PENGARUH TERAPI RELIGIUS ZIKIR TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PENDENGARAN PADA PASIEN HALUSINASI DI RUANG 2 RSJD DR. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG JAWA TENGAH OLEH KELOMPOK 7 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Gangguan jiwa adalah keadaan yang mengganggu dalam proses hidup di masyarakat akibat adanya gangguan mental yang meliputi emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tilik diri, dan persepsi ( Nasir & Muhith 2011) . Rata-rata prevalensi gangguan jiwa berat dan kronis atau skizofrenia yang diderita masyarakat Indonesia tanpa batasan umur sekitar menunjukkan bahwa penderita gangguan jiwa berat di Indonesia adalah 1,7 per 1.000 orang. Penelitian yang sama mencatat dari total populasi berisiko sebesar 1.093.150 orang, hanya 3.5% atau 38.260 orang yang terlayani dengan perawatan memadai di berbagai fasilitas kesehatan (Riskesdas Indonesia 2013). Salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi adalah skizofrenia. Keliat (2011) menjelaskan bahwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang ditandai dengan ketidakmampuan atau penurunan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi dan waham), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif serta kesulitan melakukan aktivitas seharihari. Upaya yang dilakukan untuk menangani klien halusinasi adalah dengan memberikan tidakan keperawatan yaitu membantu pasien mengenali halusinasi, isi halusinasi, waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan respon pasien saat halusinasi muncul. Kemuadian dengan melatih klien mengontrol halusinasi dengan menggunakan strategi pelaksanaan yaitu dengan cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas yang terjadwal, dan menggunakan obat secara teratur (muhith, 2015). Namun untuk mengoptimalkan tindakan keperawatan dilakukan tindakan keperawatan lanjutan. Tindakan dengan memberikan terapi spiritual yaitu dengan Dzikir, Dzikir secara bahasa bermakna ingat pada Allah dengan menghayati kehadiran Nya. Dzikir merupakan sikap batin yang di biasanya diungkap melalui ucapan tahlil (Laa ilahaillaulah, artinya tiada tuhan selain Allah), tasbih (subhanallah artinya Maha Suci Allah), tahmid (Alhamdulillah artinya segala puji bagi Allah) dan takbir (Allahu Akbar artinya Allah Maha Besar) (Ardani, 2008) Dari sudut ilmu kesehatan jiwa, diketahui dzikir merupakan terapi psikiatrik setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi biasa. Dzikir merupakan suatu upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mengingat-Nya. Dzikir dalam Islam bukanlah hal yang asing karena sudah merupakan hal yang biasa dilakukan setiap muslim. Dzikir di sini lebih berfungsi sebagai metode psikoterapi, karena dengan banyak melakukan dzikir akan menjadikan hati tentram, tenang dan damai, serta tidak mudah diombang-ambingkan oleh pengaruh lingkungan dan budaya global (Anggraini & Subandi, 2014). B. TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam telaah jurnal ini adalah kelompok dapat mengelola dan menerapkan terapi dzikir pada pasien dengan Halusinasi di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. 2. Tujuan khusus Adapun tujuan khusus dalam makallah ini : a. Mendeskripsikan hasil kemampuan pasien sebelum terapi dzikir dan sesudah melakukan terapi dzikir pada pasien Halusinasi. b. Mendeskripsikan gejalah halusinasi pasien sebelum dilakukan terapi dzikir dan sesudah dilakukan terapi dzikir. TINJAUAN TEORI DAN KONSEP Halusinasi A. 1. Pengertian Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering di temukan pada klien gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia. Seluruh klien dengan skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi (muhith, 2015). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya yang tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang di alami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:persepsi palsu (Maramis, 2005). 2. Jenis –jenis halusinasi Menurut Yosep (2007) Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tetentu, diantaranya : a. Halusinasi pendengaran b. Halusinasi penglihatan c. Halusinasi penghidu d. Halusinasi peraba f. Halusinasi pengecap g. Halusinasi sinestetik 3. Fase-fase dalam halusinasi Halusinasi yang di alami klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya. Stuart dan Laraia (2005) membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang di alami dan kemampuan klien mengendalikan emosinya. Semakin besar fase halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin di kendalikan oleh halusinasinya. Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart (2007) dan setiap fase memiliki karakteristik dan perilaku yang berbeda, yaitu: a. Fase 1 Comforting: Ansietas tingkat sedang, secara umum halusinasi bersifat menyenangkan b. Fase II. Condeming: Ansietas tingkat berat, Secara umum halusinasi bersifat menjijikan c. Fase III. Controling: Ansietas tingkat berat, pengalaman sensori menjadi penguasa. d. Fase IV. Conquering: Ansietas tingkat panic, Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi. 4. Rentang respon halusinasi Respon adaptif respon mala adaptif a. Pikiran logis b. Persepsi akurat c. Emosi konsisten dengan pengalaman d. Perilaku sesuai e. Berhubungan sosial a. Distorsi pikiran ilusi b. Reaksi emosi yang berlebihan c. Perilaku aneh atau tidak biasa d. Menarik diri a. Gangguan pikir/ delusi b. Halusinasi c. Sulit merespon emosi d. Perilaku disorganisasi e. Isolasi sosial Gambar: Rentang Respon Neurobiogis Halusinasi(Stuart dan Laraia, 2005 ) 5. Proses terjadinya masalah a. Faktor predisposisi Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi yang menyebabkan halusinasi adalah: 1) Faktor perkembangan 2) Faktor sosiokultural 3) Faktor biokimia 4) Faktor psikologis 5) Faktor genetik pada pola asuh b. Faktor presipitasi Menurut stuart dan sundeen yang di kutip oleh jallo (2008), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: 1) Biologis 2) Stress lingkungan 3) Sumber koping 6. Tanda dan gejala Menurut hamid yang di kutip oleh jallo (2008), dan Menurut Keliat di kutip oleh syahbana (2009) perilaku psien yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut: 7. a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri. b. Menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat dan respon verbal yang lambat. c. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain. d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan tidak nyata. e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah. f. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau beberapa detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya. Mekanisme koping g. Curiga, bermusuhan merusak (diri sendiri, orang lan dan lingkunan), dan takut. h. Sulit berhubungan dengan orang lain. i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah. j. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat. k. Tanpak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton. Menurut Prabowo (2014) ada 3 mekanisme koping pada pasien halusinasi yaitu : a. Regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari b. Proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain. c. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal 8. Penatalaksanaan Halusinasi a. b. Penatalaksanan medis 1) Farmakoterapi 2. Terapi kejang listrik (ECT) Penatalaksaan keperawatan 1) Terapi individu 2) Terapi kelompok Konsep Dzikir TERIMAKASIH