Gambaran Umum Kota Kota Banjarmasin terletak diantara 3o 15’ - 3o 22’ Lintang Selatan dan 114o32’ – 114o 38’ Bujur Timur. Kota Banjarmasin terletak di bagian Selatan Propinsi Kalimantan Selatan pada ketinggian tempat rata-rata 0,16 meter dibawah permukaan laut dan kondisi wilayah relatif datar. Kelerengan Kota Banjarmasin 0,13%, dialiri sungai Martapura yang bermuara ke Sungai Barito, pasang surutnya kedua sungai tersebut berpengaruh terhadap drainase kota. Kedua sungai tersebut berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, khususnya dalam pemanfaatannya sebagai sarana transportasi air, pariwisata, perikanan dan perdagangan. Kondisi yang demikian mencirikan kekhasan Banjarmasin sebagai kota air. Letak kota Banjarmasin yang strategis sehingga menjadikan Kota Banjarmasin sebagai kota Pelabuhan, Kota Perdagangan, Kota Pariwisata dan Ibu Kota Propinsi Kalimantan Selatan. Posisi Kota Banjarmasin sangatlah strategis, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kota Banjarmasin ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Kota Banjarmasin juga ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional dalam kedudukannya sebagai kota inti pada konstelasi Kota Metropolitan Banjarmasin – Banjarbaru – Martapura (BBM). Secara faktual, pada skala nasional Banjarmasin memegang peranan penting sebagai pusat distribusi dan kontribusi barang antar pulau, terutama Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi. Dengan demikian kota ini juga menjadi pintu gerbang untuk daerah-daerah yang berada di bagian selatan Pulau Kalimantan seperti Palangkaraya, Kapuas, Batulicin, Buntok, Muara Tewe, Purukcahu, dan lain-lain. Berdasarkan hasil penafsiran (interpretasi) citra Geoeye I tahun 2009 dan World View tahun 2010 serta kondisi lapang, luas kawasan terbangun mencapai 48%. Pola perkembangan permukiman mengikuti pola sungai dan jalan, perdagangan dan pemerintahan sentris di tengah kota. Kepadatan bangunan pada bagian utara tergolong berkepadatan rendah, tengah berkepadatan tinggi dan selatan berkepadatan sedang. Tata letak perumahan lama mengindikasikan bahwa pola pembangunan rumah tidak di atas badan atau bibir sungai tapi berjarak dengan sempadan sungai yang memadai serta dibatasi oleh jalan, tetapi didalam perkembangannya banyak diatas sepadan sungai dibuat bangunan, khususnya pada sungai-sungai kecil yang mengakibatkan terjadinya penyempitan dan pendangkalan sungai. Perubahan penggunaan lahan pada bantaran Sungai Martapura, terutama, disebabkan karena pembangunan permukiman, dan karena terjadinya erosi. Perubahan tersebut terlihat dari beralihnya lahan-lahan terbuka terutama dalam bentuk ruang terbuka hijau (RTH) menjadi lahan terbangun dan hilangnya sebagian lahan di bantaran sungai tersebut akibat erosi. Kualitas air sungai juga menurun karena tercemar oleh sampah yang dibuang di sekitar sungai, erosi dan sedimentasi, limbah industri penggergajian, dan tumpahan bahan bakar sarana transportasi air. Berbagai hal yang menyebabkan penurunan kualitas sungai ini (tepian dan air) harus diatasi. Pemanfatan dan pengembangan lahan riparian disesuaikan dengan karakter dan kualitas alaminya yang mengacu pada hasil analisis. Segmen sungai dengan potensi kualitas lingkungan alami tinggi tidak boleh dibangun, sehingga dijadikan sebagai hutan kota atau lahan bervegetasi rapat lainnya. Segmen sungai dengan potensi kualitas lingkungan alami sedang boleh dibangun, tetapi harus diimbangi dengan penyediaan RTH sebagai taman kota. Dan segmen sungai dengan potensi kualitas lingkungan alami yang rendah boleh dibangun dengan diselingi penanaman vegetasi pada lahan yang tersisa. Penataan riparian Sungai Martapura sebaiknya menggunakan vegetasi endemik. Vegetasi tersebut telah beradaptasi terhadap ekosistem setempat sehingga kemungkinan untuk dapat meningkatkan kembali kualitas lingkungan alami sungai yang bersuasana lokal dapat terlaksana dan berkelanjutan. Semua struktur pendukung yang dibangun di riparian ini (siring, jembatan, darmaga, dll) selain fungsional juga dapat dikembangkan menjadi bagian estetika kota dengan model pembangunan yang ramah lingkungan