Nama : Ayu Nilasari Habibah NIM : 101811123027 Alih Jenis 2018 – Semester III “K3 SEKTOR INFORMAL (1): PEMBUATAN PINTU, JENDELA, DAN KUSEN” A. Gambaran Industri 1. Profil Industri Industri sektor informal ini merupakan industri mebel pembuatan pintu, jendela dan kusen yang berada di Kabupaten Gowa. Luas tempat kerja yang dimiliki yaitu 8x5 m². 2. Tenaga Kerja Sejak berdirinya industri mebel ini, tenaga kerja yang dimiliki beberapa kali berganti. Untuk saat ini jumlah tenaga kerja di tempat tersebut adalah 2 orang yang telah berkeja selama 4 tahun. B. Proses Produksi 1. Penyediaan Bahan Bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan mebel tersebut adalah kayu bayam dan kayu samarindah. Pencarian dan pemilihan bahan dilakukan sendiri oleh pemilik industri. Ada beberapa tempat penyediaan bahan yang sudah bekerja sama dengan pemilik industri. Setelah bahan yang dibutuhkan didapatkan, selanjutnya pengangkutan bahan. Pengangkutan bahan ini dilakukan sendiri. Pada saat pengangkutan bahan sering dikeluhkan sakit pada bagian tangan dan punggung. Karena kayu tersebut diangkat sendiri ke atas mobil tanpa menggunakan alat pelindung diri. Setelah pengangkutan bahan, dan tiba di lokasi kerja bahan tersebut diturunkan ke tempat penyimpanan yang tidak jauh dari lokasi kerja. Dan penurunan bahan tersebut dilakukan kembali oleh pemiliknya sendiri. Keluhan yang sering dirasakan sama dengan ketika menaikkan bahan tersebut. Selain itu bahan yang diturunkan dari mobil terkadang menyederai tangannya. Hal ini karena tidak menggunakan Alat Pelindung Diri seperti sarung tangan. APD tidak digunakan karena menurutnya APD membuat dirinya repot. Selain itu keselamatan dan kesehatan kerjanya dianggap tidak penting karena selama bekerja menurutnya tidak terjadi apaapa. 2. Penggerajian Alat yang digunakan untuk menggergaji yaitu mesin scap. Proses ini bertujuan memotong bahan untuk menyesuaikan ukuran yang dibutuhkan untuk pembuatan kusen, jendela dan pintu. Proses dilakukan oleh tenaga kerja di tempat tersebut dalam keadaan berdiri ataupun jongkok yang berpotensi timbulnya gangguan muskuloskeletal tetapi tenaga kerja tidak mempunyai keluhan apapun. Proses ini juga menghasilkan debu dari bahan yang digeregaji tenaga kerja yang apabila terhirup dalam jangka waktu yang lama bisa menimbulkan bahaya kesehatan tenaga kerja sehingga untuk meminimalasir bahaya kesehatan yang ada tenaga kerja menggunakan masker. Selain itu suara dari alat tersebut juga menimbulkan kebisingan. Namun menurutnya suara tersebut tidak mengganggu dirinya. 3. Pengetaman Bahan yang sudah digeregaji selanjutnya diketam dengan menggunakan ketam meja. Alat ini bertujuan untuk menghaluskan bahan. Posisi ketika mengetam yaitu berdiri atau jongkok. Potensi yang mungkin terjadi yaitu cedera di tangan, debu dari hasil ketaman, dan suara bising dari alat. 4. Pemakuan Bahan yang telah dihaluskan selanjutnya dipaku. Proses ini untuk menyatukan bahan agar membentuk jendela, pintu atau kusen yang telah dipesan orang. Posisi ketika pemakuan yaitu membungkuk atau jongkok. Potensi bahaya yang mungkin terjadi yaitu cedera pada tangan ketika pemakuan jika tidak dilakukan dengan hati-hati dan potensi gangguan muskoloskeletal. 5. Pemerataan Setelah pemakuan dilakukan pemerataan dengan menggunakan ketam listrik. Proses ini bertujuan untuk meratakan setiap sudut yang telah dimodel. Posisi ketika pemeraataan yaitu membungkuk. Potensi bahaya yang mungkin terjadi yaitu debu hasil pemerataan dan suara bising yang ditimbulkan oleh mesin pemerataan. 6. Profil Proses ini bertujuan untuk memperindah setiap sudut yang telah dibentuk. Posisi ketika melakukan profil yaitu membungkuk dengan potensi gangguan muskoloskeletal. Alat tersebut juga mengasilkan debu yang dapat memepengaruhi kesehatan pekerja. 7. Pengantaran Proses ini dilakukan oleh pemilik usaha untuk mengantarkan pesanan ke tempat tujuan dengan melakukannya sendiri mulai dari mengangkat hingga menurunkan. C. Pengetahuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbedabeda. Begitu pula dengan pengetahuan tentang K3. Pemilik usaha dan pekerja mengatakan bahwa tidak pernah mendengar tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Meskipun demikian mereka berpendapat bahwa “keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagaimana agar kita terhindar dari penyakit akibat bekerja”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka mengetahui tujuan keselamatan dan kesehatan kerja meskipun tidak pernah mendengarnya. Hal tersebut sesuai dengan tujuan K3 menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat. D. Kondisi Lingkungan Kerja 1. Potensial Hazard Lingkungan Fisik Lingkungan fisik meliputi keadaan fisik seperti kebisingan, radiasi, getaran, iklim (cuaca) kerja, tekanan udara, penerangan, bau-bauan serta hal-hal yang berhubungan di tempat kerja. Potensial hazard lingkungan fisik dari usaha pembuatan pintu, jendela dan kusen yaitu kebisingan, cahaya, dan debu. a. Kebisingan Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Permenaker No.13 Tahun 2011). Sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.13 Tahun 2011 tentang NAB Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 decibel A( dBA ), untuk waktu pemajanan 8 jam perhari. Dan untuk kebisingan lebih dari 140 dBA walaupun sesaat pemajanan tidak diperkenankan. Suara bising yang terdapat dalam proses pembuatan pintu, jendela dan kusen berasal dari peralatan yang digunakan, seperti mesin penggeregajian, mesin pengetaman, ketam tangan listrik dan profil, Namun, menurut pekerja sendiri suara bising dari mesin tersebut tidak menganggu pekerjaannya karena telah terbiasa. Dan selama bekerja menurutnya tidak ada kelainan pada alat pendengaran. Meskipun, pada saat pengamatan suara yang dikeluarkan dari alat tersebut cukup bising yang akan mempengaruhi kesehatan apabila melewati nilai ambang batas. b. Pencahayaan Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi : 1) Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendelajendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai.Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. 2) Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut: a) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat. b) Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman. c) Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja. d) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang. e) Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi. Untuk pembuatan pintu, jendela dan kusen dibutuhkan paling sedikit mepunyai penerangan 200 luks. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan usaha ini menggunakan 2 sumber penerangan yaitu pencahayaan alami yang digunakan pada siang hari dan pencahayaan buatan yang digunakan pada malam hari. c. Debu Debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu adalah zat padat yang berukuran 0,1 – 25 mikron. Debu termasuk kedalam golongan partikulat. Yang dimaksud dengan partikulat adalah zat padat/cair yang halus, dan tersuspensi diudara, misalnya embun, debu, asap, fumes dan fog. Partikel debu yang dihasilkan dari proses pembuatan pintu, jendela dan kusen berasal dari proses penggeregajian, pengetaman, dan profil. Namun bahaya dari partikel tersebut diminimalisir dengan penggunaan masker. 2. Potensial Hazard Lingkungan Fisiologis Potensial hazard lingkungan fisiologis dari usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela adalah ergonomi. Ergonomi disebut sebagai human factor yang berarti menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras berkaitan dengan mesin (perkakas kerja/tools, alat peraga/display, conveyor dan lain-lain) sedangkan perangkat lunak lebih berkaitan dengan sistem kerjanya seperti penentuan jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian shift kerja, rotasi pekerjaan, prosedur kerja dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan pembuatan pintu, jendela dan kusen, ergonomi juga mempunyai peranan penting. Ini dapat dilihat dari kesesuaian posisi pada saat bekerja. Pada saat pesanan banyak menuntut pekerja untuk bekerja lebih dari hari biasanya. Menurutnya keadaan tersebut membuatnya merasa lelah ketika berdiri lama pada saat pengetaman. Namun, jika hal itu dialami maka pekerja langsung berstirahat. Dan melanjutkan pekerjaanya setelah merasa membaik. Menurut pekerja dalam pengerjaannya tidak ada waktu yang menentu. Tergantung dari banyaknya pesanan. Jika pesanan banyak maka, pekerja dapat bekerja hingga larut malam. 3. Penggunaan Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja (Permenaker No.8 Tahun 2010). Dalam usaha pembuatan pintu, jendela, dan kusen ini, penggunaan alat pelindung diri masih perlu ditingkatkan. Pekerja hanya menggunakan masker karena menurutnya hanya debu yang berbahaya bagi dirinya. Sementara kebisingan hanya dianggap hal yang biasa sehingga tidak digunakan APD seperti ear plug atau ear muff (sumbat telinga). Selain itu pada saat pangangkatan bahan seharusnya menggunakan sarung tangan untuk mengurangi bahaya yang dapat menyederai tangan. Karena menurut pekerja terkadang bahan atau kayu yang diangkat meyederai tangannya. Namun hal tersebut menurutnya biasa saja. Bahkan menurutnya jika menggunakan APD membuatnya repot. 4. Pencegahan/Pengendalian Kecelakaan Kerja dan PAK Untuk mencegah atau mengendalikan kecelakaan kerja di tempat usahanya dilakukan dengan cara istirahat jika merasakan kelelahan. Dan sering berolahraga pada pagi hari selain itu makanan yang dikonsumsi menurutnya harus disesuaikan dengan pekerjaannya. 5. Fasilitas Kesehatan Usaha ini tidak memiliki fasilitas kesehatan. Untuk menangani jika terjadi kecelakaan kerja di tempat ini, pekerja langsung di bawa ke puskesmas. Biaya penanganan dan penanggulangan kesehatan bila ada kecelakaan ditanggung oleh pemilik usaha. Fasilitas yang ada pada tempat tersebut yaitu terdapat tempat peristirahatan, kamar, dan kamar mandi dengan air bersih yang memadai, dan air minum yang cukup. E. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis K3 di sektor informal khususnya di industri pembuatan kusen, pintu, dan jendela dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ; 1. Pengetahuan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dimiliki pemilik dan tenaga kerja masih minim. Hal ini karena mereka tidak pernah mendengar tentang keselamatan dan kesehatan kerja. 2. Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa potensial bahaya bagi keselamatan kerja. Seperti ; potensial hazard lingkungan fisik (kebisingan, pencahayaan, dan debu ), potensial hazard lingkungan fisiologis (ergonomi). Tidak ada potensial hazard lingkungan kimi, biologi dan psikologi (stress kerja) 3. Pada penggunaan Alat Pelindung Diri, pekerja sudah menggunakan masker untuk mencegah debu memasuki saluran pernapasan. Namun masih perlu ditingkatkan karena pada lingkungan kerja itu, tidak hanya debu yang berbahaya bagi kesehatan tetapi juga kebisingan dan saat pengangkatan kayu pun berpotensi membahyakan keselamatan kerja. Walaupun tidak semua sumber bahaya diproteksi tapi setidaknya sudah ada upaya preventif yang dilakukan. 4. Pencegahan / pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu beristirahat jika merasakan kelelahan. Dan sering berolahraga pada pagi hari selain itu makanan yang dikonsumsi menurutnya harus disesuaikan dengan pekerjaannya. 5. Fasilitas yang ada pada tempat tersebut yaitu Terdapat tempat peristirahatan, kamar, dan kamar mandi dengan air bersih yang memadai, dan air minum yang cukup. F. Saran Perlindungan K3 di sektor informal masih lemah. Sektor informal memiliki beberapa kelemahan dalam perlindungan K3 karena keterbatasan faktor ekonomi dan sosial budaya. Untuk itu alangkah sangat baik jika perusahaan tersebut bersedia untuk memperbaiki Sistem Manajemen K3. Resiko terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan diharapkan dapat ditekan serendah mungkin dengan adanya Sistem Manajemen K3, sehingga tidak terjadi pengorbanan-pengorbanan yang tidak perlu. Selain itu, pelaksanaan Sistem Manajemen K3 juga merupakan bentuk pemenuhan dari perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan, yaitu Peraturan Pemerintah RI No.50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hal terpenting dalam pelaksanaan Sistem Manajemen K3 di suatu perusahaan adalah komitmen. Upaya yang dapat dilakukan antara lain pendataan dan monitoring, sosialisasi K3 melalui pelatihan, bantuan jaminan kesehatan yang memadai, dan penguatan dari pemerintah pusat/daerah untuk memberikan jaminan K3 kepada para pekerja di sektor informal karena bagaimanapun juga pemasukan daerah juga didukung dari produksi sektor informal sehingga pemerintah pusat/daerah harus berperan aktif dalam penjaminan K3 sektor informal. “K3 SEKTOR INFORMAL (2): INDUSTRI MINUMAN DI KOTA MALANG” A. Gambaran Industri 1. Profil Industri Pabrik “Y” merupakan salah satu industri rumah tangga yang bergerak di bidang makanan dan minuman. Produk akhirnya berupa minuman botol dengan beraneka ragam rasa dan warna. 2. Tenaga Kerja Terdapat 6 (enam) orang pekerja yang keseluruhannya adalah perempuan. B. Proses Produksi Spesifikasi pekerjaan antara lain mencampur bahan dan mengolah serta menyaringnya, memasukkan produk ke dalam wadah botol plastik dan menutupnya atau ke dalam wadah gelas plastik dan memberi label plastik penutup dengan menggunakan mesin, memberi label pada botol, serta mengemas produk tersebut dalam kardus. Gambar berikut adalah salah satu proses produksinya. Gambar 1. Proses memasukkan produk ke dalam wadah botol Sumber: Jurnal Artiyani A dan Sujianto, 2008 C. Kondisi Lingkungan Kerja Berdasarkan observasi yag dilakukan oleh Artiyani A dan Sujianto (2008), industri ini belum memenuhi standar mutu yang diharapkan sekalipun “cukup” oleh Balai POM. Potret pada gambar pun juga menunjukkan bahwa tenaga kerja dalam bekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), sejalan dengan hasil observasi Artiyani A dan Sujianto (2008) bahwa seluruh tenaga kerja di sana memang tidak menggunakan APD seperti sarung tangan, penutup kepala, masker, bahkan pakaian pelindung, sehingga sangat memungkinkan produk dapat terkontaminasi kuman/bakteri. Ventilasi di sana cukup dan tersedia dua buah racun api. Air yang digunakan adalah air dari sumur bor yang disterilisasi dengan Aqua UV, sedangkan pengawet yang digunakan adalah sodium benzoate. Untuk sikap kerja yang ditunjukkan di sana kurang mencerminkan sikap kerja 5S yaitu Seiri (pemillahan), Seiton (penataan), Seiso (pembersihan), Seiketsu (pemantapan), dan Shitsuke (pembiasaan). Konsep 5S ini merupakan hal yang penting karena seluruh konsep kualitas hingga Total Quality Management (TQM) tidak akan pernah berhasil apabila sikap kerja 5S tidak diterapkan dalam proses kerja. Kunci dasar terciptanya mutu produk bahkan mutu kerja yang baik akan tercermin bila tiga sikap (Seiri, Seiton dan Seiso) terlaksana dengan baik dan dilakukan setiap hari, sehingga menjadi kebiasaan dalam industri untuk menjaga dan menata dengan baik, bersih, dan hygiene. Dengan terlaksananya 5S akan meningkatkan produktivitas dan mampu menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sikap kerja 5S juga berperan besar dalam mendukung perbaikan sistem kerja dari suatu proses produksi. Prinsip ini dapat diterapkan dimana-mana, apakah industri kecil, menengah, ataupun besar karena 5S ini telah tercipta dalam diri setiap orang atau pekerja, namun tidak semuanya menjadi kebiasaan yang dilakukan selama bekerja. D. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis K3 di sektor informal khususnya di Industri Minuman di Kota Malang: 1. Industri ini belum memenuhi standar mutu yang diharapkan (Balai POM). 2. Tenaga Kerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dalam bekerja baik sarung tangan, penutup kepala, masker, bahkan pakaian pelindung. 3. Ventilasi cukup dan tersedia dua buah racun api. 4. Air yang digunakan adalah air dari sumur bor yang disterilisasi dengan Aqua UV, sedangkan pengawet yang digunakan adalah sodium benzoate. 5. Sikap kerja kurang mencerminkan adanya 5S. E. Saran Industri rumah tangga sangat perlu memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Disamping memperhatikan mutu dan kebersihan produk, industri “Y” perlu melakukan redesign tempat kerjanya agar memudahkan kelancaran proses kerja dan dapat meningkatkan produktivitas usahanya. Dari sistem kerja yang ada menunjukkan bahwa industri rumah tangga “Y” sangat berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja seperti low back pain karena sikap duduk yang salah, tergelincir, jatuh, dan dermatitis serta efek samping dari bahan kimia yang digunakan. Hal ini tidak pernah diperhatikan karena sifat industri yang termasuk skala sektor informal yang tidak terlalu terjamah dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sekalipun begitu, bila prinsip 5S (TQM) dilakukan dan menjadi kebiasaan sehari-hari, maka akan sangat membantu dalam menciptakan lingkungan kerja yang bersih dan sehat serta aman dan nyaman.