Uploaded by kokoazis

Di ambang fajar keKristenan

advertisement
Agus Suhartono
Program Magister Theologi GBI Damai Sejahtera
Mata Kuliah: Pengantar Perjanjian Baru
Dosen Pengampu : DR Stephano O. S. Ambesa
Tugas: Reading Report Buku DIAMBANG FAJAR KEKRISTENAN By L. E. Toombs
Bab I. Kitab-kitab Dan Tokoh-tokoh Penting
Perjanjian Lama sebuah simfoni yang tidak selesai. Ia memiliki thema-thema raksasa: Perjanjian,
tindakan-tindakan Allah yang membebaskan umatNya dari perbudakan, pemberontakan Israel
yang berulang-ulang. Tetapi pada akhirnya thema-thema raksasa ini mengawang di udara, tidak
terselesaikan dan tidak lengkap. Bahkan kata-kata terakhir dari Nehemia yang memaksakan
reformasi nasional Israel, yang hasil akhirnya tidak pernah kita ketahui, adalah doa yang terarah
ke masa depan, “Ya, Allahku, ingatlah kepadaku, demi kesejahteraanku,” (Neh 13:31b). Tidak
Tamat tapi Bersambung!
Demikian juga dengan nabi-nabi lain, Amos, Hosea, Yesaya, dan Ayub; ataupun kitab
Pengkhotbah, Mazmur; mereka mengakhiri tulisannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang
belum terjawab dan doa-doa yang mengarah ke depan. PL harus dilanjutkan atau bersambung!
Diantara PL dan PB ada selang waktu 200 tahun, kurun waktu yang dijejali dengan aneka
peristiwa sejarah, pemikiran-pemikiran berat, dan banyak tulisan; kurun waktu ini disebut InterTestamental atau Antar Perjanjian. (Itulah pokok-pokok bahasan buku ini). Untuk mendapat
gambaran yang lebih lengkap akan dimulai dari tampilnya Aleksander Agung (323SM) sampai
pemberontakan kedua orang Yahudi kepada Romawi (135M), kurun waktu 468 tahun. Periode
ini, orang-orangnya dan tulisan-tulisannya sangatlah penting karena semua ini membawa kita
dari dunia PL ke ambang pintu Kekristenan. Selama masa itu dihasilkan kira-kira 60 tulisan,
termasuk kitab Daniel dan Naskah Gulungan Laut Mati (The Dead Sea Scrolls).
Pada kurun waktu ini ada kitab-kitab “apocrypha” berarti “tersembunyi” sebab pada tulisantulsian ini mengandung ajaran-ajaran yang misterius, yang maknanya “tersembunyi” bagi
pembaca biasa. Ditulis pada abad ke 3 SM, pada saat bermukimnya orang Yahudi di Mesir, yang
membuat kitab PL yang berbahasa Ibrani kepada yang berbahasa Yunani yang disebut
Septuaginta. Apokrifa ini ditambahkan ke Septuaginta (artinya tujuh puluh; komisi penterjemah
yang mula-mula terdiri dari 70 orang.) Ada 15 kitab Apokrifa (1&2 Esdras, Tobit, Yudit,
tambahan-tambahan pada Ester, Kebijaksanaan Salomo, Kebijaksaan Yesus bin Sirakh, Barukh,
Surat dari Nabi Yeremia, Doa Azaria dan Nyanyian Tiga Teruna, Susanna, Bel dan Sang Naga,
Doa Manasye, 1&2 Makabe.) Mereka yang menjadikan Septuaginta ini Kitab Sucinya akan juga
mewarisi Apokrifa, seperti Gereja Roma Katolik (sebagian dari 15 kitab Apokrifa terdapat dalam
Alkitab terbitan LAI dan Lembaga Biblika Indonesia, dan diberi judul “Deutero-Kanonika).
Alkitab bahasa Ibrani tidak berisi Apokrifa – rabi-rabi Yahudi memutuskan bahwa kitab-kitab
Apokrifa tidak dapat diakui sebagai Kitab Suci (100 SM).
Pada masa itu ada juga Pseudepigrafa (tulisan-tulisan berjudul semu) kumpulan tulisan dari para
penulis yang memakai nama samaran seolah-olah penulisnya adalah tokoh-tokoh besar Alkitab
seperti Salomo, Henokh, Barukh, Abraham, dan Musa. Tulisan –tulisan ini diragukan
kebenarannya sebab coraknya begitu campur aduk dan kumpulan kitab-kitabnya baru dibuat di
jaman modern. Pseudepigrafa menyajikan tambahan yang panjang kepada ceritera-ceritera PL,
dan tambahan ini bersifat legendaris. Contohnya: ke-mati-syahidan Yesaya, kisah hidup para
nabi, dll)
Tulisan-tulisan falsafi oleh Philo dan kitab-kitab sejarah oleh Flavius Yosephus pada masa intertestament juga dipandang penting.
Philo adalah seorang Yahudi, hidup di Aleksandria Mesir (20 SM – 54M) mengabdikan diri
untuk menyelaraskan isi Kitab Suci dengan pikiran-pikiran terbaik para filsuf. Ia berpegang
kepada keyakinan bahwa Allah adalah wujud (being) kekal, yang tidak dinasjiskan oleh materi
(zat, matter). Manusia adalah jiwa yang terikat kepada tubuh yang bersifat materi dan
diselamatkan, berarti dibebaskan dari yang material dan dibawa naik kembali kepada Allah.
Bahwa perantara antara Allah dan manusia adalah Anak Allah, Logos atau firman ilahi (Yoh 1).
Para peneliti PB meyakini bahwa tulisan-tulisan Philo memiliki pengaruh dalam beberapa kitab
PB, terutama injil Yohanes dan Ibrani.
Flavius Yosephus (35-95 M) seorang Yahudi Palestina terpelajar. Sebagai penulis ia
membaktikan diri untuk menjelaskan kepada orang Romawi, siapa orang Yahudi itu. Dalam
bahasa Yunani, ia menulis dua buku sejarah, Perang Yahudi dan Sejarah Kuno Orang Yahudi.
Buku pertama tentang pemberontakan melawan Roma dimana ia sendiri ikut terlibat; dan buku
ke dua tentang hal lebih luas – keseluruhan perjalanan sejarah orang Yahudi mulai penciptaan
sampai perang melawan Roma. Alkitab merupakan sumber utama untuk bab-bab pertama
tulisannya selain juga sumber yang lain. Sejarah yang ditulisnya memberikan uraian mendasar
tentang sejarah dan lembaga-lembaga yang ada pada bangsanta di ambang fajar Kekristenan.
Yang tak terduga pada masa inter-testament adalah dengan ditemukannya Naskah Gulungan
Laut Mati pada tahun 1947. Yaitu ditemukannya secara kebetulan tujuh gulungan naskah kuno
diujung barat Laut Mati Yordania, di Qumran. Lalu selanjutnya juga ditemukan potonganpotongan kecil dari naskah kuno. Terbukti bahwa naskah tersebut ditulis antara 100 SM – 70 M.
Lalu dilanjutkanlah pencarian dan penelitian tersebut sampai 16 gua dan ditemukanlah naskahnaskah dan manuskrip-manuskrip lainnya. Ini merupakan sumber informasi yang tak ternilai
harganya bagi Kekristenan.
Bab II. Dunia Yang Sedang Berubah
Setelah kejayaan kerajaan Persia selama 200 tahun memerintah dunia maka Filipus dari
Makedonia mempersatukan Yunani melawannya; tetapi Filipus terbunuh oleh pembunuh
misterius (336 SM). Puteranya, Aleksander, pada usia 20 tahun menggantikannya dan kemudian
dikenal sebagai Alexander the Great, Aleksander Agung atau Iskandar Agung. Mewarisi
kerajaan dan pasukan yang kuat dari ayahnya dan kemampuannya yang cemerlang, Aleksander
melanjutkan ambisi ekspansi ayahnya, dia pada akhirnya menjadi raja dan panglima perang yang
luar biasa dalam sejarah, menaklukkan kerajaan Persia dan sebagian besar dunia. Dia meninggal
pada usia 32 tahun di Babilonia akibat sakit setelah mundur dari India dan berencana
mengekspansi Arab. Setelah kematian Aleksander (356 SM – 323 SM, memerintah selama 13
tahun) panglima-panglimanya terpecah, tidak ada lagi yang sebesar Aleksander, peninggalan
Aleksander yang terbesar adalah Hellenisme atau peradaban Hellenis sebagai akibat dari
munculnya koloni-koloni Yunani di daerah Timur. Paham baru ini adalah perpaduan budaya
Yunani, Mediterania, Mesir dan Persia yang bahkan pengaruhnya sampai ke China.
Dunia Timur yang sama tuanya dengan sejarah manusia dan kaya akan kebijaksanaan berabadabad lamanya bertemu dengan semangat Yunani yang selalu ingin tahu dan penasaran, bertanyatanya. Keinginan ideologis Aleksander dalam setiap penaklukannya adalah melebur kedua hal
tersebut. Ekspansi dan okupasi Aleksander selalu disertai dengan kedatangan para pedagang,
arsitek, filsuf, ahli pemerintahan Yunani, dll. Lalu terjadilah peragian di daerah yang ditaklukkan
itu, terciptalah sebuah kebudayaan yang tidak murni Yunani, tidak pula murni Timur, yang
kemudian diberi nama “Hellenistis”. Keabaian Romawi terhadap hal-hal kultural membuat
Hellenisme tidak terganggu di dunia Timur. Pada jaman Yesus, liga perserikatan kota-kota
Yunani (Dekapolis), membawa Hellenisme sampai keluar batas-batas Yudea. Bahkan gereja
yang baru lahir, seperti yang didirikan oleh Paulus, dan jemaat-jemaat seperti di Kitab Wahyu
adalah berada di pusaran lautan Hellenis.
Antara Athena dengan Yerusalem, roh Yunani dengan Yahudi, terdapat ketegangan-ketegangan
fundamental.Warisan Yunani ini merupakan kosmopolitanisme yang mudah dan toleran, yang
dibangun diatas agama politheistis dan diatas keyakinan yang tertinggi akan kemampuan
manusia untuk berjuang keras dan berhasil mengatasi masalah-masalah kemanusiaan. Sedangkan
warisan Yahudi adalah suatu iman yang teguh kepada satu Allah dan suatu umat Allah, yang
sifatnya nasionalistis dan intoleran, yang tidak menganggap kemampuan manusia sebagai
mutlak. Masyarakat Hellenistis bahkan mentoleransi raja-raja yang menuntut status ilahi bagi diri
mereka, tetapi orang Yahudi sangat terikat setia mutlak kepada satu Allah Perjanjian. Hellenisme
menganggap wajar bahwa cara untuk memperoleh pengetahuan adalah dengan memakai pikiran
manusia secara bebas, tanpa kekangan. Intelektual manusia yang kristis dapat dipercaya untuk
mengenali kebenaran dan menolak kesalahan; sedangkan orang Yahudi mengandalkan
pernyataan Allah dan tradisi relijius untuk menginterprestasi pernyataan itu. Setiap campur
tangan akal budi manusia tanpa bantuan Allah atas proses itu adalah sumber kesalahan, bukan
sumber kebenaran. Orang Yunani menganggap keselamatan datang dari manusia luar biasa
(mereka adalah pewaris tradisi “cita-cita kepahlawanan”), yang dengan gigih memupuk kekuatan
fisik dan mental mereka, yang kemudian mempertaruhkannya dengan gembira dan gagah
perkasa. Sedangkan keselamatan dalam tradisi Ibrani adalah Zak 4:6 dan Yer 17:5 sangat
berlawanan sekali dengan paham Hellenis, dll. Namun demikian orang Yahudi dapat hidup
dengan damai dalam dunia Hellenis yang toleran sepanjang pemerintahan Yunani atau Romawi
tidak mengganggu gugat lembaga dan sikap hidup khas Yahudi, tidak menyinggung persoalan
agamawi. Tiga kali dalam empat abad rakyat Yahudi memberontak, mengangkat senjata karena
hal ini, sekali melawan Yunani dan dua kali melawan Romawi; sampai mereka dihancurkan oleh
pasukan Romawi dan negara Yahudi tidak pernah mampu bangkit lagi.
Pemberontakan yang paling terkenal adalah pemberontakan “Si Tukang Palu” (Yudas Makabeus;
kitab Makabe). Yudas adalah putera ketiga dari Matatias, seorang imam tua dari desa Modein,
dikaruniai hati yang beran dan lima putera yang kekar-kekar. Ia menikam seorang opsir raja yang
memerintahkannya mempersembahkan korban dimuka umum diatas sebuah mezbah kafir.
Bersama para puteranya ia melarikan diri ke perbukitan, mereka kemudian disebut “Hasmoni”
dari nama leluhur mereka Hasmon. Mereka kemudian menjadi pemimpin bagi orang-orang
Yahudi yang memberontak terhadap raja Seleukid kedelapan, Antiokhus IV (Antiokhus
Epifanes), yang sering dijuluki “si tanduk kecil” (Dan 8:9; 11:36-39). Antiokhus IV ini telah
menginterfensi persaingan perebutan jabatan Imam Besar antara Yason dan Menelaus; akibatnya
orang Yahudi dipertontonkan dengan suatu pemandangan yang jelek antara dua orang Yahudi
yang cekcok rebutan jabatan Imam Besar, dengan seorang raja kafir sebagai penjual jabatan dan
wasit. Menghadapi tantangan tersebut Antiokhus IV bertindak represif, menjadi tyran; menjarah
harta benda Bait Allah, Yerusalem dibakar dan tembok pertahanannya dirobohkan, persembahan
korban sehari-hari di Bait Allah didirikan, mezbah untuk Zeus didirikan (Dan 11:31). Orang
Yahudi dilarang memelihara Sabat, upacara dan memiliki salinan Kitab Taurat; yang
mambangkang “dihukum mati”. Perlawanan yang dipimpin oleh Yudas Makabeus sempat
mundur setelah kematiannya pada 161 SM, tetapi menguat kembali setelah dilanjutkan oleh
saudaranya yaitu Simon dan Yonatan. Ketika Simon meninggal, kebebasan politik dan agama
telah tercapai kembali, dan pemerintahan Hasmoni telah tegak meliputi wilayah Samaria sampai
gurun Sinai.
Pemberontakan Makabe merupakan peristiwa kunci untuk periode antar Perjanjian (intertestament period). Pemberontakan ini menghasilkan sebuah kerajaan Yahudi, yang dalam waktu
bersamaan juga telah meruntuhkan kesatuan lama Yahudi, yakni kesatuan batiniah Israel
dibidang agama, dan akibatnya timbul sekte-sekte yang seringkali bertentangan dan bermusuhan.
Mereka yang semula bersatu melawan Antiokhus IV menjadi terpecah bahkan menentang anakanak Matatias.
Kehidupan orang Yahudi di masa pemerintahan Antiokhus IV ini dituliskan secara terperinci
dalam Kitab Daniel. Dengan memperhatikan fakta sejarah tersebut maka diharapkan dapat
membantu pembaca untuk lebih jelas dalam memahami pandangan theologis maupun membaca
penglihatan-penglihatan Daniel dalam kitabnya.
Setelah kekuasaan Antiokhus IV melemah, Pompeye dan pasukannya menamatkan riwayat
negara Seleukid, dan menaklukkan semua Asia Barat bagi Roma. Ia membebaskan Yudea dari
penakluknya dan menempatkannya dibawah pengawasan imam local, dengan kekuasaan
tertinggi berada di tangan gubernur Siria. Pompeye kemudian dijatuhkan oleh Yulius Caesar,
kemudian Caesarpun dibunuh dan digulingkan. Octavianus Agustus kemudian menstabilkan
kekaisaran Romawi dan mengangkat dirinya menjadi Kaisar Roma (27 SM). Herodes yang
sebenarnya bukanlah seorang Yahudi asli, melainkan seorang Edom, tampil sebagai raja Yudea
atas restu Roma (tetapi dibawah pengawasan yang seksama). Setelah kematian Herodes, yang
disebut Herodes Agung (4 SM) pemerintahan Tanah Suci bertukar antara raja-raja boneka
(keturunan Herodes, seperti Arkelaus, Herodes Agripa I dan II, dan Herodes Antipas, dll) dan
para procurator (semacam gubernur provinsi) yang dikirim dari Roma (tetapi dibawah gubernur
Siria), sedangkan di Yerusalem, Imam Besar berwewenang penting dalam masalah-masalah
lokal.
Yesus lahir pada masa pemerintahan dinasti Herodes, bahkan diadili oleh Herodes Antipas, “si
serigala” (Luk 13:32), yang memerintah di Galilea; Pilatus merupakan procurator pada masa
penyaliban Yesus. Herodes Agrippa II dan prokuratornya yaitu Felix dan Festus adalah yang
menuduh rasul Paulus (Kisah 24-26).
Sejak jaman Herodes, Tanah Suci terus menerus berjalan mencari keseimbangan ditepi kancah
pemberontakan menentang pemerintahan Romawi. Ada orang-orang Zelot yang mencegat dan
merampoki uang pejabat Romawi di luar kota. Bahkan warga negara biasapun, yang mengeluh
karena penindasan, menyimpan pedang dibawah jubahnya (Luk 22:38). Pemberontakan selama
empat tahun melawan dan mengusir prokurator Florus dari Yerusalem (66 M) selama empat
tahun berhasil dihentikan oleh jenderal Titus, setelah mengepung Yerusalem lima bulan
lamanya. Sesudah tahun 70 M Palestina damai tetapi resah, bagaikan ketenangan menjelang
badai. Yerusalem jadi reruntuhan, pajak bait Allah dipakai membangun kuil Yupiter di Roma,
dan waktu kaisar Hadrian melarang praktek sunat serta bersiap membangun kuil Yupiter di
tempat berdirinya Bait Allah, maka orang Yahudi tidak tahan lagi. Dipimpin oleh Bar-Kochba,
“si Putera Bintang”, yang telah diproklamirkan sebagai Mesias oleh Rabi Aqiba, rakyat bangkit
untuk melakukan perlawanan terakhir; alhasil mereka dikalahkan (135 M), dan bangsa perjanjian
itu tidak lagi hidup di tanah air mereka, tanah lahirnya dua agama dunia, agama Yahudi dan
agama Kristen.
Bab. III. Masyarakat Yang Sedang Berubah
Untuk memahami PB, kita perlu mengetahui segala sesuatu tentang hidup keagamaan di
Palestina, yang didalamnya pelayanan Yesus berlangsung, dan juga sesuatu mengenai Yudaisme
yang telah menyebar ke seluruh dunia (yang dikenal dengan nama Perserakan atau Diaspora),
yang menjadi latar belakang kegiatan penginjilan oleh Gereja mula-mula.
Diaspora menemukan jalannya ke setiap kota penting dalam dunia Hellenistis, bahkan antar
benua, muncul di Eropa, Asia dan Afrika Utara. Kemanapun orang Yahudi pergi mereka yakin
bahwa mereka akan disambut dengan ramah oleh rekan sebangsanya sendiri yang telah tersebar
atau terserak (diaspora) di negri-negri maupun kota-kota yang jauh itu. Sebagai akibatnya,
Yudaisme yang monotheis, terikat dan berbakti hanya kepada satu Allah pencipta seluruh umat
manusia dan alam semesta, segala yang ada, mereka pemilik hukum Allah yang dapat
membimbing semua kehidupan seturut dengan kebenaran yang kekal, menjadi terekspos ke
dunia diluar orang Yahudi dan menarik bagi orang kafir. Orang Yahudi hidup berlandaskan suatu
aturan moral yang ketat namun praktis. Hal tersebut juga didukung dengan meredupnya
idealisme dan heroisme Yunani serta kemiskinan rohani dunia Romawi. Ajaran Yahudi tentang
satu Allah yang telah menyatakan diriNya dengan membebaskan umatNya dari perbudakan, dan
yang sifat dasarNya adalah untuk menyelamatkan tak dapat tidak menarik bagi banyak orang di
dunia pada masa itu. Demikian juga dengan keKristenan yang menyatakan ajaran yang sama
Yoh 8:36.
Di Palestina sendiri, perjumpaan Hellenisme dan kepercayaan Yahudi menghasilkan suasana
religius yang dikenal oleh para pembaca kitab-kitab Injil. Ada Kaum Konformis yaitu golongan
imam-imam sebagai pemimpin umat yang menyesuaikan diri kepada kebiasaan-kebiasaan pejabatpejabat Yunani, oleh karena urusan dagang, politik, dll. Mereka adalah musuh bagi warga
sebangsanya yang menjaga kemurnian Taurat dan segala sesuatu yang bersifat tradisional Yahudi.
Kaum konformis ini pada masa sekitar masa Makabe membentuk sebuah partai yang tetap, yang
dikenal sebagai orang-orang Saduki, yang menjadi pendukung dan penasehat raja-raja Hasmoni.
Persis sebelum masa PB, muncullah sebuah partai baru di kalangan kaum Konformis. Mereka
adalah pendukung Herodes dan keluarganya, yaitu kaum Herodian, yang tidak mempunyai
landasan religius, dan dapat tampil hanya berkat kelihaian politis. Orang Saduki dan orang
Herodian, keduanya adalah partai politik. Mereka hidup karena politik dan mereka mati ketika
pasukan Romawi mengakhiri kegiatan politiknya di Palestina (70 M). Walaupun simpatik dan
condong kepada Hellenisme namun orang Saduki tidaklah murtad dari Yudaisme, mereka tetap
mempertahankan identitasnya sebagai Yahudi. Bahkan pada tahun 70 mereka rela mati dibunuh
orang Roma yang menyerbu ketimbang menghentikan upacara suci mereka. Mereka tidak percaya
kepada kebangkitan orang mati sebab hal itu menurut mereka tidak diajarkan dalam Taurat Musa,
dan adalah hal yang relative baru bagi mereka. Mereka juga mencurigai Mesias yang akan datang
dari Allah sebab alasan politis, sebab Mesias itu akan menghancurkan kuasa bangsa-bangsa lain,
bangsa kafir. Gerakan Saduki ini dipimpin oleh imam-imam dan anggotanya adalah para pejabat,
bangsawan, dll; kaum aristokrat, tetapi bukan semua imam adalah seorang konformis. Banyak
diantara para imam yang masih dengan tegas menolak mengkompromikan ajaran Yahudi, salah
seorang diantaranya adalah ayahnya Yohanes Pembaptis, imam Zakharia (Lukas 1).
Orang-orang yang setia kepada Yudaisme dan berpegang kuat kepada ajaran leluhur ini menentang
dan melawan Hellenisme, mereka adalah orang-orang Yahudi Kelompok Penentang. Dibawah
penindasan yang keras dari raja asing seperti Ptolemeus dan Antiokhus Epifanes yang bahkan
menghukum mati mereka yang melakukan praktek tradisional agama mereka, mereka melawan
dengan keras. Ada kaum Hasidim yang fanatik yang bahkan tidak menyukai dan mendukung
pemerintahan Makabe. Bahkan setelah bubarpun kaum Hasidim terpecah dan setidaknya
menurunkan, menurut catatan sejarawan Yosefus, orang-orang Zelot, Esseni, dan Farisi. Orangorang Zelot mewarisi tradisi pertempuran kaum Hasidim, mereka memegang teguh tradisi PL:
Perang Suci; pahlawan mereka adalah prajurit-prajurit Tuhan: Yosua, Daud, dan Hizkia. Mereka
percaya suatu hari Mesias keturunan Daud akan bangkit dan membebaskan Israel dari kuk bangsabangsa lain. Mereka menantikan sangkakala besar dari tanduk domba jantan dibunyikan untuk
perang terakhir melawan bangsa kafir tersebut dibawah pimpinan sang Mesias. Sambil menanti itu
mereka bergerilya melawan penjajah Romawi. Banyak diantara mereka yang menjadi buronan dan
menjelajah negeri sebagai gerombolan-gerombolan bersenjata. Pada masa kecil Yesus, 6000 orang
diantara mereka digantung karena huru-hara di Galilea, tetapi tetap mereka berada di garis depan
pemberontakan tahun 70. Dan walaupun kemudian lagi-lagi mereka kalah, tercerai berai, namun
yang tersisa dari mereka masih cukup banyak untuk memelopori Pemberontakan Bar Kochba
tahun 132 dan dikalahkan; kegagalan itu menjadi akhir gerakan Zelot di Palestina. Orang-orang
Esseni memiliki iman dan militansi yang sama dengan orang Zelot tetapi lebih dalam hal
mempertahankan kesalehan kaku dari gerakan Hasidim, dan memperkuatnya melalui organisasi
yang tegas dan upacara keagamaan yang ketat. Kehancuran total Yudaisme-Palestina setelah
Pemberontakan Bar Kochba tahun 132 mengakhiri gerakan Eseni, tetapi tidak mengakhiri
pengaruhnya. Gereja Kristen mula-mula mempunyai kelompok-kelompok yang agak serupa, yang
dinamakan orang-orang Ebionit, “orang-orang miskin”, dan di Mesir, sejaman dengan orang-orang
Esseni, suatu masyarakat Yahudi serupa disebut kaum Therapeutae. Cita-cita penyangkalan diri
dan kesalehan, yang diperlihatkan oleh kelompok-kelompok semacam itu tak perbah mati, baik di
kalangan Yudaisme maupun kalangan Kristen. Yang paling penting dari keturunan rohani orang
Hasidim adalah orang-orang Farisi. Mereka mewakili jalan tengah antara orang Zelot dan orang
Esseni. Mereka adalah orang-orang Taurat tetapi tidak menarik diri dari masyarakat seperti orang
Esseni. Mereka mengajar di sinagog, aktif di politik, dengan berani mengajar agamanya kepada
orang kafir, sehingga pengaruh mereka terasa dalam setiap bagian kehidupan. Itu sebabnya mereka
sangat popular di masyarakat pada masa itu. Sejarah awal mereka adalah melawan orang Saduki
dan raja-raja Hasmoni. Mereka memutus hubungan dengan Yohanes Hirkanus (imam besar dan
pemimpin Hasmoni, cucu Matatias), dan menanggung penganiayaan yang sangat berat di bawah
tangan kejam Aleksander Yannaeus (anak Yohanes Hirkanus) yang lebih memihak orang Saduki.
Tetapi pada akhirnya ketegasan mereka menarik penghargaan orang banyak mendukung mereka,
dan mereka menang. Pengganti Yannaeus, Ratu Aleksandra Salome, mengundang mereka untuk
menjadi penasehatnya dalam pemerintahan, dan mereka memenangkan sejumlah kursi di
Sanhedrin (dewan pemerintahan para tua-tua di Yerusalem), yang tetap mereka pertahankan
sampai jaman PB). Mulanya mereka mendukung campur tangan Romawi dalam urusan-urusan
Palestina. Ketika Roma berubah menjadi tirani tahun 70. Bahkan seorang Farisi, yaitu Rabi Aqiba,
yang memproklamirkan Bar Kochba sebagai Mesias yang memimpin pemberontakan tahun 132135 dan berakhir dengan kekalahan tragis, yang mengesampingkan harapan kedatangan Mesias
dengan segera. Sehingga orang-orang Farisi kemudian memusatkan perhatian mereka kepada
tugas menafsirkan taurat. Dengan demikian mereka menjadi bapa leluhur Yudaisme modern.
Mengapa PB, khususnya kitab Injil, terang-terangan anti Farisi? Bahkan terkesan berat sebelah
dan menyesatkan, tidak adil terhadap integritas dan kesungguhan dari banyak anggota golongan
ini. Yesus menyerang partai yang kuat ini secara prinsipil adalah karena pengertian mereka yang
dangkal terhadap kebenaran. Yesus menuntut suatu kebenaran yeng melebihi kebenaran ahli-ahli
Taurat dan orang Farisi yang ketaatannya terhadap Taurat hanya bersifat mekanis (secara lahiriah
saja), suatu kebenaran yang memancar dari kehidupan batiniah yang seturut dengan kehendak
Allah (Mat 5:17-20). Yesus mengecam kemunafikan orang Farisi yang memandang orang lain
lebih rendah yang tidak seketat mereka dalam mentaati syarat-syarat lahiriah Taurat. Yang
dilanjutkan oleh Paulus yang menyerang terhadap kebenaran yang datang oleh karena Taurat,
melainkan bahwa kebenaran sungguh-sungguh adalah pemberian Allah atas dasar iman. Lantas
mengapa orang-orang Farisi memimpin penentangan terhadap Yesus? Karena kecongkakan dan
ketakutan mereka terhadap Yesus. Mereka tidak suka terhadap kritik Yesus atas tradisi lisan
mereka yang dijadikan oleh mereka sama wibawanya dengan Taurat, Yesus menuntut sejumlah
besar kebebasan dalam menafsirkan Taurat itu sendiri seperti yang dikatakan dalam kitab para nabi
dalam PL. Dan bahkan Yesus mengklaim diriNya sebagai Mesias; dua hal inilah yang paling
membuat orang Farisi membenci Yesus.
Walaupun dipandang rendah oleh orang Saduki yang aristokratis, dipandang hina oleh orang Farisi
sebab tidak mungkin mengetahui dan mentaati Taurat, serta dihianati oleh raja sendiri yang
merupakan boneka dari raja asing yang memeras habis mereka dengan bermacam beban pajak,
warga Palestina biasa yang adalah orang-orang melarat, petani, nelayan, pemelihara jala, penjual
sayur mayor di negeri yang kelebihan penduduk; mereka tetap adalah salah seorang dari “am
haaretz,” “rakyat/bangsa negeri itu,” orang yang dicabut hak warisnya dari Israel. Namun demikian
ada dua hal yang tidak bisa diambil dari mereka – ingatan dan pengharapannya. Ingatannya akan
Sinai, menjadi umat kepunyaan Allah, pemeliharaan Allah dalam sejarah yang merupakan janji
dan kasih sayang Allah yang adalah milik mereka sama dengan yang dimiliki orang-orang
Sadukui, Farisi, raja-raja, di negeri itu; mereka mengenal Allahnya yang menurunkan orang
berkuasa yang tidak taat dan meninggikan orang rendah yang taat (Luk 1:52-53). Harapan mereka
tidak pernah hilang bahwa Allah akan memulihkan mereka (Mikha 4:4). Iman dari orang-orang
yang dicabut hak warisnya ini luar biasa (Luk 2:25) sebab itu gagasan-gagasan Mesianis pada
masa antar-Perjanjian adalah dahsyat. Situasi inilah yang menjelaskan mengapa rakyat jelata ini
menyambut gembira amanat Yesus dalam gereja mula-mula (1 Kor 1:26).
Bab IV. Sekte Laut Mati
Sekte Yahudi yang mengagumkan yang hidup dan berkembang di tepi Laut Mati sejak 65 SM –
70 M telah meninggalkan informasi yang sangat kaya tentang dirinya dalam dokumen-dokumen
yang menakjubkan yang dikenal sebagai “Gulungan Naskah Dari Laut Mati (The Dead Sea
Scroll).”
Hasrat keagamaan mereka yang kuat membuat mereka meninggalkan desa-desa dan membangun
pemukiman mereka disana; didekat sebuah anak sungai yang kering (wadi) di Qumran, dekat
pojok timur Laut Mati. Mereka membangun sejak 150 SM dan menurut arkeolog bangunanbangunan ini digunakan untuk berbagai maksud sampai 135 M. Bangunan-bangunan tersebut
adalah markas sekte Laut Mati ini; mereka bahkan membendung sebuah cabang wadi Qumran dan
meneruskan aliran air yang datang pada musim hujan melalui saluran air yang terbuat dari batu
dan menyimpannya ke susunan kompleks bak-bak air disana. Gua-gua yang ada disana
dimanfaatkan sebagai gudang-gudang yang “sudah jadi” untuk menyimpan alat-alat rumah tangga
dan manuskrip-manuskrip lama. Bila bahaya mengancam, dokumen yang paling berharga
dibungkus dalam linen, dimasukkan dalam tempayan besar, dan disimpan dalam gua-gua itu.
Sebab itu melewati berbagai penyerangan Romawi yang memadamkan pemberontakan Yahudi
bahkan menyerbu dan menduduki pemukiman tersebut, manuskrip-manuskrip penting itu
tersimpan aman dalam gua-gua. Yang akhirnya secara kebetulan ditemukan dan menghebohkan
dunia pada 1947. Manuskrip-manuskrip ini memiliki informasi sangat penting, memberikan
kepada kita suatu tingkap baru yang lebih lebar untuk meninjau ke dalam Yudaisme pada masa
antar-Perjanjian.
Dalam naskah tersebut disebutkan tentang tampilnya seorang Guru Kebenaran yang dibangkitkan
Allah untuk memimpin mereka di jalan yang sesuai dengan hatiNya (Dokumen Damaskus).
Seperti Yesaya, Dia menjadi pengkhotbah pembela Taurat. Dia mendakwa dan mengutuk angkatan
pada masa itu yang menyembah berhala, mendua hati, dan pemimpin mereka sebagai nabi palsu,
dll. Khotbah yang sudah pasti tidak diterima dengan baik oleh golongan Saduki, dll. Keberania
Sang Guru yang tidak takut terhadap penguasa yang jahat dan amanat-amanatnya yang benar
menarik pengikut-pengikut, ia membangun seperangkat peraturan-peraturan, intisari taurat dan
“jalan penyempurnaan”. Dia bukan hanya mengajarkannya tetapi juga mengorganisir mereka
menjadi satu persekutuan yang dianggap sebagai Israel yang benar, putera-putera sejati perjanjian.
Mereka menyebut diri “putera-putera terang”. Diperkirakan bahwa karena penghambatan yang
menghebat, yang membahayakan nyawa sang Guru, membuat mereka mundur ke dataran tinggi
dekat wadi Qumran. Dan setelah sang Guru wafat, mereka terus tinggal disitu, menelaah Kitab
Suci, mentaati peraturan dan menantikan Hari Tuhan, serta kemenangan perjuangan mereka yang
telah lama tertunda. Kesejajaran yang menonjol antara Guru Kebenaran dan Yesus dari Nazaret
telah menarik perhatian perhatian luas. Walaupun tidak diketahui namanya, sang Guru Kebenaran
telah berdiri tegak bagaikan sebuah jembatan hidup di antara para nabi dan Kristus.
Sekte Laut Mati mengasingkan diri ke padang gurun bukan untuk menikmati kesunyian, melainkan
untuk menyelamatkan Israel dengan menetapka Perjanjian Baru yang telah dinubuatkan oleh
Yeremia (Yer 31:34). Pada hari-hari terakhir dari sejarah manusia, mereka akan membangun suatu
masyarakat, yang dari dalamnya setiap bekas kegelapan telah dikeluarkan. Apabila Allah bertindak
untuk membasmi kuasa-kuasa kejahatan, Dia dapat memakai persekutuan murni ini sebagai ujung
tombak seranganNya, dan pusat yang disekitarnya dihimpunkan Israel yang baru.
Mereka melakukan saringan yang keras untuk anggota baru. Mereka yang lulus diterima masuk
sebagai anggota “Yang Banyak,” dimana tidak ada milik pribadi, semuanya dicampur menjadi
milik bersama. Perasaan “kebersamaan” yang kuat ini merupakan ciri khas Israel PL, dan Gereja
Mula-mula yang pernah bersifat “komunistis” oleh karena alasan yang sangat sama dengan sekte
ini (Kisah 2:43-47). Untuk menjaga kesetiaan anggotanya kepada perjanjiannya dan bebas dari
kegelapan, maka disiplin dan penyangkalan diri yang ketat diterapkan kepada anggota sekte ini,
hidup mereka dipersulit. Mereka menerapkan aturan-aturan yang ketat sampai seperti tertawa yang
tidak pantas bisa dijatuhi hukuman tigapuluh hari, pertemuan yang lebih dari sepuluh orang harus
dihadiri oleh imam, dll. Imam-imam Lewi bertindak sebagai Polisi, ada juga pejabat-pejabat lain
dengan gelar yang angker seperti: Pemilik, Inspektur, dan Hakim. Mereka hidup dengan peraturanperaturan yang banyak. Bahkan sepertiga dari waktunya harus dihabiskan dengan berjaga-jaga
sepanjang malam, belajar bersama dengan yang lain dan menyanyikan kidung pujian. Sekte ini
dikenal luas pada jaman Yesus, sebab itu kita temukan pertanyaan tentang pangkat dan hak tentang
siapa yang didahulukan (Luk 14:7-11; Mat 20:20-28). Mereka melakukan upacara-upacara
keagamaan , dua diantaranya adalah Pembasuhan Suci yang dilakukan di Qumran, yang menurut
dokumen Damaskus mirip-mirip dengan sakramen Baptisan Kristen, tetapi dilakukan dengan cara
membasahi seluruh tubuh dengan air yang bersih, mungkin saja dilakukan sebagai upacara inisiasi
anggota baru ataupun dilakukan secara berkala sebagai lambing kemurnian; lalu yang kedua ada
acara makan bersama, pesta ritual menjelang pesta mesianis yang akan terjadi bila kuasa Belial
dikalahkan dan kerajaan Allah didirikan, mirip dengan Perjamuan Kudus, mereka makan bersama;
dan juga upacara yang lain-lain.
Anggota-anggota sekte ini membaktikan diri belajar bersama hukum-hukum Allah dan tafsirannya
oleh sang Guru dalam sikap beribadah. Dokumen-dokumen pokok untuk belajar tentang hukum
taurat adalah kelima kitab Musa. Dan juga ada kitab-kitab hukum lain untuk untuk dipelajari
disamping taurat. Yang paling penting bagi pemula sebagai kitab pegangan adalah Kitab Hagi.
Dan juga sejumlah tulisan-tulisan lain yang diperlakukan lain dari taurat, yang dipandang sebagai
berisi “rahasia-rahasia ilahi.” Mereka menafsirkan sendiri setiap teks kitab suci. Setiap orang baik
dalam teks disamakan dengan Guru Kebenaran, dan setiap orang jahat dengan Imam Jahat.
Gulungan-gulungan naskah Laut mati menyajikan sejumlah bahan-bahan baru untuk memeriksa
persoalan tentang “bagaimana Kitab Suci ditafsirkan pada masa PB?’
Mereka percaya bahwa pada zaman akhir Allah akan mengutus dua Mesiasnya, yang satu seorang
imam, yang satu lagi seorang prajurit. Mesias Imam dari keluarga Zadok agaknya tak lain daripada
Guru Kebenaran yang dihidupkan kembali dan diberi wewenang, yang dulunya tidak diberikan
kepadanya oleh para penganiayanya ketika dia tampil pertama kali. Mesias Prajurit, yang berasal
dari garis keturunan Daud, dan menyandang gelar “Panglima Israel”, akan diberi tugas memimpin
pasukan perang Allah dalam perang terakhir melawan kuasa-kuasa kegelapan. Mereka berdua
akan bahu membahu dalam memerintah umat, seperti yang dilakukan oleh Salomo dan Zadok.
Cuma bagi mereka sang Imam adalah tokoh yang lebih penting daripada sang Panglima. Namun
sekte ini akhirnya tak pernah berhasil mengalahkan dunia kafir yang dibencinya itu, dan
membebaskan dirinya dari Taurat.
Bab V. Zaman Masakini
Para penulis antar-Perjanjian menganggap pandangan profetis dari nabi-nabi PL dengan serius,
sehingga mereka didesakkan ke dalam suatu permasalahan yang mencekam. Penghukuman telah
datang, sebagaimana telah diramalkan oleh para nabi, tetapi damai dan kerukunan belum
menyusul. Siklus pemberontakan-hukuman-pemberontakan kelihatannya mengabadikan diri tanpa
ada alat untuk melepaskan diri darinya kecuali kalau diangkat dari dalamnya oleh tangan Allah.
Mereka tidak membantah pandangan profetis tentang Allah dan pengawasanNya pada akhirnya
atas urusan-urusan manusia. Kekeliruan para nabi itu ialah bahwa mereka menilai dosa terlalu
ringan. Mereka menganggap enteng kuasa dosa yang merasuk begitu dalam itu dan kekuatan
cengkeramannya atas tabiat manusia: dan telah berharap bahwa manusia dapat luput daripadanya
dengan melakukan suatu tindakan pertobatan nasional yang besar. Mereka melihat bahwa
keseluruhan struktur ruang gerak manusia yang dinamakan sejarah, adalah begitu erat terjalin
dengan, dan terlibat dalam, akibat-akibat pemberontakan manusia melawan Allah, sehingga bila
dosa berjalan maka sejarahpun berjalan bersamanya.
Habakuk 2:3, “kenapa penglihatan itu berlambat-lambat datangnya? Bagi orang relijius dapat
diartkan sebagai “Apa yang sedang dikerjakan Allah?” Penekanan terhadap keesaan, kelainan,
keuniversalan, kedaulatan dan kreatifitas Allah, memberi suatu jawaban atas pertanyaan tersebut.
Jawabannya mencakup kedua sisi iman. Betapapun hebatnya peristiwa politis dan ekonomis
kelihatannya menyangkalnya, yang jelas adalah: Allah sedang mengawasi duniaNya, mengawasi
manusia dan sejarah; tetapi detail-detail rencana ilahi itu adalah diluar daya tangkap manusia.
Allah sedang bertindak dalam jamanNya sendiri: “Ciptaan tak dapat lebih bergegas-gegas daripada
Sang Pencipta.” Allah sedang mengerjakan apa yang dalam kebijaksanaanNya yang tak terpahami
itu menyenangkan diriNya.
Jika Allah Allah memerintah dan berada di surga, kenapa di bumi ini masih ada hal-hal yang tidak
beres? Penulis-penulis antar-Perjanjian memberi jawaban: dosa. Allah sudah memberikan
perintah, tauratNya agar manusia selamat, tetapi hati manusia yang jahat, batin yang rusak,
menentangnya; manusia menjadi terasing dari Allah dan menjadi korban penderitaan dan kematian
(2 Esdras 7:48). Jadi, manusialah, dan bukan Allah, yang menciptakan dosa (1 Henokh 98:4). Allah
telah menempatkan suatu dorongan untuk berbuat jahat dalam diri manusia, tetapi Ia juga memberi
manusia itu kekuatan untuk mengatasinya, jika ia ingin berbuat demikian (Sirakh 15:14-20).
Walaupun dosa Adam mendatangkan kematian kepada semua orang, itu tidak meringankan
seseorang dari pertanggung-jawaban atas dosa-dosanya sendiri (2 Barukh 54:19). Allah
mengijinkan setiap orang memilih terang (taurat) atau gelap (dosa Adam), (2 Barukh 18:2; Roma
5; 1 Kor 15:20-28).
Dalam PL terdapat petunjuk tentang kuasa-kuasa kejahatan yang adi-kodrati yang membujuk
manusia untuk menentang Allah (Kej 3:1;6:1-4; Imamat 17:7; Maz 106:37; Yes 34:14; Ayub 1:6;
Zak 3:1). Yudaisme pada masa antar-Perjanjian meminjam banyak dari agama Persia tentang hal
ini. Pemimpin pasukan roh kejahatan ini dipimpin oleh nama-nama yang dikenal berbeda-beda:
Mastema (sang Musuh), Semjaza, Azalel {Im 16:8}, Belial {Naskah Gulungan Laut Mati}, dan
Beliar {surat Wasiat Keduabelas Bapa-bapa Leluhur}, Iblis dan setan. Dalam peranannya sebagai
pencoba, roh-roh jahat ini hanya mematuhi pemimpinnya, kerena dialah si ular yang mencobai
Hawa. Roh-roh jahat itu adalah dewa-dewa bangsa-bangsa penyembah berhala. Tetapi Yudaisme
tak akan bisa berjalan sepenuhnya dengan agama Persia. Yudaisme tidak meragukan kenyataan
dan kelihaian roh-roh jahat, tetapi mereka tidak bisa mengancam kedaulatan universal dari Allah.
Mereka ada atas ijin Allah. Mereka terus ada karena kesabaran Allah, dan mereka akan lenyap atas
perintahNya. Tidak ada dualism kosmis yang tulen dalam pemikiran Yahudi. Menurut persekutuan
Qumran, zaman sekarang ini berada dibawah “kekuasaan Belial”. Menurut 1 Henokh, Iblis dan
pengikutnya yang telah dibuang dari hadapan Allah membalas dendam dengan mencobai Hawa,
lalu “para Pengawal, para malaikat yang jatuh, pengikut Iblis,” yang dibuang ke bumi diberi tugas
mengajar bangsa manusia, sehingga tahu-tahu jatuh cinta kepada anak-anak perempuan manusia
dan menjadi ayah dari suatu ras raksasa (bnd. Kej 6:1-4). Allah murka, memenjarakan “para
Pengawal,” membunuh para raksasa, dan memusnahkan manusia yang rusak, dengan air bah.
Tetapi jiwa-jiwa raksasa terlepas pada saat kematian mereka, menjadi setan-setan, dan dibawah
komando Iblis terus melanjutkan serangan mereka terhadap umat anusia (1 Henokh 6-11). Hal
yang penting dari demonology bukanlah tentang detailnya yang mengerikan tetapi tentang
keyakinan yang mendalam tentang betapa seriusnya kejahatan. Peperangan yang berlangsung terus
antara kebaikan dan kejahatan bahkan sampai kesurga melibatkan Allah sendiri (Ef 6:12).
Malaikat-malaikat dalam PL adalah utusan Allah; mereka adalah suara, mata, dan tangan Allah di
atas bumi. Malaikat-malaikat berbicara kepada Abraham, Musa, Gideon, dll, juga Yakub di Bethel
(Kej 28:12). Para penulis masa antar-Perjanjian menyebut malaikat sebagai perantara untuk
menjembatani jurang antara Allah yang transenden dengan manusia di dunia yang penuh dengan
dosa. Agama Persia telah memiliki system kemalaikatan (angelology) yang sudah maju, yang
dipakai sebagai contoh oleh penulis-penulis Yahudi. Malaikat-malaikat memiliki kepribadian,
diberikan fungsi-fungsi khusus, dan mendapat tempat dalam organisasi surgawi. Ada Mikhael, roh
pelindung Israel (Dan 10:13, 21; 12:1); Rafael, teman perjalanan Tobias (Tobit 5); Uriel, yang
memperingatkan Nuh tentang bahaya air bah (1 Henokh 10:1); Gabriel, mennafsirkan mimpi
Daniel (Dan 8:16, 9:21) dan memberitahukan kelahiran Yesus (Luk 1:19). Tindakan-tindakan
tersebut adalah khas fungsi pengantara dari malaikat, yang melakukan perintah Allah di bumi,
membawa firman Allah kepada manusia, membawa doa orang saleh ke hadirat Allah, menjaga dan
melindungi orang-orang beriman, dan memerangi kekuatan-kekuatan iblis. Menurut para penulis
masa antar-Perjanjian, sekutu Allah bukan hanya para malaikat tetapi juga berlaku atas
kebijaksanaan dan taurat. Kebijaksanaan adalah sekutu terkuat Allah, karena melawan dia itu
“kejahatan tak sampai menang“ (Kitab Kebijaksanaan Salomo 7:30). Kehendak Allah diwujudkan
dalam taurat, yang adalah sumber yang benar untuk terang dan kehidupan (2 Barukh 18:1; 38:2).
Manusia-manusia sekutu Allah adalah para orang benar, orang-orang Yahudi yang setia, anggotaamggota suatu persekutuan yang benar; para prajurit infantry yang maju menerjang ke garis
tembak di pertempuran, yang mempunyai kemungkinan paling besar untuk terbunuh dalam
pertempuran; mereka membayangkan dirinya sebagai titik pertahanan yang kuat yang terkepung
di suatu negeri yang sudah diduduki musuh. Tugas mereka adalah mempertahankan benteng itu
dengan ketabahan sampai bala bantuan Allah tiba, dan zaman Mesianis terbit; dalam memenuhinya
orang-orang Israel yang setia itu merasa diri berada – secara harfiah – di pihak para malaikat.
Bab VI. Zaman Yang Akan Datang
Tulisan-tulisan Apokaliptik, penglihatan tentang zaman yang akan datang menegaskan berlakunya
kelima konsep-dasariah iman PL: (1) Iman ini bersandar kepada identitas Israel sebagai
persekutuan perjanjian, yang dipilih berdasarkan anugerah Allah dan ditentukan untuk
menempati suatu posisi yang berpengaruh di seluruh dunia. Yang mana pada masa kini
persekutuan ini telah terpencar ke seluruh dunia (diaspora) dan terpecah di dalam negeri (lihat bab
II dan III). (2) Janji Allah yang tak kunjung putus itu telah memberikan kepada bangsa itu tanah
suci Palestina sebagai tanah air dan bukit suci Zion sebagai ibu kota dan tempat peribadatan
selama-lamanya. Atas kedua tempat ini orang kafir kini berkuasa. (3) Tuhan telah menetapkan
perjanjianNya dengan Daud, yakni bahwa seorang raja dari keturunan Daud akan memerintah
untuk selamanya atas umat pilihan itu. Walaupun janji Allah ini ada, namun dinasti Daud telah
hancur. (4) Dari segi theologis kuasa-cipta Allah, yang dengannya Dia mencipta alam semesta
dan menyebutnya baik, telah ditantang oleh menyelundupnya kejahatan kedalam ciptaan
sedemikian rupa, hingga merusakkan ciptaan itu sepenuhnya. (5) Demikian pula, keadilan Allah,
yang menuntut bahwa kebaikan diberi imbalan dan kejahatan dihukum, kelihatannya tak berlaku
di dunia yang memahkotai kejahatan dengan keberhasilan, dan membunuh orang-orang suci.
Para Theolog masa antar-Perjanjian mempunyai tugas raksasa, yaitu mempertahankan kelima
pasal iman ini dengan menghadapi kenyataan yang sulit, sehingga tidak heran jika mereka
menggunakan bahasa yang melampaui batas kemampuan bahasa itu untuk mencoba mewujudkan
tugas-tugas tersebut (bahasa tamsil simbolis dalam tulisan apokaliptik mereka). Bagi banyak orang
Yahudi di ambang fajar Kekristenan, iman telah menjadi berarti: iman kepada zaman yang akan
datang.
Ada lima unsur yang hampir selalu terdapat dan dengan urutan yang tetap dalam kesusasteraan
apokaliptik, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Kedatangan Mesias
Karya Mesias
Kebangkitan orang mati
Penghakiman terakhir
Zaman gemilang Kerajaan Allah
Menurut para penulis apokaliptis, apabila manusia mencoba menguasai nasibnya sendiri tanpa
berhubungan dengan Allah, hasil terakhirnya adalah keadaan berantakan suatu dunia yang
sudah remuk (2 Barukh; 2 Esdras 5:1-13; bnd Wahyu 9:7-12; Mark 13:20). Tetapi dalam
kesukaran manusia yang sehebat-hebatnya, Allah bertindak menyelamatkan orang-orang benar,
dan Zaman Mesianis nulai muncul.
Prinsip bahwa akhir sejarah mirip dengan awalnya (chaos, belum berbentuk dan kosong),
merupakan hal dasariah untuk pemikiran antar-Perjanjian. Prinsip itu bekerja dalam setiap segi
zaman yang akan datang; prinsip itu membantu, misalnya, merumuskan beberapa jawaban
terhadap pertanyaan yang tak dapat dielakkan: “Kapan akhir itu datang?” Salah satu jawaban
logisnya adalah: Karena Allah mencipta dunia dalam enam hari, dan satu hari di mata Allah
samadengan seribu tahun (Maz 90:4) maka dunia ini harus berlangsung dulu selama enamribu
tahun baru akhir dunia terjadi. Jawaban kedua adalah menurut angka: Manusia sudah diciptakan
Allah dalam jumlah yang tetap. Bila jumlah itu sudah genap maka akhir dunia akan tiba (bnd.
Wahyu 7:4). Jawaban ketiga adalah bersifat etis: Taurat diciptakan untuk menuntun hidup orang
Israel, dan jika bangsa itu menjalankannya dengan sempurna untuk satu hari saja, maka sang
Mesias akan muncul.
1. Kedatangan Mesias
Walaupun sangat penting, namun Mesias tidaklah mutlak perlu bagi pemikiran
Apokaliptik. Allah sendiri bisa mendatangkan zaman Baru, dan memerintah atasnya
dengan pribadinya sendiri tanpa raja atau perantara. Mesias sebenarnya adalah alat Allah
untuk merubah satu zaman ke zaman yang lain. Konsep tentang Mesias secara historis dan
secara intelektual berasal dari lembaga kerajaan. Secara theologis konsep itu bersandar atas
perjanjian antara Allah dengan Daud, yang menjamin kepada Israel seorang raja dari
keturunan Daud untuk selama-lamanya. Yaitu seorang tokoh yang tanpa dosa dan kekal,
yang memerintah di zaman baru itu, seorang Mesias yang dilukiskan dalam istilah-istilah
yang supra-manusiawi. Bahkan ada yang percaya bahwa Allah sesungguhnya telah
menciptakan Dia sebelum dunia ada, dan telah menahan Dia di tempat-tempat sorgawi
sampai tiba waktunya bagi Dia untuk dilahirkan dalam keluarga Daud, dan untuk muncul
di awan-awan dan memulai karyaNya yang membebaskan.
Ada dua dari antara nama-nama Mesianis yang perlu dijelaskan dengan singkat. “Anak
Allah” adalah gelar yang sangat tua, yang dipakai untuk raja Israel (Mzm 2:7) maupun
malaikat-malaikat (Ayub 2:1). Konotasinya yang rangkap, yaitu menghubungkan bersamasama keilahian dengan ke-raja-an, dan sarannya tentang hubungan yang sangat intim
dengan Allah, membuatnya menjadi nama mesianis yang sempurna. “Anak Manusia” yang
dipakai dalam Dan 7:13, menunjuk kepada suatu kekaisaran bukan kepada suatu pribadi.
Yaitu kekaisaran kelima yang ilahi asalnya yang muncul setelah empat kekaisaran ganas
sebelumnya, yang dilambangkan oleh satu tokoh manusiawi, “seseorang yang seperti anak
manusia”. Gelar bernada misteri yang memenuhi syarat sebagai suatu nama mesianis. 1
Henokh mengenakannya kepada Mesias adi-kodrati; Kel 40:15 merujuk kepada anak-anak
Harun: “Pengurapan mereka akan membuat mereka memegang jabatan imamuntuk
selama-lamanya turun-temurun.” Jabatan Imam kepala pada masa Yunani merupakan
kekuatan politis yang nyata di Yudea, yang dapat dipertimbangkan sebagai suatu tokoh
mesianis yang sama dengan keturunan Daud, yang disimpulkan oleh Kitab Pedoman
Disiplin: “Akan tampil seorang nabi dan Mesias Harun dan Mesias Israel.”
2. Pekerjaan Mesias
Dalam laporan antar-Perjanjian semua pekerjaan Mesias yang berkuasa diarahkan kepada
tujuan yang sama: Ia akan mendirikan Israel untuk selama-lamanya sebagai persekutuan
Perjanjian, yang hidup dibawah pemerintahan Allah di tanah suci Palestina, dan Dia akan
melaksanakan misi Israel yang menebus itu kepada segala bangsa di dunia.
Kini pekerjaan Mesias memasuki tahap terakhir. Dia menghimpun umat yang tercerai berai
dari segala negeri, mempersatukan mereka menjadi persekutuan orang-orang yang setia (2
Esdras 13:39-47). Kini dunia sudah dipulihkan sesuai dengan rencana Allah, kekuasaan
sebenarnya ada di tangan Allah, dan kerajaan tersebut disebut Kerajaan Surga; taka da
sengsara disitu (Barukh 29-30; lih. Wahyu 7:13-17). Proses sejarah yang panjang, yang
dimulai pada waktu Israel menerima ikatan perjanjian di Sinai, kini – walaupun masih
banyak rintangan dan bencana – telah mencapai tujuan yang ditentukan.
3. Pengharapan Kebangkitan
Jika Mesias pada hakekatnya termasuk kepada zaman yang akan datang, dan memerintah
untuk selama-lamanya atas dunia yang telah diubah bentuknya, maka kebangkitan dan
penghakiman terakhir tak dapat tidak berlangsung pada zaman Mesianis.
Pada masa PB orang-orang Saduki menyangkal kebangkitan. Pemikiran Yunani
mempengaruhi sejumlah orang Yahudi, terutama mereka yang tinggal di Mesir, untuk
mempercayai kekekalan jiwa (Kitab Kebijaksanaan Salomo 3:1-3). Orang-orang Farisi
bersama dengan mayoritas rakyat biasa, menggandengkan iman mereka kepada
kebangkitan tubuh pada hari terakhir. Yesus sependapat dengan orang-orang Farisi
melawan orang Saduki, dan kebangkitan tubuh beralih masuk ke dalam doktrin Kristen
yang menemukan tempat permanen dalam kalimat terakhir Pengakuan Iman Rasuli.
Konsep orang Yahudi tentang kebangkitan berasal dari konsepsi PL tentang Sheol. Pada
waktu seseorang mati, tubuhnya membusuk dalam kubur, tetapi suatu bayangan orang mati
itu – bukan suatu jiwa, melainkan sesuatu yang secara popular disebut hantu – pergi ke
wilayah dunia-bawah, yang disebut “Sheol”, dimana dia melanjutkan keberadaannya yang
tanpa pertolongan, tanpa harapan itu, yang da[at disebutkan “survival” (hidup bertahan),
tetapi bukan kehidupan. Dan Allah akan membangkitkan mereka supaya ikut ambil bagian
dalam zaman yang akan datang. Mereka dibangkitkan supaya bisa mengambil tempatnya,
berdampingan dengan pahlawan-pahlawan besar dari masa lalu, dalam suatu Israel yang
dipulihkan, yang ditebus dan dimuliakan.
4. Penghakiman (Pengadilan) dan Pembaharuan
Kebangkitan adalah pendahuluan yang perlu kepada Hari Penghakiman. Dalam beberapa
apokalipse, penghakiman itu tercakup dalam kebangkitan itu sendiri. Hanya orang baiklah
yang dibangkitkan; dan orang yang jahat akan diserahkan ke dalam kepunahan kekal. Yang
jahat akan dihukum ke dalam “jurang kebinasaan di neraka yang hitam dan tersembunyi”,
dan yang benar akan masuk ke “firdaus kesukaan” (2 Esdras 7:35-36). Firdaus kesukaan
ini sering digambarkan sebagai firdaus duniawi, dimana semua ketidak adilan dari zaman
kejahatan disingkirkan (Kitab Wasiat Yuda 25:4), dan orang-orang yang ditebus
menikmati terang matahari dan damai sejahtera abadi (Orakel-orakel Sibil 4:190-191). Para
penulis lain berbicara tentang suatu Firdaus yang diluar waktu dan di suatu dunia lain.
Sesudah penghakiman, orang-orang benar akan menjalani serangkaian transformasi
(perubahan bentuk) dari kecantikan kepada kemolekan, dari terang kepada kemuliaan,
sampai mereka mampu melihat suatu negeri yang selama ini tidak kelihatan kepada
mereka. Di sini mereka bergabung dengan malaikat-malaikat dan bisa melihat makhlukmakhluk yang hidup disekeliling takhta Allah. Setelah menyaksikan pemuliaan orangorang benar, orang-orang jahat juga akan ditransformasikan. Rupa mereka menjadi jelek,
sesuai dengan tabiat mereka yang jahat, dan mereka akan merana dalam penghukuman
kekal (2 Barukh 51; 2 Henokh 65:8-10; Wahyu 7:14-17).
Karena kelihatannya adalah sulit bahwa orang-orang benar masih harus tinggal berlamalama di kegelapan dunia-bawah sampai Hari Penghakiman, maka imajinasi apokaliptik
merubah Sheol menjadi kombinasi antara surga dan neraka di bawah satu atap. Di suatu
tempat terang dan sukacita, orang-orang benar menunggu pembebasan terakhir yang akan
mereka terima. Orang-orang berdosa yang belum dihukum, dikurung di suatu tempat
penderitaan sampai waktu kebangkitan, dimana mereka akan dihukum ke dalam kesakitankesakitan lebih lanjut. Orang-orang berdosa yang sudah dihukum semasa hidupnya
menempati suatu wilayah netral. Mereka selanjutnya tidak akan dibangkitkan ataupun
dihukum lagi (1 Henokh 22). Karya para penulis ini menciptakan suatu pandangan tentang
dunia yang menguasai pikiran para penulis Kitab Injil, sebagaimana bahasa dan wawasanwawasan dari bidang teknologi-ilmiah seringkali menguasai pikiran kita sekarang.
Bab VII. Hidup di bawah Taurat
Bagi orang Yahudi yang hidup pada abad pertama sebelum Kristus, “selamat” berarti
mendapat bagian dalam zaman yang akan datang; namun hidup masa kini tak boleh
diremehkan sebagai suatu babakan yang kurang penting dalam perjalanan menuju
kemuliaan. Bagaimana status seseorang pada Hari Penghakiman, tergantung kepada
perbuatannya, yang diukur dengan standard ganda: kepercayaan dan ketaatan, iman dan
perbuatan. Kesetiaan yang teguh terhadap Allah dan ketaatan mutlak terhadap
kehendakNya adalah perintah Taurat. Walaupun bagi sebagian kecil seperti persekutuan
Laut Mati ditambah dengan kepada gurunya yang terkasih, karena perbuatan dan iman
mereka kepada sang Guru Kebenaran (Tafsiran Habakuk).
Yudaisme tidaklah melulu terikat kepada yang bersifat lahiriah dan mekanis. Agama
Yahudi itu bertujuan untuk menciptakan suatu kehidupan yang komunal, yang sehat dan
yang berkenan kepada Allah. Dengan mengakui keluarga sebagai unit dasariah masyarakat,
maka agama Yahudi menekankan kemurnian dalam hubungan perkawinan dan
penghormatan kepada orang tua.
Yudaisme antar-Perjanjian adalah agama hati dan juga agama upacara-upacara dan etik
sosial. Literature dimana-mana menekankan perlunya kerendahan hati dan pertobatan.
Kesombongan adalah pengejawantahan yang paling buruk dari dosa manusia dan
mengundang hukuman Allah yang berat (Yudit 9:9).
Banyak orang Israel menggemari Taurat sebagai pemberian Allah kepada bangsaNya, dan
mentaati dengan senang hati detailnya yang terkecil sebagai bagian dari hak istimewa
untuk berada dalam ikatan perjanjian itu (perjanjian antara Allah dan Israel), bnd. 1
Makabe 2:49-50; Mat 23:23). Orang-orang Kristen, yang memandang Taurat itu dengan
kacamata Paulus, sering dibujuk untuk percaya bahwa Taurat hanyalah benda steril tanpa
kekuatan rohani. Tetapi pandangan sedemikian itu tentang Taurat membuat kita tidak
mampu memahami kenyataan kenapa secara relative Injil kurang mendapat kemajuan di
kalangan Yahudi pada abad-abad pertama. Mereka merasa bahwa di bawah Taurat itu
mereka telah memiliki kebebasan yang benar, dan tidak membutuhkan kebebasan yang
ditawarkan dalam Injil.
Lembaga yang unik, yaitu sinagoga, adalah buah dari periode antar-Perjanjian, yang
tumbuh dari penghormatan kepada taurat, dan dari hasrat untuk beribadah kepada Allah
Israel di kawasan-kawasan yang jauh dari Bait Allah Yerusalem. Pada masa itu di daerah
pemukiman Yahudi di sembarang kota Romawi, sinagoga sebagai pusat persekutuan orang
Yahudi, adalah sebuah banguna yang berfungsi sebagai sekolah, balaikota, pusat krisis,
dan tempat beribadah. Di ruang utamanya, ada Menora, yang mengingatkan kepada bait
Allah di Yerusalem; tetapi tempat kehormatan diberikan kepada kitab-kitab Taurat.
Lembaga ini tidak ditangani oleh sekelompok imam-imam tetapi oleh suatu dewan tua-tua
yang terpilih, yang mengelola urusan-urusan usaha dan yang mengawasi peribadatannya.
Ada ibadah informal yang dipimpin oleh kaum awam, dimana jemaat duduk berkelompok
sesuai jenis pekerjaan mereka, untuk dipimpin dalam doa dan mendengar pembacaan serta
penjelasan hukum Taurat; mereka diberi kesempatan untuk ambil bagian dalam sambutan
jemaat (resporia atau litani) dan untuk mendiskusikan tafsiran Taurat yang telah mereka
dengarkan. Setelah pemberontakan pertama melawan Roma yang gagal, Bait Allah dengan
imam serta upacara-upacaranya telah berhenti berfungsi sebagai lembaga-lembaga yang
hidup dan menjadi suatu kenangan dan harapan masa depan. Tetapi sinagoga, yang tidak
terikat kepada tempat suci manapun, melainkan berdiri tegak dimana saja, adalah suatu
persekutuan Yahudi yang percaya, tetap tinggal hidup setelah kehancuran Bait Allah; dan
sinagoga telah membawa agama taurat itu mengarungi masa duapuluh abad hingga
sekarang ini.
Gereja-gereja Kristen yang muda, yang kini terputus hubungannya dengan tempat asal
mulanya di Palestina, menghadapi dunia bangsa-bangsa, menafsirkan Injil mereka dalam
bahasa filsafat-filsafatnya, dan akhirnya menaklukkannya dan menjadi diakui sebagai
agama negara. Iman Yahudi, yang kecewa dalam harapannya akan kemenangan militer
pada Zaman Mesianis, berbalik kembali kepada Taurat dan sinagoge. Angkatan-angkatan
ahli-ahli yang penuh pengabdian menghasilkan tafsiran monumental taurat, yaitu Talmud,
yang merupakan dasar bagi Yudaisme masakini, dan menjadikan sinagoge sebagai alat
terbaik untuk mengajarkan taurat. Kita telah melihat dalam uraian-uraian ini dilanggarnya
tradisi-tradisi PL, dan janji tentang penerus-penerusnya yang sah: Yudaisme yang rabbinis
dari Kekristenan yang modern.
Download