Uploaded by Dayat

Tugas Filsafat Hukum; Aliran Historisme dan Utilitarianisme

advertisement
Filsafat Hukum: Aliran Historisme dan
Utilitarianisme
1. MUHAMMAD ASPHIAN ARWIN
B111 11 093
2. JUMINARTO MIRAJAD KAMARUDDIN
B111 10 305
3. MUH. FAHRI
B111 11164
4. RISKI FEBRISARI
B111 11 258
5. ANDI RINANTI
B111 11 252
6. NUR SYAMSINAR
B111 11 360
7. MUH. RYAN KACHFI
B111 11 254
8. SAMIR
B111 11 396
9. MAR’IE SELIRWAN NUR
B111 11 447
10. ERFIN DJAIS
B111 11 306
11. DEWI SARTIKA
B111 11 049
12. WINDYANI UMAR
B111 11 033
13. SUMARDI
B111 11 326
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Filsafat Hukum. Sebagaimana telah di sebutkan di atas, bahwa
penulis berusaha mengupas tentang Aliran Hukum mengenai Historisme Hukum
dan Utilitiarisme .
Penulis menyadari bahwa susunan dan materi yang terdapat dalam
makalah ini belumlah sempurna, namun semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi
menyempurnakan makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat memperluas pengetahuan
tentang hukum Islam khususnya dalam mempelajari sumber-sumber dan jenisjenis hukum Islam.
Makassar, 15 September 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... 1
Kata Pengantar ................................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................................. 3
Bab I Pendahuluan ............................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 5
1.4 Kegunaan Penulisan ............................................................................... 5
Bab II Pembahasan ............................................................................................. 6
2.1 Historisme .............................................................................................. 6
2.2 Bentuk-bentuk Ide Historisme ............................................................... 9
Bab III Penutup .................................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 13
3.2 Saran ....................................................................................................... 14
Daftar Pustaka .................................................................................................... 15
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Historisme
Istilah ilmu sejarah hukum (legal history) biasanya diasosiasikan dengan
satu paham pemikiran hukum yaitu mazhab sejarah dengan salah satu
eskponennya yang paling terkenal adalah Carl von Savigny disamping Burke,
Puchta dan Hugo. Mazhab sejarah menggambarkan sejarah sebagai tradisi,
kepercayaan dan bangsa; yang merupakan esensi pembentukan hukum secara
rasional.
Sedangkan
paham
pemikiran
mazhab
historisme
filosofis,
mengembangkan filsafat hukum tertentu dari evolusi sejarah melalui pakarpakarnya: Vico, Montesquieu, Hegel, Kohler, Spengler dengan pengembangannya
masing-masing secara berlain-lainan.
Hegel melihat dalam sejarah terjadi
penyingkapan ide secara bertahap, dari satu tahap ketidaksadaran masyarakat
primitif ke pencerminan diri yang merealisasikan kebebasan1.
Tiap bangsa menyumbangkan sesuatu untuk pembuatan jalan menuju ke
tujuan tersebut. Disinilah gagasan tentang “volkgeist” digunakan. Konsepsi Hegel
mengandung unsur-unsur filsafat hukum komparatif dan sejarah hukum, yang
memastikan hukum dalam hubungannya dengan jiwa yang khas dari fungsi
bangsa
tertentu.
Montesquieu
tidak
hanya
mengumpulkan
bahan-bahan
perbandingan mengenai undang-undang dan konstitusi-konstitusi dari negaranegara yang berbeda, namun ia pun memanfaatkan ketergantungan hukum dari
banyak faktor alam dan sosial ke dalam apa yang dinamakannya esprit de la
nation. Studi sejarah hukum memiliki ketergantungan terhadap pengetahuanpengetahuan lain di segala bidang, dan pada akhirnya akan berlanjut menuju
kepada ilmu hukum perbandingan (comparative law). Post mengadakan penelitian
perbandingan yang komprehensif tentang lembaga-lembaga hukum dari banyak
negara dalam periode yang berbeda-beda, sehingga akhirnya ia sampai kepada
suatu kesimpulan bahwa terjadi ketegangan pada umumnya antara dua kekuatan
1
Diakses dari http://hukumdankeadilandiindonesia.blogspot.com/2010/06/pengelompokankeluarga-hukum.html [15 September 2013]
4
yang bekerja dalam individu secara biologis; kekuatan-kekuatan egoistis yang
membuat individu tersebut menuntut hak-hak dan kekuatan-kekuatan moral yang
membuatnya merasa sebagai anggota dari kelompok sosial yang terikat pada
berbagai kewajiban.
1.2.Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu
1. Bagaimana sejarah perkembangan ajaran Historisme Hukum dan
Utilitiarianisme?
2. Bagaimana Bentuk-bentuk dari ide Historisme Hukum?
1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu
1.
Untuk memahami sejarah perkembanngan ajaran Historisme Hukum
Utilitiarianisme
2.
Untuk mengetahui Bentuk-bentuk dari ide Historisme Hukum
1.4.Kegunaan Penulisan
1. Untuk menggambarkan sejarah perkembanngan ajaran Historisme
Hukum Utilitiarianisme
2. Untuk mengetahui Bentuk-bentuk dari ide Historisme Hukum
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Historisme
Dalam mazhab sejarah, hukum tumbuh secara evolusioner dengan dipandu
jiwa bangsa, Mazhab sejarah muncul sebagai reaksi atas semangat kodifikasi pada
saat itu yg sangat identik dengan aliran positivism dimana mazhab sejarah lebih
identik dengan aliran hukum kodrat karena sama-sama mempunyai jiwa yakni
mazhab sejarah berjiwa bangsa nasional sedangkan aliran kodrat bersifat
universal. Jiwa bangsa adalah kehendak-kehendak umum masyarakat yang
terorganisasi dalam suatu negara yang bersifat khas dimana jika ingin diajarkan ke
negara lain maka hanya bungkus formalnya saja yang dapat dipindahkan
sedangkan rohnya tidak dapat dipindahkan karena setiap negara mepunyai jiwa
bangsa sendiri2.
Tokoh : Von Savigny Pokok-pokok pikirannya :

Tidak ada manusia individu yang ada manusia sosia

Hukum sesuatu yg supra indivudual, suatu gejala masyarakat,
terkait dengan kehidupan sejarah suatu masyarakat

Pada masyarakat primitif, hukum dibentuk tanpa rekayasa melalui
jiwa bangsa (volkgeist)

Jiwa bangsa terus dpelihara melalui keyakinan mendalam atas jiwa
bangsa dengan bantuan unsur politik dan unsure teknis.
Dalam mazhab sejarah, hukum tidak dapat dibuat tetapi tumbuh didalam
kehidupan masyarakat dimana hukum merupakan refleksi dari sosial budaya
masyarakat agar efektif sebagai social control. Oleh karna itu dalam historisme
hukum sangat menjunjung tinggi pluralise karena hukum merupakan suatu sistem
2
Von safigni, Filsafat Hukum, diakses dari http://filkumaniavonsavigny.blogspot.com/2010/11/jurnal-hukum-xiii.html [15 September 2013]
6
kultural yang bersumber pada jiwa bangsa yang terilhami oleh romantisme
hukum. Terdapat dilema dimana sejarah itu bukanlah bersifat ilmiah karena
menurut Paul Ricoeur, sejarah adalah suatu plot yang menghubungkan peristiwaperistiwa sehingga sejarah itu hanya milik seorang pemenang/pengarang sehingga
subjektifitas akan sangat berperan dalam hal ini sehingga sejarah tidak muncul
secara alamiah. Terdapat kelemahan dalam mazhab sejarah karena hukum akan
sangat sulit berkembang karena terlalu berorientasi pada masa lampau dan
walaupun berkembang dalam waktu yg cukup lama karena tergantung dari
perkembangan dari masyarakat itu sendiri.
MAZHAB HISTORIS HUKUM
Legal Historisme ( Mazhab Historis Hukum )
Pelopor aliran historis adalah Karl von Savigny ( 1799 – 1861 )
dan Maine ( 1822 – 1888 ). Savigny adalah seorang negarawan dan sejarawan
Prussia, yang mengupayakan pemahaman tentang hukum melalui penyelidikan
tentang volkgeist sendiri
atau the
soul
of
people (jiwa
rakyat).
Istilah volkgeist sendiri itu diperkenalkan pertyama sekali oleh murid savigny,
yaitu G. Puchta
G.Puchta mengemukakan bahwa :“ Law grows with the growth, and
strengthens with the strength of the people , and finally diesaway as the nation
loses its nationalty.”( Hukum itu tumbuh bersama – sama dengan pertumbuhan
rakyat, dan menjadi kuat bersama – sama dengan kekuatan dari rakyat, dan pada
akhirnya ia mati jika bangsa itu kehilangan kebangsaannya.) Hukum tidak berlaku
secara universal, karena hukum itu lahir dari “volkgeist” yang berbeda – beda
antara bangsa yang satu dengan bangsa lainnya,. Jadi, hukum hanya berlaku pada
suatu masyarakat tertentu. Ciri khas kaum historis hukum ini adalah
7
ketidakpercayaan mereka pada pembuatan undang – undang, ketidakpercayaan
mereka terhadap kodifikasi3.
Namun demikian, diakui oleh Savigny bahwa pengetahuan hukum –
hukum kuno itu merupakan syarat penting untuk mempelajari sejarah,
pengetahuan tentang hukum – hukum kuno itu merupakan dasar yang tidak dapat
ditinggalkan untuk mempelajari sejarah hukum, namun andaikata diatas fondasi
tersebut tidak didirikan suatu gedung, maka kesemuanya itu menjadi tak ada
gunanya. Menurut Allen (1958: 15 -16 ), pendekatan historis dalam ilmu hukum
merupakan suatu revolusi fakta terhadap khayalan. Yang dianggap sebagai
khayalan adalah konsep – konsep yang berasal dari pemikiran hukum alam. Bagi
penganut historisme, oleh karena hukum itu tumbuh dan berkembang, maka
berarti ada hubungan yang terus – menerus antara sistem yang ada kini dengan
yang ada pada masa silam. Dan oleh jarena itu, hukum yang berada kini mengalir
dari hukum yang ada sebelumnya atau hukum yang ada dizaman lampau. Dan
selanjutnya, hal itu mengandung makna bahwa hukum yang ada kini, dibentuk
oleh proses – proses yang berlangsung pada masa lampau.
“Hukum berkembang” terutama bermakna bahwa terdapat hubungan yang
erat, berkesinambungan antara hukum pada masa kini dan hukum pada masa
lampau. Istilah “Hukum Berkembang” mempunyai makna yang kedua, yaitu
bahwa hukum berubah. Berkembangnya, berubahnya dan hilangnya pranata –
pranata hukum, ditentukan oleh berbagai factor masyarakat, factor ekonomi,
factor politik, factor agama dan moralitas. Bagi pengkritik aliran historis ini,
mengemukakan
bahwa volkgeist tidak
lain
hanya
dugaan
atau
reifikasi
(pembenaran) dari abstraksi – abstraksi yang diragukan. Bagi pengecam
historisme, merupakan hal yang mustahil untuk membuktikan aksioma – aksioma
yang dirumuskan savigny berkenaan dengan “ jiwa bangsa ” dari suatu
masyarakat dan kreatifitasnya yang disangkakan. Kritik keras terhadap
konsep volkgeist dari penganut historisme, antara lain yang mengatakan bahwa
sifat antirasional dari volkgeist adalah jelas. Teori volkgeist mengangkat peran “
3
Ria Mifhatul Khoirinah, Mazhab Histori Hukum diakses dari http://foluinalauddin.blogspot.com/2012/09/mazhab-historis-hukum.html [15 September 2013]
8
alam bawah sadar ” dan instintif serta tampaknya menyepelekan peran akal dalam
pertumbuhan dan perkembangan hukum.
2.1.1
Sumber pertama yang dikemukakan pada abad ke-18 oleh para
peneliti sejarah
Pada abad ke-18 pengetahuan historis dinilai skeptis oleh Descrates.
Namun historis mengalami kemajuan sejak berlangsungnya masa Renaissance.
2.1.2. Sumber kedua yang diutarakan dalam teori tentang hukum alam di
Jerman
Sumber selanjutnya historisme ialah hukum alam seperti di kembangkan
di Jerman hukum alam di prancis serta Inggris. Hukum alam di jerman
memisahkan diri dari universalisme dalam hukum alam di eropa4.
Istilah historisme diartikan menurut cara2 yang selalu bertolak belakang
namun ada 4 arti yang paling penting yaitu :
1.
Historisme ditafsirkan sebagai anggapan bahwa seorang peneliti sejarah
harus memahami masa silam.
2.
Suatu tuntutan untuk dapat memberikan seorang sejarawan sebuah
pengahayatan terhadap sejrah itu sendiri sebagai pelaku sejarahnya.
3.
Historisme sering digunakan untuk menunjukkan sistem-sistem spekulatif
tentang sejarah.
4.
Historisme merupakan pendapat tentang pendekatan historis terhadap
suatu kenyataan.
2.2. Bentuk-Bentuk Ide Historisme
Ide historis selalu mengalami perwujudan yang bersifat unik dan
karakteristik.Ilmu historis selalu tidak menolak secara mentah pendekatan yang
4
Diakses dari http://sejarahdevit.blogspot.com/2011/10/filsafat-sejarah-historisme-dan.html [15
September 2013]
9
mencari keterangan kausal pada masa silam dengan bantuan ilmu sosial.
Pengkajian sejarah justru dilakukan untuk menampilkan perbedaan-perbedaan
antar kurun waktu yang telah terjadi. Ide historis mampu menggerakkan suatu
periode tidak dapat ditentukan secara apriori.
Contoh lain, sejarah hukum dengan comparative law mempunyai
hubungan yang sangat kompleks. Jika kita melakukan studi hanya secara sepintas,
maka kita akan cenderung tergiring untuk mengatakan bahwa studi sistem
comparative law tumbuh dalam suatu ruang/wilayah, sedangkan studi sistem
sejarah hukum dilakukan berdasarkan urut-urutan waktu. Namun jika dielaborasi
lebih jauh, ternyata hubungannya lebih dari hanya sekedar itu: pertama, seluruh
studi tentang sejarah hukum pasti menggunakan metode perbandingan. Sehingga
seorang sejarawan hukum tidak dapat melakukan penelitian terhadap suatu sistem
hukum, hanya kepada stu sistem yang dipilihnya saja atau hanya membuat
perbandingan-perbandingan secara parsial saja. Kedua, comparative law secara
luas ternyata akan meliputi pula sejarah hukum komparatif, hal ini terbukti ketika
sarjana-sarjana hukum romawi melakukan penelitian hukum terhadap seluruh
bidang hukum: hukum publik, hukum privat, ius gentium, ius civile, hukum
yunani, hukum negara-negara timur tengah, hukum masyarakat kuno lembah
mediterania, dll. Mitteis mengatakan bahwa tanpa memiliki perasaan sejarah, para
komparatis modern sekalipun tidak akan dapat memahami solusi-solusi bahwa
sejarah hukum sebenarnya akan terus mengaktualisasikan masa lalu melalui setiap
jengkal waktu, sehingga pada akhirnya perbedaan-perbedaan antara sejarah
hukum dengan comparative law nyaris hilang, bahwa perbedaan antara sejarah
hukum dan comparative law sebenarnya telah teredusir (reduced) dan hanya
melalui penelitian betul-betul cermat, perbedaan tajam antara sejarah hukum
komparatif sebagai vertical comparative law dengan penganut sistem modern
sebagai horizontal comparative law tersebut bisa tampak.
Sejarawan hukum di masa kini melihat hukum dan sejarah sebagai fully
interfused, mencoba menjelaskan konteks di luar hukum dan hal-hal tersembunyi
dari upaya-upaya pengembangan hukum.
Genzmer, sejarah hukum banyak
10
memberikan kontribusi melalui kritik dan evaluasi terhadap kebijakan
pengembangan hukum tersebut, dan inilah tujuan yang sangat prinsip dari
comparative law. Gambaran di atas menunjukkan bahwa ilmu sejarah hukum mau
tidak mau memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan lain,
karena keberadaan ilmu sejarah hukum tidak bisa dilepaskan dari dari
perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Seluruhnya berasal dari induk
ilmu pengetahuan yang sama, yaitu filsafat ilmu
Dalam doktrin ini, hukum perkembangan sejarah ditetapkan oleh
kehendak Tuhan. Ciri khusus inilah yang membedakan bentuk theistik dari
bentuk-bentuk lain historisisme. Misalnya, historisisme naturalistic mungkin
menganggap hukum perkembangan sebagai hukum alam, historisisme spiritual
akan memperlakukannya sebagai hukum perkembangan spiritual, seperti yang
lain, historisisme ekonomi juga akan memperlakukannya sebagai hukum
perkembangan ekonomi. Historisisme theistik bersepakat dengan bentuk-bentuk
historisisme yang lain tentang doktrin yang menyatakan adanya hukum-hukum
historis khusus yang dapat ditemukan. Dan berdasarkan pada hukum-hukum
historis itulah prediksi masa depan umat manusia disandarkan5.
Doktrin tentang orang-orang terpilih itu diyakini berasal dari bentuk tribal
kehidupan social. Tribalisme—suatu paham yang menekankan pada supremasi
kepentingan kelompok, individu tidak akan berarti apa-apa tanpa keberadan
kelompok – adalah elemen yang akan kita temukan dalam berbagai bentuk teoriteori historis. Bentulk-bentuk lain dari kehidupan social yang tidak lagi tribalis
mungkin masih menyisakan elemen kolektivisme : bentuk lain itu mungkin masih
menekankan signifikansi beberapa kelompok atau kolektif – seperti kelas – yang
tanpa keberadaannya individu tidak akan berarti apa-apa. Aspek lain dari doktrin
orang terpilih ini adalah begitu jauhnya tawaran akhir sejarahnya. Meski doktrin
ini menggambarkan akhir sejarah dengan beberapa tingkat batasan, kita harus
menempuh perjalanan panjang guna menggapainya. Dan perjalanan yang kita
5
Historisme dan Mitos Takdir. Diakses dari http://lapatuju.blogspot.com/2013/03/historisme-danmitos-takdir.html [15 September 2013]
11
tempuh itu bukan hanya jauh, tetapi juga ditepa angin besar, naik turun dan
bebelok-belok.
12
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
1. Pandangan ini merupakan ide lama, atau lebih merupakan seperangkat
gagasan yang keterkaitannya satu sama lain bersifat longgar, yang sayangnya
telah menjadi bagian besar dari atmosfir spiritual. Gagasan-gagasan historisis
ini biasanya diterima apa adanya, jarang dipetanyakan kembali. Pada sisi lain,
juga ada usaha untuk menunjukkan bahwa pendekatan historisis terhadap
ilmu-ilmu social mempunyai dampak buruk. Dan telah ada pula yang berusaha
member gambaran metode yang lain yang diharapkan mampu member hasil
yang lebih baik. Tetapi, jika historisisme merupakan metode cacat yang tidak
memberikan hasil apa-apa, mungkin ada gunanya melihat asal usul dan
keberhasilan mengurat-akarnya sikap ini. Pada saat yang sama, sketsa historis
yang diusahakan berbarengan dengan tujuan di atas dapat membantu
menganalisa varietas ide-ide yang secara gradual terakumulasi di sekitar
doktrin hitorisis yang terpusat-doktrin yang menyatakan bahwa sejarah itu
dikendalikan oleh hukum historis spesifik atau evolusioner, dan penemuan
hukum tersebut akan memudahkan kita meramal takdir manusia.
2. Historisisme, yang sejauh ini dikarakteristikkan hanya dalam bentuk yang
agak abstrak, secara gamblang bisa diilustrasikan oleh salah satu bentuk
termudah yang sekaligus menjadi bentuk tertuanya ,yaitu doktrin tentang
orang-orang terpilih. Doktrin ini adalah salah satu upaya memahami sejarah
lewat penafsiran theistik, yaitu lewat pengakuan bahwa Tuhan adalah
sutradara drama yang dimainkan di panggung sejarah. Secara lebih spesifik,
teori orang-orang terpilih ini mengasumsikan bahwa Tuhan telah memilih
seseorang untuk berfungsi sebagai instrumen terpilih dari kehendakNya, dan
orang inilah yang akan mewarisi dunia.
13
1.2.Saran
Salah satu kritik terhadap ajaran historis ini adalah karena memberikan
nilai yang terlalu tinggi terhadap jiwa bangsa sebagai sumber hukum. Padahal
“ukuran jiwa bangsa” di dalam suatu masyarakat modern yang kompleks
sangatlah abstrak dan sukar didefinisikan. Selain itu, iklim globalisasi sudah
semakin menyulitkan bagi kita untuk membuat ukuran jiwa bangsa.
14
DAFTAR PUSTAKA
Historisme dan Mitos Takdir. Diakses dari
http://lapatuju.blogspot.com/2013/03/historisme-dan-mitos-takdir.html [15
September 2013]
http://hukumdankeadilandiindonesia.blogspot.com/2010/06/pengelompokankeluarga-hukum.html [15 September 2013]
http://sejarahdevit.blogspot.com/2011/10/filsafat-sejarah-historisme-dan.html [15
September 2013]
Ria Mifhatul Khoirinah, Mazhab Histori Hukum diakses dari http://foluinalauddin.blogspot.com/2012/09/mazhab-historis-hukum.html [15
September 2013]
Von safigni, Filsafat Hukum, diakses dari http://filkumaniavonsavigny.blogspot.com/2010/11/jurnal-hukum-xiii.html [15 September
2013]
15
Download