Uploaded by nurjamilah

Prposal penelitian

advertisement
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP
KEMAMPUAN PENGUASAAN KONSEP DAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH FISIKA SMA NEGERI 1 JONGGAT
PROPOSAL
Oleh :
MUHAMMAD KHULAIFI
E1Q016044
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Melakukan
Penelitian
Program Sarjana (S1) Pendidikan Fisika
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pertama membahas tentang pokok pikiran yang menjadi landasan utama
dari penelitian. Pikiran utama penelitian ini dijabarkan dalam beberapa sub bab, di
antaranya: latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan definisi operasional variabel.
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual (keagamaan), pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta kemampuan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan pada zaman era globalisasi saat ini
mengalalami banyak kendala yang menghambat perkembangannya. Dampak yang
ditimbulkan ialah menurunnya kualitas dari segala aspek dari pendidkan. Oleh karena
itu perlu peninjauan kembali kebijakan-kebijakan yang dirasa kurang memberi
kontribusi dalam mengembangkan pendidikan yang lebih baik. Menyadari hal
tersebut diharapkan pendidikan akan jauh lebih baik pada abad 21 mendatang.
Pendidikan berfungsi sebagai pengembangan kemampuan dan menyiapkan
peserta didik untuk menciptakan manusia yang berkualitas. Pelaksanaan pendidikan
dilakukan dalam bentuk bimbingan kepada peserta didik untuk memberikan motivasi
dan arahan-arahan yang dibutuhkan sehingga mencapai tujuan pendidikan yang
sebenarnya. Hal penting yang tidak dapat lepas dalam pendidikan adalah proses
pembelajaran. Pembelajaran itu sendiri berasal dari kata belajar. Belajar adalah suatu
perilaku, artinya bahwa seseorang yang mengalami proses belajar akan mengalami
perubahan perilaku, yaitu dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak bisa
menjadi bisa dan dari ragu-ragu menjadi yakin. Pembelajaran pada hakekatnya adalah
suatu proses interaksi antara anak dengan lingkungannnya baik antar anak dengan
anak, anak dengan sumber belajar, maupun anak dengan pendidik. Kegiatan
pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan
yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Pembelajaran pada dasarnya
merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik dalam melaksanakan
kegiatan belajar, demi mencapai hasil belajar yang memuaskan (Isjoni, 2009).
David Ausubel (1963) seorang ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa
bahan pelajaran yang dipelajari harus “bermakna’ (meaningfull). Pembelajaran
bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seorang. Struktur kognitif ialah faktafakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan dingat
siswa. Belajar bermakna menurut Ausubel (1963) merupakan proses mengaitkan
informasi atau materi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur
kognitif. Ada tiga faktor yang mempengaruhi kebermaknaan dalam suatu
pembelajaran, yaitu struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan
dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sehubungan dengan hal
ini, Dahar (1996) mengemukakan dua prasyarat terjadinya belajar bermakna, yaitu
materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial dan anak yang akan
belajar harus bertujuan belajar bermakna. Di samping itu, kebermaknaan potensial
materi pelajaran bergantung kepada dua faktor yaitu materi itu harus memiliki
kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur
kognitif peserta didik.
Berdasarkan hasil obervasi dan wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti
di SMA Negeri 1 Jonggat diketahui bahwa kemampuan penguasaan konsep awal
masih rendah dan perlu ditingkatkan lagi. Terutama dalam pelajaran fisika yang dapat
mengakibatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik menjadi rendah. Hal
ini dapat diamati ketika guru memberikan suatu permasalahan peserta didik belum
mampu menyelesaikan dengan baik dan sistematis. Guru juga menjadi faktor
penyebab menurunnya penguasaan konsep karena guru masih langsung memberikan
suatu persamaan tanpa diberitahukan terlebih dahulu asal mula persamaan tersebut.
Penguasaan konsep yang rendah juga mengakibatkan peserta didik menjadi kesulitan
memahami persamaan-persamaan fisika yang ada. Peserta didik cenderung hanya
menghafal dan mengerjakan soal cenderung terpaku pada contoh soal yang ada tanpa
memahami pengembangannya. Metode yang digunakan guru kebanyakan adalah
pembelajaran langsung (Direct Interaction) yang membuat pembelajaran hanya
terpusat pada guru yang mengakibatkan peserta didik menjadi pasif dalam proses
pembelajaran.
Pembelajaran
langsung
kurang
efektif
untuk
meningkatkan
kemampuan pserta didik terutama dalam pelajaran fisika yang membutuhkan
penalaran dan analisis dalam penyelesaian suatu permaslahan. Menurut Redish tujuan
pembelajaran fisika baik ditingkat sekolah menengah maupun tingkat universitas
adalah meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah.
Dalam proses pembelajaran kemampuan pemecahan masalah dapat dikembangkan
melalui model pembelajaran berbasis masalah.
Dewi, et al (2016:123) menyatakan bahwa upaya untuk mengatasi
permasalahan pembelajaran ialah diperlukan suatu inovasi model pembelajaran.
Model pembelajaran yang digunakan ialah model yang mampu memberikan peluang
peserta didik dalam memahami konsep fisika, mampu mendorong guru untuk
menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta
didik serta mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menawarkan suatu model pembelajaran
yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah
peserta didik. Model pembelajaran tersebut adalah problem solving. Model problem
solving merupakan suatu model yang mengkolaborasikan antara problem solving dan
pemahaman konsep fisika. Model pembelajaran problem solving terdiri atas enam
langkah pembelajaran, yaitu merumuskan masalah, menelaah masalah, merumuskan
hipotesis, mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai pembuktian hipotesis,
pembuktian hipotesis serta menentukan penyelesaian masalah. Tahapan di dalam
model problem solving sangat mendukung untuk pencapaian kemampuan pemecahan
masalah serta penguasaan konsep yang merupakan tujuan utama dari suatu
pembelajaran. Dalam menggunakan model problem solving maka penguasaan konsep
fisika adalah sebagai bekal untuk pemecahan masalah. Karakteristik pengetahuan
fisika yang saling berhubungan antara konsep fisika yang satu dengan yang lain
menjadi salah satu permasalahan bagi siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika,
misalnya pada materi momentum dan impuls. Berdasarkan hasil penelitian Lawson
dan McDermott menunjukkan bahwa siswa melakukan kesalahan dalam memahami
teori momentum dan impuls, misalnya mengaitkan hubungan antara konsep
momentum dan konsep impuls dalam penyelesaian soal. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Close dan Heron melaporkan bahwa siswa cenderung meninjau
hukum kekekalan momentum sebagai hukum kekekalan besaran skalar, bukan
sebagai besaran vector.
Beberapa penelitian yang mendukung peneliti terkait model problem solving
adalah yang dilakukan oleh Mahilda Wiwit Handayani, et al (2018:36-41) yang
menyimpulkan bahwa model pembelajaran problem solving ini berpengaruh terhadap
penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Kemampuan
penguasaan konsep dan pemecahan masalah peserta didik mengalami peningkatan
setelah diberlakukan model pembelajaran problem splving yang dilakukan di SMA
Negeri 4 Bengkulu. Hal ini dapat terlihat dari hasil yang diperoleh bahwa rata-rata
posttest kelas eksperimin dan kelas kontrol berbeda secara signifikan yang berada
dikategori sedang. Tiara Veronica et al(2018:31-39) juga menyimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang kuat dari model pembelajaran problem solving terhadap
kemampuan pemecahan masalah peserta didik setelah diberikan perlakuan dari pada
model pembelajaran langsung.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terkait “ Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving Terhadap Kemampuan
Penguasaan konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika SMA Negeri 1
Jonggat”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
dalam penelitian ini, yaitu: Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran problem
solving terhadap kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan
masalah fisika SMA Negeri 1 Jonggat?
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui
pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan penguasaan
konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika SMA Negeri 1 Jonggat,
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini bertujuan untuk menghindari luasnya
ruang lingkup penelitian. Adapun masalah yang dibatasi dalam penelitian ini adalah:
1. Subjek penelitian adalah peserta didik SMA Negeri 1 Jonggat.
2. Materi pembelajaran yang diajarkan yaitu momentum dan impuls.
3. Keberhasilan penguasaan konsep akan di ukur pada ranah kognitif yang
mencakup C1 sampai C6.
4. Kemampuan Pemecahan Masalah yang akan diteliti mengacu pada indikatorindikator kemampuan pemecahan masalah Indentify, Set Up, Execute, Evaluate
(I-SEE) yang dikembangkan oleh Young dan Freedman.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, dapat menjadi pengalaman yang berharga dan menjadi pelajaran
untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik dan dapat mengetahui secara
langsung pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan
penguasan konsep dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.
2. Bagi peserta didik, dengan menerapkan model pembelajaran problem solving di
kelas peserta didik diharapkan mampu meningkatkan kemampuan penguasaan
konsep dan kemampuan pemecahan masalah sehinmgga peserta didik menjadi
lebih baik dalam menyelesaikan suatu persoalan fisika.
3. Bagi guru, dapat menjadi bahan pertimbangan memilih model pembelajaran yang
sesaui untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan dapat melibatkan peserta
didik dalam proses pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan
kemampuam penguasaan konsep dan pemecahan masalah peserta didik.
4. Bagi sekolah, Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan tentang
pentingnya penggunaan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
sehingga dapat mengembangkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan
masalah fisika peserta didik.
5. Bagi mahasiswa, sebagai calon guru diharapkan mampu meningkatkan
kemampuan mengajar baik dalam mengelola kelas maupun memilih startegi
yang tepat dalam pembelajaran sehingga menciptakan generasi penerus bangsa
yang aktif, kreatif dan memiliki pemikiran kritis.
1.6 Definisi Operasional
1. Model Pembelajaran Problem Solving
Model pembelajaran problem solving adalah cara mengajar yang dilakukan
dengan cara melatih peserta didik menghadapi berbagai masalah untuk dipecahkan
sendiri atau secara bersama – sama (Alipandie, 1984:105). Menurut N.Sudirman
(1987:146)
model
pembelajaran
problem
solving
adalah
cara
penyajian
bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk
dianalisis dan disintesis dalam usaha untuk mencari pemecahan atau jawabannya oleh
siswa.
2. Kemampuan Penguasaan Konsep
Penguasaan konsep menurut Winkel (1991) adalah pemahaman dengan
menggunakan konsep, kaidah dan prinsip. Bloom (dalam Rustaman et al., 2005)
penguasaan konsep yaitu kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti
mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih
dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya.
3. Kemampuan Pemecahan Masalah
Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu kemampuan berpikir tingkat
tinggi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan baru yang
diperoleh dari pengalaman belajar yang diperoleh sebelumnya mengacu pada empat
indikator kemampuan pemecahan masalah yang dikembangkan oleh Young dan
Freedman, yaitu mengenali masalah (identify), merencanakan strategi (set up),
menerapkan strategi (execute), dan mengevaluasi solusi (evaluate).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hal-hal yang dibahas dalam bab ini terdiri atas pengertian model pembelajaran
problem solving, kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan
masalah. Pada bab ini juga menjelaskan tentang kerangka berpikir dan hipotesis
penelitian.
2.1 Model Problem solving
Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang
menyajikan materi dengan menghadapkan peserta didik kepada masalah yang harus
dipecahkan sendiri atau bersama-sama. Problem solving merupakan proses mental
dan intelektual dalam memecahkan suatu permasalahan berdasarkan data dan
informasi yang ada, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan bisa
dibuktikan kebenarannya. Proses problem solving memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk berperan aktif dalam mempelajari, mencari, menganalisis,
mendeskripsikan dan menemukan sendiri informasi dan diolah menjadi konsep,
prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain problem solving menuntut
kemampuan memproses informasi yang ada untuk membuat keputusan tertentu.
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari metode pemecahan masalah banyak
digunakan guru bersama dengan penggunaan metode lainnya yang mendukung.
Dengan metode ini guru tidak memberikan informasi dulu tetapi informasi diperoleh
peserta didik setelah memecahkan permasalahan. Pembelajaran pemecahan masalah
berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui eksperimen, demonstrasi atau
pengamatan.
Suatu soal yang dianggap sebagai masalah bagi seseorang, bagi orang lain
mungkin hanya merupakan hal yang biasa. Dengan demikian, guru perlu berhati-hati
dalam menentukan soal atau permasalahan yang akan disajikan sebagai materi. Bagi
sebagian besar guru untuk memperoleh atau menyusun soal yang benar-benar bukan
merupakan masalah rutin bagi peserta didik mungkin termasuk pekerjaan yang sulit.
Akan tetapi hal ini akan dapat diatasi antara lain melalui pengalaman dalam
menyajikan soal yang bervariasi baik bentuk, tema masalah, tingkat kesulitan, serta
tuntutan kemampuan intelektual yang ingin dicapai atau dikembangkan pada peserta
didik.
Pada pembelajaran berbasis masalah peserta didik dituntut untuk melakukan
pemecahan masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyakmungkin, kemudian dianalisis dan dicari solusi yang tepat dari permasalahan yang
diberikan. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu jawaban
yang benar artinya peserta didik dituntut pula untuk belajar secara kritis dalam
mencari jawaban-jawaban sebanyak-banyaknya kemudian disimpulkan. Peserta didik
diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas dan memiliki pemikiran kritis
serta mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di
lingkungannya.
Dalam menggunakan model pembelajaran problem solving maka penguasaan konsep
fisika yang baik dan tepat adalah sebagai bekal yang cukup untuk
melakukan
pemecahan masalah pada persoalan-persoalan fisika. Model pembelajaran problem
solving menekankan pada penemuan dan pemecahan masalah secara berkelanjutan.
Kelebihan metode ini mendorong siswa untuk berpikir secara ilmiah, praktis, intuitif
dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri, menumbuhkan sikap objektif, jujur dan
terbuka. Sedangkan kelemahannya memerlukan waktu yang cukup lama, tidak semua
materi pelajaran mengandung masalah memerlukan perencanaan yang teratur dan
matang, dan tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.
Tabel 2.1. Rancangan Model Pembelajaran
Fase
Perlakuan Guru
Perlakuan Peserta Didik
Merumuskan
Guru membagi kelompok belajar Membentuk kelompok dan
masalah
yang terdiri dari 4-5 orang dan mengambil soal
memberikan suatu permasalahan
atau
persoalan
dalam
bentuk
uraian terkait materi pelajaran
yang
telah
ditentukan
untuk
dikerjakan oleh peserta didik dan
membagikan
media-media
pendukung yang akan digunakan
Fase
Perlakuan Guru
Perlakuan Peserta Didik
untuk peserta didik
Menelaah
Guru
mengintruksikan
masalah
memulai
menganalisis
mencari
jawaban
permasalahan
untuk Mulai
memecahkan
dan permasalahan
yang
terhadap diberikan dengan membaca
yanhg diberikan bahan-bahan
dan mengontrol jalannya diskusi
Merumuskan
Guru
mengintruksikan
hipotesis
didik untuk merumuskan jawaban
yang
diperlukan
peserta Merumuskan hipotesis
atau dugaan sementara terhadap
permasalahan yang dikerjakan
Mengumpulkan
Guru mengarahkan peserta didik Mengumpulkan data untuk
dan
untuk mengumpulkan data-data membuktikan
mengelompokkan
yang
data
diperoleh
untuk yang telah dibuat
sebagai membuktikan hipotesis
bahan
pembuktian
hipotesis
Pembuktian
Mengintruksikan
hipotesis
untuk mempresentasikan jawaban jawabannya
yang didapat
peserta didik Memprentasikan
hipotesis
Fase
Perlakuan Guru
Menentukan
Guru
pilihan
terhadap jawaban yang kurang
penyelesaian
tepat dan menarik kesimpulan
memberikan
Perlakuan Peserta Didik
penguatan Mendengarkan
(Thoboroni,2011:336)
2.2 Kemampuan Penguasaan Konsep
Penguasaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 213) didefinisikan
sebagai
pemahaman
atau
kesanggupan
untuk
menggunakan
pengetahuan,
kepandaian, kecerdasan, pengalaman dan sebagainya. Berdasarkan pengertian
tersebut dapa dikatakan bahwa penguasaan adalah pemahaman terhadap suatu materi.
Pemahaman bukan saja berarti mengetahui yang sifatnya mengingat atau hafalan saja,
tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain sehingga mudah
dimengerti makna yang dipelajari, tetapi tidak mengubah arti yang sebenarnya.
konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadiankejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atributatribut yang sama (Dahar,1988: 95). Konsep diperlukan untuk memperoleh dan
mengkomunikasikan pengetahuan, karena dalam menguasai konsep kemungkinan
memperoleh pengetahuan baru tidak terbatas jumlahnya. Dari penjabaran tersebut
dapat disimpulkan bahwa penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam
memahami makna pembelajaran dan mengaplikasikannya dalam kehidupan seharihari. Dengan penguasaan konsep peserta didik dapat meningkatkan kemahiran
intelektualnya dan membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya serta
menimbulkan pembelajaran bermakna.
2.3 Kemampuan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan
agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak
didapat dengan segera (Ghani, 2008:120). Belajar pemecahan masalah pada
hakikatnya adalah belajar berpikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning
to reason), yaitu berpikir atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan
yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-masalah baru yang
belum pernah dijumpai (Gunawan,2015:42). Berdasarkan uraian tersebut dapat
dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah fisika adalah kemampuan proses
berpikir tingkat tinggi dalam memacahkan masalah pada konsep-konsep fisika.
Ada empat tahap dalam pemecahan masalah yang dapat digunakan. Tahap
pertama pada penyelesaian masalah adalah memahami soal. Siswa perlu
mengidentifikasi apa yang diketahui, apa saja yang ada, jumlah, hubungan dan nilainilai yang terkait serta apa yang sedang mereka cari. Beberapa saran yang dapat
membantu peserta didik dalam memahami masalah yang kompleks yaitu memberikan
pertanyaan mengenai apa yang diketahui dan dicari, menjelaskan masalah sesuai
dengan kalimat sendiri, menghubungkannya dengan masalah lain yang serupa, fokus
pada bagian yang penting dari masalah tersebut, mengembangkan model, dan
menggambar diagram. Thap kedua adalah peserta didik perlu mengidentifikasi
operasi yang terlibat serta strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah
yang diberikan. Hal ini bisa dilakukan siswa dengan cara seperti menebak,
mengembangkan sebuah model, mensketsa diagram, menyederhanakan masalah,
mengidentifikasi pola, membuat tabel, eksperimen dan simulasi, bekerja terbalik,
menguji semua kemungkinan, mengidentifikasi sub-tujuan, membuat analogi, dan
mengurutkan data/informasi. Tahap ketiga melaksanakan
rencana dengan
mengartikan informasi yang diberikan ke dalam bentuk matematika dan
melaksanakan strategi selama proses dan perhitungan yang berlangsung. Secara
umum pada tahap ini siswa perlu mempertahankan rencana yang sudah dipilih. Jika
semisal rencana tersebut tidak bisa terlaksana, maka siswa dapat memilih cara atau
rencana lain. Tahap terakhir adalah mengecek kembali langkah-langkah yang
sebelumnya terlibat dalam menyelesaikan masalah, yaitu mengecek kembali semua
informasi yang penting yang telah teridentifikasi, mengecek semua perhitungan yang
sudah terlibat, mempertimbangkan apakah solusinya logis, melihat alternatif
penyelesaian yang lain dan membaca pertanyaan kembali dan bertanya kepada diri
sendiri apakah pertanyaannya sudah benar-benar terjawab.
2.4 Kerangka Berfikir
Sebelum menentukan hipotesis apa yang diharapkan dalam penelitian, terlebih
dahulu diperlukan kerangka berfikir untuk mengetahui kondisi dan solusi dalam
penelitian. Kerangka berpikir merupakan penjabaran hubungan antara variablevariabel yang diteliti. Berdasarkan tantangan pada era globalisasi saat ini dan tuntuan
pendidikan pada abad ke 21 serta permasalahan yang ada di sekolah sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya, maka diperlukan perubahan dalam cara mengajar
dengan pemilihan metode yang sesuai dan membuat keaktifan peserta didik dalam
proses pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengembangkan dirinya secara
maksimal. Inovasi yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
penggunaan model pembelajaran problem solving.
Model pembelajaran problem solving ini memungkinan peserta didik aktif
dalam proses pembelajaran karena dituntut untuk menemukan secara mandiri konsepkonsep pembelajaran. Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran akan
berpengaruh terhadap kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Model
pembeajaran problem solving dapat memberikan keluasan bagi peserta didik untuk
belajar mencari, menelaah, menganalisis dan mengumpulkan data-data yang
diperlukan dengan gaya belajar mereka masing-masing. Gaya belajar setiap orang
tentu berbeda-beda, oleh karena itu perlu ada pembinaan untuk memaksimalkan
potensi peserta didik dalam memahami sendiri apa yang dipelajari. Dengan
penguasaan konsep yang jelas dan tepat akan membuat peserta didik mampu
memecahkan permasalahan secara mandiri.
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu keadaan atau peristiwa yang diharapkan dan
menyangkut hubungan variabel-variabel penelitian (Setyosari, 2013: 145). Sesuai
dengan rumusan masalah dan uji hipotesis yang digunakan oleh peneliti pada
penelitian ini, maka peneliti dapat menjabarkan hipotesis penelitian sebagai berikut.
Ho1
Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap
kemampuan penguasaan konsep fisika SMA Negeri 1 Jonggat
Ho2
Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap
kemampuan pemecahan masalah fisika SMA Negeri 1 Jonggat.
Ho3
Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap
kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika
SMA Negeri 1 Jonggat
Ha1
Terdapat
pengaruh
model
pembelajaran
problem
solving
terhadap
kemampuan penguasaan konsep fisika SMA Negeri 1 Jonggat
Ha2
Terdapat
pengaruh
model
pembelajaran
problem
solving
terhadap
kemampuan pemecahan masalah fisika SMA Negeri 1 Jonggat
Ha3
Terdapat
pengaruh
model
pembelajaran
problem
solving
terhadap
kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika
SMA Negeri 1 Jonggat
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada bab ini terdiri atas jenis penelitian, desain penelitian,
variabel penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel, prosedur
penelitian, instrumen penelitian, dan teknik analisis data.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi eksperimen
(eksperimen semu) karena pada jenis penelitian ini peneliti memberikan perlakuan
yang dirancang kemudian diberikan secara sengaja yang bertujuan untuk mengubah
kondisi penelitian, tetapi peneliti tidak dapat mengubah atau memanipulasi subjek
yang telah ada. Sebagaimana yang dikatakan oleh Setyosari (2013:208) bahwa dalam
penelitian quasi eksperimen tidak memungkinkan peneliti untuk memanipulasi subjek
sesuai rancangannya, akan tetapi peneliti harus menerima kelas atau kelompok subjek
yang telah ditentukan oleh sekolah, sesuai dengan kebijakan sekolah.
3.2 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group.
Dalam rancangan ini, ada dua kelompok subjek satu mendapat perlakuan dan satu
kelompok sebagai kelompok kontrol (Setyosari, 2013:210). Pada desain ini kelompok
eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono,
2017:116). Rancangan kelompok non-ekuivalen ini disebut juga untreated control
group design with pretest and posttest (Setyosari, 2013:211). Penelitian ini
melibatkan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas
eksperimen diberi perlakuan yaitu pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran problem solving. Sedangkan pada kelas kontrol tidak diberi perlakuan
atau menggunakan model pembelajaran langsung. Desain penelitian ini dapat dilihat
dalam tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1. Desain Penelitian Nonequivalent Control Group
Kelompok
Eksperimen
Kontrol
Pre-Test
O1
O3
Perlakuan
X1
Post-Test
O2
O4
(Setyosari, 2013:211)
Keterangan:
O1 = Pemberian tes awal pada kelas eksperimen sebelum diberikan perlakuan
O2 = Pemberian tes akhir pada kelas eksperimen setelah diberikan perlakuan
O3 = Pemberian tes awal pada kelas kontrol sebelum diberikan perlakuan
O4 = Pemberian tes akhir pada kelas kontrol setelah diberikan perlakuan
X1 = Perlakuan berupa model pembelajaran problem solving
3.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut kemudian ditarik kesimpulannya. Terdapat tiga jenis variabel dalam
penelitian ini, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol.
1. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variable yang oleh peneliti untuk menentukan
hubungan antara fenomena yang diobersvasi yang dapat mempengaruhi variable
terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem
solving.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang diharapkan muncul dalam penelitian
yang diukur apa adanya untuk menentukan adanya pengaruh dari variable bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan penguasaan konsep dan
kemampuan pemecahan masalah fisika.
3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah variable yang tidak diharapkan muncul dalam
penelitian karena dapat mengganggu atau mempengaruhi variable terikat, oleh
karena itu variable kontrol ini
diusahakan dinetralisir oleh peneliti agar hasil
penelitian sesuai seperti yang diharapkan. Variabel kontrol dalam penelitian ini
adalah perangkat pembelajaran, materi ajar, instrumen yang digunakan, guru yang
mengajar, dan cara penilaiannya sama untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3.4 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu dan tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Oktober 2019 sampai dengan Juli
2020. Pengambilan data penelitian dilaksanakan mulai dari bulan April 2020 hingga
Mei 2020.
2. Tempat Penelitian
Pengambilan data penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Jonggat yang
bertempat di Jl. Raden Puguh, Ubung, Kecamatan Jonggat, Provinsi Nusa Tenggara
Barat.
3.5 Populasi dan Sampel
Adapun populasi, teknik pengambilan sampel, dan sampel pada penelitian ini
adalah.
1. Populasi
Populasi adalah seluruh karakteristik/sifat, sekelompok orang, kejadian atau
benda yang akan dijadikan objek penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh peserta didik kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Jonggat Tahun Ajaran
2019/2020.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Adapun teknik pengambilan sampel yang pertama dilakukan dengan teknik
purposive sampling. Sampel purposif (purposive sampling) diambil oleh peneliti,
apabila peneliti memiliki alasan-alasan khusus tertentu berkenaan dengan sampel
yang akan diambil (Setyosari, 2013:224). Alasan khusus yang menjadi pertimbangan
peneliti di antaranya adalah kelas yang ditawarkan oleh sekolah untuk menjadi
sampel penelitian adalah kelas XI MIPA 1, XI MIPA 2, XI MIPA 3, XI MIPA 4 dan
XI MIPA 5. Untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan kelas XI MIPA 2 dan XI MIPA 3 dengan alasan kedua kelas
tersebut memiliki kemampuan belajar yang hampir sama.
3. Sampel
Sampel penelitian merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti. Sampel
dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI MIPA 2 sebagai kelas kontrol dan
peserta didik kelas XI MIPA 3 sebagai kelas eksperimen.
3.6 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yakni tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, dan tahap akhir.
1. Tahap Persiapan
a. Studi literatur atau pustaka mengenai metodologi yang digunakan dalam
proses pembelajaran maupun materi pokok yang akan diajarkan.
b. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.
c. Melakukan observasi ke sekolah yang akan menjadi tempat penelitian.
d. Menentukan materi pokok atau pokok bahasan yang akan diajarkan.
e. Menyusun proposal penelitian, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dan instrumen penelitian.
f. Melakukan konsultasi proposal penelitian.
g. Melakukan ujian proposal.
h. Melakaukan revisi proposal ujian.
i. Mengurus surat-surat pengantar untuk melakukan penelitian di sekolah.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Melakukan uji coba instrumen pada sekolah penelitian dengan kelas yang
berbeda yang sudah mempelajari materi momentum dan impuls.
b. Menganalisis hasil uji coba instrumen yang meliputi validitas soal dan
reabilitas butir soal.
c. Menentukan sampel penelitian yang terdiri dari dua kelas yakni kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
d. Memberikan tes awal (pre-test) kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
e. Memberikan perlakuan terhadap kelas eksperimen berupa pembelajaran
dengan model problem solvimg.
f. Memberikan tes akhir (post-test) terhadap kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
3. Tahap Akhir
a. Menganalisis data tes awal dan tes akhir hasil penelitian.
b. Menarik kesimpulan dan saran.
c. Menyusun laporan penelitian.
d. Melakukan ujian akhir.
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen adalah seperangkat alat yang dimaksudkan untuk mengukur
ketercapaian kompetensi pembelajarran yang telah direncanakan sebelumnya
(Sahidu, 2016:35). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes
penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah. Instrumen tes penguasaan
konsep yang digunakan berupa tes uraian sebanyak 5 soal dan kemampuan
pemecahan masalah yang digunakan berupa tes uraian sebanyak 5 soal.
1. Instrumen Tes Penguasaan Konsep
a. Uji Validitas
Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang
hendak diukur (Arikunto, 2016:80). Validitas butir soal pada penelitian ini
menggunakan persamaan korelasi product moment dengan angka kasar
sebagai berikut.
π‘Ÿπ‘₯𝑦 =
𝑁(∑ π‘₯𝑦) − (∑ π‘₯)(∑ 𝑦)
√{𝑁 ∑ π‘₯ 2 − (∑ π‘₯ 2 )}{𝑁 ∑ 𝑦 2 − (∑ 𝑦 2 )}
(3.1)
Keterangan :
rxy
= Validitas tes
∑X
= Jumlah nilai variabel X
∑Y
= Jumlah nilai variabel Y
N
= Jumlah sampel
xy
= Jumlah hasil kali perkalian variabel x dan variabel y
2
x
= Jumlah kuadrat nilai variabel x
∑y2
= Jumlah kuadrat nilai variabel y
2
x
= Jumlah nilai variabel x yang dikuadratkan
y2 = Jumlah nilai variabel y yang dikuadratkan
Setelah nilai rxy didapatkan, maka nilai ini dikonsultasikan dengan tabel r
product moment. Jadi kemungkinan yang terjadi yaitu :
1) Jika rxy ≥ rtabel, maka butir soal tersebut dikatakan valid
2) Jika rxy < rtabel, maka butir soal tersebut dikatakan tidak valid.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas tes berhubungan dengan ketetapan hasil tes. Suatu tes
dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan jika tes tersebut dapat
memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2016:100). Untuk menentukan
reliabilitas butir soal digunakan rumus Cronbach’s Alpha (𝛼).
π‘Ÿ11
𝑛
𝑠 2 − ∑ π‘π‘ž
=(
)(
)
𝑛−1
𝑠2
(3.2)
Keterangan :
r11
= Reliabel tes secara keseluruhan
n
= Banyaknya item
S
= Standart deviasi dari tes (deviasi dari akar variansi)
P
= Proporsi subyek yang menjawab item betul
q
= Proporsi subyek yang menjawab item salah (q = 1-p)
pq
= Jumlah hasil perkalian antara p dan q
Nilai π‘Ÿ11 akan dikonsultasikan dengan tabel r product moment. Jadi
kemungkinan yang terjadi yaitu :
1) Jika π‘Ÿ11 ≥ r tabel, maka soal tersebut dikatakan reliabel.
2) Jika π‘Ÿ11 < r tabel, maka soal tersebut dikatakan tidak reliabel.
Berikut adalah tabel kriteria untuk reliabilitas soal :
3)
Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
No
Koefisien reliabilitas (r)
1
0,00 ≤ r < 0,20
2
0,20 ≤ r < 0,40
3
0,40 ≤ r < 0,60
4
0,60 ≤ r < 0,80
5
0,80 ≤ r ≤ 1,00
Kategori
Sangat rendah
Rendah
Sedang/Cukup
Tinggi
Sangat tinggi
(Sundayana, 2014:77)
c. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan
antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang
berkemampuan rendah. Rumus untuk menentukan daya pembeda soal (DP)
adalah sebagai berikut.
𝐷𝑃 =
𝑆𝐴 − 𝑆𝐡
𝐼𝐴
(3.3)
Keterangan :
DP = daya pembeda
SA = jumlah skor kelompok atas
SB = jumlah skor kelompok bawah
IA = jumlah skor ideal kelompok atas
Berikut ini disajikan tabel klasifikasi daya beda butir soal.
No
1
2
3
4
5
Tabel 3.3 Klasifikasi Daya Pembeda Soal
Nilai
Kategori
< 0,00
Sangat jelek
0,00 – 0,20
Jelek
0,21 – 0,40
Cukup
0,41 – 0,70
Baik
0,71 – 1,00
Baik sekali
(Sundayana, 2014:77)
d. Taraf Kesukaran Soal
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut
indeks kesukaran. Indeksk esukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal.
Rumusan yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran soal
adalah sebagai berikut.
𝑇𝐾 =
𝑆𝐴 + 𝑆𝐡
𝐼𝐴 + 𝐼𝐡
(3.4)
Keterangan :
TK = tingkat kesukaran soal
SA = jumlah skor kelompok atas
SB = jumlah skor kelompok bawah
IA = jumlah skor ideal kelompok atas
IB = jumlah skor ideal kelompok bawah
Berikut ini disajikan tabel klasifikasi tingkat kesukaran soal.
No.
1
2
3
Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal
Nilai
0,00 – 0,30
0,31 – 0,70
0,71 – 1,00
Klasifikasi
Sukar
Sedang
Mudah
Arikunto (2016:227)
2. Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Instrumen yang digunakan dalam menentukan kemampuan pemecahan
masalah adalah pemberian tes uraian yang berjumlah 5 sol yang terkait dengan
kemampuan penguasaan konseep yang telah diberikan pada setiap materi pelajaran.
3.8 Teknik Analisi Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Deskripsi Data
Sampel yang digunakan adalah peserta didik kelas XI MIPA 2 dan kelas XI
MIPA 3. Data yang diambil dari kedua kelompok sampel berupa data tes awal dan tes
akhir (tes kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah)
sesuai dengan desain penelitian yang digunakan.
kemudian diuji dengan uji persyaratan analisis data.
2. Uji Prasyarat Analitis
Data tes awal dan tes akhir
Uji persyaratan analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut.
a. Homogenitas Sampel
Uji homogenitas merupakan uji yang dilakukan terhadap data awal
peserta didik yaitu pretest. Pada penelitian ini uji homogenitas yang
digunakan yaitu uji varians atau uji F. Rumus yang dapat digunakan menurut
Irianto (2016:276) sebagai berikut.
F(max) =
varians terbesar
varians terkecil
(3.5)
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
1)
2)
Jika Fhitung > Ftabel , data tidak homogen,
Jika Fhitung ≤ Ftabel , data homogen.
b. Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data tes
terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dicari dengan menggunakan
rumus Uji Chi Kuadrat.
π‘˜
(π‘“π‘œ − π‘“β„Ž )2
πœ’ =∑
π‘“β„Ž
2
(3.6)
𝑖=1
Dengan π‘“π‘œ menyatakan frekuensi yang diamati dan π‘“β„Ž menyatakan
frekuensi yang diharapkan. Untuk mengetahui apakah data terdistribusi
normal atau tidak, nilai πœ’β„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘›π‘” 2 dibandingkan dengan nilai πœ’π‘‘π‘Žπ‘π‘’π‘™ 2 . Kriteria
penentuannya sebagai berikut:
1) Jika πœ’β„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘›π‘” 2 > πœ’π‘‘π‘Žπ‘π‘’π‘™ 2 , maka data terdistribusi tidak normal.
2) Jika πœ’β„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘›π‘” 2 ≤ πœ’π‘‘π‘Žπ‘π‘’π‘™ 2 , maka data terdistribusi normal.
Data terdistribusi normal pada taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan
𝑑𝑏 = π‘˜ − 1, dengan π‘˜ menyatakan kelas interval.
c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis berfungsi untuk mengetahui pengaruh dari pemberian
perlakuan dengan menerapkan model problem solving terhadap kemampuan
penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik, maka
data hasil terakhir akan diolah menggunakan Uji Analisis Variansi
Multivariat Satu Jalan (MANOVA) dengan rumus sebagai berikut.
𝐹=
𝑛1 + 𝑛2 − 𝑝 − 1 2
𝑇
(𝑛1 + 𝑛2 − 2)𝑝
(3.7)
Keterangan:
𝑛1 = banyaknya data amatan pada kelompok I
𝑛2 = banyaknya data amatan pada kelompok II
𝑝 = banyaknya variabel terikat
Berikut prasyarat dalam mengambil kesimpulan dari uji manova yang
dilakukan.
1) Jika nilai πΉβ„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘›π‘” > πΉπ‘‘π‘Žπ‘π‘’π‘™ maka Ho ditolak
2) Jika nilai πΉβ„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘›π‘” ≤ πΉπ‘‘π‘Žπ‘π‘’π‘™ maka Ho diterima
Download