SATUAN ACARA KEGIATAN Penatalaksanaan dengan Metode Lintas Diare Dan Pencegahan Dengan 6 Langkah Cuci Tangan Yang Baik Dan Benar Pada Penderita Diare Dan Yang Beresiko Diare di RT 02 RW 08 Kurao Pagang Oleh : Rana Nurul Azizi 173110184 III A DOSEN PEMBIMBING Hj. Murniati Muchtar, S.KM. M. BIOMED D-III KEPERAWATAN PADANG POLITEKKES KEMENKES RI PADANG TP. 2019/2020 SATUAN ACARA PENYULUHAN Sub Bahasan : Penyuluhan kesehatan dengan penatalaksanaan lintas diare dan demontrasi pencegahan kuman diare dengan 6 (enam) langkah cuci tangan. Waktu Pertemuan : 30 menit Tanggal : November 2019 Tempat : Mushalla Nurul Yaqin di RT 02 RW 08 Sasaran : Masyarakat khususnya ibu yang memiliki balita di RT 02 RW 08 Kurao Pagang Metode : Ceramah dan demonstrasi A. Latar Belakang Diare merupakan peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010). Menurut USAI (2009) diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua. Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009). Berdasarkan survei yang telah dilakukan di RT 02 RW 08 ditemukan sebanyak 6 dari 15 balita dengan persentase 40% memiliki riwayat diare dalam 3 bulan terakhir dan 9 orang balita yang beresiko menderita diare. Dari 15 orang anak ada 2 anak dengan persentase 13.3% menderita demam, flu, dan batuk. Diare dapat disebabkan oleh virus dan bakteri, pola hidup bersih dan sehat yang kurang baik, anak jajan sembarangan, jamban yang tidak saniter, ketersedian sumber air bersih yang tidak memadai, personal hygiene yang kurang baik, makanan yang tidak higienis, pemberian status imunisasi yang tidak lengkap, pemberian MP ASI yng terlalu cepat, serta kurangnya pengetahuan ibu akan kesehatan anak. Berdasarkan survei yang telah dilakukan di RT 02 RW 08 ditemukan sebanyak 11 dari 15 balita mendapatkan makanan selingan hanya 1-3 kali seminggu dengan persentase 73.3%. Balita dengan status gizi kurang ada 2 dari 15 orang dengan persentase 13.3%. Balita yang tidak mengikuti posyandu atau pemberian imunisasi campak yang tidak lengkap ada 5 dari 15 balita dengan persentase 33.3%. Anak dengan karies gigi ada 4 dari 23 anak dengan persentase 17.4%. Anak dengan personal hygiene yang tidak baik ada 6 dari 23 anak dengan persentase 26.1% dan anak dengan perilaku hidup bersih dan sehat (tidak menggosok gigi sebelum tidur, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, anak dengan kuku panjang/kotor, dll) ada 7 dari 23 anak dengan persentase 30.4%. Pencegahan dan penanganan terhadap diare perlu dilakukan mengingat faktor penyebab yang selalu ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan akibat buruk yang diakibatkannya, diperlukan langkah kita sebagai seorang perawat untuk menanganinya, dilingkungan RT 02 / RW 08 ini. Untuk membangun kesadaran masyarakat dalam pencegahan dan penanganan masalah diare di RT 02 RW 08, maka diadakan kegiatan penyuluhan diare : penatalaksanaan dengan metode lintas diare dan pencegahan dengan 6 langkah cuci tangan yang baik dan benar pada penderita diare dan yang beresiko diare sehingga dapat menambah pengetahuan serta wawasan masyarakat dan juga dapat mengubah perilaku, meningkatkan kepedulian terhadap kesehatan. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Agar masyarakat khususnya ibu yang memiliki balita di RT 02 RW 08 Kurao Pagang mengetahui dan memahami tentang cara pencegahan dan pengobatan diare pada anak. 2. Tujuan Khusus Setelah mengikuti kegiatan diharapkan masyarakat mampu: a. Menyebutkan pengertian diare b. Menyebutkan pengelompokkan dari diare c. Menjelaskan penyebab terjadi nya diare d. Menyebutkan tanda dan gejala penyakit diare e. Menyebutkan komplikasi dari penyakit diare f. Menyebutkan apa itu dehidrasi serta tanda dan gejalanya g. Menjelaskan bagaimana pencegahan penyakit diare h. Menjelaskan bagaimana penatalaksanaan penyakit diare C. Metode 1. Ceramah 2. Demontrasi 3. Tanya jawab D. Media dan Alat 1. Lembar balik 2. Leaflet 3. Infocus E. Pengorganisasian 1. Leader (Ketua pelaksana) Nama : Reza Risman 2. Co Leader (Wakil ketua pelaksana) Nama : Rana Nurul Azizi 3. Fasilitator Nama : Sintia Lara Delfi 4. Fasilitator Nama : Rio Chandra Pratama 5. Fasilitator Nama : Arsy Yunita Hardiyani 6. Fasilitator Nama : Rozalina Maizara 7. Dokumentasi Nama : Waninda Septrina 8. Observer Nama : Ulul Azmi 9. Observer Nama : Sintha Dwinata Ananda F. Rincian Tugas 1. Leader : Mengatur jalannya penyuluhan, membuka dan menutup 2. Co Leader : Memberikan penyuluhan 3. Fasilitator : Mengatur jalan kegiatan penyuluhan 4. Observer : Memantau keadaan penyuluhan 5. Dokumentasi : Mengabadikan kegiatan penyuluhan G. Setting Tempat Media : Leader : Co Leader : Fasilitator : Observer : Dokumentasi : Peserta H. Materi (Terlampir) I. Kegiatan Penyuluhan NO 1. WAKTU 5 menit KEGIATAN PESERTA PEMBUKAAN a. Mengucapkan salam a. Menjawab b. Memperkenalkan diri b. Mendengarkan c. Melihat respon peserta c. Merespon positif d. Menjelaskan tujuan kegiatan d. Mengemukakan e. Kontrak waktu dan bahasa f. Apersepsi positif pendapat e. Memberi respon f. Mendengarkan 2. 20 menit PELAKSANAAN a. Menyebutkan pengertian diare a. Memperhatikan b. Menjelaskan pengelompokkan diare b. Memperhatikan c. Menjelaskan penyebab penyebab diare c. Memperhatikan d. Menjelaskan tanda dan gejala diare e. Menjelaskan apa itu dehidrasi d. Memberi respon serta tanda gejalanya f. Menjelaskan cara pencegahan diare. e. Memberi respon g. Menjelaskan penatalaksanaan diare 3. 5 menit PENUTUP a. Bersama peserta menyimpulkan apa yang telah a. Bersama-sama menyimpulkan disampaikan b. Evaluasi tentang materi diare dengan peserta penyuluhan. b. Menjawab pertanyaan c. Melakukan rencana tindak lanjut. c. Memperhatikan d. Melakukan terminasi e. Memberikan salam untuk menutup pertemuan J. Evaluasi d. Menjawab salam 1. Evaluasi Struktur a. Sasaran 50 % masyarakat penderita diare dan yang beresiko menderita diare b. Penyuluhan diadakan di Mushala Nurul Yaqin c. Undangan disebarkan sehari sebelum penyuluhan dilakukan d. Alat yang digunakan lembar balik, leaflet dan infokus e. Peralatan seperti infokus, pengeras suara, laptop memadai dan berfungsi. f. Ketepatan waktu pelaksanaan, dilaksankan WIB 2. Evaluasi Proses a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan. b. Peran serta aktif dari audiens/masyarakat. c. Penyempaian materi disampaikan bahasa yang jelas dan lugas d. Peserta mengajukan pertanyaan e. Peserta mampu menjawab pertanyaan sekilas tentang materi penyuluhan f. Kesesuaian peran dan fungsi dari penyuluhan. 3. Evaluasi Hasil Terkait dengan tujuan yang ingin dicapai : a. 85 % peserta kegiatan dapat menyebutkan pengertian diare b. 85 % peserta kegiatan dapat menjelaskan pengelompokan diare c. 85 % peserta kegiatan dapat menjelaskan penyebab diare d. 85 % peserta kegiatan dapat menjelaskan tanda dan gejala diare e. 85 % peserta kegiatan dapat menjelaskan pengertian dehidrasi serta tanda dan gejala nya f. 85% Peserta kegiatan dapat memahami cara pencegahan diare dengan 6 langkah cuci tangan yang baik dan benar. g. 85% Peserta kegiatan dapat mengerti bagaimana cara penatalaksanaan dengan lintas diare. DIARE A. DEFINISI Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010). Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (USAID, 2010). Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009). . B. KLASIFIKASI 1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan : a) Lama waktu diare (1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mered tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009). (2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. b) Mekanisme patofisiologik a. Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik. b. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi. c. Malabsorbsi asam empedu. d. Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit. e. Motilitas dan waktu transport usus abnormal. f. Gangguan permeabilitas usus. g. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik. h. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi. c) Penyakit infektif atau non-infektif. d) Penyakit organik atau fungsional 2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada: a) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. b) Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah. c) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. d) Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004). 3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi a) Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. b) Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain. 4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi : a) Diare tanpa dehidrasi Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi. b) Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%) Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang- kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal. c) Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%) Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubunubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat. d) Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%) Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat. C. ETIOLOGI Menurut Ngastiyah (2005) dan Hidayat (2006), berbagai macam faktor yang dapat menjadi penyebab diare pada bayi: 1. Infeksi Faktor ini dapat diawali adanya kuman yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus. 2. Faktor makanan, Contohnya: makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan. 3. Faktor risiko a. Faktor perilaku 1) Tidak memberikan ASI/ASI eksklusif dan memberikan Makanan Pendamping (MP ASI) yang terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman. 2) Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu. 3) Tidak menerapkan kebiasaaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak. 4) Penyimpanan makanan yang tidak higienis. b. Faktor lingkungan 1) Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK). 2) Kebersihan lingkungan dan kebiasaan pribadi yang buruk. 3) Faktor yang dapat menjadi penyebab maupun pencetus dan dapat mempengaruhi durasi terjadinya diare c. Faktor Orang Tua Pendidikan orang tua adalah faktor yang sangat penting dalam keberhasilan manajemen diare pada bayi atau anak. Orang tua dengan tingkat pendidikan rendah, khususnya buta huruf tidak akan dapat memberikan perawatan yang tepat pada bayi atau anak dengan diare karena kurangnya pengetahuan dan ketidakmampuan menerima informasi (Khalili, 2006). d. Faktor anak Ada beberapa aspek yang dapat menjadi faktor resiko diare yang ada pada anak, terutama yang berusia kurang dari dua tahun, tidak diberikan ASI eksklusif, dan status gizi yang rendah. 1) Umur Faktor-faktor yang mempengaruhi meningkatnya risiko diare pada anak usia 6-35 bulan antara lain penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terpapar bakteri tinja dan kontak lansung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak (Depkes, 1999; SDKI, 2007). 2) Pemberian ASI Anak dengan diare yang tidak mendapat ASI lebih beresiko dirawat di rumah sakit, dan periode pemberian ASI pada anak dengan diare akut yang dirawat di rumah sakit lebih pendek dibandingkan dengan yang tidak dirawat di rumah sakit (Yalcin, Hiszli, Yurdakok dan Ozmert, 2005; Khalili, 2006). 3) Status Imunisasi Campak Anak- anak yang menderita campak atau yang menderita campak empat minggu sebelumnya mempunyai resiko lebih tinggi untuk mendapat diare atau disentri yang berat dan fatal (WHO, 2009). Imunisasi campak yang diberikan pada umur yang dianjurkan dapat mencegah sampai 25 % kematian balita yang berhubungan dengan diare (Depkes RI, 2009). 4) Status Gizi Adisasmito (2007) melakukan kajian terhadap faktor risiko diare pada beberapa penelitian di Indonesia dan dapat disimpulkan bahwa status gizi yang rendah pada bayi dan balita merupakan faktor resiko terjadinya diare. Status gizi yang buruk dapat mempengaruhi kejadian diare dan lamanya menderita diare. Hubungan status gizi dengan lama diare bermakna secara statistik dimana semakin buruk status gizi maka semakin lama diare yang diderita (Palupi, 2007). D. MANIFESTASI KLINIS 1. Menurut Suriadi (2010), Manifestasi klinis diare yaitu : a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer b. Kram perut c. Demam d. Mual e. Muntah f. Kembung g. Anoreksia h. Lemah i. Pucat j. Urin output menurun (oliguria, anuria) k. Turgor kulit menurun sampai jelek l. Ubun-ubun / fontanela cekung m. Kelopak mata cekung n. Membran mukosa kering 2. Manifestasi klinis diare Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tandatanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. 3. Gejala Diare menurut Kliegman (2009), yaitu: Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijauhijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asambasa dan elektrolit. (Kliegman, 2009). Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi : a. Diare tanpa dehidrasi Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi. b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%) Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadangkadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal. c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%) Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat. d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%) Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat. E. KOMPLIKASI Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolic. Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal. Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi. Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. Jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. F. DEHIDRASI Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada yang didapatkan, sehingga keseimbangan zat gula dan garam menjadi terganggu, akibatnya tubuh tidak dapat berfungsi secara normal. Dua pertanda kita awal dari dehidrasi adalah rasa haus dan urine berwarna kuning gelap. Ini adalah cara tubuh ketika berusaha menambah cairan di dalam tubuh dan mengurangi pembuangan cairan. Tergantung pada seberapa banyak tubuh anak kehilangan cairan, dehidrasi terbagi menjadi 2 tingkatan, yaitu ringan sedang, dan berat. 1. Dehidrasi Ringan Sedang Dehidrasi ringan sedang pada akan menimbulkan: a. Rasa haus. b. Warna urine menjadi lebih pekat atau gelap. c. Jumlah dan frekuensi buang air kecil menurun. d. Mulut kering dan lengket. e. Mudah mengantuk dan cepat lelah. f. Sakit kepala. g. Sembelit. h. Pusing. Kita bisa menyembuhkan proses dehidrasi pada tahap ini tanpa bantuan medis dengan meminum lebih banyak cairan. Jika dehidrasi dibiarkan berlanjut dalam jangka waktu lama, maka bisa memengaruhi fungsi ginjal dan meningkatkan risiko terkena batu ginjal. Pada akhirnya, juga bisa menyebabkan kerusakan otot. Sedangkan pada anakanak dan bayi, gejala-gejala dehidrasi adalah sebagai berikut: 1. Saat menangis tidak mengeluarkan air mata. 2. Mata terlihat cekung ke dalam. 3. Menyusutnya ubun-ubun. 4. Popok tetap kering selama 12 jam. 5. Kulit terasa dingin dan kering. 6. Mudah marah dan lesu. 7. Mulut kering dan lengket. 8. Kelelahan dan pusing. 2. Dehidrasi Berat Dehidrasi bisa membahayakan jika dibiarkan saja dan tidak ditangani secepatnya. Dehidrasi berat dianggap sebagai kondisi medis darurat dan butuh penanganan cepat. Gejala yang dapat terjadi ketika mengalami dehidrasi berat adalah: a. Mudah marah dan tampak kebingungan. b. Air mata tidak keluar dan mulut terasa kering. c. Denyut jantung cepat, namun lemah. d. Sesak napas. e. Mata tampak cekung. f. Demam. g. Kulit menjadi tidak elastis (butuh waktu lebih lama untuk kembali ke asal setelah dicubit). h. Tekanan darah rendah. i. Tidak buang air kecil selama 8 jam. Pada bayi, menjadi jarang mengganti popok. j. Sangat pusing atau mengantuk, terutama pada bayi dan anak-anak. k. Kejang. l. Penurunan kesadaran. m. Pada anak-anak dan bayi, kaki dan tangannya akan teraba dingin, serta tampak ruam-ruam kecil (blotchy-looking) tanpa rasa gatal atau nyeri. Dehidrasi pada tingkat ini membutuhkan perawatan di rumah sakit. Anak akan diberikan infus untuk mengembalikan banyaknya cairan yang hilang. Jika tidak ditangani dengan serius, maka bisa menimbulkan komplikasi. G. PENCEGAHAN Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah : (Kementrian Kesehatan RI, 2011) 1. Perilaku Sehat a. Pemberian ASI b. Makanan Pendamping ASI c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup d. Mencuci Tangan e. Menggunakan Jamban f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar 2. Penyehatan Lingkungan a. Penyediaan Air Bersih b. Pengelolaan Sampah c. Sarana Pembuangan Air Limbah Melakukan 6 langkah cuci tangan dengan tepat, dapat membantu menyingkirkan kotoran, virus, dan bakteri penyebab penyakit seperti diare, flu, dan keracunan makanan. Bahkan, mencuci tangan disebut dapat mengurangi risiko seseorang terkena diare hingga 50%. Ada beberapa alasan yang membuat cuci tangan dianggap efektif untuk menghentikan penyebaran penyakit, di antaranya: Tanpa sadar, kita seringkali menyentuh mata, hidung, dan mulut. Ketiga organ tersebut bisa menjadi pintu masuk kuman penyebab penyakit, ke tubuh kita. Kuman yang ada di tangan yang tidak dicuci, dapat berpindah ke makanan, minuman atau barang-barang yang kita sentuh dan berkembang biak di sana, sehingga membuat orang yang menyentuh setelahnya sakit. Cuci tangan dapat membantu menyingkirkan kuman penyebab diare, infeksi pernapasan, kulit, serta mata. Cuci tangan juga sangat penting untuk melindungi anak-anak dari penularan penyakit berbahaya. Melakukan 6 langkah cuci tangan dapat mencegah terjadinya penyakit, sehingga mengurangi keperluan konsumsi antibiotik. Prinsip dari 6 langkah cuci tangan antara lain : 1. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik (handwash). Rumah sakit akan menyediakan kedua ini di sekitar ruangan pelayanan pasien secara merata. 2. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60 detik. 3. 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash 6 langkah cuci tangan yang benar menurut WHO yaitu : 1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar. 2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian 3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih 4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci 5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian 6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan. Mencuci tangan tidak hanya perlu dilakukan saat tangan terlihat kotor. Berikut ini, waktu-waktu kita perlu mencuci tangan, agar terhindar dari kuman penyebab penyakit. 1. Sebelum, saat, dan setelah menyiapkan makanan (memasak) 2. Sebelum makan 3. Sebelum dan setelah merawat orang yang muntah atau diare di rumah 4. Sebelum dan setelah merawat luka di kulit Setelah menggunakan toilet 5. Setelah mengganti popok atau membersihkan anak seusai buang air 6. Setelah mengeluarkan lendir dari hidung, batuk atau bersin 7. Setelah menyentuh binatang, memberi makan binatang, atau membersihkan kotorannya 8. Setelah memegang makanan binatang Setelah menyentuh sampah H. PENATALAKSANAAN Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tata laksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu: 1. Berikan Oralit Oralit diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi dengan mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Bila tidak tersedia dapat diberikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang, dll. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare. 2. Berikan obat Zinc Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Pemberian zinc dilakukan dengan cara melarutkan tablet zinc dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis balita umur < 6 bulan 1/2 tablet (10 mg)/hari sedangkan balita umur ≥ 6 bulan 1 tablet (20 mg)/hari. 3. Pemberian ASI / Makanan ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan lebih sering. Setelah diare berhenti,pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan. 4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Ini sangat penting karena seringkali ketika diare, masyarakat langsung membeli antibiotik seperti Tetrasiklin atau Ampicillin. Selain tidak efektif, tindakan ini berbahaya, karena jika antibiotik tidak dihabiskan sesuai dosis akan menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotik. Obat-obatan antidiare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. 5. Pemberian nasihat pada ibu atau pengasuh. Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang cara memberikan cairan maupun obat di rumah dan kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan yaitu apabila ada demam, tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, tampak sangat haus, diare makin sering atau belum membaik dalam 3 hari. Selain tatalaksana yang benar, angka kematian dan kesakitan diare dapat diturunkan dengan melakukan tindakan pencegahan agar tidak terkena diare. Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif dapat dilakukan dengan perilaku hidup sehat, diantaranya : a. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun b. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur c. Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih d. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar e. Buang air besar di jamban f. Membuang tinja bayi dengan benar g. Memberikan imunisasi campak Penanggulangan diare : 1. Minum air yang banyak Diare menyebabkan tubuh kehilangan banyak cairan. Maka, dokter biasanya dapat memberikan cairan elektrolit atau oralit yang dapat dibeli di apotek. Cairan ini umum digunakan sebagai pertolongan pertama masalah buang-buang air. Cairan elektrolit dapat memberikan tubuh asupan glukosa, garam dan mineral penting lainnya yang hilang selama mengalami dehidrasi. Cairan rehidrasi cocok diberikan untuk anak-anak dan orang tua. 2. Istirahat Saat terserang diare, diusahakan untuk beristirahat sebanyak mungkin. Orang yang terkena atau sedang mengalami kondisi ini, harus berhenti beraktivitas sementara. Gunanya memulihkan tenaga yang habis untuk bolak-balik ke toilet. 3. Makan makanan sehat Saat diare, sebaiknya berikan makanan yang mudah dicerna lewat menu makan BRAT (banana, rice, applesauce, and toast), yakni nasi, saus apel, dan roti. Makanan tersebut baik dikonsumsi anak-anak atau orang dewasa saat sedang buang-buang air. Pola makan BRAT terdiri dari makanan berserat rendah dengan rasa hambar yang mudah dikunyah sampai halus. Jenis makanan ini baik bagi organ pencernaan yang sedang bermasalah. Jangan lupa untuk menghindari makanan pedas, berminyak, atau berlemak. 4. Obat-obatan a. Loperamide Loperamide adalah obat yang digunakan untuk memperlambat pergerakan pada sistem pencernaan anak, khususnya usus. Obat ini memungkinkan lebih banyak cairan yang diserap oleh tubuh dan membuat feses anak kembali padat. Minum obat ini sehabis buang air besar. b. Attapulgite Obat diare umumnya mengandung zat attapulgite. Zat attapulgite bekerja dengan merangsang pencernaan anak, terutama usus, dapat menyerap cairan lebih banyak. Sehingga feses anak tidak cair, melainkan padat karena cairannya diserap attapulgite. Anak bisa minum obat ini sesudah makan. Kemungkinan ada efek samping sembelit dan kembung. DAFTAR PUSTAKA Kliegman R.M., Marcdante K.J., and Behrman R.E. 2009. Nelson Essentials of Pediatric. 5th ed. Philadelphia : Elsevier Saunders USAID, 2010. Diare. United States: Development of Health and Human Service Suriadi, Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : CV. Sagung Seto Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan pediatrik, alihbahasa Andry Hartono, Sari Kurnianingsih, Setiawan editor edisi bahasa Indonesia. Edisi 6.Jakarta : EGC Kementrian Kesehatan RI. 2011