AUDIT ENERGI INDUSTRI: SISTEM CHILLER Chiller dijumpai di industri/pabrik untuk memenuhi kebutuhan fluida dingin. Pada penerapannya di industri, air dingin atau jenis cairan lainnya dari chiller dimanfaatkan di unit proses atau peralatan laboratorium. Chiller digunakan di banyak industri, misalnya industriindustri plastik, logam, bahan-bahan kimia, farmasi, makanan dan minuman, kertas, tekstil, percetakan, peralatan medis, penerbangan, serta beberapa lainnya Analisis beban dan kinerja Chiller yang meliputi: operasional rutin, pembebanan kerja, nilai kinerja chiller, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja chiller perlu untuk dilakukan. Dari hasil analisis ini dapat diketahui status terakhir chiller sekaligus potensi penghematan energi dan biayanya. Chiller adalah mesin pendingin yang bekerja dengan cara memindahkan panas dari satu media ke media lainnya melalui proses kompresi atau absorpsi uap. Uap yang digunakan disebut refrigeran. Sehingga berdasarkan prosesnya, chiller terbagi menjadi dua macam, yaitu chiller kompresi dan absorpsi. PENDINGINAN - Proses pembuangan panas dari suatu benda sehingga suhunya di bawah suhu lingkungan - Proses transfer energi dari temperatur rendah ke temperatur tinggi - Pendinginan alami dihasilkan dari penggunaan es - Pendinginan mekanik dilakukan dengan menggunakan mesin pendingin yang beroperasi sesuai prinsip termodinamika PENDINGINAN - Proses pembuangan panas dari suatu benda sehingga suhunya di bawah suhu lingkungan - Proses transfer energi dari temperatur rendah ke temperatur tinggi - Pendinginan alami dihasilkan dari penggunaan es - Pendinginan mekanik dilakukan dengan menggunakan mesin pendingin yang beroperasi sesuai prinsip termodinamika PENDINGINAN ALAMI - Es sebagai medium pendingin dapat digunakan untuk pendinginan hingga suhu 5oC. -Suhu di bawah 0oC dapat dicapai jika digunakan bahan kimia, seperti tabel berikut: Bahan Kimia NaCl CaCl2 HNO3 KOH HNO3 % berat bahan kimia dalam campuran 25 60 50 57 50 Suhu (oC) -18.7 -33.1 -35.0 -39.1 -40.0 Beban Pendinginan (Cooling load) Total energi panas yang harus dibuang agar benda mencapai suhu yang diinginkan. Dalam praktek komersial digunakan istilah “ton refrigerasi”. Satu ton refrigerasi equivalent dengan panas laten Fusi dari 1 ton (2000 pounds) es selama 24 jam. 1 ton refrigerasi = (2000 pounds x 144 Btu/pound)/24 jam = 288 000 Btu/24 jam = 303 852 kJ/24 jam Hitung beban pendinginan dari 2000 kg kubis yang disimpan pada suhu 5oC Panas evolusi dari kubis pada 5oC = 28 – 63 W/Mg Beban pendinginan = (2000 kg)•(63 W/Mg)•(1 Mg/1000 kg) = 126 W = 126 J/s 1 ton refrigerasi = 303 852 kJ/24 jam = 303 852 kJ/(3600 * 24) s = 3.52 kJ/s = 3.52 kW 126 W 126 /3520 = 0.036 ton refrigerasi PENDINGINANKompresi uap evaporator f e expantion valve g low pressure high pressure condenser a b c compressor d receiver evaporator expantion valve low pressure high pressure condenser compressor b c d receiver d P2 Tekanan absolut (kPa) a P1 f e H1 H2 Specific enthalpy (kJ/kg) c b a H3 Kerja Compressor: d Tekanan absolut (kPa) P2 P1 f e c b qw = m(H3 – H2) Kerja Condenser: a qc = m(H3 – H1) Kerja Evaporator qe = m(H2 – H1) H1 H2 Specific enthalpy (kJ/kg) H3 m = laju aliran masa refrigerant (kg/s) H = enthlaphy refrigerant (kJ/kg refrigerant) q = laju kerja (kW) Coefficient of Performance (C.O.P.): Rasio antara panas yang diserap oleh refrigerant yang mengalir pada evaporator dan panas ekuivalen dari energi compressor H2 – H1 C.O.P = H3 – H2 Laju aliran refrigerant: m= q Diketahui: Suhu evaporator = -5oC Suhu kondensor = 40oC Beban refrigerasi = 20 ton Efisiensi Kompresor = 85% Hitung : 1. Laju aliran refrigerasi 2. Power kompresor yang dibutuhkan 3. C.O.P (H2 – H1) Tekanan Evaporator = 260 kPa Tekanan Kondensor = 950 kPa H1 = 238 kJ/kg H2 = 350 kJ/kg H3 = 375 kJ/kg Tekanan Evaporator = 260 kPa Tekanan Kondensor = 950 kPa H1 = 238 kJ/kg H2 = 350 kJ/kg H3 = 375 kJ/kg Diketahui: Suhu evaporator = -5oC Suhu kondensor = 40oC Beban refrigerasi = 20 ton Efisiensi Kompresor = 85% Hitung : 1. Laju aliran refrigerasi 2. Power kompresor yang dibutuhkan 3. C.O.P (20 ton) (303852 kJ/ton) = 24 hrs)(3600 s/hr)(350 – 238) kJ/kg Tekanan Evaporator = 260 kPa Tekanan Kondensor = 950 kPa H1 = 238 kJ/kg H2 = 350 kJ/kg H3 = 375 kJ/kg Diketahui: Suhu evaporator = -5oC Suhu kondensor = 40oC Beban refrigerasi = 20 ton Efisiensi Kompresor = 85% Hitung : 1. Laju aliran refrigerasi 2. Power kompresor yang dibutuhkan 3. C.O.P (20 ton) (303852 kJ/ton) m = 24 hrs)(3600 s/hr)(350 – 238) kJ/kg = 0.628 kg/s Kerja Compressor: m = 0.628 kg/s qw = m(H3 – H2) H1 = 238 kJ/kg H2 = 350 kJ/kg Kerja Condenser: H3 = 375 kJ/kg qc = m(H3 – H1) Kerja Evaporator qe = m(H2 – H1) Kerja Compressor: Tekanan absolut (kPa) P2 P1 40 c d f e -5 b qw = m(H3 – H2) Kerja Condenser: a qc = m(H3 – H1) Kerja Evaporator qe = m(H2 – H1) H1 H2 Specific enthalpy (kJ/kg) H3 m = laju aliran masa refrigerant (kg/s) H = enthlaphy refrigerant (kJ/kg refrigerant) q = laju kerja (kW) Pertimbangan Pemilihan Refrigerant: • Panas latent evaporasi: lebih tinggi lebih baik, karena jumlah refrigerant yang dibutuhkan lebih sedikit • Tekanan kondensasi: tekanan yang tinggi berarti memerlukan konstruksi pipa yang kuat • Suhu pembekuan: harus dibawah suhu evaporator • Temperatur kritis • Toxicity • Flammability • Corrosiveness • Stabilitas kimiawi • Deteksi kebocoran • Biaya Analisa Pendinginan Absorbsi q-g T-a T-g q-c W q-a T-a siklus tenaga T-e q-e sikklus pendiginan Gambar 6-3 Siklus absorbsi sebagai kombinasi siklus tenaga dan siklus pendinginan Siklus pendinginan absorbsi pada prinsipnya merupakan kombinasi dari 2 siklus, yaitu siklus tenaga dan siklus pendinginan. Siklus tenaga menghasilkan kerja yang dibutuhkan untuk melakukan proses pengempaan (kompresi) uap yang dihasilkan oleh evaporator. Siklus tenaga menerima panas qg pada suhu Ts, melepas energi W dalam bentuk kerja ke siklus pendinginan, dan melepas sejumlah qa energi ke lingkungan dalam bentuk panas pada suhu Ta. Siklus refrigerasi menerima kerja sebesar W dan menggunakannya untuk memompa sejumlah qe panas pada suhu pendinginan Tr kemudian melepaskan sejumlah qc panas pada suhu lingkungan Ta. COP : Rasio energi yang termanfaatkan terhadap kerja yang dilakukan. Dari definisi COP, untuk siklus tenaga berlaku persamaan, sedangkan untuk siklus pendinginan: q-g T-a T-g q-c W q-a T-a siklus tenaga T-e q-e sikklus pendiginan Gambar 6-3 Siklus absorbsi sebagai kombinasi siklus tenaga dan siklus pendinginan Koefisien penampilan (COP) siklus absorbsi ideal atau siklus pendinginan yang digerakkan dengan panas didefinisikan sebagai : Dari persamaan di atas dapat diambil beberapa kecenderungan, yaitu : - COP meningkat jika Tg meningkat - COP meningkat jika Te meningkat - COP menurun jika Ta menurun Contoh Soal 1 : Tentukan COP ideal sistem pendinginan absorbsi yang digerakkan dengan sumber panas bersuhu 100 oC, suhu pendinginan 5 oC dan suhu lingkungan 30 oC. COP Jawab : COP = (5+273.15)(100-30) / (100+273.15)(30-5) = 2.09 Chiller dibedakan pula berdasarkan tipe mesin kompresi dan refrigeran yang digunakan. Adapun jenis-jenis kompresor chiller antara lain adalah sentrifugal, torak (reciprocating), ulir (screw), dan scroll. Sedangkan refrigeran yang digunakan sangat beragam seperti R-22, R-I34a, R-410A, R-407C, hidrokarbon, dan lain-lain. Pertukaran panas pada sistem chiller water-cooled COP sebuah chiller diperoleh dari perbandingan kapasitas chiller dengan daya listrik yang digunakan. Daya listrik chiller dapat diperoleh dari pengukuran data kelistrikan. Sedangkan kapasitas chiller diperoleh dari pengukuran selisih temperatur air masuk dan keluar evaporator serta laju aliran air. Nilai COP chiller : Pada chiller tipe water-cooled, apabila pengukuran pada sisi evaporator tidak dapat dilakukan maka COP chiller dapat didekati melalui pengukuran pada sisi kondenser. Kapasitas pada kondenser adalah penjumlahan kapasitas chiller dengan konsumsi daya listriknya, yaitu: Kapasitas chiller adalah pengurangan kapasitas kondenser dengan konsumsi energi listriknya. Sehingga kinerja chiller menjadi: kinerja sistem secara keseluruhan menjadi: AcuanKinerjaChiller Berapa nilai kinerja chiller yang baik? Untuk menilai kinerja suatu chiller, dilakukan perbandingan dengan suatu nilai acuan. Adapun acuan yang dapat digunakan adalah: a. Nilai spesifikasi kinerja chiller itu sendiri, adalah nilai berdasarkan dokumen spesifikasi chiller atau data awal operasional chiller (commissioning data). Nilai ini berguna dalam menentukan penurunan kinerja chiller sesungguhnya. b. Nilai standar kinerja chiller, adalah nilai berdasarkan standar tertentu atau peraturan yang berlaku. Nilai ini berguna dalam menentukan tingkat efisiensi chiller. c. Nilai kinerja chiller baru yang ada di pasaran. Nilai ini berguna dalam menentukan peluang penghematan yang dapat dilakukan. Berdasarkan jurnal ASHRAE, kondisi kinerja chiller berdasarkan waktu Kinerja chiller berdasarkan ASHRAE Faktor Kinerja Chiller dan Pemborosan Energi a. Pembebanan chiller, umumnya karakteristik kinerja setiap chiller berdasarkan pembebanan kerja terhadap kapasitasnya. b. Kerusakan mesin chiller, seperti kerusakan pada gulungan motor atau terjadi keausan pada komponen yang bergerak. Kerusakan pada komponen utama chiller akan sangat mempengaruhi kinerja chiller. c. Modifikasi, seperti penggantian refrigeran R-22 dengan hidrokarbon atau penggantian komponen yang beda dengan aslinya. Penggantian komponen yang tidak sesuai dengan sifat kerja mesin atau lebih rendah kualitasnya mengurangi kapasitas dan kinerja chiller. Faktor Kinerja Chiller dan Pemborosan Energi d. Kesalahan pengaturan temperatur air chiller, hal ini disebabkan oleh kesalahan manusia atau kerusakan sistem pengaturan. Nilai temperatur pengaturan umumnya adalah nilai optimal kinerja chiller. e. Jumlah refrigeran kurang atau berlebih, hal ini disebabkan faktor pengisian atau kebocoran. Jumlah refrigeran menentukan tekanan kerja atas dan bawah mesin chiller. Sedangkan tekanan kerja chiller mempengaruhi kinerja chiller. f. Pengerakan (scaling) pada koil evaporator atau kondenser, pengerakan menyebabkan terhambatnya proses perpindahan panas antara air dan refrigeran. Apabila proses pertukaran ini terhambat maka kapasitas dan kinerja chiller terganggu. Faktor Kinerja Chiller dan Pemborosan Energi g. Debit air kurang, semakin besar air yang melewati evaporator atau kondenser maka semakin baik pula proses pertukaran panas antara air dan refrigeran. Sehingga apabila debit air kurang maka kemampuan pertukaran panas pun akan berkurang. h. Temperatur udara luar tinggi, faktor ini adalah faktor alami yang tidak dapat dihindari. Semakin tinggi temperatur udara luar semakin sulit untuk mendinginkan chiller. i. Sirkulasi udara pendingin kurang baik, hal ini terjadi di kondenser pada tipe air-cooled dan di menara pendingin pada tipe water-cooled. Sirkulasi yang buruk menyebabkan udara panas berkumpul di sekitar chiller atau menara pendingin. Akibatnya udara yang mendinginkan chiller atau yang masuk ke menara pendingin lebih tinggi dari udara luar. Di antara sumber-sumber penting pemborosan pada chiller, yaitu: a. Waktu operasional yang berlebih, seperti waktu menghidupkan chiller lebih cepat dari kebutuhan atau mematikannya melewati masa dibutuhkan sesungguhnya. b. Isolasi pipa yang tidak baik, hal ini menyebabkan terjadinya terbuangnya “dingin” pada saluran pipa distribusi air dingin.