ETIKA BISNIS KASUS PELANGGARAN ETIKA DALAM RUANG LINGKUP BISNIS DWI AHRISA PUTRI G31108007 JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2009 Date 2007/4/2 15:30:00 | Topic: Business Ethics Dewi Widya Ningrum – detikInet http://www.detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/02/tgl/27/ti me/090814/idnews/547796/idkanal/3991 Jakarta, Raksasa perangkat jaringan mobile Ericsson melayangkan gugatan terhadap pembuat ponsel Samsung Electronics. Gugatan ini diajukan karena Samsung dituduh telah melanggar hak paten. “Kami sudah melayangkan gugatan hukum kepada Samsung terkait pelanggaran hak paten di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Belanda,” kata Ase Lindskog, juru bicara Ericsson. Menurut Lindskog, pihaknya telah melakukan negosiasi besar dengan Samsung terkait pembaharuan lisensi. “Kesepakatan mereka dengan kami telah berakhir sejak 31 Desember tahun lalu,” ujarnya lagi. Masalahnya, Samsung masih memakai paten ponsel yang tidak berlisensi lagi. Ketika dikonfirmasi, juru bicara Samsung di Seoul masih enggan mengomentari masalah ini. Entah iri atau ingin menjatuhkan rival, yang jelas kasus pelanggaran paten dan perlawanan legal lainnya sudah sering bahkan biasa terjadi di sektor teknologi. Bisa jadi karena perusahaan telah menghabiskan banyak dana untuk penelitian dan pengembangan (R&D). Selain Samsung, Ericsson juga pernah menggugat Qualcomm. Tahun lalu Ericsson pernah mengadu ke Uni Eropa karena Qualcomm dituduh telah ‘mencekik’ kompetisi di pasar chip ponsel. Kembali ke gugatan terhadap Samsung. Lindskog mengatakan beberapa paten teknologi yang digugat Ericsson kepada Samsung adalah GSM (Global System for Mobile Communications), GPRS (General Packet Radio Service) dan EDGE (Enhanced Data rates for GSM Evolution). “Ini adalah tindakan yang patut disayangkan, tetapi kami harus melindungi para pemegang saham dan investor kami karena kami sudah menginvestasikan banyak dana di R&D selama bertahun-tahun,” kata Lindskog. Demikian dilansir detikINET dari Reuters, Senin (27/02/2006). (dwn) Komentar : Dengan adanya kasus di atas maka dapat diketahui bahwa dalam bisnis, baik pelaku bisnis maupun seluruh pihak terkait tidak menjunjung adanya etika dalam bisnis itu sendiri. Akibatnya banyak terjadi pelanggaran yang merugikan berbagai pihak. Paradigma yang benar yaitu seharusnya perusahaan memperhatikan adanya hubungan sinergi antara etika dan laba. Di era kompetisi yang ketat ini, reputasi baik merupakan sebuah competitive advantage yang harus dipertahankan. Dalam jangka panjang, apabila perusahaan meletakkan keselamatan konsumen di atas kepentingan perusahaan maka akan berbuah keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan. Namun kenyataannya harapan itu masih mengambang dan tidak adanya kebulatan tekad dari masing-masing pihak untuk merealisasikannya. Tidak adanya trasparansi dari kegiatan bisnis itu yang hanya ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan etika yang harus dijunjung dalam ruang lingkup bisnis. Dari pembahasan di atas kita tahu bahwa perilaku etis dan kepercayaan (trust) dapat mempengaruhi operasi perusahaan. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu: 1. Berkaca dari beberapa contoh kasus di atas, kita dapat melihat etika dan bisnis sebagai dua hal yang berbeda. Memang, beretika dalam berbisnis tidak akan memberikan keuntungan dengan segera, karena itu para pelaku bisnis harus belajar untuk melihat prospek jangka panjang. 2. Kunci utama kesuksesan bisnis adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain. 3. Kemajuan teknologi informasi khususnya internet telah menambah kompleksitas kegiatan “public relation” dan “crisis management” perusahaan. 4. Product recall dapat dilihat sebagai bagian dari etika perusahaan yang menjunjung tinggi keselamatan konsumen. Dalam jangka panjang, etika semacam itu justru akan menguntungkan perusahaan. 5. Perilaku tidak etis khususnya yang berkaitan dengan skandal keuangan berimbas pada menurunnya aktivitas dan kepercayaan investor terhadap bursa saham dunia yang mengakibatkan jatuhnya harga-harga saham. 6. Sanksi hukuman di Indonesia masih lemah jika dibandingkan dengan sanksi hukuman di AS. Di Amerika, pelaku tindakan criminal di bidang keuangan dikenai sanksi hukuman 10 tahun penjara sedangkan di Indonesia hanya diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. Para pelaku bisnis harus mempertimbangkan standar etika demi kebaikan dan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang. Karena hanya dengan mengutamakan keuntungan yang tidak jelas prosedurnya maka hal itu sama saja dengan menghancurkan usaha yang telah dirintis. menghambat dan bahkan