FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BAYI USIA 0-12 BULAN DI DESA SRUWEN KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG Sri Sumiyani Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRACT The common disease which is associated with babies is acute respiratory infections (ARI). This is an infection that attacks the respiratory tract from the nose to the alveoli for less than 14 days. There are several influencing factors of this disease. which under lies the researcher to do a resears about the factors related to the incidence of acute respiratory infection in babies. The purpose of this study is to find the factors related to the incidence of acute respiratory infection in babies at Sruwen Village Tengaran Sub-district Semarang Regency. This study used a descriptive correlative design with cross-sectional approach. The data sampling used the simple random sampling technique, in which the population in this study was 162 respondents and obtained the samples of 62 respondents. The bivariate analysis used the chi-square test. The results of this study indicated that there was a correlation between the home ventilation and the incidences of ARI in babies with p-value of 0.024 (p <0.05), there is no correlation between the roles of family and the incidences of ARI in babies with p-value of 0.332 (p> 0.05), there is a correlation between home environmental sanitation at home and the incidence of ARI in babies with p-value of 0.004 (p <0.05). Based on the results of this study it is known that the factors of ventilation and environmental sanitation at home a correlation, while the roles of family have are not correlated with the incidences of acute respiratory infection. Keywords: Home ventilation, role of family, home environmental sanitation at home PENDAHULUAN Derajat kesehatan sangat penting dalam menggambarkan profil kesehatan masyarakat di suatu daerah. Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, digunakan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Faktor-faktor yang memengaruhi derajat kesehatan masyarakat tidakhanya berasal dari sektor kesehatan melainkan juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, dan faktor lainnya seperti program Safe Motherhood Initiative, program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), program Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE), dan program Pemberantasan Penyakit Menular (Depkes RI, 2013). Usia anak Balita (Bawah Tiga Tahun) merupakan usia yang sangat menentukan perkembangan seorang anak di masa depan. Masa tiga tahun ini menetapkan dasar perkembangan emosional, sosial, pertumbuhan fisik dan kesehatannya. Namun usia batita merupakan usia yang rentan terhadap penyakit yang tidak jarang mengakibatkan kematian. Sebagian besar penyebab kesakitan dan kematian tersebut dikarenakan penyakit seperti diare, malaria, campak dan malnutrisi serta Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), (WHO, 2008). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis tanda dan gejala akut akibat infeksi terjadi di setiap bagian saluran pernafasan tidak lebih dari 14 hari. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia pada bayi dan anak-anak terutama di negara-negara dengan pendapatan perkapita rendah dan menengah (WHO, 2007). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang 1 Setiap tahun kematian akibat ISPA di Indonesia sekitar 30% dari total kematian balita. Insiden ISPA khususnya Pnemonia di Indonesia tiap tahun sekitar 10%-20% atau 2,33 juta-4,66 juta kasus. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007, angka kesakitan ISPA menduduki peringkat ketiga sebesar 24%, setelah penyakit gigi dan mulut sebesar 60% dan penyakit Refraksi dan Penglihatan sebesar 31% (Rachmad, 2011). Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita tahun 2013 sebesar 24,74% lebih sedikit dibanding tahun 2012 (25,5%). Jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 64.242 kasus, angka ini masih sangat jauh dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2011 (100%) ( Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2013). Faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada umumnya adalah faktor sosio-demografi, biologis, perumahan dan kepadatan serta polusi. Faktor sosio-demografi meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan orang tua, dan penghasilan keluarga. Faktor biologi meliputi status gizi, pemberian ASI eksklusif. Faktor polusi dalam ruangan meliputi tidak adanya cerobong asap, kebiasaan ayah merokok dan adanya perokok selain ayah. Faktor perumahan dan kepadatan meliputi keadaan lantai, dinding, jumlah penghuni kamar yang melebihi dua orang, dan ventilasi rumah (Muttaqin, 2008). Ventilasi adalah tempat sebagai proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis. Ventilasi rumah berfungsi untuk proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis. Hal ini berarti keseimbangan O2 (oksigen) yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 (oksigen) di dalam rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun akan meningkat. Tidak cukupnya ventilasi juga akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri penyebab penyakit (Notoatmodjo, 2007). 2 Salah satu bagian rumah yang terabaikan adalah adanya ventilasi dalam kamar tidur. Syarat ventilasi sesuai standar bangunan nasional adalah luas bersih dari jendela atau lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10 dari luas lantai ruangan, jendela atau lubang hawa harus meluas ke arah atas sampai setinggi minimal 1,95 meter dari permukaan lantai, dan adanya adanya lubang hawa yang berlokasi di bawah langit-langit sekurang-kurangnya 0,35% luas lantai yang bersangkutan (Mukono, 2006). Factor lain yang mempengaruhi ISPA antara lain peran keluarga. Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan atau posisi individu didalam masyarakat. Dalam setiap posisi terdapat sejumlah peran yang masing-masing terdiri dari kesatuan perilaku yang kurang lebih bersifat homogen dan didefenisikan menurut kultur sebagaimana yang diharapkan dalam posisi atau status (Friedman, 2008). Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita termasuk dalam peran orang tua dalam perawatan anak. Peran aktif orang tua dalam pencengahan ISPA sangat diperlukan karena yang biasa terkena dampak ISPA adalah usia balita dan anak-anak yang kekebalan tubuhnya masih rentan terkena infeksi. Sehingga diperlukan peran orang tua dalam menangani hal ini. Orang tua harus mengerti tentang dampak negatif dari penyakit ISPA seperti ISPA ringan bisa menjadi Pneumonia yang kronologisnya dapat mengakibatkan kematian, jika tidak segera ditangani. Pencegahan kejadian ISPA ini tidak terlepas dari peran orang tua yang harus mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah dengan mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan balita, menciptakan lingkungan yang nyaman, dan menghindar faktor pencetus (Dinkes, 2010). Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai factor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap faktor fisik dimana orang menggunakan untuk tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Penyakit atau gangguan saluran pernapasan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang buruk. Lingkungan yang buruk tersebut dapat berupa kondisi fisik Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang perumahan yang tidak mempunyai syarat seperti ventilasi, kepadatan penghuni, penerangan dan pencemaran udara dalam rumah. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya ISPA (Ranuh, 2007). Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Rumah juga merupakan salah satu bangunan tempat tinggal yang harus memenuhi kriteria kenyamanan, keamanan dan kesehatan guna mendukung penghuninya agar dapat bekerja dengan produktif (Arifin, 2009). Hasil penelitian Suhandayani (2007) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati. Faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA antara lain pemberian ASI eksklusif, kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur, keberadaan anggota keluarga yang merokok, keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA menyimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor tersebut dengan kejadian ISPA di Puskesmas Pati Kabupaten Pati. Desa Sruwen merupakan salah satu daerah yang berada di lingkup Kecamatan Tengaran termasuk daerah industri di Kabupaten Semarang. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya berdiri pabrik seperti rokok, garment, kayu lapis, krupuk, tahu, mebel dan sebagainya. Keberadaan industri tersebut didorong oleh lokasi desa ini yang strategis yaitu berdekatan dengan jalan utama (provinsi) sehingga mempermudah akses industri. Keberadaan pabrik ini membawa pengaruh positif bagi masyarakat yaitu meningkatkan pendapatan, namun demikian juga membawa dampak negatif diantaranya pencemaran khususnya pencemaran udara yang berasal dari asap limbah pabrik. Pencemaran udara dan pola hidup masyarakat yang banyak menghisab rokok memicu terjadinya penyakit ISPA terutama pada anak-anak. Hasil pencarian data yang dilakukan di Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang pada tanggal 5 Mei 2014 dengan melakukan identifikasi data jumlah bayi usia 0-12 bulan dan bayi usia 0-12 bulan penderita ISPA di Desa Sruwen pada bulan Februari 2014 jumlah bayi usia 0-12 bulan sebanyak 111 bayi dan penderita ISPA sebanyak 62 bayi (56,0%), bulan Maret 2014 jumlah bayi usia 0-12 bulan sebanyak 132 bayi dan penderita ISPA sebanyak 63 bayi (48,0%) dan bulan April 2014 jumlah bayi usia 0-12 bulan sebanyak 162 bayi dan penderita ISPA sebanyak 78 bayi (55,0%). Data tersebut menunjukkan bahwa kejadian ISPA di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran meningkat setiap bulan dan tahun dengan persentase yang cukup tinggi. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di desa sruwen dengan menggunakan kuesioner yang berisi 9 butir pertanyaan dengan 3 soal tentang ventilasi, 3 soal tentang peran keluarga dan 3 soal tentang sanitasi lingkungan rumah. Dari 10 responden, didapatkan hasil bahwa 6 responden yang pernah mengalami ISPA 3 diantaranya kondisi ventilasi, peran keluarga dan sanitasi lingkungan rumah baik. Sedangkan 2 responden yang mengalami ISPA diantaranya kondisi ventilasi, peran keluarga dan sanitasi lingkungan rumah tidak baik. 1 responden yang mengalami ISPA kondisi ventilasi dan peran keluarga baik, tetapi sanitasi lingkungan rumah tidak baik. Kemudian 4 responden yang tidak mengalami ISPA 2 diantaranya tiga faktor tersebut baik dan 2 lainnya kondisi ventilasi tidak baik, peran keluarga baik tetapi sanitasi tidak baik. Dengan demikian peneliti menyimpulkan hasil bahwa masih banyak bayi yang mengalami ISPA meskipun ventilasi, peran keluarga, dan sanitasi lingkungan rumah baik. Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang”. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang 3 Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2010), dalam cross sectional variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian di ukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang bersamaan). Variabel dalam penelitian ini yaitu ventilasi, peran keluarga dan sanitasi lingkungan rumah serta kejadian ISPA Analisis Data Analisis Univariat Analisis univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Adapun variabel yang di analisis adalah ventilasi, peran keluarga dan sanitasi lingkungan rumah serta kejadian ISPA kemudian data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dengan jumlah populasi 162 bayi. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang yang dihitung dengan menggunakan rumus Slovin. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 62 responden. Metode Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan metode simple random sampling dengan memperhatikan kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bayi yang mendapatkan ASI; 2) Bayi yang tidak mempunyai riwayat BBLR; 3) Keluarga bayi yang mempunyai hubungan dekat dengan bayi tersebut. Kriteria ekslusi dalam penelitian ini, yaitu: Bayi yang sedang menjalani perawatan intensif Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang pada tanggal 18-21 Agustus 2014 Pengumpulan Data Instrumen Penelitian Instrumen pengumpulan digunakan dalam penelitian kuesioner. 4 data yang ini berupa Analisis Bivariat Analisis bivariat diperlukan untuk menjelaskan hubungan dua variabel yaitu antara variabel bebas dengan variabel terikat (Budiharto, 2008). Analisis bivariat pada penelitian ini digunakan untuk melihat faktorfaktor apakah yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan. Analisis data dilakukan dengan chi-square melalui bantuan program komputer. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Ventilasi Rumah Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ventilasi Rumah di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang, 2014 Ventilasi Frekuensi Persentase (%) Rumah Tidak Baik 42 67,7 Baik 20 32,3 Jumlah 62 100,0 Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa ventilasi rumah di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang, sebagian besar dalam kategori tidak baik, yaitu sejumlah 42 orang (67,7%). Peran Keluarga pada Bayi Usia 0-12 Bulan Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Peran Keluarga pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang, 2014 Peran Frekuensi Persentase Keluarga (%) Tidak Baik 11 17,7 Baik 51 82,3 Jumlah 62 100,0 Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa keluarga di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang, sebagian besar memiliki peran yang baik pada bayi usia 0-12 bulan, sejumlah 51 orang (82,3%). Sanitasi Rumah Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sanitasi Rumah di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang, 2014 Sanitasi Frekuensi Persentase Rumah (%) Tidak Baik 18 29,0 Baik 44 71,0 Jumlah 62 100,0 Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa sanitasi rumah di Desa Sruwen Kec. Tengaran Semarang, sebagian besar dalam kategori baik, sejumlah 44 orang (71,0%). Kejadian ISPA Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian ISPA di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang, 2014 Kejadian ISPA Frekuensi Persentase (%) ISPA 36 58,1 Tidak ISPA 26 41,9 Jumlah 62 100,0 Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa sebagian besar bayi usia 0-12 di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang mengalami kejadian ISPA, sejumlah 36 bayi (58,1%). Analisis Bivariat Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA Tabel 5. Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang, 2014 Kejadian ISPA Total Ventilasi Rumah ISPA Tidak ISPA P-value OR f % f % f % Tidak Baik 29 69,0 13 31,0 42 100 0,024 4,143 Baik 7 35,0 13 65,0 20 100 Jumlah 36 58,1 26 41,9 62 100 Berdasarkan uji Chi Square (Continuity Correction) diperoleh p-value 0,024. Oleh karena p-value = 0,024 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang. Dari hasil uji juga diperoleh nilai Odds ratio sebesar 4,143, ini berarti bahwa bayi dengan ventilasi rumah tidak baik beresiko 4,143 kali lebih besar mengalami ISPA dibandingkan bayi dengan ventilasi rumah baik. Hubungan Peran Keluarga dengan Kejadian ISPA Tabel 6. Hubungan Peran Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia Kec. Tengaran Kab. Semarang, 2014 Kejadian ISPA Peran Keluarga ISPA Tidak ISPA f % f % Tidak Baik 8 72,7 3 27,3 Baik 28 54,9 23 45,1 Jumlah 36 58,1 26 41,9 Berdasarkan uji Fisher Exact diperoleh pvalue 0,332. Oleh karena p-value = 0,332 > α (0,05), disimpulkan bahwa tidak ada hubungan 0-12 Bulan di Desa Sruwen Total f 11 51 62 % 100 100 100 P-value 0,332 yang signifikan antara peran keluarga dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang 5 Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA Tabel 7. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang, 2014 Kejadian ISPA Total Sanitasi Rumah ISPA Tidak ISPA P-value OR f % f % f % Tidak Baik 16 88,9 2 11,1 18 100 0,004 9,600 Baik 20 45,5 24 54,5 44 100 Jumlah 36 58,1 26 41,9 62 100 Berdasarkan uji Chi Square (Continuity Correction) diperoleh p-value 0,004. Oleh karena p-value = 0,004 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang. Dari hasil uji juga diperoleh nilai Odds ratio sebesar 9,600, ini berarti bahwa bayi dengan sanitasi rumah tidak baik beresiko 9,600 kali lebih besar mengalami ISPA dibandingkan bayi dengan sanitasi rumah baik. PEMBAHASAN Gambaran Ventilasi Rumah di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Ventilasi rumah yang tidak baik di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dikarenakan kurang efektifnya indicator cross ventilation atau aliran udara yang masuk melalui jendela kurang efektif, hal ini dibuktikan berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti didapatkan hasil 50% responden tidak membuka jendela pada saat pagi hari dan juga masih banyak d jumpai ventilasi yang terhalang oleh benda besar seperti lemari, dinding, sekat rumah, dll. Pada indicator luas ventilasi peneiti menarik hasil bahwa 32% responden memiliki luas ventilasi rumah yang kurang dari 10% luas lantai, untuk keefektifan ventilasi sudah didapatkan hasil bahwa 100% responden memiliki ventilasi udara didalam kamar atau ruangan, tetapi masih ada sekitar 10% rumah yang memiliki ventilasi kamar tidak bisa dibuka atau hanya dengan kaca saja. Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Luas ventilasi rumah yang <10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi 6 oksigen (O2) di dalam rumah yang berarti kadar karbondioksida (CO2) yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi juga akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang menjadi tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembagbiaknya bakteri-bakteri pathogen termasuk kuman (Notoatmodjo,2007). Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhirup bersama udara pernapasan dan akan mengakibatkan terjadinya infeksi saluran pernapasan (ISPA) (Notoatmodjo, 2007). Gambaran Peran Keluarga di Desa Sruwen Kecamatn Tengaran Kabupaten Semarang Peran keluarga di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang termasuk dalam kategori baik, berdasarkan hasil pengisian instrument penelitian yang telah dikumpulkan peneliti, maka peneliti menggambarkan pada indicator peran keluarga dalam mengatur pola makan anak masih dijumpai banyak yang kurang memperhatikan hal tersebut, pada indicator menciptakan kenyamanan lingkungan adalah hal kedua yang kurang diperhatikan karena masih banyak ditemukan rumah yang tidak tertata, hal selanjutnya yang kurang diperhatikan adalah pada indicator menghindarkan bayi dari factor pencetus terjadinya masalah kesehatan, hal ini dibuktikan dengan beberapa bayi yang digendong oleh keluarga nya saat orang tersebut masih merokok sehingga ini akan mencetuskan adanya masalah kesehatan pada saluran pernapasan (ISPA). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita termasuk dalam peran orang tua dalam perawatan anak. Peran aktif orang tua dalam pencengahan ISPA sangat diperlukan karena yang biasa terkena dampak ISPA adalah usia balita dan anak-anak yang kekebalan tubuhnya masih rentan terkena infeksi. Sehingga diperlukan peran orang tua dalam menangani hal ini. Orang tua harus mengerti tentang dampak negatif dari penyakit ISPA seperti ISPA ringan bisa menjadi Pneumonia yang kronologisnya dapat mengakibatkan kematian, jika tidak segera ditangani. Menurut Friedman (2008), Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan atau posisi individu didalam masyarakat. Dalam setiap posisi terdapat sejumlah peran yang masingmasing terdiri dari kesatuan perilaku yang kurang lebih bersifat homogen dan didefenisikan menurut kultur sebagaimana yang diharapkan dalam posisi atau status. Gambaran Sanitasi Lingkungan Rumah di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Sanitasi lingkungan rumah di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang rata-rata sudah masuk dalam kategori baik, berdasarkan pemenuhan indicator yang diperoleh dari hasil pengisian instrument penelitian maka peneliti menggambarkan pada indicator suhu rumah banyak dari responden yang mengisikan pada hasil yang tidak baik, seperti yang kita ketahui bahwa suhu yang lembab akan menjadikan bayi balita lebih rentan akan terjadinya masalah kesehatan pada saluran pernapasan atau ISPA. Indikator selanjutnya yang masih memiliki hasil kurang baik adalah pengolahan limbah, hal ini karena banyak dijumpai tempat pembuangan air limbah dan atau sampah memiliki jarak yang dekat dari rumah. Indicator perilaku juga kurang diperhatikan yaitu beberapa responden masih didapatkan perilaku membuang sampah yang dilakukan tidak benar, mereka cenderung masih membuang sampah tidak pada tempatnya dan perilaku membuka jendela juga hanya dilakukan pada saat hari libur saja bahkan ada yang sama sekali tidak membuka jendela dengan alasan terkadang lupa menutup jendela kembali. Menurut Notoatmodjo (2007), yang dimaksud sanitasi lingkungan rumah adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Ranuh (2007) juga menyatakan bahwa sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai factor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap faktor fisik dimana orang menggunakan untuk tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Penyakit atau gangguan saluran pernapasan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang buruk. Lingkungan yang buruk tersebut dapat berupa kondisi fisik perumahan yang tidak mempunyai syarat seperti ventilasi, kepadatan penghuni, penerangan dan pencemaran udara dalam rumah. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya ISPA. Gambaran Kejadian ISPA di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Tingginya angka kejadian ISPA di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dapat peneliti simpulkan berdasarkan hasil dari instrument penelitian yang disediakan peneliti untuk membantu mengidentifikasi bayi yang pernah mengalami ISPA ataupun bayi yang hanya batuk pilek biasa atau tidak ISPA. Hasil penelitian didapatkan lebih dari 50% bayi telah mengalami ISPA, hal ini ditandai dengan banyaknya responden yang menjawab pertanyaan kedua yaitu tentang lama dari batuk pilek tersebut yang lebih dari 3 hari hingga 14 hari. Rata-rata dari responden menjelaskan bahwa bayi nya batuk pilek terkadang disertai demam selama ±5 sampai 6 hari, dan keluarga langsung membawa bayi kepada Bidan desa saat bayi mengalami gejala selama lebih dari 3 hari. Menurut Muttaqin (2008), ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernapasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare. Faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada umumnya adalah faktor sosio-demografi, biologis, perumahan dan kepadatan serta polusi. Faktor sosio-demografi Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang 7 meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan orang tua, dan penghasilan keluarga. Faktor biologi meliputi status gizi, pemberian ASI eksklusif. Faktor polusi dalam ruangan meliputi tidak adanya cerobong asap, kebiasaan ayah merokok dan adanya perokok selain ayah. Faktor perumahan dan kepadatan meliputi keadaan lantai, dinding, jumlah penghuni kamar yang melebihi dua orang, dan ventilasi rumah (Muttaqin, 2008). Nelson (2003) juga mengatakan tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian. Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Berdasarkan uji Chi Square (Continuity Correction) diperoleh p-value 0,024. Oleh karena p-value = 0,024 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang. Dari hasil uji juga diperoleh nilai Odds ratio sebesar 4,143, ini berarti bahwa bayi dengan ventilasi rumah tidak baik beresiko 4,143 kali lebih besar mengalami ISPA dibandingkan bayi dengan ventilasi rumah baik. Menurut Muttaqin (2008) faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada umumnya adalah faktor sosio-demografi, biologis, perumahan dan kepadatan serta polusi. Faktor sosio-demografi meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan orang tua, dan penghasilan keluarga. Faktor biologi meliputi status gizi, pemberian ASI eksklusif. Faktor polusi dalam ruangan meliputi tidak adanya cerobong asap, kebiasaan ayah merokok dan adanya perokok selain ayah. Faktor perumahan dan kepadatan meliputi keadaan lantai, dinding, jumlah penghuni kamar yang melebihi 2 orang, dan ventilasi rumah. 8 Hubungan Peran Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Berdasarkan uji Fisher Exact diperoleh pvalue 0,332. Oleh karena p-value = 0,332 > α (0,05), disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara peran keluarga dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang. Peran aktif keluarga dan masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit. Keluarga juga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang atau buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat. Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita, tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita, dan pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Berdasarkan uji Chi Square (Continuity Correction) diperoleh p-value 0,004. Oleh karena itu p-value = 0,004 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Dari hasil uji juga diperoleh nilai Odds ratio sebesar 9,600, ini berarti bahwa bayi dengan sanitasi lingkungan rumah yang tidak baik beresiko 9,600 kali Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang lebih besar mengalami ISPA dibandingkan bayi dengan sanitasi rumah yang baik. Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf kesehatan jasmani dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan mengurangi dayakerja atau daya produktif seseorang. Rumah tidak sehat ini dapat menjadi reservoir penyakit bagi seluruh lingkungan, jika kondisi tidak sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan rumah (lingkungan pemukiman). Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan pemukiman pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah, karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Keterbatasan Penelitian Peneliti mengalami kesulitan saat melakukan penelitian dengan tehnik door to door, banyak responden yang tidak dirumah saat peneliti mendatangi rumah responden sehingga peneliti harus mendatangi ulang rumah responden tersebut. Karena keterbatasan waktu penelitian maka peneliti menambah 2 orang asisten peneliti untuk membantu proses penelitian. KESIMPULAN Terdapat hubungan yang signifikan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada bayi di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dengan p-value = 0,024 < α (0,05) Tidak ada hubungan yang signifikan antara peran keluarga dengan kejadian ISPA pada bayi di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dengan pvalue = 0,332 > α (0,05). Terdapat hubungan yang signifikan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dengan p-value = 0,004 < α (0,05). SARAN Bagi para Ibu yang mempunyai bayi di Desa diharapkan dapat melakukan pencegahan penyakit dengan selalu memperhatikan keadaan ventilasi rumah, sanitasi lingkungan rumah, dan selalu memperhatikan kesehatan dengan mencukupi kebutuhan nutrisi bayi, hal ini bertujuan untuk menghindarkan bayi dengan adanya masalah kesehatan infeksi saluran pernafasan atau ISPA. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pencegahan kejadian ISPA pada balita sehingga tenaga keperawatan dapat memberikan rujukan dalam pencegahan ISPA pada balita. Dalam pelayanan kesehatan agar bisa menggalangkan kerjasama dengan lintas sector yang terdekat dengan masyarakat, dalam upaya penyuluhan ataupun penegasan kembali tentang ISPA pada bayi dan balita. Mengingat kejadian ISPA pada bayi balita masih menduduki peringkat pertama dari sepuluh besar penyakit maka upaya ini bisa dilakukan dengan memberikan penyuluhan sederhana tentang pencegahan ISPA pada bayi yang bisa diberikan pada ibu setelah melahirkan maupun ibu yang membawa bayi nya ke puskesmas. DAFTAR PUSTAKA [1] Agustama, 2005. Kajian Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA) Pada Balita di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Tesis USU [2] Almatsier, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. [3] Arifin, 2009. Sanitasi lingkungan. Diakses dari:http://inspeksisanitasi. blogspot.com/2014/05/sanitasilingkungan.html [4] Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. [5] Budiharto, 2008. Biostatika untuk kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC [6] Depkes RI, 2007. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. [7] Depkes RI, 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Tahun 20102014 [8] Dharmage, 2009. Risk factor of acute lower tract infection in children under five years of age. Medical Public Health. [9] Dinkes, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan. Indikator Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang 9 Provinsi Sehat Sehat. Jakarta dan Kabupaten/Kota [10] Effendy, 2004. Dasar-dasar keperawatan, kesehatan masyarakat. Edisi 2. Jakarta: EGC. [24] Rahajoe, 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Badan. Penerbit IDAI. Jakarta. [25] Ranuh, 2007. Pedoman Imunisasi di Indonesia, Jakarta: Satgas Imunisasi-IDAI [11] Friedman, 2008. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. Edisi 3. Jakarta : EGC [26] Sediaoetomo 1987. Ilmu Gizi Jilid 2. Jakarta : EGC [12] Friedman, 2008. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. Edisi 3. Jakarta : EGC [27] Smeltzer & Bare, 2007. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC [13] Grodner et al, 2000. Nutrition and nursing. St. Lois:Mosby, inc. [14] Kementerian Kesehatan Prov. Jateng. 2008. Profil Kesehatan Jawa Tengah 2008. Semarang [15] Kozier 2005. Prosedur Perawatan di Rumah: Pedoman untuk. Perawat. Jakarta: EGC [16] Lamsidi, 2003. Hubungan Kondisi Kesehatan Lingkungan Pemondokan Dengan Kejadian ISPA di Pondok Pesantren Sabilal Muhtadin Desa Jaya Karet Kecamatan Mentaya Hilir Selatan Propinsi Kalimantan Tengah. Semarang : Skripsi tidak dipublikasikan. [17] Mukono, 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya : Airlangga University Press, [18] Muttaqin, 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. [19] Nelson, 2003. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC [20] Notoatmodjo 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit PT. Rineka Cipta. [21] Notoatmodjo, 2007. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta :Rineka Cipta [22] Nursalam, 2011. Metodologi penelitian, Jakarta :Pustaka pelajar [23] Rachmad, 2009. Insiden ISPA di Indonesia. From www.indomedia.com. 10 [28] Sugiyono, 2007. Statistika Penelitian. Bandung: Alfabeta. untuk [29] Suhandayani, 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati. Skripsi UNNES. [30] Sulistijani & Herlianty 2001. Menjaga Kesehatan bayi dan balita, Jakarta : Puspa Swara. [31] Sumirta 2005. Hubungan antara aktivitas fisik dengan depresi pada lansia di Panti Pelayanan Lanjut Usia “Wana Seraya” Denpasar. Jurnal Ilmiah Keperawatan Vol. 2. No 1. Juni 2009. [32] Swarjana, 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan, Yogyakarta : Andi. Offset [33] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009. Tentang Kesehatan [34] WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Geneva. Alih Bahasa: Trust Indonesia. http://www.who.int/csr/resources/publicat ions/WHO_CDS_EPR_2007_8bahasa.pdf [35] WHO. 2008. Global Health Risk. Mortality and Burden of Disease Attributable to Selected Major Risks. Geneva. http://www. who.int/healthinfo/global_burden_disease /GlobalHealthRisks_report_full.pdf Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang