Uploaded by uswatunchasa97

SUPPOSITORIA SA 2019

advertisement
SUPPOSITORIA
SEMESTER ANTARA 2019
FARMASI _ UMM
Tujuan Pembelajaran:
• Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian sediaan supositoria.
• Mahasiswa dapat menyebutkan jenis basis supositoria.
• Mahasiswa dapat menjelaskan keuntungan sediaan supositoria.
• Mahasiswa dapat menjelaskan kelemahan sediaan supositoria.
• Mahasiswa dapat menjelaskan pembuatan sediaan supositoria skala
apotek.
• Mahasiswa dapat menjelaskan etiket/labeling sediaan supositoria.
Definisi: (FI V)
• Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot
dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau
uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada
suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung
jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang
bersifat lokal atau sistemik.
Bahan Dasar / Basis
Bahan dasar supositoria yang umum digunakan adalah:
 lemak coklat,
 gelatin tergliserinasi,
 minyak nabati terhidrogenasi,
 campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul
 dan ester asam lemak polietilenglikol
• Bahan dasar supositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada
pelepasan zat terapetik.
• Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan
dengan cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi obat yang
larut dalam lemak pada tempat yang diobati.
• Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk beberapa
antiseptik.
• Suatu bahan obat jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik
menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik, agar diperoleh
ketersediaan hayati yang maksimum.
• Meskipun obat bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang
dapat bercampur dengan air, seperti gelatin tergliserinasi dan
polietilen glikol, bahan dasar ini cenderung sangat lambat larut
sehingga menghambat pengelepasan.
• Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan
dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat
diserap, sedangkan gelatin tergliserinasi jarang digunakan melalui
rektal karena disolusinya lambat. Lemak coklat dan penggantinya
(lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan iritasi, seperti pada
sediaan untuk hemoroid internal.
1. Supositoria Lemak Coklat
• Supositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan
mencampur bahan obat yang dihaluskan ke dalam minyak padat pada
suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk sesuai,
atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur dan membiarkan
suspensi yang dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan.
• Sejumlah zat pengeras yang sesuai dapat ditambahkan untuk
mencegah kecenderungan beberapa obat, (seperti kloralhidrat dan
fenol) melunakkan bahan dasar. Yang penting, supositoria meleleh
pada suhu tubuh.
• Perkiraan bobot supositoria yang dibuat dengan lemak coklat, dijelaskan
dibawah ini.
• Supositoria yang dibuat dari bahan dasar lain, bobotnya bervariasi dan dan
umumnya lebih berat dari pada bobot yang disebutkan dibawah ini.
• Supositoria rektal Supsitoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada
satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2g.
• Supositoria vaginal Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan
berbobot lebih kurang 5 g, dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air
atau yang dapat bercampur dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin
tergliserinasi.
• Supositoria dengan bahan dasar lemak coklat harus disimpan dalam wadah
tertutup baik, sebaiknya pada suhu dibawah 30º (suhu kamar terkendali).
2. Pengganti Lemak Coklat
• Supositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari
berbagai minyak nabati, seperti minyak kelapa atau minyak kelapa
sawit yang dimodifikasi dengan esterifikasi, hidrogenasi dan
fraksionasi dengan esterifikasi, hidrogenasi dan fraksionasi hingga
diperoleh berbagai komposisi dan suhu lebur (misalnya: Minyak
nabati terhidrogenasi dan Lemak padat).
• Produk ini dapat dirancang sedemikian hingga dapat mengurangi
terjadinya ketengikan. Selain itu sifat yang diinginkan seperti interval
yang sempit antara suhu melebur dan suhu memadat dan jarak lebur
juga dapat dirancang untuk penyesuaian berbagai formulasi dan
keadaan iklim.
3. Supositoria Gelatin Tergliserinasi
• Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin
tergliserinasi, dengan menambahkan sejumlah tertentu kepada
bahan pembawa yang terdiri dari:
• lebih kurang 70 bagian gliserin,
• 20 bagian gelatin
• dan 10 bagian air.
• Supositoria ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,sebaiknya
pada suhu dibawah 35º.
4. Supositoria Dengan Bahan Dasar Polietilen
glikol.
• Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi
dari suhu badan telah digunakan sebagai bahan dasar supositoria. Karena
pelepasan dari bahan dasar lebih ditentukan oleh disolusi dari pada
pelelehan, maka masalah dalam pembuatan dan penyimpanan jauh lebih
sedikit dibanding masalah yang disebabkan oleh jenis pembawa yang
melebur.
• Tetapi polietilen glikol dengan kadar tinggi dan bobot molekul lebih tinggi
dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan.
• Pada etiket supositoria polietilen glikol harus tertera petujuk “Basahi
dengan air sebelum digunakan”. Meskipun dapat disimpan tanpa
pendinginan, supositoria ini harus dikemas dalam wadah tertutup rapat.
Polyethylene glycol bases / Macrogol bases (Carbowaxes)
• Tergantung dari berat molekulnya, terdapat perbedaan fisik:
Macrogol 400
Macrogol 1000
Macrogol 1540
Macrogol 4000
Macrogol 6000
Water
I
33
47
20
II
33
47
20
III
20
33
47
-
IV
75
25
-
• Dengan memilih kombinasi yang sesuai dapat dibuat basis supositoria
sesuai karakteristik.
5. Supositoria Dengan Bahan Dasar Surfaktan.
• Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol
dapat digunakan sebagai bahan pembawa supositoria.
• Contoh surfaktan ini adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan dan
polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat digunakan dalam bentuk tunggal
atau kombinasi dengan supositoria lain untuk memperoleh rentang suhu lebur
yang lebar dan konsistensi.
• Salah satu keuntungan utama pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam
air. Tetapi harus hati-hati dalam penggunaan surfaktan, karena dapat
meningkatkan kecepatan absorpsi obat atau dapat berinteraksi dengan
molekul obat, yang menyebabkan penurunan aktivitas terapetik.
6. Supositoria kempa atau Supositoria sisipan
• Supositoria vaginal dapat dibuat dengan cara mengempa massa
serbuk menjadi bentuk yang sesuai. Dapat juga dengan cara
pengkapsulan dalam gelatin lunak.
The advantages of rectal administration
include the following
1. First-pass effect: Avoiding, at
least partially, the first-pass
effect that may result in higher
blood levels for those drugs
subject to extensive first-pass
metabolism upon oral
administration.
The advantages of rectal administration
include the following
2. Drug stability: Avoiding the breakdown of certain drugs that are
susceptible to gastric degradation.
3. Large dose drugs: Ability to administer somewhat larger doses of
drugs than using oral administration.
4. Irritating drugs: Ability to administer drugs that may have an
irritating effect on the oral or gastrointestinal mucosa when
administered orally.
5. Unpleasant tasting or smelling drugs: Ability to administer
unpleasant tasting or smelling drugs whose oral administration is
limited.
6. In children, the rectal route is especially useful. An ill child may
refuse oral medication and may fear injections.
7. In patients experiencing nausea and vomiting or when the patient is
unconscious.
8. The presence of disease of the upper gastrointestinal tract that may
interfere with drug absorption.
9. Objectionable taste or odor of a drug (especially important in
children).
10. Achievement of a rapid drug effect systemically (as an alternate to
injection)
The disadvantages of suppositories and the reasons
given for the infrequent use of suppositories include
the following:
1. A perceived lack of flexibility regarding dosage of commercially
available suppositories resulting in under use and a lack of
availability.
2. If suppositories are made on demand, they may be expensive.
3. Suppositories as a dosage form are safe, but they exhibit variable
effectiveness, depending upon many factors to be discussed later,
including the pathology of the anorectal lesions.
4. Different formulations of a drug with a narrow therapeutic margin,
such as aminophylline, cannot be interchanged without risk of
toxicity.
5. The “bullet-shaped” suppository after insertion can leave the
anorectal site and ascend to the rectosigmoid and descending
colon. Hence, one may consider that suppositories with this shape
possibly should not be used at bedtime.
6. Defecation may interrupt the absorption process of the drug; this
may especially occur if the drug is irritating.
7. The absorbing surface area of the rectum is much smaller than that
of the small intestine.
8. The fluid content of the rectum is much less than that of the small
intestine, which may affect dissolution rate, etc.
9. There is the possibility of degradation of some drugs by the
microflora present in the rectum.
10. The dose of a drug required for rectal administration may be
greater than or less than the dose of the same drug given orally.
This can be dependent upon such factors as the constitution and
condition of the patient, the physicochemical nature of the drug,
and its ability to traverse the physiologic barriers to absorption, and
the nature of the suppository vehicle and its capacity to release the
drug and make it available for absorption.
11. The dose of a drug required for rectal administration may be
greater than or less than the dose of the same drug given orally.
This can be dependent upon such factors as the constitution and
condition of the patient, the physicochemical nature of the drug,
and its ability to traverse the physiologic barriers to absorption, and
the nature of the suppository vehicle and its capacity to release the
drug and make it available for absorption.
Density (Dose Replacement) Calculations for
Suppositories
• In preparation of suppositories, it is generally assumed that if the quantity
of active drug is less than 100 mg, then the volume occupied by the
powder is insignificant and need not be considered.
• This is usually based on a 2-g suppository weight.
• Obviously, if a suppository mold of less than 2 g is used, the powder
volume may need to be considered.
• The density factors of various bases and drugs need to be known to
determine the proper weights of the ingredients to be used.
• Density factors relative to cocoa butter have been determined. If the
density factor of a base is not known, it is simply calculated as the ratio of
the blank weight of the base and cocoa butter.
• Three methods of calculating the quantity of base that the active
medication will occupy and the quantities of ingredients required are
illustrated here:
1. Dosage replacement factor,
2. Density factor, and
3. Occupied volume methods
Determination of the dosage Replacement
factor methods:
f=
(100 𝐸−𝐺 )
𝐺 (𝑋)
+1
E is the weight of the pure base suppositories
G is the weight of suppositories with X% of the active ingredient
Cocoa butter is arbitrarily assigned a value of 1 as the standard base
EXAMPLE 1
• Prepare a suppository containing 100 mg of phenobarbital (f = 0.81) using
cocoa butter as the base.
• The weight of the pure cocoa butter suppository is 2.0 g. Because 100 mg
of phenobarbital is to be contained in an approximately 2.0-g suppository,
it will be about 5% phenobarbital.
• What will be the total weight of each suppository?
( 100 2 − 𝐺 )
0.81 =
+1
( 𝐺 5 )
G = 2.019
( 200 − 100𝐺 )
0.81 =
+1
( 𝐺 5 )
-0,19 = (200-100G)/5G
100G-0.95G = 200
99.05 G = 200
G = 200/99.05 = 2.019
Dosage replacement factor
Balsam of peru
Phenol
Bismuth subgallate
Procaine HCl
Bismuth subnitrate
Quinine HCl
Boric acid
Resorcin
Camphor
0.83
0.9
0.37
0.8
0.33
0.83
0.67
0.71
1.49
Silver protein, mild
Castor oil
Spermaceti
Chloral hydrate
White or yellow wax
Ichthammol
Zinc oxide
Phenobarbital
0.61
1.00
1.0
0.67
1.0
0.91
0.15–0.25
0.81
Determination of Density Factor methods
1. Determine the average blank weight, A, per mold using the
suppository base of interest.
2. Weigh the quantity of suppository base necessary for 10
suppositories.
3. Weigh 1.0 g of medication. The weight of medication per
suppository, B, is equal to 1 g/10 supp = 0.1 g/supp.
4. Melt the suppository base and incorporate the medication, mix,
pour into molds, cool, trim, and remove from the molds.
5. Weigh the 10 suppositories and determine the average weight (C).
6. Determine the density factor as follows:
•
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 =
𝐵
𝐴−𝐶+𝐵
A = average weight of blank
B = weight of medication per suppository, and
C = average weight of medicated suppository
7. Take the weight of the medication required for each suppository and
divide by the density factor of the medication to find the replacement
value of the suppository base.
8. Subtract this quantity from the blank suppository weight.
9. Multiply by the number of suppositories required to obtain the quantity
of base required for the prescription.
10. Multiply the weight of drug per suppository by the number of
suppositories required to obtain the quantity of active drug required for
the prescription.
Density Factor
Alum 1.7
Morphine HCl 1.6
Aminophylline 1.1
Opium 1.4
Aspirin 1.3
Paraffin 1.0
Barbital 1.2
Peruvian balsam 1.1
Belladonna extract 1.3
Phenobarbital 1.2
Benzoic acid 1.5
Phenol 0.9
Bismuth carbonate 4.5
Potassium bromide 2.2
Bismuth salicylate 4.5
Potassium iodide 4.5
Bismuth subgallate 2.7
Procaine 1.2
Bismuth subnitrate 6.0
Quinine HCl 1.2
Boric acid 1.5
Resorcinol 1.4
Castor oil 1.0
Sodium bromide 2.3
Chloral hydrate 1.3
Spermaceti 1.0
Cocaine HCl 1.3
Sulfathiazole 1.6
Digitalis leaf 1.6
Tannic acid 1.6
Glycerin 1.6
White wax 1.0
Ichthammol 1.1
Witch hazel fluid extract 1.1
Iodoform 4.0
Zinc oxide 4.0
Menthol 0.7
Zinc sulfate 2.8
• EXAMPLE 2
• Prepare 12 acetaminophen 300 mg suppositories using cocoa butter.
The average weight of the cocoa butter blank is 2 g, and the average
weight of the medicated suppository is 1.8 g.
Dencity Factor (DF)=
0.3
2−1.8+0.3
= 0.6
• From step 7 : (0.3 g)/0.6 = 0.5 (the replacement value of the base)
From step 8 : 2.0 − 0.5 g = 1.5 g
• From step 9 : 12 × 1.5 g = 18 g cocoa butter required
• From step 10: 12 × 0.3 g = 3.6 g acetaminophen
Determination of occupied volume method
1. Determine the average weight per mold (blank) using the designated base.
2. Weigh out enough base for 12 suppositories.
3. Divide the density of the active drug by the density of the base to obtain a
ratio.
4. Divide the total weight of active drug required for the total number of
suppositories by the ratio obtained in step 3. This will give the amount of base
displaced by the active drug.
5. Subtract the amount obtained in step 4 from the total weight of the
prescription (number of suppositories multiplied by the weight of the blanks)
to obtain the weight of base required.
6. Multiply the weight of active drug per suppository times the number of
suppositories to be prepared to obtain the quantity of active drug required.
• EXAMPLE 3
• Prepare 10 suppositories, each containing 200 mg of a drug with a density
of 3.0. The base has a density of 0.9, and a prepared blank weighs 2.0 g.
Using the determination of occupied volume method, prepare the
requested suppositories.
• From step 1: The average weight per mold is 2.0 g.
• From step 2: The quantity required for 10 suppositories is 2 × 10 g = 20 g.
From step 3: The density ratio is 3.0/0.9 = 3.3.
• From step 4: The amount of suppository base displaced by the active drug
is 2.0 g/3.3 = 0.6 g.
• From step 5: The weight of the base required is 20 − 0.6 g = 19.4 g.
• From step 6: The quantity of active drug required is 0.2 × 10 g = 2.0 g.
• The required weight of the base is 19.4 g, and the weight of the active drug
is 2 g.
Download