negara.
Kecurangan (Fraud) sering terjadi dalam perusahaan, tetapi
tak seorang pun dapat melakukan apapun sampai auditor internal
maupun eksternal menguji laporan keuangan perusahaan tersebut.
Auditor yang terlatih menjadi lebih sensitif sehingga mereka
mengurangi resiko kegagalan dalam mendeteksi suatu kekeliruan
secara material dalam suatu laporan keuangan perusahaan.
Jika kecurangan (Fraud) terjadi, pihak manajemen selalu
mempertanyakan bagaimana fungsi dan peran internal auditor yang
ada. Dimana dan sedang apa mereka pada saat kasus tersebut
terjadi. Kapan pemeriksaan terakhir dilakukan dan mengapa
pemeriksaan terakhir tersebut tidak dapat membongkar fraud atau
setidaknya mengungkapkan kelemahan sistem internal control
yang memungkinkan terjadinya fraud.
Sesuai dengan norma pemeriksaan, fraud merupakan
tanggung jawab oknum yang bersangkutan, sedangkan manajemen
bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya fraud dan
mendeteksi ada atau tidaknya fraud. Tanggung jawab auditor
29
internal adalah untuk menilai dan membantu pihak manajemen
dalam melakukan pencegahan dan pendeteksian atas fraud tersebut.
Berikut ini adalah beberapa tipe audit:
1. Fraudulent Financial Reporting (Laporan Keuangan yang
curang).
Pelaporan keuangan yang curang adalah pernyataan kesalahan
atau kesalahan dari jumlah atau penyingkapan dengan tujuan
untuk menipu para pemakai.
2. Misaproppriation of Asset (Penggelapan Harta).
Penggelapan harta adalah penipuan yang melibatkan pencurian
dari suatu kesatuan asset. Misapropriation of Asset digunakan
untuk mengacu pada pencurian yang melibatkan para
karyawan dan anggota internal dari organisasi. Penggelapan
asset biasanya dilakukan di tingkat yang lebih rendah dari
hirarki organisasi.
Pendorong / Paksaan
Pressure
FRAUD
Kesempatan
Opportunity
Sikap/Rasionalisasi
Rationalization
Sumber: Theodorus M Tuannakota (2007:106)
Gambar 2.1
The Fraud Triangle
30
Tiga kondisi dari penipuan timbul dari fraudulent financial
reporting dan misapproppriation of assets yang diuraikan dalam SAS 99
(AU 316), yang dijelaskan dalam Auditing and Assurance Services. Tiga
kondisi tersebut dikenal sebagai Fraud Triangle yaitu pendorong/paksaan
(pressure),
kesempatan
(opportunity),
dan
sikap/rasionalisasi
(rationalization). Penjelasannya sebagai berikut:
1. Pendorong/Paksaan (Pressure).
Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu
tekanan (pressure) yang menghimpitnya. Orang ini mempunyai
kebutuhan keuangan yang mendesak, yang tidak dapat diceritakannya
kepada orang lain. Konsep yang penting disini adalah tekanan yang
menghimpit hidupnya (berupa kebutuhan akan uang), padahal ia tidak
bisa berbagi (sharing) dengan orang lain. Konsep ini dalam bahasa
Inggris disebut perceived non-shareable financial need.
2. Kesempatan (Opportunity).
Kondisi yang mendesak menyediakan peluang bagi manajemen atau
para karyawan untuk melakukan penipuan.
3. Sikap/Rasionalisasi (Rationalization).
Sikap, karakter atau kesatuan nilai-nilai etis yang ada, itu mengijinkan
manajemen atau para karyawan untuk melakukan suatu tindakan yang
tidak jujur, atau mereka ada dalam suatu lingkungan yang cukup
menekan yang menyebabkan mereka untuk yang merasionalkan untuk
melakukan suatu tindakan yang tidak jujur.
31
b. Klasifikasi Fraud
Dalam
pengklasifikasiannya,
fraud
dapat
dilakukan
oleh
manajemen dan karyawan suatu perusahaan.
1)
Management Fraud (Fraud oleh Manajemen).
Management fraud umumnya sulit untuk ditemukan sebab
seseorang
atau
lebih
anggota
manajemen
bisa
saja
mengesampingkan internal controls. Bentuk-bentuk management
fraud
antara
lain
ialah
menghapuskan
transaksi
tertentu,
kecurangan dalam mencantumkan atau melaporkan jumlah tertentu,
dan lain sebagainya.
Ada dua hal yang termasuk di dalam kecurangan oleh pihak
manajemen (management fraud), yaitu:
a.
Manajemen meminta agar KAP memberikan opini setuju
(unqualified opinion) padahal manajemen tahu sebetulnya
Laporan Keuangannya tidak layak.
b.
Manajemen melakukan transaksi-transaksi dengan pihak yang
masih ada hubungan kekeluargaan atau persahabatan (related
party transaction), atau juga melakukan transaksi yang tidak
wajar
(notatarm’s
lenght),
kesemuanya
itu
merugikan
perusahaan dan menguntungkan kepentingan pribadi atau
kelompoknya.
32
2)
Employee Fraud (Fraud oleh Karyawan).
Jika auditor bertanggung jawab menemukan semua
employee fraud, maka audit tests harus diperluas sebab banyak
sekali jenis-jenis kecurangan karyawan yang sangat sulit atau
bahkan tidak mungkin terdeteksi. Maka, prosedur auditnya akan
lebih mahal dibanding dengan temuannya ini dikarenakan adanya
tindakan kolusi antara beberapa karyawan dalam memalsukan
dokumen dan akan sulit sekali ditemukan dengan cara audit yang
biasa.
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau
Asosiasi
Pemeriksa
Kecurangan
Bersertifikat,
merupakan
organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas
kecurangan
mempunyai
yang
berkedudukan
tujuan
untuk
di
Amerika
memberantas
Serikat
dan
kecurangan,
mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi,
dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi
Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan
(Uniform Occupational Fraud Classification System), dengan
bagan sebagai berikut:
33
Sumber: The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) (2009:4)
Gambar 2.2
Fraud Tree
34
Selain itu, pengklasifikasian fraud (kecurangan) dapat dilakukan
dilihat dari beberapa sisi, yaitu:
(a) Berdasarkan pencatatan
Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam
tiga kategori:
a. Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi
pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open onthebooks, lebih mudah untuk ditemukan);
b. Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara
catatan akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on thebooks);
c. Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat
dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”,
seperti: pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah
dihapusbukukan/di-write-off (fraud off-the books, paling sulit untuk
ditemukan).
(b) Berdasarkan frekuensi
Pengklasifikasian
kecurangan
dapat
dilakukan
berdasarkan
frekuensi terjadinya:
a. Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang
tidak berulang, tindakan kecurangan — walaupun terjadi
beberapa kali — pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal
ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal:
35
pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja
mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar).
b. Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang,
tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya
diinisiasi/diawali sekali saja.
(c)
Berdasarkan konspirasi
Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau
kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada
umumnya kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide
maupun pseudo. Dalam bona fide conspiracy, semua pihak sadar akan
adanya kecurangan, sedangkan dalam pseudo conspiracy, ada pihak-pihak
yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.
(d)
Berdasarkan keunikan
Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik
pada orang-orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu.
b. Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang
mungkin hadapi dalam operasi bisnis secara umum.
36
c.
Unsur-unsur Kecurangan
Menurut Amin Widjaja Tunggal dalam penelitian Iqbal (2003),
bahwa kecurangan terdiri dari tujuh unsur yang apabila tidak terdapat salah
satu dari ketujuh unsur tersebut, maka tidak ada kecurangan yang
dilakukan. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1) Harus terjadi penyajian yang keliru (mispresentation).
2) Dari suatu masa lampau atau sekarang.
3) Faktanya bersifat material (material fact).
4) Dilakukan dengan sengaja atau tanpa adanya perhitungan.
5) Dengan maksud, tujuan atau niat untuk menyebabkan suatu pihak
beraksi.
6) Pihak terluka harus bereaksi terhadap kekeliruan penyajian.
7) Mengakibatkan kerugian.
d.
Langkah-Langkah Pengendalian Fraud
Dalam bukunya, Sawyer (2006:1038-1039) menjelaskan bahwa
terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan atau
mencegah terjadinya fraud dalam perusahaan, antara lain:
1) Menetapkan standar, anggaran dan statistik, dan menyelidiki
semua penyimpangan yang material.
2) Menggunakan teknik kuantitatif dan analitis untuk menandai
peristiwa yang menyimpang.
37
3) Mengidentifikasi indikator proses kritis: kehilangan dalam
peleburan, pengulangan kerja dalam manufaktur dan perakitan, dan
uji laba kotor dalam operasi eceran.
4) Menganalisa secara mendalam performa yang tampak terlalu baik,
dan performanya yang ada di bawah standar.
5) Mendirikan departemen Audit Internal yang profesional dan
independen.
4. Mencegah Terjadinya Fraud
Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam
pecegahan kecurangan (fraud) adalah berupaya untuk menghilangkan
atau mengeliminir sebab-sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena
pencegahan terhadap akan terjadinya suatu tindakan kecurangan akan
lebih mudah daripada mengatasi bila telah terjadi kecurangan tersebut.
Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu entitas apabila:
a.
Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan
longgar dan tidak efektif.
b.
Pegawai diperkerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas
mereka.
c.
Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan
atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai
sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah tindakan kecurangan.
38
d.
Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efisien dan
atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku.
e.
Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat
dipecahkan, biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan
keluarga, gaya hidup yang berlebihan.
f.
Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah
atau tradisi kecurangan.
Menurut penelitian Firma Sulistiyowati (2003) yang perlu
dipertimbangkan oleh auditor untuk menanggulangi kecurangan adalah
sebagai berikut:
a.
Pendekatan berdasarkan sistem
Tahap
dokumentasi
dapat
membantu
melihat
kesalahan
perusahaan. Lingkungan kondusif terjadinya kecurangan jika
auditor kesulitan menemukan apa yang terjadi dan prosedur apa
yang akan diambil.
b.
Pemilihan key internal controls
Pengendalian intern yang dilakukan antara lain adalah :
1) Pengendalian yang melibatkan lebih dari satu karyawan
dengan cara pemisahan tugas.
2) Pengendalian yang melibatkan rekonsiliasi independen, yaitu
pendeteksian kecurangan melalui dua catatan.
39
Lima komponen struktur pengendalian intern dalam membangun
mekanisme sistem pengendalian intern yang efisien dan efektif, dalam
penelitian Amrizal (2004:5), diantaranya adalah:
a.
Lingkungan pengendalian
Meliputi tindakan kebijaksanaan dan prosedur-prosedur yang
mencerminkan keseluruhan sikap dari manajemen puncak, direktur,
dan pemilik perusahaan tentang pengendalian dan pentingnya bagi
perusahaan.
b.
Penilaian risiko
Bagi pelaporan keuangan, penilaian risiko merupakan identifikasi
entitas analisa dan manajemen dari risiko yang relevan dalam
persiapan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai
dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Manajemen
harus dapat mengevaluasi kemungkinan adanya kesalahan yang
material kemungkinan adanya kesalahan yang material dalam
laporan keuangan.
c.
Aktivitas pengendalian
Merupakan kebijaksanaan dan prosedur yang dapat menjamin
bahwa instruksi manajemen dilaksanakan.
d.
Informasi dan komunikasi
Bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisa, mencatat dan
melaporkan transaksi-transaksi dalam suatu perusahaan dan
melakukan tanggung jawabnya.
40
e.
Pengawasan
Meliputi penilaian secara periodik atas kualitas pelaksaan
pengendalian intern oleh manajemen untuk menentukan bahwa
pengendalian dilakukan dan dirubah jika ada perubahan-perubahan
kondisi dalam perusahaan.
Dibawah ini juga terdapat beberapa hal dalam mencegah
kecurangan dalam penelitian Mohammad Iqbal (2003:60), yaitu:
a.
Informasi sensitif
Perusahaan yang mengetahui akan adanya kecurangan, segera
mencanangkan peraturan untuk menghambat dan mencegah
kegiatan tersebut.
b.
Usaha peningkatan integritas
Auditor
intern
sering
diminta
untuk
melakukan
program
peningkatan integritas, dimana prioritas manajemen tingkat atas
ditinjau bersama dengan seluruh karyawan.
c.
Kemampuan sistem kendali untuk mencegah kecurangan seta
keterbatasan kendali
d.
Program audit
Program audit akan berlanjut dari survey pendahuluan ke arah
pencarian daerah berisiko tinggi sampai menguji metode yang
paling mungkin digunakan untuk melaksanakan audit kecurangan.
41
Menurut Albrecht (2005) ada beberapa langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam mencegah terjadinya
fraud, yaitu:
a.
Langkah pertama, yaitu langkah yang dilakukan perusahaan untuk
menciptakan budaya kejujuran, keterbukaan, dan program bantuan
personel, langkah ini dilakukan antara lain dengan:
1) Memperkerjakan
orang-orang
yang
jujur
dan
selalu
memberikan pelatihan mengenai kesadaran akan kecurangan.
2) Menciptakan lingkungan kerja yang positif.
3) Membuat kode perilaku.
4) Memberikan program bantuan kepada personel.
b.
Langkah kedua adalah langkah yang paling penting, yaitu
menghilangkan kesempatan untuk melakukan kecurangan dalam
perusahaan, langkah ini dilakukan dengan:
1) Menciptakan pengendalian internal yang baik, paling tidak
harus menyangkut lingkungan pengendalian, sistem akuntansi,
pengendalian aktivitas yang bagus.
2) Membangun portal bagi terjadinya kolusi, jika kecurangan
terjadi disertai dengan kolusi, maka akan sulit untuk
mendeteksinya.
3) Memberikan informasi yang jelas kepada nasabah (vendor)
perusahaan tentang kebijakan-kebijakan perusahaan.
4) Melakukan pengawasan terhadap personel perusahaan.
42
5) Membuat jalur khusus untuk pelaporan kecurangan.
6) Melakukan audit yang proaktif, ini diharapkan akan dapat
membangun kesadaran dari personel bahwa, yang mereka
lakukan setiap saat dapat di review oleh manajemen
perusahaan.
7) Menciptakan ekspektasi atas hukuman, hukuman yang tegas
dan konsisten akan membuat personel berfikir untuk
melakukan kecurangan.
Dengan berpedoman pada tiga elemen segitiga fraud (fraud
triangle), mengapa seseorang melakukan suatu tindakan kecurangan,
dapat disimpulkan dua unsur yang menentukan terjadinya kecurangan,
yaitu manusia dan sistem pengendalian dalam suatu organisasi.
Manusia dengan nilai-nilai hidup yang dianutnya menentukan wujud
perilakunya dalam pergaulan dan dalam menjalankan tugas dan
pekerjaannya, yang berkaitan dengan elemen pertama yaitu tekanan
(pressure) dan elemen ketiga yaitu rasional atau alasan pembenaran
(rasionalization) yang lebih banyak terkait dengan kondisi kehidupan
dan sikap mental atau moral seseorang. Adapun untuk elemen kedua
yaitu kesempatan (opportunity), yang berkaitan dengan sistem
pengendalian internal.
43
5. Mendeteksi Terjadinya Fraud
Kurangnya pengetahuan auditor internal dan pemahaman atas
fraud sering terjadi dan prosedur yang efektif untuk mendeteksi penipuan
membuat seorang auditor internal kesulitan melakukan tugasnya.
Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik tersendiri,
sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan yang mungkin timbul dalam
perusahaan
sedikit
sulit.
Sebagian
besar
bukti-bukti
kecurangan
merupakan bukti-bukti yang sifatnya tidak langsung.
Petunjuk adanya kecurangan (fraud) biasanya ditunjukkan oleh
munculnya gejala-gejala (symptoms) misalnya, adanya perubahan gaya
hidup atau perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan
dari pelanggan ataupun kecurigaan dari rekan sekerja. Karekteristik yang
bersifat kondisi atau situasi tertentu, perilaku atau kondisi seseorang
personal tersebut dinamakan Red Flag (Fraud Indicators). Timbulnya red
flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan yang terjadi.
Peyimpangan fisik properti, akses ke catatan akuntansi, dan
pengetahuan atau otoritas untuk menolak pengendalian adalah kandungan
utama dari kecurangan dalam buku besar dan laporan keuangan. Menurut
Bologna, juga ada beberapa motif kecurangan lain, diantaranya adalah :
a.
Motif Egosentris
Motif ini untuk kecurangan yang berasl dari fakta bahwa penipu
berusaha untuk menunjukkan bahwa ia lebih tinggi daripada orang
lain, lebih tinggi dalam arti dia cukup baik untuk mengejutkan dan
44
membingungkan orang lain, dan bahwa ia dapat memanipulasi
buku besar tanpa diketahui atau dideteksi.
b.
Motif Ideologis
Penipu ideologis dapat melakukan kecurangan untuk memberikan
protes yang kuat atas sesuatu atau yang akan terjadi.
c.
Motif Psychotis
Penipu psychotis, seperti ‘perpetual con-men’ dan ‘kleptomanics’,
melakukan kejahatan mereka diluar kewajiban atau obsesi.
Langkah-langkah penting yang dapat dilakukan auditor internal
untuk kecurangan adalah dengan cara mendeteksinya. Berbagai teknik
dapat diterapkan, seperti yang dikutip dari Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP,2000), yaitu:
a.
Critical atau Key Point Auditing
Critical point auditing adalah suatu teknik dimana melalui
pemeriksaan atas catatan pembukuan, gejala suatu manipulasi
dapat diidentifikasi. Keberhasilan untuk dapat mendeteksi fraud
tergantung pada 3 (tiga) faktor:
1) Besarnya organisasi dan jumlah transaksi, catatan yang
tersedia untuk diperiksa.
2) Jumlah item yang diperiksa.
3) Jumlah kecurangan yang terjadi.
45
b.
Analisis Kepekaan Pekerjaan
Setiap pekerjaan dalam suatu organisasi memiliki berbagai peluang
atau kesempatan untuk terjadinya fraud. Teknis analisis pekerjaan (job
sensitivity analysis) ini pada prinsipnya didasarkan pada asumsi berikut,
yaitu jika seseorang karyawan bekerja pada posisi tertentu, peluang atau
tindakan negatif (kecurangan) apa saja yang dapat dilakukan.
Dengan kata lain, teknik ini merupakan analisa dengan
memandang
“pelaku
potensial”.
Sehingga
pencegahan
terhadap
kemungkinan terjadinya fraud dapat dilakukan misalnya dengan
memperketat pemeriksaan intern pada posisi yang rawan fraud.
Dalam buku Diktat Perjenjangan Auditor Ketua Tim yang
diterbitkan oleh BPKP (2000), menyebutkan bahwa pendekatan audit
bertujuan unutk menyelidiki fraud atau forensic mungkin melibatkan
empat hal berikut ini:
a.
Menganalisa data yang tersedia,
b.
Menyusun hipotesis,
c.
Uji hipotesis, dan
d.
Menyaring dan memperbaiki hipotesis.
Beberapa langkah yang diperlukan untuk melakukan uji fraud
adalah sebagai berikut:
a.
Pengujian Dokumen,
b.
Para saksi pihak ketiga yang netral,
c.
Nyata,
46
d.
Co-Conspirators,
e.
Target Penyingkapan Fraud.
Audit dapat berjalan secara efektif jika mampu dalam mendeteksi
kecurangan dan mengurangi kegagalan dalam pendeteksian kecurangan
melaui tindakan dan langkah-langkah sebagai berikut (SAS No.99):
a.
Seluruh anggota tim harus memahami apa yang disebut dengan
kecurangan
dan
tindakan-tindakan
apa
saja
yang
dapat
dikategorikan sebagai kecurangan.
b.
Mendiskusikan di antara anggota tim mengenai risiko salah saji
material yang disebabkan oleh kecurangan (fraud).
c.
Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi
risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan (fraud).
d.
Mengidentifikasi
masing-masing
risiko
yang
mungkin
menyebabkan salah saji material yang berasal dari tindakan
kecurangan (fraud).
e.
Menilai risiko-risiko yang teridentifikasi serta mengevaluasi
pengaruhnya pada akun.
f.
Merespon hasil penilaian mengenai risiko kecurangan (fraud).
Respon yang harus diberikan oleh auditor adalah:
1) Respon bahwa resiko kecurangan memiliki efek pada
bagaimana audit akan dilaksanakan.
2) Respon yang meliputi penentuan sifat, saat dan lingkup
prosedur audit yang akan dilaksanakan.
47
3) Respon dengan merencanakan prosedur-prosedur tertentu
dengan tujuan mendeteksi salah saji material akibat tindakan
kecurangan (fraud).
g.
Mengevaluasi hasil audit. Audit harus mengevaluasi:
1) Penilaian risiko salah saji material yang disebabkan oleh
kecurangan selama pelaksanaan audit.
2) Mengevaluasi prosedur analitis yang dilaksanakan dalam
pengujian substantif atau review keseluruhan tahap audit yang
mengidentifikasikan tidak ditemukan risiko salah saji material
yang berasal dari tindakan kecurangan (fraud).
3)
Mengevaluasi risiko salah saji material yang disebabkan
kecurangan saat audit hampir selesai dilaksanakan.
h.
Mengkomunikasikan mengenai kecurangan pada manajemen,
komite audit atau pihak lain.
i.
Mendokumentasikan pertimbangan yang digunakan oleh auditor
mengenai kecurangan. Dokumentasi tersebut dalam bentuk:
1)
Dokumentasi mengenai diskusi antar anggota tim audit dalam
perencanaan audit dalam hubungannya dengan pendeteksian
kecurangan yang mungkin terjadi dalam laporan keuangan
entitas.
2)
Prosedur yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi
yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan menilai salah saji
yang disebabkan oleh tindakan kecurangan.
48
3)
Risiko khusus yang teridentifikasi dan menilai salah saji
material dan respon auditor atas hal tersebut.
4)
Alasan untuk tidak dilaksankannya prosedur tambahan
tertentu.
5)
Bentuk komunikasi mengenai kecurangan pada manajemen,
komite audit atau pihak lain.
Dengan melaksankan langkah-langkah tersebut diatas, maka
auditor diharapkan dapat lebih efektif dalam melaksanakan pengauditan
yang sekaligus dapat lebih efektif dalam mendeteksi adanya kecurangan
di dalam laporan keuangan serta menghindari tuntutan hukum
dikemudian hari.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian
yang
membahas
tentang
pengaruh
independensi dan profesionalisme auditor internal terhadap pendeteksian
dan pencegahan kecurangan (fraud) diantaranya adalah M. Sodik (2007),
dalam penelitiannya tentang keahlian dan independensi audit internal
terhadap
kemampuan
mendeteksi
indikasi
fraud.
Penelitian
ini
menyimpulkan bahwa keahlian dan independensi berpengaruh signifikan
terhadap kemampuan mendeteksi indikasi fraud.
Selain itu, penelitian lainnya dari Mochammad Taufik (2008)
tentang pengaruh pengalaman kerja dan pendidikan profesi auditor internal
terhadap kemampuan mendeteksi fraud. Penelitian ini berkesimpulan
49
bahwa pengalaman kerja dan pendidikan profesional secara bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mendeteksi fraud.
Sedangkan
pencegahan
dan
menurut
penelitian
pendeteksian
Amrizal
kecurangan
oleh
(2004:16)
tentang
internal
auditor,
menyatakan bahwa pencegahan terhadap pendeteksian kecurangan
berpengaruh positif. Karena pada dasarnya pencegahan yang diikuti oleh
suatu pendeteksian kecurangan adalah salah satu pengendalian internal
yang baik (good internal control).
Tabel 2.1
Perbandingan Penelitian Terdahulu Dengan Sekarang
Perbandingan
Penelitian Terdahulu
Penelitian Sekarang
Judul dan Tahun Pengaruh Keahlian dan
Pengujian
Independensi audit internal
terhadap kemampuan
mendeteksi fraud (2007).
Objek Penelitian Perusahaan-perusahaan yang
memiliki internal audit.
Variabel
a. Keahlian
Independen
b. Independensi Audit
Internal
Variabel
Kemampuan Mendeteksi
Dependen
Fraud
Metode Analisa Regresi Linier Berganda
Sumber : Data diolah
Pengaruh Independensi
dan Profesionalisme
Auditor Internal Terhadap
Pendeteksian dan
Pencegahan Kecurangan
(Fraud) (2010).
Yayasan Pendidikan
Internal Audit dan
a. Independensi
b. Profesionalisme
Auditor Internal
Pendeteksian dan
Pencegahan Kecurangan
(Fraud)
Regresi Linier Berganda
50
C. Keterkaitan Antar Variabel
1.
Pengaruh Independensi Auditor Internal Dalam Upaya Mencegah
dan Mendeteksi Terjadinya Fraud
Independen berarti auditor tidak dapat dipengaruhi. Auditor
internal tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor
internal berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan
pemilik perusahaan, namun juga pada kreditor dan pihak lain yaitu
masyarakat dan pengguna laporan keuangan yang lainnya yang
meletakkan kepercayaan pada pekerjaan internal auditor.
Jika seorang auditor internal tidak dapat bersikap independen,
maka akan sulit dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya
fraud di perusahaan. Oleh sebab itu, profesi auditor internal akan
sangat sensitif terhadap masalah independensi. Dengan demikian
sikap independensi sangat dibutuhkan agar laporan keuangan yang
disajikan oleh manajer dapat berkualitas dan berkredibilitas dalam
upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud yang ada.
Independensi audit internal menurut penelitian M.Sodik (2007)
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
kemampuan
mendeteksi indikasi fraud. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat
dirumuskan hipotesis:
Ha1:
Independensi Auditor Internal Berpengaruh Dalam Upaya
Mencegah dan Mendeteksi Terjadinya Fraud
51
2.
Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal Dalam Upaya
Mencegah dan Mendeteksi Terjadinya Fraud
Dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud
membutuhkan kinerja dan tindakan profesional dari internal auditor
karena tidak mungkin fraud bisa dicegah dan dideteksi jika internal
auditor tidak menjalankan peranan dan tanggung jawabnya secara
profesional.
Profesionalisme auditor internal menurut penelitian Taufik (2008)
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
kemampuan
mendeteksi kecurangan (fraud). Berdasarkan penelitian tersebut maka
dapat dirumuskan hipotesis:
Ha2:
Profesionalisme auditor internal berpengaruh dalam upaya
mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud
Penelitian dilakukan menggunakan dua variabel sebagai ukuran
dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Variabel
pertama adalah independensi auditor internal. Variabel kedua adalah
profesionalisme auditor internal.
Ha3:
Independensi dan profesionalisme auditor internal dalam
upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud
D. Kerangka Penelitian
Setiap
auditor
internal
harus
tetap
mempertahankan
independensinya dan profesionalismenya dalam mencegah dan mendeteksi
kecurangan (fraud) yang terjadinya agar dapat membuktikan integritasnya
dalam pekerjaannya sebagai seorang auditor internal.
52
Tujuan dari Audit Internal adalah mencegah dan mengungkapkan
kecurangan (fraud). Tentu saja dalam mengungkapkan kecurangan
tersebut, seorang Auditor Internal yang Independen dan Profesional harus
dapat mendeteksi dan mencegah kecurangan (fraud) yang ada. Kecurangan
adalah segala sesuatu yang secara lihai dapat dipakai dan dipergunakan
oleh seseorang atau badan untuk mendapatkan keuntungan terhadap orang
lain dengan cara bujukan palsu atau menutupi kebenaran.
Dari paparan kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan
model penelitiannya sebagai berikut:
Variable Independen
Independensi
Auditor Internal
Variable Dependen
Pendeteksian dan
Pencegahan Kecurangan
(Fraud)
Profesionalisme
Auditor Internal
Sumber : Data diolah
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
E. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan pemikiran diatas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha1
: Terdapat pengaruh yang signifikan independensi auditor
internal dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya
fraud.
53
Ha2
: Terdapat pengaruh yang signifikan profesionalisme auditor
internal dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya
fraud.
Ha3
: Terdapat pengaruh yang signifikan independensi auditor
internal dan profesionalisme auditor internal secara simultan
(bersama-sama) dalam upaya mencegah dan mendeteksi
terjadinya fraud.
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Pendidikan Internal Audit
(YPIA) yang beralamat di Jalan Raya Pasar Minggu Kavling 34 Gedung Graha
Sucofindo lantai 3 Jakarta Selatan 12780
Penelitian
ini
dimaksudkan
untuk
menganalisis
pengaruh
Independensi Auditor Internal dan Profesionalisme Auditor Internal Dalam
Upaya Mencegah dan Mendeteksi Terjadinya Fraud.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah auditor internal. Dasar pemilihan
sampel ini menggunakan metode Convenience sampling. Convenience
sampling adalah metode pemilihan sampel berdasarkan kemudahan, dimana
metode ini memilih sampel dari elemen populasi yang datanya mudah
diperoleh peneliti. Elemen populasi yang dipilih sebagai subyek sampel adalah
tidak terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel
dengan cepat (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002;130).
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam penulisan skripsi, metode
pengumpulan data yang digunakan adalah data primer (primary data) dan data
sekunder (secondary data). Penjelasannya sebagai berikut:
55
1.
Data Primer (Primary Data)
Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
secara langsung dari sumber asli. Pengumpulan data primer dilakukan
melalui penelitian langsung ke Yayasan Pendidikan Internal Audit
(YPIA) untuk memperoleh data kuantitatif. Metode ini dilakukan
dengan cara menggunakan instrumen kuesioner yang akan disebarkan
kepada responden (auditor internal) pada YPIA tersebut. Masingmasing jawaban dari 5 (lima) alternatif jawaban yang tersedia diberi
bobot nilai (skor) sebagai berikut:
No
Tabel 3.1
Skor Jawaban Responden
Jawaban Responden
Skor
1
Sangat Setuju (SS)
5
2
Setuju (S)
4
3
Ragu-Ragu (R)
3
4
Tidak Setuju (TS)
2
5
Sangat Tidak Setuju (STS)
1
Sumber: Data primer diolah
2.
Data Sekunder (Secondary Data)
Data yang digunakan dalam penelitian ini digunakan dengan
menggunakan data sekunder yakni mengumpulkan data dari bahanbahan atau sumber-sumber bacaan atau kepustakaan. Data sekunder
diperoleh peneliti tidak secara langsung yaitu melalui media perantara
(diperoleh dan dicatat oleh pihak luar) dengan menggunakan cara
56
membaca dan mengutip baik secara langsung maupun tidak langsung
dari literatur-literatur yang berhubungan dengan variabel penelitian.
D. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
kualitas data, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis. Penjelasannya sebagai
berikut:
1. Uji Kualitas Data
Uji kualitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
validitas dan uji reliabilitas. Penjelasannya sebagai berikut :
a. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuisioner. Suatu alat ukur dikatakan valid apabila dapat
menjawab secara cermat tentang variabel yang diukur. Suatu
kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu
untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner
tersebut. Jadi, validitas ingin mengukur apakah pertanyaan dalam
kuisioner yang sudah kita buat betul-betul dapat mengukur apa
yang hendak kita ukur. Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik Pearson Correlation, yaitu dengan cara
menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan
dengan total skor. Jika korelasi antara skor masing-masing butir
pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi di
57
bawah 0,05, maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid dan
sebaliknya (Ghozali,2009:49).
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuisioner
yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Instrumen
dikatakan reliabel apabila terdapat kesamaan data dalam waktu
yang berbeda. Suatu kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika
jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil
dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur
bahwa variabel yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan
sehingga menghasilkan hasil yang konsisten meskipun diuji
berkali-kali. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
Cronbach Alpha. Suatu instrumen dapat dikatakan reliabel bila
memiliki
koefisien
keandalan
atau
Cronbach
Alpha>0,60
(Ghozali,2009:45).
2. Uji Asumsi Klasik
Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka peneliti
melakukan uji heteroskedastisitas, uji multikolonieritas, dan uji
normalitas. Penjelasannya sebagai berikut:
a. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi
terjadi
ketidaksamaan
variance
dari
residual
satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual
58
satu pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan
jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik
adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas
(Ghozali,2009:125).
b. Uji Multikolonieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi
ditemukan
adanya
korelasi
antara
variabel
bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi diantara variabel independen. Multikoliniearitas dapat
dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF).
Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen
manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai
Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena
VIF = 1/Tolerance). Nilai yang umum dipakai untuk menujukkan
adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance<0,10 atau sama
dengan nilai VIF>10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat
kolinearitas yang masih dapat ditolerir. Misal nilai Tolerance =
0,10 sama dengan tingkat kolonieritas 0,95 (Ghozali,2009:95).
c. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal. Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual
adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan
59
antara data observasi dengan distribusi yang mendeteksi distribusi
normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus
diagonal dan ploting data residual normal, maka garis yang
menggambarkan
data
sesungguhnya
akan
mengikuti
garis
diagonalnya (Ghozali,2009:147).
3.
Uji Hipotesis
Kegiatan pengolahan data dengan melakukan tabulasi terhadap
kuisioner dengan memberikan dan menjumlahkan bobot jawaban pada
masing-masing pertanyaan untuk masing-masing variabel. Analisis data
menggunakan teknik statistik multiple regression untuk menguji
pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen.
Untuk menguji hipotesis tersebut, maka rumus persamaan regresi
yang digunakan adalah sebagai berikut
Y = a + b1X1 + b2X2 +e
Keterangan: Y = Mencegah dan Mendeteksi Terjadinya Fraud
a = Konstanta
b1 b2 = Koefisien
X1 = Independensi
X2 = Profesionalisme
e = error terms
Hasil pengujian statistik dengan menggunakan multiple regression
yang perlu dianalisis dan dibahas adalah koefisien determinasi (R2), uji
60
signifikansi parameter individual (uji statistik t), dan uji signifikan
simultan (uji statistik F). Penjelasannya sebagai berikut:
a.
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu.
Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk
memprediksi
variasi
variabel
dependen.
Kelemahan
mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap
jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model.
Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti
meningkat, tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh
terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, pada penelitian ini R
Square yang digunakan adalah R Square yang sudah disesuaikan
atau Adjusted R Square (Adjusted R2) karena disesuaikan dengan
jumlah
variabel
yang
digunakan
dalam
penelitian
(Ghozali,2009:163).
61
b.
Uji Signifikan Parameter Individual (uji statistik t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel independen secara individual dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka
hasilnya signifikan berarti terdapat pengaruh dari variabel
independen
secara
individual
terhadap
variabel
dependen
(Ghozali,2009:164).
c.
Uji Signifikan Simultan (uji statistik F)
Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama terhadap variabel dependen atau terikat.
Probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka hasilnya signifikan berarti
terdapat pengaruh dari variabel independen secara bersama
terhadap variabel dependen (Ghozali,2009:163).
E. Operasional Variable dan Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing
variabel
yang
digunakan
berikut
dengan
operasional
dan
cara
pengukurannya.
62
1. Variabel Independen (Independent Variable)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel
lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah :
a.
Independensi Auditor Internal
Independensi berarti bersikap bebas dari pengaruh pihak
lain, tidak tergantung pada pihak lain dan jujur dalam
mempertimbangkan fakta serta adanya pertimbangan yang
objective dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya
(Mulyadi, 2006).
b.
Profesionalisme Auditor Internal
Profesionalisme adalah perilaku yang diharapkan pada
seseorang di tingkat tertinggi dari anggota suatu perkumpulan
(Arens dan Loebbecke,2009:74).
2. Variabel Dependen (Dependent Variable)
Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independen. Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah mencegah
dan mendeteksi terjadinya fraud. Kecurangan (Fraud) meliputi
serangkaian ketidakbiasaan dan atau tindakan ilegal yang bercirikan
penipuan
yang
disengaja.
Kecurangan
dapat
dilakukan
untuk
kepentingan atau atas kerugian organisasi dan oleh orang di luar atau di
dalam organisasi (Prasetyo,2002).
63
3. Operasional Variabel Penelitian
Variabel, dimensi, indikator, dan skala pengukuran untuk kuisioner
penelitian ini disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 3.2
Variabel, Indikator Variabel, Skala Pengukuran, dan Instrumen
Skala
No.
Variabel
Sub Variabel
Indikator
Pengukuran Pertanyaan
1
Independensi
a. Independensi 1. Bebas dari
intervensi
(sumber
dalam
manajerial
Sawyer : 2006)
program
atas program
audit
audit
2
2. Bebas dari
segala
intervensi
atas prosedur
audit
3
3. Bebas dari
segala
persyaratan
untuk
penugasan
audit selain
yang
memang
Ordinal
diisyaratkan
untuk sebuah
proses audit
b. Independensi 4. Bebas dalam
mengakses
dalam
semua
verifikasi
catatan,
memeriksa
aktiva dan
karyawan
yang relevan
dengan audit
yang
dilakukan
5. Bebas dari
segala usaha
manajerial
4-6
7
64
yang
berusaha
membatasi
aktivitas yang
diperiksa atau
membatasi
perolehan
bahan bukti
6. Bebas dari
kepentingan
pribadi yang
menghambat
verifikasi
audit
c. Independensi
dalam
pelaporan
7. Bebas dari
perasaan
wajib
memodifikasi
dampak atau
signifikasi
dari faktafakta yang
dilaporkan
8. Bebas dari
tekanan
untuk tidak
melaporkan
hal-hal yang
signifikan
dalam
laporan audit
9. Menghindari
penggunaan
kata-kata
yang
menyesatkan
baik secara
sengaja
maupun tidak
sengaja
dalam
melaporkan
fakta, opini
dan
rekomendasi
8
9
10
11
65
dalam
interpretasi
auditor
10.
Bebas
dari segala
usaha untuk
meniadakan
pertimbangan
auditor
mengenai
fakta atau
opini dalam
laporan audit
internal
1. Teguh pada
Profesionalisme a. Pengabdian
peraturan
(sumber :
pada profesi
profesi
Kalbers dan
2.
Menggunakan
Forgarty (1995)
pengetahuan
dalam Rohani
3. Merasa takut
(2008) )
apabila
meninggalka
n pekerjaan
b. Kewajiban
sosial
c. Kemandirian
d. Keyakinan
terhadap
profesi
4. Menjalankan
pekerjaan
dengan baik
5. Menciptakan
transparansi
6. Menujukkan
loyalitas
12-13
1
2
3
4
5
Ordinal
6
7. Percaya pada
kemampuan
diri sendiri
8. Hasil audit
sesuai dengan
fakta
7
9. Mendapat
kepuasan
batin sebagai
auditor
10. Menghargai
auditor
dengan
9
8
10
66
dengan rekan
kerja lainnya
e. Hubungan
dengan
sesama
profesi
Upaya
Mencegah dan
Mendeteksi
terjadinya
Fraud
(Sumber :
Amindjaja
Tunggal, 2009
dan, Gusnardi,
2006 dan Siti
Sarah
Trijayanti,
2008)
11. Melakukan
komunikasi
dengan
sesama
auditor
lainnya
12. Mendukung
adanya
organisasi
ikatan
internal audit
1. Tahap
dokumentasi
2. Lingkungan
yang tidak
kondusif
3. Melibatkan
lebih dari
satu
karyawan
4. Rekonsiliasi
independensi
11
c. Informasi
sensitif
5. Kebijakan
perusahaan
3
d. Peningkatan
integritas
6. Program
peningkatan
integritas
e. Sistem
kendali
7. Kontrol
korektif
8. Keterbatasan
sistem
kendali
9. Program audit
10. Pemahaman
aktivitas
11. Pengujian
dan evaluasi
kecukupan
5
12. Komunikasi
10
a. Pendekatan
berdasarkan
sistem
b. Pemilihan
pengendalian
f. Informasi
12
1
1
2
2
Ordinal
4
6
7
8
9
67
11
13. Kesalahan
cukup
material
dapat
mempengaru
hi kebenaran
laporan
keuangan
12
14. Salah
penerapan
yang
disengaja atas
prinsip
akuntansi
yang
berhubungan
dengan
jumlah
tertentu
13
15. Manipulasi,
pemalsuan
atau
pengubahan
catatan
akuntansi
14
16. Pengalaman
dan
pemahaman
auditor akan
jenis
kecurangan
(Fraud)
15
17. Auditor yang
memiliki
pengetahuan
akan lebih
ahli dalam
melaksanaka
n tugasnya
Sumber : Sawyer (2006), Kalbers dan Forgarty (1995), Amin Widjaja Tunggal
(2009), Gusnardi (2006) dan Siti Sarah Trijayanti (2008).
g. Komponen
kecurangan
(Fraud)
68
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Objek Penelitian
1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Pelatihan Internal Audit
(YPIA) yang beralamat di Jalan Raya Pasar Minggu Kavling 34
Gedung
Graha
Pengumpulan
Sucofindo
data
lantai
penelitian
ini
3
Jakarta
Selatan
12780.
dilakukan
melalui
metode
penyebaran kuisioner penelitian yang dibagikan secara langsung
kepada para responden. Penyebaran kuisioner dilakukan sepanjang
bulan Mei 2010, dengan pembagian kuisioner sebanyak 80 buah.
Rincian distribusi kuisioner dalam penelitian disajikan dalam tabel 4.1
berikut ini :
Tabel 4.1
Rincian Pembagian dan Pengumpulan Kuisioner
Keterangan
Jumlah
Kuisioner yang dibagikan
80
kuisioner yang kembali
60
Kuisioner yang bisa diolah
60
Tingkat
pengembalian
(response
rate)
75%
60/80*100%
Sumber : data primer diolah
69
Tabel 4.1 diatas menujukkan bahwa dari 80 kuisioner yang
dibagikan kepada para responden, ternyata kuisioner yang kembali
hanya 60 kuisioner atau sebesar 75%. Hal ini menujukkan response
rate yang cukup tinggi.
2.
Karakteristik Responden
Berikut ini adalah karakteristik responden dalam penelitian ini
yang bisa dilihat dalam tabel 4.2
Tabel 4.2
Karakteristik Responden
Frekuensi
Keterangan
Jumlah Presentase
60
100%
Jumlah Responden
Jenis Kelamin:
Pria
35
58,3%
Wanita
25
41,7%
Pendidikan:
S3
S2
23
38,3%
S1
32
53%
D3
5
8,7%
Jabatan
Supervisor
10
16,7%
Auditor Senior
19
31,7%
Auditor Junior
31
51,6%
Lama Bekerja
> 5 tahun
13
21,7%
3 - 5 tahun
35
58,3%
< 3 tahun
12
20%
Sumber: Data primer diolah
Tabel 4.2 menujukkan bahwa responden penelitian mayoritas
adalah pria, yakni sebanyak 35 orang atau sebesar 58,3% dari total
responden dan sisanya adalah wanita sebanyak 25 orang atau sebesar
41,7% dari total responden. Sebagian besar auditor internal yang
70
menjadi responden pada penelitian ini berpendidikan S1, yakni
sebanyak 32 orang atau sebesar 53%. Responden yang berpendidikan
S2 sebanyak 23 orang atau sebesar 38,3%, dan yang terkecil adalah
pendidikan D3 yang hanya ada 5 orang atau sebesar 8,7%. Sedangkan
untuk jenjang S3 tidak terdapat responden. Dari kelompok jabatan 31
orang merupakan auditor junior atau sebesar 51,6%, auditor senior
sebanyak 19 orang atau sebesar 31,7%, dan supervisor sebanyak 10
orang atau sebesar 16,7%. Dilihat dari lamanya bekerja mayoritas
auditor telah bekerja 3-5 tahun sebanyak 35 orang atau sebesar 58,3%,
lebih dari 5 tahun sebanyak 13 orang atau sebanyak 21,7%, dan
kurang dari 3 tahun sebanyak 12 orang atau sebesar 20%.
3.
Sejarah YPIA
Yayasan Pelatihan Internal Auditor (YPIA) adalah yayasan yang
didirikan pada tanggal 17 April 1995 oleh unsur pemerintah (Kepala
BPKP, Dirjen pembinaan BUMN Departemen Keuangan RI),
beberapa Direksi BUMN (Telkom, Pupuk Sriwijaya, Merpati
Nusantara Airlines, Jasa Raharja, dan BUMNIS dan Pengurus FKSPI
BUMN/BUMD) periode 1992-1995 (Ketua Umum, Sekretaris Umum,
Ketua IV, dan Bendahara).
Tujuan
didirikannya
YPIA
adalah
untuk
meningkatkan
profesionalisme dan mutu auditor internal indonesia. Hal yang
mendorong didirikannya lembaga yang khusus melatih internal
auditor
Indonesia ini adalah didasari bawah profesionalisme dan
71
mutu internal auditor masih jauh bila dibandingkan dengan standar
kualifikasi internal auditor tingkat internasional sehingga peran dan
fungsi departemen internal audit kurang efektif dalam memberi nilai
tambah kepada perusahaan.
YPIA dengan visi “mencetak internal auditor unggulan kelas
dunia” dengan misi “menyelenggarakan pelatihan dan konsultasi di
bidang internal audit yang berfokus pada manajemen risiko dan good
corporate governance dengan segala aspeknya”. Dengan jasa yang
diberikan YPIA diharapkannya mampu membantu Satuan Departemen
Internal Audit, Komite Audit, Direksi, dan Dewan Komisaris dalam
proses pengelolaan perusahaan menjadi lebih baik.
B. Penemuan dan Pembahasan
1.
Uji Validitas dan Reliabilitas
a.
Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid
tidaknya suatu kuesioner. Mengukur validitas dapat menggunakan
Pearson Correlation dan dilakukan dengan cara melakukan korelasi
bivariate antara masing-masing skor indikator pertanyaan terhadap
total konstruk dengan menunjukkan hasil yang signifikan yaitu
dibawah 0,05. Jika masing-masing indikator pertanyaan mempunyai
tingkat
signifikansi
dibawah
0,05
berarti
dikatakan
valid
(Ghozali,2009:49).
72
Tabel 4.3
Uji Validitas Independensi
Pertanyaan
Pearson Correlation
Significant
Keterangan
Ind1
0,399**
0,005
Valid
Ind2
0,455**
0,000
Valid
Ind3
0,415**
0,001
Valid
Ind4
0,781**
0,000
Valid
Ind5
0,753**
0,000
Valid
Ind6
0,512**
0,000
Valid
Ind7
0,757**
0,000
Valid
Ind8
0,781**
0,000
Valid
Ind9
0,577**
0,000
Valid
Ind10
0,559**
0,000
Valid
Ind11
0,644**
0,000
Valid
Ind12
0,628**
0,000
Valid
Sumber : Data primer diolah
Tabel 4.4
Uji Validitas Profesionalisme
Pertanyaan
Pearson Correlation
Significant
Keterangan
Prof1
0,725**
0,000
Valid
Prof2
0,516**
0,000
Valid
Prof3
0,661**
0,000
Valid
Prof4
0,530**
0,000
Valid
Prof5
0,500**
0,000
Valid
Prof6
0,770**
0,000
Valid
Prof7
0,565**
0,000
Valid
73
Prof8
0,425**
0,001
Valid
Prof9
0,644**
0,000
Valid
Prof10
0,429**
0,001
Valid
Prof11
0,519**
0,000
Valid
Prof12
0,785**
0,000
Valid
Sumber : Data primer diolah
Tabel 4.5
Uji Validitas Fraud
Pertanyaan
Pearson Correlation
Significant
Keterangan
F1
0,297*
0,021
Valid
F2
0,858**
0,000
Valid
F3
0,518**
0,000
Valid
F4
0,476**
0,000
Valid
F5
0,464**
0,000
Valid
F6
0,769**
0,000
Valid
F7
0,779**
0,000
Valid
F8
0,913**
0,000
Valid
F9
0,727**
0,000
Valid
F10
0,412**
0,001
Valid
F11
0,660**
0,000
Valid
F12
0,566**
0,000
Valid
F13
0,596**
0,000
Valid
F14
0,579**
0,000
Valid
F15
0,754**
0,000
Valid
Sumber : Data primer diolah
74
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa semua
pertanyaan pada masing-masing pertanyaan setiap variabel dapat
dikatakan valid karena setiap pertanyaan memiliki nilai signifikansi di
bawah 0,05.
b.
Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk.
Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai
Cronbach Alpha>0,60 (Nunally, 1960 dalam Ghozali, 2009:46).
Tabel berikut menunjukkan hasil uji reliabilitas 60 sampel responden.
Tabel 4.6
Uji Reliabilitas Independensi
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.834
12
Sumber: Data primer diolah
Tampilan output SPSS menunjukkan bahwa variabel
independensi memberikan nilai Cronbach Alpha 0,834 atau 83,4%.
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa variabel
pengetahuan tentang pajak dapat dikatakan reliabel karena nilai
alpha di atas 0,60 yaitu sebesar 0,834 (Ghozali,2009:45).
75
Tabel 4.7
Uji Reliabilitas Profesionalisme
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.800
12
Sumber: Data primer diolah
Tampilan output SPSS menunjukkan bahwa variabel
profesionalisme memberikan nilai Cronbach Alpha 0,800 atau
80%. Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa variabel
pengetahuan tentang pajak dapat dikatakan reliabel karena nilai
alpha di atas 0,60 yaitu sebesar 0,800 (Ghozali,2009:45).
Tabel 4.8
Uji Reliabilitas Fraud
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.872
15
Sumber: Data primer diolah
Tampilan output SPSS menunjukkan bahwa variabel fraud
memberikan nilai Cronbach Alpha 0,872 atau 87,2%. Berdasarkan
tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa variabel pengetahuan tentang
pajak dapat dikatakan reliabel karena nilai alpha di atas 0,60 yaitu
sebesar 0,872 (Ghozali,2009:45).
76
2.
Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
atau independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi antar variabel independen. Tabel berikut menunjukkan
hasil uji moltikolonieritas semua variabel:
Tabel 4.9
Hasil Uji Multikolonieritas
Variabel
Tolerance
VIF
Independensi Auditor Internal
0,514
1,944
Profesionalisme Auditor Internal
0, 514
1,944
Sumber: Data primer diolah
Berdasarkan tabel 4.9 hasil uji multikolonieritas dapat
dilihat melalui Variance Inflation Factor (VIF) masing-masing
variabel independen memiliki VIF tidak lebih dari 10 dan nilai
tolerance>0,1, maka dapat dinyatakan model regresi linear
berganda terbebas dari asumsi multikolonieritas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik
adalah
yang
Homoskedastisitas
atau
tidak
terjadi
77
Heteroskedastisitas (Ghozali, 2009). Berikut adalah gambar
output SPSS untuk uji heteroskedastisitas.
Sumber: Data primer diolah
Gambar 4.1
Scatterplot
Dari tampilan output SPSS grafik scatterplot terlihat bahwa
titik-titik menyebar secara acak serta tersebar, baik di atas maupun
dibawah angka 0 (nol) pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regersi
sehingga model regresi layak dipakai.
c.
Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa
nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi dilanggar
78
maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.
Berikut adalah gambar output SPSS untuk uji normalitas.
Sumber: Data primer diolah
Gambar 4.2
Normal P-Plot
Berdasarkan tampilan grafik P-Plot (gambar 4.2) dapat
disimpulkan bahwa terlihat titik-titik menyebar disekitar garis
diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal.
Sedangkan pada grafik histogram terlihat bahwa grafik histogram
memberikan pola distribusi yang mendekati normal. Dengan
demikian, dapat disimpulkan grafik normal plot dan grafik
histogram menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena
asumsi normalitas.
79
Sumber: Data primer diolah
Gambar 4.3
Grafik Histogram
Dari tampilan output SPSS grafik histogram terlihat bahwa
grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka
model regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali,2009:147).
3.
Uji Hipotesis
Pengujian Hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode
Regresi Linier berganda yang bertujuan untuk menguji hubungan
pengaruh antara satu variabel terhadap variabel lain. Analisis data
menggunakan teknik statistik multiple regression untuk menguji
pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen,
yaitu untuk mengetahui apakah terdapat Pengaruh antara independensi
80
dan profesionalisme dalam upaya mencegah dan mendeteksi
terjadinya fraud.
a. Uji Koefisien Determinasi (R²)
Dari pengujian yang dilakukan diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.11
Uji Koefisien Determinasi (R²)
Model Summaryb
Model
R
R Square
1
.792a
Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
.627
.614
3.45926
a. Predictors: (Constant), profesionalisme, independensi
b. Dependent Variable: fraud
Sumber: Data primer diolah
Dari tampilan output SPSS model summary, besarnya adjusted
R² adalah 0,614, hal ini berarti 61,4 % variasi fraud dapat
dijelaskan
oleh
variasi
dari
kedua
variabel
independen
independensi dan profesionalisme auditor internal, sedangkan
sisanya 38,6% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak
dimasukkan
dalam model regresi ini. Misalnya, peran dan
tanggung jawab auditor internal (Iqbal,2003).
Angka koefisien (R) pada tabel 4. sebesar 0,792 menunjukkan
bahwa hubungan antara variabel independen dengan dependen
adalah cukup kuat karena memiliki nilai koefisien korelasi diatas
0,50. Standar Error of Estimate (SEE) sebesar 3,45926, makin
kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam
memprediksi variabel dependen.
81
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji statistik F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen/terikat.
Hasil uji F dari pengujian statistik multiple regression adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.12
Uji Signifikansi Simultan (uji statistik F)
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
Regression
Mean Square
1148.493
2
574.247
682.090
57
11.966
1830.583
59
Residual
Total
df
F
47.988
Sig.
.000a
a. Predictors: (Constant), profesionalisme, independensi
b. Dependent Variable: fraud
Sumber: Data primer diolah
Hasil Uji Hipotesis 3 dapat dilihat pada tabel 4. nilai F hitung
diperoleh sebesar 47,988 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena
tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka Ha3 diterima,
sehingga dapat dikatakan bahwa Independensi dan Profesionalisme
Auditor Internal berpengaruh secara simultan dan signifikan Dalam
Upaya Mencegah dan Mendeteksi Fraud.
82
c. Uji Signifikansi Parameter Individual
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual
dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Hasil uji t dari pengujian statistik multiple regression adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.13
Uji Signifikansi Parameter Individual (uji statistik t)
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
B
1(Constant)
Coefficients
Std. Error
7.568
5.831
independensi
.330
.141
profesionalisme
.769
.148
t
Beta
Sig.
1.298
.200
.264
2.340
.023
.585
5.192
.000
a. Dependent Variable: fraud
Sumber: Data Primer diolah
Hasil pengujian antara variabel Independen (Independensi dan
Profesionalisme Auditor Internal) terhadap variabel Dependen
(Fraud) secara individu yang dilakukan dengan uji t (tabel 4.13)
adalah sebagai berikut:
1) Hasil Uji Hipotesis yang pertama, yaitu:
Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Independensi
Auditor
Internal
berpengaruh
signifikan
dalam
upaya
mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Dari tabel 4.13
dapat diketahui bahwa hasil pengujian untuk variabel
83
Independensi Auditor Internal mempunyai angka signifikansi
0,023 sehingga nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan
demikian Ha diterima, hal ini berarti bahwa Independensi
Auditor
Internal
berpengaruh
signifikan
dalam
upaya
mencegah dan mendeteksi fraud. Arens dan Loebbeck (2009)
menyatakan independensi merupakan tujuan yang harus selalu
diupayakan, dan itu dapat dicapai sampai tingkat tertentu,
misalnya sekalipun auditor dibayar oleh klien, ia harus tetap
memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit yang
andal dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian M.Sodik
(2007)
yang
menyatakan
bahwa
independensi
auditor
berpengaruh signifikan terhadap kemampuan mendeteksi
indikasi fraud.
2) Hasil Uji Hipotesis yang kedua, yaitu:
Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa Profesionalisme
Auditor
Internal
berpengaruh
signifikan
dalam
upaya
mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Dari tabel 4.13
dapat diketahui bahwa hasil pengujian untuk variabel
Profesionalisme
Auditor
Internal
mempunyai
angka
signifikansi 0,000 sehingga nilai tersebut lebih kecil dari 0,05.
Dengan demikian Ha diterima, hal ini berarti bahwa
Profesionalisme Auditor Internal berpengaruh signifikan dalam
84
upaya mencegah dan mendeteksi fraud. Menurut Arens dan
Loebbecke (2009) berpendapat bahwa untuk meningkatkan
profesionalisme,
sering
akuntan
harus
memperlihatkan
perilaku profesinya terutama dalam upaya mencegah dan
mendeteksi terjadinya fraud. Hasil penelitian ini konsisten
dengan penelitian Taufik (2008) yang menyatakan bahwa
profesionalisme berpengaruh signifikan terhadap kemampuan
mendeteksi kecurangan (fraud).
85
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
dari Independensi dan Profesionalisme Auditor Internal Dalam Upaya
Mencegah dan Mendeteksi Terjadinya Fraud. Responden penelitian ini
terdiri dari para auditor internal perusahaan yang sedang mengikuti
pelatihan untuk mendapatkan sertifikat Qualified Internal Auditor (QIA) di
Yayasan Pendidikan Internal Auditor (YPIA). Dari Hasil penelitian yang
telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Hasil uji t (secara parsial) ditemukan bahwa Independensi Auditor
Internal berpengaruh positif signifikan dalam upaya Mencegah dan
Mendeteksi terjadinya Fraud. Hal ini konsisten dengan penelitian
yang dilakukan oleh M.sodik.
2.
Hasil uji t (secara parsial) ditemukan bahwa Profesionalisme Auditor
Internal berpengaruh positif signifikan dalam upaya Mencegah dan
Mendeteksi terjadinya Fraud. Hal ini konsisten dengan penelitian
yang dilakukan oleh Taufik.
3.
Hasil uji F (secara simultan) ditemukan bahwa Independensi dan
Profesionalisme Auditor Intenal memiliki pengaruh positif dalam
upaya Mencegah dan Mendeteksi terjadinya Fraud.
86
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, berikut ini akan
diuraikan beberapa implikasi yang dianggap relevan dengan penelitian:
1.
Bagi Perusahaan
Dengan adanya peningkatan independensi dan profesionalisme auditor
internal dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud maka
perusahaan akan memperoleh dampak yang positif bagi kelangsungan
perusahaannya. Oleh karena itu, perusahaaan harus ikut serta dalam
meningkatkan independensi dan profesionalisme auditor internal,
salah satu caranya adalah dengan menperketat pengendalian internal
kontrol perusahaan dan mengadakan pelatihan profesional bagi
auditor internal yang memiliki kinerja baik di perusahaan guna
meningkatkan kualitas auditor internal dalam melakukan pekerjaanya
bagi perusahaan.
2.
Bagi Auditor Internal
Sikap independensi dan profesionalisme auditor internal dalam upaya
mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud juga memberikan dampak
yang positif bagi auditor internal dalam melakukan tugasnya. Ini akan
memberikan bukti pada masyarakat luas bahwa tidak hanya auditor
eksternal saja yang memiliki sikap independensi walaupun auditor
internal bekerja pada perusahaan tapi tetap memiliki independensi
terutama dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud.
87
Dan auditor internal akan menggunakan sikap profesionalisme sebagai
auditor dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini juga memberikan dampak kepada peneliti selanjutnya
yang ingin melakukan penelitian sejenis seperti yang penulis lakukan.
Penelitian selanjutnya bisa merinci faktor lain yang bisa meningkatkan
independensi dan profesionalisme auditor internal dalam upaya
mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud dalam suatu lini
perusahaan.
88
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Soekrisno. “Auditing”. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta : Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.2004.
Amrizal. “Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan oleh Internal Audit”, 2004.
Arens, Alvin A dan James K. Loebbecke. “Auditing and Assurance Services”,
Salemba Empat, Jakarta, 2009.
Boynton, W.C, Johnson, R.N, dan Kell, W.G. “Modern Auditing”. Edisi Ketujuh.
Jilid 1. Jakarta : Erlangga. 2006.
Brazel, Joseph F dkk. “Improving Fraud Detection: Do Auditor React to
Abnormal Inconsistencecies between Financial and Nonfinancial
Measures”. 2010.
Darmoko, HW. “Profesionalisme Auditor KAP Dilihat dari Perbedaan Gender,
Tipe KAP, dan Hirarki Jabatannya”. Jurnal Sosial (September). Madiun.
2004.
Darwito. “Pengaruh Keahlian Auditor Terhadap Pemeriksaan Kecurangan
(Fraud Auditing) dan Opini Audit dengan Independensi Sebagai Variabel
Intervening”. Jurnal Ilmiah Bidang Akuntansi dan Manajemen (September).
Hal 169-193.
Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Ikatan Indonesia. “Standar
Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari 2009”. Jakarta : Salemba
Empat.2001.
Effendi, M.Arief. “Tanggung Jawab Auditor Internal dalam Pencegahan,
Pendeteksian dan Penginvestigasian Kecurangan”. 2008.
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”. Edisi
Keempat. Semarang : Badan Penerbit UNDIP. 2009.
Gusnardi. “Pengaruh Peran Komite Audit, Pengendalian Internal dan Audit
Internal Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance dan
Pencegahan Fraud”.2006.Tesis.
Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah”. Jakarta. 2007.
89
Hastuti, Theresia Dewi, Stefani Lily Indarto dan Clara Susilawati. “Hubungan
antara Profesionalisme Auditor dengan pertimbangan Tingkat Materialitas
dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan”. Simposium Nasional
Akuntansi VI. Surabaya. 2003.
Ikatan Akuntan Indonesia. “Standar Akuntansi Keuangan”. Jakarta: Salemba
Empat.2009.
Indriantoro, Nur. “Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi & Manajemen”.
Yogyakarta. 2002.
Iqbal, Mohamad. “Peran dan Tanggung Jawab Internal Auditor dalam
Mendeteksi Kecurangan”. Percikan. Vol.43 (Agustus) Hal: 55-62.2003.
Kalbers, Lawrence P. dan Fogarty Timothi J. “Profesionalism and Its
Consequences: A Study of Internal Auditors, Auditing: A Journal of
Practice and Theory”. 1995.
Meutia, Inten. “Pengaruh Independensi Auditor Terhadap Manajemen Laba
untuk KAP Big 5 dan Non Big 5”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia
(September). 2004.
Mulyadi. “Pemeriksaan Akuntansi”. STIE YKPN. Yogyakarta. 2006.
Nurjannah. “Pengaruh Peran Auditor Internal Pelaksanaan Independensi
Auditor, Profesionalisme Auditor, Manajemen Laba Terhadap dengan
Tekanan Peran (Pola Stres)”.2008.
Prasetyo, Priyono. “Fraud: Tanggung Jawab Auditor Independen serta Dampak
Terhadap Profesi Auditor”. Kajian Bisnis No.26 (Mei-Agustus).2002.
Ramaraya, Tri. “Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh
Auditor Eksternal”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 1 (hal.
23-33). Mei 2008.
Sarah Trijayanti, Siti. “Pengaruh Peran dan Tanggung jawab Auditor Internal
Terhadap Pencegahan Tindakan Kecurangan (Fraud)”.2008.Skripsi.
Sulistiyowati, Firma. “ Peran Fraud Auditor dalam Mendeteksi Fraud untuk
Mewujudkan Good Governance dan Good Corporate Governance di
Indonesia”.Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik.Vol.04,No.10
(Februari) Hal: 13-24.2003
Sawyer, B, Lawrence. Dittenhofer A, Mortimer., dan Scheiner H, James.
“Internal Auditing”. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.2006.
90
Setiawan, Wawan. “Fraud: Suatu Tinjauan Teoritis”. Kompak No.7 (JanuariApril) : 137-153. 2003.
Silvesterstone, Howard dan Michael Sheetz. “Forensic Accounting and Fraud
Auditing for Non-Exsperts”.USA.2007
Simanjuntak, Ridwan. “Kecurangan : Pengertian dan Pencegahan”. Jakarta.
2009.
Sodik, Muhammad. “Pengaruh Keahlian dan Independensi Audit Internal
Terhadap Kemampuan Mendeteksi Indikasi Fraud”. 2007.
Taufik, Muhammad. “Pengaruh Pengalaman Kerja dan Pendidikan Profesi
Auditor Internal Terhadap Kemampuan Mendeteksi Kecurangan (Fraud)”.
2008.Skripsi.
Tuannakota, Theodorus M. “Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif”. Seri
Departemen Akuntansi. Jakarta: LP-FEUI. 2007.
Tugiman, Hiro. “Standar Profesional Audit Internal”. Yogyakarta: Kanisius.
2006.
Wahyudi, Hendro. “Pengaruh Profesionalisme Auditor Terhadap Tingkat
Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan”. Simposium
Nasional Akuntansi IX. Padang. 2006.
Widjaja Tunggal, Amin. “Internal Auditing (Suatu Pengantar)”. Jakarta:
Havarindo. 2009.
Widjaja Tunggal, Amin. “Pokok-pokok Audit Kecurangan”. Jakarta: Harvarindo.
2009.
Winarna, Jaka. “Independensi Auditor : Suatu Tantangan Masa Depan”. Jurnal
Akuntansi dan Bisnis (Agustus). Hal 178-186.
Wurangian, Hanny dan Muslich Anshori. “Pengaruh Faktor Internal dan Faktor
Eksternal Terhadap Independensi Auditor”. Ekuitas. Surabaya. 2003.
Yuniarti, Emylia dan Eti. “Pendeteksian Kecurangan Akuntansi dan Dampaknya
Terhadap Profesi Akuntan”. Akuntabilitas: Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Akuntansi. 2008.
91
Download