BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknik geologi adalah suatu ilmu yang mempelajari dan mengembankan pengatahuan yang berkaitan dengan kebumian seperti bentuk bumi, material penyusun bumi, jenis batuan, sifat-sifat fisika dan kimia, bentuk batuan, proses pembentukannya dan sejarah bumi. Pada teknik geologi yang di pelajari adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan bumi sebagai objek, dengan ruang lingkup yang jelas, misalnya bebatuan dan mineral, minyak dan gas bumi, atau struktur bumi, gempa bumi, serta proses di permukaan seperti erosi, pengendapan, dan perubahan lain terhadap bebatuan. Karena segala keterkaitan program studi teknik geologi dengan lapangan, maka dari itu sudah sepantasnya mahasiswa yang memilih program studi tersebut harus terjun langsung ke lapangan yang di kaitkan sebagai laboratorium alam untuk melihat proses-proses geologi yang terjadi di mungka bumi ini. Sumatra merupakan daerah pulau terbesar dimana terbentang pegunungan Bukit Barisan yang membujur dari barat laut ke arah tenggara dengan panjang lebih kurang 1500 km. Sepanjang bukit barisan tersebut terdapat puluhan gunung, baik yang tidak aktif maupun gunung berapi yang masih aktif, seperti Geureudong (Aceh), Sinabung (Sumatera Utara), Marapi dan Talang (Sumatera Barat), Gunung Dempo (Sumatera Selatan), Gunung Kaba (Bengkulu), dan Kerinci (Sumatera Barat, Jambi). Di pulau Sumatera juga terdapat beberapa danau, di antaranya Danau Laut Tawar (Aceh), Danau Toba (Sumatera Utara), Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diatas, Danau Dibawah, Danau Talang (Sumatera Barat), Danau Kerinci (Jambi) dan Danau Ranau (Lampung dan Sumatera Selatan). Pulau Sumatera dicirikan oleh 3 sistem tektonik. Zona subduksi oblique dengan sudut penunjaman yang landai, sesar Mentawai dan zona sesar besar Sumatera. Dengan adanya pertemuan dari lempeng-lempeng ini yang membentuk zona subduksi menghasilkan serangkaian gunungapi yang disebut sebagai Ring Of Fire. Selain menghasilkan serangkaian gunungapi, zona pertemuan lepmpeng ini juga mengubah bentukan morfologi yang di lauinya di sepanjang zona subduksi tersebut. 1.2 Maksud dan Tujuan 1. Mampu mengenal dan memahami perbedaan fisiografi, urutan stratigrafi, dan pola struktur geologi regional. 2. Mampu mengenal dan memahami kondisi geomorfologi, sehingga diharapkan dapat menginterpretasi morfogenesa dari bentang alam dan bentuklahan yang ada. 1.3 Lokasi Penelitian 1. Sekitar Danau Singkarak, Solok. 2. Padang Panjang - Bukittinggi. 3. Desa Pondok Pisang ataupun di sekitar jalan lintas Sianok - Bukittinggi. 4. Bukittinggi - Payakumbuh. 1.4 Rumusan Masalah 1. Bagaimana struktur yang mempengaruhi terbentuknya Sumatera Barat. 2. Apa yang dihasilkan dari proses terebentuknya. 3. Bagaimana karakteristik setiap satuan batuan yang terbentuk. 1.5 Metode Peneitian Penelitian dilakukan dengan melakukan anaisis data sekunder dengan menggunakan berbagai macam aplikasi seperti Arcgis, CorelDraw, dan Global Mapper yang digunakan untuk mengolah data sesuai dengan keperluannya dan kegunaanya masing baik yang diperlukan ataupun sebagai data penunjang. 1.6 Manfaat Penelitian 1. dapat mengetahui berbagai macam formasi pada daerah penelitian. 2. Dapat mengetahui proses terbentuknya daerah penelitian. 3. Dapat mengetahui berbagai macam kejadian geologi serta satuan batuannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Daerah Sumatera Barat South West Bukit Barisan merupakan nama blok konsesi minyak dan gas bumi yang terletak di daerah onshore di bagian tengah Sumatera Barat. Blok tersebut sebelumnya bernama Blok Singkarak pada saat dikelola oleh PT. CPI dan Apache Oil Sumatera Inc. Secara administratif blok tersebut masuk ke dalam wilayah empat kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar, Sijunjung, Solok dan Lima Puluh Kota dan dua kotamadya yaitu Kotamadya Sawah Lunto dan Kota Solok. Daerah ini merupakan daerah terbuka dengan luas sekitar 3.895 kilometer persegi (Koning, 1985). Gambar 2.1 Peta Blok South West Bukit Barisan 2.2 Fisiografi Regional Daerah penelitian terletak pada daerah Sumatera Barat, yang secara fisiografi dibagi menjadi tiga zona, yaitu wilayah pegunungan vulkanik, wilayah perbukitan Tersier dan wilayah dataran rendah. Gambar 2.2 Fisiografi Regional Daerah Sumatra Barat (Sandy, 1985) Wilayah pegunungan vulkanik membujur pada bagian tengah provinsi ini, dari Utara - Selatan, dengan patahan Semangko ditengahnya, sedangkan perbukitan lipatan Tersier membentang dibagian Timur pegunungan vulkanik tersebut. Perbukitan Tersier ini dibeberapa tempat mengandung deposit Batubara, sementara pada posisi Barat provinsi ini terdapat dataran rendah. Berdasarkan penggolongan diatas secara fisiografi daerah penelitian merupakan daerah yang berupa perbukitan dengan ketinggian berkisar antara 325 - 875 mdpl yang digolongkan ke dalam zona fisiografi perbukitan Tersier. 2.3 Stratigrafi Regional Daerah penelitian terletak pada cekungan Ombilin dengan stratigrafi batuan dari tua - muda berumur Pra-tersier - Kuarter. Gambar 2.2 menunjukkan kolom stratigrafi regional cekungan Ombilin menurut PH. Silitonga dan Kastowo, 1995 serta Koesoemadinata dan Matasak, 1981. Gambar 2.3 Kolom Stratigrafi Regional Cekungan Ombilin (PH. Silitonga dan Kastowo, 1995 serta Koesoemadinata dan Matasak, 1981) 2.4 Struktur Regional Daerah penelitian terletak pada Cekungan Ombilin yang dikontrol oleh pergerakan sistem sesar Sumatera sehingga membuat sesar tua yang telah terbentuk ditimpa oleh sesar yang lebih muda dengan sistem sesar yang sama. Keseluruhan geometri Cekungan Ombilin memanjang dengan arah umum Baratlaut - Tenggara dan dibatasi oleh dua sesar, yaitu sesar Sitangkai di Utara dan sesar Silungkang di Selatan yang keduanya kurang lebih parallel terhadap sistem sesar Sumatera. Gambar 2.3 menunjukkan struktur geologi regional cekungan Ombilin. Gambar 2.4 Struktur Geologi Regional Cekungan Ombilin (Situmorang, dkk, 1991) Secara umum, Cekungan Ombilin dibentuk oleh dua terban berumur Paleogen dan Neogen yang dibatasi oleh sesar Tanjung Ampalu berarah Utara Selatan. Pada arah Baratlaut terdapat sub cekungan Payakumbuh yang terpisah dari cekungan Ombilin dengan batas jalur vulkanik berarah Utara - Selatan. Sub cekungan Payakumbuh diinterpretasikan sebagai bagian terban berumur Paleogen. Secara lokal ada tiga bagian struktur yang bisa dikenal pada cekungan Ombilin, yaitu sesar dengan jurus berarah Baratlaut - Tenggara yang membentuk bagian dari sistem Sesar Sumatera. Bagian Utara dari cekungan dibatasi oleh sesar Sitangkai dan sesar Tigo Jangko. Sesar Tigo Jangko memanjang kearah Tenggara menjadi Sesar Takung. Bagian Selatan dari cekungan dibatasi oleh Sesar Silungkang. Sistem sesar dengan arah umum Utara - Selatan dengan jelas terlihat pada Timurlaut dari cekungan. Sistem sesar ini membentuk sesar berpola tangga (step - like fault) dari Utara - Selatan, yaitu Sesar Kolok, Sesar Tigo Tumpuk dan sesar Tanjung Ampalu. Perkembangan dari sesar ini berhubungan dengan fase tensional selama tahap awal dari pembentukan cekungan dan terlihat memiliki peranan utama dalam evolusi cekungan. Selanjutnya jurus sesar dengan arah Timur - Barat membentuk sesar mengiri dengan komponen dominan dip - slip. Pola struktur keseluruhan dari Cekungan Ombilin menunjukkan sistem transtensional atau pull - apart yang terbentuk diantara offset lepasan dari Sesar Sitangkai dan Sesar Silungkang yang berarah Baratlaut - Tenggara yang mana sistem sesar yang berarah Utara - Selatan dapat berbaur dengan sistem sesar yang berarah Baratlaut - Tenggara. Adanya fase ekstensional dan kompresional yang ditemukan pada jarak yang sangat dekat merupakan fenomena umum untuk cekungan Ombilin yang merupakan cekungan strike - slip. Cekungan ini mengalami pergantian fase ekstensional pada satu sisi yang diikuti oleh perpendekkan pada sisi yang lain. BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Terlampir 3.2 Pembahasan Dalam geologi regional lembar Sumatra Barat terbagi menjadi tiga blok yaitu blok Lembah Harau – Kelok 9 Payakumbuh, blok Singkarak – Padang Panjang, blok Bukittinggi, dari ketiga blok tersebut memiliki satuan bataun yang berbeda dari satu sama lainnya. Sumatra Barat terdiri dari berbagai macam formasi dan satuan batuan yang dilandaskan berdasarkan umur terbentuknya dan proses yang mempengaruhinya diantaranya : 1. Satuan batuan berumur Pra-Tersier Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kastowo dan Leo (1973) dan Silitonga dan Kastowo (1975), satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian berumur Perm-Karbon berupa Anggota Bawah Formasi Kuantan (PCkq), yang terdiri dari kuarsit, batusabak, serpih, batuan gunungapi, tufa klorit, konglomerat, dan rijang. Anggota Batugamping Formasi Kuantan (PCkl), terdiri dari batugamping, batusabak, filit, serpih terkersikkan dan kuarsit. Anggota Filit dan Serpih Formasi Kuantan (PCks), terdiri dari serpih, filit, sisipan batusabak, kuarsit, batulanau, rijang, dan aliran lava. Katili dan Kamal (1961) menyatakan bahwa di tepi danau Singkarak (sepanjang jalan raya Ombilin-Singkarak) tersingkap gneis yang menurut De Haan (1935) gneis tersebut terbentuk dari batuan granit yang telah mengalami tekanan dan berumur Paleozoikum. Menurut Katili dan Kamal (1961) batuan yang berumur Perm-Karbon hingga Perm adalah Formasi Silungkang yang terdiri dari seri vulkanik dan seri gamping. Batuan seri vulkanik terdiri dari lava andesit, lava basal, dan tufa. Pada batugamping anggota formasi Silungkang ditemukan fosil Fusulina dan Syringpora yang berumur Perm-Karbon (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Menurut Silitonga dan Kastowo (1995) dan Kastowo dkk. (1996) Formasi Silungkang (Ps) berumur Perm dan terdiri dari andesit hornblenda, andesit augit, meta andesit dengan sisipan tipis tufa, batugamping, serpih, dan batupasir. Batugamping dipisah menjadi anggota batugamping formasi Silungkang (Psl), terdiri dari batugamping yang mengandung sisipan tipis serpih, batupasir ,dan tufa. Bagian atas Formasi Silungkang terdiri dari batugamping, batupasir, napal, dan serpih dengan interkalasi batuan andesit augit dan basal augit. Batugamping di daerah ini pada umumnya berupa batuan yang padat, berwarna kelabu, dan sebagian kristalin. Fosil-fosil yang ditemukan adalah Brachiopoda, Crinoida, dan Fusulina. Umur batugamping fusulina ini adalah Perm (Katili dan Kamal, 1961). Satuan batuan yang berumur Trias berupa Anggota Batugamping Formasi Tuhur (Trtl), yang tersusun oleh batugamping pasiran dan batugamping konglomerat. Anggota Batusabak dan Serpih Formasi Tuhur (Trts), terdiri dari batusabak, serpih, serpih napalan dengan sisipan rijang, serpih hitam terkersikkan, dan lapisan tipis grewak (graywacke) (Silitonga dan Kastowo, 1995 dan Kastowo dkk., 1996). Satuan batuan kuarsit dan batusabak Formasi Tuhur berhubungan saling menjari dengan batuan vulkanik Formasi Silungkang (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Menurut In (1959 dalam Katili dan Kamal, 1961) endapanendapan Trias pada umumnya tergolong fasies batugamping, dan besar kemungkinan bahwa endapan-endapan Trias tersebut terbentuk dalam kondisi yang sama, di dalam cekungan sedimentasi yang sama. 2. Satuan Batuan Berumur Tersier Koesoemadinata dan Kastowo (1981), mengelompokkan batuan Tersier menjadi Formasi Brani, Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto, Formasi Sawahtambang, Anggota Rasau Formasi Sawahtambang, Anggota Poro Formasi Sawahtambang, dan Formasi Ombilin. Formasi Brani tersusun oleh konglomerat polimik berwarna ungu kecoklatan dengan fragmen berukuran kerikil hingga kerakal dan matriks berupa pasir lempungan. Fragmen konglomerat terdiri dari bermacam-macam litologi yaitu andesit, batugamping, batusabak, dan granit. Formasi Brani terendapkan di atas batuan Pre-Tersier secara tidak selaras dan berhubungan saling menjari dengan Formasi Sangkarewang. Batuan Formasi Brani diperkirakan berumur Paleosen hingga Eosen. Di dalam Formasi Brani, terdapat Anggota Selo Formasi Brani dan Anggota Kulampi Formasi Brani. Yang membedakan Anggota Selo Formasi Brani dengan Formasi Brani adalah batuan konglomeratnya tidak berwarna ungu kecoklatan. Anggota Kulampi Formasi Brani memiliki karakteristik litologi yang sama dengan Formasi Brani, hanya saja memiliki struktur perlapisan berselingan dengan batupasir pemilahan buruk (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Formasi Sangkarewang tersusun oleh serpih, bersifat karbonatan, dan mengandung material karbon, pirit, dan mika. Sebagian berlapis dengan perselingan batupasir. Fosil yang ditemukan berupa fosil polen yang terdiri dari Verrucatosporites dan Monocolpites dengan jumlah yang melimpah, dan hadirnya Echitriporites trianguliforms dan Ephedripites. Fosil tersebut mengindikasikan umur Eosen/Pre-Eosen, sehingga batuan Formasi Sangkarewang diperkirakan berumur Paleosen (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Menurut Silitonga dan Kastowo (1995) dan Kastowo dkk. (1996), Formasi Sangkarewang (Tos), tersusun oleh serpih napalan, batupasir arkosa dan breksi andesit. Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), Formasi Sawahlunto berumur Eosen dan terendapkan secara selaras di atas Formasi Brani dan Formasi Sangkarewang. Formasi tersebut tersusun oleh serpih abu-abu kecoklatan, serpih lanauan, batulanau, batupasir kuarsa, dan ditandai dengan ditemukannya batubara. Di atas Formasi Sawahlunto, terendapkan Formasi Sawahtambang (berumur Oligosen) yang tersusun oleh batupasir yang sebagian besar, setempat terdapat serpih dan batulanau. Pada bagian bawah Formasi Sawahtambang terdapat Anggota Rasau yang terdiri dari perselingan batupasir konglomerat dan batulumpur abu-abu, dan tidak mengandung batubara. Sedangkan pada bagian atas Formasi Sawahtambang terdapat Anggota Poro yang terdiri dari batupasir kuarsa, dengan selipan serpih abu-abu dan lurik batubara dan batulanau karbonatan (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), di atas Formasi Sawahtambang terendapkan Formasi Ombilin yang terdiri dari serpih karbonan dan karbonatan berwarna abu-abu gelap, pada bagian bawah terdapat lensa batugamping, sedangkan pada bagian atas terdapat sisipan batupasir tufaan berselingan dengan batulanau karbonatan yang mengandung glaukonit dan moluska. Fosil yang ditemukan berupa Globigerinoides primordius dan Globigerinoides trilobus yang mengindikasikan umur Miosen awal. 3. Satuan Batuan Gunungapi Satuan batuan gunungapi berupa Andesit-basalt (Ta), yang terdiri dari aliran lava, breksi, aglomerat, dan batuan hipabisal. Bahan volkanik tak terpisahkan (Qtau), terdiri dari lahar, fanglomerat, dan endapan kolovium lainnya. Andesit Gunung Marapi (Qama), terdiri dari breksi andesit-basalt, bongkah lava, tuf, lapilli, aglomerat, dan endapan lahar (Silitonga dan Kastowo, 1995 dan Kastowo dkk., 1996). Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), satuan batuan vulkanik berupa Formasi Ranau yang berumur Plistosen. Batuan ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Ombilin dan terdiri dari tufa. 4. Satuan Batuan Intrusi Disamping satuan batuan gunungapi, terdapat pula satuan batuan intrusi yang berupa granit dan diorit kuarsa (Silitonga dan Kastowo, 1995 dan Kastowo dkk., 1996). Menurut Katili dan Kamal (1961), terdapat granit Lassi yang mengintrusi batuan Pra-Tersier, dan diperkiraan berumur Trias. 5. Endapan Resen Merupakan satuan batuan termuda yang berupa endapan alluvium sungai (Qal), yang terdiri dari lempung, pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah batuan beku (Silitonga dan Kastowo, 1995 dan Kastowo dkk., 1996). BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Adapuan kesimpulan dari laporan ini adalah: 1. Fisiografi yang terdapat pada daerah sumtra barat ini berupa zona bukit barisan, zona bukit tiga puluh, zona Sumatra sesar, zona dataran dan perbukitan, zona paparan sunda. Urutan formasi dari daerah ini berupa formasi sawahlunto, formasi pre-tertiarybasement, formasi sangkarewang, formasi sawahtambang, pola struktur geologi regionalnya merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki tatanan geologi kompleks. Kondisi ini disebabkan letaknya yang berada pada daerah tumbukan 2 lempeng besar yaitu lempeng Indo-Australia dibagian Selatan dan lempeng Eurasia dibagian Utara. 2. Kondisi dari geomorfologi dari daerah Sumatra barat ini berupa vulkanik bentangan lahan ini adalah gunung api merapi, gunung api tandikat, gunung api singgalang, gunung api malintang, tubuh danau singkarak, tubuh danau, structural bentangan lahan berupa punggungan structural dan lembah structural yang memiliki morfografi punggungan dan lembah dan fluvial berupa dataran aluvial morfografi berupa dataran, morfometrinya landai yang memiliki massa pasif berupa erosi 4.2 Saran Dalam menganalisis geologi regional suatu daerah harus dapat mengeatahui berbagai macam struktur serta proses pembentukannya sehingga dalam menganalisis nya dapat menghasilkan suatu bacaan yang menarik dan mudah dimengerti. DAFTAR PUSTAKA Atkinson Chris, Butterworth Peter, Carnell Andrew. 2006. The Synrift Petroleum System of Central Sumatra. Pre-Convention Field Trip of Society Exploration of Geophysics Symposium :Jakarta. Barber, A.J., M.J. Crow & J.S. Milsom. 2005, Sumatra: Geology, Resources and Tectonic Evolution. Geol Soc., London, Mem. 31. D.T. Aldiss, R. Whandoyo, Sjaefuddin A.G, Kusjono, 1983, The Geology of The Sidikalang Quadrangle, Sumatra. Geological Research and Development Centre : Bandung. Hastuti Sulistya Wahyu Marhaendrasworo, Pramumijoyo Subagyo, 1999, Evolusi Tektonik Cekungan Tarik Pisah Ombilin Sumatra Barat : Analisis Citra Landsat : Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Geologi, Yogyakarta. Institut Teknologi Bandung, 1996, A Study on The Brani Conglomerate in The Harau Valley Payakumbuh West Sumatra : Bandung Kastowo, Leo, G. W., Gafoer, S., dan Amin, T. C. 1996. Peta Geologi Lembar Padang Sumatra, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi : Bandung, 0715. Katili, J., dan Kamal. 1961. Laporan Sementara Mengenai Geologi Daerah Ombilin Pesisir Utara Danau Singkarak. Proceedings : ITB, 1, 9. Koesoemadinata R.P, Matasak Th. 1981. Stratigraphy and Sedimentation Ombilin Basin Central Sumatra. Proceedings Indonesian Petroleum Association : Jakarta. McCharty A.J., Jasin B., Haile, N.S., 2001. Middle Jurassic radiolarian chert, Indarung, Padang District, and implications for the tectonic evolution of Western Sumatra, Indonesia., Journal of Asian Earth Sciences Situmorang, Bona, Yulihanto, Berlian, Guntur Agus, Himawan Romina, Jacob T Gamal, 1991, Structural Development of The Ombilin Basin West Sumatra, Proceedings Indonesia Petroleum Association : Jakarta. Yancey,T.E., dan Alif S A. 1977. Upper Mesozoic strata near Padang, West Sumatra. Gel. Soc. Malaysia, Bull.