Uploaded by User34180

Sejarah filsafat

advertisement
SEJARAH FILSAFAT
Untuk mempelajari filsafat kita tidak bisa terlepas dari belajar atau
mengkaji sejarah filsafat. Hal ini sangat penting mengingat dalam mempelajari
sejarah kita juga akan mempelari ruang lingkup dimensi yang ada dalam ruang
dan waktu yang melandasi suatu fenomena. Dengan fenomena yang ada kita bisa
mengetahui sebab dan akibat yang saling terkait. Oleh karena itu dalam kajian
filsafat belajar sejarah filsafat merupakan metode bahkan merupakan subject
matter sebagaimana ,yang dijelaskan Wiramhardja :
“ sejarah filsafat merupakan metode yang terkenal dan banyak
digunakan orang dalam mempelajari filsafat bahkan merupakan
metode yang sangat penting dalam belajar berfilsafat. Sejarah filsafat
pun merupakan subject matter itu sendiri”. 1
Mempelajari sejarah filsafat berarti kita mempejari dengan dasar kategori
waktu mengenai pemikira secara kronologis, yang di dalamnya antara lain, tempat
kejadian, lingkungan sosial, kebudayaan yang melingkupiya. Dengan mempelajari
berbagai latar belakang yang merupakan bagian dari kronologi maka kita akan
mengetahui watak dari pemikiran berdasarkan pereode sejarah tertentu.
Disamping itu seringkali persoalan-persoalan hanya dapat dipahami jika
dilihat dari perkembangan sejarahnya. Pemikiran para filosof besar seperti
Aristoteles, Thomas Aquino, Imanuel Kant hanya dapat dimengerti dari aliran –
aliran yang mendahului mereka. Aliran yang satu biasanya tesis dan yang lainnya
merupakan sintesis, atau bisa jadi merupakan reaksi dari pemikiran yang lain pada
masa yang berbeda. Dan dari seluruh perjalanan pemikiran filsafat itu menjadi
sangat terlihat juga persoalan-persoalan manakah yang selalu tampil kembali bagi
setiap kurun waktu2.
1
. Prof. Dr. Suterdjo A. Wiramihardjo Pengantar Filsafat (Bandung: Refika Aditama 2007) hlm.
43.
2
.Drs. Burhanudin Salam pengantar Filsafat (Jogyakarta: Bumi Aksara 2009) hlm. 186.
1
Maka untuk mengetahui watak dan karakter masing – masing pereode
waktu atau dalam sejarah filsafat maka penulis membagi sejarah filsafat menjadi,
pertama zaman Yunani Kuno atau Filsafat Alam (600 SM – 200 SM). Kedua
Zaman Keemasan (470 SM – 300 SM). Kemudian yang ketiga dilanjutkan pada
masa Abad Pertengahan pada masa Filsafat Islam (Arab) (awal abad VIII M –
abad XII M). pereode Kristen (abad IX – XII M). Kemudian masuk pada zaman
modern (1600 – 1800 M), diteruskan Zaman Baru (1800 – 1950 M). Dan terakhir
adalah Postmodernism (1950 -…M) .
I. Pra Socrates
Pada masa awal ini sering di sebut dengan filsafat alam. Penyebutan tersebut
didasarkan pada munculnya banyak pemikir/filosof yang memfokuskan
pemikirannya pada apa yang diamati di sekitarnya, yakni alam semesta. Mereka –
pemikir alam- mencari unsur induk yang dianggap asal dari segala sesuatu.
Pandangan para filosof ini melahirkan monisme, yaitu aliran yang menyatakan
bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa
jiwa, materi, Tuhan atau sebutansi lainnya yang tidak dapat di ketahui.
Pada zaman masa ini para filosof mulai berfikir ulang dan tidak
mempercayai sepenuhnya pengetahuan yang didasarkan pada mitos-mitos,
legenda, kepercayaan yang sedang menjadi meanstream di masyarakat waktu itu.
Mereka mempercayai bahwa pengetahuan bisa didapatkan melalui proses
pemikiran dan mengamati.
Salah satu pemikir pertama pada masa ini adalah Thales (624 – 545 SM)
berfikiran bahwa zat utama yang menjadi dasar semua kehidupan adalah air.
Anaximander (610 – 546 SM) adalah murid dari Thales, tetapi walaupun begitu
Thales berbeda pendapat dengan gurunya. Thales berfikiran bahwa permulaan
yang pertama tidak bisa ditemukan (apeiron) karena tidak memiliki sifat-sifat zat
yang ada sekarang. Ia mengatakan bahwa segala hal berasal dari satu subtansi
azali yang abadi, tanpa terbatas yang melingkupi seluruh alam. 3
3
Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008)
hlm. 43 – 46.
2
II.
Zaman Keemasan
Jika pada masa Pra Socrates para pemikir masih berkutat pada wilayah
kemenjadian, maka pada masa keemasan sudah masuk pada pemikiran dan
keutamaan moral. Pada masa keemasan kajian sudah mengarah kepada manusia
sebagai objek pemikiran. Pada masa ini juga sudah mulai berkembang dialektiskritis untuk menunjukkan kebenaran.
Socrates (470 – 399 SM) merupakan generasi pertama dari tiga filsafat besar
dari Yunani. Pemikiran Socrates sangat dipengaruhi oleh kondisi kaum “sophis”
cerdik cendekia yang dalam mengajarkan pengetahuannya meminta imbalan. Dan
pada masa hidupnya kekuasaan politik di Athena sedang dikuasai oleh para
“sophis” yang jahat dan sombong pada masa sebelumnya.
Socrates adalah seorang yang meyakini bahwa menegakkan moral
merupakan tugas filosof, yang berdasarkan ide-ide rasional dan keahlian dalam
pengetahuan. Menurut Socrates ada kebenaran objektif yang tidak tergantung
pada saya atau kita. Setiap orang bisa berpendapat benar dan salah tergantung
pada pengujian rasionya. Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari
pengetahuan diri, manusia pada dasarnya adalah jujur, dan kejahatan merupakan
upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Ia
menjelaskan gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai keseimbangan alam
dan lingkungan yang kemudian akan mengarah pada perkembangan method ilmu
pengetahuan. Socrates berpendapat bahwa pemerintahan yang ideal harus
melibatkan orang-orang yang bijak, dan dipersiapkan dengan baik dan mengatur
kebaikan-kebaikan untuk masyarakat. 4
Socrates memiliki pandangan atau gagasan tunggal dan transenden yang ada
di balik pergerakan ini. Sampai dia di suruh bunuh diri meminum racun karena
pandangannya dianggap meracuni kepercayaan umum yang saat itu masyarakat
mempercayai kuil dan dewa-dewa.
4
Ali Maksum hlm. 57 – 62.
3
Berikutnya adalah Plato (427 – 347 SM) adalah murid Socrates. Menurutnya
dunia yang tampak ini sebuah bayangan atau refleksi dari dunia yang ideal.
Bahkan kebenaran dan definisi lahir bukan dari hasil dialog melainkan hasil
bayangan dari dunia ide. Menurutnya dunia ide adalah realitas yang sebenarnya.
Untuk menjelaskan tentang pemikiran filosofisnya Plato membagi realitas
menjadi dua yakni pertama dunia ide. Kedua dunia baying-bayang dan dunia yang
tampak ini adalah di dalamnya. 5
Aristoteles (384 – 322 SM) adalah filosof yang sangat berpengaruh sama
sebagaimana Plato, namun Aristoteles sangat empiris dan mulai memperlihatkan
kecenderungan berfikir yang saintific. Menururnya tidak ada sesuatu pun di dalam
kesadaran yang belum pernah dialami oleh indra. Seluruh pemikiran dan gagasan
yang masuk ke dalam kesadaran kita melaui apa yang pernah kita lihat dan dengar
sebelumnya.
Manusia memiliki akal pembawaan untuk mengorganisasikan
seluruh kesan inderawi ke dalam kategori-kategori atau kelompok-kelompok.
Aristoteles juga mulai membagi benda dengan melaui “bentuk” dan “substansi”
nya. 6 Selain pemikiran yang empiris ini, Aristoteles juga mengembangkan logika,
bahkan Aristoteles terkenal dengan bapak logika. Logikanya disebut logika
tradisional, sebab nanti berkembang logika modern.
III.
Abad pertengahan
Filsafat abad pertengahan sering disebut filsafat scholastic, karena sekolahsekolah yang ada sudah mengajarkan hasil dari pemikiran filsafat . Pada abad ini
perkembangan filsafat sangat di pengaruhi oleh agama. Secara histori peradaban
yang dibangun oleh Yunani mengalami masa kejayaan sudah sangat berkembang
pesat dan besar, sehingga mempengaruhi pemikiran di Eropa. Karena pada saat di
Eropa muncul peradaban Kristen.
Namun pada pereode selanjutnya dominasi gereja semakin berlanjut, sampai
pada titik belenggu kehidupan pemikiran manusia. Gereja memberlakukan aturan
yang sangat ketat terhadap pemikiran manusia, termasuk pemikiran tentang
5
Ali Maksum. Hlm. 64 - 70
Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Terj.) Rahmani Astuti (Bandung: Mizan. Cet X. 2013) hlm. 176 –
184
6
4
teologi. Hanya pihak gereja yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap
agama. Kendati demikian ada saja pihak-phak pemikir yang melanggar peraturan
tersebut, dan mereka dianggap orang yang murtad, dan kemudian diadakan
pengejaran. Pengejaran terhadap orang-orang yang murtad ini mencapai
puncaknya pada akhir abad XII dan yang paling berhasil di Spanyol.7
Pada abad IV Agustinus (354-430) adalah pemikir besar yang berpengaruh
terhadap pemikiran yang berkembang. Pada Agustinus pemikirannya merupakan
integrasikan dari teologi Kristen dan pemikiran filsafatinya. Ia sendiri tidak
sepaham dengan pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu otonom atau lepas
dari iman kristiani. Pada pemikiran masa ini ada beberapa hal yang penting dan
sebagai maenstream yaitu rasio insani hanya dapat abadi jika medapatkan
penerangan dari rasio Ilahi. Tuhan adalah guru yang tinggal dalam batin kita dan
menerangi roh manusia.
8
Abad pertengahan yang memasuki masa keemasan
filsafat masih dipelajari dalam hubugannya dengan teologi. Namun wacana
filsafat masih hidup dan dipelajari walaupun tidak secara terbuka dan mandiri.
IV.
Zaman Modern
Istilah modern itu sendiri tidak jelas apa maksudnya. Lazimnya, istilah
modern menamplka kesombongan dan arogan, bahkan menampik buah pkiran
yang telah lahir sebelumya disebut juga sebagai suatu pemberontakan yang sedikit
dilebih-lebihkan. Pemikiran modern memiliki ciri khas dan karakter dalam
mendapatkan kebenaran, cirinya adalah kesangsian –memberontak- terhadap
kebenaran itu sendiri. Maka dalam mendpatkan kebenaran yang sejati adalah
dengan kesangsian dan keraguan. Sama halnya dengan kaum pasca-modernisme
yang memberontak terhadap pemikiran modern yang terlalu menghargai rasio.
Mengenai siapa “founding fathers” Zaman Modern ini, beberapa ahli
berpendapat adalah Rene Descartes dengan pikiran rasionalitas, John Locke
dengan pemikiran empirisnya, Immanuel Kant dengan kritis melihat ketidak
sempurnaan. Baik pada Descartes, Locke maupun Kant mengatakan bahwa,
7
8
Ali Maksum 2008 hlm. 99.
Wiamihardja 2007 hlm.52-54
5
“pengamatan tanpa konsep adalah buta, sedangkan tanggapan tanpa penglihatan
adalah hampa.” Ia berpendapat, bahwa pengetahuan itu dasarnya adalah
pengamatan dan pemikiran.
Untuk melihat lebih mudah, maka filsafat modern dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu: (1) rasionalisme, empirisme, dan kritisisme. (2) dialektika
idealisme dan dialektika materialisme, (3)fenomenologi dan eksistensialime, serta
(4) filsafat kontemporer dan pasca-modernisme.9
Para pemikir rasional menuntut kenyataan sejati yang berdasar pada
pemikiran, sehingga hukum pengetahuan sangat jelas. Hal ini bisa berlaku jika
hanya pengetahuan bersifat apriori. Dasar pengetahuan adalah sensasi yang
berasal dari rangsangan-rangsangan yang berdasar pada pengalaman. Menurut
kaum kritisisme (Kant) ilmu pengetahan harus memiliki kepastian sehingga
rasionalisme adalah benar. Ilmu pengetahuan harus mau dan berkembang didasari
oleh kenyataan-kenyataan yang berkembang pula.
Dialektika idealism merupakan hasil dari pemikiran Georg Wilhelm
Friedrich Hegel (1770 – 1831) yang sangat berorientasi pada ilmu sejarah, alam,
dan hukum. Hegel menyatakan bahwa segenap realitas bersifat rasional, dan yang
rasional bersifat nyata. Ia sangat mementingkan rasio, tetapi bukan hanya rasio
pada perseorangan,melainkan rasio pada subjek absolute. Kemudian dealektika
Hegel adalah pemikiran yang berusaha mendamaikan, mengkromomikan daua
pandangan atau lebih atau keadaan yag bertentangan menjadi satu keatuan. Hegel
berpendpat bahwa pertentangan adalah “bapak”segala hal.
Ada tiga hal dalam fase dielektika, pertama tesis menampilkan lawannya
antithesis sebagai fase kedua. Kemudian, timbullah fase ketiga yang
mendamaikan kedua fase itu, yaitu :”aufgehoben” artinya bermacam-macam di
cabut, ditiadakan, dan tidak berlaku lagi. Hal ini disebut sintesis. Dalam sintesis
terdapat tesis dan antithesis, keduanya diangkat pada satu taraf yang baru. Jadi
tesis dan antithesis tetap ada, hanya lebih sempurna.
9
Wiamihardja 2007 hlm.61.
6
Mengenai materilisme yang muncul “berlawanan” dengan idealisme dapat
dikemuakakan sebagai berikut. Berdasarkan dialektika materialime bahwa seluruh
kenyataan sejati adalah materi, sehingga apapun dapat dijelaskan dalam proses
material. Materialisme terbagi menjadi dua, pertama materialisme yang
meneruskan masa “aufklaerung” yang banyak digunakan dalam meneruskan
tradisi ilmu pengetahuan alam atau disebut materialisme ilmiah. Kedua
materialisme filsafat yang merupakan reaksi atas idealism.
Filsafat materialism adalah “Hegelian kiri” yang memberikan kritik tajam
atas pemikiran Hegel yang dipandangnya sebagai puncak rasionaisme modern.
Pengikut pertama hegelan kiri adalah Ludwig Feuerbach (1804 – 1872).
Menurutnya dalam rasionalisme selalu ada suasana religious sehingga pengenalan
inderawi kurang mendapat penghargaan yang semestinya.10
V.
Post-Modernisme
Postmodernisme memiliki ciri khas dan karakter yang mengakui ada entitas
lain dari kebudayaan universal. Sehingga kebenaran tidak saling berhadapan
antara subjek dan objek. Postmodernisme telah dan akan “melucuti” rasonalisme,
matrialisme, empirisme, yang mulai ada sejak peradaban Yunani dan berkembang
pada puncaknya pada zaman modern. Dengan istilah lain zaman ini mulai
menanyakan kembali persoalan epistemologi, “ilmu” dan “keilmiahan.
Postmodrnisme tidak mengakui kebenaran dan realitas tunggal, realitas
diciptakan manusia dan kelompok yang dalam berbagai konteks prbadi, historis,
dan cultural. Oleh karena itu kebenaran selalu bersifat relative secara cultural,
kelompok, atau perspektif personal.
Edmund Hesserl (1859 – 1938) dipandang sebagai tokoh penting perintis
posmodernisme. Ia mencoba mengatasi persoalan “subjek-objek” dengan cara
membongkar secara efektif paham tentang “subek episemolgis” dan “dunia
objektif”. Dalam pencarian ini Husserl menemukan fodasi absolute pengetahuan
yang murni, yakni dalam subjektivitas transcendental. Subjektivitas transcendental
terletak pada aliran kehidupan langsung sebeum terefleksikan, lapisan dasar yang
10
Wiamihardja 2007 hlm.61-64.
7
kemudian memunculkan tematisasi dan teoritisasi imiah. Dengan demikian, yang
disebut dengan “dunia objetif” sebetulnya hanyalah penefsiran tertentu saja atas
dunia pengalaman hidup sehari-hari yang mengatasi dan mendahului kategorikategori objektivistik maupun subjektvistik.11
Martin Heidegger (1889-1976) perintis postmodernisme sangat kritis
terhadap filsafat modern tentang manusia. Menusia bukanlah sugumpal substansi
berfikir yang sadar diri, atau mahluk yang kerjanya memikirkan dan merumuskan
hal ihwal, tetapi manusia adalah dasein, ia “ada dalam dunia”. Hubungan manusia
dengan kenyataan tidak semata-mata hubungan intelektual, subjek memahami
objek.12
11
12
Ali Maksum 2008 hlm 317-318.
Ali Maksum 2008 hlm. 317-318.
8
Daftar pustaka
1. Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Terj.) Rahmani Astuti (Bandung: Mizan.
Cet X. 2013)
2. Prof. Dr. Suterdjo A. Wiramihardjo Pengantar Filsafat (Bandung: Refika
Aditama 2007
3. .Drs. Burhanudin Salam pengantar Filsafat (Jogyakarta: Bumi Aksara
2009)
4. Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga post
modernism (Ar-Ruzz Media:2008)
9
Download