Buku Petunjuk Teknis Pendekatan Praktis Kesehatan

advertisement
Katalog Dalam Terbitan, Kementerian Kesehatan RI
616.24
Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Petunjuk teknis penerapan pendekatan praktis
Kesehatan paru di Indonesia.- Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. 2015
ISBN 978-602-235-753-7
1. Judul
I. RESPIRATORY SYSTEM
II. LUNG DISEASES – GUIDELINES
III. TUBERCULOSIS
IV. PNEUMONIA
V. ASTHMA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Petunjuk Teknis Pendekatan
Penerapan Kesehatan Paru di Indonesia dapat diselesaikan tepat waktu.
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan yang
berpusat pada pasien dengan tujuan meningkatkan kualitas penemuan
terduga TB, penatalaksanaan Penumonia
5 tahun, Asma dan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) diintegrasikan dalam pelaksanaannya di
fasilitas kesehatan.
Petunjuk Teknis ini direkomendasikan untuk menjadi pegangan petugas di
fasilitas kesehatan dan dinas kesehatan, agar dapat mempermudah
petugas di fasilitas kesehatan dalam penerapan Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru.
Akhirnya kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada tim
penyusun, narasumber dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan petunjuk teknis Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan
Paru. Petunjuk Teknis ini dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam
penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
Jakarta, Januari 2015
Direktur Jenderal
Dr. H. Mohamad Subuh, MPPM
NIP 196201191989021001
Daftar Isi
Pengantar
Daftar Isi
Daftar Singkatan
BAB I.
PENDAHULUAN……………………………………………………1
A. Latar Belakang………………………………………………… 1
B. Tujuan……………………………………………………………2
C. Sasaran………………………………………………………….3
D. Ruang Lingkup………………………………………………….3
E. Landasan Hukum………………………………………………3
F. Pengertian……………………………………………………….4
BAB II.
PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU ………………...6
A. Tujuan……………………………………………………………6
B. Komponen Pendekatan Praktis Kesehatan Paru………......6
C. Kebijakan Operasional……………………………………….. 6
D. Prinsip Pendekatan Praktis Kesehatan Paru…………….. 7
E. Pengorganisasian…………………………………………….. 8
F. Pelaksanaan Kegiatan di Fasilitas Kesehatan…………… 9
BAB III. TATALAKSANA PENYAKIT TERKAIT PENDEKATAN
PRAKTIS KESEHATAN PARU ………………………………….11
A. Penilaian……………………………………………………….11
B. Pengelompokkan……………………………………………. 11
C. Penatalaksanaan dan Tindak Lanjut…………………….. 37
BAB IV. PEMANTAUAN DAN EVALUASI ………………………………. 6
3
A. Pencatatan dan Pelaporan………………………………… 63
B. Indikator………………………………………………………..65
BAB V. PENUTUP………………………………………………………….69
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….70
LAMPIRAN …………………………………………………………………
Daftar Singkatan
ABPA
ACT
AI
AP
APE
BB/U
BCG
BKB
BTA
CAT
COPD
DM
DOT
DOTS
DPI
DPT
FEV1
FKTP
FKRTL
GINA
HB
HRZE
Etambutol(E)
Ht
IDAI
IDT
IGD
ISPA
KIE
KMS
KTS
LB 01-04
LED
LSM
: Allergic Bronchopulmonary Aspergilosis
: Asthma Control Test
: Avian Inuenza
: Akhir Pengobatan
: Arus Puncak Ekspirasi
: Berat badan/ Umur
: Bacillus Calmate Guerin
: Batuk Kronik Berulang
: Basil Tahan Asam
: COPD Assessment Test
: Chronic Obstructive Pulmonary Disease
: Diabetes Mellitus
: Directly Observed Treatment (=PMO)
: Directly Observed Treatment Shortcourse
: Dry Powder Inhaler
: Diphteri Pertusis Tetanus
: Force Expiratory Volume in 1 second (Volume
Ekspirasi Paksa Detik)
: Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
: Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan Lanjut
: Global Initiative for Asthma
: Haemoglobin
: Isoniazid(H), Rifampicin(R), Pyrazinamide(Z),
: Hematokrit
: Ikatan Dokter Anak Indonesia
: Inhalasi Dosis Terukur
: Instalasi Gawat Darurat
: Infeksi Saluran Pernafasan Akut
: Komunikasi Informasi Edukasi
: Kartu Menuju Sehat
: Konseling dan Testing Sukarela
: Laporan Bulanan Puskesmas
: Laju Endap Darah
: Lembaga Swadaya Masyarakat
M&E
MDG’s
MDI
MDR TB
NaCl
NAPZA
OAT – KDT
OAT
ODHA
PAL
PCP
PEF
PEFR
PFM
PHBS
POKJA
PPM
PPOK
PRGE
RHZ
RISKESDAS
RJ
RRS
RTL
SP2TP
SPO
S-P-S
TB
TB/HIV
TMP
Uji BD
UPK
VEP
WHO
: Monitoring dan Evalusi
: Millenium Development Goals
: Metered Dose Inhaler
: Multi Drug Resistant Tuberculosis
: Natrium Chlorida
: Narkotika Psikotropika Zat Adiktif
: Obat Anti Tuberkulosis - Kombinasi Dosis Tetap
: Obat Anti Tuberkulosis
: Orang Dengan HIV AIDS
: Practical Approach to Lung Health
: Pneumocytis Carinii Pneumonia
: Peak Expiratory Flow
: Peak Expiratory Flow Rate
: Peak Flow Meter
: Perilaku Hidup Bersih Sehat
: Kelompok Kerja
: Public Private Mix
: Penyakit Paru Obstruktif Kronik
: Penyakit Reuks Gastroesofageal
: Rifampicin(R), Isoniazid (H), Pyrazinamide(Z)
: Riset Kesehatan Dasar
: Rawat Jalan
: Ruang Rawat Sehari
: Rencana Tindak Lanjut
: Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas
: Standard Prosedur Operasional
: Sewaktu- Pagi- Sewaktu
: Tuberkulosis
: Tuberkulosis/ Human Immunodeciency Virus
: Trimetoprime
: Uji Bronkodilator
: Unit Pelayanan Kesehatan
: Volume Ekspirasi Paksa
: World Health Organization
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di beberapa negara termasuk Indonesia, tatalaksana pasien
gangguan saluran pernapasan yang diselenggarakani fasilitas
kesehatan tingkat pertama (faskes tingkat pertama) atas dasar
sekumpulan gejala tanpa indikasi yang sistematik dan jelas. Indonesia
pada umumnya, situasi pelayanan penyakit pernapasan pada
umumnya menunjukkan gejala yang sama seperti Tuberkulosis (TB),
Pneumonia, Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Berdasarkan data WHO tahun 2008, di dunia sekitar 20%-30%
pengunjung fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berusia
5
tahun mencari pengobatan karena gangguan saluran pernapasan.
Riskesdas 2013 menunjukan bahwa: terdapat 25% kasus gangguan
pernapasan dari semua golongan umur yang berkunjung ke fasilitas
kesehatan.
World Health Organization (WHO) telah memperkenalkan strategi
Practical Approach to Lung Health (PAL) / Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru yang telah dituangkan dalam strategi kelima dari
Rencana Strategis Program Pengendalian TB di Indonesia tahun 2011
– 2014.
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan
yang berpusat pada pasien untuk meningkatkan kualitas
penatalaksanaan Penemuan terduga TB,Pneumonia 5 tahun, Asma
dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang terintegrasikan
dalam pelaksanaannya di fasilitas kesehatan.
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru telah dilaksanakan
dan
diterapkan di 3 provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat dan Lampung) di
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
1
Indonesia sebagai pilot project (thn 2010 – 2014) dengan dana
bantuan GF ATM. tahun 2010 hingga tahun 2014.
Pendekatan ini dilaksanakan dengan pertimbangan:
1. TB dan Pneumonia merupakan penyebab kesakitan dan kematian
pada orang dewasa muda di negara-negara berpendapatan rendah
dan menengah. Namun di Indonesia, Pneumonia dewasa belum
ada pembakuan penatalaksanaannya;
2. PPOK merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker di dunia tahun 2002. Sementara di
Indonesia PPOK merupakan program yang baru dikembangkan
dan penerapannya belum merata di sarana pelayanan terdepan;
3. Asma menyerang sekitar 150 juta penduduk dunia. Di Indonesia
berdasarkan data Sistem Informasi Rumah sakit (SIRS), Asma
cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
4. Hasil pilot project penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
di 3 provinsi bahwa jumlah pasien dengan gangguan pernapasan
sekitar 25%-38% dari seluruh/total kunjungan ke Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dan proporsi pasien 4
penyakit Pendekatan Praktis Kesehatan Paru tersebut sekitar
1,7%-1,9% terhadap seluruh gangguan pernapasan. Dari 4
penyakit tersebut, proporsi kasus TB baru per total gangguan
pernapasan meningkat dari 0,68% pada tahun 2010 menjadi 0,72
tahun 2013 dan 0,69% pada tahun 2014. Untuk kasus asma, PPOK
dan pneumonia (diatas 5 tahun) yang sebelumnya belum pernah
dilaporkan ternyata jumlah kasusnya cukup banyak di temukan di
FKTP. Proporsi Asma 0,59% -0,66%, PPOK 0,09%-0,14% dan
pneumonia 0,11%-0,13%. Penerapan Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru di 3 provinsi dapat menemukan kasus TB baru
yang lebih tinggi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Buku ini disusun sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam
penerapan pendekatan praktis kesehatan paru.
2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya acuan dalam Penemuan terduga TB
2
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
b. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana Pneumonia
c. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana Asma
d. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana PPOK
C. Sasaran
Sasaran buku ini untuk tenaga kesehatan di:
1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
2. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
3. Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota
4. Dinas Kesehatan Provinsi
D. Ruang lingkup
Ruang lingkup buku panduan ini adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru,
2. Kebijakan Operasional Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
3. Tatalaksana Penyakit Terkait Pendekatan P raktis Kesehatan Paru
4. Monitoring dan Evaluasi
E. Landasan Hukum
1. Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Neg ara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara RI Tahun 200 4 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
4. Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara (Lembaran Negara Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4916);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 100, Tambahan Le mbaran Negara RI Nomor 3495);
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
3
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3637);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antar Pemerintah, Pemerintah Daerah
Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi
,Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013
Tentang Jaminan Kesehatan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan ;
11. Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1537A/Menkes/SK/XII/2002 tentang Pedoman Pemberantasan
Penyakit ISPA Penanggulangan Pnemoni pada Balit a;
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1022/Menkes/SK/XI/2008
tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik ;
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008
tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009
tentang Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
F. Pengertian
1. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan
yang berpusat pada pasien untuk meningkatkan kualitas diagnosis
dan pengobatan penyakit pernapasan di tingkat fasilitas kesehatan
2. Terduga TB adalah seseorang dengan gejala utama batuk
berdahak selama
2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan
gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat pada malam hari
tanpa kegiatan sik, demam meriang lebih dari satu bulan.
3. Pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru
4. Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang
melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya
4
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di
dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau
menjelang pagi.
5. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit
yang dapat dicegah dan diobati dan mempunyai beberapa
pengaruh kelainan ekstra paru yang mempengaruhi tingkat
keparahan penyakit. Kelainan paru ditandai dengan hambatan
aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif (makin
lama makin berat) dan berhubungan dengan respons inamasi
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.
Eksaserbasi dan komorbiditas (penyakit kardiavaskular,
osteoporosis, depresi, Diabetes Melitus, sindrom metabolik,
infeksi saluran napas, kanker paru) berkontribusi terhadap
tingkat keparahan untuk setiap pasien.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
5
BAB II
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru adalah suatu pendekatan pelayanan
kesehatan paru untuk meningkatkan penemuan terduga TB, kasus
Pneumonia
5 tahun, Asma dan PPOK, dan kualitas tatalaksana ke 4
penyakit gangguan pernapasan di fasilitas kesehatan.
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperkuat sistem kesehatan dalam melakukan diagnosis
dan pengobatan kasus gangguan pernapasan.
2. Tujuan khusus:
a. Meningkatkan esiensi pelayanan di fasilitas kesehatan dalam
menangani kasus-kasus gangguan pernapasan.
b. Meningkatkan kualitas penatalaksanaan kasus gangguan
pernapasan dalam sistem pelayanan kesehatan.
c. Meminimalisasi beban kesakitan dan kematian akibat gangguan
pernapasan.
B. Komponen Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Komponen yang perlu diperhatikan dalam penerapan Pendekatan
Praktis Kesehatan Paru di suatu wilayah adalah:
1. Diprioritaskan pada 4 penyakit gangguan pernapasan yaitu TB,
Pneumonia
5tahun, Asma dan PPOK.
2. Standarisasi penanganan gangguan saluran pernapasan 4 penyakit
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Puskesmas.
3. Koordinasi antar tingkat pelayanan kesehatan umum, dan antar
program pengendalian TB dengan pengendalian gangguan
pernapasan lainnya (Infeksi Saluran Pernapasan Akut/ ISPA d an
Pengendalian Penyakit Tidak Menular/ PPTM).
C. Kebijakan Operasional
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan Program Pengendalian
TB, ISPA, Asma dan PPOK.
6
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
2. Mengoptimalkan deteksi dini (skrining) penyakit TB, Pneumonia
5
tahun, Asma dan PPOK.
3. Meningkatkan tatalaksana Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
sesuai standar.
4. Memantau dan mengevaluasi penerapan kegiatan Pendekatan
Praktis Kesehatan Paru.
5. Meningkatkan manajemen deteksi dini penyakit terkait gangguan
pernapasan secara optimal.
6. Meningkatkan peran petugas kesehatan dalam melakukan KIE yang
benar tentang penyakit TB, Pneumonia
5 tahun, Asma dan PPOK.
7. Mengembangkan sistem informasi Pendekatan Praktis Kesehatan
Paru.
8. Meningkatkan peran pemerintah daerah dalam kebijakan dan
pembiayaan penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
9. Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru.
D. Prinsip Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
1. Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan
pendekatan praktis terhadap 4 jenis penyakit gangguan pernapasan,
yaitu TB, Pneumonia
5 tahun, Asma dan PPOK.
2. Pendekatan fungsional yang memadukan program yang sudah ada
(TB, ISPA, dan PPTM), bukan secara struktural.
3. Pendekatan praktis terhadap gejala penyakit, bukan pada
penyakitnya, karena seorang pasien dapat mengalami lebih dari 1
gangguan pernapasan.
4. Tatalaksana terintegrasi pada pasien dengan mengacu pada
standar tatalaksana masing-masing penyakit.
5. Pembentukan dan pengembangan jejaring kerja Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru.
6. Pemantauan dan penilaian penerapan pelaksanaan kegiatan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilaksanakan secara berkala
dan berkesinambungan.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
7
E. Pengorganisasian
Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru perlu dibentuk
Kelompok Kerja (Pokja) pada semua tingkat, mulai dari tingkat
nasional, provinsi, kabupaten/kota yang beranggotakan unsur dari
unit teknis yaitu Program Pengendalian TB, Program Pengendalian
ISPA, Program Pengendalian Penyakit Asma dan PPOK
(Pengendalian Penyakit Tidak Menular), Program Bina Upaya
Kesehatan, Tim Ahli Klinis (TAK), Organisasi profesi, WHO,
Perwakilan LSM dan donor.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjut, Tim beranggotakan :
1. Pimpinan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / Komite Medik
Rumah Sakit
2. Dokter fungsional
3. Perawat/bidan
4. Petugas laboratorium
5. Petugas farmasi
6. Petugas pencatatan & pelaporan
Pimpinan Fasilitas Kesehatan menunjuk seorang Koordinator
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru yang mempunyai akses ke unit
DOTS maupun ke Poli PTM/Poli PAL/Penyakit Dalam/Poli Paru.
Pimpinan Puskesmas dapat menjadi koordinator Penerapan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di wilayah kerjanya.
Tugas dan Fungsi Pokja:
1. Pusat
a. Menyusun panduan teknis dan rencana aksi nasional Penerapan
Praktis Kesehatan Paru.
b. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan.
d. Membentuk jejaring kerja dan melakukan koordinasi.
e. Menyediakan dukungan program (anggaran, sarana, dan logistik
lainnya) sesuai tugas dan fungsi program terkait.
8
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
2. Provinsi dan Kabupaten/kota
a. Menyusun rencana kerja Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
b. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan.
d. Membentuk jejaring kerja dan melakukan koordinasi.
e. Menyediakan dukungan program (anggaran, sarana, dan logistik
lainnya) sesuai tugas dan fungsi program terkait.
f. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
3. Fasilitas Kesehatan
a. Menyusun rencana kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan
Paru
b. Melakukan tatalaksana kasus gangguan pernapasan terkait
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
c. Membangun jejaring internal dan eksternal melalui koordinasi
dengan wasor TB, pengelola program PTM dan pengelola
program ISPA dinas kesehatan kabupaten/kota
d. Memantau dan melaksanakan mekanisme rujukan terkait
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
F. Pelaksanaan Kegiatan di Fasilitas Kesehatan
1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama :
a. Menilai keadaan pasien gangguan pernapasan
b. Mengelompokkan penyakit berdasarkan gejala
c. Menegakkan diagnosis penyakit dan penanganannya
d. Merujuk pasien yang membutuhkan perawatan lebih lanjut
e. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
f. Melaksanakan pertemuan jejaring internal dan eksternal
g. Memberikan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi)
2. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut :
a. Menilai keadaan pasien gangguan pernapasan
b. Mengelompokkan penyakit berdasarkan gejala
c. Menegakkan diagnosis penyakit dan penanganannya
d. Melakukan perawatan pasien yang dirujuk
e. Memberikan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi)
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
9
f. Melakukan rujuk balik
g. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan bagi pasien rujuk balik
h. Meningkatkan jejaring internal dan eksternal
10
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
BAB III
TATALAKSANA PENYAKIT TERKAIT PENDEKATAN PRAKTIS
KESEHATAN PARU
Langkah-langkah Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilakukan mulai dari
penilaian, pengelompokkan berdasarkan gejala penyakit, penegakan
diagnosis, penatalaksanaan, dan tindak lanjut
A. Penilaian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penilaian:
1. Pengisian Identitas Pasien
Setiap pasien harus dilengkapi Kartu Identitas Pasien (dengan
menggunakan formulir PAL 01 dan PAL 02).
2. Anamnesis
Anamnesis pada kunjungan pertama kali ditanyakan keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
pekerjaan dan sosial, dan riwayat penyakit keluarga.
Tujuan kunjungan awal dan kunjungan ulang dapat berbeda.
Kunjungan ulang bisa dilakukan untuk memenuhi janji atau
karena serangan penyakit (Asma atau PPOK) diluar jadwal
kunjungan
ulang.
Jika
kunjungan
ulang,
tanyakan
p e r k e m b a n g a n setelah mendapat pengobatan sebelumnya.
Bila kunjungan karena keadaan yang memburuk/berat
pertimbangkan adanya kegawatan dan segera dirujuk ke Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sik yang diukur adalah tanda vital (nadi, frekuensi
napas, suhu badan dan tekanan darah) dan menilai keadaan
umum (kesadaran pasien).
4. Penilaian Keadaan Pasien dan Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan sik selanjutnya
keadaan pasien dikelompokkan berdasarkan gejala/tanda atau
diagnosis. Dalam situasi kegawatdaruratan pasien harus segera
ditatalaksana.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
11
5. Pengisian Rekam Medis dengan Benar dan Lengkap
Catat semua informasi yang berkaitan dengan batuk dan sesak
napas, ditambah informasi lain bila ada.
B. Pengelompokkan
Kelompokkan pasien berdasarkan gejala
dan
tanda
yang
sama/menyerupai untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan gejala
sedang dan ringan ditatalaksana di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang ada.
1. Gejala dan Tanda Berdasarkan Gangguan Pernapasan
Identikasi gejala dan tanda berdasarkan gangguan pernapasan,
yaitu:
a. Batuk.
b. Sesak.
Atas dasar gejala utama tersebut digali informasi tambahan
untuk dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut. Adapun gejala
lain yang mungkin menyertai dapat berupa nyeri dada dan batuk
darah (lihat Bagan 1.).
12
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Bagan 1. Gejala Gangguan Pernapasan
Gejala Gangguan Pernapasan
Batuk
≥2
minggu
• Tuberkulosis
• Asma
• Pertusis
• Sinusitis
• Bronkitis kronis
• Bronkiektasis
• PRGE
<2
minggu
• Pneumonia
• Faringitis
• Laringitis
• Tonsilitis
• Sinusitis
• Bronkitis Akut
Sesak Napas
• Asma
• PPOK
• Pneumotoraks
• Efusi Pleura
• PRGE (Penyakit
Reuks Gastro
Esofagus)
Gejala Lain
Nyeri Dada
• Pleuritis
• Efusi pleura
• Pneumo-toraks
• PRGE
Batuk Darah
• TB
• Bronkiektasis
• Tumor Paru
a. Batuk
Bila pasien datang dengan keluhan batuk, maka tanyakan:
1) Sudah berapa lama? Lama batuk dapat di bedakan menjadi 2
minggu dan < 2 minggu.
2) Apakah memburuk pada malam atau dini hari?
3) Apakah ada pencetus?
4) Bagaimana pola batuknya (menetap atau tidak)?
5) Apakah berdahak, bila ya bagaimana kekentalan dan warna
dahak?
6) Apakah dahak bercampur darah?
7) Adakah keluhan saluran napas atas, seperti sakit tenggorok,
hidung tersumbat, pilek, dan bersin?
8) Adakah keluhan pernapasan, seperti sesak napas, nyeri dada,
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
13
dan mengi?
9) Adakah keluhan yang lainnya, seperti demam, nyeri epigastrium,
dan mual?
Bila batuk
2 minggu, disertai demam, pikirkan kemungkinan
adanya infeksi kronik saluran pernapasan seperti TB dan Bronkitis
Kronik.
Bila batuk < 2 minggu disertai demam, pikirkan kemungkinan
adanya infeksi akut saluran pernapasan sebagai berikut:
1) Pneumonia.
2) Tonsil itis.
3) Sinusitis.
4) Laringitis.
5) Bronkitis akut.
b. Sesak napas
Dapat disebabkan oleh gangguan pernapasan dan bukan
gangguan pernapasan (misalnya kelainan jantung dan pembuluh
darah, gangguan metabolik-endokrin, hematologi, tumor pada
saluran pernapasan dan psikis).
Tanda -tanda sesak napas yang bukan disebabkan oleh gangguan
pernapasan adalah:
1) Umumnya tidak disertai gejala pernapasan lainnya (batuk,
berdahak).
2) Terdapat tanda dan gejala dari organ atau sistem terkait.
c. Gejala lain
1) Nyeri dada (yang lokasinya bukan di daerah jantung), dapat
disertai demam atau batuk dan terlokalisir, pikirkan pleuritis.
Berikan anti-inamasi, analgetik dan antibiotika jika bersifat
akut. Rujuk jika tidak ada perbaikan. Umumnya nyeri dada
disertai gejala pernapasan lainnya (sesak napas dan batuk).
2) Batuk darah mungkin disebabkan oleh Tuberkulosis,
Bronkiektasis dan Tumor Paru. Jika terlihat tanda-tanda
14
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
kegawatdaruratan, segera rujuk pasien ke Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut.
2. Tanda-tanda Kegawatdaruratan untuk Pasien yang Perlu
Dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
Tanda -tanda kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
segera dan lebih cepat adalah salah satu dibawah ini:
a. Kesadaran menurun: sangat gelisah dan bingung;
b. Bernafas menggunakan seluruh otot bantu pernapasan;
c. Sesak nafas pada saat berbicara atau istirahat;
d. Batuk darah;
e. Tekanan sistolik < 90 mm Hg dan diastolik < 60 mm Hg;
f. Frekuensi pernapasan 30/ menit;
g. Frekuensi nadi 120/menit;
h. Suhu Badan > 39ºC (Aksila).
Bagan 2. Mekanisme Rujukan Pasien PAL dari Fasilitas Kesehatan
ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
Rujukan Balik
Rujukan
• Penatalaksanaan sesuai SOP
• Pengisian Formulir PAL 04 (jawaban rujukan)
• Mengirimkan Formulir PAL 04 yang terisi ke Fasilitas Kesehatan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer
• Penilaian Keadaan Pasien
• Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
• Pengisian Formulir PAL 04
• Pengisian rekap Formulir PAL 06
Catatan :
Fasilitas Kesehatan mengisi rekap Formulir PAL 06 setelah menerima
jawaban rujukan formulir PAL 04 dari Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjut
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
15
C. Penegakan diagnosis
Penegakan Diagnosis berdasarkan pengelompokan gejala, tanda
dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pasien yang mengalami
kegawatdaruratan segera dilakukan tindakan awal atau dirujuk ke
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut. Pemeriksaan
penunjang dilakukan sesuai kebutuhan untuk menegakkan
diagnosis berdasarkan Tabel 1. dan Tabel 2. pada halaman berikut.
16
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
17
Tabel 1. Tatalaksana Pasien Gangguan Pernapasan (Pendekatan Praktis Kesehatan Paru)
Pemeriksaan
Klasikasi/
Gejala Utama
Gejala Tambahan
Pemeriksaan Fisis
Penunjang
Diagnosis
Batuk ≥ 2 minggu
Tuberkulosis
·Berdahak
Auskultasi bervariasi
·Periksa BTA SPS
Paru
·Berdarah
sesuai luas lesi (bisa
·Nyeri dada
normal atau dengan
·Sesak napas
kelainan)
·Nafsu makan menurun
·Berat badan menurun
·Keringat malam
·Suhu Subfebris
·Badan lesu
18
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Batuk <2 minggu
(AI) bila ada riwayat
20x/menit
kontak dengan unggas · Frekuensi nadi cepat
yang sakit/mati.
(>100x/menit)
· Sianosis (jika berat)
· Auskultasi ronki basah
· Demam
Suhu > 37.50C
· Sesak napas
·Frekuensi napas :
· Nyeri dada pleuritik
o Umur 5-12 tahun:
· Dahak berwarna
30x/menit
· Pikirkan Avian Inuenza o Umur ≥13 tahun:
Sputum
·Pemeriksaan darah
tepi ditemukan
leukositosis
·Pada AI
pemeriksaan darah
tepi ditemukan
leukopenia
·Pemeriksaan Gram
Pneumonia
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
19
Batuk dengan
karakteristik:
· Berulang atau hilang
timbul
· Ada faktor pencetus
Memburuk pada malam
hari
Sesak napas dengan
karakteristik:
·Berulang atau hilang
timbul
·Ada faktor pencetus
Gejala Utama
berat/tertekan
· Berdahak
· Riwayat atopi
· Riwayat keluarga
(Asma/atopi)
· Mengi
· Sesak napas
· Dada terasa
Dapat disertai:
Gejala Tambahan
Bervariasi dari normal
sampai terdengar
wheezing.
Di saat serangan bisa
ditemukan:
·Pemakaian otot bantu
napas
·Meningkatnya Frekuensi
napas
·Nadi dapat meningkat
·Terdengar wheezing
Pemeriksaan Fisis
Ekspirasi (APE)
·Spirometri
·Ukur Arus Puncak
Pemeriksaan
Penunjang
Asma
Diagnosis/
Klasikasi
20
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Sesak Napas
dengan karakteristik:
·Terus menerus dan
bertambah berat bila
beraktivitas
·Makin lama makin
berat (progresif)
lama atau terpajan zat
polutan/iritan
· Batuk berdahak yang
makin banyak
· Demam
· Mengi
· Usia > 45 tahun
· Ada riwayat merokok
Dapat ditemukan:
(ekspirasi melalui mulut
seperti orang meniup)
·Wheezing
·Ronki kering
·Purse-lip breathing
meningkat
·Frekuensi napas
napas
·Tampilan ‘dada tong’
·Pemakaian otot bantu
Ekspirasi (APE)
·Foto toraks
·Spirometri
·Ukur Arus Puncak
PPOK
1. Tuberkulosis (TB)
Gejala Utama Tuberkulosis Paru:
a. Batuk 2 minggu.
b. Berdahak.
Gejala Tambahan Tuberkulosis Paru:
a. Batuk berdarah
b. Nyeri dada
c. Sesak napas
d. Nafsu makan menurun
e. Berat badan menurun
f. Keringat malam tanpa kegiatan
g. Badan lesu
h. Demam yang tidak tinggi (subfebris)
Bila dari hasil pengelompokan gejala pasien dinyatakan sebagai
terduga TB, maka pasien dirujuk ke unit DOTS untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Bila dari hasil pemeriksaan di unit
DOTS dinyatakan bukan TB maka pasien dirujuk kembali ke poli
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru (pikirkan kemungkinan
penyakit Pneumonia, Asma atau PPOK), tetapi bila hasil
pemeriksaan
dinyatakan
TB
maka
penatalaksanaan
selanjutnya oleh unit DOTS dan menginformasikan ke poli yang
merujuk.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
21
TB pada Anak
Pengegakkan diagnosis pada TB anak menggunakan sistem
skoring.
Tabel 3. Sistem Skoring Gejala dan Pemeriksaan Penunjang
TB
Parameter
0
Kontak TB
Tidak
jelas
Uji tuberculin
Negatif
1
2
Positif ( 10
mm
atau 5 mm
pada keadaan
imunosupresi)
Bawah garis
Klinis gizi
merah (KMS)
buruk
atau BB/U <80% (BB/U < 60%)
Demam tanpa
sebab jelas
> 2 minggu
Pembesaran
kelenjar limfe
leher, aksila,
inguinal
Jumlah
Laporan
BTA positif
keluarga, BTA
negatif atau
tidak tahu, BTA
tidak jelas
Berat badan/
keadaan gizi
Batuk
3
2 minggu
>1 cm,
jumlah >1, tidak
nyeri
Pembengkakan
Ada
sendi,
pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto toraks
Normal Kesan TB
Toraks
/ tidak
jelas
Jumlah
Catatan :
· Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
· Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab
batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
· Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien
dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.
· Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).-->
22
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
lihat lampiran tabel berat badan anak.
· Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
· Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7
hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem
skoring TB anak.
· Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 13)
· Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut untuk evaluasi lebih lanjut.
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu
keadaan di bawah ini:
1.Tanda bahaya:
kejang, kaku kuduk
• penurunan kesadaran
• kegawatan lain, misalnya sesak napas
2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi
pleura
3. Gibbus, koksitis
Sumber penularan dan Case Finding TB Anak (sumber IDAI)
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus
dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular
TB. Sumber penularan adalah pasien dewasa dengan TB aktif
dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi
dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum
(pelacakan sentripetal).
Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan
sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitarnya yang mungkin juga
tertular, dengan cara uji tuberkulin. Bila hasil uji tuberkulin negatif
berarti anak belum terinfeksi atau masih dalam masa inkubasi.
Anak tersebut diberikan profilaksis.
2. Pneumonia
Gejala dan Tanda
Gejala klinis utama Pneumonia adalah batuk dan atau sukar
bernapas, disertai minimal dua gejala tambahan sebagai berikut :
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
23
a. Demam > 38OC.
b. Napas cepat.
1. Umur 5 -12 th : frekuensi napas >30 kali/menit.
2. Umur >13 th : frekuensi napas >20 kali/menit.
c. Nyeri dada pleuritik (nyeri dada pada waktu menarik napas).
d. Pemeriksaan auskultasi: terdengar ronki saat menarik napas.
Diagnosis
Pneumonia
didasarkan
pada
anamnesis,
pemeriksaan sik, foto toraks dan laboratorium. Pneumonia
diklasikasi
berdasarkan
derajat
keparahannya
yaitu
Pneumonia dan Pneumonia berat. Pneumonia dapat dilakukan
rawat jalan, Pneumonia berat dirujuk ke Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut, baik pada anak 5 tahun maupun orang
dewasa.
Pemeriksaan Foto Toraks
Pada fasilitas yang memiliki alat rontgen dapat dilakukan
pemeriksaan foto toraks untuk melihat gambaran inltrat atau
konsolidasi.
Pneumonia Anak
Pneumonia bisa disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian
besar episode yang serius disebabkan oleh bakteria. Sulit
menentukan penyebab spesik melalui gambaran klinis atau
gambaran foto toraks. Secara epidemiologi penyebab utama
bakterial pada Pneumonia anak usia >5 tahun adalah
Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, dan
Chlamydia pneumoniae.
Gambaran klinis pneumonia pada anak yang lebih besar (>5
tahun) umumnya timbul secara tiba-tiba, didahului dengan
demam mendadak tinggi sampai menggigil, batuk, dan sakit
Pneumonia
Kriteria Pneumonia yang dirujuk
Kriteria Pneumonia yang harus dirujuk ke Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut adalah jika ditemukan:
a. Pneumonia Berat.
1) Untuk kelompok umur 5-12 tahun dengan gejala:
24
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
b.
c.
d.
e.
f.
· Sesak napas .> 30 kali/menit
· Napas cuping hidung.
· Retraksi suprasternal.
· Sianosis.
· Mungkin terdapat ancaman gagal napas.
2) Untuk kelompok umur >13 tahun dengan salah satu gejala
dibawah ini:
· Sesak napas dengan frekuensi >20x/menit.
· Foto toraks menunjukkan inltrate mokulobus.
· Tekanan sistolik <90 mmHg.
· Tekanan diastolik <60 mmHg.
Pneumonia pada pengguna NAPZA.
Pneumonia dengan batuk darah.
Pneumonia pada pasien HIV.
Pneumonia pada orang tua.
Pneumonia pada pasien DM.
Klasikasi berdasarkan derajat keparahan Pneumonia dibagi
menjadi Pneumonia berat yang harus di rawat inap dan
Pneumonia ringan yang bisa rawat jalan.
a. Pneumonia
Diagnosis
Gambaran klinis Pneumonia:
1) demam, batuk sakit dada
2) sakit kepala, gelisah, malaise,
3) penurunan nafsu makan,
4) keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah atau diare,
5) napas anak cepat ( 30 kali/menit).
Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda
Pneumonia berat.
b. Pneumonia Berat
Diagnosis:
Terdapat gejala seperti Pneumonia ditambah keadaan seperti
di bawah ini:
Napas cuping hidung,
1) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (retraksi
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
25
epigastrium),
2) Napas cepat: 30 kali/menit,
3) Ronki basah,
4) Suara pernapasan menurun,
5) Suara pernapasan bronkial,
6) Foto toraks menunjukkan gambaran Pneumonia (inltrat
luas, konsolidasi).
Tanda -tanda bahaya yang mungkin dijumpai:
a) Kejang, letargis atau tidak sadar
b) Tidak dapat minum/makan, atau memuntahkan
semuanya.
c) Sianosis.
d) Distres pernapasan berat.
26
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Pneumonia Komunitas Pada Dewasa
Pada dewasa, pneumonia dibagi menjadi pneumonia komunitas
dan pnemonia yang didapat di rumah sakit. Pada umumnya yang
terjadi di masyarakat adalah pneumonia komunitas. Diagnosis
pneumonia didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan sis,
foto toraks, dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia
komunitas ditegakkan apabila pada foto toraks terdapat
inltrat/air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di
bawah ini:
· Sesak napas
· Batuk
· Perubahan karakteristik sputum/ purulen
· Suhu tubuh > 380C aksila atau riwayat demam
· Nyeri dada
· Pada pemeriksaan sis dapat ditemukan tanda-tanda
konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
· Leukosit
10.000 atau < 4.500
Penilaian derajat keparahan pneumonia komunitas dapat
dilakukan dengan sistem skor menurut Pneumonia Severity
Index (PSI) atau menggunakan kriteria CURB-65 yaitu
Confusion, Ureum > 40 mg/dl, frekuensi napas
30x permenit,
tekanan sistolik < 90 mmHg, dan tekanan diastolik < 60 mmHg,
dan usia
65 tahun. Hal ini dapat mengindentikasi apakah
pasien dapat dirawat inap atau tidak. Bila CURB-65 skor 0-1
atau PSI < 70, maka pasien dapat dirawat jalan.
Pasien dengan kriteria di bawah ini segera dirujuk ke rumah sakit
a.l:
· Kesadaran menurun
· Frekuensi napas lebih dari 30x per menit
· Foto toraks menunjukkan Inltrat Multilobus
· Tekanan sistolik < 90 mmHg
· Tekanan diastolik < 60 mmHg
· Pneumonia pada Napza dirujuk ke rumah sakit.
Apabila pasien dirawat jalan, perlu diberikan pengobatan
suportif-simptomatik, al:
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
27
· Istirahat di tempat tidur
· Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
· Bila panas tinggi, perlu dikompres atau diberikan obat
penurun panas
· Bila perlu diberikan mukolitik dan ekspetoran
· Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
Antibiotik Empiris yang Digunakan
· Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
ATAU
o Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
riwayat
· Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya.
o Fluorokuinolon
respirasi
(levooksasin
750
mg,
moksioksasin)
ATAU
o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
o β laktam ditambah makrolid
Pasien dengan faktor komorbid yang memiliki faktor yang dapat
mempegaruhi kecendurang terhadap jenis kuman tertentu dan
menjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan, seperti riwayat
penggunaan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, pecandu alkohol,
mempunyai penyakit kelainan dasar paru, mempunyai penyakit
kelainan yang multiple, pengobatan dengan kortikosteroid > 10
mg per hari dan gizi kurang.
3. Asma
Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang
melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya
sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di
dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau
menjelang pagi.
28
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Episode munculnya gejala tersebut berhubungan dengan
obstruksi saluran respiratori pada berbagai tingkatan, dapat
hilang spontan maupun dengan pengobatan
a. Gejala dengan karakteristik
1) Berulang atau hilang timbul.
2) Ada faktor pencetus.
3) Memburuk pada malam hari.
4) Dapat mereda spontan atau dengan pengobatan pelega
(reversibel).
Gejalanya dapat berupa:
1) Sesak napas.
2) Batuk.
3) Berdahak.
4) Riwayat atopi.
5) Riwayat keluarga (Asma/atopi).
b. Klasikasi
Klasikasi berdasarkan GINA 2003:
1) Asma Intermitten
a. Gejala < 1x seminggu
b. Gejala Asma malam < 2x sebulan
c. Serangan singkat tidak mengganggu aktitas
d. Nilai VEP1 atau APE 80% nilai prediksi
e. Variabilitas APE < 20%
2) Asma Persisten Ringan
a. Gejala 1x seminggu serangan tapi < 1x sehari
b. Eksaserbasi dapat mengganggu aktitas dan tidur
c. Gejala Asma malam > 2x sebulan
d. Nilai VEP1 atau APE > 80% nilai prediksi
e. Variabilitas APE 20 – 30 %
3) Asma Persisten Sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala Asma malam > 1x seminggu
c. Eksaserbasi dapat mengganggu aktitas dan tidur
d. Nilai VEP1 atau APE 60 - 80% nilai prediksi
e. Variabilitas APE > 30 %
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
29
4) Asma Persisten Berat
a. Gejala berkepanjangan
b. Eksaserbasi sering
c. Gejala Asma malam sering
d. Aktiftas sik terbatas
e. Nilai VEP1atau APE 60% nilai prediksi
f. Variabilitas APE > 30 %
Klasikasi berdasarkan GINA 2012:
Klasikasi
Asma
dalam
keadaan
tidak
serangan
berdasarkan kondisi terkontrolnya Asma. Penilaian kontrol
Asma dengan menggunakan Asma Control Test (ACT).
Keterangan selanjutnya pada bagian penilaian kontrol
Asma.
Asma diklasikasikan berdasarkan kondisi kontrol Asma:
1) Asma terkontrol penuh.
2) Asma terkontrol sebagian.
3) Asma tidak terkontrol.
Klasikasi berdasarkan GINA 2014:
Gejala tipikal asma:
1) Lebih dari satu gejala berikut: mengi, sesak napas,
batuk, dada terasa berat, terutama pada orang dewasa.
2) Gejala sering memburuk malam hari atau menjelang pagi
3) Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya
4) Ada faktor pencetus
30
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel 4. Penilaian Kontrol Asma untuk dewasa, remaja dan anak
usia 6-11 tahun
A. KONTROL G E J A L A ASMA
Dalam 4 minggu
Terkontrol
terakhir, apakah pasien (semua
mempunyai:
kriteria)
Gejala harian asma
Tidak ada
atau 2x/
mgg
Tidak ada
Terkontrol
Tidak
Sebagian
Terkontrol
(didapatkan 1-2
kriteria dibawah
ini)
Didapatkan
>2x/mgg
3-4
gambaran
Asma terkon
ada
trol sebagian
Terbangun malam
hari karena sesak
napas (asma
malam/nokturnal)
Keterbatasan aktivitas Tidak ada
ada
karena asma
Tidak ada
Kebutuhan pelega
>2x/mgg
sesak napas
B. FAKTOR RISIKO ASMA PERBURUKAN (risk factors for
poor asthma outcomes)
Nilai faktor risiko saat mendiagnosis dan secara periodik, terutama
pada pasien yang pernah eksaserbasi.
Pengukuran FEV1 pada saat memulai pengobatan asma, 3-6
bulan setelah pengobatan, dan setelahnya secara periodik untuk
menilai risiko selanjutnya.
Faktor risiko independen yang dimodikasi ≥1 dari faktor risiko
untuk terjadinya eksaserbasi:
ini
akan
meningkatkan risiko
·Gejala asma tidak terkontrol
·Penggunaan SABA yang berlebihan (>1 eksaserbasi bahkan
pada pasien yang
x 200 dosis mdi/bulan)
dengan
·Penggunaan ICS inadequat, tidak ada terkontrol
peresepan ICS, kurang patuh berobat, baik.
teknik penggunaan inhaler tidak tepat
·VEP1 rendah, terutama bila <60%
prediksi
·Masalah psikologis atau sosioekonomi
yang besar
·Terpajan asap rokok, atau allergen
·Komorbid: obesitas, rhinosinusitis, alergi
makanan
·Eosinolia sputum atau darah
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
31
·Kehamilan
Faktor risiko independen lainnya yang
utama:
·Riwayat intubasi atau ICU karena asma
·Riwayat ≥1 eksaserbasi berat dalam 12
bulan terakhir
Sumber: Global Initiative for Asthma (GINA) 2014
Serangan Asma:
Serangan Asma adalah perburukan kondisi penyakit, ditandai
dengan bertambahnya gejala sesak napas, batuk, dan mengi.
Gejala ini timbul disebabkan oleh faktor pencetus. Serangan
Asma dapat bervariasi dari ringan sampai berat bahkan sampai
mengancam jiwa.
Tabel 5. Klasifikasi Asma Berdasarkan Derajat Serangan
Gejala dan Berat Serangan Akut
Ancaman
Tanda
Henti
Ringan
Sedang
Berat
nafas
Sesak napas Berjalan
Istirahat
·Berbicara
saat
Pada bayi,
·Pada bayi,
suara tangis berhenti
lebih pelan makan
dan pendek
·Kesulitan
Posisi
Dapat tidur
Duduk
Duduk
terlentang
membungkuk
Cara
Satu kalimat
Beberapa kata Kata demi
berbicara
kata
Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah
Gelisah
·Mengantuk,
·Gelisah,
·Kesadaran
menurun
Sianosis
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Nyata
Mengi
Nyaring,
Sedang, sering
hanya pada akhir sepanjang
ekspirasi ±
ekspirasi
inspirasi
32
Sangat
nyaring,
terdengar
tanpa
Sulit/tidak
terdengar
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Penggunaan Biasanya tidak
otot bantu
napas
Retraksi
Dangkal, retraksi
sela iga
Frekuensi
napas
Frekuensi
nadi
Pulsus
paradoksus
Saturasi
Oksigen
Biasanya ya
Ya
Gerakan
paradok
torako
abdominal
Sedang,
ditambah
Dalam, dan Dangkal/
napas cuping hilang
retraksi
hidung
suprasterna
Takipnu Dewasa Takipnu
Takipnu
Bradipnu
: 20
Dewasa : 20 -30 Dewasa : > 30
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :
Usia frekuensi napas normal per menit
5 – 14 thn
< 30
15 thn
< 20
Dewasa : 100 Dewasa :100 - Dewasa :
Bradikardi
120
>120
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak :
Usia
frekuensi nadi normal per menit
2-12 bln
<160
1-5 thn
<120
6-8 thn
<110
·Tidak ada,
Tidak ada
Ada
ada
·Kelelahan
<10 mmHg
10-20 mmHg
>20
otot
mmHg
respiratorik
>95%
91-95%
<90%
<90%
Sumber: GINA (Global Initiative for Asthma) 2012
Asma Anak
Kecurigaan awal seorang anak menderita Asma adalah gejala
mengi dan/atau batuk yang terjadi secara kronik dan/atau
berulang disebut sebagai BKB (Batuk Kronik Berulang). Tidak
sulit mengidentikasi BKB karena Asma. Batuk karena Asma,
akan timbul bila terpajan dengan faktor pencetus. Sebagian
besar orang tua biasanya dapat menandai hal-hal apa saja yang
menjadi pencetus batuk Asma pada anaknya.
Batuk pada Asma mempunyai ciri khusus yaitu lebih berat pada
malam atau dini hari. Biasanya perbedaan intensitas antara
batuk siang dan malam hari sangat nyata. Pada siang hari
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
33
batuk hanya sesekali, bahkan tidak batuk, sedangkan pada
malam hari anak batuk demikian hebat sehingga anak tidak
dapat tidur atau berulang kali terbangun dari tidurnya karena
batuk. Gejala nokturnal ini menunjukkan adanya variabilitas
yaitu perbedaan intensitas antara siang dan malam hari.
Gejala batuk ini timbul secara berulang atau dapat timbul pada
waktu/musim tertentu. Keadaan ini menunjukkan adanya
periodisitas atau episodisitas. Sebagian besar Asma
dasarnya adalah alergi. Pada penelusuran keluarga secara teliti
biasanya terdapat gejala alergi pada keluarga. Diagnosis Asma
akan lebih kuat bila pasien menunjukkan respons yang baik
terhadap pemberian obat Asma yang ditandai dengan
meredanya batuk. Hal ini menunjukkan adanya reversibilitas.
Gejala mengi pada pasien dewasa hampir selalu
disebabkan oleh Asma. Pada anak gejala mengi dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan klinis lain.
Sebaliknya anak Asma dapat tanpa gejala mengi namun
dengan gejala batuk dengan karakteristik yang khas.
Diagnosis yang tepat sangat diperlukan pada asma agar
pengobatan yang diberikan tepat pula. Gejala asma bersifat
intermiten sehingga yang lebih sering melihat langsung adalah
orangtua atau pasiennya sendiri. Pada anak diagnosis mengi
sering tertukar dengan penyakit saluran respiratori lain seperti
TB, sindrom croup, bronkiolitis. Diagnosis asma anak
berdasarkan anamnesis (riwayat penyakit), pemeriksaan sik,
dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis riwayat penyakit
Untuk diagnosis asma pada anak ada 6 pertanyaan penting
yang perlu diajukan:
·Apakah pasien pernah mengalami mengi atau mengi
berulang?
·Apakah pasien mengalami batuk yang mengganggu tidur
pada malam hari?
34
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
·Apakah pasien mengalami mengi atau batuk setelah
melakukan aktivitas sik?
·Apakah pasien mengalami mengi, batuk, atau rasa dada
tertekan setelah terpajan allergen inhalan atau polutan?
·Apakah bila mengalami “common cold” terasa sampai di
dada atau memerlukan waktu >10 hari untuk sembuh?
·Apakah gejala membaik setelah pemberian obat asma
(bronkodilator)?
2) Pemeriksaan sik
Karena gejala asma pada anak sangat bervariasi,
maka pemeriksaan sik dapat menunjukkan keadaan
yang normal bila
tidak mengalami
serangan
(eksaserbasi). Mengi mungkin tidak ditemukan,
namun
sering
didapatkan
ekspirasi
yang
memanjang atau mengi saat melakukan ekspirasi
yang panjang. Perbaikan gejala dalam waktu cepat
setelah pemberian salbutamol inhalasi di poliklinik
sangat menyokong diagnosis asma pada anak.
3) Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Asma memerlukan pemeriksaan uji fungsi paru,
dengan alat Peak Flow Rate Meter dan Spirometer. Namun
pada penerapannya tidak mudah karena memerlukan
koordinasi/manuver yang sulit.
Cara pemberian obat yang utama dalam Asma adalah
dengan inhalasi atau obat hirupan. Anak-anak umumnya
juga mengalami kesulitan untuk menggunakan obat dengan
cara inhalasi, terutama dengan alat Dry Powder Inhaler (DPI)
dan Metered Dose Inhaler (MDI) sehingga menilai respons
pengobatan inhalasi untuk membantu
menegakkan
diagnosis, harus berhati-hati.
Bila sudah mampu laksana, anak juga perlu menjalani
berbagai pemeriksaan penunjang selengkap mungkin. Jika
diagnosis masih meragukan maka anak perlu dirujuk ke
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
35
fasilitas yang lebih lengkap untuk evaluasi lebih lanjut.
Kriteria rujukan adalah bila ditemukan berbagai temuan
yang mengarah ke diagnosis lain seperti dapat dilihat pada
tabel diagnosis banding.
Untuk mendukung diagnosis Asma anak dipakai batasan:
1) Variabilitas pada APE atau VEP1 > 15%
Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan
atau penurunan) hasil APE dalam satu hari. Penilaian
yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan
yang pemeriksaannya berlangsung > 2 minggu.
2) Kenaikan > 15% pada APE atau VEP1 setelah pemberian
inhalasi bronkodilator. Terjadi reversibilitas (perbedaan
nilai) setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
3) Penurunan > 15% pada APE atau VEP1 setelah uji
provokasi bronkus.
Keterangan :
APE : Arus Puncak Ekspirasi
VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa pada detik pertama
Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas
mingguan yang pemeriksaannya berlangsung > 2 minggu.
Klasikasi Asma Anak
Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami
serangan akut, dengan demikian Asma mempunyai dua aspek
yaitu aspek akut (penilaian saat ini) dan aspek kronik
(penilaian jangka panjang). Klasikasi Asma Anak dapat dilihat
dari aspek kronik dan aspek akut.
Pada aspek kronik derajat Asma dibagi 3 yaitu :
1) Asma episodik jarang: Gejala / serangan jarang timbul,
interval antar gejala > 1 bulan.
2) Asma episodik sering: Gejala / serangan sering timbul, interval
antar gejala < 1 bulan.
3) Asma persisten: Gejala hampir selalu ada.
Selain klasikasi diatas, pada aspek kronik diperlukan pula
36
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
klasikasi derajat kontrol (tingkat kendali) asmanya terutama
bila pasien telah mendapat pengobatan jangka panjang
menggunakan obat pengendali asma (kortikosteroid inhalasi).
Klasikasi tingkat kendali asma dapat dilihat pada tabel 4.
Pada aspek akut (serangan atau eksaserbasi), asma anak dibagi
menjadi:
1) Asma serangan ringan.
2) Asma serangan sedang.
3) Asma serangan berat.
4) Ancaman henti napas (lihat tabel 5)
Bila mendiagnosis seorang anak sebagai Asma (Pendekatan
Praktis Kesehatan Paruing tidak untuk pertama kalinya) maka
perlu disebutkan kedua aspek yaitu kronik dan akut. Misalnya,
Asma episodik sering - serangan ringan, atau Asma episodik
jarang - serangan berat. Dapat juga dijumpai pasien yang pada
penilaian saat ini tidak ada gejala sama sekali (Asma
terkontrol), atau ada gejala ringan yang tidak sampai memenuhi
kriteria serangan Asma. Jika pasien sudah menjalani tata
laksana Asma secara jangka panjang dan teratur berkonsultasi
maka kita menilai apakah Asmanya terkontrol atau tidak.
4. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat dicegah dan
diobati. Penyakit ini merupakan kelainan paru ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel, yang bersifat progresif, berhubungan
dengan respons inamasi terhadap partikel atau gas yang
beracun atau berbahaya. Eksaserbasi dan penyakit penyerta
(penyakit kardiavaskular, osteoporosis, depresi, Diabetes
Melitus, sindrom metabolik, infeksi saluran napas, kanker paru)
dapat mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Penyakit ini
mempunyai beberapa pengaruh kelainan ekstra paru yang
mempengaruhi tingkat keparahan penyakit.
Dalam perjalanan penyakit PPOK, ada fase PPOK stabil dan
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
37
PPOK eksaserbasi akut.
Kriteria PPOK stabil adalah:
a. Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas
kronik
b. Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil
analsis gas darah menunjukan PH normal PC)2 > 60 mmHg
dan PO2 < 60 mmHg
c. Sputum tidak berwarna atau jernih
d. Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat
PPOK (hasil spirometri)
e. Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
f. Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan
Eksaserbasi adalah suatu keadaan akut yang ditandai
dengan perburukkan gejala pernapasan dari keadaaan seharihari yang mengakibatkan pada perubahan penatalaksanaan.
Gejala PPOK eksaserbasi akut:
a. Batuk makin sering / hebat
b. Produksi sputum bertambah banyak
c. Sputum berubah warna
d. Sesak napas bertambah
e. Keterbatasan aktivitas bertambah
f. Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik
g. Kesadaran menurun
Faktor Risiko
1) Faktor risiko pejamu
- Genetik
- Hiper responsif jalan napas
- Pertumbuhan paru
2) Faktor risiko Pajanan
- Asap rokok (perokok aktif dan pasif)
- Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
- Polusi udara
· Polusi di dalam ruangan: asap rokok, asap tungku
38
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
-
masak
· Polusi di luar ruangan: gas buang kendaraan bermotor,
debu jalanan
Infeksi saluran napas bawah berulang
Kondisi sosial ekonomi
Langkah-Langkah Menegakkan Diagnosis
Tabel 6. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK
Gejala
Sesak yaitu:
Batuk Kronik
Batuk kronik
berdahak:
Riwayat terpajan
factor resiko,
terutama
Riwayat keluarga
dengan PPOK
Keterangan
Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persistent (menetap sepanjang hari)
Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai "Perlu
usaha untuk bernapas,"
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak.
Setiap batuk kronik berdahak dapat
mengindikasikan PPOK.
Asap rokok.
Debu dan bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur
Pertimbangkan PPOK jika ditemukan :
1. Riwayat pajanan faktor risiko
2. Sesak napas kronik progresif
3. Batuk kronik
4. Berdahak kronik
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
39
Bagan 3. Alur Diagnosis PPOK
Faktor risiko
- Usia
- Riwayat pajanan : asap rokok, polusi udara, polusi
tempat kerja
Gejala :
- Sesakl napas
- Batuk kronik
- Berdahak kronik
- Keterbatasan aktivitas
Pemeriksaan fisik*
Curiga PPOK
Spirometri
Normal
Curiga Penyakit Paru Lain
Foto Toraks
Penanganan sesuai
dugaan penyakit
VEP1/KVP <70% (setelah
bronkodilator)
PPOK Derajat I / II / III / IV
*Pemeriksaan sik :
a) Normal
b) Kelainan
Bentuk dada : barrel chest
Penggunaan otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Hipertro otot bantu napas
Femitus melemah, sela iga melebar
Hipersonor
Suara napas vesikuler melemah atau normal
Ekspirasi memanjang
Gambaran foto toraks pada PPOK dapat bervariasi dari normal
sampai ditemukan kelainan. Kelainan berupa:
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma Mendatar
Corakan Bronkovaskuler Meningkat
Bulla
Jantung Pendulum
40
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Diagnosis Banding PPOK
Diagnosis
Gambaran klinis
1. Onset usia pertengahan
2. Gejala progresif lambat
PPOK
3.
Riwayat merokok (lama & jumlah)
4.
Sesak saat aktivitas
5.
Hambatan aliran udara umumnya ireversibel
1.
2.
Onset usia dini
Gejala bervariasi dari hari ke hari
3.
Gejala pada waktu malam/dini hari lebih menonjol
4.
Dapat ditemukan alergi,rinitis dan atau eksim
5.
Riwayat asma dalam keluarga
6.
Hambatan aliran udara umumnya reversible
Kongestif
1.
2.
3.
Bronkiektasis
4.
1.
2.
Riwayat hipertensi
Ronki basah halus di basal paru
Gambaran foto toraks pembesaran jantung dan edema
paru
Pemeriksaan faal paru restriksi, bukan obstruksi
Sputum purulen dalam jumlah banyak
Sering berhubungan dengan infeksi bakteri
3.
Ronki basah kasar dan jari tabuh
4.
Gambaran foto toraks tampak honeycomb appearence
5.
Penebalan dinding bronkus
1.
2.
Onset semua usia
Gambaran foto toraks Inltrat
3.
Konrmasi mikrobiologi (Basil Tahan Asam / BTA)
Asma
Gagal jantung
Tuberkulosis
1.
Obstruksi Pasca 2.
3.
TB (SOPT)
Sindrom
Riwayat pengobatan anti tuberkulosis adekuat
Gambaran foto toraks bekas TB : brotik dan klasikasi
minimal
Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruksi yang tidak
reversible
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
41
Klasikasi Berdasarkan Beratnya Penyakit
Tabel 7. Klasikasi PPOK Berdasarkan GOLD 2010
Derajat
Derajat I:
PPOK
Ringan
Klinis
Faal Paru
Gejala batuk kronik dan VEP1/ KVP < 70
produksi sputum ada % VEP1 80%
tetapi tidak sering
prediksi
Derajat II:
PPOK
Sedang
Gejala sesak mulai
VEP1/KVP < 70
dirasakan saat aktitas % 50% VEP1
dan kadang ditemukan < 80% prediksi
gejala batuk dan
produksi sputum
Derajat III:
Gejala sesak lebih
VEP1/KVP < 70
PPOK Berat berat Penurunan
% 30% VEP1
aktitas,
< 50% prediksi
Rasa lelah dan
serangan,
eksaserbasi semakin
sering dan
berdampak pada
kualitas hidup pasien
Gejala diatas
VEP1/ KVP < 70
ditambah
%
tanda-tanda gagal
VEP1 < 30%
napas atau tandaprediksi
tanda gagal jantung
VEP1 < 50%
kanan dan
prediksi dengan
ketergantungan
gagal napas
oksigen
kronik
Keterangan:
Keterangan
Pasien sering tidak
menyadari bahwa
faal paru mulai
menurun
Pada kondisi ini
pasien mulai
menurun
kesehatannya
Mulai
memeriksakan
kesehatannya
Pada derajat ini
kualitas
hidup pasien
memburuk
dan jika
eksaserbasi dapat
mengancam jiwa.
VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik 1
KVP = Kapasitas Vital Paksa
Penilaian Kelompok Pasien PPOK dan pengobatan ditentukan berdasar
gejala, nilai spirometri dan faktor risiko (riwayat frekuensi eksaserbasi).
Gejala diukur berdasarkan skor mMRC atau CAT.
42
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Populasi C:
Risiko tinggi, gejala sedikit,
termasuk kelompok PPOK
stadium III dan IV, ekseserbasi
pertahunnya > 2 kali, skor
mMRC 0-1 dan skor CAT < 10
Populasi A:
Risiko rendah, gejala sedikit,
termasuk kelompok PPOK
stadium I dan II, ekseserbasi
pertahunnya 0-1 kali, skor
mMRC 0-1 dan skor CAT
< 10
Populasi D:
Risiko tinggi, gejala banyak,
termasuk kelompok PPOK
stadium III dan IV, ekseserbasi
pertahunnya > 2 kali, skor mMRC
≥ 2 dan skor CAT ≥ 10
Populasi B:
Risiko rendah, gejala banyak,
termasuk kelompok PPOK
stadium I dan II, ekseserbasi
pertahunnya 0-1 kali, skor mMRC
≥ 2 dan skor CAT ≥ 10
D. Penatalaksanaan dan Tindak Lanjut
Pasien yang sudah dikelompokkan menurut gejala dan tanda tertentu,
segera dilakukan penatalaksanaan dan tindak lanjut yang sesuai
algoritma Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
43
1. Prinsip dalam Penatalaksanaan Pasien
a. perlu dipikirkan kemungkinan adanya penyakit lain yang
diderita pasien (dalam 1 pasien bisa ≥ 2 diagnosis).
b. Pemberian obat sesuai dengan diagnosis.
c. Pasien dengan kondisi kegawatdaruratan harus dirujuk ke
Rumah Sakit.
d. Merujuk pasien dengan kondisi tertentu yang membutuhkan
pemeriksaan penunjang atau pengobatan lanjutan ke Rumah
Sakit.
2. Penetapan Obat yang Akan Diberikan Baik untuk Jangka
Pendek Maupun Jangka Panjang serta Tindak Lanjut
Pengobatan
dan
tindak
lanjut
disesuaikan
dengan
pengelompokan dan diagnosis yang telah ditegakkan.
a. Penatalaksanaan/pengobatan TB
Apabila pasien sudah dinyatakan sebagai terduga TB,
maka dirujuk ke Poli DOTS.
b. Penatalaksanaan/pengobatan Pneumonia
Pengobatan medikamentosa pada pasien dewasa:
1) Beri antibiotik spektrum luas selama 5-7 hari:
a) Pilihan 1: Amoksisilin-asam klavulanat 3 x 500 mg (bila
tersedia di Puskesmas).
b) Pilihan 2: Amoksisilin 3 x 500 mg : 25-50mg/kgBB/hari.
c) Pilihan 3: Eritromisin 3 x 500 mg : 30mg/kgBB/hari.
d) Pilihan 4: Doksisiklin 2 x 100 mg (bila tersedia di
Puskesmas).
2) Beri obat simtomatis sesuai keluhan:
a) Analgetik-antipiretik.
b) Ekspektoran/Mukolitik.
3) Pengobatan Non-medikamentosa:
a) Tirah baring (bedrest).
b) Banyak minum.
c) Etika batuk (sesuai Universal Infection Precaution).
d) Kunjungan ulang 2-3 hari.
e) Jika berat dirujuk ke Rumah Sakit.
44
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Catatan :
Bila pasien dengan HIV (+), pikirkan Pneumocystis Carinii
Pneumonia (PCP) dan tambahkan terapi dengan Kotrimoksasol
untuk PCP Ringan sampai Sedang: 2 x 960 mg selama 21 hari
dilanjutkan 1 x 960 mg selama 6 bulan.
Tatalaksana Pneumonia pada pasien anak usia ≥ 5 tahun
Pada rawat jalan:
1) Medikamentosa
Beri antibiotik:
a) Kotrimoksasol (4 mg Trimetoprim/kgBB - 20mg
Sulfametoksazole /kgBB/hari). Dosis oral 2 kali
sehari selama 5 hari, atau
b) Amoksisilin (25 - 50 mg/kgBB/hari). Dosis oral 3
kali sehari selama 5 hari.
c) Bila diduga kuat penyebab pneumonia mikoplasma,
berikan golongan makrolid (eritromisin 50
mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis atau klaritromisin 15-20
mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis)
d) Untuk pasien HIV antibiotik diberikan selama 7 hari.
Bila dicurigai infeksi PCP dosis kotrimoksasol
diberikan 8 mg/kg BB/kali (TMP) diberikan tiga kali
sehari selama 3 minggu.
2) Non medikamentosa
Nasihat:
a) Anjurkan untuk memberi makan anak walaupun anak
dalam keadaan sesak napas, namun harus berhati-hati
agar tidak tersedak.
b) Anjurkan untuk membawa kembali anaknya setelah 2
hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk
atau tidak bisa minum.
Jika ditemui tanda Pneumonia berat:
1) Te r a p i oksigen 2 liter/menit dengan nasal
prong/nasal kanul.
2) A n a k dirujuk ke Rumah Sakit dengan
menggunakan Form PAL 04 dan direkapitulasi
menggunakan Form PAL 06.
Ketika anak kembali:
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
45
1) Jika pernapasann ya membaik (melambat),
demam berkurang, nafsu makan membaik,
lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.
2) Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu
makan tidak ada perubahan, rujuk ke Rumah
Sakit.
c. Penatalaksanaan/pengobatan Asma
Tujuan Penatalaksanaan
Mencapai Asma terkontrol, sehingga pasien Asma dapat hidup
normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas seharihari.
Kriteria Asma terkontrol anak dan dewasa
1) Tidak ada gejala atau gejala minimal.
2) Tidak ada serangan Asma malam hari.
3) Tidak ada pemakaian obat-obat pelega atau minimal.
4) Nilai APE normal atau mendekati normal.
5) Tidak ada keterbatasan aktivitas.
6) Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat.
Penatalaksanaan meliputi 4 komponen
1) KIE dan hubungan dokter-pasien.
2) Identikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor
risiko.
3) Penilaian, pengobatan dan monitor Asma.
4) Penatalaksanaan Asma eksaserbasi akut.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Asma dibagi menjadi 2,
yaitu: penatalaksanaan Asma jangka panjang dan
penatalaksanaan Asma akut/saat serangan.
1) Tatalaksana Asma jangka panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi,
obat Asma (pengontrol dan pelega) dan menjaga
kebugaran.
a) Edukasi:
Edukasi yang diberikan mencakup:
·
Kapan pasien berobat/mencari pertolongan.
46
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Mengenali gejala serangan Asma secara dini.
Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta
cara dan waktu penggunaannya.
·
Mengenali dan menghindari faktor pencetus.
·
Kontrol teratur.
b) Obat:
Terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega
diberikan pada saat serangan, obat pengontrol dengan
tujuan untuk mencegah serangan dan diberikan dalam
jangka panjang secara terus menerus. (lihat Lampiran
1.)
· Bila Asma tidak terkontrol diberikan obat pengontrol
(inhalasi budesonid), dievaluasi setiap bulan.
· Bila dalam satu bulan belum juga terkontrol, dosis
obat ditingkatkan.
· Bila Asma sudah terkontrol dan berlangsung selama
3 bulan dosis obat diturunkan.
· Dosis obat dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai
dengan keadaan Asma pasien sudah terkontrol
atau belum.
· Antibiotik diberikan bila terjadi infeksi bakteri
(Pneumonia, bronkitis akut, sinusitis), ditandai
dengan sputum purulen, demam dan leukositosis.
Antibiotik yang diberikan adalah amoksisilin dosis
50mg/kgBB/hari selama minimal 5 hari.
· Pasien dianjurkan untuk kontrol teratur/terjadwal
tidak hanya bila terjadi serangan akut. Hal tersebut
untuk meyakinkan bahwa Asma tetap terkontrol
dengan
mengupayakan
penurunan
terapi
seminimal mungkin.
c) Menjaga kebugaran:
Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga
menjaga kebugaran antara lain dengan melakukan
senam Asma. Pasien diberi tahu tempat yang
menyelenggarakan senam asma.
·
·
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
47
Bila pengobatan tidak berhasil, dirujuk ke Rumah Sakit.
Kriteria pasien yang dirujuk adalah:
a) Pada serangan akut yang mengancam jiwa.
b) Tidak respons dengan pengobatan.
c) Tanda dan gejala tidak jelas atau adanya komplikasi
atau penyakit penyerta (komorbid): seperti sinusitis,
polip hidung, aspergilosis (ABPA), rhinitis berat,
disfungsi pita suara, penyakit refluks gastroesofagus
(PRGE) dan PPOK.
d) Dibutuhkan
pemeriksaan/uji
lainnya
di
luar
pemeriksaan standar seperti uji kulit (uji alergi),
pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus,
uji latih (Cardiopulmonary Exercise Test), bronkoskopi
dan sebagainya.
Alasan/kemungkinan Asma tidak terkontrol:
a) Obat tidak adekuat (rejimen atau dosis).
b) Ketidakpatuhan dan ketidaktepatan menggunakan obat.
c) Cara pemakaian obat inhalasi yang salah (teknik
inhalasi).
d) Efek samping obat.
e) Pajanan pencetus terus menerus.
f) Terdapat penyakit penyerta (sinusitis, rhinitis, PRGE,
bronkitis dan lain-lain).
g) Masalah psikososial.
h) Kurangnya
edukasi
mengenai
penyakitnya,
pengobatan dan pencegahan
2) Tatalaksana Serangan Asma Akut/Saat Serangan.
Tujuan:
· Mengatasi gejala serangan Asma.
· Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum
serangan.
· Mencegah terjadinya kekambuhan.
· Mencegah kematian karena serangan Asma.
Tatalaksana Serangan Asma Akut pada Orang Dewasa:
48
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
· Lakukan pemeriksaan kesadaran dan tanda-tanda vital
(frekuensi pernapasan, frekuensi denyut nadi dan
temperatur), ukur saturasi oksigen dengan pulseoxymeter
kemudian ukur arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak
flow rate meter.Tentukan klasifikasi berat serangan.
· Bila saturasi 90-95% berikan oksigen dengan kanula
hidung 1-2 ltr/menit. Bila < 90% berikan oksigen 4-6
ltr/menit dengan face mask, sehingga saturasi oksigen >
95%.
· Beri Bronkodilator Salbutamol inhalasi 1 kali nebul (2,5
mg/2,5 ml untuk sediaan ventolin nebul) atau injeksi
adrenalin 0,1-0,2 ml subkutan atau inhalasi Salbutamol dan
Ipratropium Bromida setiap 20 menit selama 1 jam.
· Bila serangan berat atau pasien telah memakai obat
steroid sehari-hari beri kortikosteroid sistemik (berikan
prednisone 1 tablet atau bila tidak bisa minum, suntikkan
deksametason 1-2 ampul Intra Vena).
· Setelah pemberian obat 1 jam, nilai kembali gejala dan
saturasi oksigen. Bila tidak membaik rujuk ke Rumah
Sakit. Pemberian oksigen disesuaikan dengan respons
pengobatan.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
49
Bagan 5. Alur Tatalaksana Asma Berdasarkan Nilai Derajat
Serangan
Nilai derajat serangan
Tatalaksana awal
Nebulisasi β-agonis 3x, interval 20 menit
Serangan ringan
(nebulisasi 1x, respons
baik, gejala hilang)
Observasi 1-2 jam.
Jika efek bertahan, boleh
pulang.Jika gejala timbul
lagi, perlakukan sebagai
serangan sedang.
Boleh pulang
obat β-agonis
(hirupan/oral).
§ Jika sudah ada obat
pengontrol, teruskan.
§ Jika infeksi virus
sebagai pencetus,
dapat diberi steroid
oral.
§ Dalam 24-48 jam
kontrol ke poliklinik
untuk evaluasi.
§ Bekali
50
Serangan sedang
(nebulisasi 2-3x,
responsparsial)
§Berikan oksigen
§Nilai kembali derajat
serangan, jika sesuai
dengan serangan sedang,
observasi di ruangan
rawat sehari.
§Pasang infus
Ruangan rawat
sehari/kontrol Fasilitas
Kesehatan
§ Oksigen teruskan.
§ Berikan steroid oral.
§ Nebulisasi tiap 2 jam.
§ Bila dalam 8-12 jam
perbaikan klinis stabil,
boleh pulang.
§ Jika dalam 12 jam klinis
tetap belum membaik, alih
rawat ke ruang rawat inap.
Serangan berat
(nebulisasi 3x, respons buruk)
§ Sejak awal berikan oksigen
saat/di luar nebulisasi.
§ Pasang infus.
§ Nilai ulang klinisnya, jika
sesuai dengan serangan
berat, rawat inap.
§ Foto toraks.
Ruang rawat inap
§ Oksigen teruskan.
§ Atasi dehidrasi/asidosis jika
ada.
§ Steroid i.v. tiap 6-8 jam.
§ Nebulisasi tiap 1-2 jam.
§ Aminolin i.v. awal, lanjutkan
rumatan.
§ Jika membaik dalam
4-6x
nebulisasi, interval jadi 4-6
jam.
§ Jika dalam 24 jam perbaikan
klinis stabil, boleh pulang.
§ Jika dengan steroid dan
aminolin parenteral tidak
membaik, bahkan timbul
ancaman henti napas, alih
rawat ke ICU.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Catatan:
1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung
dengan β- agonis + antikolinergik
2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin
subkutan 0,01 mg/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kal
3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit
diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi
4. Dosis aminolin loading dose 4-6 mg/KgBB i.v perlahan, jika terdapat
riwayat pemberian golongan xantin (aminolin atau teolin) sebelumnya
maka dosis aminolin loading dose diturunkan menjadi 50% (2-3
mg/KgBB).
Selanjutnya dilanjutkan dosis rumatan yaitu 0,5-1 mg/kgBB/jam i.v
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
51
Tatalaksana serangan Asma pada anak
GINA membagi tatalaksana serangan Asma pada anak menjadi
dua, yaitu tatalaksana di rumah dan di FKRTL.
1) Tatalaksana di Rumah
Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang
tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien
yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur dan
mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduan
pengobatan di rumah, disebutkan bahwa terapi awal
adalah inhalasi β-agonis kerja pendek sebanyak < 3x
dalam satu jam.
2) Tatalaksana di FKRTL
a. Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau Klinik
Pasien Asma yang datang dalam keadaan serangan ke
IGD langsung dinilai derajat serangannya menurut
klasifikasi di atas sesuai dengan fasilitas yang tersedia.
Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian βagonis kerja singkat secara nebulisasi.
Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali dengan interval
20 menit. Pada pemberian ketiga, dapat ditambahkan
obat antikolinergik (ipratropium bromid). Tatalaksana
awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis,
yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena
penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat
dilakukan dengan cepat dan jelas
Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam
keadaan serangan berat, langsung diberikan nebulisasi
β-agonis
kerja
singkat
dikombinasi
dengan
antikolinergik (ipratropium bromid). Pasien dengan
serangan berat yang disertai dehidrasi dan asidosis
metabolik, mungkin akan mengalami takifilaksis atau
refrakter, yaitu respons yang kurang baik terhadap
nebulisasi β-agonis kerja singkat. Pasien seperti ini
cukup dinebulisasi satu kali, kemudian secepatnya
52
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
dirawat agar dapat diberikan obat intravena serta
diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya atau dirujuk
ke rumah sakit.
Serangan Asma Ringan
Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan
respons yang baik (complete response), berarti derajat
serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1-2
jam, jika respons tersebut bertahan, pasien dapat
dipulangkan. Pasien dibekali obat β-agonis (hirupan
atau oral) yang harus diberikan tiap 4-6 jam. Pasien
kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam
waktu 24-48 jam untuk evaluasi ulang tatalaksana.
Selain itu, jika sebelum serangan pasien sudah
mendapat obat pengontrol, obat tersebut diteruskan
hingga evaluasi ulang yang dilakukan di klinik rawat
jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala timbul
kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan Asma
sedang.
Serangan Asma Sedang
Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali
pasien hanya menunjukkan respons parsial (incomplete
response), kemungkinan derajat serangannya sedang.
Jika serangannya memang termasuk serangan
sedang, pasien perlu diobservasi dan ditangani di
ruang rawat sehari (RRS). Pada serangan Asma
sedang, diberikan kortikosteroid sistemik (oral)
metilprednisolon dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari
selama 3-5 hari. Apabila belum ada perbaikan harus
dirujuk ke Rumah Sakit.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
53
b) Tatalaksana di Ruang Rawat Sehari (RRS), bila
tersedia
Pemberian oksigen sejak dari IGD dilanjutkan. Setelah
di IGD menjalani nebulisasi 3 kali dalam 1 jam dengan
respons parsial, di RRS diteruskan pemberian
nebulisasi β-agonis + antikolinergik setiap 2 jam.
Kemudian,
steroid
sistemik
oral
diberikan
(metilprednisolon, prednison, atau triamsinolon). Jika
dalam 8-12 jam keadaan klinis tetap baik, pasien
dipulangkan dan dibekali obat seperti pasien serangan
ringan yang dipulangkan dari klinik/IGD. Bila dalam 12
jam responsnya tetap tidak baik, pasien dirujuk ke
Rumah Sakit. Pemberian kortikosteroid dilanjutkan
sampai 3-5 hari.
3) Pemberian Obat Pengontrol/Pengendali pada Asma Anak
Obat pengontrol/pengendali pada asma anak diberikan pada
asma episodik sering dan asma persisten. Pilihan pertama
adalah pemberian steroid hirupan dalam bentuk tunggal.
Pada kasus yang demikian sebaiknya pasien dirujuk ke
rumah sakit.
4) Kontrol Lingkungan pada Asma anak
Pada pasien Asma dewasa, makanan bukan merupakan
faktor pencetus penting, keadaan ini berbeda dengan
pasien Asma anak. Orang tua pasien Asma sering kali
melaporkan eratnya kaitan makanan tertentu dengan
timbul atau memburuknya gejala Asma pada anaknya.
Selain zat makanannya itu sendiri bisa menjadi
pencetus, suhu dingin dari makanan/minuman juga
dapat menjadi pencetus. Misalnya air putih tidak dingin
tidak menjadi faktor pencetus, tapi air putih dingin dapat
menjadi pencetus.
Adapun jenis-jenis pencetus sebagai berikut.
a) Es, makanan-minuman dingin, termasuk air dingin,
buah dingin.
54
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
b) Permen, dengan segala variasinya .
c) Coklat, dalam segala macam bentuknya: susu
coklat, kue coklat, wafer, misis, selai, dan semua
makanan / minuman yang mengandung coklat.
d) Vetsin, semua makanan bervetsin: snack gurih,
fried chiken, mie instan, nugget, sosis, dan lain-lain.
e) Kacang tanah, dalam segala macam bentuknya:
selai, biskuit, somay, sate, pecal, gado-gado,
ketoprak.
f) Gorengan, terutama yang menggunakan minyak
goreng bekas pakai.
g) Buah tertentu, anggur, tomat, klengkeng, rambutan.
h) Zat pewarna, zat pengawet. Makanan anak-anak
seringkali dibuat dalam warna warni mencolok
untuk menarik perhatian. Seringkali pewarna atau
pengawet dalam makanan menjadi faktor pencetus.
d. Penatalaksanaan PPOK
Tujuan penatalaksanaan PPOK :
1) Mengurangi gejala
2) Mencegah progresitas penyakit
3) Meningkatkan toleransi latihan
4) Meningkatkan status kesehatan
5) Mencegah dan menangani komplikasi
6) Mencegah dan menangani eksaserbasi
7) Menurunkan kematian
Komponen penanganan PPOK:
1) Evaluasi dan monitor penyakit
2) Menurunkan faktor risiko: berhenti merokok, hindari polusi
udara dalam dan luar ruangan serta pajanan di
lingkungan kerja
3) Tatalaksana PPOK stabil (lihat alur di bawah)
4) Tatalaksana PPOK eksaserbasi
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
55
Tabel 8. Penatalaksanaan menurut derajat beratnya PPOK
(Dikutip dari: PDPI 2011, GOLD 2010)
DERA DERAJAT II**
DERAJAT III
DERAJAT IV
VEP1/KVP < VEP1 /KVP 70% 30 VEP1 /KVP < 70% VEP1
JAT I
% VEP1 50%
VEP1
70%
< 30 %
· Hindari
faktor risiko: BERHENTI MEROKOK, PAJANAN KERJA
pemberian vaksinasi inuenza
· Berikan bronkodilator kerja pendek (bila diperlukan)
· Dipertimbangkan
·
Berikan pengobatan rutin dengan satu atau lebih
bronkodilator kerja lama
·
Rehabilitasi paru (latihan, nutrisi, edukasi, psikososial)
·
Tambahkan pengobatan inhalasi
glukokortikosteroid jika terjadi eksaserbasi
berulang-ulang
·
Pemberian oksigen
jangka panjang jika
indikasi
·
Lakukan tindakan
Invasif jika perlu
Tujuan Penatalaksanaan pada keadaan stabil:
1) Mempertahankan faal paru
2) Meningkatakan kualitas hidup
3) Mencegah eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik
sebagai evaluasi berkala
atau
di
rumah
untuk
mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah
eksaserbasi.
Penatalaksanaan rawat jalan di poliklinik meliputi:
1) Menjaga eksaserbasi ringan sampai sedang
2) Menjaga tidak terjadi gagal napas akun pada gagal napas
kronik
3) Mengatasi komplikasi ringan
56
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Penatalaksanaan di rumah:
Penatalaksanaan
di
rumah
ditujukan
untuk
mempertahankan PPOK stabil. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri
maupun keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan
juga dari pasien PPOK berat yang harus menggunakan
oksigen atau ventilasi mekanis.
Tujuan penatalaksanan di rumah:
1) Menjaga PPOK tetap stabil
2) Melaksanakan pengobatan pemeliharaan jangka panjang
3) Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini
4) Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan
5) Menjaga penggunaan ventilasi mekanis
6) Meningkatkan kualitas hidup
Penatalaksanaan di rumah meliputi:
1) Penggunaan obat-obatan dengan tepat
Obat-obatan sesuai klasikasi. Pemilihan obat dapat
dalam bentuk dishaler, nebuhaler, turbuhaler, atau
breezhaler karena pasien PPOK biasanya berusia
lanjut, koordinasi neurologis, dan kekuatan otot sudah
berkurang. Penggunaan bentuk Inhalasi Dosis Terukur
(IDT) menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak
digunakan secara terus menerus, hanya bila timbul
eksaserbasi.
2) Terapi oksigen
Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada
PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila
timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktivitas.
Pada PPOK derajat berat yang menggunakan terapi
oksigen di rumah pada waktu aktivitas atau terus
menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur.
Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter.
3) Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
57
Sebagian pasien PPOK dapat menggunakan mesin bantu
napas di rumah
4) Rehabilitasi
Menyesuaikan aktivitas
Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff
cough) “pursed-lips breathing”
Latihan ekstremitas atas dan otot bantu napas
5) Evaluasi dan monitor
Tanda eksaserbasi
Efek samping obat
Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen
Bagan 4. Penatalaksanaan PPOK Stabil
Algoritme PPOK Stabil
Edukasi
· Berhenti merokok
· Pengetahuan dasar
PPOK
· Obat-obatan
· Pencegahan perburukan
penyakit
· Menghindari pencetus
· Penyesuaian aktivitas
Farmakolog
· Bronkodilator kerja
singkat bila perlu
- Anti kolinergik
- β2 agonist
- Xantin
· Kombinasi LABA +
kortikosteroid
(LABACS)
· Antioksidan
· Dipertimbangkan
mukolitik
Non farmakologi
Rehabilitasi
· Latihan
Pernapasan dan
sik
· Fisioterapi dada
· Nutrisi
Keterangan:
1. SABA : Short Acting β2 Agonist
2. LABA : Long Acting β2 Agonist
3. LABACS : Long Acting β2 Agonist + kortikosteroid
58
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel . Pengobatan PPOK berdasarkan kelompok pasien (GOLD 2013)
Kelom
pok
pasien
A
Obat pilihan
pertama
Obat pilihan alternatif
Antikolinergik
kerja cepat
atau
β2 agonis kerja
cepat
Antikolinergik
kerja lama atau
β2 agonis kerja
lama
Antikolinergik kerja lama
atau
β2 agonis kerja lama atau
β2 agonis kerja singkat dan
antikolinergik kerja singkat
Antikolinergik kerja lama
dan β2 agonis kerja lama
C
Kortikosteroid
inhalasi + β2
agonis kerja
lama atau
Antikolinergik
kerja lama
D
Kortikosteroid
inhalasi + β2
agonis kerja
lama dan /atau
Antikolinergik
kerja lama
Antikolinergik kerja lama
dan β2 agonis kerja lama
atau
Antikolinergik kerja lama
dan PDE4 inhibitor
atau
β2 agonis kerja lama dan
PDE 4 inhibitor
Kortikosteroid inhalasi dan
antikolinergik kerja lama
dan/atau β2 agonis kerja
lama
atau
Kortikosteroid inhalasi + β2
agonis kerja lama dan
PDE4 Inhibitor
atau
Antikolinergik kerja lama
dan β2 agonis kerja lama
atau
Antikolinergik kerja lama
dan PDE 4 Inhibitor
B
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Obat pilihan lain
Teolin
Salbutamol
β2 agonis kerja
singkat dan/atau
Antikolinergik kerja
singkat
Teolin
Salbutamol
β2 agonis kerja
singkat dan/atau
Antikolinergik kerja
singkat
Teolin
Salbutamol
Carbocystein
β2 agonis kerja
singkat dan/atau
antikolinergik kerja
singkat
Teolin
Salbutamol
59
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi
Penatalaksanaan eksaserbasi akut dapat dilakukan di :
1) Poliklinik rawat jalan
2) Unit gawat darurat
3) Ruang rawat inap
4) Ruang ICU
Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK
1) Optimalisasi penggunaan obat-obatan
a) Bronkodilator
· β2 Agonis
kerja singkat kombinasi
dengan
antikolinergik perinhalasi (nebuliser)
· Xantin intravena (bolus dan drip)
b) Kortikosteroid sistemik
c) Antibiotik
· Golongan makrolid baru (Azitromisin, Roksitromisin,
Klaritromisin)
· Golongan kuinolon respirasi
· Sefalosporin generasi III/IV
d) Mukolitik
e) Ekspektoran
2) Terapi oksigen sesuai Sa O2 (pulsoksimetri)
3) Terapi nutrisi
4) Evaluasi progresitas penyakit
5) Edukasi
6) Pemeriksaan penunjang: foto toraks, EKG, sputum
mikroorganisme, elektrolit, darah tepi lengkap, gula darah
sewaktu
Indikasi rawat inap :
1) Eksaserbasi sedang dan berat
2) Terdapat komplikasi
3) Infeksi saluran napas berat
4) Gagal napas akut pada gagal napas kronik
5) Gagal jantung kanan
60
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Indikasi rawat ICU:
1) Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat
darurat atau ruang rawat
2) Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot
respirasi
3) Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau
perburukan PaO2 < 50 mmHg atau PaCO2 > 50 mmHg,
memerlukan ventilasi mekanis (invasif atau non invasif)
Evaluasi Penatalaksanaan Kasus
PPOK merupakan penyakit progresif, artinya fungsi paru akan
menurun seiring dengan bertambahnya usia.
Monitor penting yang dilakukan adalah gejala klinis, fungsi paru
dan keterbatasan aktitas:
Keluhan terutama sesak napas
Kenaikan Berat badan/ IMT (Indeks Massa Tubuh)
Penyempitan jalan napas (VEP1/KVP)
Keterbatasan aktitas (uji jalan 6 menit)
3. Penggunaan Alat Pengukuran dalam Tatalaksana
a. Penggunaan Inhalasi Dosis Terukur (IDT).
1) Jika tersedia, gunakan placebo (air distilasi) untuk
mengajarkan dan memantau penggunaan inhalasi dosis
terukur.
2) Sebaiknya pada pasien yang menggunakan IDT
diberikan bersamaan dengan spacer. Pada saat pasien
mengalami sesak napas berat gunakan spacer dengan
masker.
3) Minta pasien untuk menunjukkan cara menggunakan
inhalasi (setiap
kunjungan). Jika belum
tepat,
demonstrasikan teknik yang tepat lalu minta pasien
untuk mengulangnya.
4) Pastikan pasien memiliki koordinasi yang baik antara
mengambil napas dan menekan inhaler.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
61
Tabel 9. Prosedur IDT dengan Spacer
Cara menggunakan inhaler dengan katup
1. Buka tutup inhaler
2. Kocok inhaler dan masukkan ke dasar spacer
3. Motivasi pasien untuk mengeluarkan napas secara pelan
4. Pasien memastikan bibirnya menutupi seluruh bagian mulut spacer
5. Tekan inhaler 2-3 kali sesuai dosis untuk melepaskan salbutamol dalam dosis
yang tepat ke spacer.
Setiap menekan inhaler beri jarak 1-2 detik sebelum menekan lagi.
6. Pasien menarik napas dalam melalui mulutnya secara perlahan.
62
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
7. Pasien menahan napas selama 10 detik lalu mengeluarkan napas dengan
pelan. Tarik
spacer sebelum pasien mengeluarkan napas.
8. Berkumur dengan air setelah penggunaan inhaler.
9. Setelah digunakan, spacer dicuci dengan air bersih dan dikeringkan.
Keterangan:
Untuk Pasien anak: Lakukan penghirupan 6-8 kali siklus napas dengan cara
seperti di atas,
b. Penggunaan Kartu Kontrol Asma (Asma Control Test =
ACT) Kartu Kontrol Asma (Asma Control Test = ACT)
ACT adalah suatu alat/perangkat untuk menilai apakah
seorang pasien Asma dalam keadaan terkontrol atau tidak.
ACT merupakan suatu perangkat yang terdiri dari 5
pertanyaan yang diajukan pada pasien untuk mengetahui
keadaan Asmanya.
Perangkat ini sudah terbukti mempunyai korelasi dengan
kondisi pasien serta hasil pemeriksaan faal paru. Tujuan
pengobatan Asma adalah mencapai keadaan Asma
terkontrol. Dengan menggunakan ACT kita bisa mengetahui
apakah seorang pasien Asma, sudah terkontrol atau belum
Asmanya. Setiap pertanyaan mempunyai nilai 1-5. Apabila
semua pertanyaan dijawab dengan skor total adalah 25
maka dinyatakan Asma terkontrol penuh. Bila jumlah nilai
skor antara 20-24 maka dikatakan Asma terkontrol
sebagian. Sedangkan bila jumlah nilai skor berjumlah 19
atau kurang, berarti Asma tidak terkontrol.
Setiap kali pasien berkunjung ke dokter, hendaklah
dilakukan pemeriksaan ACT untuk mengetahui apakah
sudah tercapai Asma terkontrol atau belum. Bila Asma
sudah terkontrol maka pengobatan dipertahankan dengan
dosis yang sama. Sedangkan bila pengendalian Asma
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
63
sudah tidak terkontrol, maka pasien dirujuk ke Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut dan dosisnya perlu
ditingkatkan.
Penilaian Kondisi Asma
Sesuai yang dijelaskan di atas yaitu menilai kondisi Asma
dalam pengobatan yang sedang berlangsung sehingga
dapat menetapkan pengobatan yang tepat kepada pasien.
Penilaian meliputi menilai rejimen pengobatan yang
digunakan, kepatuhan
pengobatan,
ketepatan cara
menggunakan terutama obat inhalasi, kondisi Asma
pasien/kontrol dalam pengobatan tersebut). Penilaian kondisi
Asma dilakukan melalui penilaian klinis, kuesioner dengan
ACT. Sedangkan penilaian pengobatan meliputi obat
pengontrol yang digunakan, keteraturan menggunakan,
cara menggunakan serta masalah lainnya jika ada seperti
alasan ketidakpatuhan, faktor penyerta (komorbid) yang
memberatkan penyakit Asma, psikososial, dll.
Alat dan Instrumen Penilaian Kontrol Asma
Asma diklasikasikan berdasarkan kondisi kontrol Asma:
1) Asma terkontrol penuh.
2) Asma terkontrol sebagian.
3) Asma tidak terkontrol.
Untuk menentukan klasikasi dipakai ‘Asthma Control Test’
(ACT). ACT terdiri dari 5 (lima) pertanyaan untuk pasien
Asma.
Daftar pertanyaan ACT dapat dilihat pada tabel berikut:
64
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel 10. Daftar Pertanyaan ACT
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
65
c. Penggunaan CAT
d. Penggunaan Peak Flow Meter dan Menginterpretasi Hasil
APE
Tata Cara Penggunaan Peak Flow Meter lihat lampiran
Pengukuran Fungsi Paru
Alat pengukur fungsi paru adalah peak flow meter.
Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi dengan Peak flow
66
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
meter
Arus Puncak Ekspirasi (APE) adalah ekspirasi maksimum
selama satu manuver ekspirasi paksa yang diukur dengan
satu peak flow meter. Ini bisa digunakan pada pasien Asma
yang stabil dan selama serangan.
Pengukuran APE bisa dilakukan sebelum dan sesudah
memakai suatu bronkodilator. Yang pertama pada pagi hari
(ketika nilai-nilai biasanya dekat dengan yang terendah) dan
terakhir pada malam hari (ketika nilai-nilai biasanya
Pendekatan Praktis Kesehatan Paruing tinggi). Nilai terbaik
perorangan dari pasien dan variabilitas yang kecil harus
ditetapkan ketika pasien dalam pengobatan.
Teknik pengukuran APE
Bahan
Peak flow rate meter (tipe mini Wright) dengan perangkat
mulut yang disposibel (yang sekali pakai) atau perangkat
mulut plastik (yang dapat dibersihkan setiap habis pakai).
Pengukuran APE
Pasangkan perangkat mulut ke peak flow rate meter dan
geser panah/penanda pada garis 0 (dasar dari skala pada
alat).
1) Pasien berdiri dan memegang peak flow rate meter
secara mendatar tanpa menghalangi gerakan dari
penanda/ panah.
2) Jelaskan kepada pasien rincian dari manuver yang harus
dilakukan:
a) Tarik napas panjang melalui hidung.
b) Katupkan bibir mengelilingi perangkat mulut.
c) Tiup secepat mungkin sekali (jangan meletakkan
lidah pada perangkat mulut) seperti memadamkan
lilin atau meniup balon.
3) Catatlah hasilnya sesuai posisi baru penanda/panah.
4) Ulangi pengukuran ini dua kali. Pilihlah yang tertinggi
dari ketiga pembacaan sebagai nilai APE untuk
pengukuran ini (liter/menit).
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
67
Jika ada keraguan tentang cara pasien melakukan manuver,
jelaskan lagi dan ulangi setelah 30 menit.
Menginterpretasi hasil APE
Hasil yang didaftar dibandingkan dengan nilai yang
diramalkan yang tercantum dalam tabel pada halaman
berikut. Nilai yang diramalkan bervariasi sesuai umur,
tinggi badan dan jenis kelamin pada orang dewasa.
Tabel 11. Nilai APE yang Normal pada Laki-laki (liter / menit)
UMUR DALAM TAHUN
TB
13
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65 70
150 cm
152 cm
449 462 491 515 532 539 538 524 497 456 399 325 233
463 475 505 529 545 553 551 537 511 469 413 338 246
154 cm
476 489 518 542 559 566 564 550 524 483 426 352 259
156 cm
489 502 532 556 572 580 578 564 537 496 440 365 273
158 cm
503 515 545 569 585 593 591 577 551 509 453 379 286
160 cm
516 529 559 582 599 607 604 590 564 523 466 392 299
162 cm
529 542 572 596 612 620 618 604 577 536 480 406 313
164 cm
543 556 585 609 625 634 631 617 591 550 493 419 326
166 cm
556 569 599 622 639 647 644 631 604 563 506 433 340
168 cm
569 583 612 636 652 660 658 644 617 577 520 446 353
170 cm
583 596 625 649 665 674 671 658 631 590 533 459 367
172 cm
596 610 639 662 679 687 685 671 644 604 547 473 380
Sumber : Proyek Pneumobile Indonesia
68
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel 12. Nilai APE yang Normal pada Perempuan (liter / menit)
UMUR DALAM TAHUN
TB
13
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65 70
150 cm
376 382 394 401 404 403 397 387 373 353 330 302 271
152 cm
385 391 402 410 413 411 406 395 381 362 338 311 279
154 cm
393 399 410 419 421 419 414 404 389 370 347 319 287
156 cm
401 407 419 426 429 428 422 412 398 379 355 328 296
158 cm
410 416 427 434 437 436 431 421 406 387 364 336 304
160 cm
418 424 436 443 446 445 439 429 414 395 372 344 313
162 cm
427 433 444 451 454 453 447 437 422 404 380 353 321
164 cm
435 441 452 460 463 461 455 446 431 412 389 361 329
166 cm
443 449 461 468 471 470 464 454 439 421 397 370 338
168 cm
452 457 469 476 479 478 472 462 448 429 406 378 346
170 cm
460 466 478 485 488 487 481 470 456 437 414 386 355
172 cm
469 474 486 493 496 495 489 479 464 446 422 395 363
Sumber : Proyek Pneumobile Indonesia
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
69
Reversibilitas bronkodilator yang diuji dengan peak flow
meter (Salbutamol atau Fenoterol)
Pada pasien yang APE menurun dibandingkan dengan nilai
yang diramalkan (kurang dari 80% dari nilai yang
diramalkan) uji reversibilitas dengan suatu bronkodilator
(salbutamol atau fenoterol) membantu membedakan antara
hambatan bronkial yang reversibel (dalam hal diagnosis
Asma) dan hambatan bronkus yang tidak atau sedikit
reversibel (dalam hal diagnosis PPOK).
Prosedur yang perlu dilakukan adalah sbb:
1) Mengukur APE dalam liter/menit sebelum inhalasi suatu
bronkodilator.
2) Kocoklah inhaler dosis terukur yang mengandung
bronkodilator dan buka tutupnya.
3) Pasien harus menyemprot dan menghisap dua kali dengan
interval 1-5 menit:
a) Secara langsung dari inhaler dosis terukur atau
b) Melalui suatu spacer (spacer paten atau lokal) jika
pasien tidak dapat atau tidak tahu menggunakan
inhaler dosis terukur.
4) Jelaskan kepada pasien bahwa ia harus menarik napas
lambat dan dalam.
5) Menahan napas selama 10 detik sebelum mengeluarkan.
6) Tunggu 10 menit, lalu mengukur kembali APE (dalam
liter/menit) dengan teknik yang sama dan mencatat nilai
tertinggi.
Jika APE membaik sebanyak 15% atau lebih setelah
memakai bronkodilator, hasil tes reversibilitas bronkus
adalah positif.
Jika perbaikan APE kurang dari 15%, pasien harus dirujuk
ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut untuk
dilakukan uji fungsi paru dengan spirometri.
70
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
e. Penggunaan Nebulizer dan Penentuan Dosis Obat
Gambar 1. Cara Melakukan Terapi Dengan Nebulizer
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
71
72
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Gambar 2. Cara Perawatan Nebulizer
Catatan :
Manual penggunaan Nebulizer lebih lengkap lihat di Lampiran 4
Nebulizer adalah alat untuk memberikan obat inhalasi ke jalan
napas pada pasien dengan gangguan pernapasan.
Langkah-langkah penggunaan alat ini adalah sebagai berikut:
1) Masukkan obat ke dalam tempat obat pada nebulizer.
2) Pasang mouth piece atau masker inhalasi. untuk pasien anak
memakai masker yang kecil
Untuk lanjut usia dan pasien tidak sadar/gelisah dianjurkan
memakai masker.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
73
1)
2)
3)
4)
Nyalakan nebulizer.
Pasien bernapas seperti biasa.
Obat diberikan sampai aerosol dari nebulizer habis.
Prosedur :
Pada anak penilaian respons nebulisasi dilakukan pada
menit ke 20, bila respons baik (gejala hilang) lihat alur
tatalaksana Asma anak serangan ringan. Bila respons
tetap/tidak ada perubahan nebulisasi diulang dan nilai
kembali pada menit 40 dan 60 (lihat alur tatalaksana Asma
anak serangan sedang dan berat). Pada serangan berat
pasien dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjut.
Tabel 13. Nama dan Dosis Obat
Nama Obat
Salbutamol
Beklometason
50 mgr, 250 mgr/
semprot
Budesonid 100
mgr, 250 mgr, 400
m
gr/ semprot
Flutikason
125 mgr/ semprot
Dosis Obat
Anak : 1 nebul/kali ditambah NaCl 0.9%
hingga memenuhi ll volume sesuai
spesikasi alat (umumnya 4-6 ml untuk jet
nebuliser)
– 2 semprot / kali,
– 4 kali / hari
200 – 400 mgr, 2kali / hari maks 2400 mgr/hari
125 – 250 mgr, 2kali / hari maks 1000 mgr /
hari
f. Penggunaan Pulse Oxymeter
Digunakan untuk pengukuran saturasi oksigen dalam tubuh.
Caranya cukup sederhana :
1) Nyalakan alat Pulse oxymeter
2) Jepit ujung ibu jari atau telunjuk dengan alat Pulse oxymeter
3) Baca hasil saturasi oksigen yang tertera di layar alat tersebut.
74
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
BAB IV
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Penerapan Praktis Kesehatan Paru di Fasilitas Kesehatan diperlukan
pemantauan dan evaluasi penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan
Paru. Dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi diperlukan sumber data
yang valid, diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang baik
sehingga data yang dikumpulkan, dapat diolah, dianalisa dan mudah
dalam interpretasinya.
A. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan me rup a ka n salah sa tu e le me n yan g
s an g at pe n tin g da l a m s iste m in f or ma si Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru. Oleh karena itu, fasilitas kesehatan harus dapat
melaksanakan sistem pencatatan pelaporan yang standar dan baku.
Fungsi pencatatan dan pelaporan adalah untuk memastikan seluruh
kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru berjalan dengan baik.
1. Pencatatan
Format pencatatan dan pelaporan Pendekatan Praktis Kesehatan
Paru di Fasilitas Kesehatan :
a. Kartu PAL 01: Kartu Pengobatan Pasien dengan Gangguan
Pernafasan.
b. Kartu PAL 0 2 : Ka rtu Identitas Pasien
c . Register PAL 03: Register Harian F askes dengan Gangguan
Pernapasan
d. Formulir PAL 04: Surat Rujukan Pasien
e. Formulir P A L 0 6 : F o r mu l i r Rekapitulasi Pasien Rujukan
f. Formulir PAL 05 A: Formulir Laporan b u lan a n Penemuan
Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur dan jenis
Kelamin ditingkat Faskes.
g. Formulir PAL 05 B: Formulir Rekapitulasi Laporan T ri w u l a n
Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur
dan jenis Kelamin ditingkat Kab/Kota.
h. Formulir PAL 05 C: Formulir Rekapitulasi Laporan S e me s t e r
Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur
dan jenis Kelamin ditingkat Provinsi.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
75
2. Pelaporan :
Laporan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilakukan secara
berjenjang mulai dari fasilitas kesehatan sampai ke pusat.
Petugas kesehatan provinsi sesuai fungsinya diwajibkan melakukan
umpan balik dan pembinaan ke petugas kabupaten/kota. Petugas
kesehatan kabupaten/kota sesuai fungsinya diwajibkan melakukan
umpan balik dan pembinaan ke petugas fasilitas kesehatan dalam
penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
Laporan hasil kegiatan pelayanan kesehatan melalui pendekatan
Praktis Kesehatan Paru berisi jumlah kunjungan pasien dengan
gangguan pernapasan menurut kelompok umur dan jenis kelamin.
Laporan dilaksanakan pada masing-masing tingkatan :
a. Tingkat Fasilitas Kesehatan
· Laporan dibuat oleh koordinator Pendekatan P r a k t i s
Kesehatan
P a r u berkoordinasi dengan pengelola
program TB, Pneumonia, Asma, PPOK, dan petugas SP2TP
(Siste m
Pe ncata tan
dan
Pe lap o ran
Te rpadu
Puskesmas).
· Laporan menggunakan Formulir PAL 05 A berisi data dari PAL
03 dan LB.01. serta rekapitulasi rujukan (PAL.06).
· Laporan disampaikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setiap bulan.
Catatan :
Kasus Pneumonia ≥ 5 tahun yang ditemukan berdasarkan PAL.01
dicatat juga pada laporan program ISPA bulanan.
b. Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
· Laporan dibuat oleh koordinator Pendekatan P r a k t i s
K e s e h a t a n P a r u Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
· Laporan menggunakan Formulir PAL 05 B yang merupakan
rekapitulasi PAL 05.
· Laporan disampaikan ke Dinas Kesehatan Provinsi setiap 3
bulan.
76
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Pneumonia Komunitas Pada Dewasa
Pada dewasa, pneumonia dibagi menjadi pneumonia komunitas
dan pnemonia yang didapat di rumah sakit. Pada umumnya yang
terjadi di masyarakat adalah pneumonia komunitas. Diagnosis
pneumonia didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan sis,
foto toraks, dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia
komunitas ditegakkan apabila pada foto toraks terdapat
inltrat/air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di
bawah ini:
· Sesak napas
· Batuk
· Perubahan karakteristik sputum/ purulen
· Suhu tubuh > 380C aksila atau riwayat demam
· Nyeri dada
· Pada pemeriksaan sis dapat ditemukan tanda-tanda
konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
· Leukosit ≥ 10.000 atau < 4.500
Penilaian derajat keparahan pneumonia komunitas dapat
dilakukan dengan sistem skor menurut Pneumonia Severity
Index (PSI) atau menggunakan kriteria CURB-65 yaitu
Confusion, Ureum > 40 mg/dl, frekuensi napas ≥ 30x permenit,
tekanan sistolik < 90 mmHg, dan tekanan diastolik < 60 mmHg,
dan usia ≥ 65 tahun. Hal ini dapat mengindentikasi apakah
pasien dapat dirawat inap atau tidak. Bila CURB-65 skor 0-1
atau PSI < 70, maka pasien dapat dirawat jalan.
Pasien dengan kriteria di bawah ini segera dirujuk ke rumah sakit
a.l:
· Kesadaran menurun
· Frekuensi napas lebih dari 30x per menit
· Foto toraks menunjukkan Inltrat Multilobus
· Tekanan sistolik < 90 mmHg
· Tekanan diastolik < 60 mmHg
· Pneumonia pada Napza dirujuk ke rumah sakit.
Apabila pasien dirawat jalan, perlu diberikan pengobatan
suportif-simptomatik, al:
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
77
· Istirahat di tempat tidur
· Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
· Bila panas tinggi, perlu dikompres atau diberikan obat
penurun panas
· Bila perlu diberikan mukolitik dan ekspetoran
· Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
Antibiotik Empiris yang Digunakan
· Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
ATAU
o Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
riwayat
· Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya.
o Fluorokuinolon
respirasi
(levooksasin
750
mg,
moksioksasin)
ATAU
o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
o β laktam ditambah makrolid
Pasien dengan faktor komorbid yang memiliki faktor yang dapat
mempegaruhi kecendurang terhadap jenis kuman tertentu dan
menjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan, seperti riwayat
penggunaan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, pecandu alkohol,
mempunyai penyakit kelainan dasar paru, mempunyai penyakit
kelainan yang multiple, pengobatan dengan kortikosteroid > 10
mg per hari dan gizi kurang.
3. Asma
Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang
melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya
sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di
dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau
menjelang pagi.
78
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
4. Proporsi kasus Pneumonia diantara seluruh kasus dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Sumber Data
Jumlah Pneumonia yang ditemukan dengan pendekatan PAL
(PAL 05 no 2)
Numerator
Denominator
Jumlah seluruh kasus dengan PAL (PAL 05, dan 5A)
Jumlah Pneumonia yang ditemukan dengan PAL
Rumus
x100%
Jumlah seluruh kasus dengan PAL
Mengetahui penemuan kasus Pneumonia melalui Pendekatan
Praktis Kesehatan Paru.
Manfaat
5. Proporsi
PAL 03 dan PAL 05 (2 dan 5A)
kasus
Asma
diantara
seluruh
kasus
dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Sumber Data
Numerator
Denominator
Rumus
Manfaat
6. Proporsi kasus
PAL 03 (kolom 14 – 17) dan PAL 05 (3A dan 5A)
Jumlah kasus Asma (kasus baru) yang ditemukan dengan
PAL (PAL 05 no 3A)
Jumlah seluruh kasus gangguan pernapasan dengan PAL
(PAL 05, 5A)
Jumlah kasus Asma (kasus baru)
yang ditemukan dengan PAL
.
X 100%
Jumlah seluruh kasus dengan PAL
Mengetahui upaya penemuan kasus Asma (kasus baru)
melalui Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
PPOK
diantara
seluruh
kasus
gangguan
pernafasan dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Sumber Data
PAL 03 dan PAL 05 (4A dan 5A)
Numerator
Jumlah kasus PPOK (kasus baru) yang ditemukan dengan
PAL (PAL 05 no 4A)
Denominator
Jumlah seluruh kasus dengan Pendekatan Praktis Kesehatan
Paru (PAL 05, dan 5A)
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
79
Jumlah kasus PPOK (kasus baru) yang
ditemukan dengan PAL
Rumus
Mengetahui upaya penemuan kasus PPOK melalui
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Manfaat
7. Proporsi
X 100%
Jumlah seluruh kasus dengan PAL
kunjungan
kasus
Asma
yang
mendapat
pengobatan inhalasi
Sumber Data
Numerator
Nominator
PAL 03 (kolom 10, 14 – 17) dan PAL 05 (3A dan 3B)
Jumlah kunjungan kasus Asma yang mendapatkan
pengobatan inhalasi (PAL 05 no 3A yang inhalasi saja)
Jumlah seluruh kunjungan kasus Asma (kasus baru dan
kunjungan ulang/serangan) (PAL 05 no 3A + 3B)
Jumlah k u n j u n g a n kasus Asma yang
Mendapatkan pengobatan Inhalasi
Rumus
X 100%
Jumlah seluruh k u n j u n g a n kasus Asma
(kasus baru dan ulang/serangan)
1)
2)
Manfaat
Mengetahui penatalaksanaannya sudah sesuai standar.
Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dari segi manajerial
dan kualitas pelayanan.
8. Proporsi k u n j u n g a n kasus PPOK yang mendapat pengobatan
inhalasi.
80
Sumber Data
PAL 03 (kolom 10) dan PAL 05 (4A dan 4B)
Numerator
Jumlah kunjungan kasus PPOK yang mendapat pengobatan
inhalasi (PAL 05 no 4A yang inhalasi saja)
Denominator
Jumlah seluruh kunjungan kasus PPOK (kasus baru dan
ulang/serangan) (PAL 05 no 4A + 4B)
Rumus
Jumlah k u n j u n g a n kasus PPOK yang
Mendapat pengobatan Inhalasi
.
Jumlah seluruh k u n j u n g a n kasus PPOK
(kasus baru dan ulang/serangan)
yang ditemukan dengan PAL
X 100%
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Manfaat
1)
2)
Mengetahui penatalaksanaannya sudah sesuai standar.
Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dari segi manajerial
dan kualitas pelayanan.
9. Proporsi penyakit dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
yang berhasil dirujuk dan mendapat umpan balik
Sumber Data
PAL 03, PAL 05 (5B) dan PAL 06
Numerator
Jumlah kasus yang dirujuk dan mendapat umpan balik
Denominator
Jumlah seluruh kasus yang dirujuk
Rumus
Jumlah kasus yang dirujuk dan
mendapat umpan balik .
Jumlah seluruh kasus yang dirujuk
1)
Manfaat
2)
X 100%
Menggambarkan keberhasilan sistem rujukan (jejaring
eksternal).
Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dari segi manajerial.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
81
BAB V
PENUTUP
Dengan tersusunnya Petunjuk Teknis Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
atau disebut juga Practical Approach to Lung Health (PAL), maka upaya
meningkatkan penemuan terduga TB melalui penjaringan pasien gangguan
pernapasan dapat dilaksanakan, demikian juga dalam penemuan kasus
Pneumonia ≥ 5 tahun, Asma dan PPOK, serta peningkatan kualitas
penatalaksanaan Pneumonia ≥ 5 tahun, Asma dan Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) dapat dilaksanakan di semua fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
82
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman
Nasional
Pengendalian
Tuberkulosis,
Kementerian
Kesehatan RI, Ditjen P2PL, 2011.
2. Petunjuk Teknis Upaya Berhenti Merokok pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan RI, 2013
3. Pedoman Pengendalian Asma, Kementerian Kesehatan RI, 2013
4. PNPK Tuberkulosis (Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan),
Kemkes 2013
5. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak, Dirjen P2PL Kemkes RI 2013
6. Hospital Care for Children Guidelines for the Management of
Common Illness with Limited Resourced, WHO, 2007
7. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak untuk Respirologi, IDAI 2012
8. Konsensus Nasional Asma Anak, UKK Respirologi IDAI 2004
9. Asma.
Pedoman
diagnosis
dan
penatalaksanaan
di
Indonesia.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta 2004.
10. Global Initiative for Asthma (GINA). Revised 2014
11. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Updated
2014.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
83
PETUNJUK PENGISIAN KARTU PENGOBATAN PASIEN DENGAN
GANGGUAN PERNAPASAN (PAL 01)
Nama
: Tulis Lengkap
L/P
: Di beri tanda dengan dilingkari
Umur
: Di isi dengan umur dalam tahun
Alamat
: Di isi lengkap
Pekerjaan
: Di isi lengkap
Jika WUS
: Di lingkari keterangan yang sesuai kondisi pasien
Keluhan Utama
: Di isi keluhan batuk dan atau sesak
KB/KU
Baru
: di lingkari apakah Kunjungan Ulang atau Kunjungan
Kartu Pasien diawa
: di lingkari keterangan yang sesuai
KAB/KOTA
: di isi nama Kabupaten /Kota
Kecamatan
: di isi nama Kecamatan
Fasilitas Kesehatan
: di isi nama Fasilitas Kesehatan
Tanggal
: di isi tanggal pertama kali penderita datang ditangani
dengan strategi Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
No. Reg. PAL
No. RM
Batuk
84
: di isi no reg.PAL untuk kunjungan pertama karena
gangguan pernafasan penyakit terkait Pendekatan
Praktis Kesehatan Paru, saat ini, terdiri dari 4 digit
mulai berlaku selama satu tahun, contoh :
0001/1/2013, khusus untuk suspek TB dibelakang no
digitnya ditambah huruf (s), contoh : 0001(s)/1/2013
: di isi no Rekam Medik Fasilitas Kesehatan
: di isi berapa hari mulai terjadinya keluhan utama.
Pertanyaan selanjutnya diisi sesuai dengan
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
keterangan yang didapat dari pasien dengan cara
lingkari yang sesuai
Jika Batuk 2-3
: di isi dengan tanda v pada kotak yang tersedia sesuai
jawaban minggu atau lebih pasien.
Batuk Berdahak
: di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai
dan dijelaskan warna dahak dan atau perubahan
warna dahak, dan berapa lama telah ada keluhan
perubahan warna dahak tersebut.
Batuk Berdahak
: di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai
keluhan dan diisi berapa banyak jumlah darah dalam
ml
Riw.kontak dengan
: di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai
keluhan unggas mati mendadak
Sesak
: di isi dengan beraoa hari keluhan sesak dirasakan
oleh pasien, keterangan selanjutnya di isi dengan cara
dilingkari keterangan yang sesuai keluhan dan mengisi
dengan keterangan lain sesuai jawaban yang
dirasakan oleh pasien.
Nyeri dada
: dilingkari keterangan yang sesuai keluhan dan
dijelaskan keluhan nyeri dada tersebut sesuai dengan
keluhan pasien, misalnya rasa nyeri terus menerus di
dada sebelah kiri.
Riwayat penyakit
: di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai
keluhan terdahulu
Apakah ada obat
: obat yang diminum adalah obat yang diminum dalam
jangka 24 jam yang diminum sebelum pasien datang
berobat saat ini, dan jika ya diisi dengan nama, dosis,
dan frekeuensi obat yang diminum.
Jika diketahui PPOL
: di isi dengan keterangan ya atau tidak, dan
perubahan warna dahak
Merokok
: di coret keterangan yang tidak sesuai dan jika
jawaban ya, dijelaskan berapa lama merokok,
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
85
banyaknya menghisap rokok dalam satuan
batang/bungkus setiap harinya
Jika diduga HIV
: Jika ditemukan pasien termasuk resiko tinggi terkena
HIV dengan adanya batuk berulang yang tidak
sembuh-sembuh, berat badan turun drastis, maka
dirujuk ke pelayanan VCT.
Pemeriksaan
: Di isi dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan saat
ini.
Pengelompokan
: Di isi sesuai dengan pengelompokan gejala dan atau
bila telah ditegakkan diagnosa pasti oleh dokter maka
di isi dengan diagnosa sesuai ICD-10
Tindakan
: Di isi dengan Tatalaksana yang akan diberikan sesuai
pengelompokan penyakit/diagnosa, dan hasil dari
pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan ,
misalnya hasil APE 1, hasil SPS, dan rencana
pengobatan.
Lembar Kunjungan
: Di isi dengan tanggal kedatangan untuk kunjungan
ulang, hasil ulang pemeriksaan, kesimpulan dan tidak
lanjut yang akan dilakukan kepada pasien.
86
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
87
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Catatan:
* lingkari yang sesuai
pada kotak yang sesuai
Jika dari wawancara diduga ada HIV (faktor risiko tinggi, batuk berulang, tidak sembuh-sembuh, BB
turun drastis) rujuk ke pelayanan VCT
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kontak dengan unggas sakit / mati mendadak : Ya / Tidak
(bila ya (+)
koordinasi dengan surveilens AI)
Sesak: .............................. Hari
Apakah sebelumnya Anda mengalami sesak napas? Ya / Tidak, Jika ya:
- Apakah episode tersebut membuat anda terbangun tengah malam atau dini hari? Ya / Tidak*
- Apakah episode ini timbul setelah latihan sik? Ya / Tidak
- Apakah ada pencetus lain?
Nyeri dada: Ya / Tidak, Jika ya, uraikan ....................
Riwayat penyakit terdahulu
TB: Ya / Tidak
Asma : Ya / Tidak
PPOK: Ya / Tidak
Gagal Jantung : Ya / Tidak
Apakah ada obat yang diminum dalam 24 jam sebelumnya: Ya / Tidak
Jika ya, uraikan ........................................................................................
Jika diketahui PPOK, tanyakan:
- Apakah dahak bertambah banyak ?
- Apakah warna dahak berubah menjadi kuning atau hijau?
Merokok: Ya / Tidak, Jika ya,
- Lama: ...........
- Banyaknya: ................batang/bungkus/hr
- Adakah warna BB menurun dalam 3 bulan terakhir? Ya / Tidak
- Terpajan asap / bahan lain: Ya / Tidak
Batuk berdahak:
Ya / Tidak
Jika ya, bagaimana warnanya? ......................... apakah jumlahnya bertambah? Ya / Tidak
Jika ya, sudah berapa lama? .....................
Batuk berdarah: Ya / Tidak, Jika Ya, berapa banyak? ........................ml
Riwayat kontak (BTA +)
Batuk : ........hari. Apakah sebelumnya Anda mengalami batuk? Jika ya:
- Apakah membuat Anda terbangun tengah malam atau dini hari? Ya / Tidak
- Apakah timbul setelah latihan sik: Ya / Tidak
Jika batuk > 2 minggu, tanyakan :
- Gejala lainnya:
Ya Tdk
Ya Tdk
Keringat malam
BB menurun
Nafsu makan berkurang
PENILAIAN
Lihat:
Edema pada kedua kaki: Ada / tidak
Amati pernapasan
sesak napas Ya / tidak, jika ya, kapan:
- waktu istirahat
- waktu bicara
- saat berjalan
lihat penggunaan otot bantu pernapasan
Dengarkan: pembicaraan pasien
Tidak bisa bicara
Bisa bicara satu-satu kata saja
Bisa bicara dalam frasa
Bisa bicara dalam kaimat
- Wheezing / mengi: Ya / Tidak
nilai ulang setelah 1 jam pengobatan awal
LIHAT dan DENGARKAN:
Ya
Tdk
- Lihat tingkat kesadaran:
Letargi
Bingung
Gelisah
- Frek.napas ........x/menit - Frek.nadi: .......x/menit
- Suhu: ................. C
- TD : ...............mmHg
- BB: ......................Kg
- TB : ............... cm
Jika diduga TB:
- Anjurkan & periksa dahak SPS
Hasil : ........../ ........../ ..........
Bila kontak : (+)
lacak kontak & mulai proses
penjaringan
PEMERIKSAAN
:
:
:
:
:
:
TINDAKAN
..............................
..............................
..............................
..............................
..............................
..............................
KLASIFIKASI
KAB/KOTA
KECAMATAN
FASKES
Format 1
TANGGAL
NO. REG PAL
KARTU PENGOBATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU (PAL 01)
NO. RM
IDENTITAS PASIEN
NAMA
: ........................................
L/P
UMUR
: ............................
ALAMAT
: .........................................................
PEKERJAAN
: ........................................
JIKA WUS : hamil / tidak
Keluhan utama
: ............................. KB / KU*
Kartu Pasien dibawa : Ya / Tidak
88
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
TANGGAL
Kunjungan Ulang :
Klinis
APE
SPIROMETRI
ACT
Lab/ Pemeriksaan lain
Klinis
APE
SPIROMETRI
ACT
Lab/ Pemeriksaan lain
Klinis
APE
SPIROMETRI
ACT
Lab/ Pemeriksaan lain
Klinis
APE
SPIROMETRI
ACT
Lab/ Pemeriksaan lain
PEMERIKSAAN
HASIL
KESIMPULAN
LEMBAR KUNJUNGAN ULANG/FOLLOW -UP PASIEN PAL
TINDAK LANJUT
PETUNJUK PENGISIAN FORMAT KARTU IDENTITAS PASIEN
(PAL 02)
No. RM
: Di isi nomor rekam medik Puskesmas
No. Reg PAL
: Di isi no register PAL pasien sesuai dengan No Register
PAL pada PAL 01
Nama
: Di isi lengkap
L/P
: Di lingkari keterangan yang sesuai
Umur
: Di isi umur dalam tahun
Pekerjaan
: Di isi lengkap
Alamat
: Di isi lengkap
Jadwal kontrol
: Di isi no, tanggal dan keterangan kapan pasien datang
kembali untuk kontrol terkait gangguan pernafasan
kasus PAL
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
89
Format 2.
KARTU IDENTITAS PASIEN
LEMBAR DEPAN
KARTU IDENTITAS PASIEN PAL
No. RM
No. Reg PAL
Nama
Umur
Pekerjaan
Alamat
: ……………………………………………………………………….
: ……………………………………………………………………….
: ………………………………………………………………………. L/P
: ……………………………………………………………………….
: ……………………………………………………………………….
: ……………………………………………………………………….
……………………………..……Tlpn/Hp …………….……..
LEMBAR BELAKANG
Jadwal Kontrol/ periksa ulang
No
Tanggal
Ket
Ketarangan
: se ap pasien dengan gangguan pernapasan yang berkunjung
ke Puskesmas akan mendapat no register PAL yang digunakan seterusnya
sebagai tanda pengenal pasien PAL
90
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
PETUNJUK PENGISIAN REGISTER PAL HARIAN PUSKESMAS
UNTUK PASIEN DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN (PAL 03)
Kolom 1
berjalan
Kolom 2
Kolom 3
Kolom 4
: Diisi dengan nomor urut kunjungan pasien pada bulan
: Tanggal berkunjung
: Diisi dengan no rekam medik Puskesmas
: Diisi dengan no reg PAL. Untuk kunjungan pertama diisi
pada kolom KB (Kunjungan Baru)
Nomor register PAL terdiri dari 4 digit mulai dari nomor urut
pasien/bulan/tahun/PAL
Nomor urut berlaku selama satu (1) tahun (1 Januari – 31
Desember). Contoh : 0001
Khusus untuk TB bila pasiennya masih suspek TB (baru), di
belakang no digitnya ditambah huruf S. contoh : 0001 (S)
Untuk suspek TB yang telah terdiagnosis sebagai pasien baru
TB (BTA+, BTA neg Ro+ atau anak > 5 th) diisi di kolom 11
sesuai kode dalam ICD-10
Kolom 5
: Isilah no reg PAL untuk kunjungan ulang terkait kunjungan
sebelumnya atau kunjungan untuk mendapat hasil
pemeriksaan tambahan atau kunjungan ulang untuk penyakit
PAL lainnya. Untuk kunjungan ulang diisi pada kolom KU
(Kunjungan Ulang)
Khusus untuk suspek TB yang berkunjung ulang setelah
mendapat pengobatan AB spectrum luas non OAT tetapi
belum mengalami perbaikan dicatat di sini dengan no register
suspek sebelumnya.
Kolom 6
Kolom 7
Kolom 8
Kolom 9
: Diisi dengan nama lengkap pasien
: Diisi dengan usia pasien dalam tahun
: Diisi dengan jenis kelamin pasien.
L = Laki-laki; P = Perempuan
: Tulis selengkap mungkin agar mudah untuk melacak,
termasuk nomer telp/HP
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
91
Kolom 10
: Catatlah klasifikasi/diagnosis dan derajat keparahan penyakit
yang dibuat dokter dalam PAL 01. Jika ada pemeriksaan
spesialis k/tambahan yang diperlukan, tuliskan pada kolom
keterangan.
Kolom 11
: Tuliskan kode ICD-10 yang sesuai untuk diagnosis yang
dimaksud
Kolom 12-17 : Diisi dengan nama obat yang diberikan, frekuensi pemberian,
dan lama pemberian
Kolom 18
: Diisi dengan jenis perawatan pasien (rawat jalan/inap).
Tuliskan RI bila pasien dirawat inap, tuliskan RJ bila dirawat
jalan.
Kolom 19
: Berikan tanda rumput (V) bila dirujuk ke Rumah Sakit.
Kolom 20
: Diisi dengan tanggal pasien dirujuk balik dari Rumah Sakit
Kolom 21
: Diisi dengan nama Rumah Sakit
92
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Petunjuk Pengisian Laporan Bulanan Penemuan Penyakit
Gangguan Pernapasan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Menurut Umur (PAL 05)
A. Tingkat Fasilitas Kesehatan (PAL 05)
Sumber data adalah dari formulir PAL 01, PAL 03, dan LB. 01
Provinsi
: Di isi nama Provinsi
Kabupaten/Kota
: Di isi nama Kabupaten/Kota
Kecamatan
: Di isi nama Kecamatan
Fasilitas Kesehatan
: Di isi nama Fasilitas Kesehatan
Bulan
: Di isi bulan Data yang dicatat
Tahun
: Di isi tahun data yang dicatat
Tuberkulosis
Terduga TB
: Diisi data pasien batuk ≥ 2 minggu disertai
gejala respiratori dan sistemik sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Semua Kasus Baru
: Diisi data semua kasus Baru TB Paru
(termasuk didalamnya adalah BTA positif, BTA negative foto toraks
proses spesik TB dan TB anak >5 th) sesuai kelompok umur dan jenis
kelamin.
Kasus baru BTA pos
: Diis data kasus baru TB dengan BTA pos
sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Catatan : Untuk ketiga denisi di atas, untuk pengisian lakukan koordinasi
dengan pengelola program TB
Pneumonia ≥ 5 tahun
: Diisi data seluruh kasus baru pneumonia
sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Asma
Kasus Baru
: Diisi data seluruh kasus baru Asma sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin
Kunjungan ulang
: Diisi data kasus serangan yang mendapat
inhalasi bukan kasus yang datang untuk
kontrol sesuai umur dan jenis kelamin
PPOK
Kasus Baru
: Diisi data seluruh kasus baru PPOK sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin
Kunjungan ulang
: Diisi kasus eksaserbasi yang mendapat
inhalasi bukan kasus yang datang untuk
kontrol sesuai kelompok umur dan jenis
kelamin.
Gangguan Pernapasan
Jumlah Kasus Baru
: Diisi data seluruh kasus baru 4
Dengan Gangguan
penyakit PAL (penjumlahan dari kasus
Pernapasan
baru TB, kasus baru Pneumonia, Kasus
(4 Penyakit PAL)
baru Asma dan Kasus baru PPOK) sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Jumlah Total
: Diisi data seluruh kunjungan 4 penyakit
Kunjungan
(penjumlahan dari kasus baru TB, Kasus
Gangguan
Baru Pneumonia, kasus baru + KunjuPernapasan
ngan ulang Asma dan Kasus Baru +
(4 Penyakit PAL)
Kunjungan ulang PPOK) sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin
Jumlah Total
: Diisi data total seluruh kunjungan
Kunjungan
gangguan pernapasan di faskes yang
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
93
Gangguan
Pernapasan
(termasuk Saluran)
Pernapasan Atas,
Saluran Pernapasan
Bawah, TB & PPOK
termasuk gangguan saluran pernapasan
atas, saluran pernapasan bawah, TB dan
PPOK sesuai umur dan jenis kelamin
Data diambil dari Laporan Bulanan Fasilitas Kesehatan (LB 1) yang sudah
dilatih PAL tidak termasuk kunjungan ke Puskesmas Pembantu (Pustu).
Pengisian menyesuaikan dengan Format LB 1 masing-masing Kab/Kota
penerapan PAL. Total kunjungan gangguan pernapasan (berdasarkan
format LB1 Fasilitas Kesehatan di kab/kota penerapan PAL) merupakan
penjumlahan dari :
DKI Jakarta (ICD-10) :
Tuberkulosis meliputi TB paru saja
Penyakit Saluran Pernapasan Bagian Atas meliputi tonsilitis, infeksi
akut saluran pernapasan bag atas, penyakit lain pada saluran
pernapasan bag atas.
Penyakit Lain pada Saluran Pernapasan Bawah meliputi Penumonia,
Bronkitis, Asma, Penyakit lain dari saluran pernapasan bawah.
Ditambahkan PPOK (dari reg PAL) → apabila PPOK belum
dimasukkan dalam salah satu kategori gangguan pernapasan
dalam LB1
Jawa Barat (ICD-10)
Tuberkulosis meliputi TB paru BTA pos dengan atau tanpa
pemeriksaan biakan, TB Paru Klinis, TB Paru lainnya, TB Alat napas
lainnya
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut meliputi nasofaringitis
akut/common cold, sinusitis akut, faringitis akut, tonsillitis akut, laringitis
akut, penyakit infeksi saluran pernapasan atas akut tidak spesik)
Inuensa/Pneumonia meliputi Suspek AI, Inuensa, Broncho
Pneumonia tidak spesik, Pneumonia
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut Lainnya (Infeksi
Saluran Pernapasan Bawah Akut Tidak Spesik)
Penyakit Saluran Pernapasan Lainnya meliputi Alergi Rhinitis akibat
Kerja, Sinusitis Kronikm Penyakit Saluran Pernapasan Bagian Atas
Lainnya, Bronchitis, Asma, Status Asmatikus, Bronkiektasis,
Bronkiolektasis, Penyakit Jaringan Interstitial Paru Lainnya)
Ditambahkan PPOK (dari reg PAL) → Apabila PPOK belum
dimasukkan dalam salah satu kategori LB1
Lampung (ICD-9)
Tuberkulosis meliputi TB paru BTA pos tanpa biakan, TB Paru BTA
neg, TB Paru Klinis
Infeksi Akut Saluran Pernapasan Bagian Atas meliputi nasofaringitis
akut/common cold, sinusitis akut, pharyngitis akut, tonsillitis akut,
laryngitis akut, tracheitis akut, epiglottis akut
Inuenza/Pneumonia meliputi Inuensa, pneumonia
Infeksi Akut lain Saluran Pernapasan Bagian Bawah meliputi
Bronchitis Akut, Bronchiolitis Akut.
94
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
-
Penyakit Saluran Pernapasan Lainnya meliputi Rinitis Kronis, Sinusitis
Kronis, Nasal Polip, Transilitis Kronis, Laryngitis Kronis.
Penyakit Saluran Pernapasan Bawah Kronik meliputi Bronchitis
Kronis, PPOK, Asma Bronchiale, Status Asmatikus’
Jumlah Total
Kunjungan semua
Penyakit
: Diisi data jumlah seluruh kunjungan yang
terdapat di fasilitas Kesehatan yang sudah
dilatih PAL sesuai kelompok umur dan
jenis kelamin (Fasilitas Kesehatan dibawah
koordinasi Fasilitas Kesehatan yang dilatih PAL,
Jumlah kunjungannya tidak dimasukkan ke
dalam total kunjungan Fasilitas Kesehatan)
B. Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PAL 05B)
Sumber data adalah dari formulir PAL 05A semua Fasilitas Kesehatan di
Kabupaten/Kota tersebut.
Provinsi
: Di isi nama Provinsi
Kabupaten/Kota
: Di isi nama Kabupaten/Kota
Bulan
: Diisi bulan Data yang dicatat
Tahun
: Diisi tahun data yang dicatat
Tuberkulosis
Terduga TB
: Diisi data jumlah terduga TB semua fasilitas
kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.
Semua Kasus Baru
: Diisi data jumlah semua kasus Baru TB Paru
semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.
Kasus Baru BTA pos
: Diisi data jumlah kasus baru TB Paru dengan
BTA pos semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis
kelamin.
Pneumonia ≥ 5 tahun
: Diisi data jumlah seluruh kasus baru
pneumonia senua fasilitas kesehatan sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin
Asma
Kasus Baru
: Diisi data jumlah seluruh kasus baru Asma,
semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Kunjungan Ulang
: Diisi data jumlah kunjungan ulang semua
fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
PPOK
Kasus Baru
: Diisi data jumlah seluruh kasus baru PPOK,
semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Kunjungan Ulang
: Diisi data jumlah kunjungan ulang semua
fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Gangguan Pernapasan
Jumlah Kasus Baru
: Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit
dengan Gangguan
PAL semua fasilitas kesehatan sesuai
Pernapasan
kelompok umur dan jenis kelamin
(4 Penyakit PAL)
-
Jumlah Total
Kunjungan Gangguan
Pernapasan
(4 Penyakit PAL)
: Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit
PAL semua fasilitas kesehatan sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
95
-
Jumlah Total
Kunjungan Gangguan
Pernapasan
(4 Penyakit PAL)
Jumlah Total
Kunjungan semua
: Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit
PAL semua fasilitas kesehatan sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin
: Diisi data jumlah seluruh kunjungan
semua Fasilitas Kesehatan sesuai Penyakit
kelompok umur dan jenis kelamin
C. Tingkat Dinas Kesehatan Provinsi/Kota (PAL 05C)
Sumber data adalah dari formulir PAL 05A semua Fasilitas Kesehatan di
Kabupaten/Kota di Provinsi tersebut.
Provinsi
: Di isi nama Provinsi
Bulan
: Diisi bulan Data yang dicatat
Tuberkulosis
Terduga TB
: Diisi data jumlah terduga TB semua Dinkes
Kab/Kota sesuai kelompok umur dan jenis
kelamin.
Semua Kasus Baru
: Diisi data jumlah semua kasus Baru TB Paru
semua Dinkes Kab/Kota sesuai kelompok
umur dan jenis kelamin.
Kasus Baru BTA pos
: Diisi data jumlah kasus baru TB Paru dengan
BTA pos semua Dinkes Kab/kota sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin.
Pneumonia ≥ 5 tahun
: Diisi data jumlah seluruh kasus baru
pneumonia senua Dinkes Kab/kota sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin
Asma
Kasus Baru
: Diisi data jumlah seluruh kasus baru Asma,
semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok
umur dan jenis kelamin
Kunjungan Ulang
: Diisi data jumlah kunjungan ulang semua
Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur
dan jenis kelamin
PPOK
Kasus Baru
: Diisi data jumlah seluruh kasus baru PPOK,
semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok
umur dan jenis kelamin
Kunjungan Ulang
: Diisi data jumlah kunjungan ulang semua
fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur
dan jenis kelamin
Gangguan Pernapasan
Jumlah Kasus Baru
: Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit
dengan Gangguan
PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai
Pernapasan
kelompok umur dan jenis kelamin
(4 Penyakit PAL)
-
96
Jumlah Total
Kunjungan Gangguan
Pernapasan
(4 Penyakit PAL)
: Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit
PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
-
Jumlah Total
Kunjungan Gangguan
Pernapasan
(4 Penyakit PAL)
Jumlah Total
Kunjungan semua
Penyakit
: Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit
PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin
: Diisi data jumlah seluruh kunjungan
semua Dinkes Kab/Kota sesuai Penyakit
kelompok umur dan jenis kelamin
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
97
98
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
6
5
4
2
3
1
No.
:
:
:
:
:
(
Mengetahui
)
Tuberkulosis
A. Terduga TB
B. Semua Kasus Baru
C. Kasus Baru BTA pos
Pneumonia > 5 tahun
Asma
A.Kasus Baru
B. Kunjungan Ulang (serangan)
PPOK
A. Kasus Baru
B. Kunjungan Ulang (eksaserbasi)
Gangguan Pernapasan
A. Jumlah Kasus Baru dengan Gangguan
Pernapasan (4 Penyakit PAL)
B. Jumlah Totall Kunjungan dengan Gangguan
Pernapasan (4 Penyakit PAL)
C. Jumlah Total Kunjungan dengan Gangguan
Pernapasan (termasuk Saluran Pernapasan Atas,
Saluran Pernapasan Bawah, TB dan PPOK)
Jumlah Total Kunjungan (Semua Penyakit)
LB1
LB1
L
(
)
P
JUMLAH
......................, ......, ................................
Yang melaporkan,
Tahun : .................................................
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
5 - 14
15 - 44
45 - 49
60 - 69
> 70
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
1B+2+
3A+4A
1B+2+3A
3B+4A+4B
PAL 03
PAL 03
PAL 03
PAL 03
PAL 03
PAL 03
PAL 03
PAL 03
Sumber
Data
.....................................................................
.....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
Kunjungan Penyakit Terkait PAL
Provinsi
Bulan
Kecamatan
Fasilitas Kesehatan
Bulan
Laporan Bulanan Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur
Tingkat Fasilitas Kesehatan (PAL 05A)
(diambil dari Register Harian PAL 03/TB 06/TB 04/TB 03/LB1 Fasilitas Kesehatan)
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
99
(
Mengetahui
)
L
(
)
P
JUMLAH
......................, ......, ................................
Yang melaporkan,
Provinsi
: .....................................................................
Kabupaten/Kota
: .....................................................................
Tahun : .................................................
Bulan
: .....................................................................
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
No.
Kunjungan Penyakit Terkait PAL
Sumber
5 - 14
15 - 44
45 - 49
60 - 69
> 70
Data
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
1
Tuberkulosis
PAL 05A
A. Terduga TB
PAL 05A
B. Semua Kasus Baru
PAL 05A
C. Kasus Baru BTA pos
PAL 05A
Pneumonia > 5 tahun
2
Asma
3
PAL 05A
A.Kasus Baru
PAL 05A
B. Kunjungan Ulang (serangan)
PAL 05A
PPOK
4
A. Kasus Baru
PAL 05A
B. Kunjungan Ulang (eksaserbasi)
Gangguan Pernapasan
5
PAL 05A
A. Jumlah Kasus Baru dengan Gangguan
Pernapasan (4 Penyakit PAL)
PAL 05A
B. Jumlah Totall Kunjungan dengan Gangguan
Pernapasan (4 Penyakit PAL)
PAL 05A
C. Jumlah Total Kunjungan dengan Gangguan
Pernapasan (termasuk Saluran Pernapasan Atas,
Saluran Pernapasan Bawah, TB dan PPOK)
PAL 05A
Jumlah Total Kunjungan (Semua Penyakit)
6
Laporan Bulanan Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur
Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PAL 05B)
(diambil dari Laporan Bulanan PAL 05A sema Fasilitas Kesehatan)
100
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
6
5
4
(
Mengetahui
)
Tuberkulosis
A. Terduga TB
B. Semua Kasus Baru
C. Kasus Baru BTA pos
Pneumonia > 5 tahun
Asma
A.Kasus Baru
B. Kunjungan Ulang (serangan)
PPOK
A. Kasus Baru
B. Kunjungan Ulang (eksaserbasi)
Gangguan Pernapasan
A. Jumlah Kasus Baru dengan Gangguan
Pernapasan (4 Penyakit PAL)
B. Jumlah Totall Kunjungan dengan Gangguan
Pernapasan (4 Penyakit PAL)
C. Jumlah Total Kunjungan dengan Gangguan
Pernapasan (termasuk Saluran Pernapasan Atas,
Saluran Pernapasan Bawah, TB dan PPOK)
Jumlah Total Kunjungan (Semua Penyakit)
1
2
3
Kunjungan Penyakit Terkait PAL
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
Sumber
Data
: .....................................................................
: .....................................................................
No.
Provinsi
Bulan
L
(
)
P
JUMLAH
......................, ......, ................................
Yang melaporkan,
Tahun : .................................................
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
5 - 14
15 - 44
45 - 49
60 - 69
> 70
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
Laporan Bulanan Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur
Tingkat Dinas Kesehatan Provinsi (PAL 05C)
(diambil dari Laporan Bulanan PAL 05B semua Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota)
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
101
(
No Reg
PAL
)
Nama Pasien
L
P
Umur
Diagnosis
Awal
...................................................................
...................................................................
...................................................................
...................................................................
...................................................................
Mengetahui
No Tanggal
:
:
:
:
:
Dirujuk ke
Diagnosi Akhir
Keterangan
(
)
......................, ......, ................................
Yang melaporkan,
Dirujuk/Dirujuk
Balik dari
Tanggal PKRTL
Rekapitulasi Pasien Yang Dirujuk Ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (PAL 06)
Fasilitas Kesehatan
Kabupaten/Kota
Provinsi
Bulan
Tahun
Download