Aspek Kimiawi, Fisiologis, dan Patologis dari pH pada Kanker Kelangsungan hidup sel bergantung pada pengaturan keseimbangan asam basa. Dengan adanya produksi CO2 respiratorik dan asam laktat yang intensif, sel kanker dapat terpapar aliran perubahan asam basa secara terus menerus, yang akan mengganggu pH bila tidak dikoreksi. Cadangan situs pengikatan H+ di seluler yang cukup besar dapat menjadi penyangga perubahan pH, namun, bila sendirian, tidak cukup adekuat untuk meregulasi pH intraseluler. Untuk menstabilkan pH intraseluler pada kadar yang diinginkan, sel mengendalikan lalu lintas perpindahan trans-membran dari ion H+ (atau ekuivalen kimianya misalnya HCO3-) menggunakan transporter khusus yang sensitif terhadap pH. Pada tumor yang perfusinya buruk, mekanisme reaksi-difusi tambahan yang melibatkan enzim karbonik anhidrase (CA) akan mengendalikan pH ekstraseluler secara lebih halus. Kemampuan ion H+ untuk mengubah kondisi ionisasi dari protein mendasari sensitivitas pH dari perilaku seluler, termasuk proses kunci dalam pembentukan kanker dan metastasis (proliferasi, siklus sel, transformasi, migrasi). Metabolisme yang meningkat, coupling difusi sel ke kapiler yang melemah, dan adaptasi yang melibatkan transporter ekuivalen H+/ H+ dan CA ekstraseluler akan memberikan kesempatan sel kanker untuk memanipulasi keasaman lingkungan mikro, yang merupakan ciri khas kanker. Lewat instabilitas genetik, struktur dalam sel yang berguna untuk meregulasi dan mendeteksi pH dapat beradaptasi terhadap keasaman ekstraseluler, menyebabkan progresivitas penyakit menjadi meningkat. Potensi terapi untuk mengganggu sekuens ini yang menargetkan transporter ekuivalen H+/ H+, penyangga, atau CA sedang diinvestigasi, menggunakan antibodi monoklonal dan penghambat molekul-kecil. 1. Pendahuluan Ion hidrogen (H+) (atau proton) adalah ion yang meskipun paling kecil, namun merupakan ion yang paling reaktif yang ada dalam tubuh organisme hidup. Semua larutan biologis memiliki konsentrasi ion H+ tertentu yang muncul dari keseimbangan antara reaksi deprotonasi dan protonasi dari air, asam lemah, dan basa lemah. Ekuilibrium antara ion H+ dan bentuk molekul yang tidak terprotonasi (A) dan terprotonasi (HA) digambarkan dengan disosiasi asam (Ka = [H+] x [A]/[HA]). Nilai Ka memiliki rentang cukup lebar dan, konsekuensinya, H+ dapat sangat bervariasi antar larutan yang berbeda. Untuk alasan ini, [H+] lebih sering diekspresikan dengan skala pH log-aritmik. Solut kompleks, termasuk banyak molekul yang penting secara biologis, sering dianggap beratribut dengan beberapa nilai Ka, mencerminkan lokasi pengikatan proton yang berbeda. Pada pH yang diberikan, lokasi yang protonable dengan pKa yang sangat tinggi atau sangat rendah akan hampir seluruhnya tertitrasi atau tidak terikat, secara berurutan. Sebaliknya, konsentrasi dari lokasi terprotonasi dan tidak terprotonasi (dalam kondisi makroskopis) akan seimbang bila pKa dekat dengan pH sekitarnya. Molekul yang demikian berperan biologis penting untuk dua alasan. Pertama, availabilitas HA dan A melindungi larutan penyangga dari perubahan pH besar sebagai respon dari tantangan asam-basa. Kedua, perubahan yang menetap dalam pH akan mengubah rasio [HA]/[A], yang mungkin memiliki pengaruh sekunder bila sifat biologis HA dan A berbeda secara substansial. Sensitivitas protein terhadap pH memiliki pengecualian hubungan dengan sel karena protein bekerja sebagai penyangga pH, dan fungsi mereka dapat berubah secara substansial bila kondisi ionisasi berubah oleh karena adanya pengikatan atau pelepasan ion H+ (sebuah bentuk modifikasi pasca-translasional). Oleh karena itu, tidak mengejutkan bahwa hanya sedikit rentang pH yang sesuai dengan fungsi eukariotik. Jaringan hidup, tidak seperti larutan garam sederhana, secara terus menerus berhadapan dengan produksi atau konsumsi asam (dan basa) lewat reaksi-reaksi kimia. Karena respirasi seluler (yang menghasilkan CO2 dan asam laktat), sebagian besar sel net adalah penghasil asam mengingat pH intraselulernya memiliki kecenderungan untuk turun. Tantangan asam basa yang menetap dan substansial ini tidak dapat dikoreksi dengan penyangga pH saja karena kapasitas mereka yang terbatas (contoh: penyangga mengurangi amplitudo perubahan pH namun tidak bisa dengan sendirinya mengeliminasi atau membalikkan keadaan ini). Selain itu, berbeda dengan larutan sederhana, jaringan hidup dikompartemenkan ke dalam ruang intra- dan ekstraseluler yang dipisahkan oleh sel membran (Gambar 1). Kemampuan membran biologis untuk mendukung lewatnya beberapa molekul dapat meningkatkan perbedaan pH antar kompartemen. Transport selektif dari ion H+ (atau molekul yang melepas atau mengambil ion H+ seperti CO2 atau HCO3-: yang sering disebut ekuivalen ion H+ ) melewati membran dengan demikian merupakan cara yang efektif untuk mengubah pH. Seperti yang akan dijelaskan berikutnya, strategi pengaturan pH dari sel adalah untuk menyeimbangkan produksi internal asam dan basa dengan efluks dari asam atau basa korektif yang setara yang melewati membran sel. Intraseluler Reaksi Ekstraseluler Membran Transport Difusi Gambar 1. Dinamika pH intra- dan ekstraseluler ditentukan oleh reaksi, transport, dan fluks difusi. Untuk tujuan ilustratif, ditunjukkan dua penyangga intraseluler (HA1/A1 dan HA2/A2), sebuah penyangga sebuah difusi secara bebas (HA4/A4), dan sebuah penyangga yang dapat melewati sel membran (HA3/A3). Potensi biologis dan keberadaan kimiawi ion H+ menyorot pentingnya meregulasi pH (dimana pH dikontrol agar sesuai dengan fungsi protein) dan beradaptasi biologis terhadap kadar pH tertentu (di mana produk gen dipilih atau diubah berdasarkan dasar pH sekitarnya). Proses-proses ini diyakini memiliki peran penting dalam progresivitas penyakit kanker, seperti yang akan dijelaskan di bawah ini. 2. Rendahnya tekanan O2 lingkup mikro dan pH sebagai ciri khas kanker Studi histologis pada tahun 1950s oleh Thomlinson dan Gray menemukan bahwa tumor manusia tumbuh di sekitar pembuluh darah dan sel yang paling luar dan berada pada jarak lebih dari sekitar 200μm dari darah akan mengalami nekrosis. Sebuah gradien dari tekanan O2 akan berkembang sepanjang lapisan sel yang viabel, dipengaruhi oleh tingginya permintaan metabolik dari biokimiawi kanker dan jarak difusi yang relatif panjang dari sumber. Gradien O2 telah sering dimodelkan dengan persaman reaksi difusi keadaan tunak, di mana DO2 adalah koefisien difusi O2 dan fungsi R menggambarkan reaksi DO2 x ∇2 [O2 ] + R([O2 ]) = 0 Keberadaan area dengan tekanan O2 rendah (<1%) berhubungan dengan peningkatan metastasis dan kepintasan pasien yang buruk, memberikan gagasan bahwa hipoksia merupakan ciri khas kanker yang malignan. Penemuan bahwa hipoksia mengubah biologi sel (contoh via faktor HIF1α yang terinduksi hipoksia) menawarkan sebuah mekanisme terjadinya perubahan adaptif, seperti perubahan menjadi metabolisme glikolitik (pengaruh Warburg). Hipoksia tumor sejak itu menjadi topik dari banyak penelitian, yang menghasilkan banyak hal yang menjanjikan untuk pemahaman etiologi, meningkatkan diagnosis, dan pengembangan pengobatan lebih lanjut. Dari antara faktorfaktor lingkungan mikro lainnya yang dikenali dalam tumor, keasaman esktraseluler muncul sebagai ciri khas kanker lainnya. Berbeda dengan ekspektasi awal, kompartemen intraseluler ditunjukkan alkalin meskipun pH ekstraseluler rendah. Selain dari tumor solid, distribusi trans-membran dari [H+] (asam di ekstraseluler/alkalin di intraseluler) tidak umum terlihat dalam jaringan. Dua pertanyaan muncul sebagai respons dari studi awal ini: pertama, bagaimana tumor padat memproduksi pH rendah namun tetap mampu memelihara pH pada batas normal yang diinginkan, dan kedua, bagaimana distribusi pH transmembran ini mempengaruhi progresivitas penyakit? 3. Produksi dan Pelepasan Asam Metabolik Sel kanker membutuhkan masukan energi untuk mendukung pertumbuhan mereka yang intensif. Hal ini menjelaskan kecepatan penggunaan glukosa yang tinggi, diukur paling banyak pada rentang antara 0,1 – 1 μmol (g jaringan)-1menit-1. Di bawah kondisi aerobik, respirasi glukosa terhadap CO2 dipasangkan dengan produksi ATP, yang mengonsumsi sebuah ion H+: ADP3- + HPO42- ATP4- + OHGangguan asam basa ini kemudian dinetralkan oleh pemecahan ATP di tempat lain dalam sel tersebut. Sebagai hasilnya, sumber keasaman dari metabolisme aerobik adalah CO2, ketika terhidrasi menjadi H+ dan ion HCO3-. Di bawah kondisi anaerobik, produksi ATP glikolitik dipasangkan dengan dengan konversi kimiawi glukosa menjadi laktat anionik: Glukosa + 2 x ADP3- + 2 x HPO42- 2 x ATP4- + 2 x laktatReaksi ini tidak menghasilkan (atau mengkonsumsi) ion H+, mengindikasikan bahwa glikolisis sendiri pada pH netral. Namun, pemecahan ATP selanjutnya akan melepaskan ion H+, menjelaskan bagaimana metabolisme anaerobik menghasilkan asam. Bergantung pada apakah respirasi glikolitik atau mitokondria, sel kanker dapat memproduksi sekitar 1-3mmol . (1sel)-1menit-1 asam (dengan mengasumsikan rasio volume ekstraseluler/intraseluler sebesar 1/2). Untuk kapasitas penyangga intraseluler yang tipikal sekitar 30mmol . (1sel)-1(pH unit)-1, besarnya beban asam ini akan mengubah pHi bila tidak dikoreksi. Namun, sebagian besar sel memiliki kapasitas untuk membuang produk akhir respiratorik secara pasif melewati membran permukaan. CO2 memiliki koefisien partisi lemak : air yang lebih tinggi, sehingga mudah untuk melewati lipid bilayer secara bebas. Sebagai tambahan (meskipun bukan tanpa kontroversi, kanal gas terspesialisasi seperti akuaporin (AQP) telah didemonstrasikan untuk meningkatkan permeabilitas membran terhadap CO2. Asam laktat, meskipun koefisien partisi lipid:air lebih rendah, dapat melewati membran sebagai H+-laktat, ditranslokasikan oleh transporter monokarboksilat H+ (MCT), termasuk MCT1 dan MCT4 yang terinduksi hipoksia (menurut konvensi penamaan keluarga SoLute Carrier, SLC16A1 dan SLC16A3 secara berurutan). Kecepatan pelepasan CO2 dan H+-laktat pasif dari sel bergantung pada gradien konsentrasi trans-membran. Pada jaringan yang terperfusi dengan baik gradien transmembran yang mengarah ke luar dipelihara oleh coupling difusif yang baik antara permukaan sel dan darah kapiler. Sebaliknya, perfusi kapiler pada tumor yang sering tidak adekuat memberikan peningkatan terhadap jarak difusi panjang dan resistensi yang perlu diperhitungkan terhadap fluks solut. Peningkatan CO2 atau H+-laktat ekstraseluler akan menurunkan pelepasan mereka, bahkan melewati membran dengan permeabilitas tinggi. Namun, difusi CO2 atau H+-laktat dapat difasilitas oleh adaptasi biologis yang menunjukkan langkah-pembatasan-kecepatan. Asam laktat ekstraseluler (pKa = 3,8) tetap hampir terionisasi sempurna dan ion H+ dititrasi oleh penyangga ekstraseluler. Kecepatan keseluruhan difusi H+-laktat ekstraseluler memiliki kecepatan yang terbatas oleh adanya mobilitas efektif dari ion H+ (DHapp). Pada larutan yang tersangga cukup tinggi, DHapp bergantung pada mobilitas penyangga, yang mana sebagian besar adalah protein besar yang berdifusi lebih rendah dari laktat secara substansial. Namun, penyangga molekul berat rendah seperti asam amino, fosfat, atau CO2/HCO3- dapat memfasilitasi difusi H+ dan meningkat pelepasan H+- laktat (Gambar 2a). CO2 ekstraseluler juga terionisasi (pKa = 6.1) namun pada derajat yang jauh lebih sedikit daripada asam laktat. Meskipun reaksi hidrasi spontan sangat lambat (konstanta waktu 5 detik), reaksi ini dapat dipercepat oleh enzim karbonik-anhidrase eksofasial (CA), seperti isoforom yang berhubungan dengan tumor CAIX dan CAXII. Konversi CO2 menjadi HCO3- dan H+ yang dikatalisasi dapat memfasilitasi difusi CO2 secara keseluruhan melalui fluks paralel dari HCO3- dan H+, sebuah fenomena yang pertama kali dideskripsikan in vitro oleh Gros & Moll. Mirip dengan difusi dari asam lemah terionisasi lainnya, difusi CO2 terfasilitasi CA juga membutuhkan penyangga mobil yang adekuat untuk membawa ion H+ secara paralel terhadap CO2 dan HCO3- (gambar 2b). Hidrasi net oleh CA eksofasial akan menurunkan pHe keadaan tunak dan berkontribusi terhadap keasaman lingkungan mikro. Pengasaman ekstraseluler yang berlebihan dapat merugikan, namun selebihnya akan dibatasi oleh pengaruh inhibitori (umpan balik) dari ion H+ pada aktivitas CA. Penyangga Penyangga Gambar 2. Pelepasan asam yang diproduksi secara metabolik. A) efluks H+laktat melewati membran difasilitasi oleh transport H+-monokarboksilat (MCT). Difusi H+ dan laktat menjauh dari permukaan sel diperlukan untuk mempertahankan aktivitas MCT. Penyangga H+ mobil dapat memfasilitasi difusi H+ dan mendukung pelepasan H+ laktat. B) CO2 dapat berpermeasi membran sel lewat lipid bilayer atau kanal gas. Hidrasi CO2 spontan lambat, namun dapat dipercepat dengan enzim karbonik anhidrase eksofasial. Difusi dari produk hidrasi sepanjang CO2 mewakili bentuk dari difusi CO2 terfasilitasi. Penyangga yang mudah bergerak (mobil) biasanya berdampingan dengan penyangga menetap, oleh karena DHapp secara tipikal lebih rendah daripada difusivitas CO2, HCO3-, atau laktat. Konsekuensinya, gradien yang relatif curam H+ diperlukan untuk mendorong fluks ion difusif H+ untuk menyesuaikan dengan fluks dari CO2, HCO3-, atau laktat. Hal ini dapat menjelaskan mengapa penting untuk [H+ ]e di inti tumor padat untuk mencapai kadar sebesar 250nM, contoh pHe = 6,6. Deskripsi mekanistik dari tumor pHe harus diperhitungkan dalam proses reaksi difusi yang melibatkan ion H+, CO2, HCO3-, laktat, dan penyangga, dan karenanya persamaan tunggal (seperti persamaan yang digunakan untuk menggambarkan hipoksia) saja tidak cukup. Difusi terfasilitasi CO2 dan H+ laktat yang jauh dari permukaan sel diharapkan memproduksi pHi yang lebih alkalin yang lebih baik mendukung proliferasi sel. Memang, pelepasan CO2 yang terfasilitasi tampak memiliki peran besar dari CAIX dan CAXII dalam fisiologi tumor, yang mungkin menjelaskan kecepatan pertumbuhan yang tinggi yang terukur pada tumor yang mengekspresikan enzim aktif katalitik. Seperti yang ditunjukkan pada otot skeletal, CA ekso-fasial meningkatkan pelepasan H+ laktat dengan mengoptimalkan kemampuan CO2/HCO3- untuk menetralkan ion H+ yang dilepaskan oleh MCT. Interaksi MCT-CA yang mirip mungkin juga terjadi dalam tumor. Dalam skema yang dikembangkan sejauh ini, H+ - laktat dan CO2 adalah sumber utama dari asam dalam sel, dan pelepasan mereka dibatasi oleh tahanan yang diberikan kepada membran (permeasi) dan ruang intersisial yang berbelit (difusi). Intraseluler keadaan tunak dapat diperkirakan dengan: Pada beberapa sel, seperti eritrosit, pHi keadaan tunak yang diprediksi oleh persamaan ini viabel karena plasma [H+ ], [HCO3-] dan [laktat-] secara normal terkontrol baik dalam tubuh. Namun, sebagian besar sel tidak memiliki kelebihan untuk mengakses langsung terhadap milieu yang terkontrol baik, dan secara konsekuen, pHi ekuilibrium yang diprediksi mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan biologis. Karena stokiometrinya, MCT memasangkan transport ion H+ dengan gradien transmembran (laktat), dan permintaan transport ion H+ lebih jauh harus dipenuhi oleh cara lain. Sebagai tambahan, banyak proses, seperti pembelahan sel, membutuhkan sel untuk memanipulasi pHi secara dinamis dan tidak bergantung dari pHe. Untuk alasan ini, sel di sebagian besar jaringan, termasuk tumor, memiliki mekanisme tambahan untuk meregulasi pHi. 4. Regulasi pH oleh transport membran Dalam larutan di mana konsentrasi dan Ka penyangga menetap, satu-satunya cara untuk mengubah pH adalah dengan menambahkan asam atau basa. Ketika produksi H+ / H+ ekuivalen (atau konsumsi) dalam metabolsime tidak cukup untuk mencapai homeostasis pHi, sel dapat mengontrol pHi mereka sendiri dengan meregulasi transport aktif dari ion H+ atau ekuivalen kimiawi nya (OH-, HCO3-, atau CO32-) yang melewati membran. Melalui eksperimen, dapat dilakukan pembedaan protein regulasi pHi yang mentranslokasikan ion H+ (atau OH-) dari protein yang mentranslokasi ion HCO3- (atau CO32-) dengan mengukur fluks dengan keberadaan dan ketiadaan dari penyangga CO2 / HCO3- (gambar 3). Transport ion H+ Transport ion ekuivalen H+ Gambar 3. Regulasi pH intraseluler dengan protein transporter esktrusi asam (simbol diamond). A) ekstrusi dari ion H+ mengalkalinisasi sel. Ekstrusi ini juga harus membuang ion H+ terikat penyangga untuk mengubah pHi secara substansial. B) pengambilan ion HCO3- (atau CO32-) juga mengalkalinisasi sel karena reaksi subsekuen dengan ion H+ intraseluler akan menghasilkan CO2, pelepasan pasif yang mana akan melengkapi proses ekstrusi asam. Transport HCO3- dianggap sebagai fluks yang ekuivalen terhadap H+. Untuk sistem regulatori yang lengkap, transporter membran harus ‘merasakan’ pHi dan berespon dengan memproduksi net efluks atau influks dari H+ / H+ ekuivalen ketika pHi, entah terlalu tinggi atau terlalu rendah secara berurutan. Dalam praktiknya, sebagian besar sel mengekspresikan protein transporter pemuatan dan ekstrusi asam yang telah didedikasikan. Dengan bekerja berlawanan dengan satu sama lain, fluks ektrusi dan pemuatan asam dapat memperbaiki gangguan pHi dan memelihara pHi sekitar titik keadaan tunak (Gambar 4a). Protein transporter ekstrusi asam termasuk pertukaran Na+ /H+ yang merupakan keluarga SLC9, pompa H+ - ATPase dan transporter yang memproduksi net influks HCO3- (atau CO32- ), seperti kotranspor Na+ - HCO3(NBCn1/SLC4A7), kotranspor Na+ - 2HCO3- elektrogenik (NBCe1/SLC4A4), dan pertukaran Cl- - HCO3- elektroneutral bergantung Na+ (NDCBE/SLC4A8). Penukar Cl- HCO3- (atau Cl- /OH- ) dari keluarga SLC4A atau SLC26 berantara di antara protein transporter pemuatan asam. Banyak sel menggunakan kombinasi dari dua atau lebih protein transporter ektrusi dan pemuatan asam. Dispekulasikan bahwa redudansi yang jelas ini merupakan demonstrasi dari kepentingan fundamental dalam kontrol pHi, khususnya dengan fakta bahwa protein regulator secara nominal juga melakukan sistem regulator lain (contoh volume sel atau motilitas), permintaan transport sesuai dengan homeostasis pHi. Tipe kanker yang berbeda-beda juga mengekspresikan kombinasi transporter pHi yang bervariasi (contoh gambar 4b). Meskipun terdapat mekanisme regulator pHi yang heterogen, beberapa mekanisme tampak konstitutif (contoh fluks bergantung HCO3- ) di mana yang lain (contoh NHE1) muncul sangat bergantung pada tipe dan kondisi sel. Energi untuk ekuivalen H+ / H+ translokasi aktif melewati membran utama didukung konsumsi ATP. Dalam kasus pompa H+ - ATPase aktif primer, proses transport secara langsung dipasangkan ke hidrolisis ATP. Untuk protein pengatur pHi lainnya, perpindahannya didorong oleh energi yang disimpan dalam gradien elektrokimia dari ion berpasangan (contoh gradien [Na+ ] dan [Cl-] ke arah dalam). Energi bebas yang disimpan dalam ARP dan gradien [Na+ ] dan [Cl-] trans membran dapat mempengaruhi besarnya fluks H+ / H+ ekuivalen yang diproduksi oleh regulator pHi namun modulator yang lebih penting secara fisiologis adalah ketersediaan sensor pHi protein. Hal ini dapat berbentuk lokasi pengikatan yang terlibat dalam siklus transport atau lokasi regulator alosterik yang terdedikasikan. Dalam kasus pertukaran AE2 Cl- - HCO3- (SLC4A2), sensor pHi alosterik telah digambarkan dalam tingkat molekuler. Dengan memasangkan aktivitas dari protein regulator pHi dengan kaskade sinyal, sel dapat memperoleh kemampuan untuk mengatur secara haslu keadaan tunak pHi sebagai respon dari pengaruh internal (contoh status metabolik) maupun eksternal (saraf atau hormonal). NHE1, contohnya sensitif terhadap sinyal dengan rentang yang cukup lebar (contoh gambar 4c). Faktor yang berhubungan dengan lingkungan mikro, seperti keasaman ekstraseluler, hipoksia, dan suplai HCO3yang terbatas, dapat cukup mempengaruhi flux H+ / H+ ekuivalen. Penemuan ini menyorot pada pentingnya investigasi pengaturan pHi dalam konteks lingkungan tumor. Ekstrusi asam Pemuatan asam pHi keadaan tunak Gambar 4. Analisis fluks transport membran H+/ H+ (a) Ketergantungan pHi hipotetikal terhadap fluks dengan transporter ekstrusi asam dan pemuatan asam: bentuk dari hubungan fluks pHi bergantung pada kinetika transport, seringkali digambarkan secara matematika melalui persamaan Hill. Ekstrusi asam dan pemuat asam bekerja berlawanan satu sama lain untuk memproduksi fluks ekuivalen H+/ H+net (garis terputus-putus). pH intraseluler menjadi stabil pada titik net fluks 0. Sudut d mana kurva fluks net melewati aksis pH adalah ukuran dari tingkat responsivitas dari struktur regulasi pHi terhadap gangguan pHi. (b) contoh analisis fluks dari sel kanker kolon HCT116 yang dikultur di bawah kondisi normoksia. Fluks dapat dibagi menjadi bergantung-CO2/HCO3- (contoh yang melibatkan transpor HCO3-) dan yang tidak bergantung CO2/HCO3- (contoh melibatkan transport H+ ). (c) pertukaran Na+/ H+dalam sel HCT116 sensitif terhadap kinase: pergeseran asam sebesar 0,3pH-unit dalam hubungan pHi-fluks yang mengikuti inhibisi kinase sebesar 20nM staurosporin (STS). Sebagai rangkuman, pHi istirahat dari sebuah sel dapat didefinisikan sebagai titik keadaan tunak yang mana produksi net asam metabolik seimbang dengan transport H+ / H+ ekuivalen membran. Fluks ini sangat mungkin menunjukkan variasi regional yang cukup banyak dalam tumor solid, menghasilkan gradien pHi yang besar yang potensial sepanjang pHe non-uniformitas. Aspek penting dari regulasi pH jaringan tidak dapat diinvestigasi dengan mengukur pH dalam suspensi atau monolayer 2-dimensi yang disediakan dari sel kultur. Pendekatan yang lebih instruktif untuk mempelajari nonuniformitas pH dalam jaringan adalah untuk menggambarkan sferoid 3 dimensi multiseluler yang diturunkan dari kanker untuk pHi dan pHe (gambar 5). Transport aktif H+ / H+ ekuivalen adalah sebuah cara di mana sel kanker dapat menjaga pHi alkalin, dengan adanya produksi asam metabolik substansial dan pHe rendah. Namun, kapasiras transpor membran untuk melakukan kontrol penuh dan autonomi pHi terbatas oleh sedikitnya dua fakotr. Pertama, transpor aktif dapat meberikan beban energi substansial pad sel. Skala ini dapat dilihat dari besarnya fluks tipikal yang diproduksi oleh regulator pHi. Untuk mengubah pHi, transporter membran harus mengubah konsentrasi dari ion H+ bebas dan terikat penyangga. Dalam sitoplasma dengan kapasitas penyangga tipikal sebesar 30mmol .1-1pH-1 untuk tiap ion H+ bebas terdapat sekitar 105 ion H+ terikat-penyangga. Konsekuensinya, transport H+ / H+ ekuivalen membran harus ada pada beberapa mmol .1-1min-1 untuk mengubah pHi sebesar sebagian unit per menit. Sel kanker telah ditantang oleh tingginya permintaan ATP dan suplai kebutuhan respirasi sel yang terbatas, dan hal ini dapat berarti bahwa regulasi pHi tidak bisa beroperasi dengan kapasitas penuh. Memang, aktivitas pertukaran Na+ / H+ akan menurun pada [ATP] Intraseluler pH intraseluler rendah. Kedalaman (µm) Gambar 5. Gradien pH intraseluler dalam sferoid multiseluler yang ditumbuhkan dari lini sel kanker payudara duktal. (a). (i) Gambar transmisi (skala baris, 100µm), (ii) fluorosensi dari karboksi-SNARF-1 intraseluler (pH-sensitive reporter-dye), yang dimuat ke dalam kompartemen seluler oleh proses masuk pasif asetoksimetilester nya; pewarnaan ekstraseluler dicuci dengan perfusi dalam 5% CO2/22mMHCO3- yang disangga oleh larutan Tyrode normal. (iii) rasio fluorosensi pada 580 dan 640nm adalah ukuran dari pH intraseluler (b). pH intraseluler dengan kedalaman yang berbeda (rerata tujuh sferoid; radius rerata 190µm). Gradien pH dihasilkan dari difusi yang terbatas, ketergantungan kedalaman dari pemuatan asam metabolik, dan transport membran ekuivalen H+ / H+. Faktor kedua yang membatasi adalah pengaruh yang dimiliki regulator pHi pada pH ekstraseluler. Dari sudut pandang jaringan, regulator pH yang terikat membran tidak memproduksi ataupun mengonsumsi ekuivalen H+ / H+ , namun mengubah distribusi ion H+ antara kompartemen intraseluler dan ekstraseluler. Selama transpor ekuivalen H+ / H+, pHi dan pHe akan berubah pada arah yang berlawanan. Besarnya perubahan pH e bergantung pada penyangga ekstraseluler dan difusi H+. Pada sferoid, yang mereproduksi banyak aspek dari lingkungan mikro jaringan, kapasitas penyangga ekstraseluler intrinsik diperkirakan ekuivalen sebesar 5-10mmol.(l interstitium)-1.(pH unit)-1, yang lebih rendah dari dalam sitoplasma. Mengingat sebagian besar penyangga tetap berada pada permukaan membran, kapasitas penyangga akan bergantung pada derajat cell-cell packing (menurun pada regio yang lebih ‘longgar’). Bila dikombinasikan dengan coupling difusional lemah sepanjang intersitial tumor, perubahan pHe dapat cukup besar dan menambah asidosis yang disebabkan oleh pelepasan CO2 dan H+-laktat (menjelaskan mengapa tumor defisien-glikolisi masih menghasilkan pHe rendah). Pemindahan pHe dapat memperlambat siklus transportasi, salah satunya dengan trans-inhibisi atau aktivasi dari lokasi alosterik. Sebagai contoh, ekstrusi asam oleh perubahan Na+ / H+ dihambat secara tajam oleh pHe yang berkurang. Dalam sferoid multi-seluler, pengaruh penghambat dapat dikurangi dengan meningkatkan kapasitas penyangga mobil ekstraseluler. Karena CO2 / HCO3- adalah penyangga mobil ekstraseluler utama, aktivitas CA eksofasial dapat memiliki dampak subtansial pada umpan balik antara transporter pHe dan mengontrol pHi. Sensitivitas pada sedikitnya beberapa regulator pHi untuk energetik seluler dan pHe dapat melindungi sel kanker dari kekurangan ATP dan pengasaman ekstraseluler yang berlebihan lebih dari sebuah titik yang lebih merusak daripada pHi yang teregulasi parsial. Dalam sebuah tumor yang bertumbuh, di mana jarak difusi dan perubahan kecepatan metabolik berubah secara kontinu, cek keamanan ini dapat penting untuk proses evolusi somatik dalam mencari fenotipe yang paling viabel. 5. Merasakan pH, seleksi didorong pH, dan perspektif klinis Sel kanker harus bisa mendeteksi dan berespon terhadap faktor lingkungan mikro sehingga hal ini dapat menjadi panduan untuk evolusi somatik. Dalam kasus hipoksia, HIF merupakan sebuah transduseer antara tekanan O2 dan pengaruh seluler. Sensor pH yang terlibat dalam progresi penyakit kanker telah dibuktikan lebih menantang untuk diidentifikasi, kemungkinan karena kesulitan dalam membedakan sensor pH bonafide dari plethora protein yang mengikat ion H+ . Sel yang merasakan pHi alkaline telah ditunjukkan mengalami proliferasi, memasuki siklus sel, berdiferensiasi, bermigrasi, menurunkan apoptosis dan klastogenesis, dan mengalami transformasi malignansikejadian yang kritis dalam pembentukan dan metastasis. Mengingat kompleksitas dari proses ini, sensitivitas pHi yang terobservasi dapat melibatkan sejumlah perubahan molekuler pengikatan H+ . Merasakan pH tidak terbatas pada sitoplasma: reseptor H+ yang berpasangan dengan protein G, kanal ion perasa H+ (ASICs), dan sensitivitas pH pada sejumlah kanal ion menawarkan cara lain di mana sel dapat berespon terhadap pH dalam lingkup tumor. Di antara lokasi yang dapat dititrasi dari protein, kelompok imidazole histidin adalah kandidat yang menarik dari bagian yang merasakan pH. Meskipun histidin hanya menyumbang kurang dari 3% dari sebagian besar protein, histidin umum ditemukan pada lokasi aktif atau pengikatan. Alasan untuk hal tersebut dapat dilacak ke pKa imidazol sebesar 6,5, yang berarti dengan sedikit perubahan pHi dapat berefek besar pada kondisi ionisasi dan kemampuan untuk membuat jembatan garam dengan asam amino dan kelompok prostetik lain. Dengan ciri kimia uniknya ini, histidin tidak bersubtitusi baik dengan asam amino lain. Dengan mempertimbangkan keunggulannya di lokasi aktif/pengikatan, mutasi histidin diduga dapat mengubah fungsi protein. Di antara ketiga mutasi missense yang paling sering pada protein supressor tumor p53, dua di antaranya melibatkan substitusi ke histidin (Arg175His, Arg275His). Mutasi Arg337His yang telah dijelaskan dengan baik membuat tetramerisasi p53 menjadi tidak stabil dan mencegah interaksi dengan DNA karena jembatan garam kritis dengan Asp352 tidak lagi stabil pada pHi normal. Sepanjang perjalanan panjang progresivitas penyakit kanker, sel mengakumulasi perubahan genetik yang menetap bila terpilih secara positif oleh lingkungan mikro. Bila keasaman ekstraseluler (sebuah kompleks turunan dari jarak difusi, penyangga, kecepatan metabolik, dan transpor membran) adalah titik penting seleksi mayor (seperti yang diisyaratkan oleh keunggulannya sebagai ciri khas kanker), maka, setidaknya beberapa mutasi mungkin berhubungan dengan gen atau regulator gen untuk transporter ekuivalen H+ / H+, sensor pH, atau protein yang terlibat dalam alur metabolik penghasil asam. Prognosis buruk dari tumor dengan pHe rendah dapat mengindikasikan bahwa keasaman telah mengidentifikasi sebuah populasi sel dengan sensor pH yang sesuai dan struktur regulator yang dibutuhkan untuk berkembang dan bahkan menjadi resisten terhadap obat (contoh obat-obatan dasar seperti doksorubisin). Karena sel kanker (dan mungkin sel stroma) memiliki kontrol yang cukup besar pada pHe, arah dan kecepatan perubahan dari tekanan seleksi ini dapat diadaptasi untuk mengoptimalkan progresivitas penyakit. Semakin tinggi asam per ATP dari glikolisis, ketika dibandingkan dengan respirasi mitokondria, dapat menjelaskan keunggulan dari pengaruh Warburg dalam kanker. Sebagai rangkuman, plastisitas regulasi pHi dan keserbagunaan dari sensitivitas protein pH menawarkan sebuah mekanisme untuk sel kanker untuk memanfaatkan pH sebagai sebuah tekanan seleksi. Sebaliknya, stabilitas genetik dari sel inang normal akan menghalangi adaptabilitas terhadap lingkungan mikro. Bukti yang berkembang tentang pentingnya pH dalam biologi kanker telah mendorong banyak ide ambisius untuk terapi yang menargetkan protein yang mengatur pH dengan inhibitor berat molekuler rendah atau antibodi monoklonal. Strategi penghambatan ekstrusi asam dari sel kanker dan memperbolehkan asam intraseluler untuk berakumulasi hingga kadar letal dapat dicapai dalam kondisi in vitro, namun efikasinya in vivo harus melewati hambatan besar. Pertama, protein yang menangani asam basa juga penting untuk sel normal dan inhibisi dapat berakhir pada toksisitas sistemil yang tidak dapat diterima. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dalam tingkat molekuler, mekanisme penanganan asam basa dalam kanker yang berbeda secara substansial dari sel normal. Contohnya, MCT4 yang terinduksi hipoksia dan CAIX berhubungan dengan tumor. Alternatifnya, obat-obatan dapat dibuat secara kimiawi sehingga lebih efektif dalam lingkungan tumor, contoh lewat aktivasi kimiawi pada pH rendah dan/atau tekanan O2. Halangan kedua merupakan redudansi dalam mekanisme dari ekstrusi asam yang dapat mengkompensasi untuk protein yang ditargetkan, khususnya dalam sel kanker yang memiliki cara untuk berubah dan beradaptasi secara dinamis. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah terapi yang menargetkan memanipulasi pHi memiliki efikasi klinis. Hipotesis progresi penyakit yang didorong asam telah menyoroti pentingnya pH ekstraseluler sebagai terapi target. Tidak seperti intervensi yang mengubah pH intraseluler dengan menargetkan satu (atau lebih) dari protein transporter yang terikat di membran, pH ekstraseluler dapat dimanipulasi oleh pengubahan difusivitas H+ atau kapasitas penyangga. Kapasitas penyangga mobil meningkat dengan bikarbonat sistemik menawarkan cara yang menarik dalam mengubah perjalanan evolusi somatik yang didorong asam. Adanya data baru dalam mendukung suatu fungsi prominen yang diperankan oleh ion H+ dalam kanker dengan pH terkontrol sebagai pendekatan terapetik baru untuk tahun-tahun yang akan datang. Kesimpulan Jaringan dapat meregulasi dan beradaptasi terhadap distribusi pH tertentu lewat interaksi dua arah antara pH dan protein. Lewat evolusi fenotipe superior secara kontinu, sel kanker dapat mengeksploitasi interaksi ini untuk mengalahkan sel inang dalam kompetensi dan metastasis. Sebagai denominator yang umum dari sebuah array yang luas reaksi kimia dan proses transport, cukup sulit untuk memahami bagaimana konsentrasi ion H+ diregulasi dan dirasakan. Namun, kombinasi pendekatan fisiologis, biokimia, genetik, dan komputasional menyuplai idea baru tentang bagaimana menggunakan interaksi pH/biologi dalam manajemen kanker