Uploaded by Made Mandala Putra

26

advertisement
1
CONTINUAL IMPROVEMENT KINERJA INSTALASI FARMASI
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Oleh:
ARUM WULAN HANDAMARI
D 0105044
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelayanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan
seharusnya menjadi prioritas organisasi dalam mempertahankan eksistensinya.
Terlebih dewasa ini, seiring dengan kompetisi global yang semakin ketat serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat kian kritis terhadap
pelayanan yang diterima. Dalam kondisi demikian, hanya organisasi yang mampu
memberikan pelayanan berkualitas lah yang akan memperoleh kepercayaan dari
pelanggan (customer). Dengan kata lain, apabila organisasi menginginkan
kepercayaan dari pelanggan dan terlebih memberikan kepuasan bagi mereka,
maka pelayanan yang berkualitas harus diprioritaskan. Sedangkan organisasi
dengan pelayanan yang buruk harus bersiap menghadapi sulitnya kompetisi
dengan organisasi lain yang pada akhirnya berdampak pada keterpurukan
organisasi itu sendiri.
Salah satu hal yang selama ini menjadi masalah adalah pelayanan publik
secara umum belum mampu memberikan kepuasan bagi para pelanggannya.
Menurut survey yang dilakukan oleh Center for Population Policy Studies
Universitas Gajah Mada (UGM) terhadap pelayanan publik, hal tersebut
dikarenakan bahwa acuan yang digunakan aparatur dalam pemberian pelayanan,
khususnya acuan kepuasan masyarakat hanya berkisar 16 % saja, selebihnya
pelayanan didasarkan peraturan/juklak (80%), inisiatif sendiri (3%) serta visi dan
3
misi (1%). Akibatnya aparatur terbelenggu untuk melakukan daya inovasi dan
kreasi dalam pelayanan publik serta berdampak pada ketidakpuasan masyarakat
sebagai pengguna layanan. (Lijan Poltak Sinambela, 2006: 117-118)
Seiring dengan kondisi demikian, maka organisasi mulai menyadari akan
pentingnya peningkatan kualitas pelayanan dipacu oleh adanya penerapan Total
Quality Management (TQM). Konsep TQM ini pada dasarnya menekankan pada
perbaikan berkesinambungan (continual improvement) pada setiap proses
organisasi untuk mencapai kepuasan pelanggan. Menurut Zulian Yamit ( 2005:
77-78),
kepuasan
pelanggan
hanya
dapat
dicapai
apabila
organisasi
memperhatikan apa yang diinginkan pelanggan dan memperhatikan apa yang
diinginkan pelanggan berarti kualitas produk dan jasa pelayanan yang dihasilkan
ditentukan oleh pelanggan pula.
Dari hal tersebut, tentu saja pelayanan yang diinginkan pelanggan
merupakan sesuatu yang bermutu baik sehingga mampu memberikan kepuasan
bagi mereka dan di saat inilah konsep TQM dapat bermanfaat sebagai strategi
dalam menciptakan pelayanan yang bermutu tersebut.
Dalam konsep TQM, untuk menciptakan pelayanan yang bermutu,
oganisasi harus pula memperhatikan adanya perbaikan berkesinambungan
(continual improvement). Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana dalam buku “Total
Quality
Management”
(2001:
262),
memberikan
penjelasan
perbaikan
berkesinambungan sebagai suatu usaha konstan untuk mengubah dan membuat
sesuatu menjadi lebih baik. Sedangkan Rudi Siardi (2003: 57), menjelaskan secara
4
lebih rinci pengertian perbaikan berkesinambungan (continual improvement)
sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan continous improvement sebagai
berikut:
“…Sesuatu yang berbeda jika dibandingkan pada ISO 1994, yang didasari
continous improvement. Pada continous improvement terjadi proses pendekatan
yang terus menerus dan dilakukan dengan segera setelah terjadi penyempurnaan.
Hal ini akan menjadi standar dan tantangan untuk melakukan penyempurnaan
lagi. Peningkatan yang baru dilakukan, direvisi dan diganti untuk mencapai nilai
baru dan lebih baik. Dengan kata lain, terjadi peningkatan yang terus menerus
yang tiada pernah berhenti. Tetapi, pada pelaksanaannya seringkali hasil
peningkatan tersebut belum familiar bagi pemakainya sehingga ketika dilakukan
peningkatan lagi akan makin menyulitkan. Karena itu pada edisi baru bentuk
peningkatan diganti dari continous menjadi continual. Dengan continual
improvement, setelah dilakukan peningkatan pertama kali, maka sebelum
ditingkatkan terlebih dahulu dilakukan stabilisasi. Bila stabilisasi sudah berjalan
baru dilanjutkan dengan meningkatkan standar”.
ISO 9000 merupakan bagian dari standar mutu untuk mengoptimalkan
efektivitas mutu suatu organisasi melalui perbaikan berkesinambungan. ISO 9000
merupakan strategi yang ampuh bagi organisasi karena banyak manfaat yang
didapat dari penerapan standar mutu tersebut. Menurut Rudi Siardi (2003: 31-32),
manfaat penerapan standar mutu ISO 9000 terbagi menjadi 2, yaitu
pertama,manfaat yang sulit diukur diantaranya yaitu membuat sistem kerja dalam
suatu perusahaan menjadi standar kerja yang terdokumentasi, adanya jaminan
bahwa perusahaan itu mempunyai sistem manajemen mutu dan produk yang
diinginkan sesuai dengan keinginan pelanggan, menjamin bahwa proses yang
dilaksanakan sesuai dengan manajemen mutu yang diharapkan,dan sebagainya.
Kedua, manfaat yang mudah diukur seperti pengambilan keputusan oleh pihak
manajemen yang berwenang yang kemudian disebarluaskan, biaya operasional
5
berkurang, mengurangi corrective action serta mengurangi jumlah keluhan
pelanggan.
RSUD Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta merupakan salah satu organisasi
yang mempunyai kesadaran akan pentingnya kualitas pelayanan yang dipacu
dengan adanya penerapan TQM. Sebagai organisasi pelayanan publik yang
mempunyai peran dalam bidang pelayanan kesehatan yang memiliki status
sebagai rumah sakit rujukan wilayah Eks Karisidenan Surakarta dan sekitarnya,
RSDM Surakarta berupaya mengedepankan kualitas pelayanan agar mampu
memberikan kepuasan bagi para pelanggannya. Atas upayanya tersebut, pada
tanggal 19 Juni 2007 RSDM Surakarta mampu meraih sertifikasi ISO 9001:2000
yang merupakan bagian dari standar mutu ISO 9000 dan lembaga register yang
memberikan sertifikasi untuk RSDM Surakarta adalah SGS Internasional.
Dengan diperolehnya sertifikasi ISO 9001:2000 diharapkan RSDM
Surakarta mampu memberikan pelayanan yang berkualitas sehingga secara
berkesinambungan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai pelanggan.
Keberhasilan penerapan standar mutu ISO 9001:2000 melalui perbaikan
berkesinambungan terhadap pelayanan seperti halnya yang dilakukan RSDM
Surakarta nantinya, akan memberikan kesempatan yang besar bagi peningkatan
kinerja pelayanan serta mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Gubernur Jateng Mardiyanto pada
saat penyerahan penghargaan ISO 9001:2000 kepada direktur RSUD Dr.
Moewardi Surakarta, dr Mardiyatmo Sp Rad di Grhadika Bakti Praja Semarang
6
yang mengatakan, “Pelaksanaan ISO merupakan upaya pemerintah untuk
memberikan pelayanan kesehatan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntutan pasar.
Selain itu, guna memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan rumah sakit pemerintah”. Sekda Jateng Mardjijono juga memberikan
pernyataan bahwa, ''Maksud pencanangan ISO 9001:2000 yakni agar kualitas
pelayanan kesehatan dapat diukur melalui sistem manajemen mutu, sehingga
masyarakat sebagai obyek pelayanan merasa puas.
(http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com)
Ruang lingkup penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 di
RSDM Surakarta meliputi Instalasi Rawat Inap Paviliun Cendana, Laboratorium,
Instalasi Farmasi, Instalasi Radiologi dan Instalasi Bedah Sentral.
Instalasi Farmasi menjadi salah satu ruang lingkup dalam pelaksanaan ISO
9001:2000 di RSDM Surakarta karena Instalasi Farmasi mempunyai peran
penting sebagai instalasi yang melakukan pelayanan penunjang medis di bidang
perbekalan farmasi kepada pasien maupun instalasi terkait di rumah sakit. Di
samping itu, pelayanan farmasi rumah sakit menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan obat bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Pelayanan farmasi di RSDM Surakarta meliputi, pasien rawat jalan
dilayani di apotek rawat jalan (sub instalasi farmasi apotek rawat jalan); pasien
rawat inap dilayani di apotek rawat inap (sub instalasi farmasi apotek rawat inap);
7
pasien Instalasi Gawat Darurat (IGD) dilayani di apotek IGD (sub instalasi
farmasi apotek IGD); pelayanan perbekalan farmasi yang tidak diresepkan seperti
x-ray film,fixer,developer,dll, dilayani melalui sub instalasi farmasi pelayanan
kebutuhan ruangan; perbekalan farmasi yang tidak tersedia di pasaran atau
memerlukan pengemasan kembali dilaksanakan oleh sub instalasi farmasi
produksi farmasi. Pelayanan lainnya, staf instalasi farmasi bersama staff
laboratorium farmasi kedokteran terlibat pendidikan dokter muda Fakultas
Kedokteran UNS, mahasiswa tingkat profesi Fakultas Farmasi beberapa
Universitas di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta serta siswa
Sekolah Menengah Farmasi di Surakarta dikoordinasi oleh sub instalasi farmasi
administrasi dan pendidikan.
Dengan diterapkannya sistem manajemen mutu ISO 9001:2000, Instalasi
Farmasi dituntut untuk selalu meningkatkan kualitasnya. Peningkatan kualitas
tersebut dapat tercapai apabila terdapat peningkatan kinerja dari seluruh elemen
atau pihak yang ada di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta sebagai bagian dari
prosesnya.
Hal tersebut dikarenakan bahwa kinerja sangat berpengaruh terhadap
tercapainya visi dan misi RSDM Surakarta . Dengan kinerja yang baik tentunya
visi dan misi organisasi menjadi lebih mudah terealisasi. Oleh karena itu
dibutuhkan pengetahuan mengenai kinerja. Dengan adanya pengetahuan kinerja,
maka RSDM Surakarta dapat mengetahui kelebihan serta kekurangan yang ada
sehingga dapat menjadi bahan masukan sekaligus evaluasi terhadap perbaikan
kinerja selanjutnya sehingga nantinya peningkatan kualitas dapat tercapai.
8
Tetapi dalam kenyataannya, pelayanan di Instalasi Farmasi masih
mengalami beberapa kendala yang menyebabkan ketidakpuasan para pelanggan.
Hal ini terlihat dalam dari hasil pengukuran kepuasan pelanggan terhadap
pelayanan farmasi pasien rawat inap yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta pada bulan Oktober 2008:
Tabel 1.1
Rekapitulasi Evaluasi Kepuasan Pelanggan Pelayanan Farmasi
di RSDM Surakarta Bulan Oktober 2008
Penilaian
N
o
1
Variabel
b. Kemampuan
Petugas
menyelesaika
n masalah
c Kelengkapan
obat di apotek
SP
(5)
P
(4)
CP
(3)
KP
(2)
STP
(1)
10
15
12
7
6
50
15
15
7
7
6
10
21
6
11
20
25
5
29
25
15
20
%
PP
SP
P
CP
KP
ST
P
50
50
60
36
14
6
50
60
75
60
21
14
2
50
62
50
84
18
0
0
50
90
100
100
5
1
0
50
88
95
9
4
2
50
70
75
Tingkat
Kinerja
Asli
Skala
10
166
2,96
6,39
6
176
1,02
6,77
22
2
176
1,02
6,77
15
0
0
215
1,24
8,27
100
15
2
0
212
1,22
8,16
80
27
8
2
192
1,11
7,39
Pelayanan
a. Kesopanan
petugas
b. Kemampuan
petugas
menolong dan
melayani
3
Total
Nilai
Bobo
t
Kinerja
Pelayanan
a. Kecepatan
waktu
pelayanan
2
Nilai x Bobot Nilai
Empati
a. Pemahaman
petugas atas
kebutuhan
9
pelanggan
b. Kemudahan
petugas untuk
dihubungi
4
10
20
15
4
1
50
60
17
25
6
2
0
50
84
20
18
10
1
1
50
76
50
80
45
8
1
85
100
18
4
0
100
72
30
2
680
736
225
74
184
1,06
7,08
207
1,19
7,96
1
205
1,18
7,89
18
1733
Fasilitas
a. Fasilitas fisik
apotek
b. Kebersihan
ruangan
Jumlah
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Jumlah pelanggan yang mempunyai nilai kepuasan tinggi: 81,71%
Keterangan
SP(5) : Sangat Puas, Bobot Nilai:5
P(4)
: Puas, bobot nilai:4
CP(3) : Cukup Puas, bobot nilai:3
KP(2) : Kurang Puas, bobot nilai:2
STP(1) : Sangat Tidak Puas, bobot nilai:1
% PP : Prosentase Pelanggan Puas
Dari Tabel 1.1 diatas dapat dijelaskan bahwa pada bulan Oktober 2008,
pengukuran kepuasan pelanggan menunjukkan 81,71% pelanggan puas terhadap
semua kriteria yang ditanyakan. Hal tersebut belum sesuai dengan sasaran kualitas
Instalasi Farmasi yaitu 90% pelanggan puas. Dilihat dari kinerja pelayanan,
variabel yang mempunyai nilai terendah adalah kecepatan waktu pelayanan.
Rendahnya nilai kinerja ini berhubungan dengan berkurangnya anggaran
penggunaan obat pada akhir tahun anggaran, sehingga dalam memenuhi
permintaan resep harus dicarikan dulu ke outlet lain atau ke apotek pelengkap,
dimana hal tersebut memerlukan waktu yang akibatnya kepuasan pelanggan
10
terhadap kecepatan waktu pelayanan menjadi rendah. Berkurangnya anggaran
obat tersebut juga menyebabkan kelengkapan obat di sub instalasi cendana
menjadi kurang karena gudang farmasi mulai kesulitan dalam pengadaan obat.
Adapun sasaran mutu dan target Instalasi Farmasi yaitu, dalam melayani
pasien, Instalasi Farmasi memiliki target dan sasaran mutu yang dapat
memberikan kepuasan terhadap para pasien. Instalasi Farmasi mentargetkan 90 %
pasien puas dengan pelayanan yang mereka lakukan. Kepuasan pasien tersebut
diukur dengan angket kepuasan pelanggan ( kuisioner ) yang dilakukan evaluasi
setiap 6 bulan sekali. Untuk proses internal respon time dilakukan dengan waktu
antara 15–30 menit setiap pelayanan resep bagi pasien non askes dan waktu antara
41-45 menit bagi pasien askes.
Meskipun masih dijumpai kendala yang ditunjukkan dengan hasil
pengukuran kepuasan pelanggan terhadap pelayanan farmasi pasien rawat inap
yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSDM Surakarta di atas, akan tetapi proses
internal Instalasi Farmasi telah berjalan baik. Hal tersebut sesuai dengan laporan
sasaran mutu proses internal di bawah ini:
11
Tabel 1.2
Laporan Pencapaian Sasaran Mutu Proses Internal Instalasi Farmasi
Bulan Juli-September 2008
Parameter
N
o
1
2
3
Respon Time
Perhitungan
Resep
Non
Racikan
Non
Askes
Perhitungan
Resep Racikan
Non Askes
Perhitungan
Resep Askes
Ruang
Jumlah
Lembar
Bulan (Jumlah Waktu dalam
Menit)
Juli
Agustus
September
Jumlah
Waktu
Respon
Time
Respon
Time
Ratarata Per
Lembar
Cendana I
30
145
137
148
430
14,33
Cendana
II
30
139
147
144
430
14,33
Cendana
III
30
146
140
146
432
14,40
Cendana
I, II, III
10
83
80
114
277
27,7
27,7
Apotik
Pelengkap
20
288
279
240
807
40,35
40,35
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Dari hasil perhitungan respon time terlihat bahwa untuk respon time
pelayanan resep untuk jenis racikan dan non racikan telah memenuhi target atau
sasaran mutu. Untuk resep non racikan sebesar 14,39 menit dan resep racikan 27,7
menit (sasaran mutu resep non racikan:15 menit sedangkan resep racikan 29
menit). Waktu pelayanan untuk pasien askes juga menunjukkan bahwa sasaran
mutu bisa tercapai dimana respon time yang terdapat dari hasil perhitungan adalah
40,35 menit (sasaran mutu:42 menit).
Dengan melihat kondisi tersebut dimana terdapat sasaran mutu yang telah
memenuhi target tentunya pihak management di Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta telah menerapkan continual improvement kinerja dalam prosesnya.
14,36
12
Untuk selanjutnya continual improvement tetap diperlukan agar sasaran mutu
yang telah memenuhi target tersebut dapat ditingkatkan lagi sehingga kualitas
pelayanan dapat tercapai. Sedangkan masih terdapatnya sasaran mutu yang belum
terpenuhi, maka continual improvement diperlukan agar kedepannya pihak
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta mampu menemukan penyebab untuk
kemudian dicari solusi untuk perbaikan sasaran mutu tersebut. Karena adanya
masalah tersebut maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang
continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
dalam penelitian ini penulis mengajukan perumusan masalah sebagai berikut:
“Bagaimana continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Operasional
Untuk mengetahui bagaimana continual improvement kinerja Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta.
2. Tujuan Individu
Untuk memenuhi syarat dalam meraih gelar Sarjana sosial, Jurusan Ilmu
Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
13
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang
administrasi khususnya tentang continual improvement kinerja.
2. Menjadi bahan masukan sekaligus evaluasi bagi RSDM Surakarta dalam
upaya perbaikan berkesinambungan kinerja Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta berikutnya.
3. Dengan adanya upaya continual improvement kinerja, Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
masyarakat.
4.
Bagi penulis, dapat bermanfaat sebagai media latihan serta menambah
wawasan khususnya berkaitan dengan continual improvement kinerjanya.
E. Landasan Teori
1. Continual Improvement
Dalam Kamus Lengkap Inggris Indonesia, continual berarti secara
terus menerus, berkesinambungan, kontinyu. Sedangkan improvement
berarti perbaikan, kemajuan.
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001:262), istilah continual
improvement tersebut diartikan sebagai perbaikan berkesinambungan yaitu
merupakan suatu usaha konstan untuk mengubah dan membuat sesuatu
menjadi lebih baik. Perbaikan berkesinambungan merupakan salah satu
unsur paling fundamental dari total quality management. Konsep
14
perbaikan berkesinambungan diterapkan baik terhadap proses maupun
orang yang melaksanakan.
Sedangkan Vincent Gaspersz (2006:81) menyebutnya sebagai
peningkatan terus menerus yaitu sebagai suatu proses yang berfokus pada
upaya
terus-menerus
meningkatkan
efektivitas
dan/atau
efisiensi
organisasi untuk memenuhi kebijakan dan tujuan dari organisasi itu.
Peningkatan terus menerus membutuhkan langkah-langkah konsolidasi
yang progresif, menanggapi perkembangan kebutuhan dan ekspektasi
pelanggan, dan akan menjamin evolusi dinamik dari sistem manajemen
kualitas.
Rudi Siardi (2003: 57), menjelaskan secara lebih rinci pengertian
perbaikan
berkesinambungan
(continual
improvement)
sekaligus
menunjukkan perbedaannya dengan continuous improvement sebagai
berikut:
“…Sesuatu yang berbeda jika dibandingkan pada ISO 1994, yang
didasari continuous improvement. Pada continuous improvement
terjadi proses pendekatan yang terus menerus dan dilakukan
dengan segera setelah terjadi penyempurnaan. Hal ini akan menjadi
standar dan tantangan untuk melakukan penyempurnaan lagi.
Peningkatan yang baru dilakukan, direvisi dan diganti untuk
mencapai nilai baru dan lebih baik. Dengan kata lain, terjadi
peningkatan yang terus menerus yang tiada pernah berhenti.
Tetapi, pada pelaksanaannya seringkali hasil peningkatan tersebut
belum familiar bagi pemakainya sehingga ketika dilakukan
peningkatan lagi akan makin menyulitkan. Karena itu pada edisi
baru bentuk peningkatan diganti dari continuous menjadi
continual. Dengan continual improvement, setelah dilakukan
peningkatan pertama kali, maka sebelum ditingkatkan terlebih
dahulu dilakukan stabilisasi. Bila stabilisasi sudah berjalan baru
dilanjutkan dengan meningkatkan standar”.
15
Dari berbagai pendapat ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa pengertian continual improvement adalah suatu proses yang
berfokus pada upaya terus-menerus untuk mengubah sesuatu menjadi lebih
baik.
2. Kinerja
Kinerja menurut Lembaga Administrasi Negara didefinisikan
sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi
organisasi. (Joko Widodo, 2005:79)
Menurut Joko Widodo sendiri (2005:79), kinerja pada hakikatnya
berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalam
menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Selain itu, John Waihmore dalam Lijan Poltak
Sinambela (2006:138) mengemukakan bahwa kinerja merupakan ekspresi
potensi seseorang dalam memenuhi tanggung jawab dengan menetapkan
standar tertentu. Sementara menurut Bastian dalam Hessel Nogi S.
Tangkilisan (2005:175), kinerja organisasi merupakan gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi tersebut.
Berdasarkan
beberapa
pendapat
tersebut,
maka
penulis
menyimpulkan bahwa kinerja organisasi dapat diartikan sebagai gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dari orang atau
16
sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam mewujudkan tujuan
organisasi.
3. Continual Improvement Kinerja
Continual improvement dapat didefinisikan sebagai suatu proses
yang berfokus pada upaya terus-menerus untuk mengubah sesuatu menjadi
lebih baik. Sedangkan pengertian kinerja adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dari orang atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Berdasarkan dua pengertian di atas maka pengertian continual
improvement kinerja dapat disimpulkan sebagai suatu proses yang
berfokus pada upaya terus menerus untuk memperbaiki atau meningkatkan
pencapaian tugas dari seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi
sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi dapat tercapai.
Membahas mengenai continual improvement kinerja tidak terlepas
dari peningkatan proses terus-menerus karena keduanya saling berkaitan,
dimana continual improvement kinerja merupakan salah satu bagian dari
peningkatan proses terus-menerus. Dengan adanya analisis mengenai
kinerja maka menjadi landasan untuk peningkatan proses terus-menerus
sehingga dalam hal ini analisis kinerja berperan dalam mengendalikan
proses. Oleh karena itu, penulis perlu menjelaskan tentang peningkatan
proses terus-menerus.
Terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai pengertian proses.
Proses menurut Vincent Gasperz (2003:77), didefinisikan sebagai berikut:
17
“Integrasi sekuensial dari orang, material, metode, dan mesin atau
peralatan dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah
output untuk pelanggan”.
Sedangkan proses dalam ISO 9001:2000 ( Rudi suardi, 2003:52)
diartikan sebagai:
“Kumpulan aktivitas yang saling berhubungan/mempengaruhi,
dimana berubahnya input (material, persyaratan, peralatan,
instruksi) menjadi output (barang, jasa)”.
Selain itu, M.N. Nasution (2001:80) mengartikan proses sebagai:
“Sekumpulan aktivitas kerja yang saling berhubungan guna
mentransformasikan sumber-sumber input menjadi produk untuk
pelanggan”.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa proses
merupakan aktivitas berubahnya input menjadi output. Kemudian
mengacu kesimpulan mengenai pengertian continual improvement
(perbaikan
berkesinambungan/peningkatan
terus-menerus)
seperti
dijelaskan dimuka sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya terusmenerus untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik, maka oleh penulis
peningkatan proses terus-menerus didefinisikan sebagai aktivitas yang
berfokus pada upaya terus-menerus mengubah input menjadi output agar
menjadi lebih baik.
Dalam penelitian ini selanjutnya akan diulas lebih jauh tentang
continual improvement kinerja yang digambarkan melalui peningkatan
proses terus-menerus. Tenner dan De Toro dalam Vincent Gasperz
(2003:79-85) mengemukakan suatu model peningkatan
proses secara
terus menerus yang terdiri dari enam langkah sebagai berikut:
18
a). Mendefinisikan Masalah dalam Konteks Proses.
Model peningkatan proses dimulai dari penetapan sistem mana
yang terlibat, agar usaha-usaha dapat terfokus pada proses bukan
output. Aktivitas spesifik dalam langkah ini adalah:

Identifikasi output.

Identifikasi pelanggan.

Definisi kebutuhan pelanggan.

Identifikasi proses yang menghasilkan output ini.

Identifikasi pemilik proses.
b). Identifikasi dan Dokumentasi Proses
Diagram alir
(flowcart)
merupakan alat
yang umum
dipergunakan untuk mendeskripsikan proses. Pembuatan diagram alir
pada proses memungkinkan untuk melakukan empat aktivitas
perbaikan berikut:

Mengidentifikasi peserta dalam proses.

Memberikan kepada semua peserta proses suatu pemahaman
umum tentang semua langkah proses dan peranan individual
mereka.

Mengidentifikasi inefisiensi, pemborosan dan langkah-langkah
redundant (berlebihan atau tidak perlu) dalam proses.

Menawarkan suatu kerangka kerja untuk mendefinisikan
kerangka proses.
19
Proses yang telah diidentifikasi harus didokumentasikan
dengan baik agar dapat dipergunakan sebagai bahan informasi yang
berguna dalam peningkatan proses secara terus-menerus.
c). Mengukur Kinerja
Mengukur kinerja dimaksudkan untuk dapat melihat bagaimana
suatu sistem sedang berjalan baik atau jelek. Ukuran-ukuran kinerja
didefinisikan dan dievaluasi dalam konteks ekspektasi pelanggan.
Dengan kata lain, setiap ukuran kinerja yang dipergunakan harus
mengarah pada ekspektasi atau kebutuhan pelanggan.
Pada dasarnya pengukuran kinerja dapat dilakukan pada tiga
tingkat, yaitu proses, output dan outcome (Vincent Gasperz, 2003:126128) sebagai berikut:
a. Pengukuran pada tingkat proses
Mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan
karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok (Supplier) yang
mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Tujuan dari
pengukuran pada tingkat ini adalah mengidentifikasi perilaku yang
mengatur setiap langkah dalam proses, dan menggunakan ukuranukuran ini untuk mengendalikan operasi serta memperkirakan
output yang akan dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau
diserahkan kepada pelanggan.
b. Pengukuran pada tingkat output
Mengukur karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan
dengan spesifikasi karakteristik yang diinginkan pelanggan.
Beberapa contoh ukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit
produk yang tidak memenuhi spesifkasi tertentu yang ditetapkan
(banyak produk cacat), tingkat efektivitas dan efisiensi produksi,
kualitas dari produk yang dihasilkan,dll.
c. Pengukuran pada tingkat outcome
Mengukur bagaiman baiknya suatu produk memenuhi kebutuhan
dan ekspektasi pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan
pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan.
Pengukuran pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi
dalam pengukuran kinerja kualitas. Beberapa contoh ukuran pada
20
tingkat outcome adalah banyaknya keluhan pelanggan yang
diterima, banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan,
tingkat ketepatan waktu penyerahan produk sesuai dengan waktu
yang dijanjikan,dll.
d). Memahami Mengapa Suatu Masalah dalam Konteks Proses Terjadi
Ketiadaan data menimbulkan kesulitan untuk memahami
mengapa suatu sistem berjalan seperti itu sehingga kinerjanya tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Masalah adalah deviasi atau
penyimpangan yang terjadi antara kinerja yang diharapkan (sasaran)
dengan kinerja actual (hasil actual).
Agar langkah-langkah peningkatan proses terus menerus dapat
berjalan dengan efektif dan efisien, setidaknya terdapat tiga hal yang
harus dipahami. Pertama, memahami apa yang menjadi masalah utama
dalam proses tersebut. Kedua, memahami hal-hal yang menjadi
masalah dalam proses tersebut. Ketiga, memahami apa yang menjadi
sumber
variasi
dalam
masalah
tersebut.
Variasi
merupakan
ketidakseragaman dalam sistem sehingga menimbulkan perbedaan
dalam kualitas.
e). Mengembangkan dan Menguji Ide-ide
Ide-ide dalam peningkatan proses harus ditujukan langsung
pada akar penyebab masalah. Agar ide-ide untuk peningkatan proses
secara terus menerus berjalan efektif maka ide itu harus diuji terlebih
dahulu sebelum diimplementasikan.
21
f). Implementasi Solusi dan Evaluasi
Langkah keenam dalam model peningkatan proses ini dimulai
dengan perencanaan dan implementasi perbaikan yang diidentifikasi
dan diuji dalam langkah kelima. Langkah enam melanjutkan untuk
mengukur dan mengevaluasi efektivitas dari proses yang diperbaiki
itu. Informasi yang diperoleh dijadikan umpan balik untuk
melaksanakan peningkatan selanjutnya, sehingga diperoleh suatu
perbaikan proses secara terus menerus.
Gambar 1.1
Model peningkatan Proses Secara Terus-menerus
Langkah 1: Definisi
Masalah
Langkah 2: Identifikasi
dan dokumentasi Poses
Langkah 3: Mengukur
Kinerja
Umpan Balik
Langkah 4: Memahami
Mengapa?
Langkah 5:
Mengembangkan dan
Menguji Ide-ide
Langkah 6: Implementasi
Solusi dan Evaluasi
Selain itu, Montgomey mengemukakan suatu model perbaikan
proses dalam versi lain dimana model yang dikemukakan ini merupakan
model perbaikan kualitas yang tetap berorientasi pada perbaikan proses
22
sebagaimana ditunjukkan oleh gambar di bawah ini (M.N. Nasution,
2001:83) :
Gambar 1.2
Model Perbaikan Proses
Input
Pemasok
Proses
Output
Pelanggan
Pengukuran
Pengujian dan Evaluasi
Identifikasi Kecacatan
Menghilangkan
Penyebab kecacatan
Cacat
Akar Penyebab
Mengembangkan Tindakan
Analisis Penyebab Kecacatan
Korektif
Model perbaikan proses ini mempelajari keseluruhan rantai
pemasok dengan pelanggan, sehingga kebutuhan pelanggan merupakan
masukan dari industri untuk diteruskan pada pemasok. Pengukuran
dilakukan pada keseluruhan sistem, sehingga apabila ditemukan ada
kecacatan
atau
kegagalan,
kegagalan
atau
kecacatan
itu
harus
diidentifikasi, untuk selanjutnya dianalisis penyebab kecacatan atau
kegagalan yang terjadi dalam proses secara keseluruhan. Hasil temuan
berupa akar penyebab kegagalan atau kecacatan itu kemudian dihilangkan
melalui pengembangan tindakan korektif. Pada akhirnya, tindakan
pengujian dan evaluasi harus dilakukan untuk menguji dan mengevaluasi
apakah tindakan korektif yang dilakukan itu efektif menghilangkan
penyebab kegagalan atau kecacatan yang terjadi dalam proses.
23
Sedangkan Vincent Gasperz (2003:160), mengemukakan program
peningkatan kualitas dengan menggunakan langkah-langkah berikut:
a) Memilih dan menetapkan program perbaikan kualitas.
b) Mengemukakan mengapa memilih program tersebut.
c) Melakukan analisis situasi melalui pengamatan situasional.
d) Melakukan pengumpulan data selama beberapa waktu.
e) Melakukan analisis data.
f) Menetapkan
rencana
perbaikan
melalui penetapan
sasaran
perbaikan kualitas.
g) Melaksanakan program perbaikan selama waktu tertentu.
h) Melakukan studi penilaian terhadap program perbaikan kualitas itu.
i) Mengambil tindakan korektif atas penyimpangan yang terjadi atau
standardisasi terhadap aktivitas yang sesuai.
Langkah-langkah strategi perbaikan kualitas yang dikemukakan di
atas mengikuti siklus deming (PDSA) seperti ditunjukkan dalam gambar
di bawah ini:
24
Gambar 1.3
Strategi Perbaikan Kualitas Mengikuti Siklus Deming PDSA
Rencana
(Plan, P)
Laksanakan
(Do, D)
Studi (Study, S)
Sesuai(Mencapai
sasaran?
Tidak
Ya
Tindakan
(Act,A)
Standardisasi
Tindak
Lanjut
Tindakan (Act,A)
Koreksi
Peningkatan/
perbaikan
Metode peningkatan terus-menerus menurut siklus Deming PDSA
tersebut di atas akan dijelaskan dalam tahap-tahap sebagai berikut (Fandy
Tjiptono, 1996:277-279):
1) Tahap Perencanaan (Plan)
Meliputi penjelasan studi yang akan dilakukan, tes untuk
perubahan proses, atau eksperimen yang akan dilakukan pada
tahap selanjutnya. Dalam tahap perencanaan ini, meliputi semua
daftar yang diperlukan untuk melaksanakan studi, termasuk siapa
yang akan melakukan, data apa yang harus dicatat, pelatihan apa
yang diperlukan, dan sebagainya.
2) Tahap Pelaksanaan (Do)
Ketidaksesuaian dengan rencana dicatat dan digunakan dalam
analisis.
3) Tahap studi (Study)
25
Hasil dari tahap Do dibandingkan dengan prediksi yang dibuat
selama tahap perencanaan. Apabila hasil tidak sesuai dengan apa
yang diprediksikan, teori yang ada pada tahap perencanaan dapat
direvisi. Sebaliknya, apabila hasilnya telah sesuai dengan prediksi,
tim akan menentukan bagaimana kondisi studi yang berbeda dari
kondisi yang akan dilihat dari proses atau sistem di masa akan
datang.
4) Tahap Tindakan (Act)
Tim menentukan suatu tindakan dengan melihat hasil ketiga tahap
sebelumnya. Tindakan dapat berupa perubahan proses/sistem yang
dipelajari tim atau tim melakukan tes lebih lanjut sebelum
melakukan perubahan. Pada tahap ini juga memutuskan apa yang
difokuskan pada siklus berikutnya.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Amy Y. Chou & David C.
Chou berikut ini (International Journal Information Systems and Change
Management, 2007: 25):
“…Plan-Do-Study-Act (PDSA) cycle proposed by Deming, the
process improvement begins with PLAN. However, the planning
process has to be based on the data that are collected from existing
processes. Based on the collected data, quality practitioners make
a plan or a test aimed at improvement. In the DO step, a plan or
test is carried out. Followed by the STUDY step, the results are
examined to identify what went wrong and what are the lessons
learned. Eventually, quality practitioners have to change the
process or abandon the process based on the studied results”.
(Siklus Plan-Do-Study-Act (PDSA) diusulkan oleh Deming,
dimana perbaikan proses dimulai dari rencana (Plan). Akan tetapi,
rencana proses harus didasarkan pada data yang dikumpulkan dari
proses yang telah ada. Berdasarkan data yang terkumpul, praktisi
26
kualitas membuat sebuah rencana atau tes dalam rangka perbaikan.
Dalam tahap pelaksanaan (Do), sebuah rencana atau test dilakukan.
Menurut tahap studi (Study), hasil yang didapat diuji untuk
diidentifikasi kesalahan apa yang terjadi dan apa yang harus
dipelajari. Kemungkinan, praktisi kualitas akan merubah proses
atau meninggalkan proses yang didasarkan pada hasil studi).
Siklus Deming PDSA tersebut dapat di perinci lagi menjadi model
tujuh langkah sebagai strategi perbaikan kualitas, sebagaimana dijelaskan
oleh Richard Reid di bawah ini (International Journal Productivity and
Quality Management, 2006:33) :
“Step 1 – define the problem: the objective is to assemble the right
team, reduce the project’s focus, and finalise the problem
statement.
Step 2 – describe the current process: the team’s responsibility is
to create and validate a flowchart of the current process and verify
the current performance with process owners and internal
customers.
Step 3 – identify and verify the root cause(s) of the problem: using
various sequences of Total Quality tools, the team investigates
cause–effect relationships associated with the study process and its
current level of performance.
Step 4 – develop an action plan to implement the preferred
solution: before constructing a detailed action plan for eliminating
the root cause(s), the team generates, evaluates, and selects the
best approach from among the potential solutions and then
establishes specific performance target values to be achieved.
Step 5 – implement the solution: on a pilot basis, the plan is
implemented with the team documenting any necessary changes,
measuring progress, and documenting results.
Step 6 – review and evaluate results. If the planned changes meet
the pre-established numerical goals, and thus, were successful in
eliminating the root cause(s), then the problem’s symptoms will
have greatly diminished and the improvements need to be
standardised within the organisation. If, on the other hand, the
implemented changes did not meet the pre-determined numerical
performance goals, then the team will have to revisit, as
appropriate, steps 3, 4, or 5 to re-determine the root cause, redesign a new, more effective, action plan, or re-deploy the original
action plan, respectively.
Step 7 – reflect and act on this experience: the team standardises
successful improvements, reflects on the effectiveness of the
27
utilised methodology and initiates any appropriate changes,
celebrates their success, and continues the improvement process by
returning to step 1”.
(Langkah pertama, mendefinisikan masalah: tindakan nyata adalah
menghimpun tim yang benar, memperkecil focus rencana dan
merumuskan masalah. Langkah kedua, menguraikan aliran proses:
tanggung jawab tim adalah untuk menghasilkan dan memvalidasi
diagram alir (flowchart) dari aliran proses dan memeriksa
kebenaran aliran kerja bersama pemilik proses dan pelanggan
internal. Langkah ketiga, identifikasi dan memeriksa akar
penyebab masalah: menggunakan macam-macam hubungan dari
total quality tools, tim menyelidiki dampak hubungan dengan
proses studi dan aliran dari kinerja. Langkah keempat,
mengembangkan sebuah rencana tindakan untuk melaksanakan
solusi yang lebih mungkin. Sebelum menyusun sebuah rincian
rencana perbaikan untuk menghilangkan akar masalah tim
menghasilkan, mengevaluasi dan menyeleksi pendekatan terbaik di
antara solusi yang mungkin, untuk kemudian menetapkan target
kinerja yang harus dicapai secara spesifik. Langkah kelima,
melaksanakan solusi: dasar penunjuk rencana dilaksanakan dengan
tim mendokumentasikan perubahan yang sifatnya memaksa,
mengukur kemajuan dan mendokumentasikan hasil. Langkah
keenam, memeriksa dan mengevaluasi hasil. Jika rencana
perubahan sesuai dengan tujuan dan berhasil menghilangkan akar
penyebab dan gejala masalah sebagian berkurang dan perbaikan
dalam organisasi membutuhkan standardisasi. Jika sebaliknya,
perubahan dilaksanakan tidak sesuai dengan tujuan kinerja,
kemudian tim akan mengulang lagi langkah 3, 4, atau 5 untuk
menentukan kembali akar penyebab, mendesain lagi rencana
tindakan yang baru yang lebih efektif atau membuka kembali
rencana tindakan yang asli agar lebih sesuai. Langkah ketujuh,
merenungkan dan bertindak sesuai dengan pengalaman: tim
menstandardisasikan perbaikan yang sukses, merenungkan
metodologi yang efektif yang digunakan dan memulai berbagai
perubahan yang benar, merayakan kesuksesan dan melanjutkan
proses perbaikan dengan kembali ke langkah pertama secara terusmenerus).
Empat langkah yang pertama seperti dijelaskan dalam model di
atas menjelaskan tahap perencanaan (Plan) dari siklus Deming. Sedangkan
tiga tahap terakhir masing-masing berhubungan langsung dengan tahap
28
Deming selanjutnya, yaitu tahap pelaksanaan (Do), tahap studi (Study) dan
tahap tindakan (Act).
Vincent Gasperz (2003:161) melihat hubungan antara siklus
Deming PDSA dan model tujuh langkah sebagai strategi perbaikan
kualitas seperti tersebut di atas, digambarkan melalui gambar di bawah ini:
Gambar 1.4
Hubungan Siklus Deming (PDSA) dan Strategi Perbaikan Kualitas
Siklus Deming PDSA
Transformasi Kualitas
Merencanakan (Plan, P)
Definisi Sistem
Menilai Situasi Sekarang
Analisis Penyebab
Melaksanakan (Do, D)
Mencoba Teori Perbaikan
Mempelajari (Study, S)
Memeriksa Hasil
Bertindak (Act, A)
Standardisasi Perbaikan
Rencana Perbaikan Terus-menerus
Berbeda halnya dengan Woerner (Vincent Gasperz, 2003:98-101),
mengembangkan suatu model manajemen proses terstruktur yang
memiliki sembilan langkah sebagai berikut:
a) Identifikasi Proses, koordinator mengatur pertemuan dengan
sponsor sebagai stakeholder utama dan pemilik proses untuk
membahas topik seperti menjabarkan prosedur yang diikuti,
29
mendiskusikan ruang lingkup dan tujuan, menjabarkan tugas tim,
dan lain-lain.
b) Pemilihan Tim, setelah rencana perbaikan proses disetujui maka
tim dipilih. Dalam langkah ini koordinator melakukan diskusi
dengan pemilik proses untuk mempelajari proses yang ada.
c) Penetapan Ruang lingkup dan Tujuan, adanya peninjauan ulang
dan penetapan ruang lingkup agar semua peserta dalam perbaikan
proses memiliki pemahaman yang sama serta memiliki komitmen.
Selain itu, adanya peninjauan ulang terhadap aliran proses
dilakukan sebagai penyesuaian sehingga merefleksikan proses
sesungguhnya.
d) Identifikasi Kelemahan Proses, dari peninjauan ulang proses
diketahui kelemahan proses. Kelemahan proses yang telah
ditetapkan dan mendapat prioritas diberi validasi dan dilakukan
pengembangan rekomendasi untuk perbaikan proses.
e) Pengembangan Rekomendasi untuk Perbaikan Proses, rekomendasi
dikembangkan, setelah mendapat validasi dan diperoleh kelayakan
untuk melaksanakannya, maka laporan manajemen disiapkan.
f) Memperoleh Persetujuan, rekomendasi tersebut didiskusikan untuk
mendapat persetujuan dari semua pihak yang terlibat dalam
perbaikan proses.
g) Pengembangan Rencana Kualitas, adanya pengembangan rencana
tindakan agar melakukan rekomendasi tersebut.
30
h) Presentasi Rencana Kualitas, pemilik proses mempresentasikan
rencana kualitas kepada semua peserta agar diketahui bersama.
i) Implementasi dan Pemantauan Kemajuan Perbaikan Proses,
rencana kualitas diimplementasikan dan laporan kemajuan proses
disiapkan secara teratur.
Model manajemen proses terstruktur seperti disebutkan diatas
membutuhkan pendidikan serta pelatihan tentang prinsip-prinsip kualitas
kepada sumber daya manusia yang terlibat dalam perbaikan proses.
Berikut ini adalah gambar model manajemen proses terstruktur
yang dikemukakan oleh Woerner:
31
Gambar 1.5
Model Manajemen Proses Terstruktur
TINDAKAN
LANGKAH
HASIL
Kesempatan Perbaikan terpilih
IDENTIFIKASI PROSES
Visi Perusahaan,
Kebijaksanaan
Kualitas, Prinsip
Kualitas, strategi
Kualitas
1
Team dan kelompok penasehat
PEMILIHAN TIM
2
Manajemen(KPM) terpilih, draft
batas-batas proses & tujuan tim
PENETAPAN RUANG
LINGKUP DAN TUJUAN
Batas-batas proses dan
3
tujuan team disetujui
Aliran proses diperbaiki daftar
IDENTIFIKASI
KELEMAHAN PROSES
4
kelemahan dalam urutan
kepentingan,pengelopokan dan
validasi kelemahan
Pengembangan rekomendasi, tim
PENGEMBANGAN DAN
REKOMENDASI
5
PERSETUJUAN
6
menyiapkan laporan manajemen
Persetujuan implementasi
rekomendasi
Rencana kualitas berupa standar
PENGEMBANGAN
RENCANA KUALITAS
PRESENTASI RENCANA
KUALITAS
7
pengukuran proses & kepuasan
pelanggan
Rencana Kualitas siap
8
diimplementasikan
Laporan Kemajuan kepada
IMPLEMENTASI DAN
PEMANTAUAN KEMAJUAN
UMPAN BALIK PROSES
9
sponsor,tim dan coordinator.
PERBAIKAN TERUS
MENERUS
Berdasarkan beberapa teori diatas, maka untuk menjelaskan
bagaimana continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta, penulis akan menggunakan model peningkatan terus-menerus
32
dengan menggunakan siklus Deming Plan-Do-Study-Act (PDSA). Hal
yang mendasari penulis untuk mengambil teori ini adalah bahwa teoriteori yang dikemukakan diatas pada dasarnya mempunyai inti yang sama
dalam menjelaskan peningkatan proses terus menerus. Selain itu, teori
PDSA yang dikemukakan Deming telah mengcover inti dari teori-teori
yang telah dikemukakan para ahli lain tersebut.
Teori siklus deming PDSA tersebut dimulai dengan tahap-tahap
sebagai berikut:
A. Plan (P) atau Tahap Perencanaan.
Fandy Tjiptono (1996:277) menjelaskan tahap perencanaan
sebagai berikut:
“Tahap perencanaan meliputi penjelasan studi yang akan
dilakukan, tes untuk perubahan proses, atau eksperimen yang
akan dilakukan pada tahap selanjutnya. Perencanaan terdiri dari
daftar semua langkah yang akan diperlukan untuk melakukan
studi atau atau tes, termasuk siapa yang akan melakukan setiap
langkah, data yang harus dicatat, siapa yang akan
menginformasikan, pelatihan macam apa yang diperlukan, dan
siapa yang akan melakukannya.”
Menurut Richard M. Walker dalam artikel yang berjudul
“Continuous Improvement for Housing Associations: A Discussion
Paper Prepared for The Housing” menjelaskan tahap perencanaan
adalah sebagai berikut (www.cardiff.ac.uk/cplan/staff/walker.html):
“At the PLAN stage it is necessary to identify and collect
information about the organisation in key areas where
improvements will have most impact on their performance and
prepare the detailed basic work for the improvement in the
organisation's activities”. (Dalam tahap perencanaan
dibutuhkan identifikasi dan pengumpulan informasi tentang
33
organisasi dalam area kunci dimana perbaikan akan
memberikan akibat yang besar terhadap kinerja mereka dan
menyiapkan dasar kerja yang terperinci untuk perbaikan
dalam aktivitas organisasi)
Dari pendapat-pendapat tersebut, maka penulis mengambil
suatu kesimpulan bahwa tahap perencanaan merupakan tahap untuk
pengumpulan informasi tentang proses yang ada dalam organisasi
untuk kemudian dibuat suatu rencana untuk perbaikan. Dalam
penelitian ini, tahap perencanaan akan menjelaskan tentang rencanarencana yang dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dalam
upaya continual improvement kinerjanya
B. Do (D) atau Tahap Pelaksanaan.
Fandy Tjiptono (1996:278), memberikan penjelasan tentang
tahap pelaksanaan, yaitu dalam pelaksanaan apabila diketemukan
ketidaksesuaian dengan rencana, maka dalam tahap ini ketidaksesuaian
tersebut dicatat dan digunakan dalam analisis.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Amy Y. Chou & David
C. Chou (International Journal Information Systems and Change
Management, 2007: 25) dimana dalam tahap pelaksanaan sebuah
rencana atau tes dilakukan.
Dari pendapat tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa,
tahap pelaksanaan merupakan pelaksanaan dari rencana perbaikan
yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan bagaimana
tahap pelaksanaan rencana sebagai upaya continual improvement
kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta.
34
C. Study (S) atau Tahap Studi.
Mengenai tahap studi , Fandy Tjiptono (1996:278) memberikan
penjelasan sebagai berikut:
“Tahap ketiga dari siklus adalah study. Hasil dari tahap Do
dibandingkan dengan prediksi yang dibuat selama tahap
perencanaan. Jika hasil tidak sesuai dengan yang diprediksikan,
teori yang ada dalam tahap perencanaan dapat direvisi. Jika
hasilnya sesuai dengan prediksi, tim menentukan bagaimana
kondisi studi yang berbeda dari kondisi yang akan dilihat dari
proses atau sistem di masa yang akan datang”.
Sedangkan Vincent Gasperz (2006:73) memberikan penjelasan
bahwa dalam tahap studi dilakukan untuk mengetahui apakah jenis
masalah kualitas yang ada telah hilang atau berkurang. Hasil dari dari
studi ini akan memberikan tambahan informasi dalam perencanaan
kualitas berikutnya.
Jadi, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tahap studi
merupakan tahap untuk memeriksa hasil dari tahap pelaksanaan (Do)
untuk dibandingkan dengan prediksi yang dibuat dalam tahap
perencanaan. Dalam penelitian ini, tahap studi akan menjelaskan
bagaimana kesesuaian tahap pelaksanaan dengan perencanaan yang
dilakukan Instalasi Farmasi dalam upaya continual improvement
kinerjanya.
D. Act (A) atau Tahap Tindakan.
Penjelasan tahap tindakan menurut Fandy Tjiptono (1996: 279)
adalah:
“Tim menetukan tindakan apa yang tepat dilihat dari ketiga
tahap tersebut. Tindakan dapat berupa perubahan proses atau
35
sistem yang dipelajari tim atau tim melakukan tes lebih lanjut
sebelum melaksanakan perubahan. Tahap act juga memutuskan
apa yang akan difokuskan pada siklus selanjutnya”.
Vincent Gasperz (2006: 73) mengartikan tahap tindakan
sebagai:
“Hasil-hasil yang memuaskan dari tindakan solusi masalah
harus distandardisasikan, dan selanjutnya melakukan perbaikan
terus menerus pada jenis masalah yang lain. Apabila tindakan
terhadap solusi masalah tidak memberikan hasil-hasil yang
memuaskan, tindakan itu harus dikoreksi atau diperbaiki”.
Dari kedua pendapat tersebut penulis mangambil suatu
kesimpulan bahwa tahap tindakan (Act) merupakan tindakan yang
dilakukan dengan melihat hasil dari ketiga tahap sebelumnya untuk
kemudian dijadikan dasar bagi proses continual improvement
berikunta. Dalam hal ini adalah tindakan-tindakan yang dilakukan
Instalasi
farmasi
RSDM
Surakarta
sebagai
upaya
continual
improvement kinerjanya.
F. Kerangka Pikir
Dewasa ini, pelayanan merupakan aspek yang menjadi prioritas organisasi
dalam mempertahankan eksistensinya. Dalam kondisi tersebut kualitas pelayanan
harus diutamakan agar mampu memberikan kepuasan serta mendapat kepercayaan
dari masyarakat. Oleh karena itu, konsep TQM digunakan sebagai strategi
peningkatan kualitas pelayanan. RSDM Surakarta merupakan salah satu
organisasi yang mempunyai kesadaran akan pentingnya kualitas pelayanan yang
dipacu dengan adanya penerapan TQM. Salah satu pelayanannya adalah
36
pelayanan di Instalasi Farmasi. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang baik,
maka di dalam sistem manajemen Instalasi Farmasi dibutuhkan upaya continual
improvement kinerja agar keseluruhan proses dapat berjalan dengan baik pula.
Tetapi dalam kenyataannya pelayanan di Instalasi Farmasi masih
mengalami beberapa kendala yang menyebabkan ketidakpuasan pelanggan,
seperti masalah yang berkaitan dengan kecepatan waktu pelayanan dan
kelengkapan obat di apotek. Meskipun proses internal Instalasi Farmasi telah
berjalan baik.
Menyikapi
permasalahan-permasalahan
yang
menjadi
penyebab
ketidakpuasan pelanggan maka Instalasi farmasi RSDM Surakarta menerapkan
continual improvement kinerja dalam prosesnya. Continual improvement kinerja
tersebut dapat diidentifikasi dengan menggunakan siklus Deming yang dimulai
dari tahap Plan-Do-Study-Act (PDSA).Hal ini dilakukan agar kedepannya pihak
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta mampu menemukan penyebab untuk
kemudian dicari solusi untuk tindak lanjut dalam perbaikan sasaran mutu. Dengan
adanya continual improvement kinerja dalam prosesnya pula, sasaran mutu yang
telah tercapai dapat ditingkatkan lagi sehingga peningkatan kualitas pelayanan
dapat tercapai.
Pada tahap perencanaan (plan), akan menjelaskan tentang rencana-rencana
yang dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dalam upaya continual
improvement kinerjanya. Rencana tersebut sebagai upaya perbaikan di Instalasi
Farmasi yang meliputi perbaikan kepuasan pelanggan serta peningkatan proses
internal. Selanjutnya pada tahap pelaksanaan (Do) melihat pelaksanaan atau
37
kinerja dari rencana-rencana perbaikan yang ditetapkan sebelumnya. Berikutnya,
dalam tahap studi (Study) kita dapat membandingkan kinerja dengan sasaran
mutu. Dalam hal ini, apakah kinerja Instalasi Farmasi telah mencapai sasaran
mutu atau justru sebaliknya. Apabila telah sesuai maka dapat dilakukan tindakan
(Act), yaitu standardisasi. Sebaliknya, apabila belum dapat dilakukan tindakan
koreksi. Dari hasil atau tindak lanjut dari tindakan tersebut kita dapat melihat
bagaimana continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
sehingga nantinya peningkatan kualitas pelayanan dapat tercapai.
Gambar 1.6
Skema Kerangka Pemikiran
INPUT
Fenomena Ketidakpuasan
Pelanggan
PROSES
Rencana (Plan) :
Perbaikan Sistem
(Farmasi Klinik dan
Computerize). Sasaran
Mutu, perbaikan SDM
Pelaksanaan (Do) :
Studi (Study)
Kinerja
Apakah kinerja sesuai
dengan sasaran?
Tindakan (Act)
Tidak
Ya
Tindakan (Act)
Standardisasi
Tindak Lanjut
Koreksi
Continual
Improvement
Kinerja
OUTPUT
Peningkatan Kualitas
Pelayanan
38
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan yaitu
penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy
Moleong (2001:3) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam hal ini
peneliti ingin mendeskripsikan tentang Continual Improvement Kinerja
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
yang beralamat di Jl.Kolonel Soetarto No.132 Jebres Surakarta. Adapun
pemilihan
lokasi tersebut
berdasarkan pada
pertimbangan,
yaitu
tersedianya data-data atau informasi yang peneliti butuhkan di Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta yang berkaitan dengan Continual Improvement
Kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta.
3. Sumber Data
Pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan
bagian yang sangat penting karena ketepatan memilih dan menentukan
jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau
informasi yang diperoleh. (HB. Sutopo,2002:49)
39
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari para informan melalui
wawancara dengan pihak yang berkompeten. Pihak yang berkompeten
dalam penelitian ini adalah pihak yang mengetahui serta memahami
informasi tentang continual improvement kinerja Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta.
Informan dalam penelitian ini adalah:

Kepala Instalasi Farmasi RSDM Surakarta.

Kepala Sub Instalasi Administrasi dan Pendidikan.

Kepala Sub Instalasi Farmasi Pelayanan Gudang Farmasi dan
Pelayanan Kebutuhan Ruangan.

Kepala Sub Instalasi Apotek Rawat Inap.

Kepala Sub Instalasi Farmasi Klinik.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung atau data yang
diperoleh selain dari sumber data primer, seperti dokumen, catatan,
lampiran-lampiran data serta hasil penelitian yang relevan yang
dijadikan data penunjang atau pelengkap informasi dari penelitian.
Data sekunder dalam penelitian ini adalah:
40

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit.

Dokumen-dokumen dari Instalasi Farmasi RSDM Surakarta,
seperti Laporan Hasil Evaluasi Kepuasan Pelanggan Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta, Laporan pencapaian Sasaran Mutu
Proses Internal Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, Prosedur
Tetap Standar Kompetensi Farmasis di RSDM Surakarta,
Prosedur Tetap Stock Opname Perbekalan Farmasi serta
Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaian.
4. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian kualitatif, sampel yang diambil bersifat selektif
karena didasarkan berbagai pertimbangan tertentu sehingga mampu sejalan
dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu, teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling di mana kecenderungan peneliti untuk
memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalah secara
mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap.
Dalam tahap pelaksanaan pengumpulan data, pilihan informan dapat
berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam
memperoleh data (HB. Sutopo, 2002:36).
41
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara bertanya
langsung kepada informan yang telah ditentukan sebelumnya untuk
memperoleh data atau informasi yang diperlukan.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan pada waktu dan
kondisi yang dianggap paling tepat sehingga mampu mendapatkan
data yang lengkap dan mendalam. Selain itu, wawancara juga
dilakukan secara berulang-ulang sesuai dengan kebutuhan peneliti
sehingga kejelasan jawaban dari informan dapat diperoleh.
b. Dokumentasi
Merupakan
teknik
pengumpulan
data
dengan
cara
mempelajari dokumen atau arsip-arsip secara teliti yang terdapat di
instansi. Dokumen atau arsip yang ada di Instalasi Farmasi meliputi:

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit.

Laporan Hasil Evaluasi Kepuasan Pelanggan Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta.
42

Laporan pencapaian Sasaran Mutu Proses Internal Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta.

Prosedur Tetap Standar Kompetensi Farmasis di RSDM
Surakarta.

Prosedur Tetap Stock Opname Perbekalan Farmasi.

Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaian.
Selain itu, dokumentasi juga menggunakan data yang
bersumber dari buku kepustakaan, hasil penelitian terdahulu serta
arsip ataupun dokumen yang berhubungan dengan penelitian.
c. Observasi Langsung
Merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan secara langsung untuk memperoleh gambaran tentang
peristiwa, tempat atau lokasi penelitian serta kegiatan yang
berlangsung didalamnya.
Dalam hal ini, peneliti melakukan observasi langsung
berperan pasif dimana dalam observasi peneliti hanya mendatangi
lokasi, tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain
sebagai pengamat pasif.
6. Validitas Data
Dalam menentukan validitas data, peneliti menggunakan teknik
pemeriksaan
trianggulasi
yaitu
teknik
pemeriksaan
data
yang
43
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan yang lain
untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada 4
macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini
menggunakan trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini
menurut Lexy J. Moleong (2002 : 178) dapat dicapai dengan langkah :
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, dan orang
pemerintahan.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Berdasarkan
langkah di atas
maka dalam
penelitian
ini
pengumpulan data dilakukan dengan cara membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara dari berbagai sumber yang
44
berbeda yang tersedia. Dengan demikian data yang satu akan dikontrol
oleh data yang lain dari sumber yang berbeda.
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model analisis interaktif. dimana model ini mempunyai tiga komponen
analisis, yaitu: reduksi data, sajian data dan penarikan simpulan serta
verifikasinya yang berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data
sebagai suatu siklus. Dalam proses analisis terdapat tiga komponen yang
saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis, tiga komponen
tersebut adalah :
a.
Reduksi Data
Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan
dan abstraksi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di
lapangan. Proses ini berlangsung terus-menerus mulai dari awal
sampai laporan akhir penelitian.
b. Sajian Data
Merupakan sekumpulan informasi yang disusun secara
logis dan sistematis sehingga mudah dilihat, dibaca dan dipahami
yang mempermudah melakukan penarikan simpulan. Dengan
melihat penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi
45
dan mungkin untuk mengerjakan sesuatu pada analisis atau
tindakan lain.
c. Penarikan Simpulan dan Verifikasi
Dari awal pengumpulan data peneliti sudah harus
memahami arti dari berbagai data yang diperoleh. Simpulan akhir
baru akan diperoleh setelah proses pengumpulan data berakhir.
Untuk lebih memperoleh kemantapan dan benar-benar bisa
dipertanggungjawabkan,
setelah
penarikan
simpulan
perlu
verifikasi. Pada dasarnya, makna data perlu diuji validitasnya
supaya simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan dapat
dipercaya (HB. Sutopo, 2002:93)
Gambar 1.7
Model Analisis Interaktif
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penarikan
Simpulan/verifikasi
Sumber : HB. Sutopo, 2002 : 96
Penyajian Data
46
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta
adalah rumah sakit pendidikan (teaching hospital) bagi calon dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan program pendidikan
Dokter Spesialis I (PPDS I) dan tenaga kesehatan lainnya. Disamping itu,
RSDM sebagai rumah sakit rujukan wilayah Eks Karesidenan Surakarta dan
sekitarnya, juga Jawa Timur bagian barat dan Jawa Tengah bagian timur.
Gambaran umum RSDM yang lain adalah sebagai berikut:
1. Identitas
Nama rumah sakit : RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Pemilik
: Pemerintah Propinsi Jawa Tengah

Alamat
: Jl. Kolonel Soetarto 132 Surakarta

Kelas
:A

Jumlah Tempat tidur : 473 Tempat Tidur
2. Dasar Hukum / Landasan Operasional
i.
SKB Menteri Kesehatan No.554/Menkes/SKB/X/1981, Menteri
Dalam Negeri No.0430/V/1981 dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No.3241A/1981.
47
ii. Perda No.3 / 97, Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja RSUD
Dr. Moewardi Surakarta
iii. Perda No.14 / 1999, Tentang perubahan RSDM menjadi RS Unit
Swadana
iv. Surat Ketetapan Menteri Kesehatan tanggal 6 September 2007 Nomor:
1011/MENKES/SK/IX/2007 tentang Peningkatan Kelas Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta Milik Provinsi Jawa Tengah
dari Kelas B Pendidikan menjadi Kelas A. juga sebagai Rumah Sakit
Pusat Rujukan Daerah Jawa Tengah Bagian Tenggara dan Jawa Timur
Bagian Barat.
3. Falsafah
RSDM Surakarta adalah yang memberikan pelayanan kesehatan
dengan mutu yang setingginya
dan melaksanakan fungsi pendidikan
kesehatan di rumah sakit dengan sebaik-baiknya yang diabdikan bagi
kepentingan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
4. Visi
Menjadi
Pusat
Rujukan
Pelayanan
Kedokteran
Akademik
Terkemuka di Jawa Tengah 2010.
5. Misi
i.
Meningkatkan mutu akademik SDM penyelenggara pelayanan serta
meningkatkan komitmennya terhadap mutu pelayanan.
ii. Meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pelayanan.
48
iii. Meningkatkan competitiveness pelayanan RSDM melalui peningkatan
mutu akademik pelayanan.
iv. Meningktkan
competitiveness
pendidikan
FK.UNS
melalui
peningkatan mutu pendidikan sebagai hasil dari peningkatan mutu
pelayanan.
6. Tujuan
i. Kemandirian finansial rumah sakit.
ii. Kepuasan pelanggan.
iii. Proses pelayanan yang prima.
iv. Sumber daya manusia berkomitmen tinggi dan kompeten.
B. Penghargaan
a. Juara I Penampilan kerja Rumah Sakit Pendidikan Tingkat Propinsi Jawa
Tengah 1995.
b. Juara I penampilan kerja Rumah Sakit Pendidikan Tingkat Propinsi Jawa
Tengah 1996.
c. Juara I penampilan kerja Rumah Sakit Pendidikan Tingkat Propinsi Jawa
Tengah 1997.
d. Akreditasi Nasional Rumah Sakit Sayang Bayi dari Kepala BKKBN
Menteri UPW, Menkes 1993.
e. Akreditasi Internasional Rumah Sakit sayang Bayi dari WHO 1994.
f. Akreditasi penuh Rumah Sakit Umum dari Komite Gabungan Akreditasi
Rumah Sakit 1997 dengan 5 Pelayanan.
49
g. Akreditasi penuh Rumah Sakit Umum dari Komite Gabungan Akreditasi
Rumah Sakit dengan 10 pelayanan tahun 2000.
h. Citra pelayanan tahun 2001
i.
Terakreditasi 16 pelayanan tahun 2005
j.
Tersetifikasi ISO 9001:2000 tahun 2007
k. Menjadi kelas A tahun 2007
l.
Masuk dalam 5 besar rumah sakit terbaik di jawa tengah.
m. Dalam proses menjadi Badan Layanan Umum
n. Dalam proses akreditasi 16 pelayanan (plus)
C. Stuktur Organisasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Di dalam rumah sakit umum struktur organisasi sangat diperlukan,
karena dengan adanya suatu struktur organisasi yang baik dapat tercipta
kerjasama yang baik antara pihak yang terlibat di dalamnya untuk
mewujudkan tujuan bersama dan terdapat adanya pembagian tugas yang
dirumuskan secara jelas sehingga dalam pelaksanaan pekerjaan tidak terdapat
kerancuan.
Struktur Organisasi dari RSDM Surakarta adalah sebagai berikut:
50
Gambar 2.1
Struktur Organisasi RSDM Surakarta
DIREKTUR
KOMITE MEDIS
SATUAN PENGAWAS
INTERN
STAF MEDIS
FUNGSIONAL
WAKIL DIREKTUR
PELAYANAN MEDIS &
PERAWATAN
WAKILDIREKTUR
PENUNJANG MEDIS
DAN PENDIDIKAN
WAKIL DIREKTUR
UMUM &KEUANGAN
Sumber : RSDM Surakarta
Mengenai pembagian tugas dari masing-masing bagian tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Direktur
RSDM dipimpin oleh seorang Kepala dengan sebutan Direktur
yang secara teknis fungsional berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas Kesehatan dan taktis Operasional kepada Gubernur
Kepala Daerah.
51
2. Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan
Wakil Direktur Pelayanan Medis Keperawatan mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan bidang pelayanan medis dan bidang keperawatan,
serta melaksanakan pelayanan rawat jalan, rawat inap, rawat darurat,
bedah sentral, perawatan intensif dan pelayanan kesehatan terpadu.
Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan Membawahi:
a. Bidang Pelayanan Medis.
b. Bidang Keperawatan.
c. Instalasi Rawat Jalan.
d. Instalasi Rawat Inap I, II, III.
e. Instalasi Gawat Darurat.
f. Instalasi Bedah Sentral.
g. Instalasi Perawatan Intensif.
h. Instalasi Pelayanan Kesehatan Terpadu.
3. Wakil Direktur Penunjang Medis dan Pendidikan
Wakil Direktur Penunjang Medis dan pendidikan mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan bidang penunjang medis, pendidikan pelatihan,
penelitian dan pengembangan serta kegiatan pelayanan radiologi, farmasi,
gizi, rehabilitasi medis, laboratorium, penyehatan lingkungan rumah sakit,
pemulasaran jenazah dan pemeliharaan sarana rumah sakit.
52
Wakil Direktur Penunjang Medis dan Pendidikan mambawahi:
a. Bidang Penunjang Medis.
b. Bidang Pendidikan dan Pelatihan.
c. Instalasi Radiologi.
d. Instalasi Farmasi.
e. Instalasi Rehabilitasi Medik.
f. Instalasi Laboratorium.
g. Instalasi Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit.
h. Instalasi Gizi.
i.
Instalasi Pemulasaran Jenazah.
j.
Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit.
4. Wakil Direktur Umum dan Keuangan
Wakil
Direktur
Umum
dan
Keuangan
mempunyai
tugas
mengkoordinasikan kegiatan kesekretariatan, peencanaan dan rekam
medis, penyusunn anggaran dan perbendaharaan, akuntansi dan mobilisasi
dana, pusat pencuci hama dan cuci jahit.
53
Wakil Direktur Umum dan Keuangan membawahi:
a. Bagian Sekretariat.
b. Bagian Perencanaan dan Rekam Medis.
c. Bagian Penyusunan Anggaran dan Perbendaharaan.
d. Bagian Akuntansi dan Mobilisasi Dana.
e. Instalasi Pusat Pencuci Hama dan Cuci Jahit.
5. Komite Medis
Komite Medis adalah kelompok tenaga medis yang keanggotaan
terdiri dari ketua-ketua kelompok Staf Medis Fungsional. Komite Medis
membantu tugas direktur menyusun standar pelayanannya, memantau
pelaksanaannya, melaksanakan etika profesi, mengatur kewenangan
profesi anggota staf Medis Fungsional, mengembangkan program
pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan dari ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran.
6. Staf Medis Fungsional
Staf Medik Fungsional adalah kelompok–kelompok dokter yang
bekerja di Instalasi dalam jabatan fungsional. Staf Medis Fungsional
mempunyai tugas melaksanakan diagnois, pengobatan, penanggulangan
penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluhan kesehatan,
pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan untuk untuk
meningkatkan diri sebagai insan profesi.
54
7. Satuan Pengawas Intern
Pada RSDM dapat dibentuk Satuan Pengawas Intern yang
ditetapkan oleh dan bertanggungjawab kepada Direktur dengan masa bakti
3 tahun. Satuan Pengawas Intern adalah kelompok Fungsional yang
bertugas melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya
rumah sakit.
D. Sarana dan Prasarana
Pada saat ini, RSDM Surakarta memiliki bangunan seluas 33,205
meter persegi diatas tanah seluas 39.915 meter persegi, yang terdiri dari:
Tabel 2.1
SARANA DAN PRASARANA YANG TERDAPAT
DI RSDM SURAKARTA
NO Bangunan
1
Blok A
Fungsi
Luas
Ket
UGD, Poliklinik, LAB,
Rehabilitasi
medik&Administrasi
9.445 3 lantai
4.000 3 lantai
2
Blok B
Ruang perawatan pavilliun
3
Blok C
Ruang perawatan
3.382,5 3 lantai
4
Blok D
Ruang perawatan
3.500 3 lantai
5
Blok F
Ruang Radiologi
3.870 3 lantai
6
Blok G
Ruang ICCU, ICU, IBS
3.482 2 lantai
7
Blok H
Pusat sterilisasi(CSSD)
3.870 2 lantai
8
Blok I&J
Dapur dan farmasi
3.482 1 lantai
9
Blok K
278 2 lantai
55
10
Blok L
Gudang Umum
1.881,2 1 lantai
Radioterapi
576 1 lantai
300 1 lantai
Total Luas Bangunan
33.205
Sumber: RSDM Surakarta
Sarana dan fasilitas lain yang dimilki oleh RSDM Surakarta,
adalah:
1.
Fasilitas Lift
-
2.
Hyundai (9 buah)
Fasilitas Air
-
PAM (2 buah)
-
Sumur Arthesis (2 buah masing-masing 150 meter), dengan
menggunakan Hydrophor dengan tower.
3.
4.
Fasilitas Listrik
-
PLN 1000 KVA
-
Genset 1x630 KVA; 2x 7,5 KVA; 1 x 1,25 MVA
-
UPS 30 KVA
Fasilitas Gas
-
Sentral gas medic: Blok G (IBS dan Ruang Intensif)
5. Fasilitas Pengolah Limbah
-
Cair: 2 Unit Biodetix ( 125&250 m3/jam)
-
Sampah medis: Insenerator (1 m3/jam)
6. Fasilitas Lain
56
-
Boiler: 2 buah
E. Instalasi Farmasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta
1. Falsafah
Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang tak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang utuh dan berorientasi
pada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat, serta melaksanakan farmasi klinik.
2. Visi
Menjadi pusat rujukan pelayanan farmasi rumah sakit di Jawa
Tengah tahun 2010
3. Misi
a. Meningkatkan mutu sumber daya manusia penyelenggara pelayanan
farmasi dan meningkatkan komitmennya terhadap peningkatan mutu
pelayanan farmasi.
b. Meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pelayanan farmasi.
c. Meningkatkan competitiveness pelayanan farmasi rumah sakit.
4. Tujuan
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
57
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesinal berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang obat.
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi.
e. Melakukan pengawasan perbekalan farmasi berdasarkan aturan-aturan
yang berlaku.
f. Menyelanggarakan pendidikan dan pelatihan bidang farmasi.
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.
5. Kedudukan
Instalasi Farmasi merupakan fasilitas penyelenggaraan pelayanan
penunjang medik dipimpin oleh kepala instalasi dalam jabatan non
struktural.
6. Wewenang.
Mengelola perbekalan farmasi di rumah sakit.
58
7. Tanggung Jawab
Bertanggung jawab terhadap semua perbekalan farmasi yang
beredar di rumah sakit.
8. Kebijakan
Pelayanan rumah sakit meliputi penyediaan, distribusi perbekalan
farmasi, pelayanan keprofesian, pelayanan informasi obat dan jaminan
kualitas yang berhubungan dengan pemakaian perbekalan farmasi.
Pelayanan farmasi terdiri:

Sistem pengadaan dan inventaris.

Pembuatan obat secara CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik),
termasuk pengemasan kembalis sesuai dengan kebutuhan.

Penyelenggaraan sistem distribusi yang efisien.

Pelayanan keprofesian meliputi, penyiapan perbekalan farmasi,
pencampuran, penyampaian, pemantauan obat dalam hal dosis,
indikasi dan efek samping.

Pelayanan informasi obat dan alat kesehatan yang baik kepada pasien
dan tenaga kesehatan yang memerlukannya.
59
9. Keadaan Pegawai
Tabel 2.2
Daftar Ketenagaan di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Menurut Status kepegawaian Tahun 2009
No
1
2
3
4
Jumlah
Status Kepegawaian
Apoteker
Asisten Apoteker
Tenaga administrasi
Tenaga Hororer
Jumlah
11
35
14
11
71
Menurut data di atas, dari 71 tenaga pegawai yang ada di Instalasi
Farmasi terdapat 11 orang diantaranya adalah apoteker, 35 orang sebagai
asisten apoteker, 14 orang lainnya sebagai tenaga administrasi dan 11
orang sisanya berstatus sebagai tenaga hororer.
10. Pengorganisasian
Dalam melaksanakan tugas Instalasi Farmasi dikelola sedemikian
rupa demi terciptanya tujuan pelayanan dan agar terjalin kerja sama yang
harmonis antara intern Instalasi Farmasi maupun ekstern instalasi dengan
unit lain yang terkait.Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang kepala yaitu
seorang apoteker yang memiliki SK penempatan, berpengalaman di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 7 tahun atau berpendidikan
Spesialis Farmasi Rumah Sakit dan ada SK Direktur.
Dalam melaksanakan tugas, kepala instalasi farmasi dibantu oleh
kepala sub-sub instalasi farmasi, yaitu: Gudang Farmasi, Produksi
60
Farmasi, Pelayanan Kebutuhan Ruangan, Administrasi dan Pendidikan,
Pelayanan Farmasi Klinik, Apotek Rawat Jalan, Apotek Rawat Inap, dan
Apotek Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Berikut ini adalah gambar dari struktur organisasi instalasi farmasi
RSDM Surakarta.
Gambar 2.2
Struktur Organisasi Instalasi Farmasi
Kepala Instalasi
Farmasi
Unit Lain
Administrasi dan
pendidikan
Pelayanan
Kebutuhan
ruangan
Gudang:
Sumber
Farmasi
Produksi
Farmasi
Apotek
Rawat Jalan
Apotik
Rawat Inap
Apotek
IGD
Pelayanan
Farmasi
Klinik
11. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab Jabatan
a. Kepala Instalasi Farmasi

Harus terlibat dalam perencanaan manajemen dan penentuan
anggaran serta penggunaan sumber daya.

Terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan yang
berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.
61

Bertanggung jawab terhadap aspek hukum dan peraturan farmasi
baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang
farmasi.

Melakukan penilaian tugas dan pekerjaan terhadap staf dan petugas
lainnya.

Menetapkan kebijakan intern instalasi farmasi.
b. Kepala Sub Instalasi Farmasi.

Menyelenggarakan pelayanan farmasi.

Dalam melaksanakan tugas dibantu oleh tenaga ahli madya (D3),
tenaga menengah farmasi (AA) dan tenaga lainnya.

Setiap saat harus berada ditempat pelayanan untuk melangsungkan
dan mengawasi pelayan farmasi dan harus ada pendelegasian
wewenag yang bertanggung jawab apabila apoteker berhalangan.

Membuat dokumentasi yang rapid an rinci dari pelayanan farmasi,
dilakukan evaluasi terhadap pelayanan farmasi setiap bulan.
b.1. Sub Instalasi Farmasi Administrasi dan Pendidikan.

Mengarsipkan surat masuk dan keluar.

Mengatur urusan kepegawaian atau ketenagaan instalasi
farmasi.

Mengatur pendidikan bagi mahasiswa fakultas farmasi
tingkat profesi dan siswa sekolah menengah farmasi yang
melaksanakan praktek kerja lapangan di Instalasi Farmasi.

Membuat evaluasi dan laporan kegiatan instalasi farmasi.
62
b.2. Sub Instalasi Farmasi Pelayanan Gudang Farmasi.

Menerima perbekalan farmasi dari panitia pmeriksa atau
penerima barang.

Mencatat pada kartu gudang atau kartu barang atau pada
komputer sistem informasi instalasi farmasi.

Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi
penyimpanan.

Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit distribusi
(Apotek rawat jalan, apotek rawat inap dan apotek IGD).

Membuat evaluasi dan pelaporan mutasi barang setiap
bulan.

Membuat perencanaan untuk pengadaan barang perbekalan
farmasi setiap bulan.
b.3. Sub Instalasi Farmasi Pelayanan Kebutuhan ruangan.

Melayani
kebutuhan
perbekalan
farmasi
yang
tidak
diresepkan bagi ruangan instalasi rawat inap, instalasi rawat
jalan, instalasi bedah sentral dan instalasi lain.

Permintaan kebutuhan dilaksanakan setiap minggu.

Mencatat pengeluaran barang atau pada komputer sistem
instalasi farmasdi.

Membuat laporan kegiatan setiap bulan.
63
b.4. Sub Instalasi Produksi farmasi.

Bertugas memproduksi sediaan farmasi yang diperlukan
untuk pelayanan medis tetapi tidak diproduksi di pasaran.

Melaksanakan
pengemasan
kembali
sesuai
dengan
keperluan pelayanan medis.
b.5. Sub Instalasi Farmasi Apotek Rawat Jalan

Melayani pasien umum dan pasien peserta asuransi
(jamsostek,askeskin dan lain-lain) rawat jalan.

Administrasi Sub Instalasi Farmasi Apotek Rawat jalan
meliputi:
 Penyiapan persediaan obat dan alat kesehatan habis
pakai melalui pengambilan di Sub Instalasi Farmasi
Gudang Farmasi.
 Evaluasi dan pelaporan kegiatan pelayanan harian dan
setiap bulan.

Pelayanan resep meliputi:
 Memeriksa keabsahan resep (nama poliklinik resep
ditulis, nama dokter, penulis resep, tanggal, dll).
 Memeriksa kelengkapan resep.
 Menghitung harga obat atau alat kesehatan.
 Menyiapkan obat atau alat kesehatan dan member
etiket.
 Memeriksa kebenaran.
64
 Membuat copy resep (bila diperlukan).
 Menyiapkan ke tempat penyerahan.

Penyerahan obat.
b.6. Sub Instalasi Farmasi Apotek Rawat Inap.

Melayani pasien umum dan pasien peserta asuransi
(jamsostek,askeskin dan lain-lain) rawat inap.

Melayani pasien umum dan pasien peserta asuransi
(jamsostek,askeskin dan lain-lain) rawat inap.

Administrasi Sub Instalasi Farmasi Apotek Rawat inap
meliputi:
 Penyiapan persediaan obat dan alat kesehatan habis
pakai melalui pengambilan di Sub Instalasi Farmasi
Gudang Farmasi.
 Evaluasi dan pelaporan kegiatan pelayanan harian dan
setiap bulan.

Pelayanan resep meliputi:
 Memeriksa keabsahan resep (nama poliklinik resep
ditulis, nama dokter, penulis resep, tanggal, dll).
 Memeriksa kelengkapan resep.
 Menghitung harga obat atau alat kesehatan.
 Menyiapkan obat atau alat kesehatan dan member
etiket.
 Memeriksa kebenaran.
65
 Membuat copy resep (bila diperlukan).
 Menyiapkan ke tempat penyerahan.

Penyerahan obat.
b.7. Sub Instalasi Farmasi apotek IGD

Melayani pasien umum dan pasien peserta asuransi
(jamsostek,askeskin dan lain-lain) IGD.

Melayani pasien umum dan pasien peserta asuransi
(jamsostek,askeskin dan lain-lain) IGD.

Administrasi Sub Instalasi Farmasi Apotek IGD meliputi:
 Penyiapan persediaan obat dan alat kesehatan habis
pakai melalui pengambilan di Sub Instalasi Farmasi
Gudang Farmasi.
 Evaluasi dan pelaporan kegiatan pelayanan harian dan
setiap bulan.

Pelayanan resep meliputi:
 Memeriksa keabsahan resep (nama poliklinik resep
ditulis, nama dokter, penulis resep, tanggal, dll).
 Memeriksa kelengkapan resep.
 Menghitung harga obat atau alat kesehatan.
 Menyiapkan obat atau alat kesehatan dan member
etiket.
 Memriksa kebenaran.
 Membuat copy resep (bila diperlukan).
66
 Menyiapkan ke tempat penyerahan.

Penyerahan obat.
b.8. Sub Instalasi Farmasi Farmasi Klinik.

Adalah pendekatan professional yang bertanggung jawab
dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai
dengan indikasi, efektif aman dan terjangkau oleh pasien
melalui penerapan pengetahuan, keahlian keterampilan dan
perilaku apoteker serta bekerja sama dewngan pasien dan
profesi kesehatan lain.

Kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi:
 Mengkaji instruksi pengobatan atau resep pasien.
 Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan
penggunaan obat dan alat kesehatan.
 Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan
dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.
 Memantau efektifitas dan keamanan masalah yang
berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.
 Memberikan informasi tentang obat atau alat kesehatan
kepada petugas kesehatan, pasien atau keluarganya.
12. Fasilitas dan Peralatan
Tersedianya ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang dapat
mendukung administrasi, profesionalisme, dan fungsi teknik pelayanan
67
farmasi, sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang
fungsional, professional dan etis.
a
Tersedia fasilitas penyimpanan barang farmasi yang menjamin
semua barang farmasi tetap dalam kondisi yang baik dan dapat
dipertanggung jawabkan sesuai dengan spesifikasi masing-masing
barang farmasi dan sesuai dengan peraturan terutama di SubInstalasi Gudang Farmasi.
b
Kebutuhan akan ruangan, fasilitas dan peralatan diperhitungkan
sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk kegiatan
administrasi dan pekerjaan lain yang menunjang pelayanan
farmasi.
c
Ruangan fasilitas dan peralatan diperhitungkan untuk dapat
memenuhi syarat proses kefarmasian
F. Hubungan Kerja
Hubungan kerja Instalasi Farmasi terdiri atas:
a
Vertikal
i
Hubungan
kerja
pertanggung
jawaban,
koordinasi
dan
komando antara Kepala Instalasi Farmasi kepada Direktur
beserta Wakil Direktur meliputi, Wadir Pelayanan, Wadir
Umum dan wadir Keuangan.
68
ii Hubungan
kerja
pertanggung
jawaban,
koordinasi dan
komando antara Kepala Sub Instalasi Farmasi kepada Kepala
Instalasi Farmasi.
iii Hubungan kerja komando antara Ketua komite Medik dan
ketua Panitia Farmasi dan Terapi.
b
Horisontal
i
Hubungan kerja koordinasi antara Kepala Instalasi Farmasi dan
Kepala Bagian maupun kepala Bidang di lingkungan RSDM
Surakarta.
ii Hubungan kerja koordinasi Kepala Instalasi Farmasi dan Ketua
Komite Medik.
c
Diagonal
i
Hubungan kerja koordinasi antara Kepala Instalasi Farmasi
dengan Ketua Panitia Lain.
ii
Hubungan kerja koordinasi antara Kepala Instalasi Farmasi
dengan Ketua Panitia Farmasi dan Terapi.
Hubungan kerja kepala instalasi farmasi di gambarkan dengan bagan
di bawah ini:
69
Gambar 2.3
Hubungan Kerja Kepala Instalasi Farmasi
Direktur
Wadir
Pelayanan
Ketua Komite
Medik
Wadir Umum
Wadir
Keuangan
Kepala Instalasi
Farmasi
Ketua Panitia
Farmasi dan Terapi
Kepala Bagian atau
Kepala Bidang
Ketua Panitia Lain
Kepala Sub Instalasi
Farmasi
Sumber : Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Keterangan:
: Hubungan pertanggung jawaban
: Hubungan komando
: Hubungan konsultasi atau koordinasi
70
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai Continual Improvement Kinerja
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Untuk menjelaskan bagaimana Continual
Improvement Kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, terdapat empat tahap
yang dilaksanakan, yaitu tahap perencanaan (plan), tahap pelaksanaan (do), tahap
studi (study) dan tahap tindakan (act).
A. Tahap Perencanaan (Plan)
Tahap perencanaan merupakan tahap dimana pengumpulan informasi
tentang proses yang ada di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta untuk kemudian
dijadikan dasar dalam penetapan rencana perbaikan.
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta sebagai bagian yang tak terpisahkan
dari sistem pelayanan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat, selalu memperhatikan kualitas pelayanannya agar
keseluruhan proses pelayanan dalam rumah sakit dapat berjalan dengan baik.
Akan tetapi, dalam prosesnya masih dijumpai beberapa kendala, seperti terlihat
dari hasil pengukuran kepuasan pelanggan terhadap pelayanan farmasi rawat inap
yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSDM Surakarta bulan Oktober 2008
dimana kepuasan pelanggan masih belum tercapai karena kinerja pelayanan
sebagai salah satu variabelnya masih tergolong rendah. Variable kinerja yang
71
mempunyai kinerja rendah tersebut seperti kecepatan waktu pelayanan. (Lihat
halaman 7-8)
Hal tersebut dimintakan tanggapan dari Bp. Drs. Waluyo, Apt. selaku
Kepala Sub Instalasi Farmasi Pelayanan Gudang Farmasi dan Kebutuhan
Ruangan di RSDM Surakarta:
“Kepuasan pelanggan itu tidak hanya cukup obatnya. Jadi, mereka tentu
merasa puas kalau semua keperluan bisa terpenuhi, misalnya pasien butuh
informasi obat seperti kalau minum obat yang ini dengan yang itu
bagaimana? itu kan namanya pelayanan informasi obat. Jadi pelayanan
kita tidak hanya termasuk harga yang terjangkau tetapi administrasinya
juga harus cepat, tanpa lama menunggu dan sebagainya”. (Wawancara 17
Juni 2009)
Oleh karena itu continual improvement kinerja dibutuhkan agar masalahmasalah yang tersebut dapat terselesaikan. Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
mempunyai komitmen terhadap perbaikan berkesinambungan tersebut.
Continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
meliputi:
A.1. Perbaikan Sistem
A.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik
Tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi di rumah sakit,
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama drug
oriented atau orientasi obat (pendekatan tradisional) ke paradigma baru
patient oriented dengan filosofi pharmaceutical care (pelayanan farmasi
klinik). Demikian halnya dengan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
72
mempunyai rencana perbaikan dalam sistemnya dengan berkembangnya
sistem farmasi dari sistem atau paradigma tradisional ke arah pelayanan
farmasi klinik tersebut. Perubahan yang dimaksudkan adalah Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta sekarang ini tidak hanya berperan dalam melayani resep
obat atau mengelola perbekalan farmasi saja, tetapi bertanggung jawab pula
dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai dengan indikasi,
efektif aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien serta
profesi kesehatan lain.
Hal tersebut dijelaskan oleh Bp. Waluyo, Apt dalam wawancara
berikut:
“Kalau sistem tentu Farmasi itu terus berkembang, jadi mula-mula
sistem yang awal itu sistem tradisional artinya Farmasi tugasnya
hanya melayani resep atau hanya mengelola barang saja, ada resep
dilayani selesai. Jadi sekarang berkembang ke arah Farmasi klinik
namanya. Farmasi klinik itu disamping mengelola barang juga
mengelola pasien. Dia memonitor apakah dosisnya tepat, apa ada
efek samping obat, apakah obat yang diberikan itu ada interaksi atau
tidak, bagaimana jalan keluarnya dan sebagainya”. (Wawancara 17
Juni 2009)
Hal senada juga dijelaskan oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt,
selaku Kepala Sub Instalasi Administrasi dan Pendidikan berikut ini:
“Pelayanan farmasi tradisional adalah pelayanan farmasi
orientasinya hanya ke obat, itu yang tradisional. Sekarang
perkembangan selanjutnya farmasi tidak hanya mengelola obat saja,
tetapi berorientasi kepada pasien atau pelayanan farmasi klinik. Jadi
kan mutu pelayanan dengan demikian dapat ditingkatkan”.
(Wawancara, 22 Juli 2009)
73
Lebih jelas kegiatan pelayanan farmasi klinik seperti tertuang dalam
pedoman kerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta adalah sebagai berikut:

Mengkaji instruksi pengobatan atau resep pasien.

Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
alat kesehatan.

Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan
obat dan alat kesehatan.

Memantau efektivitas dan keamanan maslah yang berkaitan dengan
penggunaan obat dan alat kesehatan.

Memberikan informasi tentang obat atau alat kesehatan kepada petugas
kesehatan, pasien atau keluarganya.
A.1.2 Pengembangan Computerize
Perbaikan sistem Instalasi Farmasi RSDM Surakarta yang lain
adalah berkembangnya sistem pelayanan yang berbasis informasi dimana
Instalasi Farmasi telah memakai sistem LAN atau computerize sehingga
proses pelayanan lebih efektif dan efisien, seperti dalam proses pengelolaan
obat atau perbekalan farmasi. Perbekalan farmasi mempunyai jenis dan jumlah
yang sangat banyak. Dalam
standar pelayanan farmasi di rumah sakit
dijelaskan bahwa perbekalan farmasi merupakan sediaan farmasi yang terdiri
dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis.
74
Tentunya, banyaknya perbekalan farmasi yang harus dikelola tersebut akan
menjadi lebih cepat dengan pengembangan computerize.
Berikut wawancara dengan Bp. Drs. Waluyo, Apt. :
“Ada kegiatan Instalasi Farmasi perbaikan sistem yang lain misalnya
dahulu farmasi itu kalau dimintai data masih lambat, mengapa?
Karena yang diurus itu obat dan alat kesehatan yang itemnya banyak
antara tiga ribu sampai empat ribu item dan untuk menghitungnya itu
lama. Kemudian diperbaiki dengan LAN atau computerize. Terus
nanti ada pelayanan informasi obat harus pakai LAN itu. Jadi tidak
mandeg tetapi harus berkesinambungan”. (Wawancara, 17 Juni
2009)
Selain itu pula pengembangan computerize di Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta sekarang ini juga direncanakan untuk diarahkan sebagai data
base dalam pelayanan farmasi klinik.
Hal tersebut senada dengan pernyataan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi,
Apt. dalam wawancara sebagai berikut:
“Itu (computerize atau LAN) digunakan untuk pengelolaan obat atau
perbekalan farmasi. Sifatnya pelayanan farmasi tradisional. Tetapi,
computerize dapat pula digunakan sebagai data base untuk pelayanan
farmasi klinik juga. Kita kembangkan ke arah situ”. (Wawancara, 22
Juli 2009)
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa rencana
continual improvement dalam pengembangan computerize di Instalasi Farmasi
adalah pengembangan computerize digunakan untuk mendukung kegiatan
pelayanan farmasi agar lebih efektif dan efisien, seperti dalam pengelolaan
obat atau perbekalan farmasi. Rencana perbaikan yang lain yaitu,
pengembangan computerize diarahkan untuk mendukung pelayanan farmasi
klinik.
75
A.2. Perbaikan Sasaran Mutu
Dengan diperolehnya sertifikasi ISO 9001:2000 oleh RSDM
Surakarta pada 19 Juni 2007, komitmen akan adanya continual improvement
kinerja dalam pelayanan di RSDM Surakarta semakin terlihat jelas. Demikian
halnya dengan Instalasi Farmasi sebagai salah satu ruang lingkup dalam
penerapan ISO 9001:2000 di RSDM Surakarta, komitmen akan adanya
perbaikan terlihat jelas dan terdokumentasi dalam bentuk sasaran mutu.
Sasaran mutu berhubungan langsung dengan komitmen akan adanya continual
improvement. Oleh karena itu, sasaran mutu harus ditinjau dan direvisi atau
diperbaiki sesuai dengan keperluan. Sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Target dan Sasaran Mutu Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Tahun 2006-2010
Target
No
1.
Perspek
tif
Kepuas
an
Pelangg
an
2.
Parameter
2006
Kuesioner
Resp
on
Time
Proses
Internal
Pasien
Non
Askes
(Oleh
Instalasi
Farmasi)
2007
2008
2009
2010
90%
90%
90%
90%
90%
Pelangga
n puas
Pelang
gan
Puas
Pelangg
an Puas
Pelangga
n Puas
Pelanggan
Puas
R/Tungg
al:20
Menit
R/Tun
ggal:2
0
Menit
R/Tung
gal:15
Menit
R/Tungg
al:15
Menit
R/Tunggal:
15 Menit
R/
Racikan
:30
Menit
R/
Racikan:
29 Menit
R/
Racikan:
30 Menit
R/
Racika
n:30
Menit
R/
Racikan:28
Menit
Program
Pencapaian
Frekue
nsi
Evalua
si
Teknik
Pelaporan
Penan
ggung
Jawab
Evaluasi
pelyanan
berdasarka
n hasil
kesioner
Per 6
bulan
Laporan
evaluasi
kinerja
instalasi
Farmasi
Ka.
Instala
si
Farma
si
Peningkata
n Efisiensi
Pelayanan
Resep
Per
Tahun
Laporan
evaluasi
kinerja
instalasi
Farmasi
Ka.
Instala
si
Farma
si
76
Pasien
Askes
(Oleh
Apotik
Pelengkap
)
45 menit
44
Menit
43
Menit
42 Menit
41 menit
Peningkata
n Efisiensi
Pelayanan
Resep
Per
Tahun
Laporan
evaluasi
kinerja
instalasi
Farmasi
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.,:
“Kita punya sasaran mutu untuk jangka waktu lima tahunan ya mbak
ya, jadi tidak tercapai di satu waktu kita masih ada target atau waktu
untuk bulan depan, terus diperbaiki terus”. (Wawancara, 29 Mei
2009)
Hal senada diungkapkan oleh Bp. Drs. Waluyo, Apt. sebagai berikut:
“Sasaran mutu itu harus selalu dievaluasi. Dalam arti kalau sasaran
mutu itu sudah tercapai perlu untuk ditingkatkan (targetnya)”.
(Wawancara,17 Juni 2009)
Dari hasil wawancara dan sasaran mutu di atas dapat disimpulkan
bahwa Instalasi Farmasi mempunyai sasaran mutu untuk jangka waktu lima
tahun. Setiap tahunnya sasaran mutu yang akan dicapai Instalasi Farmasi
mempunyai standar atau targetnya masing-masing. Untuk sasaran mutu yang
berkaitan dengan kepuasan pelanggan, Instalasi Farmasi mentargetkan 90%
pelanggan puas.
Sedangkan untuk sasaran mutu yang berkaitan dengan proses internal
atau respon time, Instalasi Farmasi mempunyai target bagi pasien non askes
untuk tahun 2006 adalah R/Tunggal:20 MenitR/ Racikan:30 Menit, tahun
2007 adalah R/Tunggal:20 Menit R/ Racikan:30 Menit, tahun 2008 adalah
R/Tunggal:15 Menit R/ Racikan:30 Menit, tahun 2009 adalah R/Tunggal:15
Menit R/ Racikan:29 Menit, dan untuk tahun 2010 adalah R/Tunggal:15 Menit
Ka.
Instala
si
Farma
si
77
R/ Racikan:28 Menit. Untuk pasien askes target respon time untuk tahun 2006
sampai tahun 2010 secara berturut-turut adalah 45 menit, 44 menit, 43 menit,
42 menit dan 41 menit. Target sasaran mutu untuk respon time mempunyai
trend yang meningkat dimana target respon time lebih cepat dari tahun
sebelumnya. Hasil pencapaian sasaran mutu tersebut oleh Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta akan dievaluasi secara terus-menerus.
Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaiannya (LKP)
Dalam prosesnya, perbaikan sasaran mutu bukan tidak mungkin akan
dijumpai ketidaksesuaian-ketidaksesuaian, tidak hanya terkait dengan sasaran
mutu tersebut tetapi juga prosedur-prosedur dan sebagainya. Ketidaksesuaian
tersebut nantinya dapat terlihat dalam tindakan perbaikan berupa laporan
ketidaksesuaian dan penyelesaian (LKP). Hal ini dilakukan untuk mengurangi
penyebab ketidaksesuaian dalam rangka untuk mencegah ketidaksesuaian
terulang lagi. Jadi, rencana perbaikan Instalasi Farmasi tertuang dalam LKP
ini.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt:
“Untuk perbaikan kita pakainya formulir, kemudian ada laporan
ketidaksesuaian dan perbaikan. Ketidaksesuaian apa yang ditemukan
ditulis disitu, sebab atau kronologis penyebabnya apa saja, kemudian
rencana perbaikan
apa saja, itemnya apa saja, ada penanggung
jawabnya di sana untuk masing-masing item kegiatan, kemudian
jangka waktu juga ditentukan. Jadi ada target penyelesaian kapan
target harus diselesaikan”. (Wawancara, 27 Mei 2009)
Laporan ketidaksesuaian dan penyelesaian (LKP) seperti yang
dimaksudkan di atas adalah sebagai berikut:
78
Gambar 3.1
Format Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaiannya (LKP)
Internal
No LKP:
Keluhan Pelanggan
Tanggal:
LKP ditujukan kepada
Departemen Instalasi Farmasi
Ketidaksesuaian: ………
Pertama Kali
Dibuat oleh
Mengetahui
Dibuat oleh
Mengetahui
Berulang ke___ Kali
Kronologis (jika diperlukan): …….
Analisa Penyebab: …….
Rekomendasi Direktur (jika diperlukan)
Paraf
Paraf
Rencana Perbaikan
No
Rencana Perbaikan
PJ
Target
Mulai
Diverivikasi
Oleh:
Verivikasi
Selesai
Catatan:
Paraf
Tgl Verivikasi:__________
Diberi LKP
Diverivikasi
Oleh:
Dari laporan tersebut Instalasi Farmasi dapat mengetahui penyebab
Ditutup Tgl______
MR
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Dari laporan tersebut Instalasi Farmasi dapat mengetahui penyebab
ketidaksesuaian serta merencanakan tindakan perbaikan agar ketidaksesuaian
tersebut mampu diselesaikan dan proses perbaikan dapat dilakukan secara
berkesinambungan. Setelah LKP selesai dibuat nantinya terdapat monitoring
79
untuk memverivikasi apakah Instalasi Farmasi benar-benar telah melakukan
rencana perbaikan tersebut.
Hal tersebut dimintakan pendapat dan prosesnya dijelaskan secara
rinci oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt. sebagai berikut:
“Begitu ketemu temuan ketidaksesuaian, kita cari penyebabnya terus
kita bisa tentukan hal-hal yang kira-kira bisa untuk menyelesaikan
dan memperbaiki ketidaksesuaian itu apa saja, nah dari situ kita
target penyelesaian dari masing-masing tahap. Targetnya kita yang
menentukan sendiri kira-kira kapan selesai. Setelah laporan telah
selesai kita lapor ke ISO Center disana kita bisa tahu temuan itu
ditemukan siapa, misalnya nanti auditor internal. Nanti auditor
internal akan memberi paraf pada bagian verivikasi apakah
ketidaksesuaian tersebut benar-benar telah diperbaiki ataukah
belum”(Wawancara, 17 Juni 2009)
Dari hasil laporan ketidaksesuaian dan penyelesaian (LKP) tanggal
13 Mei 2009 ditemukan ketidaksesuaian yaitu:
 Belum ada protap stock opname obat dan alat kesehatan. Untuk rencana
perbaikan yang dilakukan yaitu, dengan membuat protap stok opname obat
atau alat kesehatan dengan target mulai 13 Mei 2009 dan target selesai 27
Mei 2009.
 Belum ada standar kompetensi tenaga farmasi. Untuk rencana perbaikan
yang dilakukan yaitu, dengan membuat standar kompetensi tenaga farmasi
dengan target mulai 13 Mei 2009 dan target selesai perbaikan adalah 20
Mei 2009.
Untuk rencana perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta dapat disimpulkan bahwa sasaran mutu akan selalu dievaluasi
80
dan diperbaiki. Dalam prosesnya terdapat sarana untuk perbaikan sasaran
mutu tersebut, yaitu LKP. LKP ini berisi rencana perbaikan yang
dilakukan, tidak hanya berkaitan dengan pencapaian sasaran mutu tetapi
juga prosedur. Rencana perbaikan yang dilakukan Instalasi Farmasi yaitu
membuat prosedur tetap stock opname dan alat kesehatan serta menyusun
prosedur tetap standar kompetensi farmasis RSDM Surakarta.
A.3. Perbaikan Sumber Daya Manusia
Instalasi Farmasi harus menetapkan dan menyediakan sumber daya
yang dibutuhkan untuk menerapkan dan memelihara sistem dalam organisasi.
Karena sumber daya manusia yang ada sangat menentukan proses continual
improvement dimana sumber daya manusia yang ada di dalam Instalasi
Farmasi seluruhnya terlibat di dalam proses perbaikan, maka sumber daya
manusia harus dipersiapkan. Oleh karena itu, perlu diterapkan rencana
pengembangan sumber daya yang meliputi:
A.3.1. Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dimiliki Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta
haruslah
mencukupi
kebutuhan
dalam
menjalankan
dan
meningkatkan proses pelayanan atau meningkatkan kepuasan pelanggan.
Akan tetapi, dalam kenyataannya Instalasi Farmasi masih mengalami kendala
dalam hal ini dimana sumber daya manusia di Instalasi Farmasi tidak
mencukupi jumlahnya.
81
Berikut hasil wawancara dengan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt. selaku
Kepala Sub Instalasi Apotek Rawat Inap:
“Masalah yang dihadapi Instalasi Farmasi sekarang ini adalah
sumber daya manusia, jadi sumber daya manusianya itu kurang, itu
yang menjadi masalah utama. Instalasi Farmasi kan jangkauannya
cukup luas harapannya bias mengcover atau mendekatkan pelayanan
farmasi ke customer itu harusnya mendekatkan pelayanan farmasi ke
pasien. Namun karena keterbatasan orangnya, faktor ketenagaannya
itu kurang sehingga jangkauannya itu tidak merata”. (Wawancara, 3
Juni 2009)
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Suti Haryani, Apt selaku
Kepala Instalasi Farmasi RSDM Surakarta:
“Jujur Instalasi Farmasi sekarang ini mengalami kekurangan sumber
daya manusia, karena kemarin kita kehilangan beberapa tenaga kita
karena pensiun dan sebagainya”. (Wawancara, 30 Juli 2009)
Ibu F. Yovita Dewi, Ssi. Apt., selaku Kepala Sub Instalasi Farmasi
Klinik juga memberikan pendapatnya sebagai berikut:
“Kalau perbaikan farmasi terus-menerus melakukan perbaikan
supaya lebih baik dan lebih baik. Untuk farmasi sendiri banyak
kendala salah satunya tenaga..tenaga kita nggak ada. Mungkin dari
yang lain juga sudah mengatakan kalau ada pensiun berapa persen.
Bolongnya berapa persen sedangkan penggantinya juga belum ada”.
(Wawancara, 23 Juli 2009)
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan
sumber daya manusia di Instalasi Farmasi yang kurang salah satunya
disebabkan karena pensiun, pindah dan sebagainya. Akibat kurangnya sumber
daya manusia ini jangkauan pelayanan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
menjadi tidak merata. Rencana perbaikan yang akan dilakukan Instalasi
82
Farmasi RSDM kaitannya dengan ketersediaan sumber daya manusia adalah
dengan mencari penggantinya atau melakukan rekruitmen.
Rencana tersebut sejalan dengan pernyataan Bp. Drs. Joko Lestari,
Apt. dalam wawancara berikut ini:
“...alternatif perbaikannya jelas penambahan karyawan. Itu ada plus
minusnya, dengan penambahan karyawan kita bisa menjangkau
pelayanan farmasi. Sedangkan minusnya penambahan karyawan kan
membutuhkan prosedur sehingga membutuhkan waktu juga...”.
(Wawancara, 3 Juni 2009)
A.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang bekerja dalam Instalasi Farmasi harus
memiliki kompetensi yang berdasarkan pendidikan, pelatihan, keahlian dan
pengalaman yang sesuai. Seiring dengan tuntutan masyarakat akan mutu
pelayanan, maka kompetensi yang telah dimiliki sumber daya manusia yang
ada di Instalasi Farmasi terus ditingkatkan dengan pelatihan, seminar atau
pendidikan. Rencana-rencana perbaikan tersebut untuk memaksimalkan
potensi sumber daya manusia sehingga secara berkesinambungan perbaikan
dapat tercapai.
Hal tersebut dimintakan pendapat Bp. Drs. Waluyo, Apt sebagai
berikut:
“Kalau perbaikan personil tentu ya pendidikan. Jadi pendidikan tidak
harus mengikuti kuliah diperguruan tinggi, tentu disesuaikan dengan
keadaan misalnya pelatihan-pelatihan. Jadi paling tidak itu bisa
meng-upgrade ilmunya yang sudah lama keluar dari fakultas”.
(Wawancara, 17 Juni 2009)
83
Dari hasil wawancara Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt. selaku Kepala
sub Instalasi Administrasi dan Pendidikan menambahkan sebagai berikut:
“Up date pengetahuan dan ketrampilan di RSDM Surakarta ini
sambil jalan, misalnya dengan mengirim atau mengikutsertakan
pegawai atau staff ke pelatihan-pelatihan, seminar-seminar seperti
itu. Khusus untuk perbaikan berkesinambungan proses internal
Instalasi Farmasi kita belum sempat sampai kesitu”. (Wawancara, 27
Mei 2009)
Perbaikan kompetensi sumber daya manusia di Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta secara umum mempunyai tujuan dalam menciptakan
pelayanan farmasi yang bermutu melalui peningkatan mutu sumber daya
manusia
pelaksana
pelayanan.
Secara
khusus,
dapat
meningkatkan
kemampuan atau kompetensi tenaga apoteker atau asisten apoteker dalam
pelayanan farmasi sehingga kebutuhan tenaga yang terdidik dan terlatih dalam
bidang farmasi klinik dapat terpenuhi.
B. Tahap Pelaksanaan (Do)
Tahap pelaksanaan merupakan pelaksanaan dari rencana perbaikan yang
telah ditetapkan. Tahap pelaksanaan dari penelitian ini juga menunjukkan
bagaimana kinerja dari Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dalam pelaksanaan
rencana-rencana perbaikan tersebut.
Pengetahuan mengenai kinerja dalam pelaksanaan rencana perbaikan
memberikan dasar mengenai proses yang terjadi dalam organisasi saat itu serta
memberikan sarana untuk memusatkan upaya continual improvement kinerja agar
terfokus pada bidang yang harus diperbaiki.
84
B.1. Perbaikan Sistem
B.1.1. Pengembangan Pelayanan Farmasi Klinik.
Pelaksanaan pengembangan pelayanan farmasi klinik di Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta masih terbilang baru karena baru mulai
dikembangkan pada tahun ini. Untuk pelaksanaannya Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta melakukan pelayanan farmasi klinik yang sifatnya masih
sederhana seperti pelayanan informasi obat, konseling obat, pemantauan
terapi obat dan sebagainya. Dalam pelaksanaanya para apoteker beserta PKL
turun ke bangsal atau ke pasien untuk melakukan pelayanan farmasi klinik
tersebut.
Dalam standar pelayanan farmasi rumah sakit, pelayanan informasi
obat yaitu pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan
informasi secara akurat kepada dokter, apoteker, profesi kesehatan lainnya
dan
kepada
pasien.
Konseling
merupakan
mengidentifikasi dan penyelesaian masalah
suatu
proses
untuk
pasien yang berhubungan
dengan penggunaan obat, baik pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.
Sedangkan
pemantauan
terapi
obat
merupakan
program
evaluasi
penggunaan obat yang berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang
digunakan sesuai dengan indikasi, efektif dan aman bagi pasien.
Hal tersebut dijelaskan secara rinci oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi.
Apt.,dalam wawancara berikut ini :
85
“Memang farmasi klinik ini bidang pelayanan baru di Moewardi
sendiri. Meskipun di luar negeri atau di kota-kota besar di
Indonesia sudah sangat berkembang. Yang bisa kami lakukan
disini dari hal-hal yang kecil-kecilan, seperti contohnya pelayanan
informasi obat, pelayanan informasi obat itu kita memberikan
pelayanan informasi tentang obat kepada seluruh civitas hospitalia,
tidak cuma pasien mungkin juga perawat, dokter dan lain-lain.
Kemudian selain itu kami juga melakukan konseling..konseling
obat tentu saja. Konseling obat ini biasa kami tujukan kepada
pasien rawat jalan atau pasien mondok yang akan pulang.
Kemudian pemantauan terapi obat. Ini dilakukan untuk pasien
rawat inap. Jadi obat-obat atau terapi obat yang dilakukan selama
dia di rawat inap itu dimonitor gitu”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
Hal senada juga diungkapkan Ibu F. Yovita Dewi, Ssi. Apt., selaku
Kepala Sub Instalasi Farmasi Klinik sebagai berikut:
“Di sini kan farmasi kliniknya macam-macam, banyak sekali ya.
Ada pelayanan informasi obat, ada pemantauan efek samping,
melihat kepatuhan pasien minum obat itu juga kegiatan pelayanan
farmasi klinik. Kalau untuk paling nggak pasien rawat inap atau
rawat jalan, pasien tahu dapat informasi tentang obat saja itu sudah
amat sangat bagus bagi mereka. Biasanya saya bersama PKL turun
ke bangsal ya ke pasien terutama melihat dari sisi obat”.
(Wawancara, 23 Juli 2009)
B.1.2. Pengembangan computerize
Pelaksanaaan computerize sangat bermanfaat dalam kegiatan
pelayanan farmasi seperti pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi
Farmasi. Dengan adanya computerize pengelolaan perbekalan farmasi
sebagai suatu siklus dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi atau
pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi pelayanan dapat lebih cepat
karena semuanya dapat diinputkan dalam sistem tersebut.
86
Hal tersebut dimintakan pendapat Ibu Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.,
sebagai berikut:
“LAN itu kan link, hubungan antara satu kami menyebutnya di sini
outlet atau depo farmasi, masing-masing bangsal semua terhubung
termasuk gudang, termasuk administrasi kantor ini. Jadi semua
transaksi baik pembelian hingga penjualan diinputkan ke situ.
Setelah input data itu masuk kita bisa mengolah disini untuk
membuat laporan-laporan kegiatan farmasi”. (Wawancara, 22 Juli
2009)
Pelaksanaan pengembangan computerize tentunya harus didukung
sarana prasarana yang ada, dalam hal ini komputer dan perangkatnya yang
dimiliki Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Berikut adalah data jumlah
komputer yang ada di Instalasi Farmasi yang dimanfaatkan untuk menunjang
kegiatan pelayanan farmasi. Data ini diolah peneliti dari kartu inventaris
ruangan, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 3.2
Sarana Komputer Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
No
Tempat/Ruangan
Jumlah (unit)
1
Apotik Rawat Jalan
1
2
Apotik Cendana I
1
3
Apotek Cendana II
1
4
Apotek Cendana III
1
5
Gudang Farmasi
1
6
Kantor Administrasi Farmasi
2
7
Apotek IPI/Farmasi
1
8
Apotek IBS
1
9
Apotek Melati
1
10
Apotek Anggrek II
1
87
11
Apotek Anggrek III
3
12
Instalasi IGD
1
13
Tidak ada nama ruangan
2
Jumlah
17
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Sarana komputer yang dimiliki Instalasi Farmasi tentunya harus
dirawat sebaik mungkin. Hal ini juga termasuk dalam perbaikan
berkesinambungan.
Bp. Drs. Joko Lestari memberikan pernyataannya:
“Kalau berkesinambungan dengan alat sebenarnya Instalasi
Farmasi tidak banyak menggunakan alat. Alatnya cuma
computerize. Tindakan yang dilakukan ya dengan merawat alat
agar tidak rusak. Alat yang rusak diperbaiki termasuk programnya.
Hal ini selalu diupdate”. (Wawancara, 31 Juli 2009)
Untuk pelaksanaan perbaikan computerize di Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta dapat
disimpulkan bahwa
pelaksanaan perbaikan
computerize mendukung kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi menjadi
lebih cepat. Selain itu pelaksanaan perbaikan computerize ini didukung
dengan sarana prasarana yang mencukupi. Sarana prasarana yang ada secara
berkesinambungan akan selalu diperbaiki atau diupdate.
B.2. Perbaikan Sasaran Mutu
Pelaksanaan rencana perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta terlihat dalam hasil capaian sasaran mutu itu sendiri, baik dari
parameter kepuasan pelanggan maupun dari proses internal Instalasi Farmasi atau
88
respon time-nya. Hasil capaian Sasaran Mutu Instalasi Farmasi adalah sebagai
berikut:
I.
Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan,
harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Pengukuran kepuasan pelanggan
merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang baik, efektif
dan efisien. Dengan pengukuran kepuasan pelanggan, Instalasi Farmasi dapat
mendapatkan gambaran mengenai bagaimana kinerja pelayanan farmasi
kepada pasien. Apabila kepuasan pelanggan rendah tentunya kinerja Instalasi
Farmasi dikatakan kurang demikian pula sebaliknya. Dari hasil pengukuran
kepuasan pelanggan ini pula untuk kemudian Instalasi Farmasi dapat
memfokuskan tindakan perbaikan apa yang seharusnya dilakukan.
Berikut adalah hasil capaian kepuasan pelanggan Instalasi Farmasi
bulan Januari-Maret 2009:
89
Tabel 3.3
Hasil Capaian Kepuasan Pelanggan Instalasi Farmasi
Bulan Januari-Maret 2009
Penilaian
N
o
1
Variabel
b. Kemampuan
Petugas
menyelesaika
n masalah
c Kelengkapan
obat di apotek
b. Kemampuan
petugas
menolong dan
melayani
P
(4)
CP
(3)
KP
(2)
STP
(1)
SP
P
CP
KP
ST
P
8
27
2
7
8
50
11
25
5
3
6
10
31
4
3
15
30
5
5
40
4
Asli
Skala
10
70
40
108
6
14
6
174
0,96
6,59
50
72
55
100
15
6
6
182
1,03
6,85
2
50
82
50
124
12
6
2
194
1,09
7,30
0
0
50
90
75
120
15
0
0
210
1,19
7,90
5
0
0
50
90
25
160
15
0
0
200
1,13
7,52
43
1
1
1
50
94
20
172
3
2
1
198
1,12
7,45
10
20
15
4
1
50
60
50
80
45
8
1
184
1,04
6,92
17
31
1
1
0
50
96
85
124
3
2
0
214
1,21
8,06
20
28
1
0
1
50
96
100
112
3
0
1
216
1,22
8,13
500
1100
117
38
17
1772
Empati
a. Pemahaman
petugas atas
kebutuhan
pelanggan
b. Kemudahan
petugas untuk
dihubungi
4
SP
(5)
%
PP
Tingkat
Kinerja
Pelayanan
a. Kesopanan
petugas
3
Total
Nilai
Bobo
t
Kinerja
Pelayanan
a. Kecepatan
waktu
pelayanan
2
Nilai x Bobot Nilai
Fasilitas
a. Fasilitas fisik
apotek
b. Kebersihan
ruangan
Jumlah
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
90
Jumlah pelanggan yang mempunyai nilai kepuasan tinggi (SP+P) =90,29 %
Keterangan:
SP(5)
: Sangat Puas, Bobot Nilai:5
P(4)
: Puas, bobot nilai:4
CP(3)
: Cukup Puas, bobot nilai:3
KP(2)
: Kurang Puas, bobot nilai:2
STP(1)
: Sangat Tidak Puas, bobot nilai:1
% PP
: Prosentase Pelanggan Puas
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa hasil pengukuran
kepuasan pelanggan pada Januari-Maret 2009 adalah 90,29% pelanggan
puas. Hal ini menunjukkan bahwa Instalasi Farmasi telah dapat memenuhi
target atau sasaran mutu. Apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran
kepuasan pelanggan pada bulan Oktober 2008 dengan hasil 81,71% dimana
hasil tersebut belum sesuai dengan sasaran mutu Instalasi Farmasi yaitu 90%
pelanggan puas (Lihat halaman 7-9), maka hasil capaian bulan Januari
sampai Maret 2009 dimana kepuasan pelanggan meningkat dan sasaran mutu
telah tercapai. Dengan capaian tersebut tentunya Instalasi melakukan
continual improvement dalam prosesnya.
Hal tersebut dimintakan pendapat Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.
selaku Kepala Sub Instalasi Apotek Rawat Inap:
“Beberapa parameter kepuasan pelanggan, salah satunya adalah
respon time, kemudian kelengkapan obat dan sebagainya. Jadi
perbaikan kita adalah mengupayakan pelayanan farmasi itu cepat,
tepat dan lengkap. Dalam arti cepat dalam sisi waktu, tepat dalam
arti ketelitian, serta lengkap dalam arti jumlah obat yang diberikan
semuanya ada. Itu perbaikan yang dilakukan untuk pencapaian
kepuasan pelanggan”. (Wawancara, 3 Juni 2009)
91
Hal tersebut juga ditambahkan oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt.
sebagai berikut:
“Dalam pelaksanaan perbaikannya ya kita berusaha melaksanakan
pelayanan farmasi dengan sebaik mungkin sesuai dengan target
yang telah ditentukan”. (Wawancara, 27 Mei 2009)
Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan
perbaikan sasaran mutu yang dilakukan Instalasi Farmasi adalah dengan
mengupayakan pelayanan Instalasi Farmasi menjadi cepat, tepat dan lengkap.
Cepat dari sisi waktu, tepat dalam arti ketelitian serta lengkap dari sisi
kelengkapan obat semuanya terpenuhi. Selain itu, agar kepuasan pelanggan
dapat terpenuhi pelaksanaan pelayanan farmasi kepada pasien atau
masyarakat sebagai customer-nya dilakukan dengan sebaik mungkin.
Meskipun demikian, dari empat variable (kinerja pelayanan,
peayanan, empati dan fasilitas) yang ditanyakan ternyata yang mempunyai
nilai terburuk adalah kinerja pelayanan. Variabel kinerja pelayanan ini terdiri
dari: kecepatan waktu pelayanan (70% responden dengan nilai kinerja 6,55),
kemampuan petugas menyelesaikan masalah (72% responden dengan nilai
kinerja 6,85), dan kelengkapan obat (82% responden dengan nilai kinerja
7,30).
Dari hasil capaian tersebut diketahui pula bahwa rendahnya nilai
kinerja berhubungan dengan kesulitan gudang farmasi dalam melakukan
pemesanan obat karena beberapa distributor menunda pengiriman barang
akibat kontrak kerja yang belum terbayarkan oleh bagian keuangan.
92
Berkurangnya persediaan obat di gudang farmasi menyebabkan kelengkapan
obat menjadi menurun.
II.
Proses Internal atau Respon Time
Respon time merupakan kecepatan Instalasi Farmasi dalam
melayani resep obat dimana jumlah waktu yang ada dibagi dengan jumlah
resep per lembar yang harus diselesaikan. Semakin cepat respon time berarti
semakin cepat resep sampai kepada pasien atau tanpa lebih lama menunggu.
Demikian pula sebaliknya, apabila respon time lambat dibandingkan dengan
sasaran mutu, mungkin terdapat hambatan dalam prosesnya, seperti
kompetensi yang dimiliki sumber daya manusia. Berikut adalah hasil capaian
proses internal atau respon time Instalasi Farmasi:
Tabel 3.4
Laporan Pencapaian Sasaran Mutu Proses Internal Instalasi Farmasi
Bulan Januari-Maret 2009
Parameter
N Respon Time Ruang
o
1
2
Perhitungan
Resep Non
Racikan
Non Askes
Perhitungan
Resep
Racikan
Jumlah
Lembar
Bulan (Jumlah Waktu dalam
Menit)
Januari
Februari
Maret
Jumlah
Waktu
Respon
Time
Cendana
I
2152
10.668
10.545
10.473
31.706
14,73
Cendana
II
2601
12.778
13.005
13.005
38.798
14,92
Cendana
III
3064
15.116
15.116
15.218
45.449
14,83
Cendana
I, II, III
26
247
243
244
733
28,20
Respon
Time
RataRata Per
Lembar
14,83
28,20
93
Non Askes
3
Perhitungan
Resep Askes
Apotik
Pelengka
p
4231
60.503
60.362
58.769
179.634
42,46
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Dari hasil perhitungan repon time di atas terlihat bahwa untuk
respon time pelayanan resep untuk jenis racikan dan non racikan telah
memenuhi target atau sasaran mutu. Untuk resep non racikan sebesar 14,83
menit dan resep racikan sebesar 28,2 menit dibandingkan sasaran mutu resep
non racikan 15 menit, resep racikan 29 menit. Waktu pelayanan untuk pasien
Askes juga menunjukkan bahwa target sasaran mutu bisa tercapai, dimana
respon time yang didapat dari hasil perhitungan adalah 42,46 menit (sasaran
mutu 43 menit)
Laporan ketidaksesuaian dan Penyelesaiannya (LKP)
Dalam
proses
perbaikan
sasaran
mutu
terdapat
laporan
ketidaksesuaian dan penyelesaiannya (LKP) untuk melihat ketidaksesuaian
yang ada dalam proses perbaikan. LKP juga dapat menggambarkan
bagaimana pelaksanaan dari rencana perbaikan dilakukan, tidak hanya
berkaitan dengan sasaran mutu tetapi berkaitan pula dengan prosedurprosedur dan sebagainya. Karena LKP menunjukkan perbaikan proses yang
berkesinambungan instalasi benar-benar dilaksanakan ataukah tidak.
Hasil dari LKP bisa diperoleh dari audit internal, audit eksternal,
atau temuan Instalasi Farmasi sendiri. Untuk audit internal mengikuti tahapan
42,46
94
visitasi ISO setiap enam bulan sekali (2 kali setahun). Berikut ini merupakan
hasil LKP Instalasi Farmasi Bulan Mei 2009:
Tabel 3.5
Hasil Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaian Instalasi Farmasi
Bulan Mei 2009
No
Ketidaksesuaian
1.
Belum ada
protap stock
obat atau alkes
2.
Belum ada
standar
kompetensi
tenaga farmasi
Kronologis
Analisa Penyebab
Target
Rencana
Perbaikan
Mulai
Selesai
Stock opname
sudah rutin
dilakukan
(bulanan)
tetapi belum
diprotapkan.
Stock opname sudah
termuat dalam
Kepmenkes No
1197 tahun 2004
tentang standar
pelayanan farmasi
Membuat
protap stock
opname atau
alkes
13 Mei
2009
27 Mei
2009
Membuat
standar
kompetensi
pegawai
farmasi
13 Mei
2009
20 Mei
2009
_
Standar kompetensi
sudah dimuat dalam:
standar kompetensi
farmasis ind, ISFI
2003, KepMenPAN
No
07/Kep/M.PAN/12/
1999, pedoman
pengelolaan IFRS
Depkes 1990
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Stock opname adalah kegiatan menghitung dan mencatat perbekalan
farmasi yang masih tersedia di Instalasi farmasi. Protap stock opname perbekalan
farmasi penting dibuat sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk
pelaksanaan kegiatan stock opname perbekalan farmasi di RSDM Surakarta.
Demikian halnya protap standar kompetensi farmasis penting dibuat sebagai
acuan penerapan langkah-langkah untuk menetapkan standar kompetensi farmasis
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Dalam pelaksanaannya ketidaksesuaian
tersebut telah diperbaiki dan dilaksanakan Instalasi Farmasi dengan baik.
95
Hal tersebut dimintakan pendapat kepada Bp. Drs. Waluyo, Apt.:
“Mengenai stock opname sejak lama farmasi itu sudah terdidik atau
mendarah daging kalau setiap akhir bulan selalu ada stock opname.
Ibaratnya orang itu berjualan, belanja per bulan itu berapa, biaya berapa,
itu selalu kita kerjakan dan tidak basa-basi. Tetapi lama dalam arti selesai
menghitung paling tidak seminggu. Dari dulu sampai sekarang masih tetap
dilaksanakan. Cuma itu tidak di prosedur tetap (protap) kan. Begitu pun
sudah dibuatkan LAN ya setiap bulan berapa sisa barang di farmasi
langsung ketemu hasilnya. Jadi sepertinya itu sudah otomatis tapi tidak
ada protapnya. Baru kemarin itu ditanya oleh bapak Wakil Direktur selaku
auditor internal. Ada protapnya tidak?belum..ya itu dibuat protap gampang
sekali”. (Wawancara, 17 Juni 2009)
Hal senada diungkapkan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt. selaku Kepala Sub
Instalasi Apotek Rawat Inap dalam wawancara berikut:
“Itu sebenarnya sudah dilakukan tinggal kita mendokumentasi atau
melengkapi stock protapkan. Apa yang kita lakukan itu sebenarnya telah
selesai, cuma belum ada hitam diatas putih untuk prosedur tetapnya. Jadi
itu sudah dilakukan secara rutin tinggal kita membuatkan apa yang kita
lakukan kita tuangkan dalam tulisan tersebut”. (Wawancara, 3 Juni 2009)
Ketidaksesuaian baik belum adanya prosedur tetap stok opname/ alat
kesehatan maupun belum adanya prosedur tetap untuk standar kompetensi
farmasis tersebut telah selesai diperbaiki. Untuk kegiatan stok opname sebenarnya
selalu
dilakukan
Instalasi
Farmasi
setiap
bulannya
akan
tetapi tidak
didokumentasikan dalam bentuk prosedur tetap. Pelaksanaan perbaikan yang
dilakukan, yaitu Instalasi Farmasi RSDM tinggal menuliskan kegiatan stock
opname yang dilakukan selama ini dalam bentuk tulisan atau prosedur tetap saja.
Berikut ini adalah prosedur tetap stock opname perbekalan farmasi yang
disiapkan oleh Dra. Suti Haryani, yang telah diperiksa oleh dr. Tri Lastiti W,
96
SpRM, MKes dan disetujui oleh Direktur RSDM Surakarta, dr. Mardiatmo, Sp.
Rad. pada tanggal 23 Mei 2009:

Stock opname dilakukan setiap 1 bulan sekali di semua outlet yang
mengelola perbekalan farmasi.

Waktu pelaksanaannya adalah tanggal terakhir bulan berjalan.

Agar tidak mengganggu sistem komputer stock dilakukan diluar jam
pelayanan atau setelah jam pelayanan.

Stok ditutup pada jam 21.00 WIB.
Demikian halnya dengan ketidaksesuaian tentang tidak adanya protap
standar kompetensi farmasis di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta telah mampu
diselesaikan dengan baik. Berikut adalah prosedur tetap standar kompetensi
farmasis di RSDM Surakarta yang telah selesai dibuat:
Tabel 3.6
Prosedur Tetap Standar Kompetensi Farmasis di RSDM Surakarta
No
Jenis Profesi
Prosedur Tetap
1.
FARMASIS
A. Asuhan Kefarmasian:

Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dokter dan
dokter gigi.

Memberikan pelayanan informasi obat.

Memberikan pelayanan konsultasi obat.

Membuat formulasi obat untuk mendukung proses terapi.

Melakukan monitoring efek samping obat.

Melakukan pelayanan klinik berbasis farmakokinetika.

Penatalaksanaan obat sitatoska dan obat yang setara.
97

Melakukan evaluasi penggunaan obat.
B. Akuntabilitas praktek farmasi:

Menjamin pelayanan kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika
profesi.

Menjamin obat yang diproduksi bermutu, mempunyai efikasi, aman,
nyaman dan biaya yang wajar.

Merancang, melaksanakan, mengevaluasi dan mengembangkan standar
kerja.

Mencegah dan melindungi lingkungan dari kerusakan akibat obat.

Melakukan peningkatan mutu terus menerus.
C. Manajemen praktis farmasi:

Melakukan pengelolaan material atau bahan baku obat yang
berkualitas.

Melakukan pengelolaan produksi obat yang berkualitas, mempunyai
efikasi, aman, nyaman dan harga yang terjangkau.

Merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan
regulasi di bidang farmasi.

Merancang, membuat, melakukan pengelolaan organisasi yang efektif
dan efisien.

Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif dan
eisien.
D. Komunikasi farmasi:

Memantapkan hubungan professional antara farmasis dengan pasien
dan keluarganya dalam kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi
obat pasien.

Memantapkan hubungan professional antara farmasis dengan tenaga
kesehatan lain dalam rangka mencapai kelauaran terapi yang optimal
khususnya dalam aspek obat.

Memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen
dengan bahasa manajemen berdasar atas semngat asuhan kefarmasian.

Memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan
semangat kerja sama, saling menghormati dan mengakui kemampuan
masing-masing demi tegaknya profesi.
E. Pendidikan dan pelatihan farmasi:

Memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa
farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian.

Merancang dan melaksanakan aktivitas pengembangan staff, bagi ahli
madya farmasi, asisten apoteker, pekarya dan juru resep dalam rangka
peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan kefarmasian yang
diberikan.

Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
98
untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas pelayanan kefarmasian.
2.
3.
ASISTEN
APOTEKER
PEKARYA
FARMASI

Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang
kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien,
profesi kesehatan dan masyarakat.

Menyiapkan perangkat lunak, yang masuk kegiatan ini adalah
perencanaan baik bulanan, triwulan atau tahunan.

Menyiapkan pelaksanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan perbekalan kesehtan rumah tangga.

Menyiapkan pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang terdiri dari:
memberi harga obat, meracik dan mengemas obat, memeriksa ulang
sediaan obat dan memberikan penjelasan penggunaan obat kepada
pasien, menyiapkan laporan penggunaan narkotika dan psikotropika,
menyiapkan penghapusan resep, menjadi saksi penghapusan resep,
membuat catatan kefarmasian untuk pasien rawat inap dan rawat jalan.

Melaksanakan tugas ditempat yang beresiko tinggi, misalnya
penyiapan sitostatika.

Melakukan pembimbingan praktek kefarmasian terhadap siswa PKL
SMF.

Mengkonsultasikan dalam menyiapkan sediaan farmasi dengan asisten
apoteker atau apoteker.

Menyiapkan cara-cara kerja atau urutan-urutan yang praktis untuk
menyelesaikan sediaan.

Membersihkan peralatan, melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi
kepada asisten apoteker atau apoteker.

Ikut bertanggung jawab dalam menyelesaikan sediaan menjadi preparat
jadi serta keselamatan sehubungan dengan penggunaan bahan baku
atau zat-zat kimia yang berbahaya.

Mengerjakan tugas-tugas administrasi farmasi.
Sumber : Instalasi Farmasi RSDM Surakarta.
B.3. Perbaikan Sumber Daya Manusia
B.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Kurangnya sumber daya yang dimiliki Instalasi Farmasi sekarang
ini dapat diatasi dengan proses rekruitmen atau penambahan karyawan
sehingga dapat menjangkau pelayanan farmasi. Instalasi Farmasi sampai
saat ini masih menunggu proses rekritmen tersebut karena rekrutmen
99
dilakukan dari pusat yang tentunya membutuhkan waktu karena melalui
prosedur-prosedur kepegawaian yang harus dipenuhi.
Berikut wawancara dengan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.:
“Untuk masalah kurangnya sumber daya manusia jelas alternatif
perbaikannya dengan penambahan karyawan. Dengan penambahan
karyawan kita bisa menjangkau pelayanan farmasi. Akan tetapi
formasi lowongan karyawan instansi pemerintah kan tidak serta
merta mengangkat karyawan, harus melalui prosedur
kepegawaian”.(Wawancara, 3 Juni 2009)
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Suti Haryani, Apt.:
“Masalah itu bisa diatasi dengan rekruitmen. Akan tetapi
rekruitmen kan dari pusat, jadi kita tinggal menunggu. Rekruitmen
itu nantinya juga harus disesuaikan dengan kompetensi yang
dibutuhkan instalasi farmasi sekarang ini”. (Wawancara, 30 Juni
2009)
Dalam pelaksanaan perbaikan mengenai ketersediaan sumber daya
manusia, tindakan yang telah dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
adalah dengan membuat analisa kebutuhan tenaga. Analisa kebutuhan
tenaga tersebut dibuat untuk diserahkan kepada direksi dan direksi yang
memutuskan perlu diadakan rekruitmen atau tidak.
Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt., memberikan pendapatnya dalam
wawancara berikut:
“Instalasi Farmasi kan bagian dari rumah sakit. Terus terang kami
kekurangan sumber daya manusia. Tindak lanjut untuk mengatasi
hal itu ya kami membuat analisa kebutuhan tenaga, kemudian kami
serahkan atau kirimkan ke direksi, nanti direksi yang memutuskan
untuk melakukan rekruitmen atau tidak”. (Wawancara, 22 Juli
2009)
100
Analisa kebutuhan tenaga seperti disebutkan diatas digunakan
sebagai acuan dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada di Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta. Analisa kebutuhan tenaga yang dibutuhkan,
didasarkan atas banyaknya waktu yang diperlukan untuk melayani pasien
atau mengerjakan tugas sehari-hari dibandingkan dengan jam efektif
masing-masing tenaga. Dari hasil tersebut ditambahkan dengan rencana
pensiun yang akan dilakukan kemudian dibandingkan dengan jumlah tenaga
atau sumber daya manusia yang ada sekarang ini sehingga dapat diketahui
berapa jumlah kekurangan sumber daya manusia yang ada di Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta.
Untuk lebih jelasnya analisa kebutuhan tenaga Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta tergambar dalam proses dan tabel di bawah ini:
Tabel 3.7
Kegiatan Pelayanan dan total waktu yang dibutuhkan Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta
NO
Jenis Pelayanan
Waktu yang diperlukan (Jam)
1.
Pengelolaan Apotek IGD
34,8
2
Pengelolaan Apotek Rawat Jalan I
48,2
3
Pengelolaan Apotek Rawat jalan II
6,3
4
Pengelolaan Apotek Rawat Jalan III
4,3
5
Pengelolaan Apotek Cendana RJ
7,4
6
Pengelolaan Apotek Cendana I
19,1
7
Pengelolaan Apotek Cendana II
12,6
8
Pengelolaan Apotek Cendana III
16,3
9
Pengelolaan Apotek Mawar I
0
10
Pengelolaan Apotek Mawar II
0
101
11
Pengelolaan Apotek Mawar III
12
Pengelolaan Apotek Melati I
26,1
13
Pengelolaan Apotek Melati II
0
14
Pengelolaan Apotek Melati III
13,6
15
Pengelolaan Apotek Anggrek I
0
16
Pengelolaan Apotek Anggrek II
6,7
17
Pengelolaan Apotek Anggrek III
11,7
18
Pengelolaan Apotek IPI & Hemodisilia
10,29
19
Pengelolaan Apotek IBS
10,9
20
Pengelolaan Apotek Indriaratna
21
Pengelolaan Apotek Gakin
22
Produksi Farmasi
40
23
Pelayanan Kebutuhan Ruangan
7
24
Gudang Farmasi
30
25
Entry Data
70
26
Pelayanan Farmasi Klinik
28
27
Pelayanan Administrasi dan Pendidikan
28
Total Waktu
0
7
226,4
664,69
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam melakukan kegiatan
pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta membutuhkan
total waktu 664,69 jam. Dari total waktu yang dibutuhkan Instalasi Farmasi
dalam melaksanakan kegiatan pelayanan farmasi sehari-hari tersebut, kita
akan melihat pula jumlah SDM yang dimiliki Instalasi Farmasi tahun 2008
seperti terlihat dalam tabel di bawah ini:
102
Tabel 3.8
Jumlah Ketenagaan dan Kualifikasi Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta Tahun 2008
KUALIFIKASI
No
Nama
Pendidikan
Diklat Tambahan
Jumlah
1
Kepala Instalasi Farmasi
Apoteker
Managemen Farmasi
1
2
Kasubin. Administrasi dan
Pendidikan
Apoteker
Managemen Farmasi
1
3
Kasubin Gudang Farmasi
Apoteker
Managemen Farmasi
1
4
Kasubin Pelayanan
Kebutuhan Ruangan
Apoteker
Managemen Farmasi
0
5
Kasubin Produksi
Apoteker
Managemen Farmasi
0
6
Kasubin Apotek Rawat
Jalan
Apoteker
Managemen Farmasi
1
7
Kasubin Apotek Rawat
Inap dan Pendamping
Apoteker
Managemen Farmasi
1 dan 1
8
Kasubin Apotek Gawat
Darurat
Apoteker
Managemen Farmasi
1
9
Kasubin Pelayanan
Farmasi Klinik
Apoteker
Managemen Farmasi dan
Managemen Farmasi Klinik
0
10
Pelaksana Farmasi
Asisten Apoteker
44
11
Pekarya Farmasi
SLTP/SLTA
28
JUMLAH
79
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Untuk tahun 2008, Instalasi Farmasi RSDM Surakarta memiliki
jumlah ketenagaan sebanyak 79 tenaga, yang terdiri dari 1 tenaga untuk
Kepala Instalasi Farmasi, 1 tenaga untuk Kasubin. Administrasi dan
Pendidikan, 1 tenaga untuk Kasubin Gudang Farmasi, 1 tenaga untuk
Kasubin Apotek Rawat Jalan, 2 orang untuk Kasubin Apotek Rawat Inap
dan Pendamping, 1 tenaga untuk Kasubin Apotek Gawat Darurat, 44 tenaga
untuk pelaksana farmasi serta 28 tenaga untuk pekarya farmasi.
103
Dari kedua tabel di atas, yaitu dari tabel total waktu yang
diperlukan Instalasi Farmasi dalam kegiatan pelayanan farmasi serta tabel
ketenagaan Instalasi Farmasi tahun 2008, dapat dihitung analisa kebutuhan
pegawai adalah sebagai berikut:
Jam kerja efektif setiap tenaga adalah 70% x 7 jam = 5 jam maka;

Tenaga yang dibutuhkan
: 133 orang
(Total waktu kegiatan farmasi dibagi jam kerja efektif= tenaga yang
dibutuhkan atau 664,69 : 5 (jam)= 133 orang)

Tenaga yang ada tahun 2008

Tenaga yang masih dibutuhkan saat ini : 54 orang

Rencana pensiun periode 2008-2009
Jumlah Kekurangan
: 79 orang −
: 11 orang +
: 65 orang
Dari perhitungan analisa kebutuhan pegawai di atas diketahui
bahwa Instalasi Farmasi masih mengalami kekurangan sumber daya
manusia sebanyak 65 orang. Dari hasil wawancara juga dapat diketahui
bahwa pelaksanaan perbaikan sumber daya manusia dalam hal ini
pelaksanaan rekruitmen masih belum bisa dilaksanakan. Pelaksanaan yang
dilakukan Instalasi Farmasi sekarang yaitu dengan membuat analisa
kebutuhan tenaga seperti tersebut di atas.
104
B.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Perkembangan
pelayanan
farmasi
menuntut
peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan tenaga professional farmasi baik apoteker
maupun asisten apoteker. Untuk dapat memberikan pelayanan farmasi yang
berorientasi kepada pasien dilakukan
peningkatan kompetensi pegawai
farmasi dalam pelayanan, yaitu dengan mengirim petugas dalam pelatihan,
seminar, lokakarya di bidang farmasi. Pelaksanaan perbaikan dalam
kaitannya dengan kompetensi sumber daya manusia selalu dilaksanakan
setiap ada kesempatan.
Hal tersebut dimintakan tanggapan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt:
“Iya jelas perbaikan berkesinambungan melalui pelatihan selalu
diadakan karena dalam peningkatan pelayanan dan kepuasan
pelanggan harus selalu di update. Jadi ada yang belum sesuai
mestinya ada pendidikan berkesinambungan”. (Wawancara, 3 Juni
2009)
Hal tersebut ditambahkan oleh Bp. Drs. Waluyo, Apt.:
“Setiap ada kesempatan pelatihan akan selalu diadakan. Jadi
misalnya begini proyeksi kita melakukan pelayanan farmasi klinik
tentu banyak rumah sakit yang belum mampu melakukan. Ada
pelatihan di Bandung kita kirim, ada pelatihan Farmasi klinik di
Jogja kita kirim. Tidak hanya itu saja, menyangkut kepentingan
pegawai misalnya ada pelatihan penetapan angka kredit dan
sebagainya”. (Wawancara, 17 Juni 2009)
Berikut ini adalah pelaksanaan perbaikan kompetensi SDM yang
telah dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta selama kurun waktu
tahun 2005 hingga tahun 2009:
105
Tabel 3.9
Pelaksanaan Program Pengembangan Kompetensi SDM
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Tahun 2005-2009
No
Tahun
1.
2005
2.
Waktu
Pelaksanaan
2007
Tempat
Peserta
21 Agustus 2005
Seminar Distribusi Obat dan
Permasalahannya
Klaten
Asisten Apoteker (Dwi
Kustati)
22-24 agustus
2005
Pelatihan Farmasi Klinik
Tingkat Dasar
RSHS
Bandung
Dra. Suti Haryani, Apt.;
Drs. Joko L, Apt.
25-27 Agustus
2005
Pelatihan Farmasi Klinik
Tingkat Lanjutan
RSHS
Bandung
Dra. Suti Haryani, Apt.;
Drs. Joko L, Apt.
23-25 Maret 2006
Pelatihan Sistem Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit
UGM
Yogyakarta
Drs. Joko L, Apt.; D
Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.
6 Mei 2006
Seminar Narkotika, Psikotropika
& Zat Aditif, Ancaman dan
Antisipasinya.
Surakarta
AA (M. Tri Wiryanti)
3-4 Juni 2006
Pelatihan Pengelolaan
Perbekalan Kefarmasian &
Asuhan Kefarmasian
Malang
Drs. Joko L, Apt.
7 Februari 2007
Seminar penggunaan Antibiotika
Secara Rasional, Empirical &
Definitive Treatment; Evidence
Based Medicine Sebagai Dasar
Terapi Secara Rasional
RSDM
Surakarta
Drs. Joko L, Apt
10 Februari 2007
Seminar deteksi dini & Upaya
Penanganan Terkini Gangguan
saluran Cerna
RS Kasih
Ibu
Sumarti
7-8 Juli 2007
Seminar Peningkatan Kualitas
Pelayanan Farmasi Menuju
Indonesia Sehat 2010
Pekalongan
M. Tri wiryanti, Lanny
Amelia
12-14 juli 2007
Pengendalian Pelayanan
Kefarmasian Kefarmasian
Berbasis Sistem Informasi
Manajemen di Rumah Sakit
UGM
Yogyakarta
Dra. Wahyu
Sedjatiningsih, Apt.
1-3 September
2007
Penataran dan Uji Kompetensi
Surakarta
Seluruh Apoteker yang
Belum Mengikuti uji
Kompetensi
4 November 2007
Seminar Kefarmasian
Hotel dwi
Agung
surakarta
Dwi Kustati, M. Tri
Wiryanti
17 November 2007
Seminar Terapi Kanker &
Universitas
sanata
Drs. Joko L, Apt.; Dra.
Suti Haryani, Apt.; Dra.
2006
3.
Tema
106
5
Pengelolaan Sitoastatika
Dharma
Yogyakarta
Wahyu Sedjatiningsih,
Apt.
Februari 2009
Pendidikan dan Pelatihan
Farmasi Klinik
Universitas
Airlangga
Surabaya
Perwakilan Apoteker
Maret 2009
Pendidikan & Pelatihan
Manajemen Farmasi
UGM
Yogyakarta
Perwakilan Apoteker
April 2009
Studi Banding Pelayanan
Sitoastatika
RS Sardjito
Yogyakarta
Seluruh Apoteker dan
Perwakilan Asisten
Apoteker
Mei-Agustus 2009
Penelitian Penggunaan Obat
tertentu di RSDM
RSDM
Surakarta
Perwakilan Apoteker
2009
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
C. Tahap Studi (Study)
Tahap studi menggambarkan bagaimana kesesuaian tahap pelaksanaan
dengan tahap perencanaan yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam upaya
continual improvement kinerjanya.
Dengan melihat hasil pelaksanaan perbaikan di Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta didapat analisa:
C.1. Perbaikan Sistem
C.1.1 Pengembangan Pelayanan Farmasi Klinik
Pengembangan pelayanan farmasi klinik di Instalasi Farmasi masih
terbilang baru sehingga dalam pelaksanaannya masih terbatas pada pelayanan
farmasi klinik yang sifatnya masih sederhana. Di samping itu masih ditemui
kendala dalam hal sumber daya manusia dalam pelaksanaan pengembangan
farmasi kliniknya.
107
Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.,:
“Farmasi klinik kita ibaratnya masih membuka hutan..masih
banyak kendala yang kami rasakan baik dari sumber daya
manusianya sendiri, kemudian sistem rumah sakit sendiri
sepertinya masih harus kami perjuangkan. Terus terang untuk
farmasi klinik ini instalasi gizi, instalasi radiologi yang akan masuk
ke klinik ini memang agak susah”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
C.1.2 Pengembangan Computerize
Pengembangan computerize di Instalasi Farmasi terbilang efektif
khususnya yaitu kegiatan pelayanan farmasi menjadi lebih mudah, baik
dalam perhitungan obat atau perbekalan farmasi maupun dari pembuatan
laporan-laporan menjadi lebih cepat.
Berikut hasil wawancara dengan Bp. Drs. Waluyo, apt.:
“Menurut saya efektif karena ini contoh misalnya dari tradisional
dahulu pelayanan buat laporan secara manual. Dengan adanya
LAN atau computerize itu bisa lebih singkat. Itu artinya efektif”.
(Wawancara, 17 Juni 2009)
Akan tetapi, computerize farmasi klinik masih mengalami
perbaikan karena harus mengikuti sistem di rumah sakit.
Hal tersebut dijelaskan oleh Ibu Dra. Suti Haryani, Apt. dalam
wawancara sebagai berikut:
“Kalau yang kemarin kita LAN untuk farmasi ya, kemudian karena
kita diarahkan untuk mengikuti sistem informasi manajemen
(SIM)nya rumah sakit ya kita masih perbaikan sana, perbaikan sini
tapi kita akan selalu diupdate terus”. (Wawancara, 31 Juli 2009)
108
C.2 Perbaikan Sasaran Mutu
Perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi telah berjalan baik dimana hal
ini dapat terlihat pada hasil capaian sasaran mutu baik dari parameter kepuasan
pelanggan ataupun proses internal Instalasi Farmasi, bahwa target atau sasaran
mutu telah tercapai. Hasil LKP juga menunjukkan bahwa ketidaksesuaian telah
mampu dicari penyebabnya dan kemudian dapat terselesaikan. Dari hasil laporanlaporan tersebut dapat memberikan gambaran bagaimana efektivitas perbaikan.
Berikut wawancara dengan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.:
“Kita tahu efektif atau tidak ya dari sistem pelaporan. Jadi di mana kalau
evaluasi itu laporannya gak bagus. Kita tidak tahu mana yang efektif atau
yang tidak. Selain itu, sistem pelaporan secara tertulis disesuaikan dengan
kinerja dan laporan lisan, ketidaksesuaian apa yang terjadi. Jadi semuanya
berkaitan dengan laporan. Di Instalasi Farmasi sendiri setiap saat ada
koordinasi staff disitu sebagai media untuk komunikasi, laporan tertulis
dan laporan lisan disesuaikan. Meskipun target 100% belum tercapai, tapi
untuk perbaikan oke”. (Wawancara, 3 Juni 2009)
Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt. juga memberikan tanggapannya:
“Efektivitasnya kita belum mengukur secara pasti ya. Sejauh ini ya setiap
ada ketidaksesuaian, perbaikan yang kita lakukan ya berusaha
menyelesaikannya, ya mungkin kadang hasilnya belum sesuai dengan
yang diharapkan. Tetapi dapat diselesaikan dengan baik”. (Wawancara, 29
Mei 2009)
Hal tersebut ditambahkan Ibu Dra. Suti Haryani, Apt.:
“Perencanaan kita sudah efektif, sasaran mutu baik kepuasan pelanggan
dan proses internal respon time telah berjalan baik. Yang masih belum
efektif ya masalah sumber daya manusianya”. (Wawancara, 30 Juni 2009)
109
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa untuk perbaikan
sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM Surakarta sudah cukup efektif yang dapat
terlihat dari hasil capaian sasaran mutu yang telah mampu dicapai dengan baik.
C.3. Perbaikan Sumber Daya Manusia
C.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Ketersediaan SDM Instalasi Farmasi masih belum bisa terpenuhi.
Hal ini dikarenakan proses rekruitmen membutuhkan prosedur sehingga
dalam perbaikannya membutuhkan waktu. Setelah analisa kebutuhan tenaga
dibuat dan diserahkan ke direksi, Instalasi Farmasi menunggu pengadaan
rekruitmen tersebut.
Hal yang dilakukan sejauh ini dengan kondisi
ketersediaan sumber daya manusia yang kurang adalah bagaimana internal
farmasi mampu memanage sedemikian rupa kekurangan tersebut sehingga
tidak mengganggu kegiatan pelayanan farmasi sambil menunggu proses
rekruitmen tersebut.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu F Yovita Dewi, Ssi. Apt.:
“Iya tenaga kita masih belum terpenuhi, bisa dibilang itu. Tapi di
sini ya tinggal pinter-pinternya kita kalau ada lowong kita ke
pasien. Kalau masalah tenaga kan di mana-mana juga seperti ini”.
(Wawancara, 23 Juli 2009)
C.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Pelaksanaan perbaikan pengembangan kompetensi SDM di
Instalasi Farmasi Surakarta telah berjalan baik. Dimana setiap ada
kesempatan baik itu pelatihan-pelatihan, pendidikan maupun seminar-
110
seminar, SDM di Instalasi Farmasi diupayakan untuk mengikuti program
tersebut.
Hal tersebut dijelaskan oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.:
“Efektif dari pelaksanaannya ya cukup menyelesaikan masalah
cukup efektif. Tetapi ya masih ada kekurangan itu kan nanti ada
perbaikan satu ada kekurangan dilanjutkan perbaikan selanjutnya
seperti itu”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
Pelaksanaan atau efektivitas dari upaya continual improvement kinerja
Instalasi Farmasi secara umum tidak terlepas dari hal-hal sebagai berikut:
i.
Keterkaitan Dengan Bagian Lain
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan di
rumah sakit, Instalasi Farmasi tidak dapat berdiri sendiri. Demikian halnya
dalam pelaksanaan perbaikan berkesinambungan, keterkaitan dengan
bagian-bagian lain memberikan pengaruh.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt:
“Instalasi itu kan bagian dari rumah sakit ya mbak..unit yang
terkait dengan banyak pihak. Misalnya untuk pengadaan barang itu
kan Instalasi farmasi tidak berdiri sendiri, ada bagian keuangan
untuk penanganan keuangannya, ada panitia pengadaan untuk
pengadaan barang. Jadi Instalasi itu tinggal menerima sebenarnya.
Jadi misalnya ada masalah disitu, barang dipending datang
misalnya, kami tidak bisa menyelesaikan sendiri dan ini harus
melibatkan bagian-bagian lain. Sedangkan untuk melakukan hal ini
tidak hanya butuh waktu satu atau dua hari. Jadi keterkaitan ini
menyebabkan perbaikan itu menjadi lama waktu untuk
melakukannya. Itu suatu contoh saja, masih ada keterkaitan farmasi
dengan bagian lain”. (Wawancara, 27 Mei 2009)
111
Hal senada diungkapkan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.:
“Keterkaitan dengan bagian lain sangat mempengaruhi, jadi
Instalasi farmasi tugasnya mengelola barang, sedangkan uang itu
tugasnya keuangan, kemudian kebersamaan kita dengan bagian
yang lain itu berkaitan. Apabila dalam prosesnya tidak berjalan
harmonis misalnya ya sangat mempengaruhi perbaikan”.
(Wawancara, 3 Juni 2009)
ii.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia mempunyai peran yang penting dalam upaya
continual improvement kinerja, baik dari perencanaan sampai pada
tindakan perbaikan. Instalasi farmasi masih menemui kendala pada sumber
daya manusia sehingga berpengaruh pada perbaikan yang dilakukan.
Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.:
“Hambatan kita sebenarnya SDM kita, SDM di sini yaitu
kesetaraan masing-masing personal itu tidak sama. Jadi kadang
yang satu bias jalan yang satu tidak. Itu karena ketidaksetaraan
SDM yang ada di Instalasi Farmasi karena SDM berasal dari
berbagai disiplin ilmu, ada ekonomi dan sebagainya. Jadi dalam
pencapainya ada yang kurang memahami”. (Wawancara 3 Juni
2009)
Ibu Dra. Suti Haryani, Apt. menambahkan:
“Masalah yang dihadapi Instalasi Farmasi berkaitan dengan
kurangnya sumber daya manusia. Apabila rekruitmen dilaksanakan
dan hal tersebut tidak menjadi masalah lagi, saya rasa proses
pelayanan farmasi serta pencapaian sasaran mutu juga akan
berjalan dengan baik dan lancar”. (Wawancara, 30 Juni 2009)
D. Tahap Tindakan (Act)
Tahap tindakan merupakan tindakan yang dilakukan Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta dengan melihat hasil dari ketiga tahap sebelumnya untuk
kemudian dijadikan dasar bagi proses continual improvement berikutnya.
112
D.1. Perbaikan Sistem
D.1.1 Pengembangan Pelayanan Farmasi Klinik
Dengan melihat hasil sebelumnya di mana diketahui bahwa
pelayanan farmasi klinik merupakan hal yang baru di Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta, serta masih ditemui kendala baik itu sumber daya
manusia, maupun sistem rumah sakit sendiri maka tindakan untuk perbaikan
selanjutnya adalah mencoba mengatasi kendala-kendala tersebut. Selain itu,
pengembangan pelayanan farmasi klinik untuk selanjutnya juga dilakukan
dengan menjalin hubungan atau komunikasi yang lebih baik lagi antara
pihak farmasi dengan dokter agar pelayanan farmasi klinik untuk
kedepannya bisa lebih baik.
Berikut wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt. :
“…sistem rumah sakit sendiri sepertinya masih harus kami
perjuangkan. Terus terang untuk rumah sakit farmasi klinik ini
seperti instalasi gizi, instalasi radiologi ini agak susah memang. Ya
memang..ini kan baru jadi mana yang bisa diperbaiki karena ya
memang baru”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
Penjelasan serupa juga diberikan oleh Ibu F Yovita Dewi, Ssi.
Apt.” :
“…Cuma selama ini kan kita di Moewardi, hubungan farmasi
dengan dokter masih kurang. Itu yang seharusnya dibuka sekarang
ini”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
113
D.1.2 Pengembangan Computerize
Pelaksanaan computerize di Instalasi Moewardi telah berjalan baik
karena terbukti efektif mampu mendukung kegiatan pelayanan farmasi, baik
itu untuk perhitungan pengelolaan obat atau perbekalan farmasi menjadi
lebih mudah ataupun dalam pembuatan laporan-laporan kegiatan pelayanan
farmasi yang tidak lagi menggunakan cara manual.
Tindakan perbaikan selanjutnya yang berkaitan pengembangan
computerize di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta adalah computerize
diarahkan untuk mendukung pelayanan farmasi klinik. Jadi pelayanan
farmasi klinik seperti pelayanan informasi obat, konseling ataupun
pemantauan terapi obat dan sebagainya bisa dilayani melalui media on-line
atau komputerisasi. Untuk Instalasi Farmasi tindakan untuk perbaikan
computerize farmasi kliniknya masih mencari format yang tepat dimana hal
ini masih akan dibahas lebih lanjut lagi setelah adanya studi banding ke
Surabaya. Dari studi banding ke Surabaya dimana Surabaya untuk
pelayanan farmasi kliniknya telah berkembang baik, tentunya Instalasi
Farmasi dapat memperoleh gambaran tentang bagaimana Instalasi Farmasi
akan membentuk LAN atau computerize untuk farmasi kliniknya.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt. :
“..computerize nantinya dapat dapat digunakan sebagai data base
untuk pelayanan farmasi klinik juga. Kita (Instalasi Farmasi) akan
kembangkan computerize ke arah itu”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
114
Hal senada juga dijelaskan oleh Ibu Dra. Suti Haryani dalam
wawancara berikut:
“Kalau untuk computerize farmasi kliniknya kita masih mencari
format yang tepat. Makanya nanti di Surabaya itu akan diketahui
bagaimana kita akan membentuk LAN untuk farmasi klinik. Kita
baru mencari bentuknya seperti apa”. (Wawancara, 31 Juli 2009)
D.2. Perbaikan Sasaran Mutu
Sasaran mutu di Instalasi Farmasi terus ditinjau. Apabila sasaran nutu
belum tercapai di satu waktu maka kan dilanjutkan perbaikan berikutnya. Dengan
melihat hasil pelaksanaan capaian sasaran mutu Instalasi Farmasi seperti tersebut
di atas, tindakan yang dilakukan untuk perbaikan selanjutnya yaitu dengan adanya
evaluasi dimana target tersebut harus diupayakan dapat dipenuhi kembali bahkan
ditingkatkan standarnya.
Tindakan yang dapat dilakukan seperti dengan adanya sosialisasi yang
terus-menerus kepada seluruh sumber daya manusia yang ada di Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta, agar sasaran mutu tersebut bisa dipahami dan untuk
kedepannya sasaran mutu dapat tercapai.
Hal tersebut dimintakan pendapat Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt sebagai
berikut:
“(untuk sasaran mutu tidak terpenuhi) internal berbenah sendiri sambil
terus berkoordinasi mungkin ada bagian-bagian lain yang terkait dengan
farmasi dan punya andil atau pengaruh terhadap ketidaktercapaianya itu.
Jadi kita kan punya sasaran mutu untuk jangka waktu lima tahunan ya
mbak ya..jadi tidak tercapai disatu waktu kita masih ada target atau waktu
untuk bulan depan, terus diperbaiki terus. Jadi rencananya disesuaikan
dengan target yang akan datang”. (Wawancara 27 Mei 2009)
115
Hal senada diungkapkan oleh Bp. Drs. Joko Lestari, Apt dalam wawancara
berikut ini:
“(tindakannya dengan) mengupayakan agar itu tercapai, seperti adanya
sosialisasi terus-menerus kepada seluruh jajaran sehingga sasaran mutu itu
bias dipahami agar bisa tercapai. Hal ini dilakukan secara terus menerus
atau berkesinambungan, tidak boleh berhenti. Selain itu standar akan
selalu menaik, tidak mandeg dan akan selalu ditingkatkan. Saya rasa ini
dinamis”. (Wawancara, 3 Juni 2009)
Ibu Dra. Suti Haryani, Apt juga menambahkan pernyataan sebagai berikut:
“Untuk perbaikan sasaran mutu berikutnya, kita kan untuk respon time
karena pada waktu bulan Maret itu kan sudah tercapai. Tapi alangkah lebih
baiknya lagi dalam respon time kita evaluasi lagi, miasalnya untuk respon
time dapat ditingkatkan standarnya”. (Wawancara, 31 Juli 2009)
D.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia
D.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Ketersediaan SDM Instalasi Farmasi yang masih belum terpenuhi
dapat diatasi dengan tindakan rekruitmen. Akan tetapi proses rekruitmen
sampai pada saat ini masih belum ada dimana Instalasi Farmasi masih
menunggu proses tersebut. Analisa kebutuhan tenaga telah dibuat oleh
Instalasi Farmasi untuk ditindaklanjuti oleh urusan kepegawaian dan baru
sampai pada tahap penerimaan.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.:
“Awal tahun ini kita sudah melakuka analisa. Kami kekurangan
tenaga,
kami
melakukan
analisa
ketenagaan
terus
ditindaklanjutioleh urusan kepegawaian untuk melakukan
rekruitmen tapi baru sampai pada tahap penerimaan. Untuk seleksi
116
dan penerimaan atau rekruitmen belum ada. Kami menunggu hal
itu”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
D.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Kompetensi
SDM
Instalasi
Farmasi
masih
akan
selalu
ditingkatkan. Oleh karena profesionalisme menuntut tradisi life long study
dan continual medical education maka perbaikan kompetensi akan dilakukan
secara berkesinambungan. Perbaikan kompetensi dilakukan baik itu bagi
apoteker maupun asisten apoteker. Bagi asisten apoteker terdapat pendidikan
atau pelatihan tentang bagaimana pelayanan farmasi yang baik. Sedangkan
bagi apoteker dalam bulan Agustus ini akan melakukan studi banding ke
Surabaya berkaitan dengan pelayanan farmasi klinik.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu Dra. Suti Haryani, Apt. selaku
Kepala Instalasi Farmasi RSDM Surakarta:
“Untuk perbaikan selanjutnya, kami melihat dari SDM, kami ada
pendidikan berkelanjutan. Untuk tingkat asisten apoteker atau D3
ada pendidikan tentang bagaimana pelayanan kefarmasian yang
baik. Itu akan diadakan. Untuk yang apoteker, karena prinsip kita
sekarang pelayanan farmasi klinik ya, kita dalam waktu dekat atau
dalam bulan Agustus mau studi banding ke Surabaya. Karena
rumah sakit ini sudah menjadi pilihan dari dua puluh rumah sakit
di Indonesia, Moewardi terpilih untuk menjadi pusat pelayanan
kefarmasian untuk penyakit tertentu”. (Wawancara, 31 Juli 2009)
Studi banding ke Surabaya yang akan dilakukan Instalasi Farmasi
bulan Agustus ini didasarkan bahwa Surabaya merupakan yang menjadi
unggulan dalam pelayanan farmasi klinik. Untuk kompetensi asisten apoteker
sekarang ini haruslah berlatarbelakang sarjana muda atau D3. Dalam
117
tindakan perbaikan kompetensi SDM selanjutnya Instalasi Farmasi juga akan
menjalin kerjasama dengan pihak lain.
Ibu Dra. Suti Haryani, Apt. menambahkan pernyataannya dalam
wawancara berikut ini:
“Alasan kita melakukan studi banding ke Surabaya karena
Surabaya itu yang menjadi unggulannya. Kita akan melakukan
juga perbaikan berkesinambungan untuk asisten apoteker sekarang
kompetensinya harus minimal D3. Jadi kita akan menggandeng
pihak lain dalam pelaksanaannya”. (Wawancara, 31 Juli 2009)
Dengan adanya continual improvement kinerja seperti dijelaskan diatas,
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta mengalami perbaikan dalam pelayanannya dan
hal ini akan dilakukan secara berkesinambungan atau terus menerus. Terlebih
setelah adanya penerapan ISO 9001:2000 perbaikan pelayanan Instalasi Farmasi
menjadi lebih terdokumentasi dan terarah.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Bp. Drs. Waluyo, Apt dalam
wawancara berikut ini:
“Instalasi Farmasi selalu akan mengalami perbaikan. Terlebih setelah
penerapan ISO 9001:2000, akan selalu diingatkan setiap ada kekurangan
dalam pelayanan dan sebagainya...dari kekurangan-kerungan tersebut
kemudian ditambal atau diperbaiki kan gitu”. (Wawancara, 17 Juni 2009)
Hal ini juga dimintakan tanggapan dari penerima jasa pelayanan farmasi
seperti yang di ungkapkan oleh ibu Warni sebagai berikut:
“Sebenarnya pelayanan di Instalasi ini sudah baik mbak. Kalau masalah
antri itu biasa, karena yang menebus obat bukan cuma saya tapi ada
puluhan orang sebelum saya”.(Wawancara, 20 Agustus 2009)
118
Hal senada diungkapkan oleh bapak Sholeh ketika mengurus resep:
“Pelayanannya saya rasa sudah cukup baik. Cuma kadang antriannya yang
lama, mereka keliatan kualahan melayani banyaknya antrian. Coba
ditambah lagi tenaganya pasti antrian bisa berkurang. (Wawancara, 20
Agustus 2009)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan Instalasi
Farmasi sudah cukup baik, terlebih sejak penerapan ISO 9001:2000. Hal yang
masih menjadi kendala adalah kurangnya tenaga yang dimiliki Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta sehingga
pelayanannya.
berpengaruh pada kecepatan waktu dalam
119
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum
continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta telah berjalan
baik. Akan tetapi, dalam upaya continual improvement kinerja Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta tersebut masih dijumpai hambatan-hambatan. Hal ini dapat
dilihat sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan (Plan)
1.1 Perbaikan Sistem
Rencana perbaikan meliputi:
1.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik
Perbaikan sistem di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta berkembang
dari sistem farmasi tradisional ke arah farmasi klinik. Instalasi
Farmasi tidak hanya berperan dalam melayani resep atau mengelola
barang saja, tetapi bertanggung jawab pula dalam menjamin
penggunaan obat dan alat kesehatan.
1.1.2 Perbaikan Computerize
120
Computerize dikembangkan agar pelayanan lebih efektif dan efisien,
yaitu untuk pengelolaan obat atau perbekalan farmasi. Selain itu pula
pengembangan computerize sekarang ini juga diarahkan sebagai data
base dalam pelayanan farmasi klinik.
1.2 Perbaikan Sasaran Mutu
Sasaran mutu Instalasi Farmasi selalu ditinjau dan dievaluasi. Dalam
perbaikan sasaran mutu terdapat LKP. LKP berisi ketidaksesuaian yang
terjadi tidak hanya berkaitan dengan sasaran mutu tetapi juga prosedur.
Dalam LKP terdapat rencana perbaikan untuk mengatasi ketidaksesuaian.
Hasil LKP bulan Mei 2009 terdapat rencana perbaikan, yaitu membuat
prosedur tetap stok opname obat dan alat kesehatan serta membuat
standar kompetnsi farmasis RSDM Surakarta.
1.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia
1.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Ketersediaan sumber daya manusia di Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta belum mencukupi jumlahnya. Rencana perbaikan yang
dilakukan yaitu dengan adanya rekruitmen sehingga mampu
menutupi kekurangan tersebut.
1.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
121
Rencana
perbaikan
kompetensi
sumber
daya
manusia
dikembangkan melalui pelatihan untuk memaksimalkan potensi
sehingga secara berkesinambungan perbaikan dapat tercapai.
2. Tahap Pelaksanaan (Do)
2.1 Perbaikan Sistem
2.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik
Pelaksanaan pengembangan pelayanan farmasi klinik di Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta terbilang baru karena baru mulai
dikembangkan tahun ini. Untuk pelaksanaannya Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta melakukan pelayanan farmasi klinik yang sifatnya
sederhana seperti pelayanan informasi obat, konselling obat,
pemantauan terapi obat dan sebagainya.
2.1.2 Perbaikan Computerize
Pelaksanaaan computerize sangat bermanfaat dalam kegiatan
pelayanan farmasi seperti pengelolaan obat di Instalasi Farmasi
menjadi lebih cepat. Pelaksanaan perbaikan computerize di
Instalasi Farmasi juga didukung oleh sarana prasarana yang
mencukupi. Sarana prasarana yang ada juga mengalami perbaikan
dan akan selalu diupdate.
2.2 Perbaikan Sasaran Mutu
122
Dalam pelaksanaan perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta mengupayakan pelayanan itu cepat, tepat dan lengkap. Cepat
dalam sisi waktu, tepat dari sisi ketelitian dan lengkap dari sisi
kelengkapan obat. Dari pelaksanaan tersebut didapatkan hasil sasaran
mutu dari parameter kepuasan pelanggan pada Januari-Maret 2009 adalah
90,29% pelanggan puas di mana target dapat dipenuhi.
Untuk perbaikan LKP, yaitu pembuatan prosedur tetap stok opname obat
dan alat kesehatan serta prosedur tetap standar kompetensi farmasis
RSDM Surakarta telah diselesaikan dengan baik.
2.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia
2.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Ketersediaan sumber daya manusia yang kurang dilakukan rencana
perbaikan berupa rekrutmen. Instalasi farmasi melukukan analisa
kebutuhan tenaga dan diketahui bahwa kebutuhan SDM mengalami
kekurangan sebanyak 65 orang. Analisa tersebut kemudian
diserahkan ke direktur untuk ditindaklanjuti untuk diadakan
rekritmen. Akan tetapi, rekruitmen sampai sekarang belum ada dan
farmasi masih menunggu hal tersebut.
2.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Selama kurun waktu tahun 2005 sampai 2009 ini telah dilakukan
upaya peningkatan komptensi secara berkesinambunganyaitu
123
dengan mengirim petugas dalam pelatihan, seminar, lokakarya di
bidang farmasi.
3. Tahap Studi (Study)
3.1 Perbaikan Sistem
3.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik
Pengembangan pelayanan farmasi klinik di Instalasi Farmasi masih
terbilang baru sehingga dalam pelaksanaannya masih terbatas pada
pelayanan farmasi klinik yang sifatnya sederhana. Di samping itu
ditemui kendala dalam hal sumber daya manusia dalam pelaksanaan
pengembangan farmasi kliniknya.
3.1.2 Perbaikan Computerize
Pengembangan computerize di Instalasi Farmasi terbilang efektif
karena kegiatan pelayanan farmasi menjadi lebih cepat, baik dalam
perhitungan obat atau perbekalan farmasi maupun dari pembuatan
laporan-laporan kegiatan pelayanan farmasi.
3.2 Perbaikan Sasaran Mutu
Perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi telah berjalan baik dimana hal
ini dapat terlihat pada hasil capaian sasaran mutu baik dari parameter
kepuasan pelanggan ataupun proses internal Instalasi Farmasi, bahwa
target atau sasaran mutu telah tercapai. Hasil LKP juga menunjukkan
124
bahwa ketidaksesuaian telah mampu dicari penyebabnya dan kemudian
dapat terselesaikan. Dari hasil laporan-laporan tersebut dapat memberikan
gambaran bagaimana efektivitas perbaikan.
3.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia
3.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Ketersediaan SDM Instalasi Farmasi masih belum bisa terpenuhi.
Hal ini dikarenakan proses rekruitmen membutuhkan prosedur
sehingga dalam perbaikannya membutuhkan waktu. Setelah analisa
kebutuhan tenaga dibuat dan diserahkan ke direksi, Instalasi
Farmasi menunggu pengadaan rekruitmen tersebut.
3.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Pelaksanaan perbaikan pengembangan kompetensi SDM di Instalasi
Farmasi Surakarta telah berjalan baik. Dimana setiap ada
kesempatan baik itu pelatihan-pelatihan, pendidikan maupun
seminar-seminar, SDM di Instalasi Farmasi diupayakan untuk
mengikuti program tersebut. Pelaksanaan continual improvement
kinerja di Instalasi Farmasi dipengaruhi oleh sumber daya manusia
serta keterkaitan farmasi dengan bagian lain.
4. Tahap Tindakan (Act)
4.1 Perbaikan Sistem
125
4.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik
Dengan melihat hasil sebelumnya di mana pelayanan farmasi klinik
merupakan hal baru di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, serta
masih ditemui kendala baik itu sumber daya manusia, maupun
sistem rumah sakit sendiri maka tindakan untuk perbaikan
selanjutnya adalah mencoba mengatasi kendala-kendala tersebut.
4.1.2 Perbaikan Computerize
Tindakan perbaikan selanjutnya yang berkaitan pengembangan
computerize di Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta adalah
computerize diarahkan untuk mendukung pelayanan farmasi klinik.
Jadi pelayanan farmasi klinik seperti pelayanan informasi obat,
konseling ataupun pemantauan terapi obat dan sebagainya bisa
dilayani melalui media on-line atau komputerisasi. Untuk perbaikan
computerize farmasi klinik ini, rencana perbaikan selanjutnya masih
akan dibahas setelah adanya studi banding ke Surabaya.
4.2 Perbaikan Sasaran Mutu
Sasaran mutu di Instalasi Farmasi terus ditinjau. Sasaran mutu belum
tercapai di satu waktu maka akan dilanjutkan perbaikan berikutnya.
Dengan melihat hasil pelaksanaan capaian sasaran mutu Instalasi Farmasi
yang telah terpenuhi, tentunya untuk perbaikan selanjutnya target tersebut
126
harus
diupayakan
dapat
dipenuhi
kembali
bahkan
ditingkatkan
standarnya.
4.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia
4.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Ketersediaan SDM Instalasi Farmasi yang masih belum terpenuhi
dapat diatasi dengan tindakan rekruitmen. Akan tetapi proses
rekruitmen sampai pada saat ini belum ada dimana Instalasi Farmasi
masih menunggu proses tersebut. Analisa kebutuhan tenaga tahun
2008 telah dibuat oleh Instalasi Farmasi untuk ditindaklanjuti oleh
urusan kepegawaian dan baru sampai pada tahap penerimaan.
4.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Kompetensi SDM Instalasi Farmasi akan selalu ditingkatkan secara
berkesinambungan.. Untuk tingkat AA ada pendidikan tentang
pelayanan farmasi. Untuk apoteker untuk bulan Agustus Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta akan melakukan studi banding ke
Surabaya kaitannya dengan pelayanan farmasi klinik.
Dengan adanya continual improvement kinerja, Instalasi Farmasi
mengalami perbaikan pelayanan. Akan tetapi, masih terdapat kendala dari jumlah
tenaga yang kurang sehingga berpengaruh pada kecepatan waktu pelayanan.
127
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian penulis mengajukan saran sebagai berikut:
1. Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dapat mendokumentasikan setiap upaya
continual improvement kinerjanya, sehingga Instalasi Farmasi dapat
mengetahui sejauh mana pelaksanaan perbaikan. Hal ini dapat dilakukan
dengan adanya perbaikan computerize yang ada di Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta.
2. Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dapat pula merencanakan perbaikan
kompetensi sumber daya manusia khususnya kompetensi dalam proses
internal atau respon time atau berkaitan dengan sasaran mutunya. Hal ini
dilakukan dengan mengikutsertakan SDM di Instalasi Farmasi dalam
pelatihan-pelatihan,
seminar
dan sebagainya
pengembangan kompetensi tersebut.
yang
berkaitan dengan
Download