Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA

advertisement
FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA
PADA BAYI USIA 0-12 BULAN DI DESA SRUWEN KECAMATAN TENGARAN
KABUPATEN SEMARANG
Sri Sumiyani
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRACT
The common disease which is associated with babies is acute respiratory infections (ARI).
This is an infection that attacks the respiratory tract from the nose to the alveoli for less than 14 days.
There are several influencing factors of this disease. which under lies the researcher to do a resears
about the factors related to the incidence of acute respiratory infection in babies. The purpose of this
study is to find the factors related to the incidence of acute respiratory infection in babies at Sruwen
Village Tengaran Sub-district Semarang Regency.
This study used a descriptive correlative design with cross-sectional approach. The data
sampling used the simple random sampling technique, in which the population in this study was 162
respondents and obtained the samples of 62 respondents. The bivariate analysis used the chi-square
test.
The results of this study indicated that there was a correlation between the home ventilation
and the incidences of ARI in babies with p-value of 0.024 (p <0.05), there is no correlation between
the roles of family and the incidences of ARI in babies with p-value of 0.332 (p> 0.05), there is a
correlation between home environmental sanitation at home and the incidence of ARI in babies with
p-value of 0.004 (p <0.05).
Based on the results of this study it is known that the factors of ventilation and environmental
sanitation at home a correlation, while the roles of family have are not correlated with the incidences
of acute respiratory infection.
Keywords: Home ventilation, role of family, home environmental sanitation at home
PENDAHULUAN
Derajat kesehatan sangat penting dalam
menggambarkan profil kesehatan masyarakat
di suatu daerah. Dalam menilai derajat
kesehatan masyarakat, digunakan indikator
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka
Kematian Ibu (AKI). Faktor-faktor yang
memengaruhi derajat kesehatan masyarakat
tidakhanya berasal dari sektor kesehatan
melainkan juga dipengaruhi oleh faktor
ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial,
keturunan, dan faktor lainnya seperti
program Safe Motherhood Initiative, program
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), program
Maternal and Neonatal Tetanus Elimination
(MNTE), dan program Pemberantasan
Penyakit Menular (Depkes RI, 2013).
Usia anak Balita (Bawah Tiga Tahun)
merupakan usia yang sangat menentukan
perkembangan seorang anak di masa depan.
Masa tiga tahun ini menetapkan dasar
perkembangan emosional, sosial, pertumbuhan
fisik dan kesehatannya. Namun usia batita
merupakan usia yang rentan terhadap penyakit
yang tidak jarang mengakibatkan kematian.
Sebagian besar penyebab kesakitan dan
kematian tersebut dikarenakan penyakit seperti
diare, malaria, campak dan malnutrisi serta
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
(WHO, 2008).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat
berlangsung sampai 14 hari, dimana secara
klinis tanda dan gejala akut akibat infeksi
terjadi di setiap bagian saluran pernafasan
tidak lebih dari 14 hari. Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas penyakit
menular di dunia pada bayi dan anak-anak
terutama di negara-negara dengan pendapatan
perkapita rendah dan menengah (WHO, 2007).
Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
1
Setiap tahun kematian akibat ISPA di
Indonesia sekitar 30% dari total kematian
balita. Insiden ISPA khususnya Pnemonia di
Indonesia tiap tahun sekitar 10%-20% atau
2,33 juta-4,66 juta kasus. Menurut Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2007, angka kesakitan ISPA menduduki
peringkat ketiga sebesar 24%, setelah penyakit
gigi dan mulut sebesar 60% dan penyakit
Refraksi dan Penglihatan sebesar 31%
(Rachmad, 2011).
Persentase penemuan dan penanganan
penderita pneumonia pada balita tahun 2013
sebesar 24,74% lebih sedikit dibanding
tahun 2012 (25,5%). Jumlah kasus yang
ditemukan sebanyak 64.242 kasus, angka
ini masih sangat jauh dari target Standar
Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2011
(100%) ( Profil Kesehatan Jawa Tengah,
2013).
Faktor risiko yang dapat mempengaruhi
kejadian ISPA pada umumnya adalah faktor
sosio-demografi, biologis, perumahan dan
kepadatan serta polusi. Faktor sosio-demografi
meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan orang
tua, dan penghasilan keluarga. Faktor biologi
meliputi status gizi, pemberian ASI eksklusif.
Faktor polusi dalam ruangan meliputi tidak
adanya cerobong asap, kebiasaan ayah
merokok dan adanya perokok selain ayah.
Faktor perumahan dan kepadatan meliputi
keadaan lantai, dinding, jumlah penghuni
kamar yang melebihi dua orang, dan ventilasi
rumah (Muttaqin, 2008).
Ventilasi adalah tempat sebagai proses
penyediaan udara segar ke dalam dan
pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan
tertutup secara alamiah maupun mekanis.
Ventilasi rumah berfungsi untuk proses
penyediaan udara segar dan pengeluaran udara
kotor secara alamiah atau mekanis. Hal ini
berarti keseimbangan O2 (oksigen) yang
diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap
terjaga.
Kurangnya
ventilasi
akan
menyebabkan kurangnya O2 (oksigen) di
dalam rumah yang berarti kadar CO2
(karbondioksida) yang bersifat racun akan
meningkat. Tidak cukupnya ventilasi juga akan
menyebabkan kelembaban udara di dalam
ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban ini akan merupakan media yang
baik untuk bakteri-bakteri penyebab penyakit
(Notoatmodjo, 2007).
2
Salah satu bagian rumah yang terabaikan
adalah adanya ventilasi dalam kamar tidur.
Syarat ventilasi sesuai standar bangunan
nasional adalah luas bersih dari jendela atau
lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10 dari
luas lantai ruangan, jendela atau lubang hawa
harus meluas ke arah atas sampai setinggi
minimal 1,95 meter dari permukaan lantai, dan
adanya adanya lubang hawa yang berlokasi di
bawah
langit-langit
sekurang-kurangnya
0,35% luas lantai yang bersangkutan (Mukono,
2006). Factor lain yang mempengaruhi ISPA
antara lain peran keluarga.
Peran adalah serangkaian perilaku yang
diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang
diberikan atau posisi individu didalam
masyarakat. Dalam setiap posisi terdapat
sejumlah peran yang masing-masing terdiri
dari kesatuan perilaku yang kurang lebih
bersifat homogen dan didefenisikan menurut
kultur sebagaimana yang diharapkan dalam
posisi atau status (Friedman, 2008).
Peran orang tua dalam pencegahan ISPA
pada balita termasuk dalam peran orang tua
dalam perawatan anak. Peran aktif orang tua
dalam pencengahan ISPA sangat diperlukan
karena yang biasa terkena dampak ISPA
adalah usia balita dan anak-anak yang
kekebalan tubuhnya masih rentan terkena
infeksi. Sehingga diperlukan peran orang tua
dalam menangani hal ini. Orang tua harus
mengerti tentang dampak negatif dari penyakit
ISPA seperti ISPA ringan bisa menjadi
Pneumonia
yang
kronologisnya
dapat
mengakibatkan kematian, jika tidak segera
ditangani. Pencegahan kejadian ISPA ini tidak
terlepas dari peran orang tua yang harus
mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. ISPA
dapat dicegah dengan mengetahui penyakit
ISPA, mengatur pola makan balita,
menciptakan lingkungan yang nyaman, dan
menghindar faktor pencetus (Dinkes, 2010).
Sanitasi merupakan usaha kesehatan
masyarakat yang menitikberatkan pada
penguasaan
terhadap
berbagai
factor
lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan. Sanitasi rumah adalah usaha
kesehatan masyarakat yang menitikberatkan
pada penguasaan terhadap faktor fisik dimana
orang menggunakan untuk tempat berlindung
yang mempengaruhi derajat kesehatan
manusia. Penyakit atau gangguan saluran
pernapasan
dipengaruhi
oleh
kondisi
lingkungan yang buruk. Lingkungan yang
buruk tersebut dapat berupa kondisi fisik
Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
perumahan yang tidak mempunyai syarat
seperti
ventilasi,
kepadatan
penghuni,
penerangan dan pencemaran udara dalam
rumah. Lingkungan perumahan sangat
berpengaruh terhadap terjadinya ISPA (Ranuh,
2007).
Rumah sehat merupakan salah satu sarana
untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimum. Untuk memperoleh rumah yang
sehat ditentukan oleh tersedianya sarana
sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah
usaha
kesehatan
masyarakat
yang
menitikberatkan pada pengawasan terhadap
struktur fisik dimana orang menggunakannya
untuk tempat tinggal berlindung yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Rumah juga merupakan salah satu bangunan
tempat tinggal yang harus memenuhi kriteria
kenyamanan, keamanan dan kesehatan guna
mendukung penghuninya agar dapat bekerja
dengan produktif (Arifin, 2009).
Hasil penelitian Suhandayani (2007)
meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian ISPA di Puskesmas Pati I Kabupaten
Pati. Faktor yang mempengaruhi kejadian
ISPA antara lain pemberian ASI eksklusif,
kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang
tidur, keberadaan anggota keluarga yang
merokok, keberadaan anggota keluarga yang
menderita ISPA menyimpulkan bahwa ada
hubungan antara faktor tersebut dengan
kejadian ISPA di Puskesmas Pati Kabupaten
Pati.
Desa Sruwen merupakan salah satu
daerah yang berada di lingkup Kecamatan
Tengaran termasuk daerah industri di
Kabupaten Semarang. Hal tersebut ditandai
dengan banyaknya berdiri pabrik seperti rokok,
garment, kayu lapis, krupuk, tahu, mebel dan
sebagainya. Keberadaan industri tersebut
didorong oleh lokasi desa ini yang strategis
yaitu berdekatan dengan jalan utama (provinsi)
sehingga mempermudah akses industri.
Keberadaan pabrik ini membawa pengaruh
positif bagi masyarakat yaitu meningkatkan
pendapatan, namun demikian juga membawa
dampak negatif diantaranya pencemaran
khususnya pencemaran udara yang berasal dari
asap limbah pabrik. Pencemaran udara dan
pola hidup masyarakat yang banyak menghisab
rokok memicu terjadinya penyakit ISPA
terutama pada anak-anak.
Hasil pencarian data yang dilakukan di
Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang
pada tanggal 5 Mei 2014 dengan melakukan
identifikasi data jumlah bayi usia 0-12 bulan
dan bayi usia 0-12 bulan penderita ISPA di
Desa Sruwen pada bulan Februari 2014 jumlah
bayi usia 0-12 bulan sebanyak 111 bayi dan
penderita ISPA sebanyak 62 bayi (56,0%),
bulan Maret 2014 jumlah bayi usia 0-12 bulan
sebanyak 132 bayi dan penderita ISPA
sebanyak 63 bayi (48,0%) dan bulan April
2014 jumlah bayi usia 0-12 bulan sebanyak
162 bayi dan penderita ISPA sebanyak 78 bayi
(55,0%). Data tersebut menunjukkan bahwa
kejadian ISPA di Desa Sruwen Kecamatan
Tengaran meningkat setiap bulan dan tahun
dengan persentase yang cukup tinggi.
Dari hasil studi pendahuluan yang
dilakukan
di
desa
sruwen
dengan
menggunakan kuesioner yang berisi 9 butir
pertanyaan dengan 3 soal tentang ventilasi, 3
soal tentang peran keluarga dan 3 soal tentang
sanitasi lingkungan rumah. Dari 10 responden,
didapatkan hasil bahwa 6 responden yang
pernah mengalami ISPA 3 diantaranya kondisi
ventilasi, peran keluarga dan sanitasi
lingkungan rumah baik. Sedangkan 2
responden yang mengalami ISPA diantaranya
kondisi ventilasi, peran keluarga dan sanitasi
lingkungan rumah tidak baik. 1 responden
yang mengalami ISPA kondisi ventilasi dan
peran keluarga baik, tetapi sanitasi lingkungan
rumah tidak baik. Kemudian 4 responden yang
tidak mengalami ISPA 2 diantaranya tiga
faktor tersebut baik dan 2 lainnya kondisi
ventilasi tidak baik, peran keluarga baik tetapi
sanitasi tidak baik. Dengan demikian peneliti
menyimpulkan hasil bahwa masih banyak bayi
yang mengalami ISPA meskipun ventilasi,
peran keluarga, dan sanitasi lingkungan rumah
baik.
Berdasarkan fenomena di atas maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan mengambil judul “Faktor-faktor
lingkungan yang berhubungan dengan kejadian
ISPA pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa
Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten
Semarang”.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif korelasi. Penelitian ini dilakukan
untuk melihat faktor-faktor lingkungan yang
berhubungan dengan kejadian ISPA pada bayi
usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kecamatan
Tengaran Kabupaten Semarang.
Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
3
Rancangan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan
cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2010),
dalam cross sectional variabel sebab atau
risiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada
objek penelitian di ukur atau dikumpulkan
secara simultan (dalam waktu yang
bersamaan). Variabel dalam penelitian ini
yaitu ventilasi, peran keluarga dan sanitasi
lingkungan rumah serta kejadian ISPA
Analisis Data
Analisis Univariat
Analisis univariat dalam penelitian ini
bertujuan
untuk
menjelaskan
atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
penelitian. Adapun variabel yang di analisis
adalah ventilasi, peran keluarga dan sanitasi
lingkungan rumah serta kejadian ISPA
kemudian data disajikan dalam bentuk
distribusi frekuensi.
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah bayi
usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kecamatan
Tengaran Kabupaten Semarang dengan jumlah
populasi 162 bayi.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah bayi
usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kecamatan
Tengaran Kabupaten Semarang yang dihitung
dengan menggunakan rumus Slovin. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah
62 responden.
Metode Pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah menggunakan metode
simple
random
sampling
dengan
memperhatikan kriteria inklusi maupun kriteria
eksklusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini,
yaitu: 1) Bayi yang mendapatkan ASI; 2) Bayi
yang tidak mempunyai riwayat BBLR; 3)
Keluarga bayi yang mempunyai hubungan
dekat dengan bayi tersebut.
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini,
yaitu: Bayi yang sedang menjalani perawatan
intensif
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
pada tanggal 18-21 Agustus 2014
Pengumpulan Data
Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan
digunakan dalam penelitian
kuesioner.
4
data yang
ini berupa
Analisis Bivariat
Analisis bivariat diperlukan untuk
menjelaskan hubungan dua variabel yaitu
antara variabel bebas dengan variabel terikat
(Budiharto, 2008). Analisis bivariat pada
penelitian ini digunakan untuk melihat faktorfaktor apakah yang berhubungan dengan
kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan.
Analisis data dilakukan dengan chi-square
melalui bantuan program komputer.
HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
Ventilasi Rumah
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ventilasi
Rumah di Desa Sruwen Kec. Tengaran
Kab. Semarang, 2014
Ventilasi
Frekuensi Persentase (%)
Rumah
Tidak Baik
42
67,7
Baik
20
32,3
Jumlah
62
100,0
Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui
bahwa ventilasi rumah di Desa Sruwen Kec.
Tengaran Kab. Semarang, sebagian besar
dalam kategori tidak baik, yaitu sejumlah 42
orang (67,7%).
Peran Keluarga pada Bayi Usia 0-12 Bulan
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Peran
Keluarga pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa
Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang,
2014
Peran
Frekuensi
Persentase
Keluarga
(%)
Tidak Baik
11
17,7
Baik
51
82,3
Jumlah
62
100,0
Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui
bahwa keluarga di Desa Sruwen Kec.
Tengaran Kab. Semarang, sebagian besar
memiliki peran yang baik pada bayi usia 0-12
bulan, sejumlah 51 orang (82,3%).
Sanitasi Rumah
Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sanitasi
Rumah di Desa Sruwen Kec. Tengaran
Kab. Semarang, 2014
Sanitasi
Frekuensi
Persentase
Rumah
(%)
Tidak Baik
18
29,0
Baik
44
71,0
Jumlah
62
100,0
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui
bahwa sanitasi rumah di Desa Sruwen Kec.
Tengaran Semarang, sebagian besar dalam
kategori baik, sejumlah 44 orang (71,0%).
Kejadian ISPA
Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian
ISPA di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab.
Semarang, 2014
Kejadian ISPA Frekuensi Persentase
(%)
ISPA
36
58,1
Tidak ISPA
26
41,9
Jumlah
62
100,0
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui
bahwa sebagian besar bayi usia 0-12 di Desa
Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang
mengalami kejadian ISPA, sejumlah 36 bayi
(58,1%).
Analisis Bivariat
Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA
Tabel 5.
Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen
Kec. Tengaran Kab. Semarang, 2014
Kejadian ISPA
Total
Ventilasi Rumah
ISPA
Tidak ISPA
P-value
OR
f
%
f
%
f
%
Tidak Baik
29
69,0
13
31,0
42
100
0,024
4,143
Baik
7
35,0
13
65,0
20
100
Jumlah
36
58,1
26
41,9
62
100
Berdasarkan uji Chi Square (Continuity
Correction) diperoleh p-value 0,024. Oleh
karena p-value = 0,024 < α (0,05), disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada
bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kec.
Tengaran Kab. Semarang. Dari hasil uji juga
diperoleh nilai Odds ratio sebesar 4,143, ini
berarti bahwa bayi dengan ventilasi rumah
tidak baik beresiko 4,143 kali lebih besar
mengalami ISPA dibandingkan bayi dengan
ventilasi rumah baik.
Hubungan Peran Keluarga dengan Kejadian ISPA
Tabel 6.
Hubungan Peran Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia
Kec. Tengaran Kab. Semarang, 2014
Kejadian ISPA
Peran Keluarga
ISPA
Tidak ISPA
f
%
f
%
Tidak Baik
8
72,7
3
27,3
Baik
28
54,9
23
45,1
Jumlah
36
58,1
26
41,9
Berdasarkan uji Fisher Exact diperoleh pvalue 0,332. Oleh karena p-value = 0,332 > α
(0,05), disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
0-12 Bulan di Desa Sruwen
Total
f
11
51
62
%
100
100
100
P-value
0,332
yang signifikan antara peran keluarga dengan
kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan di
Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang.
Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
5
Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA
Tabel 7.
Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen
Kec. Tengaran Kab. Semarang, 2014
Kejadian ISPA
Total
Sanitasi Rumah
ISPA
Tidak ISPA
P-value
OR
f
%
f
%
f
%
Tidak Baik
16
88,9
2
11,1
18
100
0,004
9,600
Baik
20
45,5
24
54,5
44
100
Jumlah
36
58,1
26
41,9
62
100
Berdasarkan uji Chi Square (Continuity
Correction) diperoleh p-value 0,004. Oleh
karena p-value = 0,004 < α (0,05), disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada
bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kec.
Tengaran Kab. Semarang. Dari hasil uji juga
diperoleh nilai Odds ratio sebesar 9,600, ini
berarti bahwa bayi dengan sanitasi rumah tidak
baik beresiko 9,600 kali lebih besar mengalami
ISPA dibandingkan bayi dengan sanitasi
rumah baik.
PEMBAHASAN
Gambaran Ventilasi Rumah di Desa
Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten
Semarang
Ventilasi rumah yang tidak baik di Desa
Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten
Semarang dikarenakan kurang efektifnya
indicator cross ventilation atau aliran udara
yang masuk melalui jendela kurang efektif, hal
ini dibuktikan berdasarkan penelitian yang
dilakukan peneliti didapatkan hasil 50%
responden tidak membuka jendela pada saat
pagi hari dan juga masih banyak d jumpai
ventilasi yang terhalang oleh benda besar
seperti lemari, dinding, sekat rumah, dll. Pada
indicator luas ventilasi peneiti menarik hasil
bahwa 32% responden memiliki luas ventilasi
rumah yang kurang dari 10% luas lantai, untuk
keefektifan ventilasi sudah didapatkan hasil
bahwa 100% responden memiliki ventilasi
udara didalam kamar atau ruangan, tetapi
masih ada sekitar 10% rumah yang memiliki
ventilasi kamar tidak bisa dibuka atau hanya
dengan kaca saja.
Rumah dengan luas ventilasi yang tidak
memenuhi syarat kesehatan akan membawa
pengaruh bagi penghuninya. Luas ventilasi
rumah yang <10% dari luas lantai (tidak
memenuhi
syarat
kesehatan)
akan
mengakibatkan berkurangnya
konsentrasi
6
oksigen (O2) di dalam rumah yang berarti
kadar karbondioksida (CO2) yang bersifat
racun bagi penghuninya menjadi meningkat.
Di samping itu tidak cukupnya ventilasi juga
akan menyebabkan peningkatan kelembaban
ruangan karena terjadinya proses penguapan
cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban
ruangan yang menjadi tinggi akan menjadi
media yang baik untuk tumbuh dan
berkembagbiaknya bakteri-bakteri pathogen
termasuk kuman (Notoatmodjo,2007).
Selain itu, luas ventilasi yang tidak
memenuhi
syarat
kesehatan
akan
mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran
aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke
dalam rumah, akibatnya kuman yang ada di
dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut
terhirup bersama udara pernapasan dan akan
mengakibatkan terjadinya infeksi saluran
pernapasan (ISPA) (Notoatmodjo, 2007).
Gambaran Peran Keluarga di Desa Sruwen
Kecamatn Tengaran Kabupaten Semarang
Peran keluarga di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
termasuk dalam kategori baik, berdasarkan
hasil pengisian instrument penelitian yang
telah dikumpulkan peneliti, maka peneliti
menggambarkan pada indicator peran keluarga
dalam mengatur pola makan anak masih
dijumpai banyak yang kurang memperhatikan
hal tersebut, pada indicator menciptakan
kenyamanan lingkungan adalah hal kedua yang
kurang diperhatikan karena masih banyak
ditemukan rumah yang tidak tertata, hal
selanjutnya yang kurang diperhatikan adalah
pada indicator menghindarkan bayi dari factor
pencetus terjadinya masalah kesehatan, hal ini
dibuktikan dengan beberapa bayi yang
digendong oleh keluarga nya saat orang
tersebut masih merokok sehingga ini akan
mencetuskan adanya masalah kesehatan pada
saluran pernapasan (ISPA).
Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
Peran orang tua dalam pencegahan ISPA
pada balita termasuk dalam peran orang tua
dalam perawatan anak. Peran aktif orang tua
dalam pencengahan ISPA sangat diperlukan
karena yang biasa terkena dampak ISPA
adalah usia balita dan anak-anak yang
kekebalan tubuhnya masih rentan terkena
infeksi. Sehingga diperlukan peran orang tua
dalam menangani hal ini. Orang tua harus
mengerti tentang dampak negatif dari penyakit
ISPA seperti ISPA ringan bisa menjadi
Pneumonia
yang
kronologisnya
dapat
mengakibatkan kematian, jika tidak segera
ditangani.
Menurut Friedman (2008), Peran adalah
serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan atau posisi
individu didalam masyarakat. Dalam setiap
posisi terdapat sejumlah peran yang masingmasing terdiri dari kesatuan perilaku yang
kurang lebih bersifat homogen
dan
didefenisikan menurut kultur sebagaimana
yang diharapkan dalam posisi atau status.
Gambaran Sanitasi Lingkungan Rumah di
Desa Sruwen Kecamatan Tengaran
Sanitasi lingkungan rumah di Desa
Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten
Semarang rata-rata sudah masuk dalam
kategori baik, berdasarkan pemenuhan
indicator yang diperoleh dari hasil pengisian
instrument
penelitian
maka
peneliti
menggambarkan pada indicator suhu rumah
banyak dari responden yang mengisikan pada
hasil yang tidak baik, seperti yang kita ketahui
bahwa suhu yang lembab akan menjadikan
bayi balita lebih rentan akan terjadinya
masalah kesehatan pada saluran pernapasan
atau ISPA. Indikator selanjutnya yang masih
memiliki hasil kurang baik adalah pengolahan
limbah, hal ini karena banyak dijumpai tempat
pembuangan air limbah dan atau sampah
memiliki jarak yang dekat dari rumah.
Indicator perilaku juga kurang diperhatikan
yaitu beberapa responden masih didapatkan
perilaku membuang sampah yang dilakukan
tidak benar, mereka cenderung masih
membuang sampah tidak pada tempatnya dan
perilaku membuka jendela juga hanya
dilakukan pada saat hari libur saja bahkan ada
yang sama sekali tidak membuka jendela
dengan alasan terkadang lupa menutup jendela
kembali.
Menurut Notoatmodjo (2007), yang
dimaksud sanitasi lingkungan rumah adalah
status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran,
penyediaan air bersih dan sebagainya.
Ranuh (2007) juga menyatakan bahwa
sanitasi
merupakan
usaha
kesehatan
masyarakat yang menitikberatkan pada
penguasaan
terhadap
berbagai
factor
lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan. Sanitasi rumah adalah usaha
kesehatan masyarakat yang menitikberatkan
pada penguasaan terhadap faktor fisik dimana
orang menggunakan untuk tempat berlindung
yang mempengaruhi derajat kesehatan
manusia. Penyakit atau gangguan saluran
pernapasan
dipengaruhi
oleh
kondisi
lingkungan yang buruk. Lingkungan yang
buruk tersebut dapat berupa kondisi fisik
perumahan yang tidak mempunyai syarat
seperti
ventilasi,
kepadatan
penghuni,
penerangan dan pencemaran udara dalam
rumah. Lingkungan perumahan sangat
berpengaruh terhadap terjadinya ISPA.
Gambaran Kejadian ISPA di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
Tingginya angka kejadian ISPA di Desa
Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten
Semarang
dapat
peneliti
simpulkan
berdasarkan hasil dari instrument penelitian
yang disediakan peneliti untuk membantu
mengidentifikasi bayi yang pernah mengalami
ISPA ataupun bayi yang hanya batuk pilek
biasa atau tidak ISPA. Hasil penelitian
didapatkan lebih dari 50% bayi telah
mengalami ISPA, hal ini ditandai dengan
banyaknya responden yang menjawab
pertanyaan kedua yaitu tentang lama dari batuk
pilek tersebut yang lebih dari 3 hari hingga 14
hari. Rata-rata dari responden menjelaskan
bahwa bayi nya batuk pilek terkadang disertai
demam selama ±5 sampai 6 hari, dan keluarga
langsung membawa bayi kepada Bidan desa
saat bayi mengalami gejala selama lebih dari 3
hari.
Menurut
Muttaqin
(2008),
ISPA
merupakan proses inflamasi yang terjadi pada
setiap bagian saluran pernapasan atas maupun
bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan
edema
mukosa,
kongestif
vaskuler,
bertambahnya sekresi mukus serta perubahan
struktur fungsi siliare.
Faktor risiko yang dapat mempengaruhi
kejadian ISPA pada umumnya adalah faktor
sosio-demografi, biologis, perumahan dan
kepadatan serta polusi. Faktor sosio-demografi
Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
7
meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan orang
tua, dan penghasilan keluarga. Faktor biologi
meliputi status gizi, pemberian ASI eksklusif.
Faktor polusi dalam ruangan meliputi tidak
adanya cerobong asap, kebiasaan ayah
merokok dan adanya perokok selain ayah.
Faktor perumahan dan kepadatan meliputi
keadaan lantai, dinding, jumlah penghuni
kamar yang melebihi dua orang, dan ventilasi
rumah (Muttaqin, 2008).
Nelson (2003) juga mengatakan tanda dan
gejala ISPA banyak bervariasi antara lain
demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia
(tidak nafsu makan), vomitus (muntah),
photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk,
keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea
(kesakitan bernafas), retraksi suprasternal
(adanya tarikan dada), hipoksia (kurang
oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas
apabila tidak mendapat pertolongan dan
mengakibatkan kematian.
Hubungan Ventilasi Rumah dengan
Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12 bulan
di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang
Berdasarkan uji Chi Square (Continuity
Correction) diperoleh p-value 0,024. Oleh
karena p-value = 0,024 < α (0,05), disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada
bayi usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kec.
Tengaran Kab. Semarang. Dari hasil uji juga
diperoleh nilai Odds ratio sebesar 4,143, ini
berarti bahwa bayi dengan ventilasi rumah
tidak baik beresiko 4,143 kali lebih besar
mengalami ISPA dibandingkan bayi dengan
ventilasi rumah baik.
Menurut Muttaqin (2008) faktor risiko
yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada
umumnya adalah faktor sosio-demografi,
biologis, perumahan dan kepadatan serta
polusi. Faktor sosio-demografi meliputi usia,
jenis kelamin, pendidikan orang tua, dan
penghasilan keluarga. Faktor biologi meliputi
status gizi, pemberian ASI eksklusif. Faktor
polusi dalam ruangan meliputi tidak adanya
cerobong asap, kebiasaan ayah merokok dan
adanya perokok selain ayah. Faktor perumahan
dan kepadatan meliputi keadaan lantai,
dinding, jumlah penghuni kamar yang
melebihi 2 orang, dan ventilasi rumah.
8
Hubungan
Peran
Keluarga
dengan
Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12 bulan
di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang
Berdasarkan uji Fisher Exact diperoleh pvalue 0,332. Oleh karena p-value = 0,332 > α
(0,05), disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara peran keluarga dengan
kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan di
Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang.
Peran aktif keluarga dan masyarakat
dalam menangani ISPA sangat penting karena
penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada
sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga.
Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh
kita semua karena penyakit ini banyak
menyerang balita, sehingga ibu balita dan
anggota keluarga yang sebagian besar dekat
dengan balita mengetahui dan terampil
menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya
sakit. Keluarga juga perlu mengetahui serta
mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan
kapan mencari pertolongan dan rujukan pada
sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak
balitanya tidak menjadi lebih berat.
Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan
dengan jelas bahwa peran keluarga dalam
praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA
sangatlah penting, sebab bila praktek
penanganan ISPA tingkat keluarga yang
kurang atau buruk akan berpengaruh pada
perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi
bertambah berat. Dalam penanganan ISPA
tingkat keluarga keseluruhannya dapat
digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu:
perawatan penunjang oleh ibu balita, tindakan
yang segera dan pengamatan tentang
perkembangan penyakit balita, dan pencarian
pertolongan pada pelayanan kesehatan.
Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah
dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12
bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang
Berdasarkan uji Chi Square (Continuity
Correction) diperoleh p-value 0,004. Oleh
karena itu p-value = 0,004 < α (0,05),
disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara sanitasi lingkungan rumah
dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-12
bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang. Dari hasil uji juga
diperoleh nilai Odds ratio sebesar 9,600, ini
berarti bahwa bayi dengan sanitasi lingkungan
rumah yang tidak baik beresiko 9,600 kali
Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
lebih besar mengalami ISPA dibandingkan
bayi dengan sanitasi rumah yang baik.
Rumah yang tidak sehat merupakan
penyebab dari rendahnya taraf kesehatan
jasmani dan rohani yang memudahkan
terjangkitnya penyakit dan mengurangi
dayakerja atau daya produktif seseorang.
Rumah tidak sehat ini dapat menjadi reservoir
penyakit bagi seluruh lingkungan, jika kondisi
tidak sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi
pada
kumpulan
rumah
(lingkungan
pemukiman).
Timbulnya
permasalahan
kesehatan di lingkungan pemukiman pada
dasarnya
disebabkan
karena
tingkat
kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah,
karena
rumah
dibangun
berdasarkan
kemampuan
keuangan
penghuninya
(Notoatmodjo, 2003).
Keterbatasan Penelitian
Peneliti mengalami kesulitan saat
melakukan penelitian dengan tehnik door to
door, banyak responden yang tidak dirumah
saat peneliti mendatangi rumah responden
sehingga peneliti harus mendatangi ulang
rumah responden tersebut.
Karena keterbatasan waktu penelitian
maka peneliti menambah 2 orang asisten
peneliti untuk membantu proses penelitian.
KESIMPULAN
Terdapat hubungan yang signifikan antara
ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada
bayi di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang dengan p-value = 0,024
< α (0,05)
Tidak ada hubungan yang signifikan
antara peran keluarga dengan kejadian ISPA
pada bayi di Desa Sruwen Kecamatan
Tengaran Kabupaten Semarang dengan pvalue = 0,332 > α (0,05).
Terdapat hubungan yang signifikan antara
sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian
ISPA pada bayi usia 0-12 bulan di Desa
Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten
Semarang dengan p-value = 0,004 < α (0,05).
SARAN
Bagi para Ibu yang mempunyai bayi di
Desa diharapkan dapat melakukan pencegahan
penyakit dengan selalu memperhatikan
keadaan ventilasi rumah, sanitasi lingkungan
rumah, dan selalu memperhatikan kesehatan
dengan mencukupi kebutuhan nutrisi bayi, hal
ini bertujuan untuk menghindarkan bayi
dengan adanya masalah kesehatan infeksi
saluran pernafasan atau ISPA.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan tentang pencegahan
kejadian ISPA pada balita sehingga tenaga
keperawatan dapat memberikan rujukan dalam
pencegahan ISPA pada balita.
Dalam pelayanan kesehatan agar bisa
menggalangkan kerjasama dengan lintas sector
yang terdekat dengan masyarakat, dalam upaya
penyuluhan ataupun penegasan kembali
tentang ISPA pada bayi dan balita. Mengingat
kejadian ISPA pada bayi balita masih
menduduki peringkat pertama dari sepuluh
besar penyakit maka upaya ini bisa dilakukan
dengan memberikan penyuluhan sederhana
tentang pencegahan ISPA pada bayi yang bisa
diberikan pada ibu setelah melahirkan maupun
ibu yang membawa bayi nya ke puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Agustama, 2005. Kajian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut ISPA) Pada Balita di
Kota Medan dan Kabupaten Deli
Serdang. Tesis USU
[2] Almatsier, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
[3] Arifin, 2009. Sanitasi lingkungan.
Diakses
dari:http://inspeksisanitasi.
blogspot.com/2014/05/sanitasilingkungan.html
[4] Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
[5] Budiharto, 2008. Biostatika untuk
kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : EGC
[6] Depkes RI, 2007. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta.
[7] Depkes RI, 2010. Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan. Tahun 20102014
[8] Dharmage, 2009. Risk factor of acute
lower tract infection in children under
five years of age. Medical Public Health.
[9] Dinkes, 2003. Indikator Indonesia Sehat
2010 dan Pedoman Penetapan. Indikator
Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
9
Provinsi Sehat
Sehat. Jakarta
dan
Kabupaten/Kota
[10] Effendy, 2004. Dasar-dasar keperawatan,
kesehatan
masyarakat.
Edisi
2.
Jakarta: EGC.
[24] Rahajoe, 2008. Buku Ajar Respirologi
Anak. Edisi Pertama. Badan. Penerbit
IDAI. Jakarta.
[25] Ranuh, 2007. Pedoman Imunisasi di
Indonesia, Jakarta: Satgas Imunisasi-IDAI
[11] Friedman, 2008. Keperawatan Keluarga
Teori dan Praktik. Edisi 3. Jakarta : EGC
[26] Sediaoetomo 1987. Ilmu Gizi Jilid 2.
Jakarta : EGC
[12] Friedman, 2008. Keperawatan Keluarga
Teori dan Praktik. Edisi 3. Jakarta : EGC
[27] Smeltzer & Bare, 2007. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
[13] Grodner et al, 2000. Nutrition and
nursing. St. Lois:Mosby, inc.
[14] Kementerian Kesehatan Prov. Jateng.
2008. Profil Kesehatan Jawa Tengah
2008. Semarang
[15] Kozier 2005. Prosedur Perawatan di
Rumah: Pedoman untuk. Perawat.
Jakarta: EGC
[16] Lamsidi, 2003. Hubungan Kondisi
Kesehatan Lingkungan Pemondokan
Dengan Kejadian ISPA di Pondok
Pesantren Sabilal Muhtadin Desa Jaya
Karet Kecamatan Mentaya Hilir Selatan
Propinsi Kalimantan Tengah. Semarang :
Skripsi tidak dipublikasikan.
[17] Mukono, 2006. Prinsip Dasar Kesehatan
Lingkungan. Surabaya : Airlangga
University Press,
[18] Muttaqin, 2008. Asuhan Keperawatan
Klien
dengan
Gangguan
Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
[19] Nelson, 2003. Ilmu kesehatan anak.
Jakarta: EGC
[20] Notoatmodjo 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Penerbit PT. Rineka Cipta.
[21] Notoatmodjo, 2007. Promosi Kesehatan
Teori dan Aplikasi. Jakarta :Rineka Cipta
[22] Nursalam, 2011. Metodologi penelitian,
Jakarta :Pustaka pelajar
[23] Rachmad, 2009. Insiden ISPA di
Indonesia. From www.indomedia.com.
10
[28] Sugiyono,
2007.
Statistika
Penelitian. Bandung: Alfabeta.
untuk
[29] Suhandayani, 2007. Faktor-faktor yang
mempengaruhi
kejadian
ISPA
di
Puskesmas Pati I Kabupaten Pati. Skripsi
UNNES.
[30] Sulistijani & Herlianty 2001. Menjaga
Kesehatan bayi dan balita, Jakarta : Puspa
Swara.
[31] Sumirta 2005. Hubungan antara aktivitas
fisik dengan depresi pada lansia di Panti
Pelayanan Lanjut Usia “Wana Seraya”
Denpasar. Jurnal Ilmiah Keperawatan
Vol. 2. No 1. Juni 2009.
[32] Swarjana, 2012. Metodologi Penelitian
Kesehatan, Yogyakarta : Andi. Offset
[33] Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2009. Tentang Kesehatan
[34] WHO.
2007.
Pencegahan
dan
Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan
Akut ISPA) yang Cenderung Menjadi
Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
Geneva. Alih
Bahasa:
Trust
Indonesia.
http://www.who.int/csr/resources/publicat
ions/WHO_CDS_EPR_2007_8bahasa.pdf
[35] WHO. 2008.
Global Health Risk.
Mortality and Burden of
Disease
Attributable to Selected Major Risks.
Geneva.
http://www.
who.int/healthinfo/global_burden_disease
/GlobalHealthRisks_report_full.pdf
Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
Download