Uploaded by User29604

Laporan Survey Manta Tow Timor Leste 2014

advertisement
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/279917428
Survey Manta Tow di Pulau Atauro, District Dili - Timor Leste 2014
Technical Report · October 2014
DOI: 10.13140/RG.2.1.3019.6323
CITATIONS
READS
0
645
4 authors, including:
Marthen Welly
Andreas Muljadi
Coral Triangle Center
Lentera Alam Nusantara
21 PUBLICATIONS 62 CITATIONS
32 PUBLICATIONS 407 CITATIONS
SEE PROFILE
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Survey biofisik dan sosial ekonomi di selatan Pulau Sumba, Propinsi Nusa Tenggara Timur View project
Coral reef rehabilitation in rubble fields View project
All content following this page was uploaded by Marthen Welly on 09 July 2015.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
Survey Manta Tow di Pulau Atauro
District Dili - Timor Leste, 2014
Oleh: Marthen Welly, Andreas Muljadi, Constancio Dos Santos, Marcello Belo
Survei MantaTow di Pulau Atauro
District Dili – Timor Leste
2014
Kerjasama
Kementerian Pertanian dan Perikanan - Timor Leste
Coral Triangle Center
Laporan:
Survey Manta Tow Pulau Atauro
District Dili – Timor Leste, 2014
Penulis:
Marthen Welly (CTC MPA Learning Site Manager)
Andreas Muljadi (CTC Nusa Penida Conservation Coordinator)
Constancio Dos Santos (Minister of Agriculture and Fisheries of Timor Leste)
Marcello Belo (MPA Committe of Atauro Island – Timor Leste)
Referensi/daftar pustaka:
Welly, M., Muljadi, H.A., Santos, C.D. & Belo, M. 2014. Survey Manta Tow di Pulau Atauro
District Dili – Timor Leste, 2014. Coral Triangle Center 17pp + v hal.
Coral Triangle Center (CTC)
Jalan Danau Tamblingan No.78, Sanur, Bali – Indonesia (80228)
Telephone (+62 – 361) 289338 ; Facsimile (+62 - 361) 289338
Photo and layout:
CTC
Didukung oleh:
ii
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas anugerah dan berkartnya maka survey
untuk memetakan kondisi terumbu karang di Pulau Atauro, District Dili – Timor Leste,
dengan menggunakan metode manta tow dapat diselesaikan.
Survey yang dilaksanakan dari tanggal 8 Maret – 12 Maret 2014 ini berhasil memetakan
kondisi terumbu karang, ikan dan biota laut penting sepanjang 60 kilometer mengelilingi
Pulau Atauro. Semoga data yang terkumpul dapat melengkapi database guna mendukung
pembentukan dan pengelolaan Marine Protected Area di Pulau Atauro – Timor Leste. Hasil
survey ini merupakan gambaran umum kondisi terumbu karang di Pulau Atauro yang
sebagai basis awal dalam menjabarkan kegiatan monitoring terumbu karang ke depannya
dengan teknik yang lebih detail pada site-site tertentu. Sebagai tambahan, pembentukan
MPA di P. Atauro merupakan komitmen Timor Leste sebagai anggota negara CTI yang
tertuang dalam Timor Leste CTI National Plan of Action.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan Bapak Lorenco Borges Fontes (Director
General for Agriculture and Fisheries), Bapak Augusto Fernandes (Director National of
Agriculture and Fisheries), Ibu Rili Djohani (Director Executive of CTC) dan Bapak Johannes
Subijanto (Deputy Director of CTC) atas dukungannya untuk pelaksanaan survey, serta
Marine Protected Area Committe of Atauro Island – Timor Leste atas kerjasamannya selama
di lapangan.
Semoga hasil survey ini dapat menjadi masukan yang bermanfaat di dalam pengelolaan
efektif sumberdaya hayati pesisir dan laut di Pulau Atauro – Timor Leste melalui
pembetukan Marine Protected Area.
April 2014
Tim penulis
iii
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................................ iii
Daftar Isi ......................................................................................................................... iv
Daftar Tabel ..................................................................................................................... v
Daftar Gambar ................................................................................................................. v
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
Latar Belakang ......................................................................................................................... 1
Tujuan ..................................................................................................................................... 2
METODOLOGI ................................................................................................................... 3
Manta tow (English, Wilkinson & Baker, 1997; Hill & Wilkinson, 2004) ........................................ 3
Waktu dan Lokasi..................................................................................................................... 8
Tim Survey ............................................................................................................................... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................ 9
Gambaran umum Pulau Atauro ................................................................................................ 9
Kondisi terumbu karang ......................................................................................................... 10
Tutupan Karang Keras (Hard Coral Live) ...................................................................................... 10
Kelimpahan Ikan (Fish Abundant) ................................................................................................ 11
Ancaman di Perairan Pulau Atauro .............................................................................................. 13
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 15
LAMPIRAN...................................................................................................................... 16
iv
Daftar Tabel
Tabel 1. Daftar anggota survey manta tow di P. Atauro. .......................................................... 8
Daftar Gambar
Gambar 1. Peta National Democratic Republic of Timor Leste. ...............................................1
Gambar 2. Surveyor Manta tow ditarik dengan tali 18 meter dengan kapal. ........................... 3
Gambar 3. Papan manta tow. .................................................................................................... 4
Gambar 4. Posisi pengamantan surveyor manta tow di rataan terumbu karang. .................... 6
Gambar 5. Panduan persentase tutupan karang dengan manta tow (Dahl, 1981 dalam
English et al., 1997). ........................................................................................................... 7
Gambar 6. Peta Pulau Atauro – Distrik Dili, Timor Leste. .......................................................... 8
Gambar 7. Rute Survei Mantatow Pulau Atauro – Timor Leste, 2014. ..................................... 9
Gambar 8. Persentase tutupan substrat di perairan Pulau Atauro, 2014. .............................. 10
Gambar 9. Persentase tutupan karang keras hidup di perairan Pulau Atauro, 2014. ............ 11
Gambar 10. Kelimpahan ikan di perairan Pulau Atauro. ......................................................... 11
Gambar 11. Kelimpahan ikan dan biota lainnya di perairan Pulau Atauro. ............................ 12
Gambar 12. Peta sebaran biota laut penting di Perairan Pulau Atauro, Timor Leste. ............ 12
Gambar 13. Peta lokasi ditemukannya setasean di Pulau Atauro, Timor Leste. ..................... 13
v
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi kawasan segitiga karang (coral triangle) yang dinyatakan memiliki keanekaragaman
hayati kelautan tertinggi di dunia telah melahirkan kerjasama antar negara-negara di
dalamnya yang tertuang dalam Coral Triangle Initiative (CTI). Kerjasama ini utamanya adalah
menuju pengelolaan sumberdaya kelautan yang berkelanjutan meliputi sumberdaya
terumbu karang, ikan karang dan ketahanan pangan bagi masyarakat khususnya masyarakat
pesisir dan pulau-pulau kecil. Tambahan, kerjasama ini juga meliputi peningkatan kapasitas
dan berbagi pengalaman pengelolaan kawasan kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil dari
masing-masing negara coral triangle.
Dalam prosesnya, terdapat banyak inisiatif dalam pengembangan dan pendirian kawasan
konservasi perairan (Marine Protected Areas/ MPA) baik atas inisiasi pemerintah,
masyarakat maupun suatu lembaga. Timor Leste sebagai anggota negara CTI juga
menunjukkan peran aktif dalam kerjasama ini. Antara lain dengan adanya rencana kajiankajian untuk pengembangan MPA di beberapa lokasi seperti Pulau Atauro (Edyvane, de
Carvalho, Penny, Fernandes, de Cunha, Amaral, Mendes & Pinto, 2009).
Gambar 1. Peta National Democratic Republic of Timor Leste.
Pulau Atauro sebagai pulau kecil memiliki ekosistem pesisir dan laut yang cukup lengkap
yaitu terumbu karang, padang lamun dan sedikit hutan bakau. Padang lamun di Pulau
Atauro cukup luas dan masyarakat seringkali menjumpai dugong di sekitar perairan yang
1
memiliki padang lamun. Pulau Atauro juga memiliki beberapa pantai berpasir putih yang
cukup panjang dimana penyu kerap dijumpai bertelur pada musim tertentu. Sedangkan
perairain P. Atauro merupakan bagian dari perlintasan setasean (paus dan lumba-lumba). Di
sisi lain, terdapat beberapa ancaman seperti penangkapan ikan secara destruktif, sampah,
sedimentasi dan pembangunan di wilayah pesisir. Adanya potensi dan ancaman tersebut
memberikan peluang dan tantangan untuk pengelolaan sumberdaya laut yang lebih baik
dengan pelibatan aktif masyarakat dan dukungan pemerintah yang mendemonstrasikan
kombinasi pendekatan top-down dan bottom-up.
Inisiasi pembentukan MPA di P. Atauro merupakan bagian dari Timor Leste CTI National Plan
of Action (Edyvane et al., 2009). Salah satu tahapan dalam inisiasi pembentukan MPA adalah
adanya informasi dasar biofisik dan socio-ekonomi. Sedangkan data biofisik yang paling awal
perlu dilakukan adalah survey manta tow kondisi ekosistem terumbu karang.
Tujuan
Survey ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum kondisi ekosistem terumbu karang
termasuk di dalamnya kelimpahan (biomass) ikan serta biota laut penting lainnya di Pulau
Atauro sebagai assessment awal pemetaan potensi dan masukan bagi pengembangan dan
pengelolaan Marine Protected Area (MPA) di P. Atauro, Distrik Dili – Timor Leste.
2
METODOLOGI
Manta tow (English, Wilkinson & Baker, 1997; Hill & Wilkinson, 2004)
Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara pengamat di
belakang perahu kecil bermesin dengan menggunakan tali sebagai penghubung antara perahu
dengan pengamat (Gambar 2). Dengan kecepatan perahu yang tetap dan melintas di atas
terumbu karang dengan lama tarikan 2 menit, pengamat akan melihat beberapa obyek yang
terlintas serta nilai persentase penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) dan
karang mati.
Gambar 2. Surveyor Manta tow ditarik dengan tali 18 meter dengan kapal.
Data yang diamati dicatat pada tabel data dengan menggunakan nilai kategori atau dengan nilai
persentase bilangan bulat. Untuk tambahan informasi yang menunjang pengamatan ini, dapat
pula diamati dan dicatat persen penutupan pasir dan patahan karang serta obyek lain (Kima,
Diadema dan Acanthaster) yang terlihat dalam lintasan pengamatan.
Pada tahap pemula, pengamatan dengan menggunakan metode Manta Tow membutuhkan
paling sedikit 4 orang dengan masing‐masing orang mempunyai tugas dan fungsi masing‐
masing, yaitu:




1 orang bertugas mengemudikan perahu motor.
1 orang bertugas sebagai pengamat (observer) yang ditarik di belakang perahu.
1 orang bertugas sebagai penunjuk arah yang berada di depan perahu dan melihat posisi
perahu agar selalu berada di antara rataan terumbu dengan tepi tubir.
1 orang bertugas sebagai penentu waktu, fungsinya adalah memperhatikan waktu
pengamatan dan memberi tahu pengemudi untuk menghentikan perahu apabila waktu
pengamatan telah berlangsung selama 2 menit.
3
Seluruh anggota tim harus mengetahui metode ini dengan benar serta melaksanakannya
dengan penuh tanggung jawab dan sesuai dengan prosedur yang ada, karena ini berhubungan
erat dengan keselamatan seluruh anggota tim.
Tali sepanjang 20 meter digunakan untuk menghubungkan papan manta dengan perahu. Jarak
antara ujung perahu dengan pengamat adalah 18 meter sehingga sisa panjang tali digunakan
untuk mengikat ujung perahu. Lebar papan manta dan panjang regangan tali pengikatnya perlu
diperhatikan untuk mendapatkan jarak antara pengamat dan ujung perahu yang sesuai.
Gambar 3. Papan manta tow.
Dua buah pelampung dipasang pada jarak 6 meter dan 12 meter dari ujung perahu ke arah
papan manta. Fungsi pelampung ini adalah sebagai tanda untuk menentukan kecerahan air laut.
Papan plastik putih digunakan untuk tabel data. Tabel data yang ditempelkan pada papan manta
hendaknya menggunakan plastik akrilik dengan posisi tabel diletakkan di tengah papan manta
sehingga data yang dilihat oleh pengamat dapat dituliskan pada tabel data tersebut. Jam atau
stop watch digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengamatan. Lama pengamatan
adalah 2 menit pada setiap tarikannya.
Global Positioning System digunakan untuk penentuan posisi. Karena alat ini (GPS) cukup mahal,
maka untuk penggunaan di desa sebaiknya digunakan tanda-tanda alam yang berada di pantai
(contoh; pohon kelapa miring ditanjung X, batu besar, bangunan permanen, dan lain•]lain).
Setiap setelah pengamatan selama dua menit, pengamat harus menentukan posisinya dengan
cara melihat tegak lurus garis pantai dan menggunakan tanda alam apa sebagai acuan posisinya.
4
Untuk tahap mahir, pengamatan ini bisa dilakukan hanya dengan menggunakan tim kerja yang
berjumlah dua orang, yaitu satu untuk pengamat dan satunya lagi adalah pengemudi perahu
yang sekaligus bertugas sebagai penentu lama waktu tarikan.
Untuk melakukan pengamatan terumbu karang dengan menggunakan metode Manta Tow ini
diperlukan peralatan sebagai berikut:
1. Kaca mata selam (masker)
2. Alat bantu pernapasan di permukaan air (snorkel)
3. Alat bantu renang di kaki (fins)
4. Perahu bermotor (minimal 5 PK)
5. Papan manta (manta board) yang berukuran panjang 60 cm, lebar 40cm, dan tebal 2 cm
6. Tali yang panjangnya 20 meter dan berdiameter 1 cm.
7. Pelampung kecil
8. Papan plastik putih yang permukaannya telah dikasarkan dengan kertas pasir
9. Pensil
10. Penghapus
11. Stop watch/jam
12. Global Positioning System (GPS)
Perahu dengan berkekuatan kurang lebih 5 PK digunakan untuk menarik pengamat dan dapat
memberikan kecepatan yang cukup bagi pengamat untuk melakukan pengamatan dengan baik.
Kecepatan perahu ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu cepat dan juga tidak
terlalu lambat pada saat melakukan pengamatan. Papan manta yang berukuran 60 cm x 40 cm x
2 cm (panjang x lebar x tebal) digunakan sebagai tempat pegangan pengamat dan untuk
meletakkan papan tabel.
Pengamat juga dapat mengatur arah gerakan ke kanan, ke kiri atau pun menyelam dengan
menggerakkan papan manta ini. Satu lubang di tengah bagian bawah papan manta diperlukan
agar pengamat dapat mengatur posisinya pada saat melakukan pengamatan.
Tali sepanjang 20 meter digunakan untuk menghubungkan papan manta dengan perahu. Jarak
antara ujung perahu dengan pengamat adalah 18 meter sehingga sisa panjang tali digunakan
untuk mengikat ujung perahu. Lebar papan manta dan panjang regangan tali pengikatnya perlu
diperhatikan untuk mendapatkan jarak antara pengamat dan ujung perahu yang sesuai. Dua
buah pelampung dipasang pada jarak 6 meter dan 12 meter dari ujung perahu ke arah papan
manta. Fungsi pelampung ini adalah sebagai tanda untuk menentukan kecerahan air laut.
Papan plastik putih digunakan untuk tabel data. Tabel data yang ditempelkan pada papan manta
hendaknya menggunakan plastik akrilik dengan posisi tabel diletakkan di tengah papan manta
sehingga data yang dilihat oleh pengamat dapat dituliskan pada tabel data tersebut. Jam atau
stop watch digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengamatan. Lama pengamatan
adalah 2 menit pada setiap tarikannya.
Global Positioning System digunakan untuk penentuan posisi. Karena alat ini (GPS) cukup mahal,
maka untuk penggunaan di desa sebaiknya digunakan tanda‐tanda alam yang berada di pantai
(contoh: pohon kelapa miring ditanjung X, batu besar, bangunan permanen, nama tempat
tersebut, dan lain‐lain). Setiap setelah pengamatan selama dua menit, pengamat harus
menentukan posisinya dengan cara melihat tegak lurus garis pantai dan menggunakan tanda
alam apa sebagai acuan posisinya.
5
Gambar 4. Posisi pengamantan surveyor manta tow di rataan terumbu karang.
Pengamat ditarik di antara rataan terumbu karang dan tubir (reef edge) (Gambar 4), dengan
kecepatan yang tetap yaitu antara 3 ‐ 5 km/jam atau seperti orang yang berjalan lambat. Bila
ada faktor lain yang menghambat seperti arus perairan yang kencang maka kecepatan perahu
dapat ditambah sesuai dengan tanda dari si pengamat yang berada di belakang perahu.
Pengamatan terumbu karang dilakukan selama 2 menit, kemudian berhenti beberapa saat
untuk memberikan waktu bagi pengamat mencatat data beberapa katagori yang terlihat selama
2 menit pengamatan tersebut ke dalam tabel data yang tersedia di papan manta. Setelah
mendapat tanda dari pengamat maka pengamatan dilanjutkan lagi selama 2 menit, begitu
seterusnya sampai selesai pada batas lokasi terumbu karang yang diamati.
6
Gambar 5. Panduan persentase tutupan karang dengan manta tow (Dahl, 1981 dalam English et
al., 1997).
Pengisian data untuk penutupan karang sebaiknya menggunakan persentase. Hal ini untuk
memudahkan pengamat dalam menentukan masing‐masing tutupan karang. Pengamat harus
memperhatikan total persen dari penjumlahan tutupan karang ditambah dengan pasir dan
tutupan lainnya jangan sampai melebihi 100 % (Gambar 5).
Pengisian data‐data ke atas tabel data tergantung kepada tujuan pengamatan itu sendiri. Tabel
data pada Tabel 1 merupakan contoh sederhana untuk pengamatan terumbu karang yang
bertujuan untuk mengetahui tutupan karang keras, karang lunak, dan karang mati yang dapat
menggambarkan kondisi terumbu karang secara umum.
Apabila pengamatan ditujukan untuk mengetahui informasi lain dari terumbu seperti
kelimpahan bintang laut berduri, patahan‐patahan karang, hamparan pasir, spong, kima, alga,
dan biota terumbu karang lainnya maka tabel data tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan
keperluan pengamatan.
7
Waktu dan Lokasi
Kegiatan survey manta tow ini dilakukan pada 7 – 13 Maret 2014, meliputi sekeliling Pulau
Atauro dengan total panjang garis pantai 60 km. Adapun basecamp tim survey berada di Barry’s
Eco-lodge, Desa Beloi.
Gambar 6. Peta Pulau Atauro – Distrik Dili, Timor Leste.
Tim Survey
Anggota tim survey manta tow ini terdapat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Daftar anggota survey manta tow di P. Atauro.
No
Nama
Organisasi
1
2
3
4
Marthen Welly
Andreas Muljadi
Constancio Dos
Santos
Marchello Belo
5
Elias
Coral Triangle Center
Coral Triangle Center
Minster of Agriculture and Fisheries of
Timor Leste
MPA Committe of Atauro Island – Timor
Leste
Minster of Agriculture and Fisheries of
Timor Leste
Posisi
Manta tow Surveyor
Manta tow Surveyor
GPS
Guide on the survey
Rope and Mantatow board
keeper
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran umum Pulau Atauro
Pulau Atauro atau Pulau Kambing terletak sekitar 25 kilometer di bagian utara Timor Leste yang
termasuk dalam Distrik Dili. Pulau Atauro terletak di antara Pulau Wetar, Pulau Alor dan Pulau
Kisar (Indonesia). Pulau Atauro memiliki keliling garis pantai sepanjang 60 kilometer, dengan
luas 144 km2 (NCC CTI Timor Leste, 2012).
Terdapat lima desa utama di Pulau Atauro yaitu Vila, Beloi, Makili, Makadade, dan Biquelli.
Seluruh desa terletak di pesisir, sedangkan desa Makadade sebagian besar terletak di dataran
tinggi P. Atauro. Pada umumnya masyarakat di sana hidup sebagai nelayan dan petani. Nelayan
di Pulau Atauro adalah nelayan subsisten yang menggunakan pancing dan jaring sederhana
untuk menangkap ikan. Budidaya rumput laut juga merupakan salah satu potensi pulau ini
dengan menyumbangkan pendapatan 19.130 ekspor rumput laut tahun 2009 (NCC CTI Timor
Leste, 2012).
Pulau Atauro terletak di antara Selat Wetar, Selat Alor dan terhubung dengan Laut Banda. Itu
sebabnya, perairan di sekitar Pulau Atauro merupakan jalur migrasi penting bagi setasean (paus
dan lumba-lumba). Pada bulan tertentu khususnya Oktober-November, sekumpulan paus
banyak dijumpai melintas di perairan sekitar P. Atauro.
Tim survey manta tow CTC bersama Kementerian Pertanian dan Perikanan Timor Leste dan MPA
Commitee Pulau Atauro dapat menyelesaikan keseluruhan survey dengan panjang total pesisir
Pulau Atauro sekitar 60 kilometer.
Gambar 7. Rute Survei Mantatow Pulau Atauro – Timor Leste, 2014.
9
Kondisi terumbu karang
Hasil umum survey manta tow menunjukan bahwa tidak ada komponen penyusun substrat yang
dominan di perairan Pulau Atauro baik karang keras hidup (hard coral live), karang lunak (soft
coral), patahan karang (rubble), abiotik yang terdiri dari karang mati, batu dan algae koralin
(abiotic), dan komponen lainnya di luar keempat komponen sebelumnnya (other). Jika dilihat
hasil survey secara menyeluruh, maka komponen abiotik memiliki komposisi relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan komponen lainnya.
Gambar 8. Persentase tutupan substrat di perairan Pulau Atauro, 2014.
Tutupan Karang Keras (Hard Coral Live)
Persentase tutupan karang keras hidup di perairan Pulau Atauro adalah antara 12% - 31%
dengan rata-rata 20,2%. Persentase tutupan karang di Pulau Atauro masuk dalam kategori
rendah. Beberapa tempat yang memiliki tutupan karang kategori sedang di atas 25% yaitu
Baruana, Beloi, dan Kasimeta.
Rendahnya tutupan karang keras di beberapa site adalah karena tingginya tutupan abiotik
seperti di Berahara, Berau, Iliknamo, Pala dan Tutumanu, dan tingginya tutupan rubble seperti
di Akrema, Iliknamo, Pala dan Raiketa. Tutupan rubble ini diduga akibat dari penangkapan ikan
dengan bom.
10
Gambar 9. Persentase tutupan karang keras hidup di perairan Pulau Atauro, 2014.
Kelimpahan Ikan (Fish Abundant)
Selama survei mantatow juga dilakukan pencatatan terhadap ikan dan biota laut penting yang
dijumpai. Dari hasil survey menunjukan bahwa kelimpahan ikan di perairan Pulau Aturo
termasuk tinggi.
Gambar 10. Kelimpahan ikan di perairan Pulau Atauro.
Di beberapa lokasi dijumpai kelimpahan ikan sangat tinggi seperti dibagian barat dan bagian
utara Pulau Atauro. Dijumpai kumpulan ikan jack-travelly, ekor kuning dan barakuda dalam
jumlah yang cukup besar.
11
Gambar 11. Kelimpahan ikan dan biota lainnya di perairan Pulau Atauro.
Bumphead parrotfish atau ikan kakatua kaibam dan ikan napoleon bisa menjadi ikon P. Atauro
karena relatif banyak dijumpai. Di perairan Pulau Atauro juga dijumpai biota laut penting,
seperti penyu (sea turtle), hiu (shark), dan kima raksasa (giant clam). Ditemui dua jenis penyu
selama survey yaitu penyu hijau (green turtle) dan penyu sisik (hawksbill turtle), dan jenis hiu
karang sirip hitam (black-tip shark).
Gambar 12. Peta sebaran biota laut penting di Perairan Pulau Atauro, Timor Leste.
Saat survey dijalankan, tim juga menjumpai beberapa jenis paus dan lumba-lumba di sekitar
perairan Pulau Atauro. Jenis lumba-lumba (dolphins) yang dijumpai yaitu Frasser dolphin,
12
Bottle-Nose dolphin, dan Long-Nose dolphin. Sementara itu dijumpai sekitar 30 ekor paus dari
jenis Melon-Headed di depan desa Beloi (Gambar 13).
Gambar 13. Peta lokasi ditemukannya setasean di Pulau Atauro, Timor Leste.
Ancaman di Perairan Pulau Atauro
Selama survey ditemukan berbagai ancaman terhadap keanekaragaman hayati laut di
perairan Pulau Atauro diantaranya:
 Destructive fishing
 Sampah
 Sedimentasi
 Pembangunan di wilayah pesisir
Dampak destructive fishing terlihat dari kerusakan karang yang menjadikan tingginya
penutupan rubble 25 – 35% seperti terlihat di Akrema, Iliknamo, Pala dan Raiketa.
Sedangkan sampah di laut relatif banyak terlihat di site Adara. Pembangunan di wilayah
pesisir berdampak pada banyaknya sampah antropogenik ditemui di setiap kampung.
Sedangkan sedimentasi yang terlihat relatif sebagai dampak dari jalan sepanjang pesisir
seperti di Beloi.
13
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Hasil dari manta tow ini memberikan gambaran umum kondisi terumbu karang secara
keseluruhan meliputi 60 km keliling garis pantai. Tutupan rata-rata karang keras hidup adalah
berkisar 12 – 31% dengan rata-rata 20,2%. Kondisi rendahnya tutupan karang hidup diduga
karena kegiatan destructive fishing yang mengakibatkan kerusakan dengan adanya tutupan
rubble hingga 30%.
Walaupun kondisi terumbu karang di perairan Pulau Atauro relatif rendah dari sisi tutupan
karang keras hidupnya, namun P. Atauro masih memilik potensi perikanan dan pariwisata
dengan adanya biota khas seperti hiu, penyu, ikan napoleon dan ikan bamhead serta
kelimpahan ikan ekonomis penting yang relatif tinggi. Sebagai tambahan, P. Atauro juga
merupakan perlintasan dari setasean (paus dan lumba-lumba), dan padang lamunnya
merupakan habitat bagi dugong. Di sisi lain, terdapat ancaman kelestarian aset alam di P. Atauro
seperti kegiatan destructive fishing, sampah, sedimentasi dan dampak lain dari pembangunan di
pesisir.
Dari hasil manta tow, site-site yang bisa dipertimbangkan sebagai zona inti dan zona
pemanfaatan perikanan berkelanjutan adalah Adara, Beloi, Baruana, Kasimeta, barat dan utara
P. Atauro dilihat dari sisi relatif lebih tingginya penutupan karang keras hidup dan kelimpahan
ikan.
Dari potensi dan ancaman yang ada, P. Atauro memiliki kesempatan untuk bisa dikelola dengan
baik. Untuk itu masih perlu dilakukan survey dan pemetaan bagi habitat penting lainnya seperti
padang lamun sebagai habitat dugong, pantai peneluruan penyu, lokasi pemijahan ikan, lokasi
penangkapan ikan, lokasi sebaran nelayan dan jenis alat tangkap yang digunakan dalam rangka
membangun database bagi perairan di Pulau Atauro. Database tersebut dapat digunakan
sebagai masukan di dalam pembentukan marine protected area di Pulau Atauro, khususnya
pada perencanaan zonasi. Hasil dari manta tow ini juga perlu disosialisasikan ke masyarakat
sebagai bagian dari sosialisasi dan croscek dari sisi pengetahuan masyarakat serta inisiasi awal
untuk menyamakan persepsi stakeholder (masyarakat, private sector dan pemerintah) dalam
pengembangan MPA.
Sebagai ekosistem pulau kecil dimana daratan sangat berhubungan erat dengan kondisi di laut,
maka pengelolaan MPA di P. Atauro juga diharapkan mampu mengelola isu di daratan seperti
sampah dan dampak pembangunan pesisir sehingga terintegrasi dengan pengelolaan laut
sebagaimana tertuang dalam konsep ridge to reef (GEF, N.D.; IUCN, 2013).
14
DAFTAR PUSTAKA
English, S., Wilkinson C. and Baker V. (1997). Survey Manual for Tropical Marine Resources.
2nd edition. Townsville, QLD.: Australian Institute of Marine Science.
Edyvane K., de Carvalho N., Penny S., Fernandes A., de Cunha C.B., Amaral A.L., Mendes M.,
and Pinto P. (2009). Conservation Values, Issues and Planning in the Nino Konis
Santana Marine Park, Timor Leste – Final Report. Ministry of Agriculture &
Fisheries, Government of Timor Leste.
Hill, J., Wilkinson, C. (2004). Methods for ecological monitoring of coral reefs. A resource for
managers. Australian Institute of Marine Science, Townsville, Australia.
NCC CTI Timor Leste. (2012). State of the coral reefs of Timor Leste. Coral triangle marine
resources: their status, economies, and management. National CTI Coordinating
Committee of Timor Leste.
IUCN. (2013). Ridge to reef. Retrieved 9 April 2014 from
https://www.iucn.org/about/work/programmes/water/wp_our_work/wp_our_work_r
idgetoreef/
GEF. (N.D.). From ridge to reef. Water, environment, and community security. GEF action on
transboundary water resources. Global Environment Facility. www.theGEF.org
15
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto-Foto Kegiatan Mantatow di Perairan Pulau Atauro (foto : CTC)
Lam
L
L
L
odjifcjeiwigegq Iyutty8o87 o8787
16
Lampiran 2. Foto Terumbu Karang di Perairan Pulau Atauro (foto : CTC)
17
View publication stats
Download