3. Evaluasi biofarmasetik sediaan yang diberikan melalui rektum Di antara semua bentuk sediaan yang diberikan melalui rectum,supositoria telah lebih dulu digunakan dan menjadi objek penulisan ini. Di tinjau dari sudut biofarmasetika, supositoria dapat di definisikan sebagai berikut : supositoria merupakan sedian obat bentuk padat yang dibuat dengan zat pembawa lipofil atau hidrofil, dengan bentuk dan kekerasan yang memudahkan pemasukannya ke dalam rectum,sedangkan zat aktif dilepaskan secara difusi pada suhu tubuh atau dengan pelarutan ke dalam cairan rektum. Supositoria kadang-kadang diganti dengan kapsul rektum yang terdiri atas cangkang dari gelatin lunak dan diisi dengan zat pasta. Evaluasi biofarmasetik supositoria tergantung pada : - - Cara kerja supositoria Kinetik pelepasan dan penyerapan zat aktif 3.1 MEKANISME KERJA SUPOSITORIA Pemahaman anatomi rektum dan cara penyebaran zat aktif dalam organ tubuh dari rektum, dibagi atas tiga kelompok yaitu : a. Supositoria berefek mekanik b. Supositoria berefek setempat c. Supositoria berefek sistemik Pembagian ini tentu saja tidak mutlak, karena beberapa supositoria sederhana, seperti supositoria oleum cacao hanya dapat memberikan efek mekanik, sedangkan sebagian besar supositoria obat efek mekaniknya kurang bermakna dibandingkan supositoria berefek setempat atau sistemik. 3.1.1 supositoria berefek mekanik Bahan dasar supositoria berefek mekanik tidak peka pada penyerapan dibandingkan supositoria dengan pembawa gliserin atau oleum cacao yang digunakan sebagai pencahar. Supositoria mulai berefek bila terjadi kontak yang menimbulkan reflex defikasi, namun pada keadaan konstipasi refleks tersebut lemah. Pada efek kontak tersebut, terutama pada supositoria gliserin, terjadi fenomena osmose yang disebabkan oleh afinitas gliserin terhadap air. Hal tersebut menimbulkan eksudasi usus sehingga menimbulkan gerakan peristaltik. 3.1.2. Supositoria berefek setempat Termasuk dalam kelompok ini adalah supositoria anti wasir, misalnya supositoria ratanhia dari farmakope inggris (BP), yaitu senyawa yang efek nya disebabkan oleh adanya sifat astringent atau peringkas pori. Formula supositoria anti wasir sangat banyak dan sebagian besar sangat spesifik . ke dalam basis supositoria yang sangat beragam kadang-kadang ditambahkan senyawa peringkas pori, baik dengan cara penyempitan maupun hemostatik, seperti senyawa hamamelidis atau buah sarangan dari india, adrenalina ataupun antiseptic seperti jodoform. Pemakaian setempat juga berlaku untuk supositoria betanaftol yang digunakan sebagai obat cacing. 3.1.3 supositoria berefek sistemik Supositoria berefek sistemik adalah supositoria yang mengandung senyawa yang diserap dan berefek pada organ tubuh selain rektum. Pada kelompok ini termasuk: a. Supositoria nutritif b. Supositoria obat a. supositoria nutritif supositoria nutritif digunakan pada penyakit tertentu dimana saluran cerna tidak dapat menyerap makanan. Dengan demikian makanan diberikan lewat lavement atau supositoria dan bagi penderita pemberian supositoria tersebut tidak melelahkan dan lebih nyaman. Oleh sebab itulah kini diusahakan dibuat formula supositoria nutritif, walau rektum dapat menyerap namun ia tidak dapat mencerna jadi dalam hal ini hanya dapat diberikan makanan yang langsung diserap (misalnya pepton). b. supositoria obat supositoria tersebut mengandung zat aktif yang harus diserap, mempunyai efek sistemik dan bukan efek setempat. Masalah penyerapan itulah yang kini akan dibahas. Bila supositoria obat di masukkan ke dalam rektum, pertama-tama akan timbul efek refleks, selanjutnya supositoria melebur atau melarut dalam cairan rektum hingga zat aktif tersebar di permukaan mukosa, lalu berefek setempat dan selanjutnya memasuki sistem vena haemorrhoidales atau sistem getah bening. 3.2 kinetika pre-disposisi zat aktif Seelum menampakkan efeknya, baik efek setempat atau efek sistemik, terlebih dulu zat aktif harus lepas dari sediaannya. Untuk supositoria atau kapsul rektal keseluruhan kinetika tersebut dirangkum dalam skema berikut ini yang dikutip dari jaminet (2) Penyerapan zat aktif terjadi setelah proses pelepasan ,pemindahan,pelarutan dan penembusan ke cairan rektum dan keseluruhan proses tersebut dirangkum dalam istilah “ kinetic pelepasan atau kinetik pre-disposisi “(A), sedangkan fenomena difusi dan penyerapan disebut “ kinetika penyerapan”(B). Keseluruhan proses kinetik yang berurutan tersebut tidak dapat saling dipisahkan dan terdapat sejumlah factor yang berpengaruh pada berbagai tahap tersebut. 3.2.1. faktor yang mempengaruhi kinetic pre-disposisi zat aktif Karena cara pemberiannya yang khusus, ada kemungkinan terjadi refleks penolakan, melebihi cara pemberian bentuk sediaan yang lain,maka supositoria harus segera melepaskan zat aktifnya agar segera menimbulkan efek seefektif cara pemberian oral(17,25,126). Kecepatan dan keefektifan sediaan supositoria sangat ditentukan oleh afinitas basis terhadap zat aktif,parameter yang harus diperhatikan pada semua keadaan. Kinetic pre-disposisi terdiri atas dua tahap : a. Penghancuran sediaan b. Pemindahan dan pelarutan zat aktif ke dalam cairan rektum, diikuti difusi menuju membran yang akan di bacanya(untuk efek setempat) atau berdifusi melintasi membran agar dapat mencapai sistem peredaran darah (efek sistemik). a. Penghancuran sediaan Kepentingan tahap ini di tunjukkan terutama pada pemberian lavement yang mengandung larutan zat aktif yang menimbulkan efek farmakologik jauh lebih cepat dari pemberiaan supositoria yang mengandung zat aktif yang sama. Proses penghancuran sediaan merupakan fungsi dari basisnya.bila basisnya melebur dalam rektm maka suhu leburnya merupakan factor penentu,seperti diketahui suhu rektum adalah sekitar 37oc. Beberapa peneliti menggambarkan keseluruhan fenomena tersebut (peleburan dan pencairan masa) dalam istilah “jarak peleburan” yang merupakan rentang suhu awal peleburan hingga suhu penjernihan. Jadi tergantung pada zat pembawa yang digunakan, setelah proses peeburan atau pelarutan maka masa yang kental akan melapisi permukaan mukosa. Dari lapisan inilah zat aktif akan berpindah ke cairan rektum. Sifat cairan tersebut sangat bergantung kepada sifat fisika zat pembawa : a. Konsistensi : masa yang keras leih sulit pecah dibandingkan masa yang agak lunak seperti kapsul rektum atau gelatin lunak, yang dapat menyebabkan pelepasan yang lebih cepat. b. Kekentalan setela peleburan : dengan menggunakan parasetamol sebagai perunut , moes membuktikan bahwa laju pelepasan zat aktif dari supositoria lebih lambat bila kekentalan zat yang melebur lebih tinggi. c. Kemampuan pecah : zat pembawa yang kental akan menyulitkan pemecahan dan pembentukan lapisan dari sebagian permukaan yang kontak dengan mukosa akan memperlambat pelepasan , termasuk semua keadaan yang mempengaruhi kontak tersebut. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahandan daya adesi zat pembawa berlemak untuk supositoria , dapat ditambahkan surfaktan dengan HLB antara 4-9 yang dapat menimlkan efek sebaliknya.