Tugas PPKN Perumusan Dan Penetapan UUD NRI 1945 Geisha,Nadhya,Sisi,Shafa,dan Caca Sejarah Perumusan UUD NRI 1945 • Sidang BPUPKI 1 (29 Mei – 1 Juni 1945) Pada sidang BPUPKI 1 , selain menerima berbagai usulan tentang dasar negara Indonesia merdeka , juga dibentuk anitia kecil perumusan dasar negara dgn 9 anggota (Panitia Sembilan). • Rapat Panitia Kecil (22 juni 1945) Panitia kecil melakukan rapat gabung dgn anggota BPUPKI yg diadakan di Jakarta. Hasil rapat tsb adalah rancangan UUD dengan Mukadimah Hukum Dasar Negara Indonesia yg dikenal sbg Piagam Jakarta. • Sidang BPUPKI 2 (10-17 Juli 1945) Disidang tsb dibentuk 3 panitia yaitu : a. Panitia Perancang UUD yg diketuai Ir.Soekarno b. Panitia Keuangan dan Perekonomian yg diketuai Drs.Muhammad Hatta c. Panitia PETA ( Pembela Tanah Air ) Yg diketuai Abikusno Sidang • Sidang Panitia Perancang UUD ( 11 Juli 1945) Sidang tersebut menghasilkan : 1). Membentuk Pnitia Perancang “declaration of rights” 2).Bentuk “unitarisme” 3).Kepala negara di tangan satu orang , yaitu presiden 4).Membentuk panitia kecil perancang UUD • Sidang Panitia Kecil Perancang UUD (13 Juli 1945 ) Sidang ini menghasilkan ketentuan Lambang negara,Negara Kesatuan, dan sebutan majelis permusyawatan rakyat. Sidang BPUPKI & PPKI • Sidang BPUPKI (14-15 Juli 1945 ) Pada Tanggal 14 Juli BPUPKI mengadakan sidang “Pembicaraan tentang Pernyataan Kemerdekaan” Sedangka pada tanggal 15 Juli melanjutkan acara “Pembahasan Rancangan UUD” lalu, Soekarno memberikan penjelasan naskah yg menghasilkan tanggpan dri : Moh.hatta lebih lanjut Soepomo. Sbg Panitia Perancang UUD. • Sidang PPKI Pada awal ppki berjumlah 21 orang, namun pada perkembangannya jumlah tersebut ditambah sebanyak 6 orang tanpa sepengatuan pemerintah jepang yaitu wiranatakusuma,ki hajar dewantara,kasman ahmad subarjo Sidang PPKI • Sidang PPKI Sidang PPKI dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 1945 di Gedung Kesenian Jakarta. Sidang pembukaan dilaksanakan oleh: -Drs. M. Hatta,Ki Bagus Hadikusumo,Wahid Hasyim,Mr. Kasman Singodimejo, dan Teuku Muhammad Hasan • Hasil Sidang PPKI A. Mengesahkan Undang-Undang dasar negara B. Memilih presiden dan wakil presiden yaitu, Ir. Soekarno dan M. Hatta C. Presiden untuk sementara akan didampingi UUD NRI 1945 • Kedudukan UUD NRI 1945 UUD NRI 1945 ditetapkan oleh PPKI dan mempunyai sistematika sbg berikut : 1. Pembukaan , yg terdiri dri 4 alinea 2. Batang tubuh 3. Penjelasan • Arti Penting UUD NRI 1945 Bagi Indonesia UUD NRI 1945 menjadi konstitusi pertama negara Indonesia , di UUD NRI 1945 diaturnya Ketatanegaraan di Indonesia. UUD NRI 1945 juga memilik kedudukan istimewa disbanding dgn peraturan perundangan yg lainya bagi bangsa Indonesia Berikut kedudukan UUD NRI 1945 : 1. Dibentuk dgn cara yg istimewa 2. Dianggap sesuatu yg luhur 3. Berisi cita-cita bangsa dan dasar organisasi negara 4. Berisi garis besar tentang dasar dan tujuan negara. • Pasal-Pasal Yang memuat tentang UUD NRI 1945 Pada dasarnya memuat dua materi dasar, yaitu : a. Pengaturan tentang bentuk negara dan system pemerintahan negara b. Pengaturan tentang hubungan negara dengan warga negara dan penduduknya • Arti Penting UUD NRI 1945 Dengan kedudukan istimewa tersebut , UUD NRI memiliki arti penting sbg berikut : 1. Menjadi dasar dan sumber ekstensi berdirinya NKRI 2. Sebagai landasan konstitual penyelanggaraan negara Indonesia 3. Sebagai aturan hokum yang tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang-undangan nasional di Indonesia 4. Sebagai salah satu pilar kebangsaan Indonsia, selain Pancasila,NKRI,dan Bhineka Tunggal Ika • Perubahan UUD NRI 1945 Dari awal, para pendiri negara secara eksplisit sudah menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah konstistusi yang bersifat sementara. Bahkan, Soekarno menyebutnya sebagai UUD atau revolutiegrondwet. Kondisi obyektif ini sudah diantisipasi oleh the fouding fathers dengan menyediakan Pasal 37 UUD 1945 sebagai sarana untuk melakukan perubahan. Karena kelalaian menjalankan amanat itu, sejak awal kemerdekaan proses penyelengaraan negara dilaksanakan dengan konstitusi yang bersifat sementara. Menelusuri perjalanan sejarah ketatanegaraan selama hampir setengah abad di bawah UUD 1945 (1945-1949 dan 1959-2002), persoalan mendasar tidak hanya terletak pada sifat kesementaraan tetapi lebih kepada kelemahan-kelemahan elementer yang terdapat dalam UUD 1945. Misalnya, sangat fleksibel untuk diterjemahkan sesuai dengan keinginan pemegang kekuasaan, terperangkap dalam design ketatanegaraan yang rancu sehingga tidak membuka ruang untuk melaksanakan paradigma checks and balances atau akuntabilitas horizontal dalam menciptakan good governance. Kedua kelemahan itu sangat mewarnai perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia di bawah UUD 1945, yang kemudian bermuara pada multi-krisis yang terjadi pada penghujung abad XX dan sampai dua tahun pertama awal abad XXI belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Misalnya dalam hal penafsiran, pergantian sistem presidentil kepada sistem parlementer pada tanggal 14 November 1945. Di dua era yang berbeda, Soekarno menafsirkan (memahami) demokrasi dalam UUD 1945 sebagai Demokrasi Terpimpin sementara Soeharto menafsirkannya sebagai Demokrasi Pancasila dan kedua-duanya melahirkan rejim otoriter. Krisis ketatanegaraan yang diawali dengan kejatuhan Soeharto pada tahun 1998 memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan secara mendasar terhadap UUD 1945. Banyak anggapan bahwa salah satu penyebab krisis itu adalah ketidakmampuan UUD 1945 mengantisipasi penyelewengan-penyelewengan dalam praktek penyelenggaraan negara. Dalam waktu yang panjang, UUD 1945 telah menjadi instrumen politik yang ampuh berkembangnya otoritarianisme dan menyuburkan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) di sekitar kekuasaan Presiden. Oleh karena itu, di masa reformasi menyusul berakhirnya kekuasaan Soeharto, agenda perubahan UUD 1945 menjadi sesuatu yang niscaya. Ini dapat dipahami bahwa tidak mungkin melakukan reformasi politik dan ekonomi tanpa melakukan reformasi hukum. Reformasi hukum pun tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perubahan terhadap konstitusi (constitutional reform). Tulisan ini mencoba untuk memaparkan empat poin penting yang terkait dengan perubahan UUD 1945 yang telah dilakukan oleh MPR, yaitu (1) alasan melakukan perubahan, (2) perubahan-perubahan yang telah dilakukan, (3) implikasi perubahan terhadap sistem ketatanegaraan, dan (4) catatan kritis (critical review) terhadap hasil perubahan yang dapat menimbulkan implikasi “lain” dalam praktek ketatanegaraan ke depan. • Alasan Melakukan Perubahan 1. Sifat sementara Seperti telah dinyatakan pada bagian awal bahwa penetapan UUD 1945 tidak dimaksudkan sebagai sebuah konstitusi yang bersifat tetap. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Soekarno sebagai berikut : “Undang-undang Dasar yang dibuat sekarang adalah Undang-undang Dasar Sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan, ini adalah Undang-undang Dasar kilat. Nanti kalau kita telah bernegara, di dalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undangundang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna”. Selain pernyataan itu, sifat sementara juga terdapat dalam ayat (2) Aturan Tambahan UUD 1945 yang menyatakan bahwa dalam enam bulan sesudah Majelis Permusa • Latar Belakang Amandemen UUD 1945 Latar belakang perubahan UUD 1945, dapat di identifikasi sebagai berikut : 1. Kekuasaan tertinggi di tangan MPR berdampak pada pengurangan makna kedaulatan rakyat. 2. Kekuasaan yang sangat besar pada Presiden. 3. Pasal-pasal yang terlalu fleksibel, sehingga dapat menimbulkan banyak penafsiran 4. Kewenangan pada prosedur untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang 5. penilaian terhadap rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusai. • Maksud Amandemen UUD NRI 1945 Menurut Sujatmiko, amandemen yang pokok itu tidak serampangan dan merupakan hal yang serius. Konstitusi itu merupakan aturan tertinggi bernegara. Beliau berpendapat bahwa konstitusi di negara kita belum sepenuhnya sempurna. Jika ingin menyempurnakan konstitusi satu-satunya pilihan ialah amandemen. Dari beberapa referensi di atas amandemen haruslah difahami sebagai penambahan, atau perubahan pada sebuah konstitusi yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari naskah aslinya, dan diletakkan pada dokumen yang bersangkutan. Pemahaman lebih lanjut adalah amandemen bukan sekedar menyisipkan kata-kata atau perihal baru dalam teks. Di sisi lain, amandemen bukan pula penggantian. Mengganti berarti melakukan perubahan total dengan merumuskan konstitusi baru mencakup hal-hal mendasar seperti mengganti bentuk negara, dasar negara, maupun bentuk pemerintahan. Dalam amandemen UUD 1945 kiranya jelas bahwa tidak ada maksudmaksud mengganti dasar negara Pancasila, bentuk negara kesatuan, maupun bentuk pemerintahan presidensiil. Salah satu bentuk komitmen untuk tidak melakukan perubahan terhadap hal-hal mendasar di atas adalah kesepakatan untuk tidak melakukan perubahan atas Preambul/Pembukaan UUD 1945. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa yang harus mendasari Amandemen UUD 1945 adalah semangat menyempurnakan, memperjelas, memperbaiki kesalahan, dan melakukan koreksi terhadap pasal-pasal yang ada, tanpa harus melakukan perubahan terhadap hal-hal yang mendasar dalam UUD 1945 itu sendiri. • Tujuan Amandemen UUD NRI 1945 Tujuan amandemen UUD 1945 menurut Husnie Thamrien, wakil ketua MPR dari F-PP, adalah : 1. untuk menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional serta menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kekuatan rakyat, 2. 3. memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi, 4. menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern melalui pembagian kekuasan secara tegas sistem check and balances yang lebih ketat dan transparan dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan jaman, 5. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara memwujudkan kesejahteraan sosial mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika dan moral serta solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan, 6. melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara yang sangat penting bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, 7. menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi kebutuhan dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang.2 menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak agar sesuai dengan perkembangan HAM dan peradaban umat manusia yang menjadi syarat negara hukum, • Kesepakatan UUD NRI 1945 Di tengah pembahasan perubahan UUD 1945, Panitia Ad Hoc I menyusun kesepakatan dasar dalam melakukan perubahan konstitusi UUD 1945. Tujuan disusunnya kesepakatan dasar agar perubahan UUD 1945 mempunyai arah, tujan, dan batas yang jelas. Dengan demikian, dapat dicegah kemungkinan terjadinya pembahasan yang melebar ke manamana atau terjadinya perubahan tanpa arah. Selain itu, perubahan yang dilakukan merupakan penjabaran dan penegasan cita-cita yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945. Berikut adalah lima butir kesepakatan dasar berkaitan dengan perubahan konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : 1. Tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. 3. 4. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Melakukan perubahan dengan cara adendum. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial. Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh). Berikut adalah penjelasan kesepakatan dasar tersebut: • Berikut adalah penjelasan kesepakatan dasar tersebut: Tidak mengubah pembukaan UUD 1945 karena di dalam pembukaan UUD 1945 terdapat staatsidee (dasar/ideologi) berdirinya NKRI, dasar negara, dan cita-cita negara. Pembukaan UUD 1945 memuat dasar filosofis dan dasar normatif yang mendasari seluruh pasal dalam UUD 1945. Jika ingin mengubah sedikitpun isi pembukaan UUD 1945, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bubar terlebih dahulu. Negara Kesatuan Republik Indonesia haruslah dipertahankan karena negara kesatuan adalah bentuk yang ditetapkan sejak berdirinya negara Indonesia dan dipandang paling tepat untuk sebuah bangsa majemuk. Perubahaan UUD 1945 juga diharapkan tidak mengganggu eksistensi negara. Sistem pemerintahan presidensial dipertegas untuk memperkukuh sistem pemerintahan yang stabil dan demokratis. Sistem pemerintahan presidensial juga telah dipilih oleh para pendiri negara ini pada tahun 1945. Selain itu, salah satu tujuan perubahan UUD 1945 adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan penyelenggaraan negara agar lebih demokratis. Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintah negara republik dimana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif. Kesepakatan keempat dibuat untuk meniadakan penjelasan UUD 1945. Peniadaan penjelasan UUD 1945 bertujuan untuk menghindari kesulitan saat menentukan status “Penjelasan” dari sisi sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan. Selain itu, BPUPKI dan PPKI telah menyusun Pembukaan dan Batang Tubuh (pasal-pasal) UUD 1945 tanpa penjelasan. Perubahan dengan cara adendum artinya tetap mempertahankan naskah asli UUD 1945 dan naskah perubahan UUD 1945 diletakkan melekat pada naskah asli. Sehingga sesungguhnya UUD 1945 dalam satu naskah memuat UUD 1945 sebelum diamandemen, amandemen I, amandemen II, amandemen III, dan amandemen IV. Kesalahan seringkali dilakukan dengan menyatukan seluruh UUD 1945 beserta amandemennya seperti kebanyakan buku UUD 1945 yang beredar saat ini di pasaran. • Jalanya Proses Amandemen 1) Usulan perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasardapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. 2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditujukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. 3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. 4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan Persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. 5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan SEKIAN DARI KAMI TERIMAKASIH Wasalamualaikum wr.wb