PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN PENGUASAAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FISIKA SMA NEGERI 1 JONGGAT PROPOSAL Oleh : MUHAMMAD KHULAIFI E1Q016044 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Melakukan Penelitian Program Sarjana (S1) Pendidikan Fisika PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2019 BAB I PENDAHULUAN Bab pertama membahas tentang pokok pikiran yang menjadi landasan utama dari penelitian. Pikiran utama penelitian ini dijabarkan dalam beberapa sub bab, di antaranya: latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional variabel. 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual (keagamaan), pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta kemampuan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan pada zaman era globalisasi saat ini mengalalami banyak kendala yang menghambat perkembangannya. Dampak yang ditimbulkan ialah menurunnya kualitas dari segala aspek dari pendidkan. Oleh karena itu perlu peninjauan kembali kebijakan-kebijakan yang dirasa kurang memberi kontribusi dalam mengembangkan pendidikan yang lebih baik. Menyadari hal tersebut diharapkan pendidikan akan jauh lebih baik pada abad 21 mendatang. Pendidikan berfungsi sebagai pengembangan kemampuan dan menyiapkan peserta didik untuk menciptakan manusia yang berkualitas. Pelaksanaan pendidikan dilakukan dalam bentuk bimbingan kepada peserta didik untuk memberikan motivasi dan arahan-arahan yang dibutuhkan sehingga mencapai tujuan pendidikan yang sebenarnya. Hal penting yang tidak dapat lepas dalam pendidikan adalah proses pembelajaran. Pembelajaran itu sendiri berasal dari kata belajar. Belajar adalah suatu perilaku, artinya bahwa seseorang yang mengalami proses belajar akan mengalami perubahan perilaku, yaitu dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak bisa menjadi bisa dan dari ragu-ragu menjadi yakin. Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antara anak dengan lingkungannnya baik antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar, maupun anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik dalam melaksanakan kegiatan belajar, demi mencapai hasil belajar yang memuaskan (Isjoni, 2009). David Ausubel (1963) seorang ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa bahan pelajaran yang dipelajari harus “bermakna’ (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seorang. Struktur kognitif ialah faktafakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan dingat siswa. Belajar bermakna menurut Ausubel (1963) merupakan proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif. Ada tiga faktor yang mempengaruhi kebermaknaan dalam suatu pembelajaran, yaitu struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sehubungan dengan hal ini, Dahar (1996) mengemukakan dua prasyarat terjadinya belajar bermakna, yaitu materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial dan anak yang akan belajar harus bertujuan belajar bermakna. Di samping itu, kebermaknaan potensial materi pelajaran bergantung kepada dua faktor yaitu materi itu harus memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif peserta didik. Berdasarkan hasil obervasi dan wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti di SMA Negeri 1 Jonggat diketahui bahwa kemampuan penguasaan konsep awal masih rendah dan perlu ditingkatkan lagi. Terutama dalam pelajaran fisika yang dapat mengakibatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik menjadi rendah. Hal ini dapat diamati ketika guru memberikan suatu permasalahan peserta didik belum mampu menyelesaikan dengan baik dan sistematis. Guru juga menjadi faktor penyebab menurunnya penguasaan konsep karena guru masih langsung memberikan suatu persamaan tanpa diberitahukan terlebih dahulu asal mula persamaan tersebut. Penguasaan konsep yang rendah juga mengakibatkan peserta didik menjadi kesulitan memahami persamaan-persamaan fisika yang ada. Peserta didik cenderung hanya menghafal dan mengerjakan soal cenderung terpaku pada contoh soal yang ada tanpa memahami pengembangannya. Metode yang digunakan guru kebanyakan adalah pembelajaran langsung (Direct Interaction) yang membuat pembelajaran hanya terpusat pada guru yang mengakibatkan peserta didik menjadi pasif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran langsung kurang efektif untuk meningkatkan kemampuan pserta didik terutama dalam pelajaran fisika yang membutuhkan penalaran dan analisis dalam penyelesaian suatu permaslahan. Menurut Redish tujuan pembelajaran fisika baik ditingkat sekolah menengah maupun tingkat universitas adalah meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah. Dalam proses pembelajaran kemampuan pemecahan masalah dapat dikembangkan melalui model pembelajaran berbasis masalah. Dewi, et al (2016:123) menyatakan bahwa upaya untuk mengatasi permasalahan pembelajaran ialah diperlukan suatu inovasi model pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan ialah model yang mampu memberikan peluang peserta didik dalam memahami konsep fisika, mampu mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik serta mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menawarkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Model pembelajaran tersebut adalah problem solving. Model problem solving merupakan suatu model yang mengkolaborasikan antara problem solving dan pemahaman konsep fisika. Model pembelajaran problem solving terdiri atas enam langkah pembelajaran, yaitu merumuskan masalah, menelaah masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai pembuktian hipotesis, pembuktian hipotesis serta menentukan penyelesaian masalah. Tahapan di dalam model problem solving sangat mendukung untuk pencapaian kemampuan pemecahan masalah serta penguasaan konsep yang merupakan tujuan utama dari suatu pembelajaran. Dalam menggunakan model problem solving maka penguasaan konsep fisika adalah sebagai bekal untuk pemecahan masalah. Karakteristik pengetahuan fisika yang saling berhubungan antara konsep fisika yang satu dengan yang lain menjadi salah satu permasalahan bagi siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika, misalnya pada materi momentum dan impuls. Berdasarkan hasil penelitian Lawson dan McDermott menunjukkan bahwa siswa melakukan kesalahan dalam memahami teori momentum dan impuls, misalnya mengaitkan hubungan antara konsep momentum dan konsep impuls dalam penyelesaian soal. Penelitian lain yang dilakukan oleh Close dan Heron melaporkan bahwa siswa cenderung meninjau hukum kekekalan momentum sebagai hukum kekekalan besaran skalar, bukan sebagai besaran vector. Beberapa penelitian yang mendukung peneliti terkait model problem solving adalah yang dilakukan oleh Mahilda Wiwit Handayani, et al (2018:36-41) yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran problem solving ini berpengaruh terhadap penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Kemampuan penguasaan konsep dan pemecahan masalah peserta didik mengalami peningkatan setelah diberlakukan model pembelajaran problem splving yang dilakukan di SMA Negeri 4 Bengkulu. Hal ini dapat terlihat dari hasil yang diperoleh bahwa rata-rata posttest kelas eksperimin dan kelas kontrol berbeda secara signifikan yang berada dikategori sedang. Tiara Veronica et al(2018:31-39) juga menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang kuat dari model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik setelah diberikan perlakuan dari pada model pembelajaran langsung. Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait “ Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving Terhadap Kemampuan Penguasaan konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika SMA Negeri 1 Jonggat”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika SMA Negeri 1 Jonggat? 1.3 Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika SMA Negeri 1 Jonggat, 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini bertujuan untuk menghindari luasnya ruang lingkup penelitian. Adapun masalah yang dibatasi dalam penelitian ini adalah: 1. Subjek penelitian adalah peserta didik SMA Negeri 1 Jonggat. 2. Materi pembelajaran yang diajarkan yaitu momentum dan impuls. 3. Keberhasilan penguasaan konsep akan di ukur pada ranah kognitif yang mencakup C1 sampai C6. 4. Kemampuan Pemecahan Masalah yang akan diteliti mengacu pada indikatorindikator kemampuan pemecahan masalah Indentify, Set Up, Execute, Evaluate (I-SEE) yang dikembangkan oleh Young dan Freedman. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti, dapat menjadi pengalaman yang berharga dan menjadi pelajaran untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik dan dapat mengetahui secara langsung pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan penguasan konsep dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. 2. Bagi peserta didik, dengan menerapkan model pembelajaran problem solving di kelas peserta didik diharapkan mampu meningkatkan kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah sehinmgga peserta didik menjadi lebih baik dalam menyelesaikan suatu persoalan fisika. 3. Bagi guru, dapat menjadi bahan pertimbangan memilih model pembelajaran yang sesaui untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan dapat melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuam penguasaan konsep dan pemecahan masalah peserta didik. 4. Bagi sekolah, Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan tentang pentingnya penggunaan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sehingga dapat mengembangkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik. 5. Bagi mahasiswa, sebagai calon guru diharapkan mampu meningkatkan kemampuan mengajar baik dalam mengelola kelas maupun memilih startegi yang tepat dalam pembelajaran sehingga menciptakan generasi penerus bangsa yang aktif, kreatif dan memiliki pemikiran kritis. 1.6 Definisi Operasional 1. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving adalah cara mengajar yang dilakukan dengan cara melatih peserta didik menghadapi berbagai masalah untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama – sama (Alipandie, 1984:105). Menurut N.Sudirman (1987:146) model pembelajaran problem solving adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha untuk mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa. 2. Kemampuan Penguasaan Konsep Penguasaan konsep menurut Winkel (1991) adalah pemahaman dengan menggunakan konsep, kaidah dan prinsip. Bloom (dalam Rustaman et al., 2005) penguasaan konsep yaitu kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya. 3. Kemampuan Pemecahan Masalah Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan baru yang diperoleh dari pengalaman belajar yang diperoleh sebelumnya mengacu pada empat indikator kemampuan pemecahan masalah yang dikembangkan oleh Young dan Freedman, yaitu mengenali masalah (identify), merencanakan strategi (set up), menerapkan strategi (execute), dan mengevaluasi solusi (evaluate). BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hal-hal yang dibahas dalam bab ini terdiri atas pengertian model pembelajaran problem solving, kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah. Pada bab ini juga menjelaskan tentang kerangka berpikir dan hipotesis penelitian. 2.1 Model Problem solving Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan materi dengan menghadapkan peserta didik kepada masalah yang harus dipecahkan sendiri atau bersama-sama. Problem solving merupakan proses mental dan intelektual dalam memecahkan suatu permasalahan berdasarkan data dan informasi yang ada, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan bisa dibuktikan kebenarannya. Proses problem solving memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berperan aktif dalam mempelajari, mencari, menganalisis, mendeskripsikan dan menemukan sendiri informasi dan diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain problem solving menuntut kemampuan memproses informasi yang ada untuk membuat keputusan tertentu. Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari metode pemecahan masalah banyak digunakan guru bersama dengan penggunaan metode lainnya yang mendukung. Dengan metode ini guru tidak memberikan informasi dulu tetapi informasi diperoleh peserta didik setelah memecahkan permasalahan. Pembelajaran pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui eksperimen, demonstrasi atau pengamatan. Suatu soal yang dianggap sebagai masalah bagi seseorang, bagi orang lain mungkin hanya merupakan hal yang biasa. Dengan demikian, guru perlu berhati-hati dalam menentukan soal atau permasalahan yang akan disajikan sebagai materi. Bagi sebagian besar guru untuk memperoleh atau menyusun soal yang benar-benar bukan merupakan masalah rutin bagi peserta didik mungkin termasuk pekerjaan yang sulit. Akan tetapi hal ini akan dapat diatasi antara lain melalui pengalaman dalam menyajikan soal yang bervariasi baik bentuk, tema masalah, tingkat kesulitan, serta tuntutan kemampuan intelektual yang ingin dicapai atau dikembangkan pada peserta didik. Pada pembelajaran berbasis masalah peserta didik dituntut untuk melakukan pemecahan masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyakmungkin, kemudian dianalisis dan dicari solusi yang tepat dari permasalahan yang diberikan. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu jawaban yang benar artinya peserta didik dituntut pula untuk belajar secara kritis dalam mencari jawaban-jawaban sebanyak-banyaknya kemudian disimpulkan. Peserta didik diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas dan memiliki pemikiran kritis serta mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di lingkungannya. Dalam menggunakan model pembelajaran problem solving maka penguasaan konsep fisika yang baik dan tepat adalah sebagai bekal yang cukup untuk melakukan pemecahan masalah pada persoalan-persoalan fisika. Model pembelajaran problem solving menekankan pada penemuan dan pemecahan masalah secara berkelanjutan. Kelebihan metode ini mendorong siswa untuk berpikir secara ilmiah, praktis, intuitif dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri, menumbuhkan sikap objektif, jujur dan terbuka. Sedangkan kelemahannya memerlukan waktu yang cukup lama, tidak semua materi pelajaran mengandung masalah memerlukan perencanaan yang teratur dan matang, dan tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif. Tabel 2.1. Rancangan Model Pembelajaran Fase Perlakuan Guru Perlakuan Peserta Didik Merumuskan Guru membagi kelompok belajar Membentuk kelompok dan masalah yang terdiri dari 4-5 orang dan mengambil soal memberikan suatu permasalahan atau persoalan dalam bentuk uraian terkait materi pelajaran yang telah ditentukan untuk dikerjakan oleh peserta didik dan membagikan media-media pendukung yang akan digunakan Fase Perlakuan Guru Perlakuan Peserta Didik untuk peserta didik Menelaah Guru mengintruksikan masalah memulai menganalisis mencari jawaban permasalahan untuk Mulai memecahkan dan permasalahan yang terhadap diberikan dengan membaca yanhg diberikan bahan-bahan dan mengontrol jalannya diskusi Merumuskan Guru mengintruksikan hipotesis didik untuk merumuskan jawaban yang diperlukan peserta Merumuskan hipotesis atau dugaan sementara terhadap permasalahan yang dikerjakan Mengumpulkan Guru mengarahkan peserta didik Mengumpulkan data untuk dan untuk mengumpulkan data-data membuktikan mengelompokkan yang data diperoleh untuk yang telah dibuat sebagai membuktikan hipotesis bahan pembuktian hipotesis Pembuktian Mengintruksikan hipotesis untuk mempresentasikan jawaban jawabannya yang didapat peserta didik Memprentasikan hipotesis Fase Perlakuan Guru Menentukan Guru pilihan terhadap jawaban yang kurang penyelesaian tepat dan menarik kesimpulan memberikan Perlakuan Peserta Didik penguatan Mendengarkan (Thoboroni,2011:336) 2.2 Kemampuan Penguasaan Konsep Penguasaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 213) didefinisikan sebagai pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan, kepandaian, kecerdasan, pengalaman dan sebagainya. Berdasarkan pengertian tersebut dapa dikatakan bahwa penguasaan adalah pemahaman terhadap suatu materi. Pemahaman bukan saja berarti mengetahui yang sifatnya mengingat atau hafalan saja, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain sehingga mudah dimengerti makna yang dipelajari, tetapi tidak mengubah arti yang sebenarnya. konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadiankejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atributatribut yang sama (Dahar,1988: 95). Konsep diperlukan untuk memperoleh dan mengkomunikasikan pengetahuan, karena dalam menguasai konsep kemungkinan memperoleh pengetahuan baru tidak terbatas jumlahnya. Dari penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami makna pembelajaran dan mengaplikasikannya dalam kehidupan seharihari. Dengan penguasaan konsep peserta didik dapat meningkatkan kemahiran intelektualnya dan membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya serta menimbulkan pembelajaran bermakna. 2.3 Kemampuan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak didapat dengan segera (Ghani, 2008:120). Belajar pemecahan masalah pada hakikatnya adalah belajar berpikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dijumpai (Gunawan,2015:42). Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah fisika adalah kemampuan proses berpikir tingkat tinggi dalam memacahkan masalah pada konsep-konsep fisika. Ada empat tahap dalam pemecahan masalah yang dapat digunakan. Tahap pertama pada penyelesaian masalah adalah memahami soal. Siswa perlu mengidentifikasi apa yang diketahui, apa saja yang ada, jumlah, hubungan dan nilainilai yang terkait serta apa yang sedang mereka cari. Beberapa saran yang dapat membantu peserta didik dalam memahami masalah yang kompleks yaitu memberikan pertanyaan mengenai apa yang diketahui dan dicari, menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri, menghubungkannya dengan masalah lain yang serupa, fokus pada bagian yang penting dari masalah tersebut, mengembangkan model, dan menggambar diagram. Thap kedua adalah peserta didik perlu mengidentifikasi operasi yang terlibat serta strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini bisa dilakukan siswa dengan cara seperti menebak, mengembangkan sebuah model, mensketsa diagram, menyederhanakan masalah, mengidentifikasi pola, membuat tabel, eksperimen dan simulasi, bekerja terbalik, menguji semua kemungkinan, mengidentifikasi sub-tujuan, membuat analogi, dan mengurutkan data/informasi. Tahap ketiga melaksanakan rencana dengan mengartikan informasi yang diberikan ke dalam bentuk matematika dan melaksanakan strategi selama proses dan perhitungan yang berlangsung. Secara umum pada tahap ini siswa perlu mempertahankan rencana yang sudah dipilih. Jika semisal rencana tersebut tidak bisa terlaksana, maka siswa dapat memilih cara atau rencana lain. Tahap terakhir adalah mengecek kembali langkah-langkah yang sebelumnya terlibat dalam menyelesaikan masalah, yaitu mengecek kembali semua informasi yang penting yang telah teridentifikasi, mengecek semua perhitungan yang sudah terlibat, mempertimbangkan apakah solusinya logis, melihat alternatif penyelesaian yang lain dan membaca pertanyaan kembali dan bertanya kepada diri sendiri apakah pertanyaannya sudah benar-benar terjawab. 2.4 Kerangka Berfikir Sebelum menentukan hipotesis apa yang diharapkan dalam penelitian, terlebih dahulu diperlukan kerangka berfikir untuk mengetahui kondisi dan solusi dalam penelitian. Kerangka berpikir merupakan penjabaran hubungan antara variablevariabel yang diteliti. Berdasarkan tantangan pada era globalisasi saat ini dan tuntuan pendidikan pada abad ke 21 serta permasalahan yang ada di sekolah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, maka diperlukan perubahan dalam cara mengajar dengan pemilihan metode yang sesuai dan membuat keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengembangkan dirinya secara maksimal. Inovasi yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran problem solving. Model pembelajaran problem solving ini memungkinan peserta didik aktif dalam proses pembelajaran karena dituntut untuk menemukan secara mandiri konsepkonsep pembelajaran. Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran akan berpengaruh terhadap kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Model pembeajaran problem solving dapat memberikan keluasan bagi peserta didik untuk belajar mencari, menelaah, menganalisis dan mengumpulkan data-data yang diperlukan dengan gaya belajar mereka masing-masing. Gaya belajar setiap orang tentu berbeda-beda, oleh karena itu perlu ada pembinaan untuk memaksimalkan potensi peserta didik dalam memahami sendiri apa yang dipelajari. Dengan penguasaan konsep yang jelas dan tepat akan membuat peserta didik mampu memecahkan permasalahan secara mandiri. 2.5 Hipotesis Hipotesis adalah suatu keadaan atau peristiwa yang diharapkan dan menyangkut hubungan variabel-variabel penelitian (Setyosari, 2013: 145). Sesuai dengan rumusan masalah dan uji hipotesis yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini, maka peneliti dapat menjabarkan hipotesis penelitian sebagai berikut. Ho1 Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan penguasaan konsep fisika SMA Negeri 1 Jonggat Ho2 Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika SMA Negeri 1 Jonggat. Ho3 Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika SMA Negeri 1 Jonggat Ha1 Terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan penguasaan konsep fisika SMA Negeri 1 Jonggat Ha2 Terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika SMA Negeri 1 Jonggat Ha3 Terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika SMA Negeri 1 Jonggat BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian pada bab ini terdiri atas jenis penelitian, desain penelitian, variabel penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel, prosedur penelitian, instrumen penelitian, dan teknik analisis data. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi eksperimen (eksperimen semu) karena pada jenis penelitian ini peneliti memberikan perlakuan yang dirancang kemudian diberikan secara sengaja yang bertujuan untuk mengubah kondisi penelitian, tetapi peneliti tidak dapat mengubah atau memanipulasi subjek yang telah ada. Sebagaimana yang dikatakan oleh Setyosari (2013:208) bahwa dalam penelitian quasi eksperimen tidak memungkinkan peneliti untuk memanipulasi subjek sesuai rancangannya, akan tetapi peneliti harus menerima kelas atau kelompok subjek yang telah ditentukan oleh sekolah, sesuai dengan kebijakan sekolah. 3.2 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group. Dalam rancangan ini, ada dua kelompok subjek satu mendapat perlakuan dan satu kelompok sebagai kelompok kontrol (Setyosari, 2013:210). Pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2017:116). Rancangan kelompok non-ekuivalen ini disebut juga untreated control group design with pretest and posttest (Setyosari, 2013:211). Penelitian ini melibatkan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberi perlakuan yaitu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving. Sedangkan pada kelas kontrol tidak diberi perlakuan atau menggunakan model pembelajaran langsung. Desain penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1. Desain Penelitian Nonequivalent Control Group Kelompok Eksperimen Kontrol Pre-Test O1 O3 Perlakuan X1 Post-Test O2 O4 (Setyosari, 2013:211) Keterangan: O1 = Pemberian tes awal pada kelas eksperimen sebelum diberikan perlakuan O2 = Pemberian tes akhir pada kelas eksperimen setelah diberikan perlakuan O3 = Pemberian tes awal pada kelas kontrol sebelum diberikan perlakuan O4 = Pemberian tes akhir pada kelas kontrol setelah diberikan perlakuan X1 = Perlakuan berupa model pembelajaran problem solving 3.3 Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya. Terdapat tiga jenis variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. 1. Variabel Bebas Variabel bebas merupakan variable yang oleh peneliti untuk menentukan hubungan antara fenomena yang diobersvasi yang dapat mempengaruhi variable terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem solving. 2. Variabel Terikat Variabel terikat merupakan variabel yang diharapkan muncul dalam penelitian yang diukur apa adanya untuk menentukan adanya pengaruh dari variable bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika. 3. Variabel Kontrol Variabel kontrol adalah variable yang tidak diharapkan muncul dalam penelitian karena dapat mengganggu atau mempengaruhi variable terikat, oleh karena itu variable kontrol ini diusahakan dinetralisir oleh peneliti agar hasil penelitian sesuai seperti yang diharapkan. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran, materi ajar, instrumen yang digunakan, guru yang mengajar, dan cara penilaiannya sama untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. 3.4 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu dan tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Oktober 2019 sampai dengan Juli 2020. Pengambilan data penelitian dilaksanakan mulai dari bulan April 2020 hingga Mei 2020. 2. Tempat Penelitian Pengambilan data penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Jonggat yang bertempat di Jl. Raden Puguh, Ubung, Kecamatan Jonggat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. 3.5 Populasi dan Sampel Adapun populasi, teknik pengambilan sampel, dan sampel pada penelitian ini adalah. 1. Populasi Populasi adalah seluruh karakteristik/sifat, sekelompok orang, kejadian atau benda yang akan dijadikan objek penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Jonggat Tahun Ajaran 2019/2020. 2. Teknik Pengambilan Sampel Adapun teknik pengambilan sampel yang pertama dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sampel purposif (purposive sampling) diambil oleh peneliti, apabila peneliti memiliki alasan-alasan khusus tertentu berkenaan dengan sampel yang akan diambil (Setyosari, 2013:224). Alasan khusus yang menjadi pertimbangan peneliti di antaranya adalah kelas yang ditawarkan oleh sekolah untuk menjadi sampel penelitian adalah kelas XI MIPA 1, XI MIPA 2, XI MIPA 3, XI MIPA 4 dan XI MIPA 5. Untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kelas XI MIPA 2 dan XI MIPA 3 dengan alasan kedua kelas tersebut memiliki kemampuan belajar yang hampir sama. 3. Sampel Sampel penelitian merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI MIPA 2 sebagai kelas kontrol dan peserta didik kelas XI MIPA 3 sebagai kelas eksperimen. 3.6 Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yakni tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. 1. Tahap Persiapan a. Studi literatur atau pustaka mengenai metodologi yang digunakan dalam proses pembelajaran maupun materi pokok yang akan diajarkan. b. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian. c. Melakukan observasi ke sekolah yang akan menjadi tempat penelitian. d. Menentukan materi pokok atau pokok bahasan yang akan diajarkan. e. Menyusun proposal penelitian, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan instrumen penelitian. f. Melakukan konsultasi proposal penelitian. g. Melakukan ujian proposal. h. Melakaukan revisi proposal ujian. i. Mengurus surat-surat pengantar untuk melakukan penelitian di sekolah. 2. Tahap Pelaksanaan a. Melakukan uji coba instrumen pada sekolah penelitian dengan kelas yang berbeda yang sudah mempelajari materi momentum dan impuls. b. Menganalisis hasil uji coba instrumen yang meliputi validitas soal dan reabilitas butir soal. c. Menentukan sampel penelitian yang terdiri dari dua kelas yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol. d. Memberikan tes awal (pre-test) kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol. e. Memberikan perlakuan terhadap kelas eksperimen berupa pembelajaran dengan model problem solvimg. f. Memberikan tes akhir (post-test) terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol. 3. Tahap Akhir a. Menganalisis data tes awal dan tes akhir hasil penelitian. b. Menarik kesimpulan dan saran. c. Menyusun laporan penelitian. d. Melakukan ujian akhir. 3.7 Instrumen Penelitian Instrumen adalah seperangkat alat yang dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian kompetensi pembelajarran yang telah direncanakan sebelumnya (Sahidu, 2016:35). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah. Instrumen tes penguasaan konsep yang digunakan berupa tes uraian sebanyak 5 soal dan kemampuan pemecahan masalah yang digunakan berupa tes uraian sebanyak 5 soal. 1. Instrumen Tes Penguasaan Konsep a. Uji Validitas Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2016:80). Validitas butir soal pada penelitian ini menggunakan persamaan korelasi product moment dengan angka kasar sebagai berikut. ππ₯π¦ = π(∑ π₯π¦) − (∑ π₯)(∑ π¦) √{π ∑ π₯ 2 − (∑ π₯ 2 )}{π ∑ π¦ 2 − (∑ π¦ 2 )} (3.1) Keterangan : rxy = Validitas tes ∑X = Jumlah nilai variabel X ∑Y = Jumlah nilai variabel Y N = Jumlah sampel οxy = Jumlah hasil kali perkalian variabel x dan variabel y 2 οx = Jumlah kuadrat nilai variabel x ∑y2 = Jumlah kuadrat nilai variabel y 2 ο¨οxο© = Jumlah nilai variabel x yang dikuadratkan ο¨οyο©2 = Jumlah nilai variabel y yang dikuadratkan Setelah nilai rxy didapatkan, maka nilai ini dikonsultasikan dengan tabel r product moment. Jadi kemungkinan yang terjadi yaitu : 1) Jika rxy ≥ rtabel, maka butir soal tersebut dikatakan valid 2) Jika rxy < rtabel, maka butir soal tersebut dikatakan tidak valid. b. Uji Reliabilitas Reliabilitas tes berhubungan dengan ketetapan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2016:100). Untuk menentukan reliabilitas butir soal digunakan rumus Cronbach’s Alpha (πΌ). π11 π π 2 − ∑ ππ =( )( ) π−1 π 2 (3.2) Keterangan : r11 = Reliabel tes secara keseluruhan n = Banyaknya item S = Standart deviasi dari tes (deviasi dari akar variansi) P = Proporsi subyek yang menjawab item betul q = Proporsi subyek yang menjawab item salah (q = 1-p) οpq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q Nilai π11 akan dikonsultasikan dengan tabel r product moment. Jadi kemungkinan yang terjadi yaitu : 1) Jika π11 ≥ r tabel, maka soal tersebut dikatakan reliabel. 2) Jika π11 < r tabel, maka soal tersebut dikatakan tidak reliabel. Berikut adalah tabel kriteria untuk reliabilitas soal : 3) Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas No Koefisien reliabilitas (r) 1 0,00 ≤ r < 0,20 2 0,20 ≤ r < 0,40 3 0,40 ≤ r < 0,60 4 0,60 ≤ r < 0,80 5 0,80 ≤ r ≤ 1,00 Kategori Sangat rendah Rendah Sedang/Cukup Tinggi Sangat tinggi (Sundayana, 2014:77) c. Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah. Rumus untuk menentukan daya pembeda soal (DP) adalah sebagai berikut. π·π = ππ΄ − ππ΅ πΌπ΄ (3.3) Keterangan : DP = daya pembeda SA = jumlah skor kelompok atas SB = jumlah skor kelompok bawah IA = jumlah skor ideal kelompok atas Berikut ini disajikan tabel klasifikasi daya beda butir soal. No 1 2 3 4 5 Tabel 3.3 Klasifikasi Daya Pembeda Soal Nilai Kategori < 0,00 Sangat jelek 0,00 – 0,20 Jelek 0,21 – 0,40 Cukup 0,41 – 0,70 Baik 0,71 – 1,00 Baik sekali (Sundayana, 2014:77) d. Taraf Kesukaran Soal Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran. Indeksk esukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Rumusan yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut. ππΎ = ππ΄ + ππ΅ πΌπ΄ + πΌπ΅ (3.4) Keterangan : TK = tingkat kesukaran soal SA = jumlah skor kelompok atas SB = jumlah skor kelompok bawah IA = jumlah skor ideal kelompok atas IB = jumlah skor ideal kelompok bawah Berikut ini disajikan tabel klasifikasi tingkat kesukaran soal. No. 1 2 3 Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal Nilai 0,00 – 0,30 0,31 – 0,70 0,71 – 1,00 Klasifikasi Sukar Sedang Mudah Arikunto (2016:227) 2. Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Instrumen yang digunakan dalam menentukan kemampuan pemecahan masalah adalah pemberian tes uraian yang berjumlah 5 sol yang terkait dengan kemampuan penguasaan konseep yang telah diberikan pada setiap materi pelajaran. 3.8 Teknik Analisi Data Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Deskripsi Data Sampel yang digunakan adalah peserta didik kelas XI MIPA 2 dan kelas XI MIPA 3. Data yang diambil dari kedua kelompok sampel berupa data tes awal dan tes akhir (tes kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah) sesuai dengan desain penelitian yang digunakan. kemudian diuji dengan uji persyaratan analisis data. 2. Uji Prasyarat Analitis Data tes awal dan tes akhir Uji persyaratan analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Homogenitas Sampel Uji homogenitas merupakan uji yang dilakukan terhadap data awal peserta didik yaitu pretest. Pada penelitian ini uji homogenitas yang digunakan yaitu uji varians atau uji F. Rumus yang dapat digunakan menurut Irianto (2016:276) sebagai berikut. F(max) = varians terbesar varians terkecil (3.5) Kriteria pengujian adalah sebagai berikut: 1) 2) Jika Fhitung > Ftabel , data tidak homogen, Jika Fhitung ≤ Ftabel , data homogen. b. Normalitas Data Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data tes terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dicari dengan menggunakan rumus Uji Chi Kuadrat. π (ππ − πβ )2 π =∑ πβ 2 (3.6) π=1 Dengan ππ menyatakan frekuensi yang diamati dan πβ menyatakan frekuensi yang diharapkan. Untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak, nilai πβππ‘π’ππ 2 dibandingkan dengan nilai ππ‘ππππ 2 . Kriteria penentuannya sebagai berikut: 1) Jika πβππ‘π’ππ 2 > ππ‘ππππ 2 , maka data terdistribusi tidak normal. 2) Jika πβππ‘π’ππ 2 ≤ ππ‘ππππ 2 , maka data terdistribusi normal. Data terdistribusi normal pada taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan ππ = π − 1, dengan π menyatakan kelas interval. c. Uji Hipotesis Uji hipotesis berfungsi untuk mengetahui pengaruh dari pemberian perlakuan dengan menerapkan model problem solving terhadap kemampuan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik, maka data hasil terakhir akan diolah menggunakan Uji Analisis Variansi Multivariat Satu Jalan (MANOVA) dengan rumus sebagai berikut. πΉ= π1 + π2 − π − 1 2 π (π1 + π2 − 2)π (3.7) Keterangan: π1 = banyaknya data amatan pada kelompok I π2 = banyaknya data amatan pada kelompok II π = banyaknya variabel terikat Berikut prasyarat dalam mengambil kesimpulan dari uji manova yang dilakukan. 1) Jika nilai πΉβππ‘π’ππ > πΉπ‘ππππ maka Ho ditolak 2) Jika nilai πΉβππ‘π’ππ ≤ πΉπ‘ππππ maka Ho diterima