1 CONTINUAL IMPROVEMENT KINERJA INSTALASI FARMASI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Oleh: ARUM WULAN HANDAMARI D 0105044 SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan seharusnya menjadi prioritas organisasi dalam mempertahankan eksistensinya. Terlebih dewasa ini, seiring dengan kompetisi global yang semakin ketat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat kian kritis terhadap pelayanan yang diterima. Dalam kondisi demikian, hanya organisasi yang mampu memberikan pelayanan berkualitas lah yang akan memperoleh kepercayaan dari pelanggan (customer). Dengan kata lain, apabila organisasi menginginkan kepercayaan dari pelanggan dan terlebih memberikan kepuasan bagi mereka, maka pelayanan yang berkualitas harus diprioritaskan. Sedangkan organisasi dengan pelayanan yang buruk harus bersiap menghadapi sulitnya kompetisi dengan organisasi lain yang pada akhirnya berdampak pada keterpurukan organisasi itu sendiri. Salah satu hal yang selama ini menjadi masalah adalah pelayanan publik secara umum belum mampu memberikan kepuasan bagi para pelanggannya. Menurut survey yang dilakukan oleh Center for Population Policy Studies Universitas Gajah Mada (UGM) terhadap pelayanan publik, hal tersebut dikarenakan bahwa acuan yang digunakan aparatur dalam pemberian pelayanan, khususnya acuan kepuasan masyarakat hanya berkisar 16 % saja, selebihnya pelayanan didasarkan peraturan/juklak (80%), inisiatif sendiri (3%) serta visi dan 3 misi (1%). Akibatnya aparatur terbelenggu untuk melakukan daya inovasi dan kreasi dalam pelayanan publik serta berdampak pada ketidakpuasan masyarakat sebagai pengguna layanan. (Lijan Poltak Sinambela, 2006: 117-118) Seiring dengan kondisi demikian, maka organisasi mulai menyadari akan pentingnya peningkatan kualitas pelayanan dipacu oleh adanya penerapan Total Quality Management (TQM). Konsep TQM ini pada dasarnya menekankan pada perbaikan berkesinambungan (continual improvement) pada setiap proses organisasi untuk mencapai kepuasan pelanggan. Menurut Zulian Yamit ( 2005: 77-78), kepuasan pelanggan hanya dapat dicapai apabila organisasi memperhatikan apa yang diinginkan pelanggan dan memperhatikan apa yang diinginkan pelanggan berarti kualitas produk dan jasa pelayanan yang dihasilkan ditentukan oleh pelanggan pula. Dari hal tersebut, tentu saja pelayanan yang diinginkan pelanggan merupakan sesuatu yang bermutu baik sehingga mampu memberikan kepuasan bagi mereka dan di saat inilah konsep TQM dapat bermanfaat sebagai strategi dalam menciptakan pelayanan yang bermutu tersebut. Dalam konsep TQM, untuk menciptakan pelayanan yang bermutu, oganisasi harus pula memperhatikan adanya perbaikan berkesinambungan (continual improvement). Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana dalam buku “Total Quality Management” (2001: 262), memberikan penjelasan perbaikan berkesinambungan sebagai suatu usaha konstan untuk mengubah dan membuat sesuatu menjadi lebih baik. Sedangkan Rudi Siardi (2003: 57), menjelaskan secara 4 lebih rinci pengertian perbaikan berkesinambungan (continual improvement) sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan continous improvement sebagai berikut: “…Sesuatu yang berbeda jika dibandingkan pada ISO 1994, yang didasari continous improvement. Pada continous improvement terjadi proses pendekatan yang terus menerus dan dilakukan dengan segera setelah terjadi penyempurnaan. Hal ini akan menjadi standar dan tantangan untuk melakukan penyempurnaan lagi. Peningkatan yang baru dilakukan, direvisi dan diganti untuk mencapai nilai baru dan lebih baik. Dengan kata lain, terjadi peningkatan yang terus menerus yang tiada pernah berhenti. Tetapi, pada pelaksanaannya seringkali hasil peningkatan tersebut belum familiar bagi pemakainya sehingga ketika dilakukan peningkatan lagi akan makin menyulitkan. Karena itu pada edisi baru bentuk peningkatan diganti dari continous menjadi continual. Dengan continual improvement, setelah dilakukan peningkatan pertama kali, maka sebelum ditingkatkan terlebih dahulu dilakukan stabilisasi. Bila stabilisasi sudah berjalan baru dilanjutkan dengan meningkatkan standar”. ISO 9000 merupakan bagian dari standar mutu untuk mengoptimalkan efektivitas mutu suatu organisasi melalui perbaikan berkesinambungan. ISO 9000 merupakan strategi yang ampuh bagi organisasi karena banyak manfaat yang didapat dari penerapan standar mutu tersebut. Menurut Rudi Siardi (2003: 31-32), manfaat penerapan standar mutu ISO 9000 terbagi menjadi 2, yaitu pertama,manfaat yang sulit diukur diantaranya yaitu membuat sistem kerja dalam suatu perusahaan menjadi standar kerja yang terdokumentasi, adanya jaminan bahwa perusahaan itu mempunyai sistem manajemen mutu dan produk yang diinginkan sesuai dengan keinginan pelanggan, menjamin bahwa proses yang dilaksanakan sesuai dengan manajemen mutu yang diharapkan,dan sebagainya. Kedua, manfaat yang mudah diukur seperti pengambilan keputusan oleh pihak manajemen yang berwenang yang kemudian disebarluaskan, biaya operasional 5 berkurang, mengurangi corrective action serta mengurangi jumlah keluhan pelanggan. RSUD Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta merupakan salah satu organisasi yang mempunyai kesadaran akan pentingnya kualitas pelayanan yang dipacu dengan adanya penerapan TQM. Sebagai organisasi pelayanan publik yang mempunyai peran dalam bidang pelayanan kesehatan yang memiliki status sebagai rumah sakit rujukan wilayah Eks Karisidenan Surakarta dan sekitarnya, RSDM Surakarta berupaya mengedepankan kualitas pelayanan agar mampu memberikan kepuasan bagi para pelanggannya. Atas upayanya tersebut, pada tanggal 19 Juni 2007 RSDM Surakarta mampu meraih sertifikasi ISO 9001:2000 yang merupakan bagian dari standar mutu ISO 9000 dan lembaga register yang memberikan sertifikasi untuk RSDM Surakarta adalah SGS Internasional. Dengan diperolehnya sertifikasi ISO 9001:2000 diharapkan RSDM Surakarta mampu memberikan pelayanan yang berkualitas sehingga secara berkesinambungan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai pelanggan. Keberhasilan penerapan standar mutu ISO 9001:2000 melalui perbaikan berkesinambungan terhadap pelayanan seperti halnya yang dilakukan RSDM Surakarta nantinya, akan memberikan kesempatan yang besar bagi peningkatan kinerja pelayanan serta mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Gubernur Jateng Mardiyanto pada saat penyerahan penghargaan ISO 9001:2000 kepada direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dr Mardiyatmo Sp Rad di Grhadika Bakti Praja Semarang 6 yang mengatakan, “Pelaksanaan ISO merupakan upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntutan pasar. Selain itu, guna memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rumah sakit pemerintah”. Sekda Jateng Mardjijono juga memberikan pernyataan bahwa, ''Maksud pencanangan ISO 9001:2000 yakni agar kualitas pelayanan kesehatan dapat diukur melalui sistem manajemen mutu, sehingga masyarakat sebagai obyek pelayanan merasa puas. (http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com) Ruang lingkup penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 di RSDM Surakarta meliputi Instalasi Rawat Inap Paviliun Cendana, Laboratorium, Instalasi Farmasi, Instalasi Radiologi dan Instalasi Bedah Sentral. Instalasi Farmasi menjadi salah satu ruang lingkup dalam pelaksanaan ISO 9001:2000 di RSDM Surakarta karena Instalasi Farmasi mempunyai peran penting sebagai instalasi yang melakukan pelayanan penunjang medis di bidang perbekalan farmasi kepada pasien maupun instalasi terkait di rumah sakit. Di samping itu, pelayanan farmasi rumah sakit menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan farmasi di RSDM Surakarta meliputi, pasien rawat jalan dilayani di apotek rawat jalan (sub instalasi farmasi apotek rawat jalan); pasien rawat inap dilayani di apotek rawat inap (sub instalasi farmasi apotek rawat inap); 7 pasien Instalasi Gawat Darurat (IGD) dilayani di apotek IGD (sub instalasi farmasi apotek IGD); pelayanan perbekalan farmasi yang tidak diresepkan seperti x-ray film,fixer,developer,dll, dilayani melalui sub instalasi farmasi pelayanan kebutuhan ruangan; perbekalan farmasi yang tidak tersedia di pasaran atau memerlukan pengemasan kembali dilaksanakan oleh sub instalasi farmasi produksi farmasi. Pelayanan lainnya, staf instalasi farmasi bersama staff laboratorium farmasi kedokteran terlibat pendidikan dokter muda Fakultas Kedokteran UNS, mahasiswa tingkat profesi Fakultas Farmasi beberapa Universitas di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta serta siswa Sekolah Menengah Farmasi di Surakarta dikoordinasi oleh sub instalasi farmasi administrasi dan pendidikan. Dengan diterapkannya sistem manajemen mutu ISO 9001:2000, Instalasi Farmasi dituntut untuk selalu meningkatkan kualitasnya. Peningkatan kualitas tersebut dapat tercapai apabila terdapat peningkatan kinerja dari seluruh elemen atau pihak yang ada di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta sebagai bagian dari prosesnya. Hal tersebut dikarenakan bahwa kinerja sangat berpengaruh terhadap tercapainya visi dan misi RSDM Surakarta . Dengan kinerja yang baik tentunya visi dan misi organisasi menjadi lebih mudah terealisasi. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan mengenai kinerja. Dengan adanya pengetahuan kinerja, maka RSDM Surakarta dapat mengetahui kelebihan serta kekurangan yang ada sehingga dapat menjadi bahan masukan sekaligus evaluasi terhadap perbaikan kinerja selanjutnya sehingga nantinya peningkatan kualitas dapat tercapai. 8 Tetapi dalam kenyataannya, pelayanan di Instalasi Farmasi masih mengalami beberapa kendala yang menyebabkan ketidakpuasan para pelanggan. Hal ini terlihat dalam dari hasil pengukuran kepuasan pelanggan terhadap pelayanan farmasi pasien rawat inap yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSDM Surakarta pada bulan Oktober 2008: Tabel 1.1 Rekapitulasi Evaluasi Kepuasan Pelanggan Pelayanan Farmasi di RSDM Surakarta Bulan Oktober 2008 Penilaian N o 1 Variabel b. Kemampuan Petugas menyelesaika n masalah c Kelengkapan obat di apotek SP (5) P (4) CP (3) KP (2) STP (1) 10 15 12 7 6 50 15 15 7 7 6 10 21 6 11 20 25 5 29 25 15 20 % PP SP P CP KP ST P 50 50 60 36 14 6 50 60 75 60 21 14 2 50 62 50 84 18 0 0 50 90 100 100 5 1 0 50 88 95 9 4 2 50 70 75 Tingkat Kinerja Asli Skala 10 166 2,96 6,39 6 176 1,02 6,77 22 2 176 1,02 6,77 15 0 0 215 1,24 8,27 100 15 2 0 212 1,22 8,16 80 27 8 2 192 1,11 7,39 Pelayanan a. Kesopanan petugas b. Kemampuan petugas menolong dan melayani 3 Total Nilai Bobo t Kinerja Pelayanan a. Kecepatan waktu pelayanan 2 Nilai x Bobot Nilai Empati a. Pemahaman petugas atas kebutuhan 9 pelanggan b. Kemudahan petugas untuk dihubungi 4 10 20 15 4 1 50 60 17 25 6 2 0 50 84 20 18 10 1 1 50 76 50 80 45 8 1 85 100 18 4 0 100 72 30 2 680 736 225 74 184 1,06 7,08 207 1,19 7,96 1 205 1,18 7,89 18 1733 Fasilitas a. Fasilitas fisik apotek b. Kebersihan ruangan Jumlah Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Jumlah pelanggan yang mempunyai nilai kepuasan tinggi: 81,71% Keterangan SP(5) : Sangat Puas, Bobot Nilai:5 P(4) : Puas, bobot nilai:4 CP(3) : Cukup Puas, bobot nilai:3 KP(2) : Kurang Puas, bobot nilai:2 STP(1) : Sangat Tidak Puas, bobot nilai:1 % PP : Prosentase Pelanggan Puas Dari Tabel 1.1 diatas dapat dijelaskan bahwa pada bulan Oktober 2008, pengukuran kepuasan pelanggan menunjukkan 81,71% pelanggan puas terhadap semua kriteria yang ditanyakan. Hal tersebut belum sesuai dengan sasaran kualitas Instalasi Farmasi yaitu 90% pelanggan puas. Dilihat dari kinerja pelayanan, variabel yang mempunyai nilai terendah adalah kecepatan waktu pelayanan. Rendahnya nilai kinerja ini berhubungan dengan berkurangnya anggaran penggunaan obat pada akhir tahun anggaran, sehingga dalam memenuhi permintaan resep harus dicarikan dulu ke outlet lain atau ke apotek pelengkap, dimana hal tersebut memerlukan waktu yang akibatnya kepuasan pelanggan 10 terhadap kecepatan waktu pelayanan menjadi rendah. Berkurangnya anggaran obat tersebut juga menyebabkan kelengkapan obat di sub instalasi cendana menjadi kurang karena gudang farmasi mulai kesulitan dalam pengadaan obat. Adapun sasaran mutu dan target Instalasi Farmasi yaitu, dalam melayani pasien, Instalasi Farmasi memiliki target dan sasaran mutu yang dapat memberikan kepuasan terhadap para pasien. Instalasi Farmasi mentargetkan 90 % pasien puas dengan pelayanan yang mereka lakukan. Kepuasan pasien tersebut diukur dengan angket kepuasan pelanggan ( kuisioner ) yang dilakukan evaluasi setiap 6 bulan sekali. Untuk proses internal respon time dilakukan dengan waktu antara 15–30 menit setiap pelayanan resep bagi pasien non askes dan waktu antara 41-45 menit bagi pasien askes. Meskipun masih dijumpai kendala yang ditunjukkan dengan hasil pengukuran kepuasan pelanggan terhadap pelayanan farmasi pasien rawat inap yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSDM Surakarta di atas, akan tetapi proses internal Instalasi Farmasi telah berjalan baik. Hal tersebut sesuai dengan laporan sasaran mutu proses internal di bawah ini: 11 Tabel 1.2 Laporan Pencapaian Sasaran Mutu Proses Internal Instalasi Farmasi Bulan Juli-September 2008 Parameter N o 1 2 3 Respon Time Perhitungan Resep Non Racikan Non Askes Perhitungan Resep Racikan Non Askes Perhitungan Resep Askes Ruang Jumlah Lembar Bulan (Jumlah Waktu dalam Menit) Juli Agustus September Jumlah Waktu Respon Time Respon Time Ratarata Per Lembar Cendana I 30 145 137 148 430 14,33 Cendana II 30 139 147 144 430 14,33 Cendana III 30 146 140 146 432 14,40 Cendana I, II, III 10 83 80 114 277 27,7 27,7 Apotik Pelengkap 20 288 279 240 807 40,35 40,35 Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Dari hasil perhitungan respon time terlihat bahwa untuk respon time pelayanan resep untuk jenis racikan dan non racikan telah memenuhi target atau sasaran mutu. Untuk resep non racikan sebesar 14,39 menit dan resep racikan 27,7 menit (sasaran mutu resep non racikan:15 menit sedangkan resep racikan 29 menit). Waktu pelayanan untuk pasien askes juga menunjukkan bahwa sasaran mutu bisa tercapai dimana respon time yang terdapat dari hasil perhitungan adalah 40,35 menit (sasaran mutu:42 menit). Dengan melihat kondisi tersebut dimana terdapat sasaran mutu yang telah memenuhi target tentunya pihak management di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta telah menerapkan continual improvement kinerja dalam prosesnya. 14,36 12 Untuk selanjutnya continual improvement tetap diperlukan agar sasaran mutu yang telah memenuhi target tersebut dapat ditingkatkan lagi sehingga kualitas pelayanan dapat tercapai. Sedangkan masih terdapatnya sasaran mutu yang belum terpenuhi, maka continual improvement diperlukan agar kedepannya pihak Instalasi Farmasi RSDM Surakarta mampu menemukan penyebab untuk kemudian dicari solusi untuk perbaikan sasaran mutu tersebut. Karena adanya masalah tersebut maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengajukan perumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta ?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Operasional Untuk mengetahui bagaimana continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. 2. Tujuan Individu Untuk memenuhi syarat dalam meraih gelar Sarjana sosial, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 13 D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang administrasi khususnya tentang continual improvement kinerja. 2. Menjadi bahan masukan sekaligus evaluasi bagi RSDM Surakarta dalam upaya perbaikan berkesinambungan kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta berikutnya. 3. Dengan adanya upaya continual improvement kinerja, Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. 4. Bagi penulis, dapat bermanfaat sebagai media latihan serta menambah wawasan khususnya berkaitan dengan continual improvement kinerjanya. E. Landasan Teori 1. Continual Improvement Dalam Kamus Lengkap Inggris Indonesia, continual berarti secara terus menerus, berkesinambungan, kontinyu. Sedangkan improvement berarti perbaikan, kemajuan. Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001:262), istilah continual improvement tersebut diartikan sebagai perbaikan berkesinambungan yaitu merupakan suatu usaha konstan untuk mengubah dan membuat sesuatu menjadi lebih baik. Perbaikan berkesinambungan merupakan salah satu unsur paling fundamental dari total quality management. Konsep 14 perbaikan berkesinambungan diterapkan baik terhadap proses maupun orang yang melaksanakan. Sedangkan Vincent Gaspersz (2006:81) menyebutnya sebagai peningkatan terus menerus yaitu sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya terus-menerus meningkatkan efektivitas dan/atau efisiensi organisasi untuk memenuhi kebijakan dan tujuan dari organisasi itu. Peningkatan terus menerus membutuhkan langkah-langkah konsolidasi yang progresif, menanggapi perkembangan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, dan akan menjamin evolusi dinamik dari sistem manajemen kualitas. Rudi Siardi (2003: 57), menjelaskan secara lebih rinci pengertian perbaikan berkesinambungan (continual improvement) sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan continuous improvement sebagai berikut: “…Sesuatu yang berbeda jika dibandingkan pada ISO 1994, yang didasari continuous improvement. Pada continuous improvement terjadi proses pendekatan yang terus menerus dan dilakukan dengan segera setelah terjadi penyempurnaan. Hal ini akan menjadi standar dan tantangan untuk melakukan penyempurnaan lagi. Peningkatan yang baru dilakukan, direvisi dan diganti untuk mencapai nilai baru dan lebih baik. Dengan kata lain, terjadi peningkatan yang terus menerus yang tiada pernah berhenti. Tetapi, pada pelaksanaannya seringkali hasil peningkatan tersebut belum familiar bagi pemakainya sehingga ketika dilakukan peningkatan lagi akan makin menyulitkan. Karena itu pada edisi baru bentuk peningkatan diganti dari continuous menjadi continual. Dengan continual improvement, setelah dilakukan peningkatan pertama kali, maka sebelum ditingkatkan terlebih dahulu dilakukan stabilisasi. Bila stabilisasi sudah berjalan baru dilanjutkan dengan meningkatkan standar”. 15 Dari berbagai pendapat ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian continual improvement adalah suatu proses yang berfokus pada upaya terus-menerus untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik. 2. Kinerja Kinerja menurut Lembaga Administrasi Negara didefinisikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi. (Joko Widodo, 2005:79) Menurut Joko Widodo sendiri (2005:79), kinerja pada hakikatnya berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalam menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selain itu, John Waihmore dalam Lijan Poltak Sinambela (2006:138) mengemukakan bahwa kinerja merupakan ekspresi potensi seseorang dalam memenuhi tanggung jawab dengan menetapkan standar tertentu. Sementara menurut Bastian dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan (2005:175), kinerja organisasi merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi tersebut. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa kinerja organisasi dapat diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dari orang atau 16 sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi. 3. Continual Improvement Kinerja Continual improvement dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya terus-menerus untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Sedangkan pengertian kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dari orang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi. Berdasarkan dua pengertian di atas maka pengertian continual improvement kinerja dapat disimpulkan sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya terus menerus untuk memperbaiki atau meningkatkan pencapaian tugas dari seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi dapat tercapai. Membahas mengenai continual improvement kinerja tidak terlepas dari peningkatan proses terus-menerus karena keduanya saling berkaitan, dimana continual improvement kinerja merupakan salah satu bagian dari peningkatan proses terus-menerus. Dengan adanya analisis mengenai kinerja maka menjadi landasan untuk peningkatan proses terus-menerus sehingga dalam hal ini analisis kinerja berperan dalam mengendalikan proses. Oleh karena itu, penulis perlu menjelaskan tentang peningkatan proses terus-menerus. Terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai pengertian proses. Proses menurut Vincent Gasperz (2003:77), didefinisikan sebagai berikut: 17 “Integrasi sekuensial dari orang, material, metode, dan mesin atau peralatan dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk pelanggan”. Sedangkan proses dalam ISO 9001:2000 ( Rudi suardi, 2003:52) diartikan sebagai: “Kumpulan aktivitas yang saling berhubungan/mempengaruhi, dimana berubahnya input (material, persyaratan, peralatan, instruksi) menjadi output (barang, jasa)”. Selain itu, M.N. Nasution (2001:80) mengartikan proses sebagai: “Sekumpulan aktivitas kerja yang saling berhubungan guna mentransformasikan sumber-sumber input menjadi produk untuk pelanggan”. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa proses merupakan aktivitas berubahnya input menjadi output. Kemudian mengacu kesimpulan mengenai pengertian continual improvement (perbaikan berkesinambungan/peningkatan terus-menerus) seperti dijelaskan dimuka sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya terusmenerus untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik, maka oleh penulis peningkatan proses terus-menerus didefinisikan sebagai aktivitas yang berfokus pada upaya terus-menerus mengubah input menjadi output agar menjadi lebih baik. Dalam penelitian ini selanjutnya akan diulas lebih jauh tentang continual improvement kinerja yang digambarkan melalui peningkatan proses terus-menerus. Tenner dan De Toro dalam Vincent Gasperz (2003:79-85) mengemukakan suatu model peningkatan proses secara terus menerus yang terdiri dari enam langkah sebagai berikut: 18 a). Mendefinisikan Masalah dalam Konteks Proses. Model peningkatan proses dimulai dari penetapan sistem mana yang terlibat, agar usaha-usaha dapat terfokus pada proses bukan output. Aktivitas spesifik dalam langkah ini adalah: Identifikasi output. Identifikasi pelanggan. Definisi kebutuhan pelanggan. Identifikasi proses yang menghasilkan output ini. Identifikasi pemilik proses. b). Identifikasi dan Dokumentasi Proses Diagram alir (flowcart) merupakan alat yang umum dipergunakan untuk mendeskripsikan proses. Pembuatan diagram alir pada proses memungkinkan untuk melakukan empat aktivitas perbaikan berikut: Mengidentifikasi peserta dalam proses. Memberikan kepada semua peserta proses suatu pemahaman umum tentang semua langkah proses dan peranan individual mereka. Mengidentifikasi inefisiensi, pemborosan dan langkah-langkah redundant (berlebihan atau tidak perlu) dalam proses. Menawarkan suatu kerangka kerja untuk mendefinisikan kerangka proses. 19 Proses yang telah diidentifikasi harus didokumentasikan dengan baik agar dapat dipergunakan sebagai bahan informasi yang berguna dalam peningkatan proses secara terus-menerus. c). Mengukur Kinerja Mengukur kinerja dimaksudkan untuk dapat melihat bagaimana suatu sistem sedang berjalan baik atau jelek. Ukuran-ukuran kinerja didefinisikan dan dievaluasi dalam konteks ekspektasi pelanggan. Dengan kata lain, setiap ukuran kinerja yang dipergunakan harus mengarah pada ekspektasi atau kebutuhan pelanggan. Pada dasarnya pengukuran kinerja dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu proses, output dan outcome (Vincent Gasperz, 2003:126128) sebagai berikut: a. Pengukuran pada tingkat proses Mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok (Supplier) yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran pada tingkat ini adalah mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses, dan menggunakan ukuranukuran ini untuk mengendalikan operasi serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau diserahkan kepada pelanggan. b. Pengukuran pada tingkat output Mengukur karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan dengan spesifikasi karakteristik yang diinginkan pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit produk yang tidak memenuhi spesifkasi tertentu yang ditetapkan (banyak produk cacat), tingkat efektivitas dan efisiensi produksi, kualitas dari produk yang dihasilkan,dll. c. Pengukuran pada tingkat outcome Mengukur bagaiman baiknya suatu produk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Pengukuran pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam pengukuran kinerja kualitas. Beberapa contoh ukuran pada 20 tingkat outcome adalah banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat ketepatan waktu penyerahan produk sesuai dengan waktu yang dijanjikan,dll. d). Memahami Mengapa Suatu Masalah dalam Konteks Proses Terjadi Ketiadaan data menimbulkan kesulitan untuk memahami mengapa suatu sistem berjalan seperti itu sehingga kinerjanya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Masalah adalah deviasi atau penyimpangan yang terjadi antara kinerja yang diharapkan (sasaran) dengan kinerja actual (hasil actual). Agar langkah-langkah peningkatan proses terus menerus dapat berjalan dengan efektif dan efisien, setidaknya terdapat tiga hal yang harus dipahami. Pertama, memahami apa yang menjadi masalah utama dalam proses tersebut. Kedua, memahami hal-hal yang menjadi masalah dalam proses tersebut. Ketiga, memahami apa yang menjadi sumber variasi dalam masalah tersebut. Variasi merupakan ketidakseragaman dalam sistem sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas. e). Mengembangkan dan Menguji Ide-ide Ide-ide dalam peningkatan proses harus ditujukan langsung pada akar penyebab masalah. Agar ide-ide untuk peningkatan proses secara terus menerus berjalan efektif maka ide itu harus diuji terlebih dahulu sebelum diimplementasikan. 21 f). Implementasi Solusi dan Evaluasi Langkah keenam dalam model peningkatan proses ini dimulai dengan perencanaan dan implementasi perbaikan yang diidentifikasi dan diuji dalam langkah kelima. Langkah enam melanjutkan untuk mengukur dan mengevaluasi efektivitas dari proses yang diperbaiki itu. Informasi yang diperoleh dijadikan umpan balik untuk melaksanakan peningkatan selanjutnya, sehingga diperoleh suatu perbaikan proses secara terus menerus. Gambar 1.1 Model peningkatan Proses Secara Terus-menerus Langkah 1: Definisi Masalah Langkah 2: Identifikasi dan dokumentasi Poses Langkah 3: Mengukur Kinerja Umpan Balik Langkah 4: Memahami Mengapa? Langkah 5: Mengembangkan dan Menguji Ide-ide Langkah 6: Implementasi Solusi dan Evaluasi Selain itu, Montgomey mengemukakan suatu model perbaikan proses dalam versi lain dimana model yang dikemukakan ini merupakan model perbaikan kualitas yang tetap berorientasi pada perbaikan proses 22 sebagaimana ditunjukkan oleh gambar di bawah ini (M.N. Nasution, 2001:83) : Gambar 1.2 Model Perbaikan Proses Input Pemasok Proses Output Pelanggan Pengukuran Pengujian dan Evaluasi Identifikasi Kecacatan Menghilangkan Penyebab kecacatan Cacat Akar Penyebab Mengembangkan Tindakan Analisis Penyebab Kecacatan Korektif Model perbaikan proses ini mempelajari keseluruhan rantai pemasok dengan pelanggan, sehingga kebutuhan pelanggan merupakan masukan dari industri untuk diteruskan pada pemasok. Pengukuran dilakukan pada keseluruhan sistem, sehingga apabila ditemukan ada kecacatan atau kegagalan, kegagalan atau kecacatan itu harus diidentifikasi, untuk selanjutnya dianalisis penyebab kecacatan atau kegagalan yang terjadi dalam proses secara keseluruhan. Hasil temuan berupa akar penyebab kegagalan atau kecacatan itu kemudian dihilangkan melalui pengembangan tindakan korektif. Pada akhirnya, tindakan pengujian dan evaluasi harus dilakukan untuk menguji dan mengevaluasi apakah tindakan korektif yang dilakukan itu efektif menghilangkan penyebab kegagalan atau kecacatan yang terjadi dalam proses. 23 Sedangkan Vincent Gasperz (2003:160), mengemukakan program peningkatan kualitas dengan menggunakan langkah-langkah berikut: a) Memilih dan menetapkan program perbaikan kualitas. b) Mengemukakan mengapa memilih program tersebut. c) Melakukan analisis situasi melalui pengamatan situasional. d) Melakukan pengumpulan data selama beberapa waktu. e) Melakukan analisis data. f) Menetapkan rencana perbaikan melalui penetapan sasaran perbaikan kualitas. g) Melaksanakan program perbaikan selama waktu tertentu. h) Melakukan studi penilaian terhadap program perbaikan kualitas itu. i) Mengambil tindakan korektif atas penyimpangan yang terjadi atau standardisasi terhadap aktivitas yang sesuai. Langkah-langkah strategi perbaikan kualitas yang dikemukakan di atas mengikuti siklus deming (PDSA) seperti ditunjukkan dalam gambar di bawah ini: 24 Gambar 1.3 Strategi Perbaikan Kualitas Mengikuti Siklus Deming PDSA Rencana (Plan, P) Laksanakan (Do, D) Studi (Study, S) Sesuai(Mencapai sasaran? Tidak Ya Tindakan (Act,A) Standardisasi Tindak Lanjut Tindakan (Act,A) Koreksi Peningkatan/ perbaikan Metode peningkatan terus-menerus menurut siklus Deming PDSA tersebut di atas akan dijelaskan dalam tahap-tahap sebagai berikut (Fandy Tjiptono, 1996:277-279): 1) Tahap Perencanaan (Plan) Meliputi penjelasan studi yang akan dilakukan, tes untuk perubahan proses, atau eksperimen yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya. Dalam tahap perencanaan ini, meliputi semua daftar yang diperlukan untuk melaksanakan studi, termasuk siapa yang akan melakukan, data apa yang harus dicatat, pelatihan apa yang diperlukan, dan sebagainya. 2) Tahap Pelaksanaan (Do) Ketidaksesuaian dengan rencana dicatat dan digunakan dalam analisis. 3) Tahap studi (Study) 25 Hasil dari tahap Do dibandingkan dengan prediksi yang dibuat selama tahap perencanaan. Apabila hasil tidak sesuai dengan apa yang diprediksikan, teori yang ada pada tahap perencanaan dapat direvisi. Sebaliknya, apabila hasilnya telah sesuai dengan prediksi, tim akan menentukan bagaimana kondisi studi yang berbeda dari kondisi yang akan dilihat dari proses atau sistem di masa akan datang. 4) Tahap Tindakan (Act) Tim menentukan suatu tindakan dengan melihat hasil ketiga tahap sebelumnya. Tindakan dapat berupa perubahan proses/sistem yang dipelajari tim atau tim melakukan tes lebih lanjut sebelum melakukan perubahan. Pada tahap ini juga memutuskan apa yang difokuskan pada siklus berikutnya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Amy Y. Chou & David C. Chou berikut ini (International Journal Information Systems and Change Management, 2007: 25): “…Plan-Do-Study-Act (PDSA) cycle proposed by Deming, the process improvement begins with PLAN. However, the planning process has to be based on the data that are collected from existing processes. Based on the collected data, quality practitioners make a plan or a test aimed at improvement. In the DO step, a plan or test is carried out. Followed by the STUDY step, the results are examined to identify what went wrong and what are the lessons learned. Eventually, quality practitioners have to change the process or abandon the process based on the studied results”. (Siklus Plan-Do-Study-Act (PDSA) diusulkan oleh Deming, dimana perbaikan proses dimulai dari rencana (Plan). Akan tetapi, rencana proses harus didasarkan pada data yang dikumpulkan dari proses yang telah ada. Berdasarkan data yang terkumpul, praktisi 26 kualitas membuat sebuah rencana atau tes dalam rangka perbaikan. Dalam tahap pelaksanaan (Do), sebuah rencana atau test dilakukan. Menurut tahap studi (Study), hasil yang didapat diuji untuk diidentifikasi kesalahan apa yang terjadi dan apa yang harus dipelajari. Kemungkinan, praktisi kualitas akan merubah proses atau meninggalkan proses yang didasarkan pada hasil studi). Siklus Deming PDSA tersebut dapat di perinci lagi menjadi model tujuh langkah sebagai strategi perbaikan kualitas, sebagaimana dijelaskan oleh Richard Reid di bawah ini (International Journal Productivity and Quality Management, 2006:33) : “Step 1 – define the problem: the objective is to assemble the right team, reduce the project’s focus, and finalise the problem statement. Step 2 – describe the current process: the team’s responsibility is to create and validate a flowchart of the current process and verify the current performance with process owners and internal customers. Step 3 – identify and verify the root cause(s) of the problem: using various sequences of Total Quality tools, the team investigates cause–effect relationships associated with the study process and its current level of performance. Step 4 – develop an action plan to implement the preferred solution: before constructing a detailed action plan for eliminating the root cause(s), the team generates, evaluates, and selects the best approach from among the potential solutions and then establishes specific performance target values to be achieved. Step 5 – implement the solution: on a pilot basis, the plan is implemented with the team documenting any necessary changes, measuring progress, and documenting results. Step 6 – review and evaluate results. If the planned changes meet the pre-established numerical goals, and thus, were successful in eliminating the root cause(s), then the problem’s symptoms will have greatly diminished and the improvements need to be standardised within the organisation. If, on the other hand, the implemented changes did not meet the pre-determined numerical performance goals, then the team will have to revisit, as appropriate, steps 3, 4, or 5 to re-determine the root cause, redesign a new, more effective, action plan, or re-deploy the original action plan, respectively. Step 7 – reflect and act on this experience: the team standardises successful improvements, reflects on the effectiveness of the 27 utilised methodology and initiates any appropriate changes, celebrates their success, and continues the improvement process by returning to step 1”. (Langkah pertama, mendefinisikan masalah: tindakan nyata adalah menghimpun tim yang benar, memperkecil focus rencana dan merumuskan masalah. Langkah kedua, menguraikan aliran proses: tanggung jawab tim adalah untuk menghasilkan dan memvalidasi diagram alir (flowchart) dari aliran proses dan memeriksa kebenaran aliran kerja bersama pemilik proses dan pelanggan internal. Langkah ketiga, identifikasi dan memeriksa akar penyebab masalah: menggunakan macam-macam hubungan dari total quality tools, tim menyelidiki dampak hubungan dengan proses studi dan aliran dari kinerja. Langkah keempat, mengembangkan sebuah rencana tindakan untuk melaksanakan solusi yang lebih mungkin. Sebelum menyusun sebuah rincian rencana perbaikan untuk menghilangkan akar masalah tim menghasilkan, mengevaluasi dan menyeleksi pendekatan terbaik di antara solusi yang mungkin, untuk kemudian menetapkan target kinerja yang harus dicapai secara spesifik. Langkah kelima, melaksanakan solusi: dasar penunjuk rencana dilaksanakan dengan tim mendokumentasikan perubahan yang sifatnya memaksa, mengukur kemajuan dan mendokumentasikan hasil. Langkah keenam, memeriksa dan mengevaluasi hasil. Jika rencana perubahan sesuai dengan tujuan dan berhasil menghilangkan akar penyebab dan gejala masalah sebagian berkurang dan perbaikan dalam organisasi membutuhkan standardisasi. Jika sebaliknya, perubahan dilaksanakan tidak sesuai dengan tujuan kinerja, kemudian tim akan mengulang lagi langkah 3, 4, atau 5 untuk menentukan kembali akar penyebab, mendesain lagi rencana tindakan yang baru yang lebih efektif atau membuka kembali rencana tindakan yang asli agar lebih sesuai. Langkah ketujuh, merenungkan dan bertindak sesuai dengan pengalaman: tim menstandardisasikan perbaikan yang sukses, merenungkan metodologi yang efektif yang digunakan dan memulai berbagai perubahan yang benar, merayakan kesuksesan dan melanjutkan proses perbaikan dengan kembali ke langkah pertama secara terusmenerus). Empat langkah yang pertama seperti dijelaskan dalam model di atas menjelaskan tahap perencanaan (Plan) dari siklus Deming. Sedangkan tiga tahap terakhir masing-masing berhubungan langsung dengan tahap 28 Deming selanjutnya, yaitu tahap pelaksanaan (Do), tahap studi (Study) dan tahap tindakan (Act). Vincent Gasperz (2003:161) melihat hubungan antara siklus Deming PDSA dan model tujuh langkah sebagai strategi perbaikan kualitas seperti tersebut di atas, digambarkan melalui gambar di bawah ini: Gambar 1.4 Hubungan Siklus Deming (PDSA) dan Strategi Perbaikan Kualitas Siklus Deming PDSA Transformasi Kualitas Merencanakan (Plan, P) Definisi Sistem Menilai Situasi Sekarang Analisis Penyebab Melaksanakan (Do, D) Mencoba Teori Perbaikan Mempelajari (Study, S) Memeriksa Hasil Bertindak (Act, A) Standardisasi Perbaikan Rencana Perbaikan Terus-menerus Berbeda halnya dengan Woerner (Vincent Gasperz, 2003:98-101), mengembangkan suatu model manajemen proses terstruktur yang memiliki sembilan langkah sebagai berikut: a) Identifikasi Proses, koordinator mengatur pertemuan dengan sponsor sebagai stakeholder utama dan pemilik proses untuk membahas topik seperti menjabarkan prosedur yang diikuti, 29 mendiskusikan ruang lingkup dan tujuan, menjabarkan tugas tim, dan lain-lain. b) Pemilihan Tim, setelah rencana perbaikan proses disetujui maka tim dipilih. Dalam langkah ini koordinator melakukan diskusi dengan pemilik proses untuk mempelajari proses yang ada. c) Penetapan Ruang lingkup dan Tujuan, adanya peninjauan ulang dan penetapan ruang lingkup agar semua peserta dalam perbaikan proses memiliki pemahaman yang sama serta memiliki komitmen. Selain itu, adanya peninjauan ulang terhadap aliran proses dilakukan sebagai penyesuaian sehingga merefleksikan proses sesungguhnya. d) Identifikasi Kelemahan Proses, dari peninjauan ulang proses diketahui kelemahan proses. Kelemahan proses yang telah ditetapkan dan mendapat prioritas diberi validasi dan dilakukan pengembangan rekomendasi untuk perbaikan proses. e) Pengembangan Rekomendasi untuk Perbaikan Proses, rekomendasi dikembangkan, setelah mendapat validasi dan diperoleh kelayakan untuk melaksanakannya, maka laporan manajemen disiapkan. f) Memperoleh Persetujuan, rekomendasi tersebut didiskusikan untuk mendapat persetujuan dari semua pihak yang terlibat dalam perbaikan proses. g) Pengembangan Rencana Kualitas, adanya pengembangan rencana tindakan agar melakukan rekomendasi tersebut. 30 h) Presentasi Rencana Kualitas, pemilik proses mempresentasikan rencana kualitas kepada semua peserta agar diketahui bersama. i) Implementasi dan Pemantauan Kemajuan Perbaikan Proses, rencana kualitas diimplementasikan dan laporan kemajuan proses disiapkan secara teratur. Model manajemen proses terstruktur seperti disebutkan diatas membutuhkan pendidikan serta pelatihan tentang prinsip-prinsip kualitas kepada sumber daya manusia yang terlibat dalam perbaikan proses. Berikut ini adalah gambar model manajemen proses terstruktur yang dikemukakan oleh Woerner: 31 Gambar 1.5 Model Manajemen Proses Terstruktur TINDAKAN LANGKAH HASIL Kesempatan Perbaikan terpilih IDENTIFIKASI PROSES Visi Perusahaan, Kebijaksanaan Kualitas, Prinsip Kualitas, strategi Kualitas 1 Team dan kelompok penasehat PEMILIHAN TIM 2 Manajemen(KPM) terpilih, draft batas-batas proses & tujuan tim PENETAPAN RUANG LINGKUP DAN TUJUAN Batas-batas proses dan 3 tujuan team disetujui Aliran proses diperbaiki daftar IDENTIFIKASI KELEMAHAN PROSES 4 kelemahan dalam urutan kepentingan,pengelopokan dan validasi kelemahan Pengembangan rekomendasi, tim PENGEMBANGAN DAN REKOMENDASI 5 PERSETUJUAN 6 menyiapkan laporan manajemen Persetujuan implementasi rekomendasi Rencana kualitas berupa standar PENGEMBANGAN RENCANA KUALITAS PRESENTASI RENCANA KUALITAS 7 pengukuran proses & kepuasan pelanggan Rencana Kualitas siap 8 diimplementasikan Laporan Kemajuan kepada IMPLEMENTASI DAN PEMANTAUAN KEMAJUAN UMPAN BALIK PROSES 9 sponsor,tim dan coordinator. PERBAIKAN TERUS MENERUS Berdasarkan beberapa teori diatas, maka untuk menjelaskan bagaimana continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, penulis akan menggunakan model peningkatan terus-menerus 32 dengan menggunakan siklus Deming Plan-Do-Study-Act (PDSA). Hal yang mendasari penulis untuk mengambil teori ini adalah bahwa teoriteori yang dikemukakan diatas pada dasarnya mempunyai inti yang sama dalam menjelaskan peningkatan proses terus menerus. Selain itu, teori PDSA yang dikemukakan Deming telah mengcover inti dari teori-teori yang telah dikemukakan para ahli lain tersebut. Teori siklus deming PDSA tersebut dimulai dengan tahap-tahap sebagai berikut: A. Plan (P) atau Tahap Perencanaan. Fandy Tjiptono (1996:277) menjelaskan tahap perencanaan sebagai berikut: “Tahap perencanaan meliputi penjelasan studi yang akan dilakukan, tes untuk perubahan proses, atau eksperimen yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya. Perencanaan terdiri dari daftar semua langkah yang akan diperlukan untuk melakukan studi atau atau tes, termasuk siapa yang akan melakukan setiap langkah, data yang harus dicatat, siapa yang akan menginformasikan, pelatihan macam apa yang diperlukan, dan siapa yang akan melakukannya.” Menurut Richard M. Walker dalam artikel yang berjudul “Continuous Improvement for Housing Associations: A Discussion Paper Prepared for The Housing” menjelaskan tahap perencanaan adalah sebagai berikut (www.cardiff.ac.uk/cplan/staff/walker.html): “At the PLAN stage it is necessary to identify and collect information about the organisation in key areas where improvements will have most impact on their performance and prepare the detailed basic work for the improvement in the organisation's activities”. (Dalam tahap perencanaan dibutuhkan identifikasi dan pengumpulan informasi tentang 33 organisasi dalam area kunci dimana perbaikan akan memberikan akibat yang besar terhadap kinerja mereka dan menyiapkan dasar kerja yang terperinci untuk perbaikan dalam aktivitas organisasi) Dari pendapat-pendapat tersebut, maka penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa tahap perencanaan merupakan tahap untuk pengumpulan informasi tentang proses yang ada dalam organisasi untuk kemudian dibuat suatu rencana untuk perbaikan. Dalam penelitian ini, tahap perencanaan akan menjelaskan tentang rencanarencana yang dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dalam upaya continual improvement kinerjanya B. Do (D) atau Tahap Pelaksanaan. Fandy Tjiptono (1996:278), memberikan penjelasan tentang tahap pelaksanaan, yaitu dalam pelaksanaan apabila diketemukan ketidaksesuaian dengan rencana, maka dalam tahap ini ketidaksesuaian tersebut dicatat dan digunakan dalam analisis. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Amy Y. Chou & David C. Chou (International Journal Information Systems and Change Management, 2007: 25) dimana dalam tahap pelaksanaan sebuah rencana atau tes dilakukan. Dari pendapat tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa, tahap pelaksanaan merupakan pelaksanaan dari rencana perbaikan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan bagaimana tahap pelaksanaan rencana sebagai upaya continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. 34 C. Study (S) atau Tahap Studi. Mengenai tahap studi , Fandy Tjiptono (1996:278) memberikan penjelasan sebagai berikut: “Tahap ketiga dari siklus adalah study. Hasil dari tahap Do dibandingkan dengan prediksi yang dibuat selama tahap perencanaan. Jika hasil tidak sesuai dengan yang diprediksikan, teori yang ada dalam tahap perencanaan dapat direvisi. Jika hasilnya sesuai dengan prediksi, tim menentukan bagaimana kondisi studi yang berbeda dari kondisi yang akan dilihat dari proses atau sistem di masa yang akan datang”. Sedangkan Vincent Gasperz (2006:73) memberikan penjelasan bahwa dalam tahap studi dilakukan untuk mengetahui apakah jenis masalah kualitas yang ada telah hilang atau berkurang. Hasil dari dari studi ini akan memberikan tambahan informasi dalam perencanaan kualitas berikutnya. Jadi, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tahap studi merupakan tahap untuk memeriksa hasil dari tahap pelaksanaan (Do) untuk dibandingkan dengan prediksi yang dibuat dalam tahap perencanaan. Dalam penelitian ini, tahap studi akan menjelaskan bagaimana kesesuaian tahap pelaksanaan dengan perencanaan yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam upaya continual improvement kinerjanya. D. Act (A) atau Tahap Tindakan. Penjelasan tahap tindakan menurut Fandy Tjiptono (1996: 279) adalah: “Tim menetukan tindakan apa yang tepat dilihat dari ketiga tahap tersebut. Tindakan dapat berupa perubahan proses atau 35 sistem yang dipelajari tim atau tim melakukan tes lebih lanjut sebelum melaksanakan perubahan. Tahap act juga memutuskan apa yang akan difokuskan pada siklus selanjutnya”. Vincent Gasperz (2006: 73) mengartikan tahap tindakan sebagai: “Hasil-hasil yang memuaskan dari tindakan solusi masalah harus distandardisasikan, dan selanjutnya melakukan perbaikan terus menerus pada jenis masalah yang lain. Apabila tindakan terhadap solusi masalah tidak memberikan hasil-hasil yang memuaskan, tindakan itu harus dikoreksi atau diperbaiki”. Dari kedua pendapat tersebut penulis mangambil suatu kesimpulan bahwa tahap tindakan (Act) merupakan tindakan yang dilakukan dengan melihat hasil dari ketiga tahap sebelumnya untuk kemudian dijadikan dasar bagi proses continual improvement berikunta. Dalam hal ini adalah tindakan-tindakan yang dilakukan Instalasi farmasi RSDM Surakarta sebagai upaya continual improvement kinerjanya. F. Kerangka Pikir Dewasa ini, pelayanan merupakan aspek yang menjadi prioritas organisasi dalam mempertahankan eksistensinya. Dalam kondisi tersebut kualitas pelayanan harus diutamakan agar mampu memberikan kepuasan serta mendapat kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu, konsep TQM digunakan sebagai strategi peningkatan kualitas pelayanan. RSDM Surakarta merupakan salah satu organisasi yang mempunyai kesadaran akan pentingnya kualitas pelayanan yang dipacu dengan adanya penerapan TQM. Salah satu pelayanannya adalah 36 pelayanan di Instalasi Farmasi. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang baik, maka di dalam sistem manajemen Instalasi Farmasi dibutuhkan upaya continual improvement kinerja agar keseluruhan proses dapat berjalan dengan baik pula. Tetapi dalam kenyataannya pelayanan di Instalasi Farmasi masih mengalami beberapa kendala yang menyebabkan ketidakpuasan pelanggan, seperti masalah yang berkaitan dengan kecepatan waktu pelayanan dan kelengkapan obat di apotek. Meskipun proses internal Instalasi Farmasi telah berjalan baik. Menyikapi permasalahan-permasalahan yang menjadi penyebab ketidakpuasan pelanggan maka Instalasi farmasi RSDM Surakarta menerapkan continual improvement kinerja dalam prosesnya. Continual improvement kinerja tersebut dapat diidentifikasi dengan menggunakan siklus Deming yang dimulai dari tahap Plan-Do-Study-Act (PDSA).Hal ini dilakukan agar kedepannya pihak Instalasi Farmasi RSDM Surakarta mampu menemukan penyebab untuk kemudian dicari solusi untuk tindak lanjut dalam perbaikan sasaran mutu. Dengan adanya continual improvement kinerja dalam prosesnya pula, sasaran mutu yang telah tercapai dapat ditingkatkan lagi sehingga peningkatan kualitas pelayanan dapat tercapai. Pada tahap perencanaan (plan), akan menjelaskan tentang rencana-rencana yang dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dalam upaya continual improvement kinerjanya. Rencana tersebut sebagai upaya perbaikan di Instalasi Farmasi yang meliputi perbaikan kepuasan pelanggan serta peningkatan proses internal. Selanjutnya pada tahap pelaksanaan (Do) melihat pelaksanaan atau 37 kinerja dari rencana-rencana perbaikan yang ditetapkan sebelumnya. Berikutnya, dalam tahap studi (Study) kita dapat membandingkan kinerja dengan sasaran mutu. Dalam hal ini, apakah kinerja Instalasi Farmasi telah mencapai sasaran mutu atau justru sebaliknya. Apabila telah sesuai maka dapat dilakukan tindakan (Act), yaitu standardisasi. Sebaliknya, apabila belum dapat dilakukan tindakan koreksi. Dari hasil atau tindak lanjut dari tindakan tersebut kita dapat melihat bagaimana continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta sehingga nantinya peningkatan kualitas pelayanan dapat tercapai. Gambar 1.6 Skema Kerangka Pemikiran INPUT Fenomena Ketidakpuasan Pelanggan PROSES Rencana (Plan) : Perbaikan Sistem (Farmasi Klinik dan Computerize). Sasaran Mutu, perbaikan SDM Pelaksanaan (Do) : Studi (Study) Kinerja Apakah kinerja sesuai dengan sasaran? Tindakan (Act) Tidak Ya Tindakan (Act) Standardisasi Tindak Lanjut Koreksi Continual Improvement Kinerja OUTPUT Peningkatan Kualitas Pelayanan 38 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy Moleong (2001:3) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam hal ini peneliti ingin mendeskripsikan tentang Continual Improvement Kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta yang beralamat di Jl.Kolonel Soetarto No.132 Jebres Surakarta. Adapun pemilihan lokasi tersebut berdasarkan pada pertimbangan, yaitu tersedianya data-data atau informasi yang peneliti butuhkan di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta yang berkaitan dengan Continual Improvement Kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. 3. Sumber Data Pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan bagian yang sangat penting karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh. (HB. Sutopo,2002:49) 39 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari para informan melalui wawancara dengan pihak yang berkompeten. Pihak yang berkompeten dalam penelitian ini adalah pihak yang mengetahui serta memahami informasi tentang continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Informan dalam penelitian ini adalah: Kepala Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Kepala Sub Instalasi Administrasi dan Pendidikan. Kepala Sub Instalasi Farmasi Pelayanan Gudang Farmasi dan Pelayanan Kebutuhan Ruangan. Kepala Sub Instalasi Apotek Rawat Inap. Kepala Sub Instalasi Farmasi Klinik. b. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung atau data yang diperoleh selain dari sumber data primer, seperti dokumen, catatan, lampiran-lampiran data serta hasil penelitian yang relevan yang dijadikan data penunjang atau pelengkap informasi dari penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah: 40 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Dokumen-dokumen dari Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, seperti Laporan Hasil Evaluasi Kepuasan Pelanggan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, Laporan pencapaian Sasaran Mutu Proses Internal Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, Prosedur Tetap Standar Kompetensi Farmasis di RSDM Surakarta, Prosedur Tetap Stock Opname Perbekalan Farmasi serta Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaian. 4. Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian kualitatif, sampel yang diambil bersifat selektif karena didasarkan berbagai pertimbangan tertentu sehingga mampu sejalan dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling di mana kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalah secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Dalam tahap pelaksanaan pengumpulan data, pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data (HB. Sutopo, 2002:36). 41 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Wawancara Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada informan yang telah ditentukan sebelumnya untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan pada waktu dan kondisi yang dianggap paling tepat sehingga mampu mendapatkan data yang lengkap dan mendalam. Selain itu, wawancara juga dilakukan secara berulang-ulang sesuai dengan kebutuhan peneliti sehingga kejelasan jawaban dari informan dapat diperoleh. b. Dokumentasi Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen atau arsip-arsip secara teliti yang terdapat di instansi. Dokumen atau arsip yang ada di Instalasi Farmasi meliputi: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Laporan Hasil Evaluasi Kepuasan Pelanggan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. 42 Laporan pencapaian Sasaran Mutu Proses Internal Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Prosedur Tetap Standar Kompetensi Farmasis di RSDM Surakarta. Prosedur Tetap Stock Opname Perbekalan Farmasi. Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaian. Selain itu, dokumentasi juga menggunakan data yang bersumber dari buku kepustakaan, hasil penelitian terdahulu serta arsip ataupun dokumen yang berhubungan dengan penelitian. c. Observasi Langsung Merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung untuk memperoleh gambaran tentang peristiwa, tempat atau lokasi penelitian serta kegiatan yang berlangsung didalamnya. Dalam hal ini, peneliti melakukan observasi langsung berperan pasif dimana dalam observasi peneliti hanya mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai pengamat pasif. 6. Validitas Data Dalam menentukan validitas data, peneliti menggunakan teknik pemeriksaan trianggulasi yaitu teknik pemeriksaan data yang 43 memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan yang lain untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada 4 macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini menurut Lexy J. Moleong (2002 : 178) dapat dicapai dengan langkah : a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. b. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, dan orang pemerintahan. e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Berdasarkan langkah di atas maka dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dari berbagai sumber yang 44 berbeda yang tersedia. Dengan demikian data yang satu akan dikontrol oleh data yang lain dari sumber yang berbeda. 7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif. dimana model ini mempunyai tiga komponen analisis, yaitu: reduksi data, sajian data dan penarikan simpulan serta verifikasinya yang berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai suatu siklus. Dalam proses analisis terdapat tiga komponen yang saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis, tiga komponen tersebut adalah : a. Reduksi Data Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus-menerus mulai dari awal sampai laporan akhir penelitian. b. Sajian Data Merupakan sekumpulan informasi yang disusun secara logis dan sistematis sehingga mudah dilihat, dibaca dan dipahami yang mempermudah melakukan penarikan simpulan. Dengan melihat penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi 45 dan mungkin untuk mengerjakan sesuatu pada analisis atau tindakan lain. c. Penarikan Simpulan dan Verifikasi Dari awal pengumpulan data peneliti sudah harus memahami arti dari berbagai data yang diperoleh. Simpulan akhir baru akan diperoleh setelah proses pengumpulan data berakhir. Untuk lebih memperoleh kemantapan dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan, setelah penarikan simpulan perlu verifikasi. Pada dasarnya, makna data perlu diuji validitasnya supaya simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan dapat dipercaya (HB. Sutopo, 2002:93) Gambar 1.7 Model Analisis Interaktif Pengumpulan Data Reduksi Data Penarikan Simpulan/verifikasi Sumber : HB. Sutopo, 2002 : 96 Penyajian Data 46 BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum RSUD Dr. Moewardi Surakarta Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta adalah rumah sakit pendidikan (teaching hospital) bagi calon dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan program pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I) dan tenaga kesehatan lainnya. Disamping itu, RSDM sebagai rumah sakit rujukan wilayah Eks Karesidenan Surakarta dan sekitarnya, juga Jawa Timur bagian barat dan Jawa Tengah bagian timur. Gambaran umum RSDM yang lain adalah sebagai berikut: 1. Identitas Nama rumah sakit : RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pemilik : Pemerintah Propinsi Jawa Tengah Alamat : Jl. Kolonel Soetarto 132 Surakarta Kelas :A Jumlah Tempat tidur : 473 Tempat Tidur 2. Dasar Hukum / Landasan Operasional i. SKB Menteri Kesehatan No.554/Menkes/SKB/X/1981, Menteri Dalam Negeri No.0430/V/1981 dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.3241A/1981. 47 ii. Perda No.3 / 97, Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja RSUD Dr. Moewardi Surakarta iii. Perda No.14 / 1999, Tentang perubahan RSDM menjadi RS Unit Swadana iv. Surat Ketetapan Menteri Kesehatan tanggal 6 September 2007 Nomor: 1011/MENKES/SK/IX/2007 tentang Peningkatan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta Milik Provinsi Jawa Tengah dari Kelas B Pendidikan menjadi Kelas A. juga sebagai Rumah Sakit Pusat Rujukan Daerah Jawa Tengah Bagian Tenggara dan Jawa Timur Bagian Barat. 3. Falsafah RSDM Surakarta adalah yang memberikan pelayanan kesehatan dengan mutu yang setingginya dan melaksanakan fungsi pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sebaik-baiknya yang diabdikan bagi kepentingan peningkatan derajat kesehatan masyarakat. 4. Visi Menjadi Pusat Rujukan Pelayanan Kedokteran Akademik Terkemuka di Jawa Tengah 2010. 5. Misi i. Meningkatkan mutu akademik SDM penyelenggara pelayanan serta meningkatkan komitmennya terhadap mutu pelayanan. ii. Meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pelayanan. 48 iii. Meningkatkan competitiveness pelayanan RSDM melalui peningkatan mutu akademik pelayanan. iv. Meningktkan competitiveness pendidikan FK.UNS melalui peningkatan mutu pendidikan sebagai hasil dari peningkatan mutu pelayanan. 6. Tujuan i. Kemandirian finansial rumah sakit. ii. Kepuasan pelanggan. iii. Proses pelayanan yang prima. iv. Sumber daya manusia berkomitmen tinggi dan kompeten. B. Penghargaan a. Juara I Penampilan kerja Rumah Sakit Pendidikan Tingkat Propinsi Jawa Tengah 1995. b. Juara I penampilan kerja Rumah Sakit Pendidikan Tingkat Propinsi Jawa Tengah 1996. c. Juara I penampilan kerja Rumah Sakit Pendidikan Tingkat Propinsi Jawa Tengah 1997. d. Akreditasi Nasional Rumah Sakit Sayang Bayi dari Kepala BKKBN Menteri UPW, Menkes 1993. e. Akreditasi Internasional Rumah Sakit sayang Bayi dari WHO 1994. f. Akreditasi penuh Rumah Sakit Umum dari Komite Gabungan Akreditasi Rumah Sakit 1997 dengan 5 Pelayanan. 49 g. Akreditasi penuh Rumah Sakit Umum dari Komite Gabungan Akreditasi Rumah Sakit dengan 10 pelayanan tahun 2000. h. Citra pelayanan tahun 2001 i. Terakreditasi 16 pelayanan tahun 2005 j. Tersetifikasi ISO 9001:2000 tahun 2007 k. Menjadi kelas A tahun 2007 l. Masuk dalam 5 besar rumah sakit terbaik di jawa tengah. m. Dalam proses menjadi Badan Layanan Umum n. Dalam proses akreditasi 16 pelayanan (plus) C. Stuktur Organisasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta Di dalam rumah sakit umum struktur organisasi sangat diperlukan, karena dengan adanya suatu struktur organisasi yang baik dapat tercipta kerjasama yang baik antara pihak yang terlibat di dalamnya untuk mewujudkan tujuan bersama dan terdapat adanya pembagian tugas yang dirumuskan secara jelas sehingga dalam pelaksanaan pekerjaan tidak terdapat kerancuan. Struktur Organisasi dari RSDM Surakarta adalah sebagai berikut: 50 Gambar 2.1 Struktur Organisasi RSDM Surakarta DIREKTUR KOMITE MEDIS SATUAN PENGAWAS INTERN STAF MEDIS FUNGSIONAL WAKIL DIREKTUR PELAYANAN MEDIS & PERAWATAN WAKILDIREKTUR PENUNJANG MEDIS DAN PENDIDIKAN WAKIL DIREKTUR UMUM &KEUANGAN Sumber : RSDM Surakarta Mengenai pembagian tugas dari masing-masing bagian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Direktur RSDM dipimpin oleh seorang Kepala dengan sebutan Direktur yang secara teknis fungsional berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan dan taktis Operasional kepada Gubernur Kepala Daerah. 51 2. Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan Wakil Direktur Pelayanan Medis Keperawatan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan bidang pelayanan medis dan bidang keperawatan, serta melaksanakan pelayanan rawat jalan, rawat inap, rawat darurat, bedah sentral, perawatan intensif dan pelayanan kesehatan terpadu. Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan Membawahi: a. Bidang Pelayanan Medis. b. Bidang Keperawatan. c. Instalasi Rawat Jalan. d. Instalasi Rawat Inap I, II, III. e. Instalasi Gawat Darurat. f. Instalasi Bedah Sentral. g. Instalasi Perawatan Intensif. h. Instalasi Pelayanan Kesehatan Terpadu. 3. Wakil Direktur Penunjang Medis dan Pendidikan Wakil Direktur Penunjang Medis dan pendidikan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan bidang penunjang medis, pendidikan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta kegiatan pelayanan radiologi, farmasi, gizi, rehabilitasi medis, laboratorium, penyehatan lingkungan rumah sakit, pemulasaran jenazah dan pemeliharaan sarana rumah sakit. 52 Wakil Direktur Penunjang Medis dan Pendidikan mambawahi: a. Bidang Penunjang Medis. b. Bidang Pendidikan dan Pelatihan. c. Instalasi Radiologi. d. Instalasi Farmasi. e. Instalasi Rehabilitasi Medik. f. Instalasi Laboratorium. g. Instalasi Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit. h. Instalasi Gizi. i. Instalasi Pemulasaran Jenazah. j. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit. 4. Wakil Direktur Umum dan Keuangan Wakil Direktur Umum dan Keuangan mempunyai tugas mengkoordinasikan kegiatan kesekretariatan, peencanaan dan rekam medis, penyusunn anggaran dan perbendaharaan, akuntansi dan mobilisasi dana, pusat pencuci hama dan cuci jahit. 53 Wakil Direktur Umum dan Keuangan membawahi: a. Bagian Sekretariat. b. Bagian Perencanaan dan Rekam Medis. c. Bagian Penyusunan Anggaran dan Perbendaharaan. d. Bagian Akuntansi dan Mobilisasi Dana. e. Instalasi Pusat Pencuci Hama dan Cuci Jahit. 5. Komite Medis Komite Medis adalah kelompok tenaga medis yang keanggotaan terdiri dari ketua-ketua kelompok Staf Medis Fungsional. Komite Medis membantu tugas direktur menyusun standar pelayanannya, memantau pelaksanaannya, melaksanakan etika profesi, mengatur kewenangan profesi anggota staf Medis Fungsional, mengembangkan program pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran. 6. Staf Medis Fungsional Staf Medik Fungsional adalah kelompok–kelompok dokter yang bekerja di Instalasi dalam jabatan fungsional. Staf Medis Fungsional mempunyai tugas melaksanakan diagnois, pengobatan, penanggulangan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluhan kesehatan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan untuk untuk meningkatkan diri sebagai insan profesi. 54 7. Satuan Pengawas Intern Pada RSDM dapat dibentuk Satuan Pengawas Intern yang ditetapkan oleh dan bertanggungjawab kepada Direktur dengan masa bakti 3 tahun. Satuan Pengawas Intern adalah kelompok Fungsional yang bertugas melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya rumah sakit. D. Sarana dan Prasarana Pada saat ini, RSDM Surakarta memiliki bangunan seluas 33,205 meter persegi diatas tanah seluas 39.915 meter persegi, yang terdiri dari: Tabel 2.1 SARANA DAN PRASARANA YANG TERDAPAT DI RSDM SURAKARTA NO Bangunan 1 Blok A Fungsi Luas Ket UGD, Poliklinik, LAB, Rehabilitasi medik&Administrasi 9.445 3 lantai 4.000 3 lantai 2 Blok B Ruang perawatan pavilliun 3 Blok C Ruang perawatan 3.382,5 3 lantai 4 Blok D Ruang perawatan 3.500 3 lantai 5 Blok F Ruang Radiologi 3.870 3 lantai 6 Blok G Ruang ICCU, ICU, IBS 3.482 2 lantai 7 Blok H Pusat sterilisasi(CSSD) 3.870 2 lantai 8 Blok I&J Dapur dan farmasi 3.482 1 lantai 9 Blok K 278 2 lantai 55 10 Blok L Gudang Umum 1.881,2 1 lantai Radioterapi 576 1 lantai 300 1 lantai Total Luas Bangunan 33.205 Sumber: RSDM Surakarta Sarana dan fasilitas lain yang dimilki oleh RSDM Surakarta, adalah: 1. Fasilitas Lift - 2. Hyundai (9 buah) Fasilitas Air - PAM (2 buah) - Sumur Arthesis (2 buah masing-masing 150 meter), dengan menggunakan Hydrophor dengan tower. 3. 4. Fasilitas Listrik - PLN 1000 KVA - Genset 1x630 KVA; 2x 7,5 KVA; 1 x 1,25 MVA - UPS 30 KVA Fasilitas Gas - Sentral gas medic: Blok G (IBS dan Ruang Intensif) 5. Fasilitas Pengolah Limbah - Cair: 2 Unit Biodetix ( 125&250 m3/jam) - Sampah medis: Insenerator (1 m3/jam) 6. Fasilitas Lain 56 - Boiler: 2 buah E. Instalasi Farmasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta 1. Falsafah Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang tak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang utuh dan berorientasi pada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, serta melaksanakan farmasi klinik. 2. Visi Menjadi pusat rujukan pelayanan farmasi rumah sakit di Jawa Tengah tahun 2010 3. Misi a. Meningkatkan mutu sumber daya manusia penyelenggara pelayanan farmasi dan meningkatkan komitmennya terhadap peningkatan mutu pelayanan farmasi. b. Meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pelayanan farmasi. c. Meningkatkan competitiveness pelayanan farmasi rumah sakit. 4. Tujuan a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal. 57 b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesinal berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi. c. Melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang obat. d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi. e. Melakukan pengawasan perbekalan farmasi berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. f. Menyelanggarakan pendidikan dan pelatihan bidang farmasi. g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi. h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit. 5. Kedudukan Instalasi Farmasi merupakan fasilitas penyelenggaraan pelayanan penunjang medik dipimpin oleh kepala instalasi dalam jabatan non struktural. 6. Wewenang. Mengelola perbekalan farmasi di rumah sakit. 58 7. Tanggung Jawab Bertanggung jawab terhadap semua perbekalan farmasi yang beredar di rumah sakit. 8. Kebijakan Pelayanan rumah sakit meliputi penyediaan, distribusi perbekalan farmasi, pelayanan keprofesian, pelayanan informasi obat dan jaminan kualitas yang berhubungan dengan pemakaian perbekalan farmasi. Pelayanan farmasi terdiri: Sistem pengadaan dan inventaris. Pembuatan obat secara CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik), termasuk pengemasan kembalis sesuai dengan kebutuhan. Penyelenggaraan sistem distribusi yang efisien. Pelayanan keprofesian meliputi, penyiapan perbekalan farmasi, pencampuran, penyampaian, pemantauan obat dalam hal dosis, indikasi dan efek samping. Pelayanan informasi obat dan alat kesehatan yang baik kepada pasien dan tenaga kesehatan yang memerlukannya. 59 9. Keadaan Pegawai Tabel 2.2 Daftar Ketenagaan di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Menurut Status kepegawaian Tahun 2009 No 1 2 3 4 Jumlah Status Kepegawaian Apoteker Asisten Apoteker Tenaga administrasi Tenaga Hororer Jumlah 11 35 14 11 71 Menurut data di atas, dari 71 tenaga pegawai yang ada di Instalasi Farmasi terdapat 11 orang diantaranya adalah apoteker, 35 orang sebagai asisten apoteker, 14 orang lainnya sebagai tenaga administrasi dan 11 orang sisanya berstatus sebagai tenaga hororer. 10. Pengorganisasian Dalam melaksanakan tugas Instalasi Farmasi dikelola sedemikian rupa demi terciptanya tujuan pelayanan dan agar terjalin kerja sama yang harmonis antara intern Instalasi Farmasi maupun ekstern instalasi dengan unit lain yang terkait.Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang kepala yaitu seorang apoteker yang memiliki SK penempatan, berpengalaman di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 7 tahun atau berpendidikan Spesialis Farmasi Rumah Sakit dan ada SK Direktur. Dalam melaksanakan tugas, kepala instalasi farmasi dibantu oleh kepala sub-sub instalasi farmasi, yaitu: Gudang Farmasi, Produksi 60 Farmasi, Pelayanan Kebutuhan Ruangan, Administrasi dan Pendidikan, Pelayanan Farmasi Klinik, Apotek Rawat Jalan, Apotek Rawat Inap, dan Apotek Instalasi Gawat Darurat (IGD). Berikut ini adalah gambar dari struktur organisasi instalasi farmasi RSDM Surakarta. Gambar 2.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Kepala Instalasi Farmasi Unit Lain Administrasi dan pendidikan Pelayanan Kebutuhan ruangan Gudang: Sumber Farmasi Produksi Farmasi Apotek Rawat Jalan Apotik Rawat Inap Apotek IGD Pelayanan Farmasi Klinik 11. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab Jabatan a. Kepala Instalasi Farmasi Harus terlibat dalam perencanaan manajemen dan penentuan anggaran serta penggunaan sumber daya. Terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat. 61 Bertanggung jawab terhadap aspek hukum dan peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi. Melakukan penilaian tugas dan pekerjaan terhadap staf dan petugas lainnya. Menetapkan kebijakan intern instalasi farmasi. b. Kepala Sub Instalasi Farmasi. Menyelenggarakan pelayanan farmasi. Dalam melaksanakan tugas dibantu oleh tenaga ahli madya (D3), tenaga menengah farmasi (AA) dan tenaga lainnya. Setiap saat harus berada ditempat pelayanan untuk melangsungkan dan mengawasi pelayan farmasi dan harus ada pendelegasian wewenag yang bertanggung jawab apabila apoteker berhalangan. Membuat dokumentasi yang rapid an rinci dari pelayanan farmasi, dilakukan evaluasi terhadap pelayanan farmasi setiap bulan. b.1. Sub Instalasi Farmasi Administrasi dan Pendidikan. Mengarsipkan surat masuk dan keluar. Mengatur urusan kepegawaian atau ketenagaan instalasi farmasi. Mengatur pendidikan bagi mahasiswa fakultas farmasi tingkat profesi dan siswa sekolah menengah farmasi yang melaksanakan praktek kerja lapangan di Instalasi Farmasi. Membuat evaluasi dan laporan kegiatan instalasi farmasi. 62 b.2. Sub Instalasi Farmasi Pelayanan Gudang Farmasi. Menerima perbekalan farmasi dari panitia pmeriksa atau penerima barang. Mencatat pada kartu gudang atau kartu barang atau pada komputer sistem informasi instalasi farmasi. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi penyimpanan. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit distribusi (Apotek rawat jalan, apotek rawat inap dan apotek IGD). Membuat evaluasi dan pelaporan mutasi barang setiap bulan. Membuat perencanaan untuk pengadaan barang perbekalan farmasi setiap bulan. b.3. Sub Instalasi Farmasi Pelayanan Kebutuhan ruangan. Melayani kebutuhan perbekalan farmasi yang tidak diresepkan bagi ruangan instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan, instalasi bedah sentral dan instalasi lain. Permintaan kebutuhan dilaksanakan setiap minggu. Mencatat pengeluaran barang atau pada komputer sistem instalasi farmasdi. Membuat laporan kegiatan setiap bulan. 63 b.4. Sub Instalasi Produksi farmasi. Bertugas memproduksi sediaan farmasi yang diperlukan untuk pelayanan medis tetapi tidak diproduksi di pasaran. Melaksanakan pengemasan kembali sesuai dengan keperluan pelayanan medis. b.5. Sub Instalasi Farmasi Apotek Rawat Jalan Melayani pasien umum dan pasien peserta asuransi (jamsostek,askeskin dan lain-lain) rawat jalan. Administrasi Sub Instalasi Farmasi Apotek Rawat jalan meliputi: Penyiapan persediaan obat dan alat kesehatan habis pakai melalui pengambilan di Sub Instalasi Farmasi Gudang Farmasi. Evaluasi dan pelaporan kegiatan pelayanan harian dan setiap bulan. Pelayanan resep meliputi: Memeriksa keabsahan resep (nama poliklinik resep ditulis, nama dokter, penulis resep, tanggal, dll). Memeriksa kelengkapan resep. Menghitung harga obat atau alat kesehatan. Menyiapkan obat atau alat kesehatan dan member etiket. Memeriksa kebenaran. 64 Membuat copy resep (bila diperlukan). Menyiapkan ke tempat penyerahan. Penyerahan obat. b.6. Sub Instalasi Farmasi Apotek Rawat Inap. Melayani pasien umum dan pasien peserta asuransi (jamsostek,askeskin dan lain-lain) rawat inap. Melayani pasien umum dan pasien peserta asuransi (jamsostek,askeskin dan lain-lain) rawat inap. Administrasi Sub Instalasi Farmasi Apotek Rawat inap meliputi: Penyiapan persediaan obat dan alat kesehatan habis pakai melalui pengambilan di Sub Instalasi Farmasi Gudang Farmasi. Evaluasi dan pelaporan kegiatan pelayanan harian dan setiap bulan. Pelayanan resep meliputi: Memeriksa keabsahan resep (nama poliklinik resep ditulis, nama dokter, penulis resep, tanggal, dll). Memeriksa kelengkapan resep. Menghitung harga obat atau alat kesehatan. Menyiapkan obat atau alat kesehatan dan member etiket. Memeriksa kebenaran. 65 Membuat copy resep (bila diperlukan). Menyiapkan ke tempat penyerahan. Penyerahan obat. b.7. Sub Instalasi Farmasi apotek IGD Melayani pasien umum dan pasien peserta asuransi (jamsostek,askeskin dan lain-lain) IGD. Melayani pasien umum dan pasien peserta asuransi (jamsostek,askeskin dan lain-lain) IGD. Administrasi Sub Instalasi Farmasi Apotek IGD meliputi: Penyiapan persediaan obat dan alat kesehatan habis pakai melalui pengambilan di Sub Instalasi Farmasi Gudang Farmasi. Evaluasi dan pelaporan kegiatan pelayanan harian dan setiap bulan. Pelayanan resep meliputi: Memeriksa keabsahan resep (nama poliklinik resep ditulis, nama dokter, penulis resep, tanggal, dll). Memeriksa kelengkapan resep. Menghitung harga obat atau alat kesehatan. Menyiapkan obat atau alat kesehatan dan member etiket. Memriksa kebenaran. Membuat copy resep (bila diperlukan). 66 Menyiapkan ke tempat penyerahan. Penyerahan obat. b.8. Sub Instalasi Farmasi Farmasi Klinik. Adalah pendekatan professional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai dengan indikasi, efektif aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian keterampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dewngan pasien dan profesi kesehatan lain. Kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi: Mengkaji instruksi pengobatan atau resep pasien. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan. Memantau efektifitas dan keamanan masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan. Memberikan informasi tentang obat atau alat kesehatan kepada petugas kesehatan, pasien atau keluarganya. 12. Fasilitas dan Peralatan Tersedianya ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang dapat mendukung administrasi, profesionalisme, dan fungsi teknik pelayanan 67 farmasi, sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional, professional dan etis. a Tersedia fasilitas penyimpanan barang farmasi yang menjamin semua barang farmasi tetap dalam kondisi yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan spesifikasi masing-masing barang farmasi dan sesuai dengan peraturan terutama di SubInstalasi Gudang Farmasi. b Kebutuhan akan ruangan, fasilitas dan peralatan diperhitungkan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk kegiatan administrasi dan pekerjaan lain yang menunjang pelayanan farmasi. c Ruangan fasilitas dan peralatan diperhitungkan untuk dapat memenuhi syarat proses kefarmasian F. Hubungan Kerja Hubungan kerja Instalasi Farmasi terdiri atas: a Vertikal i Hubungan kerja pertanggung jawaban, koordinasi dan komando antara Kepala Instalasi Farmasi kepada Direktur beserta Wakil Direktur meliputi, Wadir Pelayanan, Wadir Umum dan wadir Keuangan. 68 ii Hubungan kerja pertanggung jawaban, koordinasi dan komando antara Kepala Sub Instalasi Farmasi kepada Kepala Instalasi Farmasi. iii Hubungan kerja komando antara Ketua komite Medik dan ketua Panitia Farmasi dan Terapi. b Horisontal i Hubungan kerja koordinasi antara Kepala Instalasi Farmasi dan Kepala Bagian maupun kepala Bidang di lingkungan RSDM Surakarta. ii Hubungan kerja koordinasi Kepala Instalasi Farmasi dan Ketua Komite Medik. c Diagonal i Hubungan kerja koordinasi antara Kepala Instalasi Farmasi dengan Ketua Panitia Lain. ii Hubungan kerja koordinasi antara Kepala Instalasi Farmasi dengan Ketua Panitia Farmasi dan Terapi. Hubungan kerja kepala instalasi farmasi di gambarkan dengan bagan di bawah ini: 69 Gambar 2.3 Hubungan Kerja Kepala Instalasi Farmasi Direktur Wadir Pelayanan Ketua Komite Medik Wadir Umum Wadir Keuangan Kepala Instalasi Farmasi Ketua Panitia Farmasi dan Terapi Kepala Bagian atau Kepala Bidang Ketua Panitia Lain Kepala Sub Instalasi Farmasi Sumber : Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Keterangan: : Hubungan pertanggung jawaban : Hubungan komando : Hubungan konsultasi atau koordinasi 70 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai Continual Improvement Kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Untuk menjelaskan bagaimana Continual Improvement Kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, terdapat empat tahap yang dilaksanakan, yaitu tahap perencanaan (plan), tahap pelaksanaan (do), tahap studi (study) dan tahap tindakan (act). A. Tahap Perencanaan (Plan) Tahap perencanaan merupakan tahap dimana pengumpulan informasi tentang proses yang ada di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta untuk kemudian dijadikan dasar dalam penetapan rencana perbaikan. Instalasi Farmasi RSDM Surakarta sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pelayanan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, selalu memperhatikan kualitas pelayanannya agar keseluruhan proses pelayanan dalam rumah sakit dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, dalam prosesnya masih dijumpai beberapa kendala, seperti terlihat dari hasil pengukuran kepuasan pelanggan terhadap pelayanan farmasi rawat inap yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSDM Surakarta bulan Oktober 2008 dimana kepuasan pelanggan masih belum tercapai karena kinerja pelayanan sebagai salah satu variabelnya masih tergolong rendah. Variable kinerja yang 71 mempunyai kinerja rendah tersebut seperti kecepatan waktu pelayanan. (Lihat halaman 7-8) Hal tersebut dimintakan tanggapan dari Bp. Drs. Waluyo, Apt. selaku Kepala Sub Instalasi Farmasi Pelayanan Gudang Farmasi dan Kebutuhan Ruangan di RSDM Surakarta: “Kepuasan pelanggan itu tidak hanya cukup obatnya. Jadi, mereka tentu merasa puas kalau semua keperluan bisa terpenuhi, misalnya pasien butuh informasi obat seperti kalau minum obat yang ini dengan yang itu bagaimana? itu kan namanya pelayanan informasi obat. Jadi pelayanan kita tidak hanya termasuk harga yang terjangkau tetapi administrasinya juga harus cepat, tanpa lama menunggu dan sebagainya”. (Wawancara 17 Juni 2009) Oleh karena itu continual improvement kinerja dibutuhkan agar masalahmasalah yang tersebut dapat terselesaikan. Instalasi Farmasi RSDM Surakarta mempunyai komitmen terhadap perbaikan berkesinambungan tersebut. Continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta meliputi: A.1. Perbaikan Sistem A.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik Tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi di rumah sakit, mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama drug oriented atau orientasi obat (pendekatan tradisional) ke paradigma baru patient oriented dengan filosofi pharmaceutical care (pelayanan farmasi klinik). Demikian halnya dengan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta 72 mempunyai rencana perbaikan dalam sistemnya dengan berkembangnya sistem farmasi dari sistem atau paradigma tradisional ke arah pelayanan farmasi klinik tersebut. Perubahan yang dimaksudkan adalah Instalasi Farmasi RSDM Surakarta sekarang ini tidak hanya berperan dalam melayani resep obat atau mengelola perbekalan farmasi saja, tetapi bertanggung jawab pula dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai dengan indikasi, efektif aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keterampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien serta profesi kesehatan lain. Hal tersebut dijelaskan oleh Bp. Waluyo, Apt dalam wawancara berikut: “Kalau sistem tentu Farmasi itu terus berkembang, jadi mula-mula sistem yang awal itu sistem tradisional artinya Farmasi tugasnya hanya melayani resep atau hanya mengelola barang saja, ada resep dilayani selesai. Jadi sekarang berkembang ke arah Farmasi klinik namanya. Farmasi klinik itu disamping mengelola barang juga mengelola pasien. Dia memonitor apakah dosisnya tepat, apa ada efek samping obat, apakah obat yang diberikan itu ada interaksi atau tidak, bagaimana jalan keluarnya dan sebagainya”. (Wawancara 17 Juni 2009) Hal senada juga dijelaskan oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt, selaku Kepala Sub Instalasi Administrasi dan Pendidikan berikut ini: “Pelayanan farmasi tradisional adalah pelayanan farmasi orientasinya hanya ke obat, itu yang tradisional. Sekarang perkembangan selanjutnya farmasi tidak hanya mengelola obat saja, tetapi berorientasi kepada pasien atau pelayanan farmasi klinik. Jadi kan mutu pelayanan dengan demikian dapat ditingkatkan”. (Wawancara, 22 Juli 2009) 73 Lebih jelas kegiatan pelayanan farmasi klinik seperti tertuang dalam pedoman kerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta adalah sebagai berikut: Mengkaji instruksi pengobatan atau resep pasien. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan. Memantau efektivitas dan keamanan maslah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan. Memberikan informasi tentang obat atau alat kesehatan kepada petugas kesehatan, pasien atau keluarganya. A.1.2 Pengembangan Computerize Perbaikan sistem Instalasi Farmasi RSDM Surakarta yang lain adalah berkembangnya sistem pelayanan yang berbasis informasi dimana Instalasi Farmasi telah memakai sistem LAN atau computerize sehingga proses pelayanan lebih efektif dan efisien, seperti dalam proses pengelolaan obat atau perbekalan farmasi. Perbekalan farmasi mempunyai jenis dan jumlah yang sangat banyak. Dalam standar pelayanan farmasi di rumah sakit dijelaskan bahwa perbekalan farmasi merupakan sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis. 74 Tentunya, banyaknya perbekalan farmasi yang harus dikelola tersebut akan menjadi lebih cepat dengan pengembangan computerize. Berikut wawancara dengan Bp. Drs. Waluyo, Apt. : “Ada kegiatan Instalasi Farmasi perbaikan sistem yang lain misalnya dahulu farmasi itu kalau dimintai data masih lambat, mengapa? Karena yang diurus itu obat dan alat kesehatan yang itemnya banyak antara tiga ribu sampai empat ribu item dan untuk menghitungnya itu lama. Kemudian diperbaiki dengan LAN atau computerize. Terus nanti ada pelayanan informasi obat harus pakai LAN itu. Jadi tidak mandeg tetapi harus berkesinambungan”. (Wawancara, 17 Juni 2009) Selain itu pula pengembangan computerize di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta sekarang ini juga direncanakan untuk diarahkan sebagai data base dalam pelayanan farmasi klinik. Hal tersebut senada dengan pernyataan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt. dalam wawancara sebagai berikut: “Itu (computerize atau LAN) digunakan untuk pengelolaan obat atau perbekalan farmasi. Sifatnya pelayanan farmasi tradisional. Tetapi, computerize dapat pula digunakan sebagai data base untuk pelayanan farmasi klinik juga. Kita kembangkan ke arah situ”. (Wawancara, 22 Juli 2009) Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa rencana continual improvement dalam pengembangan computerize di Instalasi Farmasi adalah pengembangan computerize digunakan untuk mendukung kegiatan pelayanan farmasi agar lebih efektif dan efisien, seperti dalam pengelolaan obat atau perbekalan farmasi. Rencana perbaikan yang lain yaitu, pengembangan computerize diarahkan untuk mendukung pelayanan farmasi klinik. 75 A.2. Perbaikan Sasaran Mutu Dengan diperolehnya sertifikasi ISO 9001:2000 oleh RSDM Surakarta pada 19 Juni 2007, komitmen akan adanya continual improvement kinerja dalam pelayanan di RSDM Surakarta semakin terlihat jelas. Demikian halnya dengan Instalasi Farmasi sebagai salah satu ruang lingkup dalam penerapan ISO 9001:2000 di RSDM Surakarta, komitmen akan adanya perbaikan terlihat jelas dan terdokumentasi dalam bentuk sasaran mutu. Sasaran mutu berhubungan langsung dengan komitmen akan adanya continual improvement. Oleh karena itu, sasaran mutu harus ditinjau dan direvisi atau diperbaiki sesuai dengan keperluan. Sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM Surakarta adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Target dan Sasaran Mutu Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Tahun 2006-2010 Target No 1. Perspek tif Kepuas an Pelangg an 2. Parameter 2006 Kuesioner Resp on Time Proses Internal Pasien Non Askes (Oleh Instalasi Farmasi) 2007 2008 2009 2010 90% 90% 90% 90% 90% Pelangga n puas Pelang gan Puas Pelangg an Puas Pelangga n Puas Pelanggan Puas R/Tungg al:20 Menit R/Tun ggal:2 0 Menit R/Tung gal:15 Menit R/Tungg al:15 Menit R/Tunggal: 15 Menit R/ Racikan :30 Menit R/ Racikan: 29 Menit R/ Racikan: 30 Menit R/ Racika n:30 Menit R/ Racikan:28 Menit Program Pencapaian Frekue nsi Evalua si Teknik Pelaporan Penan ggung Jawab Evaluasi pelyanan berdasarka n hasil kesioner Per 6 bulan Laporan evaluasi kinerja instalasi Farmasi Ka. Instala si Farma si Peningkata n Efisiensi Pelayanan Resep Per Tahun Laporan evaluasi kinerja instalasi Farmasi Ka. Instala si Farma si 76 Pasien Askes (Oleh Apotik Pelengkap ) 45 menit 44 Menit 43 Menit 42 Menit 41 menit Peningkata n Efisiensi Pelayanan Resep Per Tahun Laporan evaluasi kinerja instalasi Farmasi Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.,: “Kita punya sasaran mutu untuk jangka waktu lima tahunan ya mbak ya, jadi tidak tercapai di satu waktu kita masih ada target atau waktu untuk bulan depan, terus diperbaiki terus”. (Wawancara, 29 Mei 2009) Hal senada diungkapkan oleh Bp. Drs. Waluyo, Apt. sebagai berikut: “Sasaran mutu itu harus selalu dievaluasi. Dalam arti kalau sasaran mutu itu sudah tercapai perlu untuk ditingkatkan (targetnya)”. (Wawancara,17 Juni 2009) Dari hasil wawancara dan sasaran mutu di atas dapat disimpulkan bahwa Instalasi Farmasi mempunyai sasaran mutu untuk jangka waktu lima tahun. Setiap tahunnya sasaran mutu yang akan dicapai Instalasi Farmasi mempunyai standar atau targetnya masing-masing. Untuk sasaran mutu yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan, Instalasi Farmasi mentargetkan 90% pelanggan puas. Sedangkan untuk sasaran mutu yang berkaitan dengan proses internal atau respon time, Instalasi Farmasi mempunyai target bagi pasien non askes untuk tahun 2006 adalah R/Tunggal:20 MenitR/ Racikan:30 Menit, tahun 2007 adalah R/Tunggal:20 Menit R/ Racikan:30 Menit, tahun 2008 adalah R/Tunggal:15 Menit R/ Racikan:30 Menit, tahun 2009 adalah R/Tunggal:15 Menit R/ Racikan:29 Menit, dan untuk tahun 2010 adalah R/Tunggal:15 Menit Ka. Instala si Farma si 77 R/ Racikan:28 Menit. Untuk pasien askes target respon time untuk tahun 2006 sampai tahun 2010 secara berturut-turut adalah 45 menit, 44 menit, 43 menit, 42 menit dan 41 menit. Target sasaran mutu untuk respon time mempunyai trend yang meningkat dimana target respon time lebih cepat dari tahun sebelumnya. Hasil pencapaian sasaran mutu tersebut oleh Instalasi Farmasi RSDM Surakarta akan dievaluasi secara terus-menerus. Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaiannya (LKP) Dalam prosesnya, perbaikan sasaran mutu bukan tidak mungkin akan dijumpai ketidaksesuaian-ketidaksesuaian, tidak hanya terkait dengan sasaran mutu tersebut tetapi juga prosedur-prosedur dan sebagainya. Ketidaksesuaian tersebut nantinya dapat terlihat dalam tindakan perbaikan berupa laporan ketidaksesuaian dan penyelesaian (LKP). Hal ini dilakukan untuk mengurangi penyebab ketidaksesuaian dalam rangka untuk mencegah ketidaksesuaian terulang lagi. Jadi, rencana perbaikan Instalasi Farmasi tertuang dalam LKP ini. Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt: “Untuk perbaikan kita pakainya formulir, kemudian ada laporan ketidaksesuaian dan perbaikan. Ketidaksesuaian apa yang ditemukan ditulis disitu, sebab atau kronologis penyebabnya apa saja, kemudian rencana perbaikan apa saja, itemnya apa saja, ada penanggung jawabnya di sana untuk masing-masing item kegiatan, kemudian jangka waktu juga ditentukan. Jadi ada target penyelesaian kapan target harus diselesaikan”. (Wawancara, 27 Mei 2009) Laporan ketidaksesuaian dan penyelesaian (LKP) seperti yang dimaksudkan di atas adalah sebagai berikut: 78 Gambar 3.1 Format Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaiannya (LKP) Internal No LKP: Keluhan Pelanggan Tanggal: LKP ditujukan kepada Departemen Instalasi Farmasi Ketidaksesuaian: ……… Pertama Kali Dibuat oleh Mengetahui Dibuat oleh Mengetahui Berulang ke___ Kali Kronologis (jika diperlukan): ……. Analisa Penyebab: ……. Rekomendasi Direktur (jika diperlukan) Paraf Paraf Rencana Perbaikan No Rencana Perbaikan PJ Target Mulai Diverivikasi Oleh: Verivikasi Selesai Catatan: Paraf Tgl Verivikasi:__________ Diberi LKP Diverivikasi Oleh: Dari laporan tersebut Instalasi Farmasi dapat mengetahui penyebab Ditutup Tgl______ MR Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Dari laporan tersebut Instalasi Farmasi dapat mengetahui penyebab ketidaksesuaian serta merencanakan tindakan perbaikan agar ketidaksesuaian tersebut mampu diselesaikan dan proses perbaikan dapat dilakukan secara berkesinambungan. Setelah LKP selesai dibuat nantinya terdapat monitoring 79 untuk memverivikasi apakah Instalasi Farmasi benar-benar telah melakukan rencana perbaikan tersebut. Hal tersebut dimintakan pendapat dan prosesnya dijelaskan secara rinci oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt. sebagai berikut: “Begitu ketemu temuan ketidaksesuaian, kita cari penyebabnya terus kita bisa tentukan hal-hal yang kira-kira bisa untuk menyelesaikan dan memperbaiki ketidaksesuaian itu apa saja, nah dari situ kita target penyelesaian dari masing-masing tahap. Targetnya kita yang menentukan sendiri kira-kira kapan selesai. Setelah laporan telah selesai kita lapor ke ISO Center disana kita bisa tahu temuan itu ditemukan siapa, misalnya nanti auditor internal. Nanti auditor internal akan memberi paraf pada bagian verivikasi apakah ketidaksesuaian tersebut benar-benar telah diperbaiki ataukah belum”(Wawancara, 17 Juni 2009) Dari hasil laporan ketidaksesuaian dan penyelesaian (LKP) tanggal 13 Mei 2009 ditemukan ketidaksesuaian yaitu: Belum ada protap stock opname obat dan alat kesehatan. Untuk rencana perbaikan yang dilakukan yaitu, dengan membuat protap stok opname obat atau alat kesehatan dengan target mulai 13 Mei 2009 dan target selesai 27 Mei 2009. Belum ada standar kompetensi tenaga farmasi. Untuk rencana perbaikan yang dilakukan yaitu, dengan membuat standar kompetensi tenaga farmasi dengan target mulai 13 Mei 2009 dan target selesai perbaikan adalah 20 Mei 2009. Untuk rencana perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dapat disimpulkan bahwa sasaran mutu akan selalu dievaluasi 80 dan diperbaiki. Dalam prosesnya terdapat sarana untuk perbaikan sasaran mutu tersebut, yaitu LKP. LKP ini berisi rencana perbaikan yang dilakukan, tidak hanya berkaitan dengan pencapaian sasaran mutu tetapi juga prosedur. Rencana perbaikan yang dilakukan Instalasi Farmasi yaitu membuat prosedur tetap stock opname dan alat kesehatan serta menyusun prosedur tetap standar kompetensi farmasis RSDM Surakarta. A.3. Perbaikan Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi harus menetapkan dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk menerapkan dan memelihara sistem dalam organisasi. Karena sumber daya manusia yang ada sangat menentukan proses continual improvement dimana sumber daya manusia yang ada di dalam Instalasi Farmasi seluruhnya terlibat di dalam proses perbaikan, maka sumber daya manusia harus dipersiapkan. Oleh karena itu, perlu diterapkan rencana pengembangan sumber daya yang meliputi: A.3.1. Ketersediaan Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang dimiliki Instalasi Farmasi RSDM Surakarta haruslah mencukupi kebutuhan dalam menjalankan dan meningkatkan proses pelayanan atau meningkatkan kepuasan pelanggan. Akan tetapi, dalam kenyataannya Instalasi Farmasi masih mengalami kendala dalam hal ini dimana sumber daya manusia di Instalasi Farmasi tidak mencukupi jumlahnya. 81 Berikut hasil wawancara dengan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt. selaku Kepala Sub Instalasi Apotek Rawat Inap: “Masalah yang dihadapi Instalasi Farmasi sekarang ini adalah sumber daya manusia, jadi sumber daya manusianya itu kurang, itu yang menjadi masalah utama. Instalasi Farmasi kan jangkauannya cukup luas harapannya bias mengcover atau mendekatkan pelayanan farmasi ke customer itu harusnya mendekatkan pelayanan farmasi ke pasien. Namun karena keterbatasan orangnya, faktor ketenagaannya itu kurang sehingga jangkauannya itu tidak merata”. (Wawancara, 3 Juni 2009) Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Suti Haryani, Apt selaku Kepala Instalasi Farmasi RSDM Surakarta: “Jujur Instalasi Farmasi sekarang ini mengalami kekurangan sumber daya manusia, karena kemarin kita kehilangan beberapa tenaga kita karena pensiun dan sebagainya”. (Wawancara, 30 Juli 2009) Ibu F. Yovita Dewi, Ssi. Apt., selaku Kepala Sub Instalasi Farmasi Klinik juga memberikan pendapatnya sebagai berikut: “Kalau perbaikan farmasi terus-menerus melakukan perbaikan supaya lebih baik dan lebih baik. Untuk farmasi sendiri banyak kendala salah satunya tenaga..tenaga kita nggak ada. Mungkin dari yang lain juga sudah mengatakan kalau ada pensiun berapa persen. Bolongnya berapa persen sedangkan penggantinya juga belum ada”. (Wawancara, 23 Juli 2009) Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan sumber daya manusia di Instalasi Farmasi yang kurang salah satunya disebabkan karena pensiun, pindah dan sebagainya. Akibat kurangnya sumber daya manusia ini jangkauan pelayanan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta menjadi tidak merata. Rencana perbaikan yang akan dilakukan Instalasi 82 Farmasi RSDM kaitannya dengan ketersediaan sumber daya manusia adalah dengan mencari penggantinya atau melakukan rekruitmen. Rencana tersebut sejalan dengan pernyataan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt. dalam wawancara berikut ini: “...alternatif perbaikannya jelas penambahan karyawan. Itu ada plus minusnya, dengan penambahan karyawan kita bisa menjangkau pelayanan farmasi. Sedangkan minusnya penambahan karyawan kan membutuhkan prosedur sehingga membutuhkan waktu juga...”. (Wawancara, 3 Juni 2009) A.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang bekerja dalam Instalasi Farmasi harus memiliki kompetensi yang berdasarkan pendidikan, pelatihan, keahlian dan pengalaman yang sesuai. Seiring dengan tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan, maka kompetensi yang telah dimiliki sumber daya manusia yang ada di Instalasi Farmasi terus ditingkatkan dengan pelatihan, seminar atau pendidikan. Rencana-rencana perbaikan tersebut untuk memaksimalkan potensi sumber daya manusia sehingga secara berkesinambungan perbaikan dapat tercapai. Hal tersebut dimintakan pendapat Bp. Drs. Waluyo, Apt sebagai berikut: “Kalau perbaikan personil tentu ya pendidikan. Jadi pendidikan tidak harus mengikuti kuliah diperguruan tinggi, tentu disesuaikan dengan keadaan misalnya pelatihan-pelatihan. Jadi paling tidak itu bisa meng-upgrade ilmunya yang sudah lama keluar dari fakultas”. (Wawancara, 17 Juni 2009) 83 Dari hasil wawancara Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt. selaku Kepala sub Instalasi Administrasi dan Pendidikan menambahkan sebagai berikut: “Up date pengetahuan dan ketrampilan di RSDM Surakarta ini sambil jalan, misalnya dengan mengirim atau mengikutsertakan pegawai atau staff ke pelatihan-pelatihan, seminar-seminar seperti itu. Khusus untuk perbaikan berkesinambungan proses internal Instalasi Farmasi kita belum sempat sampai kesitu”. (Wawancara, 27 Mei 2009) Perbaikan kompetensi sumber daya manusia di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta secara umum mempunyai tujuan dalam menciptakan pelayanan farmasi yang bermutu melalui peningkatan mutu sumber daya manusia pelaksana pelayanan. Secara khusus, dapat meningkatkan kemampuan atau kompetensi tenaga apoteker atau asisten apoteker dalam pelayanan farmasi sehingga kebutuhan tenaga yang terdidik dan terlatih dalam bidang farmasi klinik dapat terpenuhi. B. Tahap Pelaksanaan (Do) Tahap pelaksanaan merupakan pelaksanaan dari rencana perbaikan yang telah ditetapkan. Tahap pelaksanaan dari penelitian ini juga menunjukkan bagaimana kinerja dari Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dalam pelaksanaan rencana-rencana perbaikan tersebut. Pengetahuan mengenai kinerja dalam pelaksanaan rencana perbaikan memberikan dasar mengenai proses yang terjadi dalam organisasi saat itu serta memberikan sarana untuk memusatkan upaya continual improvement kinerja agar terfokus pada bidang yang harus diperbaiki. 84 B.1. Perbaikan Sistem B.1.1. Pengembangan Pelayanan Farmasi Klinik. Pelaksanaan pengembangan pelayanan farmasi klinik di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta masih terbilang baru karena baru mulai dikembangkan pada tahun ini. Untuk pelaksanaannya Instalasi Farmasi RSDM Surakarta melakukan pelayanan farmasi klinik yang sifatnya masih sederhana seperti pelayanan informasi obat, konseling obat, pemantauan terapi obat dan sebagainya. Dalam pelaksanaanya para apoteker beserta PKL turun ke bangsal atau ke pasien untuk melakukan pelayanan farmasi klinik tersebut. Dalam standar pelayanan farmasi rumah sakit, pelayanan informasi obat yaitu pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat kepada dokter, apoteker, profesi kesehatan lainnya dan kepada pasien. Konseling merupakan mengidentifikasi dan penyelesaian masalah suatu proses untuk pasien yang berhubungan dengan penggunaan obat, baik pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Sedangkan pemantauan terapi obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai dengan indikasi, efektif dan aman bagi pasien. Hal tersebut dijelaskan secara rinci oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.,dalam wawancara berikut ini : 85 “Memang farmasi klinik ini bidang pelayanan baru di Moewardi sendiri. Meskipun di luar negeri atau di kota-kota besar di Indonesia sudah sangat berkembang. Yang bisa kami lakukan disini dari hal-hal yang kecil-kecilan, seperti contohnya pelayanan informasi obat, pelayanan informasi obat itu kita memberikan pelayanan informasi tentang obat kepada seluruh civitas hospitalia, tidak cuma pasien mungkin juga perawat, dokter dan lain-lain. Kemudian selain itu kami juga melakukan konseling..konseling obat tentu saja. Konseling obat ini biasa kami tujukan kepada pasien rawat jalan atau pasien mondok yang akan pulang. Kemudian pemantauan terapi obat. Ini dilakukan untuk pasien rawat inap. Jadi obat-obat atau terapi obat yang dilakukan selama dia di rawat inap itu dimonitor gitu”. (Wawancara, 22 Juli 2009) Hal senada juga diungkapkan Ibu F. Yovita Dewi, Ssi. Apt., selaku Kepala Sub Instalasi Farmasi Klinik sebagai berikut: “Di sini kan farmasi kliniknya macam-macam, banyak sekali ya. Ada pelayanan informasi obat, ada pemantauan efek samping, melihat kepatuhan pasien minum obat itu juga kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kalau untuk paling nggak pasien rawat inap atau rawat jalan, pasien tahu dapat informasi tentang obat saja itu sudah amat sangat bagus bagi mereka. Biasanya saya bersama PKL turun ke bangsal ya ke pasien terutama melihat dari sisi obat”. (Wawancara, 23 Juli 2009) B.1.2. Pengembangan computerize Pelaksanaaan computerize sangat bermanfaat dalam kegiatan pelayanan farmasi seperti pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi. Dengan adanya computerize pengelolaan perbekalan farmasi sebagai suatu siklus dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi atau pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi pelayanan dapat lebih cepat karena semuanya dapat diinputkan dalam sistem tersebut. 86 Hal tersebut dimintakan pendapat Ibu Uniarti Wijaya, Ssi. Apt., sebagai berikut: “LAN itu kan link, hubungan antara satu kami menyebutnya di sini outlet atau depo farmasi, masing-masing bangsal semua terhubung termasuk gudang, termasuk administrasi kantor ini. Jadi semua transaksi baik pembelian hingga penjualan diinputkan ke situ. Setelah input data itu masuk kita bisa mengolah disini untuk membuat laporan-laporan kegiatan farmasi”. (Wawancara, 22 Juli 2009) Pelaksanaan pengembangan computerize tentunya harus didukung sarana prasarana yang ada, dalam hal ini komputer dan perangkatnya yang dimiliki Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Berikut adalah data jumlah komputer yang ada di Instalasi Farmasi yang dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan pelayanan farmasi. Data ini diolah peneliti dari kartu inventaris ruangan, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 3.2 Sarana Komputer Instalasi Farmasi RSDM Surakarta No Tempat/Ruangan Jumlah (unit) 1 Apotik Rawat Jalan 1 2 Apotik Cendana I 1 3 Apotek Cendana II 1 4 Apotek Cendana III 1 5 Gudang Farmasi 1 6 Kantor Administrasi Farmasi 2 7 Apotek IPI/Farmasi 1 8 Apotek IBS 1 9 Apotek Melati 1 10 Apotek Anggrek II 1 87 11 Apotek Anggrek III 3 12 Instalasi IGD 1 13 Tidak ada nama ruangan 2 Jumlah 17 Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Sarana komputer yang dimiliki Instalasi Farmasi tentunya harus dirawat sebaik mungkin. Hal ini juga termasuk dalam perbaikan berkesinambungan. Bp. Drs. Joko Lestari memberikan pernyataannya: “Kalau berkesinambungan dengan alat sebenarnya Instalasi Farmasi tidak banyak menggunakan alat. Alatnya cuma computerize. Tindakan yang dilakukan ya dengan merawat alat agar tidak rusak. Alat yang rusak diperbaiki termasuk programnya. Hal ini selalu diupdate”. (Wawancara, 31 Juli 2009) Untuk pelaksanaan perbaikan computerize di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan perbaikan computerize mendukung kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi menjadi lebih cepat. Selain itu pelaksanaan perbaikan computerize ini didukung dengan sarana prasarana yang mencukupi. Sarana prasarana yang ada secara berkesinambungan akan selalu diperbaiki atau diupdate. B.2. Perbaikan Sasaran Mutu Pelaksanaan rencana perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM Surakarta terlihat dalam hasil capaian sasaran mutu itu sendiri, baik dari parameter kepuasan pelanggan maupun dari proses internal Instalasi Farmasi atau 88 respon time-nya. Hasil capaian Sasaran Mutu Instalasi Farmasi adalah sebagai berikut: I. Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang baik, efektif dan efisien. Dengan pengukuran kepuasan pelanggan, Instalasi Farmasi dapat mendapatkan gambaran mengenai bagaimana kinerja pelayanan farmasi kepada pasien. Apabila kepuasan pelanggan rendah tentunya kinerja Instalasi Farmasi dikatakan kurang demikian pula sebaliknya. Dari hasil pengukuran kepuasan pelanggan ini pula untuk kemudian Instalasi Farmasi dapat memfokuskan tindakan perbaikan apa yang seharusnya dilakukan. Berikut adalah hasil capaian kepuasan pelanggan Instalasi Farmasi bulan Januari-Maret 2009: 89 Tabel 3.3 Hasil Capaian Kepuasan Pelanggan Instalasi Farmasi Bulan Januari-Maret 2009 Penilaian N o 1 Variabel b. Kemampuan Petugas menyelesaika n masalah c Kelengkapan obat di apotek b. Kemampuan petugas menolong dan melayani P (4) CP (3) KP (2) STP (1) SP P CP KP ST P 8 27 2 7 8 50 11 25 5 3 6 10 31 4 3 15 30 5 5 40 4 Asli Skala 10 70 40 108 6 14 6 174 0,96 6,59 50 72 55 100 15 6 6 182 1,03 6,85 2 50 82 50 124 12 6 2 194 1,09 7,30 0 0 50 90 75 120 15 0 0 210 1,19 7,90 5 0 0 50 90 25 160 15 0 0 200 1,13 7,52 43 1 1 1 50 94 20 172 3 2 1 198 1,12 7,45 10 20 15 4 1 50 60 50 80 45 8 1 184 1,04 6,92 17 31 1 1 0 50 96 85 124 3 2 0 214 1,21 8,06 20 28 1 0 1 50 96 100 112 3 0 1 216 1,22 8,13 500 1100 117 38 17 1772 Empati a. Pemahaman petugas atas kebutuhan pelanggan b. Kemudahan petugas untuk dihubungi 4 SP (5) % PP Tingkat Kinerja Pelayanan a. Kesopanan petugas 3 Total Nilai Bobo t Kinerja Pelayanan a. Kecepatan waktu pelayanan 2 Nilai x Bobot Nilai Fasilitas a. Fasilitas fisik apotek b. Kebersihan ruangan Jumlah Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta 90 Jumlah pelanggan yang mempunyai nilai kepuasan tinggi (SP+P) =90,29 % Keterangan: SP(5) : Sangat Puas, Bobot Nilai:5 P(4) : Puas, bobot nilai:4 CP(3) : Cukup Puas, bobot nilai:3 KP(2) : Kurang Puas, bobot nilai:2 STP(1) : Sangat Tidak Puas, bobot nilai:1 % PP : Prosentase Pelanggan Puas Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa hasil pengukuran kepuasan pelanggan pada Januari-Maret 2009 adalah 90,29% pelanggan puas. Hal ini menunjukkan bahwa Instalasi Farmasi telah dapat memenuhi target atau sasaran mutu. Apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran kepuasan pelanggan pada bulan Oktober 2008 dengan hasil 81,71% dimana hasil tersebut belum sesuai dengan sasaran mutu Instalasi Farmasi yaitu 90% pelanggan puas (Lihat halaman 7-9), maka hasil capaian bulan Januari sampai Maret 2009 dimana kepuasan pelanggan meningkat dan sasaran mutu telah tercapai. Dengan capaian tersebut tentunya Instalasi melakukan continual improvement dalam prosesnya. Hal tersebut dimintakan pendapat Bp. Drs. Joko Lestari, Apt. selaku Kepala Sub Instalasi Apotek Rawat Inap: “Beberapa parameter kepuasan pelanggan, salah satunya adalah respon time, kemudian kelengkapan obat dan sebagainya. Jadi perbaikan kita adalah mengupayakan pelayanan farmasi itu cepat, tepat dan lengkap. Dalam arti cepat dalam sisi waktu, tepat dalam arti ketelitian, serta lengkap dalam arti jumlah obat yang diberikan semuanya ada. Itu perbaikan yang dilakukan untuk pencapaian kepuasan pelanggan”. (Wawancara, 3 Juni 2009) 91 Hal tersebut juga ditambahkan oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt. sebagai berikut: “Dalam pelaksanaan perbaikannya ya kita berusaha melaksanakan pelayanan farmasi dengan sebaik mungkin sesuai dengan target yang telah ditentukan”. (Wawancara, 27 Mei 2009) Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan perbaikan sasaran mutu yang dilakukan Instalasi Farmasi adalah dengan mengupayakan pelayanan Instalasi Farmasi menjadi cepat, tepat dan lengkap. Cepat dari sisi waktu, tepat dalam arti ketelitian serta lengkap dari sisi kelengkapan obat semuanya terpenuhi. Selain itu, agar kepuasan pelanggan dapat terpenuhi pelaksanaan pelayanan farmasi kepada pasien atau masyarakat sebagai customer-nya dilakukan dengan sebaik mungkin. Meskipun demikian, dari empat variable (kinerja pelayanan, peayanan, empati dan fasilitas) yang ditanyakan ternyata yang mempunyai nilai terburuk adalah kinerja pelayanan. Variabel kinerja pelayanan ini terdiri dari: kecepatan waktu pelayanan (70% responden dengan nilai kinerja 6,55), kemampuan petugas menyelesaikan masalah (72% responden dengan nilai kinerja 6,85), dan kelengkapan obat (82% responden dengan nilai kinerja 7,30). Dari hasil capaian tersebut diketahui pula bahwa rendahnya nilai kinerja berhubungan dengan kesulitan gudang farmasi dalam melakukan pemesanan obat karena beberapa distributor menunda pengiriman barang akibat kontrak kerja yang belum terbayarkan oleh bagian keuangan. 92 Berkurangnya persediaan obat di gudang farmasi menyebabkan kelengkapan obat menjadi menurun. II. Proses Internal atau Respon Time Respon time merupakan kecepatan Instalasi Farmasi dalam melayani resep obat dimana jumlah waktu yang ada dibagi dengan jumlah resep per lembar yang harus diselesaikan. Semakin cepat respon time berarti semakin cepat resep sampai kepada pasien atau tanpa lebih lama menunggu. Demikian pula sebaliknya, apabila respon time lambat dibandingkan dengan sasaran mutu, mungkin terdapat hambatan dalam prosesnya, seperti kompetensi yang dimiliki sumber daya manusia. Berikut adalah hasil capaian proses internal atau respon time Instalasi Farmasi: Tabel 3.4 Laporan Pencapaian Sasaran Mutu Proses Internal Instalasi Farmasi Bulan Januari-Maret 2009 Parameter N Respon Time Ruang o 1 2 Perhitungan Resep Non Racikan Non Askes Perhitungan Resep Racikan Jumlah Lembar Bulan (Jumlah Waktu dalam Menit) Januari Februari Maret Jumlah Waktu Respon Time Cendana I 2152 10.668 10.545 10.473 31.706 14,73 Cendana II 2601 12.778 13.005 13.005 38.798 14,92 Cendana III 3064 15.116 15.116 15.218 45.449 14,83 Cendana I, II, III 26 247 243 244 733 28,20 Respon Time RataRata Per Lembar 14,83 28,20 93 Non Askes 3 Perhitungan Resep Askes Apotik Pelengka p 4231 60.503 60.362 58.769 179.634 42,46 Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Dari hasil perhitungan repon time di atas terlihat bahwa untuk respon time pelayanan resep untuk jenis racikan dan non racikan telah memenuhi target atau sasaran mutu. Untuk resep non racikan sebesar 14,83 menit dan resep racikan sebesar 28,2 menit dibandingkan sasaran mutu resep non racikan 15 menit, resep racikan 29 menit. Waktu pelayanan untuk pasien Askes juga menunjukkan bahwa target sasaran mutu bisa tercapai, dimana respon time yang didapat dari hasil perhitungan adalah 42,46 menit (sasaran mutu 43 menit) Laporan ketidaksesuaian dan Penyelesaiannya (LKP) Dalam proses perbaikan sasaran mutu terdapat laporan ketidaksesuaian dan penyelesaiannya (LKP) untuk melihat ketidaksesuaian yang ada dalam proses perbaikan. LKP juga dapat menggambarkan bagaimana pelaksanaan dari rencana perbaikan dilakukan, tidak hanya berkaitan dengan sasaran mutu tetapi berkaitan pula dengan prosedurprosedur dan sebagainya. Karena LKP menunjukkan perbaikan proses yang berkesinambungan instalasi benar-benar dilaksanakan ataukah tidak. Hasil dari LKP bisa diperoleh dari audit internal, audit eksternal, atau temuan Instalasi Farmasi sendiri. Untuk audit internal mengikuti tahapan 42,46 94 visitasi ISO setiap enam bulan sekali (2 kali setahun). Berikut ini merupakan hasil LKP Instalasi Farmasi Bulan Mei 2009: Tabel 3.5 Hasil Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaian Instalasi Farmasi Bulan Mei 2009 No Ketidaksesuaian 1. Belum ada protap stock obat atau alkes 2. Belum ada standar kompetensi tenaga farmasi Kronologis Analisa Penyebab Target Rencana Perbaikan Mulai Selesai Stock opname sudah rutin dilakukan (bulanan) tetapi belum diprotapkan. Stock opname sudah termuat dalam Kepmenkes No 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan farmasi Membuat protap stock opname atau alkes 13 Mei 2009 27 Mei 2009 Membuat standar kompetensi pegawai farmasi 13 Mei 2009 20 Mei 2009 _ Standar kompetensi sudah dimuat dalam: standar kompetensi farmasis ind, ISFI 2003, KepMenPAN No 07/Kep/M.PAN/12/ 1999, pedoman pengelolaan IFRS Depkes 1990 Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Stock opname adalah kegiatan menghitung dan mencatat perbekalan farmasi yang masih tersedia di Instalasi farmasi. Protap stock opname perbekalan farmasi penting dibuat sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk pelaksanaan kegiatan stock opname perbekalan farmasi di RSDM Surakarta. Demikian halnya protap standar kompetensi farmasis penting dibuat sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk menetapkan standar kompetensi farmasis Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Dalam pelaksanaannya ketidaksesuaian tersebut telah diperbaiki dan dilaksanakan Instalasi Farmasi dengan baik. 95 Hal tersebut dimintakan pendapat kepada Bp. Drs. Waluyo, Apt.: “Mengenai stock opname sejak lama farmasi itu sudah terdidik atau mendarah daging kalau setiap akhir bulan selalu ada stock opname. Ibaratnya orang itu berjualan, belanja per bulan itu berapa, biaya berapa, itu selalu kita kerjakan dan tidak basa-basi. Tetapi lama dalam arti selesai menghitung paling tidak seminggu. Dari dulu sampai sekarang masih tetap dilaksanakan. Cuma itu tidak di prosedur tetap (protap) kan. Begitu pun sudah dibuatkan LAN ya setiap bulan berapa sisa barang di farmasi langsung ketemu hasilnya. Jadi sepertinya itu sudah otomatis tapi tidak ada protapnya. Baru kemarin itu ditanya oleh bapak Wakil Direktur selaku auditor internal. Ada protapnya tidak?belum..ya itu dibuat protap gampang sekali”. (Wawancara, 17 Juni 2009) Hal senada diungkapkan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt. selaku Kepala Sub Instalasi Apotek Rawat Inap dalam wawancara berikut: “Itu sebenarnya sudah dilakukan tinggal kita mendokumentasi atau melengkapi stock protapkan. Apa yang kita lakukan itu sebenarnya telah selesai, cuma belum ada hitam diatas putih untuk prosedur tetapnya. Jadi itu sudah dilakukan secara rutin tinggal kita membuatkan apa yang kita lakukan kita tuangkan dalam tulisan tersebut”. (Wawancara, 3 Juni 2009) Ketidaksesuaian baik belum adanya prosedur tetap stok opname/ alat kesehatan maupun belum adanya prosedur tetap untuk standar kompetensi farmasis tersebut telah selesai diperbaiki. Untuk kegiatan stok opname sebenarnya selalu dilakukan Instalasi Farmasi setiap bulannya akan tetapi tidak didokumentasikan dalam bentuk prosedur tetap. Pelaksanaan perbaikan yang dilakukan, yaitu Instalasi Farmasi RSDM tinggal menuliskan kegiatan stock opname yang dilakukan selama ini dalam bentuk tulisan atau prosedur tetap saja. Berikut ini adalah prosedur tetap stock opname perbekalan farmasi yang disiapkan oleh Dra. Suti Haryani, yang telah diperiksa oleh dr. Tri Lastiti W, 96 SpRM, MKes dan disetujui oleh Direktur RSDM Surakarta, dr. Mardiatmo, Sp. Rad. pada tanggal 23 Mei 2009: Stock opname dilakukan setiap 1 bulan sekali di semua outlet yang mengelola perbekalan farmasi. Waktu pelaksanaannya adalah tanggal terakhir bulan berjalan. Agar tidak mengganggu sistem komputer stock dilakukan diluar jam pelayanan atau setelah jam pelayanan. Stok ditutup pada jam 21.00 WIB. Demikian halnya dengan ketidaksesuaian tentang tidak adanya protap standar kompetensi farmasis di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta telah mampu diselesaikan dengan baik. Berikut adalah prosedur tetap standar kompetensi farmasis di RSDM Surakarta yang telah selesai dibuat: Tabel 3.6 Prosedur Tetap Standar Kompetensi Farmasis di RSDM Surakarta No Jenis Profesi Prosedur Tetap 1. FARMASIS A. Asuhan Kefarmasian: Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dokter dan dokter gigi. Memberikan pelayanan informasi obat. Memberikan pelayanan konsultasi obat. Membuat formulasi obat untuk mendukung proses terapi. Melakukan monitoring efek samping obat. Melakukan pelayanan klinik berbasis farmakokinetika. Penatalaksanaan obat sitatoska dan obat yang setara. 97 Melakukan evaluasi penggunaan obat. B. Akuntabilitas praktek farmasi: Menjamin pelayanan kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi. Menjamin obat yang diproduksi bermutu, mempunyai efikasi, aman, nyaman dan biaya yang wajar. Merancang, melaksanakan, mengevaluasi dan mengembangkan standar kerja. Mencegah dan melindungi lingkungan dari kerusakan akibat obat. Melakukan peningkatan mutu terus menerus. C. Manajemen praktis farmasi: Melakukan pengelolaan material atau bahan baku obat yang berkualitas. Melakukan pengelolaan produksi obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, aman, nyaman dan harga yang terjangkau. Merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif dan eisien. D. Komunikasi farmasi: Memantapkan hubungan professional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dalam kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. Memantapkan hubungan professional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai kelauaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat. Memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasar atas semngat asuhan kefarmasian. Memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan semangat kerja sama, saling menghormati dan mengakui kemampuan masing-masing demi tegaknya profesi. E. Pendidikan dan pelatihan farmasi: Memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian. Merancang dan melaksanakan aktivitas pengembangan staff, bagi ahli madya farmasi, asisten apoteker, pekarya dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan kefarmasian yang diberikan. Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan 98 untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas pelayanan kefarmasian. 2. 3. ASISTEN APOTEKER PEKARYA FARMASI Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat. Menyiapkan perangkat lunak, yang masuk kegiatan ini adalah perencanaan baik bulanan, triwulan atau tahunan. Menyiapkan pelaksanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehtan rumah tangga. Menyiapkan pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang terdiri dari: memberi harga obat, meracik dan mengemas obat, memeriksa ulang sediaan obat dan memberikan penjelasan penggunaan obat kepada pasien, menyiapkan laporan penggunaan narkotika dan psikotropika, menyiapkan penghapusan resep, menjadi saksi penghapusan resep, membuat catatan kefarmasian untuk pasien rawat inap dan rawat jalan. Melaksanakan tugas ditempat yang beresiko tinggi, misalnya penyiapan sitostatika. Melakukan pembimbingan praktek kefarmasian terhadap siswa PKL SMF. Mengkonsultasikan dalam menyiapkan sediaan farmasi dengan asisten apoteker atau apoteker. Menyiapkan cara-cara kerja atau urutan-urutan yang praktis untuk menyelesaikan sediaan. Membersihkan peralatan, melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada asisten apoteker atau apoteker. Ikut bertanggung jawab dalam menyelesaikan sediaan menjadi preparat jadi serta keselamatan sehubungan dengan penggunaan bahan baku atau zat-zat kimia yang berbahaya. Mengerjakan tugas-tugas administrasi farmasi. Sumber : Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. B.3. Perbaikan Sumber Daya Manusia B.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia Kurangnya sumber daya yang dimiliki Instalasi Farmasi sekarang ini dapat diatasi dengan proses rekruitmen atau penambahan karyawan sehingga dapat menjangkau pelayanan farmasi. Instalasi Farmasi sampai saat ini masih menunggu proses rekritmen tersebut karena rekrutmen 99 dilakukan dari pusat yang tentunya membutuhkan waktu karena melalui prosedur-prosedur kepegawaian yang harus dipenuhi. Berikut wawancara dengan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.: “Untuk masalah kurangnya sumber daya manusia jelas alternatif perbaikannya dengan penambahan karyawan. Dengan penambahan karyawan kita bisa menjangkau pelayanan farmasi. Akan tetapi formasi lowongan karyawan instansi pemerintah kan tidak serta merta mengangkat karyawan, harus melalui prosedur kepegawaian”.(Wawancara, 3 Juni 2009) Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Suti Haryani, Apt.: “Masalah itu bisa diatasi dengan rekruitmen. Akan tetapi rekruitmen kan dari pusat, jadi kita tinggal menunggu. Rekruitmen itu nantinya juga harus disesuaikan dengan kompetensi yang dibutuhkan instalasi farmasi sekarang ini”. (Wawancara, 30 Juni 2009) Dalam pelaksanaan perbaikan mengenai ketersediaan sumber daya manusia, tindakan yang telah dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta adalah dengan membuat analisa kebutuhan tenaga. Analisa kebutuhan tenaga tersebut dibuat untuk diserahkan kepada direksi dan direksi yang memutuskan perlu diadakan rekruitmen atau tidak. Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt., memberikan pendapatnya dalam wawancara berikut: “Instalasi Farmasi kan bagian dari rumah sakit. Terus terang kami kekurangan sumber daya manusia. Tindak lanjut untuk mengatasi hal itu ya kami membuat analisa kebutuhan tenaga, kemudian kami serahkan atau kirimkan ke direksi, nanti direksi yang memutuskan untuk melakukan rekruitmen atau tidak”. (Wawancara, 22 Juli 2009) 100 Analisa kebutuhan tenaga seperti disebutkan diatas digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Analisa kebutuhan tenaga yang dibutuhkan, didasarkan atas banyaknya waktu yang diperlukan untuk melayani pasien atau mengerjakan tugas sehari-hari dibandingkan dengan jam efektif masing-masing tenaga. Dari hasil tersebut ditambahkan dengan rencana pensiun yang akan dilakukan kemudian dibandingkan dengan jumlah tenaga atau sumber daya manusia yang ada sekarang ini sehingga dapat diketahui berapa jumlah kekurangan sumber daya manusia yang ada di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Untuk lebih jelasnya analisa kebutuhan tenaga Instalasi Farmasi RSDM Surakarta tergambar dalam proses dan tabel di bawah ini: Tabel 3.7 Kegiatan Pelayanan dan total waktu yang dibutuhkan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta NO Jenis Pelayanan Waktu yang diperlukan (Jam) 1. Pengelolaan Apotek IGD 34,8 2 Pengelolaan Apotek Rawat Jalan I 48,2 3 Pengelolaan Apotek Rawat jalan II 6,3 4 Pengelolaan Apotek Rawat Jalan III 4,3 5 Pengelolaan Apotek Cendana RJ 7,4 6 Pengelolaan Apotek Cendana I 19,1 7 Pengelolaan Apotek Cendana II 12,6 8 Pengelolaan Apotek Cendana III 16,3 9 Pengelolaan Apotek Mawar I 0 10 Pengelolaan Apotek Mawar II 0 101 11 Pengelolaan Apotek Mawar III 12 Pengelolaan Apotek Melati I 26,1 13 Pengelolaan Apotek Melati II 0 14 Pengelolaan Apotek Melati III 13,6 15 Pengelolaan Apotek Anggrek I 0 16 Pengelolaan Apotek Anggrek II 6,7 17 Pengelolaan Apotek Anggrek III 11,7 18 Pengelolaan Apotek IPI & Hemodisilia 10,29 19 Pengelolaan Apotek IBS 10,9 20 Pengelolaan Apotek Indriaratna 21 Pengelolaan Apotek Gakin 22 Produksi Farmasi 40 23 Pelayanan Kebutuhan Ruangan 7 24 Gudang Farmasi 30 25 Entry Data 70 26 Pelayanan Farmasi Klinik 28 27 Pelayanan Administrasi dan Pendidikan 28 Total Waktu 0 7 226,4 664,69 Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta membutuhkan total waktu 664,69 jam. Dari total waktu yang dibutuhkan Instalasi Farmasi dalam melaksanakan kegiatan pelayanan farmasi sehari-hari tersebut, kita akan melihat pula jumlah SDM yang dimiliki Instalasi Farmasi tahun 2008 seperti terlihat dalam tabel di bawah ini: 102 Tabel 3.8 Jumlah Ketenagaan dan Kualifikasi Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Tahun 2008 KUALIFIKASI No Nama Pendidikan Diklat Tambahan Jumlah 1 Kepala Instalasi Farmasi Apoteker Managemen Farmasi 1 2 Kasubin. Administrasi dan Pendidikan Apoteker Managemen Farmasi 1 3 Kasubin Gudang Farmasi Apoteker Managemen Farmasi 1 4 Kasubin Pelayanan Kebutuhan Ruangan Apoteker Managemen Farmasi 0 5 Kasubin Produksi Apoteker Managemen Farmasi 0 6 Kasubin Apotek Rawat Jalan Apoteker Managemen Farmasi 1 7 Kasubin Apotek Rawat Inap dan Pendamping Apoteker Managemen Farmasi 1 dan 1 8 Kasubin Apotek Gawat Darurat Apoteker Managemen Farmasi 1 9 Kasubin Pelayanan Farmasi Klinik Apoteker Managemen Farmasi dan Managemen Farmasi Klinik 0 10 Pelaksana Farmasi Asisten Apoteker 44 11 Pekarya Farmasi SLTP/SLTA 28 JUMLAH 79 Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Untuk tahun 2008, Instalasi Farmasi RSDM Surakarta memiliki jumlah ketenagaan sebanyak 79 tenaga, yang terdiri dari 1 tenaga untuk Kepala Instalasi Farmasi, 1 tenaga untuk Kasubin. Administrasi dan Pendidikan, 1 tenaga untuk Kasubin Gudang Farmasi, 1 tenaga untuk Kasubin Apotek Rawat Jalan, 2 orang untuk Kasubin Apotek Rawat Inap dan Pendamping, 1 tenaga untuk Kasubin Apotek Gawat Darurat, 44 tenaga untuk pelaksana farmasi serta 28 tenaga untuk pekarya farmasi. 103 Dari kedua tabel di atas, yaitu dari tabel total waktu yang diperlukan Instalasi Farmasi dalam kegiatan pelayanan farmasi serta tabel ketenagaan Instalasi Farmasi tahun 2008, dapat dihitung analisa kebutuhan pegawai adalah sebagai berikut: Jam kerja efektif setiap tenaga adalah 70% x 7 jam = 5 jam maka; Tenaga yang dibutuhkan : 133 orang (Total waktu kegiatan farmasi dibagi jam kerja efektif= tenaga yang dibutuhkan atau 664,69 : 5 (jam)= 133 orang) Tenaga yang ada tahun 2008 Tenaga yang masih dibutuhkan saat ini : 54 orang Rencana pensiun periode 2008-2009 Jumlah Kekurangan : 79 orang − : 11 orang + : 65 orang Dari perhitungan analisa kebutuhan pegawai di atas diketahui bahwa Instalasi Farmasi masih mengalami kekurangan sumber daya manusia sebanyak 65 orang. Dari hasil wawancara juga dapat diketahui bahwa pelaksanaan perbaikan sumber daya manusia dalam hal ini pelaksanaan rekruitmen masih belum bisa dilaksanakan. Pelaksanaan yang dilakukan Instalasi Farmasi sekarang yaitu dengan membuat analisa kebutuhan tenaga seperti tersebut di atas. 104 B.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia Perkembangan pelayanan farmasi menuntut peningkatan pengetahuan dan ketrampilan tenaga professional farmasi baik apoteker maupun asisten apoteker. Untuk dapat memberikan pelayanan farmasi yang berorientasi kepada pasien dilakukan peningkatan kompetensi pegawai farmasi dalam pelayanan, yaitu dengan mengirim petugas dalam pelatihan, seminar, lokakarya di bidang farmasi. Pelaksanaan perbaikan dalam kaitannya dengan kompetensi sumber daya manusia selalu dilaksanakan setiap ada kesempatan. Hal tersebut dimintakan tanggapan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt: “Iya jelas perbaikan berkesinambungan melalui pelatihan selalu diadakan karena dalam peningkatan pelayanan dan kepuasan pelanggan harus selalu di update. Jadi ada yang belum sesuai mestinya ada pendidikan berkesinambungan”. (Wawancara, 3 Juni 2009) Hal tersebut ditambahkan oleh Bp. Drs. Waluyo, Apt.: “Setiap ada kesempatan pelatihan akan selalu diadakan. Jadi misalnya begini proyeksi kita melakukan pelayanan farmasi klinik tentu banyak rumah sakit yang belum mampu melakukan. Ada pelatihan di Bandung kita kirim, ada pelatihan Farmasi klinik di Jogja kita kirim. Tidak hanya itu saja, menyangkut kepentingan pegawai misalnya ada pelatihan penetapan angka kredit dan sebagainya”. (Wawancara, 17 Juni 2009) Berikut ini adalah pelaksanaan perbaikan kompetensi SDM yang telah dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta selama kurun waktu tahun 2005 hingga tahun 2009: 105 Tabel 3.9 Pelaksanaan Program Pengembangan Kompetensi SDM Instalasi Farmasi RSDM Surakarta Tahun 2005-2009 No Tahun 1. 2005 2. Waktu Pelaksanaan 2007 Tempat Peserta 21 Agustus 2005 Seminar Distribusi Obat dan Permasalahannya Klaten Asisten Apoteker (Dwi Kustati) 22-24 agustus 2005 Pelatihan Farmasi Klinik Tingkat Dasar RSHS Bandung Dra. Suti Haryani, Apt.; Drs. Joko L, Apt. 25-27 Agustus 2005 Pelatihan Farmasi Klinik Tingkat Lanjutan RSHS Bandung Dra. Suti Haryani, Apt.; Drs. Joko L, Apt. 23-25 Maret 2006 Pelatihan Sistem Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit UGM Yogyakarta Drs. Joko L, Apt.; D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt. 6 Mei 2006 Seminar Narkotika, Psikotropika & Zat Aditif, Ancaman dan Antisipasinya. Surakarta AA (M. Tri Wiryanti) 3-4 Juni 2006 Pelatihan Pengelolaan Perbekalan Kefarmasian & Asuhan Kefarmasian Malang Drs. Joko L, Apt. 7 Februari 2007 Seminar penggunaan Antibiotika Secara Rasional, Empirical & Definitive Treatment; Evidence Based Medicine Sebagai Dasar Terapi Secara Rasional RSDM Surakarta Drs. Joko L, Apt 10 Februari 2007 Seminar deteksi dini & Upaya Penanganan Terkini Gangguan saluran Cerna RS Kasih Ibu Sumarti 7-8 Juli 2007 Seminar Peningkatan Kualitas Pelayanan Farmasi Menuju Indonesia Sehat 2010 Pekalongan M. Tri wiryanti, Lanny Amelia 12-14 juli 2007 Pengendalian Pelayanan Kefarmasian Kefarmasian Berbasis Sistem Informasi Manajemen di Rumah Sakit UGM Yogyakarta Dra. Wahyu Sedjatiningsih, Apt. 1-3 September 2007 Penataran dan Uji Kompetensi Surakarta Seluruh Apoteker yang Belum Mengikuti uji Kompetensi 4 November 2007 Seminar Kefarmasian Hotel dwi Agung surakarta Dwi Kustati, M. Tri Wiryanti 17 November 2007 Seminar Terapi Kanker & Universitas sanata Drs. Joko L, Apt.; Dra. Suti Haryani, Apt.; Dra. 2006 3. Tema 106 5 Pengelolaan Sitoastatika Dharma Yogyakarta Wahyu Sedjatiningsih, Apt. Februari 2009 Pendidikan dan Pelatihan Farmasi Klinik Universitas Airlangga Surabaya Perwakilan Apoteker Maret 2009 Pendidikan & Pelatihan Manajemen Farmasi UGM Yogyakarta Perwakilan Apoteker April 2009 Studi Banding Pelayanan Sitoastatika RS Sardjito Yogyakarta Seluruh Apoteker dan Perwakilan Asisten Apoteker Mei-Agustus 2009 Penelitian Penggunaan Obat tertentu di RSDM RSDM Surakarta Perwakilan Apoteker 2009 Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta C. Tahap Studi (Study) Tahap studi menggambarkan bagaimana kesesuaian tahap pelaksanaan dengan tahap perencanaan yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam upaya continual improvement kinerjanya. Dengan melihat hasil pelaksanaan perbaikan di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta didapat analisa: C.1. Perbaikan Sistem C.1.1 Pengembangan Pelayanan Farmasi Klinik Pengembangan pelayanan farmasi klinik di Instalasi Farmasi masih terbilang baru sehingga dalam pelaksanaannya masih terbatas pada pelayanan farmasi klinik yang sifatnya masih sederhana. Di samping itu masih ditemui kendala dalam hal sumber daya manusia dalam pelaksanaan pengembangan farmasi kliniknya. 107 Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.,: “Farmasi klinik kita ibaratnya masih membuka hutan..masih banyak kendala yang kami rasakan baik dari sumber daya manusianya sendiri, kemudian sistem rumah sakit sendiri sepertinya masih harus kami perjuangkan. Terus terang untuk farmasi klinik ini instalasi gizi, instalasi radiologi yang akan masuk ke klinik ini memang agak susah”. (Wawancara, 22 Juli 2009) C.1.2 Pengembangan Computerize Pengembangan computerize di Instalasi Farmasi terbilang efektif khususnya yaitu kegiatan pelayanan farmasi menjadi lebih mudah, baik dalam perhitungan obat atau perbekalan farmasi maupun dari pembuatan laporan-laporan menjadi lebih cepat. Berikut hasil wawancara dengan Bp. Drs. Waluyo, apt.: “Menurut saya efektif karena ini contoh misalnya dari tradisional dahulu pelayanan buat laporan secara manual. Dengan adanya LAN atau computerize itu bisa lebih singkat. Itu artinya efektif”. (Wawancara, 17 Juni 2009) Akan tetapi, computerize farmasi klinik masih mengalami perbaikan karena harus mengikuti sistem di rumah sakit. Hal tersebut dijelaskan oleh Ibu Dra. Suti Haryani, Apt. dalam wawancara sebagai berikut: “Kalau yang kemarin kita LAN untuk farmasi ya, kemudian karena kita diarahkan untuk mengikuti sistem informasi manajemen (SIM)nya rumah sakit ya kita masih perbaikan sana, perbaikan sini tapi kita akan selalu diupdate terus”. (Wawancara, 31 Juli 2009) 108 C.2 Perbaikan Sasaran Mutu Perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi telah berjalan baik dimana hal ini dapat terlihat pada hasil capaian sasaran mutu baik dari parameter kepuasan pelanggan ataupun proses internal Instalasi Farmasi, bahwa target atau sasaran mutu telah tercapai. Hasil LKP juga menunjukkan bahwa ketidaksesuaian telah mampu dicari penyebabnya dan kemudian dapat terselesaikan. Dari hasil laporanlaporan tersebut dapat memberikan gambaran bagaimana efektivitas perbaikan. Berikut wawancara dengan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.: “Kita tahu efektif atau tidak ya dari sistem pelaporan. Jadi di mana kalau evaluasi itu laporannya gak bagus. Kita tidak tahu mana yang efektif atau yang tidak. Selain itu, sistem pelaporan secara tertulis disesuaikan dengan kinerja dan laporan lisan, ketidaksesuaian apa yang terjadi. Jadi semuanya berkaitan dengan laporan. Di Instalasi Farmasi sendiri setiap saat ada koordinasi staff disitu sebagai media untuk komunikasi, laporan tertulis dan laporan lisan disesuaikan. Meskipun target 100% belum tercapai, tapi untuk perbaikan oke”. (Wawancara, 3 Juni 2009) Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt. juga memberikan tanggapannya: “Efektivitasnya kita belum mengukur secara pasti ya. Sejauh ini ya setiap ada ketidaksesuaian, perbaikan yang kita lakukan ya berusaha menyelesaikannya, ya mungkin kadang hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi dapat diselesaikan dengan baik”. (Wawancara, 29 Mei 2009) Hal tersebut ditambahkan Ibu Dra. Suti Haryani, Apt.: “Perencanaan kita sudah efektif, sasaran mutu baik kepuasan pelanggan dan proses internal respon time telah berjalan baik. Yang masih belum efektif ya masalah sumber daya manusianya”. (Wawancara, 30 Juni 2009) 109 Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa untuk perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM Surakarta sudah cukup efektif yang dapat terlihat dari hasil capaian sasaran mutu yang telah mampu dicapai dengan baik. C.3. Perbaikan Sumber Daya Manusia C.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia Ketersediaan SDM Instalasi Farmasi masih belum bisa terpenuhi. Hal ini dikarenakan proses rekruitmen membutuhkan prosedur sehingga dalam perbaikannya membutuhkan waktu. Setelah analisa kebutuhan tenaga dibuat dan diserahkan ke direksi, Instalasi Farmasi menunggu pengadaan rekruitmen tersebut. Hal yang dilakukan sejauh ini dengan kondisi ketersediaan sumber daya manusia yang kurang adalah bagaimana internal farmasi mampu memanage sedemikian rupa kekurangan tersebut sehingga tidak mengganggu kegiatan pelayanan farmasi sambil menunggu proses rekruitmen tersebut. Berikut hasil wawancara dengan Ibu F Yovita Dewi, Ssi. Apt.: “Iya tenaga kita masih belum terpenuhi, bisa dibilang itu. Tapi di sini ya tinggal pinter-pinternya kita kalau ada lowong kita ke pasien. Kalau masalah tenaga kan di mana-mana juga seperti ini”. (Wawancara, 23 Juli 2009) C.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia Pelaksanaan perbaikan pengembangan kompetensi SDM di Instalasi Farmasi Surakarta telah berjalan baik. Dimana setiap ada kesempatan baik itu pelatihan-pelatihan, pendidikan maupun seminar- 110 seminar, SDM di Instalasi Farmasi diupayakan untuk mengikuti program tersebut. Hal tersebut dijelaskan oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.: “Efektif dari pelaksanaannya ya cukup menyelesaikan masalah cukup efektif. Tetapi ya masih ada kekurangan itu kan nanti ada perbaikan satu ada kekurangan dilanjutkan perbaikan selanjutnya seperti itu”. (Wawancara, 22 Juli 2009) Pelaksanaan atau efektivitas dari upaya continual improvement kinerja Instalasi Farmasi secara umum tidak terlepas dari hal-hal sebagai berikut: i. Keterkaitan Dengan Bagian Lain Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan di rumah sakit, Instalasi Farmasi tidak dapat berdiri sendiri. Demikian halnya dalam pelaksanaan perbaikan berkesinambungan, keterkaitan dengan bagian-bagian lain memberikan pengaruh. Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt: “Instalasi itu kan bagian dari rumah sakit ya mbak..unit yang terkait dengan banyak pihak. Misalnya untuk pengadaan barang itu kan Instalasi farmasi tidak berdiri sendiri, ada bagian keuangan untuk penanganan keuangannya, ada panitia pengadaan untuk pengadaan barang. Jadi Instalasi itu tinggal menerima sebenarnya. Jadi misalnya ada masalah disitu, barang dipending datang misalnya, kami tidak bisa menyelesaikan sendiri dan ini harus melibatkan bagian-bagian lain. Sedangkan untuk melakukan hal ini tidak hanya butuh waktu satu atau dua hari. Jadi keterkaitan ini menyebabkan perbaikan itu menjadi lama waktu untuk melakukannya. Itu suatu contoh saja, masih ada keterkaitan farmasi dengan bagian lain”. (Wawancara, 27 Mei 2009) 111 Hal senada diungkapkan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.: “Keterkaitan dengan bagian lain sangat mempengaruhi, jadi Instalasi farmasi tugasnya mengelola barang, sedangkan uang itu tugasnya keuangan, kemudian kebersamaan kita dengan bagian yang lain itu berkaitan. Apabila dalam prosesnya tidak berjalan harmonis misalnya ya sangat mempengaruhi perbaikan”. (Wawancara, 3 Juni 2009) ii. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia mempunyai peran yang penting dalam upaya continual improvement kinerja, baik dari perencanaan sampai pada tindakan perbaikan. Instalasi farmasi masih menemui kendala pada sumber daya manusia sehingga berpengaruh pada perbaikan yang dilakukan. Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.: “Hambatan kita sebenarnya SDM kita, SDM di sini yaitu kesetaraan masing-masing personal itu tidak sama. Jadi kadang yang satu bias jalan yang satu tidak. Itu karena ketidaksetaraan SDM yang ada di Instalasi Farmasi karena SDM berasal dari berbagai disiplin ilmu, ada ekonomi dan sebagainya. Jadi dalam pencapainya ada yang kurang memahami”. (Wawancara 3 Juni 2009) Ibu Dra. Suti Haryani, Apt. menambahkan: “Masalah yang dihadapi Instalasi Farmasi berkaitan dengan kurangnya sumber daya manusia. Apabila rekruitmen dilaksanakan dan hal tersebut tidak menjadi masalah lagi, saya rasa proses pelayanan farmasi serta pencapaian sasaran mutu juga akan berjalan dengan baik dan lancar”. (Wawancara, 30 Juni 2009) D. Tahap Tindakan (Act) Tahap tindakan merupakan tindakan yang dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dengan melihat hasil dari ketiga tahap sebelumnya untuk kemudian dijadikan dasar bagi proses continual improvement berikutnya. 112 D.1. Perbaikan Sistem D.1.1 Pengembangan Pelayanan Farmasi Klinik Dengan melihat hasil sebelumnya di mana diketahui bahwa pelayanan farmasi klinik merupakan hal yang baru di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, serta masih ditemui kendala baik itu sumber daya manusia, maupun sistem rumah sakit sendiri maka tindakan untuk perbaikan selanjutnya adalah mencoba mengatasi kendala-kendala tersebut. Selain itu, pengembangan pelayanan farmasi klinik untuk selanjutnya juga dilakukan dengan menjalin hubungan atau komunikasi yang lebih baik lagi antara pihak farmasi dengan dokter agar pelayanan farmasi klinik untuk kedepannya bisa lebih baik. Berikut wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt. : “…sistem rumah sakit sendiri sepertinya masih harus kami perjuangkan. Terus terang untuk rumah sakit farmasi klinik ini seperti instalasi gizi, instalasi radiologi ini agak susah memang. Ya memang..ini kan baru jadi mana yang bisa diperbaiki karena ya memang baru”. (Wawancara, 22 Juli 2009) Penjelasan serupa juga diberikan oleh Ibu F Yovita Dewi, Ssi. Apt.” : “…Cuma selama ini kan kita di Moewardi, hubungan farmasi dengan dokter masih kurang. Itu yang seharusnya dibuka sekarang ini”. (Wawancara, 22 Juli 2009) 113 D.1.2 Pengembangan Computerize Pelaksanaan computerize di Instalasi Moewardi telah berjalan baik karena terbukti efektif mampu mendukung kegiatan pelayanan farmasi, baik itu untuk perhitungan pengelolaan obat atau perbekalan farmasi menjadi lebih mudah ataupun dalam pembuatan laporan-laporan kegiatan pelayanan farmasi yang tidak lagi menggunakan cara manual. Tindakan perbaikan selanjutnya yang berkaitan pengembangan computerize di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta adalah computerize diarahkan untuk mendukung pelayanan farmasi klinik. Jadi pelayanan farmasi klinik seperti pelayanan informasi obat, konseling ataupun pemantauan terapi obat dan sebagainya bisa dilayani melalui media on-line atau komputerisasi. Untuk Instalasi Farmasi tindakan untuk perbaikan computerize farmasi kliniknya masih mencari format yang tepat dimana hal ini masih akan dibahas lebih lanjut lagi setelah adanya studi banding ke Surabaya. Dari studi banding ke Surabaya dimana Surabaya untuk pelayanan farmasi kliniknya telah berkembang baik, tentunya Instalasi Farmasi dapat memperoleh gambaran tentang bagaimana Instalasi Farmasi akan membentuk LAN atau computerize untuk farmasi kliniknya. Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt. : “..computerize nantinya dapat dapat digunakan sebagai data base untuk pelayanan farmasi klinik juga. Kita (Instalasi Farmasi) akan kembangkan computerize ke arah itu”. (Wawancara, 22 Juli 2009) 114 Hal senada juga dijelaskan oleh Ibu Dra. Suti Haryani dalam wawancara berikut: “Kalau untuk computerize farmasi kliniknya kita masih mencari format yang tepat. Makanya nanti di Surabaya itu akan diketahui bagaimana kita akan membentuk LAN untuk farmasi klinik. Kita baru mencari bentuknya seperti apa”. (Wawancara, 31 Juli 2009) D.2. Perbaikan Sasaran Mutu Sasaran mutu di Instalasi Farmasi terus ditinjau. Apabila sasaran nutu belum tercapai di satu waktu maka kan dilanjutkan perbaikan berikutnya. Dengan melihat hasil pelaksanaan capaian sasaran mutu Instalasi Farmasi seperti tersebut di atas, tindakan yang dilakukan untuk perbaikan selanjutnya yaitu dengan adanya evaluasi dimana target tersebut harus diupayakan dapat dipenuhi kembali bahkan ditingkatkan standarnya. Tindakan yang dapat dilakukan seperti dengan adanya sosialisasi yang terus-menerus kepada seluruh sumber daya manusia yang ada di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, agar sasaran mutu tersebut bisa dipahami dan untuk kedepannya sasaran mutu dapat tercapai. Hal tersebut dimintakan pendapat Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt sebagai berikut: “(untuk sasaran mutu tidak terpenuhi) internal berbenah sendiri sambil terus berkoordinasi mungkin ada bagian-bagian lain yang terkait dengan farmasi dan punya andil atau pengaruh terhadap ketidaktercapaianya itu. Jadi kita kan punya sasaran mutu untuk jangka waktu lima tahunan ya mbak ya..jadi tidak tercapai disatu waktu kita masih ada target atau waktu untuk bulan depan, terus diperbaiki terus. Jadi rencananya disesuaikan dengan target yang akan datang”. (Wawancara 27 Mei 2009) 115 Hal senada diungkapkan oleh Bp. Drs. Joko Lestari, Apt dalam wawancara berikut ini: “(tindakannya dengan) mengupayakan agar itu tercapai, seperti adanya sosialisasi terus-menerus kepada seluruh jajaran sehingga sasaran mutu itu bias dipahami agar bisa tercapai. Hal ini dilakukan secara terus menerus atau berkesinambungan, tidak boleh berhenti. Selain itu standar akan selalu menaik, tidak mandeg dan akan selalu ditingkatkan. Saya rasa ini dinamis”. (Wawancara, 3 Juni 2009) Ibu Dra. Suti Haryani, Apt juga menambahkan pernyataan sebagai berikut: “Untuk perbaikan sasaran mutu berikutnya, kita kan untuk respon time karena pada waktu bulan Maret itu kan sudah tercapai. Tapi alangkah lebih baiknya lagi dalam respon time kita evaluasi lagi, miasalnya untuk respon time dapat ditingkatkan standarnya”. (Wawancara, 31 Juli 2009) D.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia D.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia Ketersediaan SDM Instalasi Farmasi yang masih belum terpenuhi dapat diatasi dengan tindakan rekruitmen. Akan tetapi proses rekruitmen sampai pada saat ini masih belum ada dimana Instalasi Farmasi masih menunggu proses tersebut. Analisa kebutuhan tenaga telah dibuat oleh Instalasi Farmasi untuk ditindaklanjuti oleh urusan kepegawaian dan baru sampai pada tahap penerimaan. Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.: “Awal tahun ini kita sudah melakuka analisa. Kami kekurangan tenaga, kami melakukan analisa ketenagaan terus ditindaklanjutioleh urusan kepegawaian untuk melakukan rekruitmen tapi baru sampai pada tahap penerimaan. Untuk seleksi 116 dan penerimaan atau rekruitmen belum ada. Kami menunggu hal itu”. (Wawancara, 22 Juli 2009) D.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia Kompetensi SDM Instalasi Farmasi masih akan selalu ditingkatkan. Oleh karena profesionalisme menuntut tradisi life long study dan continual medical education maka perbaikan kompetensi akan dilakukan secara berkesinambungan. Perbaikan kompetensi dilakukan baik itu bagi apoteker maupun asisten apoteker. Bagi asisten apoteker terdapat pendidikan atau pelatihan tentang bagaimana pelayanan farmasi yang baik. Sedangkan bagi apoteker dalam bulan Agustus ini akan melakukan studi banding ke Surabaya berkaitan dengan pelayanan farmasi klinik. Berikut hasil wawancara dengan Ibu Dra. Suti Haryani, Apt. selaku Kepala Instalasi Farmasi RSDM Surakarta: “Untuk perbaikan selanjutnya, kami melihat dari SDM, kami ada pendidikan berkelanjutan. Untuk tingkat asisten apoteker atau D3 ada pendidikan tentang bagaimana pelayanan kefarmasian yang baik. Itu akan diadakan. Untuk yang apoteker, karena prinsip kita sekarang pelayanan farmasi klinik ya, kita dalam waktu dekat atau dalam bulan Agustus mau studi banding ke Surabaya. Karena rumah sakit ini sudah menjadi pilihan dari dua puluh rumah sakit di Indonesia, Moewardi terpilih untuk menjadi pusat pelayanan kefarmasian untuk penyakit tertentu”. (Wawancara, 31 Juli 2009) Studi banding ke Surabaya yang akan dilakukan Instalasi Farmasi bulan Agustus ini didasarkan bahwa Surabaya merupakan yang menjadi unggulan dalam pelayanan farmasi klinik. Untuk kompetensi asisten apoteker sekarang ini haruslah berlatarbelakang sarjana muda atau D3. Dalam 117 tindakan perbaikan kompetensi SDM selanjutnya Instalasi Farmasi juga akan menjalin kerjasama dengan pihak lain. Ibu Dra. Suti Haryani, Apt. menambahkan pernyataannya dalam wawancara berikut ini: “Alasan kita melakukan studi banding ke Surabaya karena Surabaya itu yang menjadi unggulannya. Kita akan melakukan juga perbaikan berkesinambungan untuk asisten apoteker sekarang kompetensinya harus minimal D3. Jadi kita akan menggandeng pihak lain dalam pelaksanaannya”. (Wawancara, 31 Juli 2009) Dengan adanya continual improvement kinerja seperti dijelaskan diatas, Instalasi Farmasi RSDM Surakarta mengalami perbaikan dalam pelayanannya dan hal ini akan dilakukan secara berkesinambungan atau terus menerus. Terlebih setelah adanya penerapan ISO 9001:2000 perbaikan pelayanan Instalasi Farmasi menjadi lebih terdokumentasi dan terarah. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Bp. Drs. Waluyo, Apt dalam wawancara berikut ini: “Instalasi Farmasi selalu akan mengalami perbaikan. Terlebih setelah penerapan ISO 9001:2000, akan selalu diingatkan setiap ada kekurangan dalam pelayanan dan sebagainya...dari kekurangan-kerungan tersebut kemudian ditambal atau diperbaiki kan gitu”. (Wawancara, 17 Juni 2009) Hal ini juga dimintakan tanggapan dari penerima jasa pelayanan farmasi seperti yang di ungkapkan oleh ibu Warni sebagai berikut: “Sebenarnya pelayanan di Instalasi ini sudah baik mbak. Kalau masalah antri itu biasa, karena yang menebus obat bukan cuma saya tapi ada puluhan orang sebelum saya”.(Wawancara, 20 Agustus 2009) 118 Hal senada diungkapkan oleh bapak Sholeh ketika mengurus resep: “Pelayanannya saya rasa sudah cukup baik. Cuma kadang antriannya yang lama, mereka keliatan kualahan melayani banyaknya antrian. Coba ditambah lagi tenaganya pasti antrian bisa berkurang. (Wawancara, 20 Agustus 2009) Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan Instalasi Farmasi sudah cukup baik, terlebih sejak penerapan ISO 9001:2000. Hal yang masih menjadi kendala adalah kurangnya tenaga yang dimiliki Instalasi Farmasi RSDM Surakarta sehingga pelayanannya. berpengaruh pada kecepatan waktu dalam 119 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta telah berjalan baik. Akan tetapi, dalam upaya continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta tersebut masih dijumpai hambatan-hambatan. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut: 1. Tahap Perencanaan (Plan) 1.1 Perbaikan Sistem Rencana perbaikan meliputi: 1.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik Perbaikan sistem di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta berkembang dari sistem farmasi tradisional ke arah farmasi klinik. Instalasi Farmasi tidak hanya berperan dalam melayani resep atau mengelola barang saja, tetapi bertanggung jawab pula dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan. 1.1.2 Perbaikan Computerize 120 Computerize dikembangkan agar pelayanan lebih efektif dan efisien, yaitu untuk pengelolaan obat atau perbekalan farmasi. Selain itu pula pengembangan computerize sekarang ini juga diarahkan sebagai data base dalam pelayanan farmasi klinik. 1.2 Perbaikan Sasaran Mutu Sasaran mutu Instalasi Farmasi selalu ditinjau dan dievaluasi. Dalam perbaikan sasaran mutu terdapat LKP. LKP berisi ketidaksesuaian yang terjadi tidak hanya berkaitan dengan sasaran mutu tetapi juga prosedur. Dalam LKP terdapat rencana perbaikan untuk mengatasi ketidaksesuaian. Hasil LKP bulan Mei 2009 terdapat rencana perbaikan, yaitu membuat prosedur tetap stok opname obat dan alat kesehatan serta membuat standar kompetnsi farmasis RSDM Surakarta. 1.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia 1.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia Ketersediaan sumber daya manusia di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta belum mencukupi jumlahnya. Rencana perbaikan yang dilakukan yaitu dengan adanya rekruitmen sehingga mampu menutupi kekurangan tersebut. 1.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia 121 Rencana perbaikan kompetensi sumber daya manusia dikembangkan melalui pelatihan untuk memaksimalkan potensi sehingga secara berkesinambungan perbaikan dapat tercapai. 2. Tahap Pelaksanaan (Do) 2.1 Perbaikan Sistem 2.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik Pelaksanaan pengembangan pelayanan farmasi klinik di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta terbilang baru karena baru mulai dikembangkan tahun ini. Untuk pelaksanaannya Instalasi Farmasi RSDM Surakarta melakukan pelayanan farmasi klinik yang sifatnya sederhana seperti pelayanan informasi obat, konselling obat, pemantauan terapi obat dan sebagainya. 2.1.2 Perbaikan Computerize Pelaksanaaan computerize sangat bermanfaat dalam kegiatan pelayanan farmasi seperti pengelolaan obat di Instalasi Farmasi menjadi lebih cepat. Pelaksanaan perbaikan computerize di Instalasi Farmasi juga didukung oleh sarana prasarana yang mencukupi. Sarana prasarana yang ada juga mengalami perbaikan dan akan selalu diupdate. 2.2 Perbaikan Sasaran Mutu 122 Dalam pelaksanaan perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM Surakarta mengupayakan pelayanan itu cepat, tepat dan lengkap. Cepat dalam sisi waktu, tepat dari sisi ketelitian dan lengkap dari sisi kelengkapan obat. Dari pelaksanaan tersebut didapatkan hasil sasaran mutu dari parameter kepuasan pelanggan pada Januari-Maret 2009 adalah 90,29% pelanggan puas di mana target dapat dipenuhi. Untuk perbaikan LKP, yaitu pembuatan prosedur tetap stok opname obat dan alat kesehatan serta prosedur tetap standar kompetensi farmasis RSDM Surakarta telah diselesaikan dengan baik. 2.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia 2.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia Ketersediaan sumber daya manusia yang kurang dilakukan rencana perbaikan berupa rekrutmen. Instalasi farmasi melukukan analisa kebutuhan tenaga dan diketahui bahwa kebutuhan SDM mengalami kekurangan sebanyak 65 orang. Analisa tersebut kemudian diserahkan ke direktur untuk ditindaklanjuti untuk diadakan rekritmen. Akan tetapi, rekruitmen sampai sekarang belum ada dan farmasi masih menunggu hal tersebut. 2.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia Selama kurun waktu tahun 2005 sampai 2009 ini telah dilakukan upaya peningkatan komptensi secara berkesinambunganyaitu 123 dengan mengirim petugas dalam pelatihan, seminar, lokakarya di bidang farmasi. 3. Tahap Studi (Study) 3.1 Perbaikan Sistem 3.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik Pengembangan pelayanan farmasi klinik di Instalasi Farmasi masih terbilang baru sehingga dalam pelaksanaannya masih terbatas pada pelayanan farmasi klinik yang sifatnya sederhana. Di samping itu ditemui kendala dalam hal sumber daya manusia dalam pelaksanaan pengembangan farmasi kliniknya. 3.1.2 Perbaikan Computerize Pengembangan computerize di Instalasi Farmasi terbilang efektif karena kegiatan pelayanan farmasi menjadi lebih cepat, baik dalam perhitungan obat atau perbekalan farmasi maupun dari pembuatan laporan-laporan kegiatan pelayanan farmasi. 3.2 Perbaikan Sasaran Mutu Perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi telah berjalan baik dimana hal ini dapat terlihat pada hasil capaian sasaran mutu baik dari parameter kepuasan pelanggan ataupun proses internal Instalasi Farmasi, bahwa target atau sasaran mutu telah tercapai. Hasil LKP juga menunjukkan 124 bahwa ketidaksesuaian telah mampu dicari penyebabnya dan kemudian dapat terselesaikan. Dari hasil laporan-laporan tersebut dapat memberikan gambaran bagaimana efektivitas perbaikan. 3.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia 3.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia Ketersediaan SDM Instalasi Farmasi masih belum bisa terpenuhi. Hal ini dikarenakan proses rekruitmen membutuhkan prosedur sehingga dalam perbaikannya membutuhkan waktu. Setelah analisa kebutuhan tenaga dibuat dan diserahkan ke direksi, Instalasi Farmasi menunggu pengadaan rekruitmen tersebut. 3.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia Pelaksanaan perbaikan pengembangan kompetensi SDM di Instalasi Farmasi Surakarta telah berjalan baik. Dimana setiap ada kesempatan baik itu pelatihan-pelatihan, pendidikan maupun seminar-seminar, SDM di Instalasi Farmasi diupayakan untuk mengikuti program tersebut. Pelaksanaan continual improvement kinerja di Instalasi Farmasi dipengaruhi oleh sumber daya manusia serta keterkaitan farmasi dengan bagian lain. 4. Tahap Tindakan (Act) 4.1 Perbaikan Sistem 125 4.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik Dengan melihat hasil sebelumnya di mana pelayanan farmasi klinik merupakan hal baru di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, serta masih ditemui kendala baik itu sumber daya manusia, maupun sistem rumah sakit sendiri maka tindakan untuk perbaikan selanjutnya adalah mencoba mengatasi kendala-kendala tersebut. 4.1.2 Perbaikan Computerize Tindakan perbaikan selanjutnya yang berkaitan pengembangan computerize di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta adalah computerize diarahkan untuk mendukung pelayanan farmasi klinik. Jadi pelayanan farmasi klinik seperti pelayanan informasi obat, konseling ataupun pemantauan terapi obat dan sebagainya bisa dilayani melalui media on-line atau komputerisasi. Untuk perbaikan computerize farmasi klinik ini, rencana perbaikan selanjutnya masih akan dibahas setelah adanya studi banding ke Surabaya. 4.2 Perbaikan Sasaran Mutu Sasaran mutu di Instalasi Farmasi terus ditinjau. Sasaran mutu belum tercapai di satu waktu maka akan dilanjutkan perbaikan berikutnya. Dengan melihat hasil pelaksanaan capaian sasaran mutu Instalasi Farmasi yang telah terpenuhi, tentunya untuk perbaikan selanjutnya target tersebut 126 harus diupayakan dapat dipenuhi kembali bahkan ditingkatkan standarnya. 4.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia 4.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia Ketersediaan SDM Instalasi Farmasi yang masih belum terpenuhi dapat diatasi dengan tindakan rekruitmen. Akan tetapi proses rekruitmen sampai pada saat ini belum ada dimana Instalasi Farmasi masih menunggu proses tersebut. Analisa kebutuhan tenaga tahun 2008 telah dibuat oleh Instalasi Farmasi untuk ditindaklanjuti oleh urusan kepegawaian dan baru sampai pada tahap penerimaan. 4.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia Kompetensi SDM Instalasi Farmasi akan selalu ditingkatkan secara berkesinambungan.. Untuk tingkat AA ada pendidikan tentang pelayanan farmasi. Untuk apoteker untuk bulan Agustus Instalasi Farmasi RSDM Surakarta akan melakukan studi banding ke Surabaya kaitannya dengan pelayanan farmasi klinik. Dengan adanya continual improvement kinerja, Instalasi Farmasi mengalami perbaikan pelayanan. Akan tetapi, masih terdapat kendala dari jumlah tenaga yang kurang sehingga berpengaruh pada kecepatan waktu pelayanan. 127 B. Saran Berdasarkan hasil penelitian penulis mengajukan saran sebagai berikut: 1. Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dapat mendokumentasikan setiap upaya continual improvement kinerjanya, sehingga Instalasi Farmasi dapat mengetahui sejauh mana pelaksanaan perbaikan. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya perbaikan computerize yang ada di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. 2. Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dapat pula merencanakan perbaikan kompetensi sumber daya manusia khususnya kompetensi dalam proses internal atau respon time atau berkaitan dengan sasaran mutunya. Hal ini dilakukan dengan mengikutsertakan SDM di Instalasi Farmasi dalam pelatihan-pelatihan, seminar dan sebagainya pengembangan kompetensi tersebut. yang berkaitan dengan