EMPAT PILAR PENDIDIKAN MENURUT UNESCO Dibuat oleh: Ira Dwi Cahyani NPM 19310300099 PROGRAM STUDI PRODI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA PURWOKERTO UNESCO (The Internasional Commision on Education for the Twenty-first Century) memandang pentingnya adanya perubahan paradigma pendidikan sebagai instrumen ke paradigma sebagai pengembangan manusia seutuhnya (all arounded human being). Berdasarkan hal tersebut empat pilar pendidikan menurut UNESCO meliputi; 1) Learning to know Learning to know (belajar untuk tahu), merupakan sebuah proses pembelajaran yang menempatkan peserta didik untuk dapat memahami bagaimana suatu pengetahuan dapat diperoleh dari setiap hal yang terjadi. Pengetahuan didapatkan dalam proses yang tidak akan berakhir dan senantiasa diperkaya oleh semua bentuk pengalaman. Pengetahuan secara umum dapat diperoleh melalui pendidikan berjenjang mulai dari sekolah dasar sampai jenjang perguruan tinggi. Dengan jenjang lembaga pendidikan yang berjenjang ini, diharapkan dapat terciptanya generasi yang dapat menjalankan amanahnya sebagai khalifah di muka bumi untuk mengolah dan mendayagunakan alam dengan bijak dan benar. Untuk menciptakan masyarakat agar mampu menguasai paradigma “learning to know” diperlukan pemahaman yang jelas mengenai apa yang harus diketahui , bagaimana cara mendapatkan pengetahuan, mengapa ilmu pengetahuan perlu diketahui, untuk apa dan siapa yang akan mengguanakan ilmu tersebut. Learning to know akan mengarahkan peserta didik agar mereka mempunyai pengetahuan yang berfleksibilitas, adaptable, dan mempunyai nilai tambah bagi pengguananya. Learning to know mengembangkan kemampuan memori, imajinasi, penalaran, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir yang koheren dan bersikap kritis. Selain itu learning to know juga memiliki makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator dan evaluator bagi siswanya. Contoh: Disekolah menerima pelajaran-pelajaran yang baru yang membuat kita semakin mengetahui banyak hal. 2) Learning to do Learning to do (belajar untuk melakukan) merupakan pembelajaran yang memberdayakan peserta didik agar bersedia dan mampu memperkaya pengalaman belajarnya (Ismail SM & M. Agung Hidayatulloh, 2014:233). Pilar ini berarti sebagai tempat pertama untuk peserta didik mengaplikasikan apa yang telah dipelajari atau dikenal sebagai praktek. Menurut Zhou Nan-Zhao learning to do ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang lain, attitude terhadap kerja tim, keterampilan sosial dalam membangun hubungan interpersonal, adaptasi untuk perubahan dunia kerja dan kehidupan sosial, kompetensi dalam mentransformasikan pengetahuan ke dalam penciptaan lapangan kerja, kesiapan untuk mengambil resiko dan menyelesaikan atau mengelola konflik. Maksud dari learning to do yaitu setelah kita mengetahui hal-hal baru dari pembelajaran yang kita lakukan, kita bisa melakukan sesuatu karya atau bentuk pekerjaan nyata dari ilmu yang kita serap. Pembelajaran ini menyiratkan bahwa proses belajar mengajar perlu didesain secara aplikatif agar keterlibatan peserta didik, naik fisik, mental dan emosionalnya dapat terakomondasi sehingga mencapai tujuan yang diharapkan. Contoh: Ketika kita bisa mengetahui bahwa semut akan mendekat ketika ada gula atau benda-benda yang manis. Kita bisa berkarya untuk melakukan sesuatu agar semut tidak memasuki benda-benda yang manis tersebut. 3) Learning to live together Learning to live together (belajar hidup bersama) merupakan pembelajaran yang diarahkan dengan upaya pembentukan kepribadian untuk memahami keanekaragaman , sehingga menimbulkan sikap dan perilaku positif terhadap perbedaan. Melalui learning to live together tujuan yang ingin dicapai adalah kehidupan yang humanis ditengah masyarakat yang pluralis. Secara khusus, learning to live together mengarahkan peserta didik untuk memahami dirinya sendiri dan orang lain, mengapresiasi keragaman umat manusia, memahami sikap saling ketergantungan antar manusia, bersikap empati, saling menghormati sistem nilai dan budaya, kemampuanmenghadapi orang lain dan menyelesaikan konflik melalui komunikasi, dan kemampuan bekerja sama dalam pencapaian tujuan yang sama. Learning to live together memiliki arti kita mengetahui dan kita dapat melakukan sesuatu dari apa yang kita pelajari, selanjutnya kita dapat melakukannya untuk diri kita sendiri dan juga untuk orang lain yang ada di sekitar kita. Contoh: Sebagai orang yang berpendidikan tentu kita akan menghargai karya orang lain atau ketika kita bisa melakukan banyak hal, kita tidak akan sungkan untuk berbagi dengan orang lain. 4) Learning to be Learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri) diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri seseorang. Proses ini harus mengarah pada penemuan jati diri yang utuh sehingga mempunyai pijakan yang kuat dalam bertindak dan dapat menjadi individu yang tidak mudah terbawa arus. Learning to be ditafsirkan sebagai satu cara untuk menjadi manusia melalui akuisisi pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang kondusif untuk pengembangan kepribadian dalam dimensi intelektual,moral, budaya dan fisik. Contoh: Setelah kita mendapatkan ilmu kita bisa menerapkannya dimasyarakat, misalnya menjadi guru les privat bagi anak-anak sekolah.