Uploaded by hafizayenti22

MAKALAH PEB KELOMPOK ADEK

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN NY. E 38 TAHUN
POSTPARTUM SC DENGAN PRE EKLAMSI
BERAT DI RUANG KEBIDANAN
RSUD AROSUKA
OLEH:
KELOMPOK IV







NOFRIZAL HENDRA S.Kep
MIRA ROSWINDA S.Kep
AGUSYENTI S.KeP
DJUNIATI MARGAWARNIS S.Kep
WILLY VIKTORIA S.KeP
YETNIWITA S.Kep
ANDRE S.Kep
PROGRAM STUDI NERS
STIKes SYEDZA SAINTIKA PADANG
T.A 2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pre-eklampsia berat ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester II kehamilan,
tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa. (Hanifa Wiknjosastri, 2007). Preeklampsia berat merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivitas endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan
proteinuria (Cunningham et al, 2003, Matthew warden, MD, 2005). Pre-eklampsia berat terjadi
pada umur kehamilan 20 minggu lebih. Dikatakan pre-eklampsia berat, bila disertai tekanan
darah 160/110 mmHg atau lebih, oligouria, urin kurang dari 40 cc/24 jam, proteinuria lebih dari
3gr/liter, adanya gangguan selebral, gangguan virus dan rasa nyeri di epigastrium dan terdapat
edema paru dan sianosis. (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Indonesia sebagai negara berkembang dengan tongkat pertumbuhan penduduk yang
tinggi, masih menghadapi masalah tinggi anggka kematian Ibu ( AKI) dan angka kematian bayi
(AKB). Berdasarkan survei demografi dan kesehatan indonesia ( SDKI) tahun 2012, AKI di
Indonesia mencapai 359/100.000 kelahiran hidup, dan angka kematian balita adalah kematian
per 1.000 kelahiran hidup ( Kementrian Kesehatan Indonesia, 2012 ). Hal ini masih jauh jika
dibandingkan dengan target SDGs tahun 2030, yaitu AKI 70/100.000 kelahiran hidup, Angka
Kematian Neonatal (AKN) 12/1000 kelahiran hidup, dan 25/1000 kelahiran hidup untuk AKB,
Indonesia masih harus berusaha mengejar ketertinggalannyakarena masih jauh dari target SDGs.
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan 45%, infeksi 15%, dan
hipertensi dalam kehamilan (preeklamsi) 13% (Roeshadi, 2006). Preeklamsi di Indonesia
merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak ibu dan bayi. Lebih lanjut Mochtar (2005)
menambahkan penyebab utama kematian ibu adalah preeklamsia atau hipertensi dalam
kehamilan. Preeklamsia dan eklamsia adalah komplikasi pada masa kehamilan yang merupakan
salah satu penyebab kematian dan kesakitan ibu dan bayi di seluruh dunia (Luca et al, 2008).
Gilbert & Harmon (2005) mengatakan preeklamsia adalah penyakit serius dan merupakan
penyebab kedua kematian ibu. Preeklamsia terjadi pada 5% kehamilan dan lebih sering
ditemukan pada kehamilan pertama dan pada wanita yang sebelumnya menderita tekanan darah
tinggi (Cunningham, 2006). Preeklamsia juga sangat mempengaruhi janin dan bayi yang
dilahirkan, tingginya angka kejadian preeklamsia di Indonesia juga sangat mempengaruhi
kondisi janin dan perinatal.
Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang penyebab kematian maternal pada tahun
2012 dan 2013 adalah preeklampsia-eklampsia, perdarahan, infeksi. Pada tahun 2014 penyebab
kematian ibu adalah preeklamsia-eklampsia 31,25%, perdarahan 18,75%, dan infeksi 12,5%
dapat diketahui bahwa setiap tahunnya penyebab utama kematian ibu secara langsung di kota
Padang masih sama. Preeklampsia merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling
penting dalam ilmu kebidanan.
RSUP. DR. M. Djamil Padang merupakan rumah sakit rujukan terbesar satu-satunya di
Sumatera Barat. Menurut data yang didapatkan dari Rekam Medis RSUP. DR. M. Djamil,
Padang pada tahun 2011 penderita Preeklampsia yang dirawat di instalasi rawat inap obstetri
yaitu 119 orang, tahun 2012 sebanyak 120 orang, tahun 2013 sebanyak 187 orang. Pada tahun
2014 dari 561 orang ibu hamil yang dirawat inap di instalasi rawat inap obstetri RSUP DR. M.
Djamil Padang 112 orang (20,14%) diantaranya mengalami preeklampsia.
Asuhan keperawatan maternitas yang di berikan seorang perawat profesional sangat
mempengaruhi kualitas pelayanan seperti upaya pelayanan antenatal, intranatal, post natal.
Mengingat kompleksnya permasalahan kesehatan ini maka perlu sumberdaya manusia yang
professional dan sehingga mampu memberikan tindakan tepat terhadap permasalahan
kesehatan yang ada. 3 Perawat spesialis maternitas dikembangkan dalam rangka menjawab
tuntunan kebutuhan masyarakat saat ini dan tuntunan perkembangan profesi keperawatan,
melalui berbagai perannya sehingga mampu bekerja sebagai pemberi dan pengelola asuhan
keperawatan, pendidik, peneliti, bimbingan dan konseling, menerima dan melakukan rujukan
dalam mengatasi masalah pasien.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui “ Bagaimana
proses “ Asuhan keperawatan pada Ny. S dengan post partum spontan dengan pre-eklamsi berat
di ruang kamar bersalin?”
C.
Tujuan
a. Tujuan Umum
Mampu menganalisa konsep dan asuhan serta intervensi keperawatan yang bisa
dilakukan pada pasien dengan post partum dengan pre-eklamsi berat di Rumah Sakit Rumah
Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi 2019
b. Tujuan Khusus
1.
Mampu memahami konsep dari pre-eklamsi berat
2.
Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan preeklampsia berat
3.
Mampu membuat analisa data dan menegakan diagnosa keperawatan dengan pre eklamsi
berat
4.
Mampu membuat intervensi keperawatan pada pasien dengan preeklampsia berat
5.
Mampu melakukan implementasi pada pasien dengan preeklampsia berat
6.
Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan preeklampsia berat
7.
Mampu mendokumentasikan askep pasien dengan preeklampsia berat
8.
Mampu membandingkan antara teori, kasus dan evidence based yang ada preeklampsia
berat
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
I.
PRE EKLAMSI BERAT
A. Defenisi
Pre-eklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih (Ai Yeyeh.R, 2011). Sedangkan menurut Rozihan (2007), Pre-eklampsia berat
ialah penyakit dengan tanda-tanda khas seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), pembengkakan
jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam urin (proteinuria) yang timbul karena
kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga
terjadi pada trimester kedua kehamilan. Pre-eklamasi berat menurut Ilmu Kebidanan Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta (1998), diikuti dengan timbulnya hipertensi
disertai protein urin dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pre-eklamsia berat adalah komplikasi
yang terjadi pada saat kehamilan dengan ciri yang khas yaitu disertai dengan hipertensi ≥160/110
mmHg dan atau disertai dengan adanya protein urine positif 2 dan atau 3 dan lazim disertai
dengan oedema pada kehamilan ≤20 minggu.
B.
Etiologi preeklamsia berat
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori
dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut
“penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi terdapat suatu
kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :
a. Spasmus arteriola
b. Retensi Na dan air
c. Koagulasi intravaskuler
Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi
vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri Patologi
: 1984)
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia
plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan
penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan
preeklampsia dan eklampsia. (Ilmu Kebidanan : 2005).
Faktor pertama adalah genetik, jika ibu atau mertua kita memiliki riwayat preeklampsia,
kita juga berisiko mengalaminya pada satu kali atau lebih kehamilan, yang kedua adalah adanya
kelainan pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah bisa mengakibatkan suplai darah ke
organ-organ vital seperti ginjal dan hati jadi berkurang.
Preeklamsia biasanya terjadi pada kehamilan pertama. Penyebab pasti preeklamsia
hingga saat ini belum diketahui dengan jelas. Diduga karena kondisi plasenta yang tidak
tertanam dengan baik, kekurangan oksigen atau ada gangguan pada pembuluh darah si ibu.
Faktor makanan diduga juga bisa menyebabkan preeklamsia pada kehamilan.
Kekurangan kalsium pada tubuh ibu hamil yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah
yang berujung pada preeklamsia. Kalsium dapat membantu menjaga pembuluh darah dan
menjaga tekanan darah tetap normal. Demikian pula, kekurangan protein, protein yang
berlebihan, minyak ikan, vitamin D dan faktor makanan lainnya juga berperan sebagai penyebab
preeklamsiaa.
Obesitas juga disebut-sebut sebagai penyebab lain preeklamsia. Indeks masa tubuh yang
tinggi berkaitan dengan diabetes, tekanan darah tinggi serta resistensi insulin, dapat
mempengaruhi sistem inflamasi.
C. Tanda Dan Gejala
Adapun tanda dan gejala yang terjadi pada ibu hamil yang mengalami pre-eklamsi berat
yaitu tekanan darah sistolik >160 mmHg dan diastolik >110 mmHg, terjadi peningkatan kadar
enzim hati dan atau ikterus, trombosit <100.000/mm3, terkadang disertai oligouria <400ml/24
jam, protein urine >2-3 gr/liter, ibu hamil mengeluh nyeri epigastrium, skotoma dan gangguan
visus lain atau nyeri frontal yang berat, perdarahan retina dan oedema pulmonum. Terdapat
beberapa penyulit juga yang dapat terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh seperti gagal
ginjal, gagal jantung, gangguan fungsi hati, pembekuan darah, sindrom HELLP, bahkan dapat
terjadi kematian pada bayi, ibu dan atau keduanya bila pre-eklamsi tidak segera ditangani dengan
baik dan benar (Ai Yeyeh.R, 2011).
D. Patofisiologis Preeklamsia Berat
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.
Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen
arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika
semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha
untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan
berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan
interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri,
Jilid I, Halaman 199).
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunniangham,2003).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap
berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan
vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis
ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar
dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.
Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskuler, meningkatnya
kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati
menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael,2005).
Perubahan pada organ :
1. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan
eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload
jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya
secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik/kristaloid intravena, dan aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler
terutama paru (Cunningham,2003).
2. Metablisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui
penyebabnya. jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklamsia dan
eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita
preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini
disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak
berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada
preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas
normal (Trijatmo,2005).
3. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi
ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang
mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan
oleh adaanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam
retina (Rustam,1998).
4. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks
serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).
5. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjad partus prematur.
6. Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau abses paru
(Rustam, 1998).
E.
Pencegahan Preeklamsia Berat
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini
preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih
waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang
telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan
pengawasannya yang baik pada wanita hamil. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet
berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun
pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet
tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak
berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat penderita
tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yang
penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.
F.
Faktor Resiko
Menurut Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo (2005), faktor resiko pre- eklamsia
berat adalah :
1.
Riwayat Preeklampsia
2.
Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibody penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya Preeklampsia
3.
Kegemukan
4.
Kehamilan ganda, Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempunyai bayi
kembar atau lebih.
5.
Riwayat penyakit tertentu. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes, penyakit
ginjal atau penyakit degenerate seperti reumatik arthritis atau lupus.
G. Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklamsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau
diterminasi ditambah pengobatan medicinal dan perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap
dipertahankan ditambah pengobatan medicinal (AYeyeh.R, 2011). Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut :
1. Perawatan aktif
Pada setiap penderita sedapat mungkin sebelum perawatan aktif dilakukan pemeriksaan fetal
assesment yakni pemeriksaan nonstrees test (NST) dan ultrasonograft (USG), dengan indikasi
(salah satu atau lebih), yakni :
a) Pada ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, dijumpai tanda-tanda atau gejala impending eklamsia,
kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan
darah atau setelah 24 jam perawatan edicinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada
perbaikan).
b) Janin
Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG) yaitu ada tanda intra uterine growth retardation
(IUGR)/janin terhambat.
c) Hasil laboratorium
Adanya HELLP syndrome (haemolisis dan peningkatan fungsi hepar dan trombositopenia).
2. Pengobatan medicinal pasien pre-eklamsi berat (dilakukan dirumah sakit dan atas instruksi
dokter), yaitu segera masuk rumah sakit dengan berbaring miring ke kiri ke satu sisi. Tanda
vital diperiksa setiap 30 menit, reflek patella setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1
liter diselingi dangan infus RL (60-125 cc/jam) 500cc, berikan antasida, diet cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian obat anti kejang (MgSO4), diuretikum tidak
diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema
anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
3. Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg atau MAP lebih 125
mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90
mmHg) karena akan \menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis
antihipertensi pada umumnya.
4. Bila dibutuhkan penurun darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral
(tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500cc cairan
infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
5. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi
secara
sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian
sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (Syakib Bakri, 1997).
6. Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus payah jantung,
diberikan digitalisasi cepat dengan celidanid D.
7. Lain-lain seperti konsul bagian penyakit dalam/jantung atau mata. Obat-obat antipiretik
diberikan bial suhu rectal lebih dari 38,5 0C dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin
atau alkohol atau xylomidon 2 cc secara IM, antibiotik diberikan atas indikasi saja. Diberikan
ampicillin 1 gr/6 jam secara IV perhari. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena
kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2
jam sebelum janin lahir.
8. Pengobatan Obstetrik
Pengobatan obstetri dilakukan dengan cara terminasi terhadap kehamilan yang belum inpartu,
yaitu :
a)
Induksi persalinan: tetesan oksitocyn dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih dan dengan
fetal heart monitoring.
b)
Seksio Sesaria (dilakukan oleh dokter ahli kandungan), bila: fetal assessment jelek.
Syarat tetesan oksitocyn tidak dipenuhi (nilai bishop <5) atau adanya kontraindikasi
tetesan oksitocyn; 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitocyn belum masuk fase aktif.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
H. Komplikasi
1) Komplikasi pada ibu
 Atonia uteri
 Sindrom hellp(hemolysis,elevated liver enzymes,low platelet count)
 Ablasi retina
 Gagal jantung
 Syok dan kematian
2) Komplikasi pada janin
 Pertumbuhan janin terhambat
 Prematuritas
 Kematian janin
 Solusio plasenta
II. SECTIO CAESAREA
A. Definisi Sectio Caesarea (SC)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500
gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Mitayani, 2009).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding rahim (Mansjoer, 2000)
C. Etiologi
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
secara alami. Tulang - tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika
akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk
rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran - ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
2. PEB (Pre - Eklamsi Berat)
Pre - eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling
penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain
itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek
dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
o
Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB
yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
o
Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira - kira 0,27 - 0,5 %.
o
Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
o
Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2002).
D. Jenis-jenis SC
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio caesar transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. Insisi
pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini adalah :
o
Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
o
Bahaya peritonitis tidak besar.
o
Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami
kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
Kelemahan pembedahan ini adalah :

Luka dapat menyebar ke kiri, kanan, bawah dan menyebabkan artei
uterine putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak.

Keluhan kandung kemih pada post operasi.
2. Sectio caesar klasik atau section cesaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak
mudah dilakukan, hanya dilakukan apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria
transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
Kelebihan :
o
Mengeluarkan janin lebih cepat
o
Tidak mengakibatkan komplikasi pada kandung kemih
o
Sayatan dapat diperpanjang proksimal ataupun distal
Kekurangan :
o
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitarialis
yang baik.
o
Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
3. . Sectio caesar ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi
perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini
sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tidak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat (Geri, 2009).
E. Manifestasi Klinis
Pada post operasi maka akan didapatkan tanda gejala :
1. Pasien mengeluh nyeri pada perut akibat luka operasi.
2. Pasien mengeluh sulit untuk tidur.
3. Pasien mengeluh sulit untuk bergerak / beraktivitas.
4. Pasien mengeluh badannya panas.
5. Terjadi takikardi.
6. Terdapat lingkaran hitam di mata.
7. Terdapat tanda - tanda infeksi.
8. Pasien tampak gelisah (Prawirohardjo, 2008).
F.
Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi
kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu.
Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi
kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum.
Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin
sehingga kadang - kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan karena kerja otot
nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan
mobilitas
usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran
dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh
memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun.
Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain
itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi
(Mansjoer,
2000).
G.
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada sectio caesar adalah :
1. Infeksi puerperial : Kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi
:
o
Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
o
Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung.
o
Peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
2. Perdarahan: Perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang
arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri.
5. Yang sering terjadi pada ibu bayi yaitu kematian perinatal (Geri, 2009).
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI) : Menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah - daerah
otak yang itdak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ): Untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
o
Fungsi lumbal : Menganalisis cairan serebrovaskuler.
o
Hitung darah lengkap : Mengevaluasi trombosit dan hematokrit
o
Panel elektrolit.
o
Skrining toksik dari serum dan urin.
o
AGD.
o
Kadar kalsium darah.
o
Kadar natrium darah.
o
Kadar magnesium darah.
III . Post Partum
A. Definisi Nifas
Puerperium / nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas
berlangsung selama ± 6 minggu. Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu
sendiri, tanpa bantuan alat - alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung
kurang
dari
24
jam
(Saifuddin,2002
).
B. Periode fisiologis dan Psikologis
1. Uterus
Secara berangsur – angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti
sebelum hamil, setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi
dan retraksi otot-ototnya. Fundus uteri ± 3 jari dibawah pusat. Selama 2 hari berikutnya,
besarnya tidak seberapa berkurang tetapi sesudah 2 hari ini uterus mengecil dengan cepat
sehingga pada hari ke-10 tidak teraba dari luar. Setelah 6 minggu tercapainya lagi
ukurannya yang normal. Epitelerasi siap dalam 10 hari, kecuali pada tempat plasenta
dimana epitelisasi memakan waktu tiga minggu.
2. Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengganggu seperti corong berwarna merah
kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil
setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh
2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
3. Endometrium
Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi plasenta. Pada hari-hari
pertama, endometrium setebal 12,5 mm akibat pelepasan desidua dan selaput janin.
4. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea cruenta, terdiri atas darah segar
bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo
dan mekonium.
o
Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel dari
desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
o
Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke 37 pasca persalinan
o
Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan.
o
Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
o
Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.
o
Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya.
5. Sistem Endokrin
Terjadi penurunan kadar HPL (Human Plasental Lactogen), estrogen dan kortisol serta
plasenta enzyme insulinase sehingga kadar gula darah menurun pada masa puerperium.
Kadar estrogen dan progesteron menurun setelah plasenta keluar. Kadar terendahnya
dicapai kira-kira 1 minggu post partum. Penurunana ini berkaitan dengan pembengkakan
dan diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama hamil. Pada wanita
yang tidak menyusui estrogen meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan
lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui pada post partum hari ke- 17.
6. Pembuluh Darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang besar,
karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak. Bila
pembuluh darah yang besar, tersunbat karena perubahan pada dindingnya dan diganti
oleh pembuluh-pembuluh yang kiri.
7. Dinding perut dan peritoneum
Setelah persalinan dinding perut longgar karena disebabkan lama, tetapi biasanya akan
pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis menjadi diastasis dari otot-otot
rectus abnominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah terdiri dari
peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah dan menonjol kalau berdiri atau
mengejan.
8. Bekas Implantasi Placenta
Placental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter
7.5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada minggu ke enam 2,4 cm dan akhirnya
pulih.
9. Payudara.
Payudara mencapai maturasi yang penuh selama masa nifas.
10. Traktus uriinarius
Buang air kecil sulit selama 24 jam pertama kemungkinan terdapat kontraksi otot yang
mendadak dari diluar kemaluan spingter dan edema leher buli-buli setelah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Tanda-tanda
vital mengalami kenaikan suhu pada 24 jam pertama setelah melahirkan.
11. Sistem muskuloskeletal.
Stabilitas sendi lengkap pada minggu ke enam sampai minggu ke delapan setelah
melahirkan.
12. Sistem gastrointestinal
Ibu lapar setelah melahirkan dan buang air besar tertunda sementara selama 2 sampai 3
hari.
13. Sistem kardiovaskuler
Pasien menjadi pusing, denyut nadi kemballi ke frekuensi sebelum hamil pada minggu ke
8. (Mitayani, 2009).
D, Manifestasi Klinis

Kehilangan darah lebih dari 150 ml.

Nadi lemah.

Pucat.

Pusing.

Gelisah.

Letih.

Syok hipovolemik.

Ekstremitas dingin. (Sujiyati, 2008)
E. Patofisiologi
Dalam masa post partum, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur
pulih kembali seperti sediakala sebelum hamil. Perubahan alat genetalia ini disebut dengan
involusi. Di samping involusi juga terjadi perubahan lain seperti timbulnya laktasi. Otot uterus
berkontraksi segera pada masa post partum, pembuluh darah yang ada abtara kenyamanan otot
uteri terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta lahi. Perubahan yang
terjadi pada serviks adalah agak menganga pada serviks hal ini disebabkan karen korpus uteri
terbentuk senacam cincin. Perubahan yang terdapat pada endometrium adalah timbulnya
trombosis , degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta pada hari pertama
endometrium setebal 2-5mm mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan
selaput janin regenerasi endometrium terjadi ari sisa sel desidua basalis dalam waktu 2-3 minggu
(Prawirohardjo,
2008).
F. Komplikasi

Perdarahan post partum.

Infeksi pasca persalinan.

Miometritis (radang otot uterus).

Post partum blues.

Perimetritis (radang peritonium).

Ruptur uteri.

Mastitis. (Errol, 2011).
G. Periode Post Partum

Puer perium dini yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri, berjalan.

Puer perium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh menyebabkan alat-alat genelita
pulih dalam waktu 6-8 minggu.

Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
setelah melahirkan. (Prawirohardjo, 2008).
H. Perawatan Masa Nifas

Mobilisasi dinin keadaan umum.

Pemeriksaan tekanan darah, suhu, nadi.

Rawat gabung ibu dan anak.
I. Penatalaksanaan Keperawatan

Berikan pendidikan kesehatan pada ibu tentang teknik menyusui, breast care, berikan
informasi pada ibu tentang makanan yang sehat dan bergizi untuk ibu nifas.

Perawatan vulva hygiene.

Pantau dehidrasi dan pantau perdarahan serta ganti pembalut ibu.
J. Penatalaksanaan Medis

Berikan tranfusi darah jika terjadi perdarahan.

Berikan antibiotik.

Berikan tablet zat besi untuk mengatasi anemia.
K. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium / periksa darah(Mitayani, 2009).
IV. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin,
kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan
plasenta previa.
a.
Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c.
Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis,
penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara
sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin,
abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan,
penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk
menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas
ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas
yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra
sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang
bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat
involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan
dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang
tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e.
Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang
yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan
selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera
kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang
keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan
cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila
mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3
jari dibawa pusat.
8) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium
yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan
preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan
meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan Dengan SC
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
menyusui yang bernar.
2. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan sumber
informasi tentang cara perawatan bayi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pre-eklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu
atau lebih (Ai Yeyeh.R, 2011). Sedangkan menurut Rozihan (2007), Pre-eklampsia berat ialah
penyakit dengan tanda-tanda khas seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan
(edema), dan ditemukannya protein dalam urin (proteinuria) yang timbul karena kehamilan.
Faktor pertama adalah genetik, jika ibu atau mertua kita memiliki riwayat preeklampsia, kita
juga berisiko mengalaminya pada satu kali atau lebih kehamilan, yang kedua adalah adanya kelainan
pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah bisa mengakibatkan suplai darah ke organ-organ vital
seperti ginjal dan hati jadi berkurang.
Preeklamsia biasanya terjadi pada kehamilan pertama. Penyebab pasti preeklamsia hingga saat
ini belum diketahui dengan jelas. Diduga karena kondisi plasenta yang tidak tertanam dengan baik,
kekurangan oksigen atau ada gangguan pada pembuluh darah si ibu.
Komplikasi yaitu Komplikasi pada ibu (Atonia uteri, Sindrom hellp (hemolysis,elevated liver
enzymes,low platelet count), Ablasi retina, Gagal jantung, Syok dan kematian, sedangkan Komplikasi
pada janin (Pertumbuhan janin terhambat, Prematuritas, Kematian janin, Solusio plasenta
B.
Saran
Pre-eklamsia berat memiliki beberapa faktor penyebab seperti faktor genetik namun
pelaksanaannya harus diawai dengan baik oleh tenaga kesehatan supaya dapat ditanggulangi dan tidak
terjadi eklamsia yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana,
Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Caraspot. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta :
penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Download